Asfiksia Neonatorum

55
LAPORAN KASUS ASFIKSIA NEONATORUM Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Anak Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Laily Babgei, SpA Disusun Oleh : Marla Deni Nugraha H2A010033 KEPANITERAAN KLINIK - ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 1

description

mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Transcript of Asfiksia Neonatorum

Page 1: Asfiksia Neonatorum

LAPORAN KASUS

ASFIKSIA NEONATORUM

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Stase Ilmu Kesehatan Anak

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Laily Babgei, SpA

Disusun Oleh :

Marla Deni Nugraha H2A010033

KEPANITERAAN KLINIK - ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD Dr.ADHYATMA, MPH

2015

1

Page 2: Asfiksia Neonatorum

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR

KEPANITERAAN KLINIK - ILMU KESEHATAN ANAK

LAPORAN KASUS

ASFIKSIA NEONATORUM

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Stase Ilmu Kesehatan Anak

RSUD Dr.ADHYATMA, MPH

Disusun Oleh:

Marla Deni Nugraha H2A010033

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Tanggal : ...........................................

Pembimbing Klinik

Ilmu Kesehatan Anak

dr. Laily Babgei, SpA

2

Page 3: Asfiksia Neonatorum

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Angka kematian bayi ( Infrant Mortality Rate) merupakan salah satu

indikator penting dalam menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat, karena dapat menggambarkan kesehatan penduduk secara umum.

Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia (WHO) bahwa setiap

tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia,

hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh

kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1

bulan). Setiap 6 menit terdapat satu BBL yang meninggal. (JNPK-KR

2008 hal.143). Pada tahun 2011, jumlah angka kematian bayi baru lahir

(neonatal) di negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 31 per 1000

kelahiran hidup. Angka itu 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan malaysia dan 1,2

kali lebih tinggi dibangdingkan Filipina. Karena itu masalah ini harus menjadi

perhatian serius.1,2

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,

mengestimasikan AKB di Indonesia dalam periode 5 tahun terakhir, yaitu

tahun 2003-2007 sebesar 34 per 1.000  kelahiran hidup. Banyak faktor yang

mempengaruhi angka kematian tersebut, yaitu salah satunya asfiksia sebesar

37% yang merupakan penyebab kedua kematian bayi baru lahir  (Depkes.RI,

2008). Sementara target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015

adalah 32 / 1. 000 KH.2

Usaha pemerintah indonesia untuk menanggulangi dalam mengurangi

angka kematian bayi (AKB) adalah menciptakan pelayanan kesehatan dasar,

yaitu pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan antenatal, pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan dan koompetensi kebidanan, deteksi resiko,

rujukan kasus resti dan penanganan komplikasi. Dimana tenaga kesehatan

mampu untuk menjalankan manajemen asuhan kebidanan sesuai dengan

pelayanan dan masalah yang terjadi.2

3

Page 4: Asfiksia Neonatorum

BAB II

CATATAN MEDIS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama anak : By. K

Umur/ Tgl. Lahir : 0 hari/ 24 Juli 2015

Jenis Kelamin : Perempuan

No RM : 480513

Nama bapak : Tn. O

Umur : 33 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Ngaliyan, Semarang

Nama ibu : Ny. K

Umur : 29 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Alamat : Ngaliyan, Semarang

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada Ibu Pasien tanggal 28

Juli 2015 jam 15.00 WIB di Bangsal Boughenvil dan Rekam Medik Pasien

tanggal 27 Juli 2015 di Bangsal Tulip (Perinatologi) RSUD Tugurejo

Semarang.

Keluhan Utama : Lahir tidak langsung menangis

Riwayat Penyakit Sekarang :

Tanggal 24 Juli 2015 pukul 10.40 WIB lahir bayi perempuan melalui

Secio Cesaria (SC) atas indikasi preeklamsi berat (PEB) dari ibu G2P1A0, usia

29 tahun hamil 30 minggu, ANC (+) di bidan, riwayat demam (-), riwayat

4

Page 5: Asfiksia Neonatorum

KPD (-), riwayat minum jamu saat hamil (-), trauma (-), kencing manis (-),

darah tinggi (-) dan minum obat selain dari bidan (-).

Ketuban dipecahkan sesaat sebelum mengeluarkan bayi, warna jernih,

jumlah cukup, bau wajar, lilitan tali pusat (-). Lahir bayi secara SC, lahir bayi

tidak langsung menangis, lunglai, biru pucat (+), APGAR scor 3-4-5.

Dilakukan pembersihan jalan nafas, pemberian O2 dengan CPEP, rangsang

taktil dan pencegahan hipotermi.

Plasenta lahir lengkap secara manual, infark (-), hematom (-). Setelah 10

menit, telapak tangan dan kaki bayi nampak masih kebiruan, nafas tak teratur,

tidak aktif, dan tangis merintih. Tetap dilakukan pemberian oksigen serta

pemasangan infus umbilical, kemudian bayi dirawat di ruang Perinatologi.

Riwayat Penyakit Dahulu :

-

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami hal seperti ini

sebelumnya.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Orangtua pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman

beralkohol dan obat-obatan. Penghasilan keluarga per bulan kira-kira Rp

1.700.000,00. Pembayaran menggunakan Jamkesmas

Kesan : Keadaan sosial dan ekonomi cukup

Data Khusus

1. Riwayat Kehamilan/ Pre Natal :

By. K adalah anak kedua dari Ny.K saat berusia 29 tahun. Usia

kehamilan kurang bulan yaitu ˃7 bulan atau sekitar 30 minggu. Ibu rutin

periksa kehamilan setiap bulan di bidan. Selama hamil tidak pernah

minum jamu, mengkonsumsi vitamin dan tablet Fe dari bidan, tidak

mengkonsumsi alcohol dan rokok. Suntik TT sebanyak dua kali.

5

Page 6: Asfiksia Neonatorum

2. Riwayat Persalinan/ Natal :

Lahir di tolong dokter Residen Obsgyn secara sectio caesaria (SC)

atas indikasi PEB dari ibu G2P1A0, usia 29 tahun, lahir tidak langsung

menangis, BBL : 800 gram, PB : 32 cm, AS : 3-4-5.

3. Riwayat Pasca Persalinan/ Post Natal :

Perawatan di ruang Perinatologi RSUDTG, keadaan anak BBLASR

dan asfiksia berat.

Riwayat Makan dan Minum :

-

Riwayat Imunisasi Dasar :

BCG : -

Hepatitis B : -

Polio : -

DPT : -

Campak : -

Kesan : Imunisasi dasar belum diberikan

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak :

Perkembangan : belum bisa dinilai

Pertumbuhan : BBL 800 gr usia kehamilan 30 minggu

Kesan : Perkembangan belum bisa dinilai dan pertumbuhan tidak

sesuai masa kehamilan.

Riwayat Keluarga Berencana Orang Tua :

Ibu penderita tidak memakai KB

6

Page 7: Asfiksia Neonatorum

III.PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 24 Juli 2015 jam 10.30 WIB di IBS

RSUD Tugurejo Semarang.

1. Apgar Score

Klinis 0 1 2 1 menit 5 menit 10 menitDenyut Jantung

Tak ada < 100 >100 1 1 1

Pernafasan Tak adaTak teratur

Baik 1 1 1

Tonus Otot Lemah Sedang Baik 1 1 1Reka Rangsang

Tak ada Meringis Menangis 0 1 1

WarnaBiru/ Putih

Merah jambu, ujung-ujung biru

Merah jambu

0 0 1

Total 3 4 5

2. Keadaan Umum : Menangis (-), gerak kurang aktif, nafas tidak

teratur.

3. Tanda Vital

HR : 100 x/menit

Frek. Pernapasan : 55 x/menit

Suhu : 36 °C

4. Status Gizi

BBL : 800 gr

PB : 32 cm

LK : 22,5 cm

LD : 21,5 cm

Kesan : Gizi Kurang

5. Status Internus

a) Kepala

UUB frontanemia mayor dan minor belum menutup, mikrosefali (+),

caput (-)

7

Page 8: Asfiksia Neonatorum

b) Rambut

Warna hitam, rambut sedikit (+)

c) Mata

Simetris, konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

d) Telinga

Simetris, tulang rawan belum sempurna

e) Hidung

Napas cuping hidung (+), sekret (-), epistaksis (-)

f) Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-)

g) Leher

Pembesaran KGB (-)

h) Thorax

Pulmo

Inspeksi : Simetris, retraksi (-)

Palpasi : Sulit dinilai

Perkusi : Sulit dinilai

Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+

Hataran (-/-), Ronki (-/-), dan Wheezing (-/-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak kuat angkat

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I/II reguler normal, gallop (-), bising (-)

i) Abdomen

Inspeksi : Permukaan datar, tali pusat layu (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Tidak dilakukan

Palpasi : Supel, turgor kulit cukup, hepar / lien tidak teraba

j) Genital

Perempuan, labium mayus sudah menutupi labium minus, anus (+)

8

Page 9: Asfiksia Neonatorum

k) Ekstremitas

Superior Inferior

Akral dingin +/+ +/+

Tonus hipotoni hipotoni

Sianosis +/+ +/+

Reflek primitive

Capilary refill >2”/ >2” >2”/ >2”

6. Status Atropometri

Kurva Lunchenco

Bayi perempuan, preterm 30 minggu, BBL = 800 gr, PB = 32 cm

Kesan : Berat badan lahir tidak sesuai masa kehamilan

9

Page 10: Asfiksia Neonatorum

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

Pemeriksaan Darah Rutin (Hb, Ht, Leukosit dan Trombosit)

Pemeriksaan elektrolit (Na, K, Cl)

GDS (Gula Darah Sewaktu)

Hasil Pemeriksaan Lab :

(24 Juli 2015)

GDS = 108

(26 Juli 2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

Leukosit 7,51 ribu/ul 4,5-13,5

Eritrosit 5,14 juta/ul 3,8-5,8

Hb 19,90 g/dl 10,8-15,6

Hematokrit 57,20 % 33-45

Trombosit L 167 10^3/ul 184-488

Kalium H 6,90 mmol/ L 3,6-5,8

Natrium L 130 mmol/ L 129-143

Clorida 106 mmol/ L 93-112

Calsium H 10,8 mg/ dL 9,0-11,0

V. RESUME

Lahir bayi perempuan melalui Secio Cesaria (SC) atas indikasi

preeklamsi berat (PEB) dari ibu G2P1A0, usia 29 tahun dengan hamil 30

minggu. Bayi lahir tidak langsung menangis, lunglai, biru pucat (+), APGAR

scor 3-4-5. Dilakukan pembersihan jalan nafas, pemberian O2 dengan CPEP,

rangsang taktil dan pencegahan hipotermi. Setelah 10 menit, telapak tangan

dan kaki bayi nampak masih kebiruan, nafas tak teratur, tidak aktif, dan tangis

merintih. Tetap dilakukan pemberian oksigen serta pemasangan infus

umbilical, kemudian bayi dirawat di ruang Perinatologi.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: Menangis (-), gerak

kurang aktif, nafas tidak teratur. Tanda vital: HR = 100x/menit, RR = 55

10

Page 11: Asfiksia Neonatorum

x/menit, dan Suhu = 360C. Status gizi: BBL = 800gr, PB = 32 cm. Kepala

mikrosefali (+), rambut sedikit (+), tulang rawan daun telinga belum

sempurna, napas cuping hidung (+), ekstermitas: akral dingin (+), tonus otot

hipertoni, sianosis (+), dan cappirally refill >2”/>2”. Status antropometri,

kesan berat badan lahir tidak sesuai masa kehamilan.

VI. DAFTAR MASALAH

No Problem aktif Tgl Problem Pasif Tgl

1.2.3.

Asfiksia BeratBBLASRNeonatus Preterm

24/7/1524/7/1524/7/15

Imunisasi dasar belum dilakukan

24/7/15

VII. ASSESMENT

Diagnosis Banding :

1) Asfiksia Berat

a) Faktor Plasenta dan Tali Pusat

Maturasi plasenta grade III

b) Faktor Ibu

Toxoplasmosis

c) Faktor Janin

Neonatal Preterm

Neonatal Infeksi

2) BBLASR 800 gr

Sesuai Masa Kehamilan

Kecil Masa Kehamilan

3) Neonatus Preterm 30 minggu

N. Preterm sesuai masa kehamilan

N. Aterm

N. Post term

Diagnosis Kerja :

Diagnosis Klinis : Asfiksia Berat, BBLASR, N. Preterm

11

Page 12: Asfiksia Neonatorum

Diagnosis Tumbang : -

Diagnosis Gizi : -

Diagnosis Imunisasi : -

VIII. INITIAL PLAN

1) Asfiksia Berat

Ip Dx :

S : -

O : X-foto thorax PA

Ip Tx :

CPEP PEEP = 5 (F1O2 = 35%)

IVFD D5 10 tpm (mikro)

Vit K 1x1 mg i.m

Opimox 2 x 20 mg i.v

Gentamisin ED gtt 1 ODS

Ip Mx :

Monitoring KU dan Vital Sign

Monitoring tanda-tanda distress pernafasan

Awasi hipoglikemi dan hipotermi

Ip Ex :

Memberitahukan kepada orang tua bahwa bayi lahir mengalami

gangguan napas berat, perlu di rawat di ruang Perinatologi dengan

menggunakan CPAP untuk memenuhi kebutuhan oksigennya.

Menjelaskan kepada orang tua tentang pemeriksaan – pemeriksaan

yang akan dilakuakan guna menunjang diagnosis dan terapi yang akan

diberiakan.

2) BBLASR 800 gr

Ip Dx :

S : -

O : GDS

12

Page 13: Asfiksia Neonatorum

Ip Tx :

Ca. Gluconas 1x0,8 cc

OGT terbuka

Puasa 24 jam

Rawat inkubator

Ip Mx :

Monitoring berat badan, akseptabilitas diet

Ip Ex :

Menjelaskan kepada orang tua bayi bahwa berat badan anak rendah

karena lahir sebelum taksiran persalinan sehingga harus dilakukan

pemantauan berat badan secara teratur.

3) Neonatus Preterm 30 minggu

Ip Dx :

S : -

O : -

Ip Tx :

-

Ip Mx :

Monitoring pertumbuhan dan perkembangan neonates, akseptabilitas

diet

Ip Ex :

Memberitahu kepada orang tuan tentang pentingnya pemberian ASI

ekslusif, pentingnya memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi.

IX. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Sanam : dubia ad bonam

Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

13

Page 14: Asfiksia Neonatorum

PROGRESS NOTE

Tanggal Keadaan klinis Program terapi

25-7- 2015(08.30 wib)

S : Bayi kecil, terpasang CPEP dan OGT

- Terapi lanjut- Omeprazol 2 x 0,5 mg

14

Page 15: Asfiksia Neonatorum

O :KU : Nangis lemah, kurang aktif, residu (+) 9 cc warna coklatTV : HR : 135 x/menit RR : 43 x/menit T : 36,1 0C SpO2 : 95% BBS : 1000 gr Kulit : kemerahan (+)Kepala : mikrosefalHidung : nafas cuping (-)Mulut : sianosis (-), buih (+)Thorak :Jantung : dbnParu-paruInspeksi : simetris, retraksi (-)Auskultasi : SD : vesikuler +/+ ST :Hataran -/- , Ronki -/- ,

Wheezing -/-Abdomen : cembung, supel, turgor kulit cukup, H/L tak terabaEkstremitas : sup inf Sianosis -/- -/- Akral dingin -/- -/- Cap refill < 2 “ <2 “Hasil Lab :GDS = 108

Assesment : Asfiksia sedang (SA = 6)BBLASRNeonatus preterm

i.v- Bila besok OGT masih

coklat Aminofusin drip

26-7-2015(13.00 wib)

S : Bayi kecil, OGT residu (+) warna coklat, sesak (+) dan BAB (-)

O :

- CPEP PEEP = 7 (F1O2 = 35%)- Aminofusin drip- Tx lanjut

15

Page 16: Asfiksia Neonatorum

KU : Nangis lemah, kurang aktif, kemerahanTV : HR : 130 x/menit RR : 50 x/menit T : 36,2 0C BBS : 1000 gr Hidung : nafas cuping (-)Mulut : sianosis (-), buih (+)Thorak :Jantung : dbnParu-paruInspeksi : simetris, retraksi (+)Auskultasi : SD : vesikuler +/+ ST :Hataran -/- , Ronki -/- ,

Wheezing -/-Ekstremitas : sup inf Sianosis -/- -/- Akral dingin -/- -/- Cap refill < 2 “ <2 “

Hasil Lab :Terlampir

Assesment : Asfiksia sedang + Distres respirasiBBLASRNeonatus preterm

27-7-2015(10.00 wib)

S : Bayi kecil, mulut keluar buih

O :KU : Nangis lemah, kurang aktif, OGT residu (-)TV : HR : 140 x/menit RR : 44 x/menit T : 36,3 0C BBS : 1000 gr Kulit : kemerahan (+)Kepala : mikrosefalHidung : nafas cuping (-)Mulut : sianosis (-), buih (+)Thorak :

- Tx lanjut- Aminofusin stop

16

Page 17: Asfiksia Neonatorum

Jantung : dbnParu-paruInspeksi : simetris, retraksi (-)Auskultasi : SD : vesikuler +/+ ST :Hataran -/- , Ronki -/- ,

Wheezing -/-Abdomen : cembung, supel, turgor kulit cukup, H/L tdak terabaEkstremitas : sup inf Sianosis -/- -/- Akral dingin -/- -/- Cap refill < 2 “ <2 “

Assesment : Asfiksia sedang (SA = 6)BBLASRNeonatus preterm

27-7-2015 (14.20)

S : Bayi kecil, terpasang CPEP dan OGT

O :KU : Nangis lemah, gerak kurang aktif, kemerahanTV : HR : 135 x/menit RR : 43 x/menit T : 36 0C BBS : 1000 gr Kulit : transparan (+)Kepala : mikrosefal, UUB datar (+)Hidung : nafas cuping (-)Mulut : sianosis (-), buih (+)Thorak :Jantung : dbnParu-paruInspeksi : simetris, retraksi (-)Auskultasi : SD : vesikuler +/+ ST :Hataran -/- , Ronki -/- ,

Wheezing -/-Abdomen : cembung, supel, turgor kulit cukup, H/L tdak teraba

- Tx lanjut

Saran :- ASI (2-3cc/ 2-3 jam)- Monitoring (residu, muntah dan kembung)

17

Page 18: Asfiksia Neonatorum

Ekstremitas : sup inf Sianosis -/- -/- Akral dingin -/- -/- Cap refill < 2 “ <2 “Reflek primitif : Sucking (-), rooting (-), palmar/ plantar grasping (+) menurun

Assesment : Asfiksia sedang (SA = 6)BBLASRNeonatus preterm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

18

Page 19: Asfiksia Neonatorum

Asfiksia Neonatorum

A. Definisi

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan gawat bayi berupa gagal

nafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai

dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.3

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir

yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,

sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan

zat asam arang dari tubuhnya.4

Menurut American College of Obstetricans and Gynecologists (ACOG)

dan American Academy of Pediatrics (AAP), seorang neonatus disebut

mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut:6

a. Nilai Apgar menit kelima 0-3.

b. Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0).

c. Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma).

d. Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan

kardiovaskular,gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal).

e. Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multi organ, kejang dan

ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang

mengalami episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki

risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai

pertimbangan utama.

B. Etiologi Asfiksia Neonatorum

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit - menit pertama

kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat

gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan

terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa

kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.1

American Heart Association (AHA) dan American Academy of

Pediatrics (AAP) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan

pada bayi, yang terdiri dari:1

19

Page 20: Asfiksia Neonatorum

1. Faktor ibu

a. Hipoksia ibu

Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala

akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat

pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.

b. Gangguan aliran darah uterus

Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan

berkurangnya oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini

sering ditemukan pada keadaan :

Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani

uterus akibat penyakit atau obat.

Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.

Hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan

mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta,

dan lain-lain.

3. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah

dalam pembuluh darah umbulikus dan menghambat pertukaran gas antara

ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada kelainan

tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat janin

dan jalan lahir, dan lain-lain.

4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena

beberapa hal, sebagai berikut.

20

Page 21: Asfiksia Neonatorum

a. Pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara

langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin.

b. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial.

c. Kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika,

atresi/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru, dan lain-lain.

C. Patofisiologi Asfiksia Neonatorum

1. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir5

Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen

atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang

ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan

oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan

tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin,

sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah

yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.5

Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai

sumber utama oksigen. Pada saat bayi mengambil napas pertama, udara

memasuki alveoli paru dan cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke

dalam jaringan paru. Pada napas kedua dan berikutnya, udara yang masuk

alveoli bertambah banyak dan cairan paru diabsorpsi sehingga kemudian

seluruh alveoli berisi udara yang mengandung oksigen. Pengisian alveoli

oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh

darah di sekitar alveoli.5

Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan

tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik.

Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh

darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran

darah bekurang.5

Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,

menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan

tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran

pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh

21

Page 22: Asfiksia Neonatorum

pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung

oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh

tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan

oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada

saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi,

duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui

duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru akan mengambil banyak

oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.5

Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan

menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan

pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan

napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama

relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam

pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi

kemerahan.5

2. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi6

Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan

atau setelah lahir. Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum

atau selama persalinan, biasanya akan menimbulkan gangguan pada aliran

darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi

frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih

banyak berkaitan dengan jalan napas dan paru-paru, misalnya sulit

menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari alveolus,

sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan

hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat

peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan

oksigen atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru akan

mengakibatkan arteriol di paru-paru tetap konstriksi sehingga terjadi

penurunan aliran darah ke paru-paru dan pasokan oksigen ke jaringan.6

Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan

ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan

22

Page 23: Asfiksia Neonatorum

akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan tekanan

oksigen alveoli, keduanya, menyebabkan penurunan resistensi vaskuler

paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir. Aliran intrakardial

dan ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti penutupan

duktus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler paru

menyebabkan hipertensi pulmonal persisten (Persisten Pulmonary

Hypertension of the Neonate) pada bayi baru lahir, dengan aliran darah

paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang inadekuat

menyebabkan gagal napas.6

3. Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi5

Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke

dalam paru-parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke

jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol

pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini

terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi

cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.5

Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol

pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran

darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk

mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah

akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun

demikian, jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi

kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung,

penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh

organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan

oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang

irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi

yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda

klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot

dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen;

bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen

23

Page 24: Asfiksia Neonatorum

pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena kekurangan

oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah

yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan; takipnu

(pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru; dan

sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah.5

D. Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum

Beberapa faktor risiko yang berperan dalam menimbulkan asfiksia

neonatorum diuraikan sebagai berikut:4,5

1. Faktor Risiko Ibu

a. Primigravida dan primiparitas

Gravida dan paritas turut menjadi faktor risiko terjadinya asfiksia

neonatorum karena persalinan yang lama biasanya terjadi pada wanita

yang baru menjalani kehamilan dan persalinan anak pertama.

b. Penyakit pada ibu

Penyakit pada ibu seperti Pregnancy Induced Hypertension/ PIH

yang apabila telah timbul gejala kejang dan disusul dengan koma akan

menyebabkan gangguan aliran darah ke uterus sehingga berakibat

terjadinya asfiksia berat.

2. Faktor Risiko Intrapartum

a. Kelainan tali pusat

Adanya lilitan pusat pada bayi dapat menyebabkan asfiksia,

dimana saat mulai timbul kontraksi dan kepala janin mulai turun, maka

lilitan tali pusat menjadi semakin erat akibat terkompresi sehingga

dapat mengakibatkan hipoksia.

b. Partus lama

Kala II lama akan menyebabkan kompresi tali pusat dan

kontraksi uterus yang berlangsung lama sehingga transportasi oksigen

ke janin berkurang.

24

Page 25: Asfiksia Neonatorum

c. Mekoneum dalam ketuban

Kondisi hipoksia pada janin akan menyebabkan reaksi

pengurangan aliran darah ke beberapa organ untuk mempertahankan

aliran darah ke otak dan jantung. Vasokontriksi pembuluh darah usus

yang diikuti relaksasi sfingter ani akan mengakibatkan pengeluaran

mekonium dalam air ketuban sehingga bercampurnya air ketuban

dalam mekonium merupakan kondisi yang dapat menunjukkan

terjadinya gawat janin dan apabila teraspirasi oleh janin akan

menyebabkan asfiksia.

d. Induksi Oksitosin

Induksi oksitosin adalah pemberian oksitosin pada ibu yang

bertujuan untuk merangsang atau menginduksi terjadinya persalinan.

Induksi oksitosin ini dapat menyebabkan meningkatnya risiko

kelahiran dengan seksio sesaria.

e. Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu

pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian ataupun

seluruh pembukaan jalan lahir.

f. Seksio sesarea

Seksio sesarea adalah operasi untuk melahirkan atau

mengeluarkan bayi dari rahim ibu dengan cara membuat sayatan pada

perut dan rahim ibu. Hal ini dapat mengakibatkan asfiksia neonatorum

karena tidak adanya kompresi bayi seperti pada persalinan normal.

3. Faktor Risiko Janin

a. Prematuritas

Preterm adalah kelahiran yang terjadi sebelum usia kehamilan

mencapai 37 minggu. Prematuritas memiliki risiko yang lebih besar

25

Page 26: Asfiksia Neonatorum

terhadap kematian akibat asfiksia neomatorum. Bayi prematur

mempunyai organ tubuh yang belum berfungsi dengan baik termasuk

pada organ paru-paru sehingga mengalami kesulitan untuk beradaptasi

dengan lingkungan yang baru.

b. BBLR

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah neonatus dengan berat

badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram (1500 gram

sampai dengan 2.499 gram) tanpa memandang masa kehamilan. Pada

bayi BBLR biasanya disertai dengan prematuritas maupun dismaturitas

termasuk organ-organ seperti sistem respirasi. Bayi BBLR sering

mengalami defisiensi surfaktan akibat paru yang belum sempurna

sehingga tegangan membran permukaan udara-air (darah) menjadi

tinggi dan risiko alveoli kolaps pada saat ekspirasi sangat besar yang

menyebabkan alveoli akan menguncup selama ekspirasi (atelektasis)

dan paru kolaps yang pada akhirnya akan menyebabkan asfiksia.

c. Keterlambatan pertumbuhan dalam rahim/ IUGR

Janin tidak mendapat dukungan plasenta secara adekuat karena

terjadi insufisiensi uteroplasenta sehingga masukan nutrisi dan

oksigenisasi menjadi sangat terbatas. Pada saat persalinan terjadi

pengurangan aliran oksigen ke plasenta sebagai akibat kontraksi

dinding uterus sehingga kekurangan oksigen yang terjadi akan

bertambah menjadi lebih berat.

E. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum

Klasifikasi asfiksia neonatorum dibagi berdasarkan tingkat keparahan

asfiksia yang dinilai berdasarkan skor apgar. Skor apgar ini biasanya dinilai 1

menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi lingkungan

yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor

apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali

sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula

dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat

dengan morbiditas dan mortalitas neonatal.3,7

26

Page 27: Asfiksia Neonatorum

SKOR APGAR

Tanda Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

Warna kulit

(Appearance)

Biru/pucat Tubuh kemerahan,

ekstremitas biru

Tubuh dan

ekstremitas

kemerahan

Frekuensi jantung

(Pulse)

Tidak ada <100 x/menit >100 x/menit

Refleks

(Grimace)

Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

Tonus otot

(Activity)

Lumpuh Ekstremitas fleksi

sedikit

Gerakan aktif

Usaha bernafas

(Respiration)

Tidak ada Lambat Menangis kuat

Menurut Maryunani dan Puspita (2013), klasifikasi asfiksia berdasarkan

nilai APGAR yaitu:7

1. Afiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

2. Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6

3. Asfiksia ringan dengan nilai APGAR 7-9

4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

F. Manifestasi Klinis Asfiksia Neonatorum

Pembagian serta tanda dan gejala menurut Nanny (2012) yaitu:4

1. Asfiksia berat

Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga

memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan

gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut :

a. Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 kali per menit.

b. Tidak ada usaha nafas.

c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.

d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.

27

Page 28: Asfiksia Neonatorum

e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.

f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah

persalinan.

2. Asfiksia sedang

a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit.

b. Usaha nafas lambat.

c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.

d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.

e. Bayi tampak sianosis.

f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses

persalinan.

3. Asfiksia ringan

a. Takipnea dengan nafas lebih dari 60 kali per menit.

b. Bayi tampak sianosis.

c. Adanya retraksi sela iga.

d. Bayi merintih.

e. Adanya pernafasan cuping hidung.

f. Bayi kurang aktivitas.

g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan

wheezing positif.

G. Diagnosis Asfiksia Neonatorum

Dalam menegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan berbagai cara dan

pemeriksaan antara lain:7

1. Anamnesis

Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya

asfiksia neonatorum.

2. Pemeriksaan Fisik

Memperlihatkan apakah terdapat tanda-tanda berikut atau tidak,

antara lain :

a. Bayi tidak bernafas atau menangis.

28

Page 29: Asfiksia Neonatorum

b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit.

c. Tonus otot menurun.

d. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium atau sisa

mekonium pada tubuh bayi.

e. BBLR.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium beupa analisis gas darah tali pusat

menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat, yakni :

a. PaO2 < 50 mm H2O

b. PaCO2 > 55 mm H2

c. pH < 7,30

Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif,

pemeriksaan penunjang diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi,

berupa:8

a. Darah perifer lengkap

b. Analisis gas darah sesudah lahir

c. Gula darah sewaktu

d. Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Kalium)

e. Ureum kreatinin

f. Laktat

g. Ronsen dada

h. Ronsen abdomen tiga posisi

i. Pemeriksaan USG kepala

j. Pemeriksaan EEG dan CT Scan kepala

H. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum

Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan

kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin timbul di

kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi

29

Page 30: Asfiksia Neonatorum

bayi baru lahir. Penilaian awal dilakukan pada setiap bayi baru lahir untuk

menetukan apakah tindakan resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah

lahir dilakukan penilaian pada semua bayi dengan cara melihat:8

1. Apakah bayi lahir cukup bulan?

2. Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium?

3. Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis?

4. Apakah tonus otot baik?

Apabila semua jawaban diatas ‘Ya’, berarti bayi baik dan tidak

memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan Asuhan Bayi

Normal. Bila salah satu atau lebih jawaban ‘tidak’, bayi memerlukan tindakan

resusitasi segera.6,8

1. Langkah awal dalam stabilisasi

a. Memberikan kehangatan

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer)

dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan

memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.

b. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya

Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam

posisi menghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis

lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah

posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup

atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.

c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan

Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan

pneumonia aspirasi. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan

bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot

kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit) segera

dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk

mencegah sindrom aspirasi mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam

cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari

jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.

30

Page 31: Asfiksia Neonatorum

d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada

posisi yang benar

Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan

mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk

memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar, penghisapan

sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka

perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil

telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh dan ekstremitas

bayi.

2. Ventilasi tekanan positif

Setelah dilakukan langkah awal resusitasi, ventilasi tekanan positif

harus dimulai bila bayi tetap apnea setelah stimulasi atau pernapasan tidak

adekuat, dan/atau frekuensi jantung memadai tetapi sianosis sentral, bayi

diberi oksigen aliran bebas. Bila setelah ini bayi tetap sianosis, dapat

dicoba melakukan ventilasi tekanan positif.

3. Pemberian Oksigen

Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan

oksigen. Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan

menggunakan sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang

sendiri, T-piece resuscitator dan selang/pipa oksigen.

Pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi kurang bulan

karena dapat merusak jaringan. Penghentian pemberian oksigen dilakukan

secara bertahap bila tidak terdapat sianosis sentral lagi yaitu bayi tetap

merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun konsentrasi oksigen sama

dengan konsentrasi oksigen ruangan. Bila bayi kembali sianosis, maka

pemeberian oksigen perlu dilanjutkan sampai sianosis sentral hilang.

Kemudian secepatnya dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan

oksimetri untuk menyesuaikan kadar oksigen mencapai normal.

4. Kompresi dada

Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit

setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Kompresi dada

31

Page 32: Asfiksia Neonatorum

dilakukan dengan menekan sternum menggunakan 1 jempol atau 2 jari

tegak lurus di linea parasentralis kiri sedalam 1/3 diameter anteroposterior

rongga dada dengan 3 kali penekanan dan 1 kali ventilasi dalam 2 detik

(45 kali kompresi dada dan 15 kali ventilasi selama 30 detik).

5. Terapi Medikamentosa

a. Epinefrin 1:10.000

Dosis : 0,1-0,3 ml/kg berat badan atau 0,01-0,03 mg/kg berat

badan diberikan secara cepat, dilarutkan dengan larutan NaCl 0,9%

menjadi 1-2 ml bila secara endotrakea.

b. Cairan penambah volume darah (plasma expander)

Dosis awal 10 ml/kg dengan kecepatan 5-10 menit secara

intravena. Bila bayi menunjukkan perbaikan yang minimal setelah

pemberian dosis pertama, dapat dberikan dosis tambahan lagi 10

ml/kg.

c. Nalokson

Dosis : 0,1 mg/kg diberikan secara intravena atau intramuskular.

d. Natrium Bikarbonat

Dosis : 1-2 mEq/kg diberikan secara intravena setelah ventilasi

dan perfusi adekuat dicapai, diberikan dalam kira-kira 2 menit yaitu 1

mEq/kg/menit.

ALGORITMA RESUSITASI NEONATUS

32

Page 33: Asfiksia Neonatorum

I. Prognosis Asfiksia Neonatorum

Apabila bayi yang mengalami asfiksia dapat bertahan hidup pada 24 jam

pertama maka prognosis kehidupannya biasanya akan baik. Namun, sekitar 1

juta bayi yang bertahan dari asfiksia neonatorum hidup dengan gangguan

perkembangan otak kronik, termasuk cerebral palsy, retardasi mental dan

kesulitan belajar.7,9

J. Komplikasi Asfiksia Neonatorum

33

Page 34: Asfiksia Neonatorum

Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi yang mengalami asfiksia

neonatorum adalah asidosis metabolik, hipoglikemia, enselofati hipoksia

iskemik dan gagal ginjal. Kompresi dada juga dapat menyebabkan trauma

pada bayi. Organ vital dibawah tulang iga adalah jantung, paru, dan sebagian

hati. Tulang rusuk juga rapuh dan mudah patah. Kompresi harus dilakukan

dengan hati-hati supaya tidak merusak organ dibawahnya.5

K. Pencegahan Asfiksia Neonatorum

Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum dengan menghilangkan atau

meminimalkan faktor resiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita,

khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan, dan

melahirkan harus dihindari. Adanya kebutuhan dan tantangan untuk

meningkatkan kerjasama antar tenaga obstetrik di kamar bersalin. Setiap

anggota tim persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang

dapat menyebabkan kesalahpahaman atau menyebabkan keterlambatan pada

situasi gawat. Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid

untuk meningkatkan maturitas paru janin. Pada setiap kelahiran tenaga medis

harus siap untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir karena kebutuhan

akan resusitasi dapat timbul secara tiba-tiba. Karena alasan inilah, setiap

kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam

resusitasi neonatus, sebagai penanggung jawab pada perawatan bayi baru

lahir.9

BAB III

34

Page 35: Asfiksia Neonatorum

PEMBAHASAN

Bayi Ny. K, perempuan berusia 0 hari, lahir melalui Secio Cesaria (SC) atas

indikasi preeklamsi berat (PEB) dari ibu G2P1A0, usia 29 tahun dengan hamil 30

minggu, ditolong oleh dokter residen obsgyn di ruang IBS RSUD Tugurejo

Semarang. Saat lahir bayi tidak langsung menangis, tonus lunglai, biru pucat (+),

APGAR scor 3-4-5. Dilakukan pembersihan jalan nafas, pemberian O2 dengan

CPEP, rangsang taktil dan pencegahan hipotermi. Setelah 10 menit, telapak

tangan dan kaki bayi nampak masih kebiruan, nafas tak teratur, tidak aktif, dan

tangis merintih. Tetap dilakukan pemberian oksigen serta pemasangan infus

umbilical, kemudian bayi dirawat di ruang Perinatologi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: Menangis (-), gerak

kurang aktif, nafas tidak teratur. Tanda vital: HR = 100x/menit, RR = 55 x/menit,

dan Suhu = 360C. Status gizi: BBL = 800gr, PB = 32 cm. Kepala mikrosefali (+),

rambut sedikit (+), tulang rawan daun telinga belum sempurna, napas cuping

hidung (+), thoraks: retraksi (-), abdomen: turgor kulit cukup, ekstermitas: akral

dingin (+), tonus otot hipertoni, sianosis (+), dan cappirally refill >2”/>2”. Status

antropometri, kesan berat badan lahir tidak sesuai masa kehamilan.

Pada saat lahir bayi tidak langsung menangis dan nilai APGAR SCORE

menit pertama 3, menit kelima 4 dan menit ke sepuluh 5 yang menandakan bahwa

bayi Ny. K mengalami asfiksia berat. Hal ini dapat disebabkan dari faktor ibu,

faktor persalinan, faktor plasenta maupun faktor janin. Berat bayi lahir 800 gram

menunjukkan bahwa terdapat BBLASR (Berat Bayi Lahir Amat Sangat Rendah)

karena BBL < 1000 gram serta tergolong dismaturitas (Bayi Kecil Masa

Kehamilan). Bayi lahir dengan usia kehamilan 30 minggu menunjukkan bahwa

bayi tersebut tergolong neonates preterm karena <37 minggu.

Pada anamnesis didapatkan bahwa ibu tidak memiliki riwayat penyakit

seperti hipertensi, anemia, gagal jantung maupun infeksi sistemik. Tetapi pada

pemeriksaan terakhir didapatkan tanda hipertensi pada penyakit eklampsia,

sehingga aliran darah ke uterus berkurang dan mengakibatkan asupan nutrisi dan

oksigen ke janin berkurang. Sedangkan faktor plasenta ditemukan plasenta lahir

35

Page 36: Asfiksia Neonatorum

lengkap, infark (-), hematom (-) dan perdarahan plasenta (-). Faktor persalinan

seperti lilitan tali pusat maupun pemakaian obat anastesia/ analgetika yang

berlebihan pada ibu tidak ditemukan. Faktor neonates dengan umur bayi 30

minggu/ preterm dan tidak ada kelainan kengenital.

Tindakan yang dilakukan langkah awal yakni pastikan bayi tetap hangat,

atur posisi, pembersihan jalan nafas dengan memakai suction dari mulut dahulu

lalu hidung, keringkan serta stimulasi dengan rangsang taktil dan posisi kembali.

Langkah awal tersebut dilakukan selama 30 detik, setelah itu observasi nafas, laju

denyut jantung (LDJ) dan tonus otot. Apabila LDJ < 100 x/menit, langsung

dilakukan tindakan ventilasi tekanan positif sampai 30 detik kedepan dan nilai

LDJ. Apabila LDJ > 100 x/menit dan bernafas spontan tetapi ditemukan tanda

distress napas (takipneu, retraksi (+), atau merintih) berikan CPAP dengan PEEP

5-8cm H2O dan pemantauan SpO2. Bila didapatkan CPAP gagal dengan distres

napas, maka PEEP dinaikkan menjadi 8 cm H2O (FiO2 > 40%).

Pemberian cairan pada neonatus preterm pada hari 1 dengan BB < 1000gr

menurut HSP (USA) yakni 105cc/kgBB/hari. Cairan yang diberikan dapat berupa

D 5% dimana untuk mencukupi kebutuhan glukosa di dalam darahnya antara 50-

120 gr/dl. Diberikan juga terapi antibiotik empirik karena pada bayi BBLASR

cenderung mengalami komplikasi paling sering yakni infeksi. Ca.Gluconas

diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas miokardium sehingga dapat

meningkatkan kerja jantung, tetapi jangan deberikan secara cepat karena bisa

menimbulkan aritmia. Rawat di inkubator untuk mencegah kehilangan suhu tubuh

atau terjadi hipotermi. Pemasangan OGT diberikan untuk mengobservasi intake

makanan yang diberikan, pemberian nutrisi maupun obat.

DAFTAR PUSTAKA

36

Page 37: Asfiksia Neonatorum

1. Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

http://www.who.int/whr/2008/whr08_en.pdf. The world health report

2008 : primary health care now more than ever.

2. Depkes RI. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 :

Jakarta.

3. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Anak. 2011. FK UNDIP : Semarang.

4. Nanny L.D, V. 2012. Asuhan neonatus bayi dan anak balita. Salemba

Medika: Jakarta.

5. Health Technology Assesment Indonesia Depkes RI. 2008. Pencegahan dan

Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

6. Dharmasetiawani, N. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Dalam : Paket

Pelatihan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).

Jakarta : JNPK-KR, IDAI, POGI, USAID; 2008. Hal 109-270

7. Maryunani, A, Puspita, E. 2013. Asuhan kegawatdaruratan maternal dan

neonatal. Trans Info Media : Jakarta.

8. IDAI. 2004. Asfiksia Neonatorum. Dalam : Standar Pelayanan Medis

Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; hal. 272- 276.

9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan

penatalaksanaan asfiksia neonatorum.

http://buk.depkes.go.id/index.php?

option=com_docman&task=doc_download&gid=276&Itemid=142.

[Diakses Juli 2015].

37