Asfiksia Neonatorum 2

49
BAB I PENDAHULUAN Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel. (Darsono, 2005). Hingga tahun 1960an, prognosis untuk penyakit hidrosefalus masih jelek, namun sejak digunakannya CSF (Cerebrospinal Fluid) shunts pada masa itu, terjadi peningkatan angka survival rate. Hingga tahun 1988, hanya 13 kasus pasien hamil yang dilaporkan menggunakan CSF Shunt. Saat ini, penggunaan VP-Shunt pada ibu hamil dengan hidrosefalus, jika VP-Shunt dapat bekerja dengan baik, dianggap tidak akan mempengaruhi metode persalinan (pervaginam ataupun Seksio Caesaria).(Hirs I and Grbcic P, 2012) VP shunt merupakan terapi definitif pada hidrosefalus. Meskipun maternal dan fetal outcome pada pasien dengan VP shunt hampir sama dengan wanita hamil biasa, akan tetapi perubahan pada rongga abdomen, seperti pembesaran uterus dan peningkatan tekanan intraabdominal dapat menyebabkan malfungsi VP shunt. Kateter pada ujung distal shunt sering tersumbat selama kehamilan terutama pada trimester ketiga dimana terdapat peningkatan tekanan intraabdominal, dan

description

asfiksia

Transcript of Asfiksia Neonatorum 2

Page 1: Asfiksia Neonatorum 2

BAB I

PENDAHULUAN

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan

intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel.

(Darsono, 2005). Hingga tahun 1960an, prognosis untuk penyakit

hidrosefalus masih jelek, namun sejak digunakannya CSF (Cerebrospinal

Fluid) shunts pada masa itu, terjadi peningkatan angka survival rate.

Hingga tahun 1988, hanya 13 kasus pasien hamil yang dilaporkan

menggunakan CSF Shunt. Saat ini, penggunaan VP-Shunt pada ibu hamil

dengan hidrosefalus, jika VP-Shunt dapat bekerja dengan baik, dianggap

tidak akan mempengaruhi metode persalinan (pervaginam ataupun Seksio

Caesaria).(Hirs I and Grbcic P, 2012)

VP shunt merupakan terapi definitif pada hidrosefalus. Meskipun

maternal dan fetal outcome pada pasien dengan VP shunt hampir sama

dengan wanita hamil biasa, akan tetapi perubahan pada rongga abdomen,

seperti pembesaran uterus dan peningkatan tekanan intraabdominal dapat

menyebabkan malfungsi VP shunt. Kateter pada ujung distal shunt sering

tersumbat selama kehamilan terutama pada trimester ketiga dimana

terdapat peningkatan tekanan intraabdominal, dan merupakan yang paling

tinggi dibandingkan trimester satu dan dua.(Hwang S C et al., 2010)

Penggunaan VP shunt meningkatkan harapan hidup pada banyak

wanita dengan hidrosefalus yang memasuki usia reproduksi. Telah

diketahui bahwa kehamilan yang berhubungan dengan malfungsi shunt

dan manajemen ibu hamil dengan malfungsi VP shunt merupakan suatu

kondisi medis yang cukup menantang baik untuk dokter anestesi, dokter

kebidanan, maupun dokter bedah saraf.(Schiza S et al., 2012)

Adanya VP shunt bukanlah sebuah kontraindikasi untuk kehamilan.

Namun pasien dengan VP shunt terpasang memiliki insiden komplikasi

yang lebih tinggi seperti malfungsi shunt oleh karena peningkatan tekanan

intraabdomen disebabkan oleh uterus gravidarum. Hasil kehamilan dan

Page 2: Asfiksia Neonatorum 2

persalinan pada wanita dengan VP shunt terpasang cukup baik jika

dilakukan manajemen yang tepat.(Schiza S et al., 2012)

Komplikasi shunt postpartum jarang, dan obstruksi segera setelah

SC belum pernah dilaporkan.(Hwang S C et al., 2010)

Kelainan SSP selama kehamilan cukup menyumbang banyak

kausal untuk morbiditas dan mortalitas ibu. Pada pasien dengan VP shunt

hidrosefalus dapat kambuh dikarenakan malfungsi dari shunt, biasanya

karena infeksi atau kegagalan mekanis. Kehamilan dapat memperburuk

gejala hidrosefalus pada pasien dengan VP shunt yang berfungsi baik.

(Schiza S et al., 2012)

Pada makalah ini akan dibahas sebuah kasus pasien usia 32

tahun, hamil anak pertama, cukup bulan, presentasi kepala dengan

komplikasi panggul sempit SC primer dan VP shunt ec hidrosefalus ec

arachnoiditis. Pada pasien ini terminasi kehamilan dilakukan secara SC

atas indikasi panggul sempit.

Latar belakang saya menampilkan kasus ini oleh karena insidensi

yang jarang, lalu bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini jika tidak

terdapat komplikasi obstetri, apa jenis anastesi yang tepat pada pasien

ini, dan apasaja kemungkinan komplikasi yang akan terjadi dan

bagaimana mengatasinya.

Page 3: Asfiksia Neonatorum 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak

Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat

lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).

Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh

kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:

1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis

2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3

3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik

iskemia ensefalopati)

4. Gangguan multiorgan sistem (Prambudi, 2013)

Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan

asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan faktor

terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir (BBL)

terhadap kehidupan uterin (Grabiel Duc, 1971).

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis.

Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan

otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital

lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi

pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia

berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai

menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-

angsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal sebagai apnea

primer. Perlu diketahui bahwa kondisi pernafasan megap-megap dan

tonus otot yang turun juga dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan

kepada ibunya. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen selama

periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.

Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap-

megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi

Page 4: Asfiksia Neonatorum 2

juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan

makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang

disebut apnea sekunder (Saifuddin, 2009).

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur

segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat

janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin

berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama

atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).

Dengan demikian asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera

bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin

sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.

Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,

kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengarui kesejahteraan bayi

selama atau sesudah persalinan.

B. Patofisiologi

Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi

pada saat antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali pusat

dipotong. Hal ini diikuti oleh serangkaian kejadian yang dapat diperkirakan

ketika asfiksia bertambah berat.

• Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan

untuk mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat

kepala dijalan lahir atau bila paru tidak mengembang karena

suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit

yang disebut apnea primer.

• Setelah waktu singkat-lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi

klinis karena dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai –usaha

bernafas otomatis dimulai. Hal ini hanya akan membantu dalam

waktu singkat, kemudian jika paru tidak mengembang, secara

bertahap terjadi penurunan kekuatan dan frekuensi pernafasan.

Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea terminal. Kecuali

jika dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan

terminal ini tidak akan terjadi.

Page 5: Asfiksia Neonatorum 2

c. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di

bawah 100 kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat

bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama dengan menurun dan

hentinya nafas terengah-engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang.

Keadaan asam-basa semakin memburuk, metabolisme selular gagal,

jantungpun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama.

a Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan

pelepasan ketokolamin dan zat kimia stress lainnya. Walupun

demikian, tekanan darah yang terkait erat dengan frekuensi

jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea terminal.

b Terjadi penurunan pH yang hamper linier sejak awitan asfiksia.

Apnea primer dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat

dibedakan. Pada umumnya bradikardi berat dan kondisi syok

memburuk apnea terminal.

C. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :

a. Faktor ibu

1) Preeklampsia dan eklampsia2) Pendarahan abnormal (plasenta previa

atau solusio plasenta)3) Partus lama atau partus macet4) Demam selama

persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,

HIV)

11

5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

• Faktor Tali Pusat 1) Lilitan tali pusat2) Tali pusat pendek 3) Simpul

tali pusat4) Prolapsus tali pusat.

• Faktor bayi

1)  Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

2)  Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,

distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

3)  Kelainan bawaan (kongenital)

4)  Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

(DepKes RI, 2009).

Page 6: Asfiksia Neonatorum 2

Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan

pada bayi yang terdiri dari :1. Faktor Ibu

Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala

akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat

pemberian obat analgetika atau anestesia dalam.Gangguan aliran darah

uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan

berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin.

Hal ini sering ditemukan pada keadaan: (a) gangguan kontraksi uterus,

misalnya hipertoni, hipertoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat,

(b) hipotensi mendadak pada ibu

12

karena perdarahan, (c) hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-

lain.

• Faktor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi

oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila

terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio

plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.

• Faktor fetusKompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya

aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat

pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini

dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat

melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan

lain-lain.

• Faktor neonatusDepresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat

terjadi karena beberapa hal, yaitu : (a) pemakaian obat

anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung

dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, (b) trauma

yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial, (c)

kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika,

atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru dan lain-lain

(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1985).

13

Page 7: Asfiksia Neonatorum 2

1 2.1.4  Manifestasi klinik Asfiksia biasanya merupakan akibat

hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau

bayi berikut ini :

DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak

teratur

Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot,

dan organ lain

Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen

Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan

oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak

Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot

jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke

plasenta sebelum dan selama proses persalinan

Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan

paru-paru atau nafas tidak teratur/megap-megap

Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam

darah

Penurunan terhadap spinkters

Pucat

2 (Depkes RI, 2007)

3 2.1.5  Pengkajian klinis Menurut Buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal (2009) pengkajian pada asfiksia

neonatorum untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan

oleh tiga hal penting, yaitu :

14

• PernafasanObservasi pergerakan dada dan masukan udara

dengan cermat. Lakukan auskultasi bila perlu lalu kaji pola

pernafasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, nafas

tersengal, atau mendengkur. Tentukan apakah pernafasannya

adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat dan

tidak teratur), atau tidak sama sekali.

Page 8: Asfiksia Neonatorum 2

• Denyut jantungKaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi

denyut apeks atau merasakan denyutan umbilicus. Klasifikasikan

menjadi >100 atau <100 kali per menit. Angka ini merupakan titik

batas yang mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang

signifikan.

• WarnaKaji bibir dan lidah yang dapat berwarna biru atau merah

muda. Sianosis perifer (akrosianosis) merupakan hal yang normal

pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi pucat mungkin

mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi

berwarna merah muda, biru, atau pucat.Ketiga observasi tersebut

dikenal dengan komponen skor apgar. Dua komponen lainnya

adalah tonus dan respons terhadap rangsangan menggambarkan

depresi SSP pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia kecuali

jika ditemukan kelainan neuromuscular yang tidak berhubungan.

Nilai Apgar pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit

sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus dimulai segera

sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan

penilaian pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka penilaian ini

harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai

terlambat karena menunggu hasil penilaian Apgar 1 menit. Kelambatan

tindakan akan membahayakan terutama pada bayi yang mengalami

depresi berat.

Walaupun Nilai Apgar tidak penting dalam pengambilan keputusan pada

awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan

bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi. Jadi nilai Apgar perlu dinilai

pada 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai Apgar kurang dari 7 penilaian nilai

tambahan masih diperlukan yaitu tiap 5 menit sampai 20 menit atau

sampai dua kali penilaian menunjukkan nilai 8 dan lebih (Saifuddin, 2009).

2.1.6 Diagnosis

Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan

melakukan pemeriksaan sebagai berikut :

Page 9: Asfiksia Neonatorum 2

• Denyut jantung janin. Frekeunsi denyut jantung janin normal antara

120 – 160 kali per menit; selama his frekeunsi ini bisa turun, tetapi

di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan

kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan

tetapi apabila frekeunsi turun sampai di bawah 100 per menit di luar

his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda

bahaya. Di beberapa klinik elektrokardiograf janin digunakan untuk

terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam

persalinan.

• Mekonium di dalam air ketuban.Mekonium pada presentasi-

sunsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi – kepala

mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus

menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban

pada presentasi-kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri

persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

• Pemeriksaan pH darah janin.Dengan menggunakan amnioskop

yang dimasukan lewat servik dibuat sayatan kecil pada kulit kepala

janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.

Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun

sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh

beberapa penulis.

17

Diagnosis gawat-jaanin sangat penting untuk daapaat menyelamatkaan

dan dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal.

Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin

mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan

persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut (Aminullah, 2002).

2.1.7 Penatalaksanaan

Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan biasa,

walaupun mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi

khusus. Bayi baru lahir dalam apnu sekunder tidak akan bernapas sendiri.

Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP)

Page 10: Asfiksia Neonatorum 2

dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai pernapasan pada

bayi baru lahir dengan apnu sekunder.

Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan

memberikan stimulasi yang kurang efektif hanya akan memperlambat

pemberian oksigen dan meningkatkan resiko kerusakan otak. Sangat

penting untuk disadari bahwa pada bayi yang mengalami apnu sekunder,

semakin lama kita menunda upaya pernapasan buatan, semakin lama

bayi memulai pernapasan spontan. Penundaan dalam melakukan upaya

pernapasan buatan, walaupun singkat, dapat berakibat keterlambatan

pernapasan yang spontan dan teratur. Perhatikanlah bahwa semakin lama

bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan terjadinya

kerusakan otak.

18

Penyebab apa pun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera

sesudah tali pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu

melalui pernapasan spontan yang memadai akan mengalami hipoksia

yang semakin berat dan secara progresif menjadi asfiksia. Resusitasi

yang efektif dapat merangsang pernapasan awal dan mencegah asfiksia

progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat,

pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan

oksigen kepada otak, jantung dan alat – alat vital lainnya (Saifuddin,2009).

Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan

sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap

kelahiran harus ada setidaknya satu orang yang bertanggung jawab pada

bayi baru lahir. Orang tersebut harus mampu untuk memulai resusitasi,

termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Orang

ini atau orang lain yang datang harus memiliki kemampuan melakukan

resusitasi neonatus secara komplit, termasuk melakukan intubasi

endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila dengan

mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa

akan membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan

dan persiapan alat resusitasi. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu)

Page 11: Asfiksia Neonatorum 2

membutuhkan persiapan khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang

kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami kerusakan

karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh darah imatur

dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu, bayi prematur

19

memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik

dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga

mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila

diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya

sebelumnya dimintakan informed consent. Definisi informed consent

adalah persetujuan tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang

suatu tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan dari petugas

kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi dengan

depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat

darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah

kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu

melakukan informed consent. Lebih baik lagi apabila informed consent

dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan akan memerlukan tindakan

Oleh karena itu untuk menentukan butuh resusitasi atau tidak, semua bayi

perlu penilaian awal dan harus dipastikan bahwa setiap langkah dilakukan

dengan benar dan efektif sebelum ke langkah berikutnya.Secara garis

besar pelaksanaan resusitasi mengikuti algoritma resusitasi neonatal.

Berikut ini akan ditampilkan diagram alur untuk menentukan apakah

terhadap bayi yang lahir diperlukan resusitasi atau tidak.

Langkah-langkah resusitasi neonatus

Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 3

pertanyaan:

Apakah bayi cukup bulan?

• Apakah bayi bernapas atau menangis?

• Apakah tonus otot bayi baik atau kuat? Bila semua

jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam

Page 12: Asfiksia Neonatorum 2

prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi

dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain

linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari

salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau

beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan: 1.

Langkah awal dalam stabilisasi

(a) Memberikan kehangatan

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam

keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan

memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.

Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan

harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan

merekomendasikan pemberian teknik penghangatan tambahan seperti

penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi dibawah pemancar

panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain yang bisa digunakan

adalah alas penghangat.

(b) Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanyaBayi

diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi

menghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu

22

garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah

posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup

dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.

(c) Membersihkan jalan napas sesuai keperluanAspirasi mekoneum saat

proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Salah satu

pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah

dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu

(intrapartum suctioning), namun bukti penelitian dari beberapa senter

menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang bermakna

dalam mencegah aspirasi mekonium.Cara yang tepat untuk

membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan

ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion

Page 13: Asfiksia Neonatorum 2

dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot

kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan

penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom

aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah- langkah

pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea,

kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah

mulut, faring dan trakea sampai glotis.Bila terdapat mekoneum dalam

cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan

napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.

23

2.

(d) Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkanpada

posisi yang benar

Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan

akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai

pernapasan. Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan

pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil

dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau

dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.

Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua

rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder,

rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan.

Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan

pada punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus

menerus memberikan rangsangan taktil. Keputusan untuk melanjutkan

dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan penilaian 3

tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna

kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai

kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.

Ventilasi Tekanan Positif (VTP)Pastikan bayi diletakkan dalam posisi

yang benar.

24

Page 14: Asfiksia Neonatorum 2

• Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan

ventilasi) dan tekanan ventilasi harus sesuai.

• Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.

• Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut.

Nafas pertama setelah lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O.

Setelah nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm H2O. Bayi

dengan kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya

compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi

hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai

pengukuran tekanan.

• Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi

turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik

dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal.

Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas

panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti

tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan

pneumothoraks.

• Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat

dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak paru

mungkin disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.

• Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar

dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua

paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang

benar.

25

Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu

berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon.

Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu

penyebab berikut: perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara

terhambat, dan tidak cukup tekanan.

Page 15: Asfiksia Neonatorum 2

Apabila dengan tahapan diatas dada bayi masih tetap kurang berkembang

sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi pipa-balon

(Saifuddin, 2009).

3. Kompresi dadaTeknik kompresi dada ada 2 cara:

a. Teknik ibu jari (lebih dipilih)o Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari

tangan

melingkari dada dan menopang punggungo Lebih baik dalam megontrol

kedalaman dan tekanan

konsisteno Lebih unggul dalam menaikan puncak sistolik dan

tekanan perfusi coroner b. Teknik dua jari

o Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1 tangan menekan

sternum, tangan lainnya menopang punggung

o Tidak tergantung

o Lebih mudah untuk pemberian obat c. Kedalaman dan tekanan

o Kedalaman ±1/3 diameter anteroposterior dada

26

o Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah jantung

maksimum

d. Koordinasi VTP dan kompresi dada1 siklus : 3 kompresi + 1 ventilasi

(3:1) dalam 2 detik Frekuensi: 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit

(berarti 120 kegiatan per menit)Untuk memastikan frekuensi kompresi

dada dan ventilasi yang tepat, pelaku kompresi mengucapkan “satu – dua

– tiga - pompa-...” (Prambudi, 2013).

4. Intubasi Endotrakeal Cara:

• Langkah 1: Persiapan memasukkan laringoskopi

Stabilkan kepala bayi dalam posisi sedikit

tengadah

Berikan O2 aliran bebas selama prosedur

• Langkah 2: Memasukkan laringoskopi

Daun laringoskopi di sebelah kanan lidah

Geser lidah ke sebelah kiri mulut

Masukkan daun sampai batas pangkal lidah

Page 16: Asfiksia Neonatorum 2

• Langkah 3: Angkat daun laringoskop

Angkat sedikit daun laringoskop

Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya

Lihat daerah farings

Jangan mengungkit daun

• Langkah 4: Melihat tanda anatomis

27

• Cari tanda pita suara, seperti garis vertical pada kedua

sisi glottis (huruf “V” terbalik)

• Tekan krikoid agar glotis terlihat

• Bila perlu, hisap lender untuk membantu visualisasi

e. Langkah 5: Memasukkan pipa

Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi

dengan lengkung pipa pada arah horizontal

Jika pita suara tertutup, tunggu sampai terbuka

Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita

suara berada di batas pita suara

Batas waktu tindakan 20 detik (Jika 20 detik pita

suara belum terbuka, hentikan dan berikan VTP)

f. Langkah 6: mencabut laringoskop

Pegang pipa dengan kuat sambil menahan kea

rah langit- langit mulut bayi, cabut laringoskop dengan hati-

hati.

Bila memakai stilet, tahan pipa saat mencabut

stilet. (Prambudi, 2013).

5. Obat-obatan dan cairan: a. Epinefrin

Larutan = 1 : 10.000

Cara = IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV sedang

disiapkan)

Dosis : 0,1 – 0,3 mL/kgBB IV

28

Page 17: Asfiksia Neonatorum 2

Persiapan = larutan 1 : 10.000 dalam semprit 1 ml (semprit

lebih besar diperlukan untuk pemberian melalui pipa ET. Dosis

melalui pipa ET 0,3-1,0 mL/kg)

Kecepatan = secepat mungkin Jangan memberikan dosis

lebih tinggi secara IV.

b. Bikarbonat Natrium 4,2%

c. Dekstron 10%

d. Nalokson

(Prambudi, 2013).

2.2 Kehamilan Lewat Waktu 2.2.1 Definisi

Persalinan postterm menunjukkan kehamilan berlangsung sampai 42

minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir

menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari

(Wiknjosastro, 2002).

Kehamilan lewat bulan adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42

minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir

menurut rumus Naegele dengan siklus haid raata-rata 28 hari ( Feryanto,

2012 ).Dengan demikian yang dimaksud kehamilan lewat bulan

(serotinus) ialah kehamilan yang berlangsung lebih dari perkiraan hari

tafsiran persalinan

29

yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT), dimana usia

kehamilannya telah melebihi 42 minggu (> 294 hari).

. 2.2.2  Etiologi Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu

penurunan kadar esterogen pada kehamilan normal umumnya

tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun

walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus

terhadap oksitosin berkurang. Faktor kehamilantor lain adalah

hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga

tertentu. Menjelang partus terjadi penurunan hormon progesteron,

peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi

yang paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin

Page 18: Asfiksia Neonatorum 2

yang menyebabkan his yang kuat. Prostaglandin telah dibuktikan

berperan paling penting dalam menimbulkan kontraksi uterus.

Nwosu dan kawan-kawan menemukan perbedaan dalam

rendahnya kadar kortisol pada darah bayi sehingga disimpulkan

kerentanan akan stress merupakan factor tidak timbulnya his,

selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta

(Wiknjosastro, 2002).

. 2.2.3  Masalah perinatal Fungsi plasenta mencapai puncaknya

pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama

setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan

kadar dan plasental laktogen. Rendahnya

30

fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin

dengan resiko 3 kali. Akibat dari proses penuaan plasenta maka

pemasokan makanan dan oksigen akan menurun disamping adanya

spasme arteri spiralis. Janin akan mengalami pertumbuhan terhambat dan

penurunan berat ; dalam hal ini dapat disebut sebagai dismatur. Sirkulasi

uteroplasenter akan berkurang dengan 50% menjadi 250 ml/menit.

Jumlah air ketuban yang berkurang mengakibatkan perubahan abnormal

jantung janin. Kematian janin akibat kehamilan lewat waktu ialah terjadi

pada 30% sebelum persalinan, 55% dalam persalinan, dan 15% post

natal. Penyebab utama kematian perinatal ialah hipoksia dan aspirasi

mekonium. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi baru lahir ialah suhu

yang tidak stabil, hipoglikemia, polisemia dan kelainan neurologik

(Wiknjosastro, 2002).

2.2.4 Diagnosis

Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih

dari 42 minggu (Saifuddin, 2009).Tanda postterm dapat dibagi dalam 3

stadium :

1. Stadium I Kulit menunjukan kehilangan verniks kaseosa dan

maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.

Page 19: Asfiksia Neonatorum 2

2. Stadium II Gejala pada stadium I disertai pewarnaan mekonium

(kehijauan) pada kulit.

31

3. Stadium IIITerdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali

pusat.

Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus

Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinus. Bila

terdapat keraguan, maka pengukuran tinggi fundus uteri serial dengan

sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia gestasi lebih tepat.

Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah : air ketuban yang

berkurang dan gerakan janin yang jarang.

Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai

sensitifitas 75% dan tes tanpa tekanan dengan kardiotokografi mempunyai

spesifitas 100% dalam menentukan adanya disfungsi janin plasenta atau

postterm. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai

untuk menentukan usia gestasi. (Wiknjosastro, 2002).

2.2.5 Penatalaksanaan

Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan

pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil

pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilain skor pelviks (Pelvic score =

PS).

Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain:

. 1)  Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.

. 2)  Induksi dengan oksitosin.

. 3)  Bedah seksio caesaria

32

Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus

memenuhi beberapa syarat, antara lain kehamilan aterm, ada

kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi

sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba

lunak, mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran

pelvic juga harus dilakukan sebelumnya.

Page 20: Asfiksia Neonatorum 2

Tabel 2. Pengukuran Pelvis

33

Skor0

1

Pendataran serviks 0-30% 40-50%

Pembukaan serviks 0 1-2

Penurunan kepala dari hodge III -3 -2

Konsistensi serviksKeras

Sedang

Posisi serviks

Posterior

Searah sumbu jalan lahir

bila nilai pelvis >8, maka induksi persalinan kemungkinan

besar akan berhasil

bila PS > 5, dapat dilakukan drip oksitosin.

bila PS < 5, dapat dilakukan pematangan serviks terlebih

dahulu, kemudian lakukan pengukuran PS lagi (Husodo, 2002).

Pada pelaksanaan di RS, kehamilan yang telah melewati 40

minggu dan belum menunjukan tanda-tanda inpartu, biasanya

langsung segera diterminasi agar resiko kehamilan dapat

diminimalisir.Yang paling penting dalam menangani kehamilan

lewat waktu ialah menentukan keadaan janin, karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan

keadaan janin dapat dilakukan:

3)

2.2.6

1) Tes tanpa tekanan (non stress test). Bila memperoleh hasil non reaktif

maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif

maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik.

Bila ditemukan hasil tes tekanan yang positif, meskipun sensitifitas relatif

rendah tetapi telah dibuktikan berhubungan dengan keadaan postmatur.

Page 21: Asfiksia Neonatorum 2

2)

Gerakan janin. Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal

rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal

10/20 menit). Dapat juga ditentukan dengan USG. Penillaian banyaknya

air ketuban secara kualitatif dengan USG (normal >1 cm/bidang)

memberikan gambaran banyaknya air ketuban, bila ternyata

oligohidramnion maka kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.

Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih

mungkinkeadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan

mengandungmekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia

(Wiknjosastro, 2002).

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

kehamilannya teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada

trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester kedua

(antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali pada trimester ke tiga

(diatas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan

34

kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali

pada kehamilan 7-8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal

ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia

kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang

berbahaya.

Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter

kandungan merupakan perhitungan yang lebih tepat. Untuk itu perlu

diketahui dengan tepat tanggal hari pertama haid terakhir seseorang

(calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid

terakhir hingga saar itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu).

2.3 Bayi Prematur 2.3.1 Definisi

Prematur adalah bayi lahir hidup yang dilahirkan sebelum usia kehamilan

37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari

2500 gram (Saifuddin, 2009).American Academy Pediatric mendefinisikan

Page 22: Asfiksia Neonatorum 2

prematuritas adalah kelahiran hidup bayi lahir dengan berat badan kurang

dari 2500 gram.

Bayi preterm (kurang bulan) adalah bayi yang lahir sebelum umur

kehamilan 37 minggu (tanpa memandang berat lahir).Sebagian bayi

kurang bulan belum siap hidup di luar kandungan dan mendapatkan

kesulitan untuk mulai bernafas, menghisap, melawan infeksi dan menjaga

tubuhnya agar tetap hangat. (Prambudi, 2013 ).

35

2.3.2 Etiologi

Beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian persalinan prematur

antara lain sebagai berikut

1. Komplikasi medis maupun obstetrik

Perdarahan plasenta, dengan pembentukan

prostaglandin dan mungkin induksi stres.

Janin mati, kelainan konsepsi atau kelainan

kongenital

Ketuban Pecah Dini, infeksi lain, bakteriuri,

kolonisasi genital (infeksi akan membentuk sitokin dan

pelepasan lemak bioaktif yang nantinya membentuk

prostaglandin)

Plasentasi yang kurang baik

Distensi uterus (hidramnion dan gemelli),

oligohidramnion

Riwayat pernah melahirkan prematur atau

keguguran

Kelainan inkompeten atau yang pendek

Kurang gizi akibat anemi, kekurangan Zn dan

asam folat

Penambahan berat yang kurang saat hamil

2. Faktor gaya hidupKebiasaan merokok, kenaikan berat badan ibu

yang kurang selama kehamilan, serta penyalahgunaan obat

(kokain), alkohol, ekonomi yang rendah, ibu yang pendek kurus,

Page 23: Asfiksia Neonatorum 2

umur saat mengandung < 18 tahun atau > 40 tahun, tidak atau

kurang mau melakukan pemeriksaan antenatal, keturunan (orang

tua yang juga melahirkan prematur) dan ras berkulit hitam

merupakan faktor yang berkaitan dengan gaya hidup seseorang

yang dapat dihubungkan dengan persalinan preterm.

36

3. Faktor psikologisFaktor psikologis ini berhubungan dengan tempat kerja

yang kurang nyaman serta aman, dan tertekan dengan suatu hal.

(Saifuddin, 2009).

2.3.3 Tanda Bayi Prematur

Tanda klinis atau penampilan bayi prematur sangat bervariasi, bergantung

pada usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Tanda dan gejala bayi prematur

yaitu umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu, berat

badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang badan sama

dengan atau kurang dari 45 cm, kuku panjangnya belum melewati ujung

jari, batas dahi dan rambut kepala tidak jelas,lingkar kepala sama dengan

atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang 30 cm,

rambut lanugo masih banyak, dan jaringan lemak subkutan tipis atau

kurang.

Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga

seolah-olah tidak teraba tulang rawan dan daun telinga.mengilap, telapak

kaki halus,alat kelamin pada bayi laki-laki testis belum turun dan pada bayi

perempuan labia minora belum tertutup oleh labia mayora,.tonus otot

lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah, fungsi saraf

yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks isap, menelan

dan batuk masih lemah atau tidak efektif, dan tangisannya

lemah, .jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot

dan jaringan lemak masih kurang, verniks kaseosa tidak ada atau sedikit

(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1985).

37

Page 24: Asfiksia Neonatorum 2

Karakteristik/tanda bayi kurang bulan menurut Prambudi (2013);o Bayi

kurang bulan sesuai masa kehamilan (BKBSMK) : pertumbuhan fisik

antara persentil ke-10 dan persentil ke-90 dan

kepala relatif besar dibandingkan dengan bagian badan lain.o Bayi kurang

bulan kecil masa kehamilan (BKBKMK) : pertumbuhan fisik < 10 persentil,

lebih aktif, lincah dibanding BKBSMK, rambut lebih lebat, akibat kehamilan

ganda, toksemia gravidarum, dan sosek

Ibu rendah.

2.3.4 Problematik Bayi Prematur

Bayi yang lahir prematur, akan mengalami lebih banyak kesulitan untuk

hidup diluar uterus ibunya, sebab semakin pendek masa kehamilannya,

makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan

akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin tingginya angka

kematiannya. Dalam hubungan ini sebagian besar kematian perinatal

terjadi pada bayi-bayi prematur.

Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik

anatomik maupun fisiologi maka mudah timbul kelainan sebagai berikut.

Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan

suhu tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari

kurangnya jaringan lemak dibawah kulit: permukaan tubuh yang relatif

lebih luas dibandingkan dengan berat badan, otot yang tidak aktif,

produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat (brown

38

fat) yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum

berfungsi sebagaimana mestinya.Gangguan pernapasan yang sering

menimbulkan penyakit berat pada

BBLR. Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan

(rasiolesitin/sufingomielin kurang dari 2), pertumbuhan dan

pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernapasan yang masih

lemah, dan tulang iga yang mudah melengkung (pliable torak). Penyakit

gangguan pernapasan yang sering diderita bayi prematur adalah penyakit

membran hialin dan aspirasi pneumoni. Di samping itu sering timbul

Page 25: Asfiksia Neonatorum 2

pernapasan periodik (periodic breathing) dan apnea yang disebabkan oleh

pusat pernapasan di medulla belum matur.

Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi: distensi

abdomen akibat dari motilitas usus berkurang: volume lambung

berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah: daya

untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin

yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang:

kerja dari sfingter kardio-esofagus yang belum sempurna

memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus dan

mudah terjadi aspirasi.

Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia

dan defisiensi vitamin K.

Ginjal yang imatur baik secara anatomis maupun

fungsinya. Produksi urin yang sedikit, urea clearance yang rendah,

tidak sanggup

39

mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan

akibat mudahnya terjadi edema dan asidosis metabolik.

Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang

rapuh (fragile), kekurangan faktor pembekuan seperti protrombin,

faktor VII dan faktor Christmas.

Gangguan imunologik: daya tahan tubuh terhadap infeksi

berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi

prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya

fogositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik.

Perdarahan intraventrikuler: lebih dari 50% bayi prematur

menderita perdarahan intraventrikuler. Hal ini disebebkan oleh

karena bayi prematur sering menderita apnea, asfiksia berat dan

sindroma gangguan pernapasan. Akibatnya bayi menjadi hipoksi,

hipertensi, dan hiperkapnia. Keadaan ini menyebabkan aliran darah

ke otak bertambah. Penambahan aliran darah ke otak akan lebih

banyak lagi karena tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi

Page 26: Asfiksia Neonatorum 2

prematur, sehingga mudah terjadi perdarahan dari pembuluh darah

kapiler yang rapuh dan iskemia di lapisan germinal yang terletak di

dasar ventrikel lateralis antara nukleus, kaudatus, dan apendin.

Luasnya perdarahan intraventrikuler ini dapat di diagnosis dengan

ultrasonografi atau CT- Scan.

Retrolental fibroplasia: dengan menggunakan oksigen

dengan konsentrasi tinggi (PaO2 lebih dari 115 mm Hg = 15 kPa)

maka akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah retina yang diikuti

oleh

40

proliferasi kapiler-kapiler baru ke daerah yang iskemia sehingga terjadi

perdarahan, fibrosis, distorsi, dan parut retina sehingga bayi menjadi buta.

Untuk menghindari retrolental fibroplasia maka oksigen yang diberikan

kepada bayi prematur tidak lebih dari 40%. Hal ini dapat dicapai dengan

memberikan oksigen dengan kecepatan 2 liter per menit (Bujang, 2002).

2.3.5 Penatalaksanaan

1. Dalam ruang bersalin:

Ruang bersalin di rumah sakit harus mempunyai

peralatan dan staf yag memadai

Resusitasi dan stabilisasi memerlukan

tersedianya staf yang memiliki kualifikasi dan peralatan

dengan segera

Oksigenasi yang memadai dan

dipertahankannya suhu merupakan hal yang sangat penting

Siapkan plastik untuk mencegah penguapan

pada bayi prematur

2. Di unit neonatus

Pengaturan suhu untuk pencapaian lingkungan

suhu netral sesuai dengan prosedur

Terapi oksigen dan bantuan ventilasi

Terapi cairan dan elektrolit untuk menggantikan

insensible water loss dalam jumlah besar yang dan

Page 27: Asfiksia Neonatorum 2

mempertahankan hidrasi yang baik serta konsentrasi

glukosa dan elektrolit plasma normal

41

Nutrisi: bayi preterm mungkin memerlukan cara pemberian

makan gavage atau nutrisi parenteral

Hiperbilirubinemia: biasanya dapat diatasi secara efektif

dengan memonitor kadar bilirubin secara hati-hati dan

menggunakan fototerapi. Transfusi tukar mungkin diperlukan dalam

kasus berat

Antibiotik spektrum luas harus dimulai ketika dicurigai

adanya infeksi

Pertimbangkan pemberian antibiotik antistafilokokus untuk

BBLSR yang telah mengalami berbagai prosedur atau telah dirawat

di rumah sakit untuk jangka waktu yang lama. (Prambudi, 2013).

RESUSITASI NEONATUS

Konsensus 2010

oleh:

Nani Dharmasetiawani

RSIA Budi Kemuliaan, Jakarta

Pendahuluan

Diperkirakan 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk bernapas

pada saat lahir dan 1% saja yang membutuhkan resusitasi yang ekstensif.

Penilaian awal saat lahir harus dilakukan pada semua bayi. Penilaian awal

itu ialah: apakah bayi cukup bulan, apakah bayi menangis atau bernapas,

Page 28: Asfiksia Neonatorum 2

dan apakah tonus otot bayi baik. Jika bayi lahir cukup bulan, menangis,

dan tonus ototnya baik, bayi dikeringkan dan Dipertahankan tetap hangat.

Hal ini dilakukan dengan bayi berbaring di dada ibunya dan tidak

dipisahkan dari ibunya. Bayi yang tidak memenuhi kriteria tersebut, dinilai

untuk dilakukan satu atau lebih tindakan secara berurutan di bawah ini:

A Langkah awal stabilisasi (memberikan kehangatan, membersihkan

jalan napas jika diperlukan, mengeringkan, merangsang)

B Ventilasi

C Kompresi dada

D Pemberian epinefrin dan/atau cairan penambah volume

Diberikan waktu kira-kira 60 detik (the Golden Minute) untuk melengkapi

langkah awal, menilai kembali, dan memulai ventilasi jika dibutuhkan.

Penentuan ke langkah berikut didasarkan pada penilaian simultan dua

tanda vital yaitu pernapasan dan frekuensi denyut jantung. Setelah

ventilasi tekanan positif (VTP) atau setelah pemberian oksigen tambahan,

penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu frekuensi denyut jantung,

pernapasan, dan status oksigenasi.

Setelah publikasi tahun 2005, telah diidentifikasi beberapa kontroversi dan

pada tahun 2010 dibuat kesepakatan. Berikut ini adalah rekomendasi

utama untuk resusitasi neonatus:

• Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan

dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan.

Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian

warna kulit tidak dapat diandalkan.

• Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan

dengan udara dibanding dengan oksigen 100%.

• Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan

udara (blended oxygen) , dan pangaturan konsentrasi dipandu

berdasarkan oksimetri.

• Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak

dilakukannya pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan

Page 29: Asfiksia Neonatorum 2

air ketuban bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam

keadaan depresi (lihat keterangan pada Langkah Awal).

• Rasio kompresi dada dan ventilasi tetap 3:1 untuk neonatus

kecuali jika diketahui adanya penyebab jantung. Pada kasus ini

rasio lebih besar dapat dipertimbangkan.

• Terapi hipotermia dipertimbangkan untuk bayi yang lahir cukup

bulan atau mendekati cukup bulan dengan perkembangan kearah

terjadinya ensefalopati hipoksik iskemik sedang atau berat,

dengan protokol dan tindak lanjut sesuai panduan.

• Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi

detak jantung selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan

dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10 menit.

• Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit

untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup

untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat

pada bayi yang memerlukan resusitasi.

Langkah Awal

Langkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan

meletakkan bayi di bawah pemancar panas, memposisikan bayi pada

posisi menghidu/sedikit tengadah untuk membuka jalan napas,

membersihkan jalan napas jika perlu, mengeringkan bayi, dan stimulasi

napas.

Membersihkan jalan napas:

c Jika cairan amnion jernih. Pengisapan langsung segera setelah

lahir tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya dilakukan bagi bayi

yang mengalami obstruksi napas dan yang memerlukan VTP.

d Jika terdapat mekonium. Bukti yang ada tidak mendukung atau

tidak menolak dilakukannya pengisapan rutin pada bayi dengan

ketuban bercampur mekonium dan bayi tidak bugar atau depresi.

Tanpa penelitian (RCT), saat ini tidak cukup data untuk

merekomendasikan perubahan praktek yang saat ini dilakukan.

Praktek yang dilakukan ialah melakukan pengisapan endotrakeal

Page 30: Asfiksia Neonatorum 2

pada bayi dengan pewarnaan mekonium yang tidak bugar. Namun,

jika usaha intubasi perlu waktu lama dan/atau tidak berhasil,

ventilasi dengan balon dan sungkup dilakukan terutama jika

terdapat bradikardia persisten.

Menilai kebutuhan oksigen dan pemberian oksigen

Tatalaksana oksigen yang optimal pada resusitasi neonatus menjadi

penting karena adanya bukti bahwa baik kekurangan ataupun kelebihan

oksigen dapat merusak bayi. Persentil oksigen berdasarkan waktu dapat

dilihat pada gambar algoritma.

Penggunaan oksimetri nadi (pulse oximetry) direkomendasikan jika:

• Resusitasi diantisipasi

• VTP diperlukan lebih dari beberapa kali napas

• Sianosis menetap

• Oksigen tambahan diberikan.

Pemberian oksigen tambahan

Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai resusitasi dengan

udara atau oksigen campuran (blended oxygen) dan dilakukan titrasi

konsentrasi oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target. Jika oksigen

campuran tidak tersedia, resusitasi dimulai dengan udara kamar. Jika bayi

bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah 90 detik resusitasi dengan

oksigen konsentrasi rendah, konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai

100% hingga didapatkan frekuensi denyut jantung normal.

Ventilasi Tekanan Positif (VTP)

Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika frekuensi denyut

jantung kurang dari 100 per menit setelah langkah awal resusitasi, VTP

dimulai.

Pernapasan awal dan bantuan ventilasi

Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi napas 40 – 60 kali per

menit untuk mencapai dan mempertahankan frekuensi denyut jantung

lebih dari 100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat ialah

perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.

Tekanan akhir ekspirasi

Page 31: Asfiksia Neonatorum 2

Banyak ahli merekomendasikan pemberian continuous positive airway

pressure (CPAP) pada bayi yang bernapas spontan tetapi mengalami

kesulitan setelah lahir. Penggunaan CPAP ini baru diteliti pada bayi

prematur. Untuk bayi cukup bulan dengan gawat napas, tidak ada cukup

bukti untuk mendukung atau tidak mendukung penggunaan CPAP di

ruang bersalin.

Alat untuk ventilasi

Alat untuk melakukan VTP untuk resusitasi neonatus adalah Balon Tidak

Mengembang Sendiri (balon anestesi), Balon Mengembang Sendiri, atau

T-piece resuscitator. Laryngeal Mask Airway (LMA; sungkup larings)

disebutkan dapat digunakan dan efektif untuk bayi >2000 gram atau ≥34

minggu. LMA dipertimbangkan jika ventilasi dengan balon sungkup tidak

berhasil dan intubasi endotrakeal tidak berhasil atau tidak mungkin. LMA

belum diteliti untuk digunakan pada kasus air ketuban bercampur

mekonium, pada kompresi dada, atau untuk pemberian obat melalui

trakea.

Pemasangan intubasi endotrakeal

Indikasi intubasi endotrakeal pada resusitasi neonatus ialah:

• Pengisapan endotrakeal awal dari bayi dengan mekonium dan tidak

bugar.

• Jika ventilsi dengan balon-sungkup tidak efektif atau memerlukan

waktu lama.

• Jika dilakukan kompresi dada.

• Untuk situasi khusus seperti hernia diafragmatika kongenital atau

bayi berat lahir amat sangat rendah.

Kompresi dada

Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60

per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik.

Untuk neonatus, rasio kompresi:ventilasi tetap 3:1. Pernapasan, frekuensi

denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara periodik dan kompresi

Page 32: Asfiksia Neonatorum 2

– ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut jantung sama atau

lebih dari 60 per menit.

Medikasi

Obat-obatan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir. Namun, jika

frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit walaupun telah

diberikan ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada,

pemberian epinefrin atau pengembang volume atau ke duanya dapat

dilakukan.

Epinefrin

Epinefrin direkomendasikan untuk diberikan secara intravena dengan

dosis intrvena 0,01 – 0,03 mg/kg. Dosis endotrakeal 0,05 – 1,0 mg/kg

dapat dipertimbangkan sambil menunggu akses vena didapat, tetapi

efektifitas cara ini belum dievaluasi. Konsentrasi epinefrin yang digunakan

untuk neonatus ialah 1:10.000 (0,1 mg/mL).

Pengembang volume

Pengembang volume dipertimbangkan jika diketahui atau diduga

kehilangan darah dan frekuensi denyut jantung bayi tidak menunjukkan

respon adekuat terhadap upaya resusitasi lain. Kristaloid isotonik atau

darah dapat diberikan di ruang bersalin. Dosis 10 mL/kg, dapat diulangi.

Perawatan pasca resusitasi

Bayi setelah resusitasi dan sudah menunjukkan tanda-tanda vital normal,

mempunyai risiko untuk perburukan kembali. Oleh karena itu setelah

ventilasi dan sirkulasi adekuat tercapai, bayi harus diawasi ketat dan

antisipasi jika terjadi gangguan.

Nalokson

Nalokson tidak diindikasikan sebagai bagian dari usaha resusitasi awal di

ruang bersalin untuk bayi dengan depresi napas.

Glukosa

Bayi baru lahir dengan kadar glukosa rendah mempunyai risiko yang

meningkat untuk terjadinya perlukaan (injury) otak dan akibat buruk

setelah kejadian hipoksik iskemik. Pemberian glukosa intravena harus

Page 33: Asfiksia Neonatorum 2

dipertimbangkan segera setelah resusitasi dengan tujuan menghindari

hipoglikemia.

Hipotermia untuk terapi

Beberapa penelitian melakukan terapi hipotermia pada bayi dengan umur

kehamilan 36 minggu atau lebih, dengan ensefalopatia hipoksik iskemik

sedang dan berat. Hasil penelitian ini menunjukkan mortalitas dan

gangguan perkembangan neurologik yang lebih rendah pada bayi yang

diberi terapi hipotermia dibanding bayi yang tidak diberi terapi hipotermia.

Penggunaan cara ini harus menuruti panduan yang ketat dan dilakukan di

fasilitas yang memadai.

Penghentian resusitasi

Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung

selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan

melanjutkan resusitasi setelah 10 menit.

RUJUKAN:

4 Wyllie J, et al. Part 11: Neonatal Resuscitation. 2010 International

Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovascular Care Science with Treatment Recommendations.

Resuscitation 2010;81S:e260-e287.

5 Kattwinkel J et al. Special Report Neonatal Resuscitation: 2010

American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary

Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Pediatrics

2010;126:e1400-e1413.

DAFTAR PUSTAKA

Page 34: Asfiksia Neonatorum 2

Bursac D, Kulas T, Persec J, Persec Z, Duic Z, Zmijanac J, Hrgovic Z & Bojanic K 2013. Pregnancy and Vaginal Delivery in Epidural Analgesia in Woman with Cerebrospinal Fluid Shunt. Coll. Antropol, Vol. 4, p. 1343-5.

Darsono 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta. UGM Press.

DeVito EE, CH S, BK O, BJ S & JD P 2007. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta Neurol Scand, Vol. 116, p. 328–32.

Greenstein B & Greenstein A 2000. Flow of Cerebrospinal Fluid. Color Atlas of Neuroscience Neuroanatomy and Neurophysiology, p. 48-50.

Haeussler B, Laimer E, Hager J, Haeussler R, Keller C & Brezinka C 2005. Management of pregnancy, delivery and postpartem care of mothers with ventriculoperitoneal-shunted hydrocephalus and review of literature. Cerebrospinal Fluid Research, Vol. 2, p. 17.

Hirs I & Grbcic P 2012. Cesarean section in spinal anesthesia on a patient with mesencephalic tumor and ventriculoperitoneal drainage : A case report. Korean J Anesthesiol, Vol. 63, p. 263-5.

Hwang S C, Kim T H, Kim B T, Im S B & Shin W H 2010. Acute Shunt Malfunction after Cesarean Section Delivery : A Case Report. J Korean Med Sci, Vol. 25, p. 647-50.

Ropper, H A, H R & Brown 2005. Adams And Victor’s Principles Of Neurology. Eight Edition, USA.

Schiza S, Stamatakis E, Panagopoulou A & Valsamidis D 2012. Management of pregnancy and delivery of a patient with malfunctioning ventriculoperitoneal shunt. Journal of Obstetrics and Gynaecology, Vol. 32, p. 6-9.