Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

47
Rudi Rubiandini Dituntut 10 Tahun Penjara MANTAN Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini dituntut hukuman pidana 10 tahun penjara dan denda Rp250 juta. “Menyatakan terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana 10 tahun dikurangi masa tahanan,“ tegas jaksa penuntut umum KPK, Riyono, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin. Rudi yang mengenakan kemeja batik cokelat pun tertunduk lesu sesaat setelah mendengar tuntutan itu. Jaksa Riyono mengatakan Rudi terbukti benar telah menerima uang senilai S$200 ribu dan US$900 ribu dari Widodo Ratanachaitong dan Simon Gunawan Sanjaya. Rudi juga terbukti menerima US$522.500 dari Presdir PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon. Uang itu semuanya diberikan melalui Deviardi, pelatih golf Rudi. “Pemberian tersebut agar terdakwa melakukan perbuatan- perbuatan terkait pelaksanaan lelang terbatas minyak mentah dan kondensat di SKK Migas, sedangkan dari Artha Meris Simbolon agar terdakwa memberikan rekomendasi untuk menurunkan formula harga gas untuk PT Kaltim Parna Industri kepada Menteri ESDM,“ papar Riyono.

Transcript of Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Page 1: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Rudi Rubiandini Dituntut 10 Tahun Penjara

MANTAN Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini dituntut hukuman pidana 10 tahun penjara dan denda Rp250 juta.

“Menyatakan terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana 10 tahun dikurangi masa tahanan,“ tegas jaksa penuntut umum KPK, Riyono, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin.

Rudi yang mengenakan kemeja batik cokelat pun tertunduk lesu sesaat setelah mendengar tuntutan itu. Jaksa Riyono mengatakan Rudi terbukti benar telah menerima uang senilai S$200 ribu dan US$900 ribu dari Widodo Ratanachaitong dan Simon Gunawan Sanjaya.

Rudi juga terbukti menerima US$522.500 dari Presdir PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon. Uang itu semuanya diberikan melalui Deviardi, pelatih golf Rudi.

“Pemberian tersebut agar terdakwa melakukan perbuatan-perbuatan terkait pelaksanaan lelang terbatas minyak mentah dan kondensat di SKK Migas, sedangkan dari Artha Meris Simbolon agar terdakwa memberikan rekomendasi untuk menurunkan formula harga gas untuk PT Kaltim Parna Industri kepada Menteri ESDM,“ papar Riyono.

Atas perbuatannya itu, Rudi terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Saat ditemui seusai sidang, Rudi enggan untuk menanggapi terkait tuntutan yang dibacakan oleh jaksa. “Saya sudah melakukan tugas saya menjelaskan seluruh fakta-fakta hukum selama persidangan berlangsung. Kalau sudah tuntutan, pleidoi ataupun vonis itu urusannya hukum,“ lirih Rudi.

Dalam sidang kasus suap di SKK Migas, Riyono juga menuntut Deviardi, pelatih golf Rudi, pidana kurungan 5 tahun penjara dan denda Rp50 juta.

Page 2: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

“Ada persoalan yang dialibikan semua uang Devi (Deviardi) atas perintah Pak Rudi, padahal Pak Rudi melarangnya,“ kata Rusdi A Bakar, pengacara Rudi. (Nur/X-9)

Page 3: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Pemilu Terakhir Transisi Demokrasi

SETELAH melewati sejumlah tahapan, Pemilihan Umum Legislatif 2014 akhirnya memasuki tahapan paling krusial, yakni pemungutan suara, hari ini. Inilah pertaruhan bagi bangsa lima tahun ke depan.

Inilah penentuan apakah Republik ini mampu menapaki era demokrasi yang sesungguhnya atau tetap berkutat di masa transisi menuju demokrasi.

Gelombang reformasi pada 1998 yang meruntuhkan rezim Orde Baru memang telah mengentaskan bangsa ini dari alam kediktatoran ke alam kebebasan. Era reformasi ialah tonggak peralihan dari kekuasaan oligarki ke kekuasaan demokrasi.

Namun, sulit disangkal, demokrasi yang sudah 16 tahun menjadi sistem berbangsa dan bernegara masih sebatas formalitas. Demokrasi masih dipandang dan diposisikan semata sebagai kebebasan, tapi belum menyentuh esensi dan substansi demokrasi itu sendiri.

Demokrasi yang kita anut bahkan telah menyimpang arah menjadi sistem yang terlalu liberal. Demokrasi yang jauh dari kearifan lokal, liberalisasi demokrasi yang kebablasan, demokrasi yang diperalat untuk memburu kekuasaan tapi tak memedulikan proses. Dengan model demokrasi itulah, Republik ini terus terjerat oleh segudang persoalan di segala bidang.

Kita telah sepakat memilih jalan demokrasi sebagai panduan hidup bernegara.Akan tetapi, kita pun harus bersepakat bahwa bukan sembarang demokrasi, melainkan demokrasi yang sesungguhnya, yang mesti menjadi haluan.

Karena itulah, kita mesti memandang pemungutan suara hari ini sebagai akhir dari masa transisi untuk menuju demokrasi sejati. Memang tidak mudah untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi setelah lebih dari 30 tahun bangsa ini hidup dalam cengkeraman kediktatoran.

Namun, waktu 16 tahun sejak keran reformasi dibuka bukanlah waktu yang sebentar untuk kita lewatkan. Sudah tiga kali pemilu di era reformasi kita gagal mewujudkan demokrasi yang sesungguhnya sehingga tidak ada alasan lagi pada pemilu keempat berbiaya Rp16 triliun ini kegagalan itu terulang.

Pemilu 2014 ialah momentum emas guna mengakhiri transisi demokrasi. Memang tidak gampang, tetapi bukan berarti mustahil direalisasikan jika ada tekad dan kemauan. Negara-negara lain bisa melampaui masa transisi menuju demokrasi sesungguhnya setelah melewati dua pemilihan umum.

Page 4: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Melalui forum ini berkali-kali kita ingatkan agar rakyat tidak lagi apatis, tidak lagi masa bodoh atas masa depan bangsa. Sudah saatnya rakyat bangkit menunjukkan kepedulian dengan menggunakan hak pilih secara cerdas demi mengubah wajah bangsa.

Kuncinya pun sederhana, yakni dengan memilih calon-calon pemimpin yang mampu dan mau menghadirkan perubahan. Bukan mereka yang sudah nyata-nyata selalu sibuk dengan diri sendiri dan kelompok sehingga abai memperjuangkan kepentingan rakyat.

Dengan memilih pemimpin yang kredibel dan kapabel, kita layak mengapungkan harapan bahwa demokrasi akan kian matang di masa mendatang. Demokrasi tak akan lagi direcoki pelanggaran dan kecurangan, tidak lagi pula dinodai permainan politik uang, tetapi sepenuhnya menjadi pertarungan ide dan gagasan demi mengangkat harkat dan martabat bangsa.

Bangsa yang pintar ialah bangsa yang pantang menyia-nyiakan setiap kesempatan menuju kebesaran. Kita tentu tak ingin dicap sebagai bangsa keledai karena lagi-lagi melewatkan pemilu sebagai peluang untuk mengakhiri era transisi demokrasi menuju demokrasi sejati.

URLhttp://www.metrotvnews.com

Page 5: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Aku Memilih tidak Memilihmu

Radhar Panca Dahana Budayawan

Untuk apa? Mungkin pertanyaan itu terasa tendensius, tetapi ia tak terelakkan karena `demokrasi' sudah menjadi fenomena menyejarah, diamini, dan diyakini.

SEBENARNYA dalam basis historis apakah frasa terkenal ini kita kenali, pahami, bahkan yakini (kadang secara buta): dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Rakyat pada umumnya mungkin mengenali frasa itu sebagai makna ringkas dari apa yang kita sebut `demokrasi'. Sementara itu, para pengamat dan pakar politik mencoba menjelaskan dengan metode sendiri makna atau signifikansi kata-kata yang diucapkan pertama kali oleh salah satu presiden terbesar Amerika Serikat, Abraham Lincoln, itu.

Apa pun pemaknaan yang dapat diambil baik oleh masyarakat banyak maupun para pakar tersebut, termasuk elite yang sangat berkait dengan hal itu, kita sebenarnya tidak pernah berhasil menemukan apa yang menjadi `basis historis' dari frasa tersebut.

Sekurangnya dalam sejarah masyarakat, kebudayaan, dan peradaban kontinental, tak ada fakta yang cukup valid yang dapat memberi tahu, apalagi meyakinkan kita, ada sebuah masa dengan sebuah bentuk pemerintahan (apa pun bentuknya) diselenggarakan `dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat'.

Karena itu, kita bisa memastikan satu hal dalam esensi demokrasi, yang dijalani selama ratusan tahun dan kini oleh ratusan negara, ternyata tidak memiliki presedennya dalam sejarah. Dalam ungkapan lain, frasa itu sebenarnya ialah sebuah harapan, cita-cita, atau sekadar gagasan (ide) yang boleh jadi musykil, tapi berusaha dengan keras diideologisir menjadi keyakinan orang banyak (publik).

Untuk apa? Mungkin pertanyaan itu terasa tendensius, tetapi ia tak terelakkan karena `demokrasi' sudah menjadi fenomena menyejarah, diamini, dan diyakini, bahkan jika perlu-sebenarnya sering kali--pelaksanaannya dipaksakan di satu bangsa/negara oleh bangsa/ negara lainnya. Untuk apa? Bisa jadi jawaban pertanyaan itu memiliki logika yang sama dengan apa yang sepanjang abad ke-20 ditudingkan pada ideologi atau sistem yang menjadi antitesis demokrasi: komunisme.

Ideologi terakhir itu sudah sejak awal diklaim atau didakwa sebagai utopia, yang tidak pernah memiliki preseden dan tidak akan pernah mendapat perwujudannya di atas bumi. Apa yang dilakukan partai atau pemerintahan-pemerintahan komunis sebenarnya kongruen dengan apa yang mereka tuduhkan pada masyarakat liberal-kapitalis: menciptakan semacam `kesadaran-palsu' yang mengimani secara buta ideologi dari elite komunis yang berkuasa.

Page 6: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Untuk apa? Tidak lain sebagai instrumen mental dan intelektual untuk menguasai rakyat: kehendak, pikiran, perilaku, bahkan hingga ruang imajinernya. Maka periksalah, apa yang terjadi pada masyarakat yang meyakini demokrasi, lengkap dengan kembarannya, kapitalisme liberal, apakah tidak bekerja melalui modus dan prosedur sosial dan kultural yang sama?

Kita, rakyat kecil dan dianggap buta ini, dididik, dilatih, bahkan dipaksa secara represif untuk meyakini bahwa kita memiliki daulat untuk kita daya gunakan demi kesejahteraan dan kebahagiaan kita sendiri. Demikiankah yang terjadi?

Maaf dan jujurlah, jujurlah kita, ungkapan terakhir tersebut semacam surga, sekurangnya utopia, dalam kondisi baik sosial maupun kultural apa pun, mana pun dalam sejarah bangsa-bangsa. Yang sesungguhnya terjadi, justru sebaliknya, keyakinan palsu (faked belief), itu justru menjadi apologi--yang dicerdas-cerdaskan--semata untuk melegitimasi kekuasaan kaum elite, baik itu elite feodal, finansial, sosial, maupun spiritual.

Apakah sejarah revolusi Prancis, Amerika Serikat, dan banyak bangsa lainnya--yang konon memperjuangkan demokrasi--sesungguhnya tidak lain menjadi contoh yang akurat untuk itu?Sekali lagi, frasa dahsyat--secara retorik--dari Lincoln tersebut sebenarnya hanyalah peristiwa `5 menit' dalam bilik suara, sedangkan jutaan menit sisanya, hak dan daulat rakyat itu dirampas para elite untuk didagangkan di atas meja steik, potongan daging sapi.

Saya pun masih ragu apakah kedaulatan rakyat itu pun dapat dilangsungkan walau hanya `5 menit', bila ternyata kita hanya disodori fait accompli nama-nama, yang kita tidak bisa menentukannya sendiri.

Siapa pun yang naik ke kursi kekuasaan legislator, di semua tingkatan, ialah mereka yang sudah ditentukan konspirasi atau sekurangnya oligarki elite. Betapa pun jumlah totalnya 200.000 nama, menurut Ketua KPU, itu pun hanya 0,1% dari jumlah kita semua.

Sanubari bicara

Maka, bila pagi dini ini, 9 April 2014 ini, kita bangkit dari tidur dan langsung teringat pada momen penting pemilihan umum yang harus kita jalani, ada baiknya kita merenung dulu seraya menghirup kopi atau sarapan pagi.

Dapatlah kejernihan dan kejujuran kita untuk memahami mengapa kita harus terlibat semua ini, berjalan kaki menuju TPS, memasuki bilik suara, mencoblos sambil mengingat lembaran dalam dompet yang kita dapat dari salah satu peserta pemilu semalam.

Tanggung jawab besar dalam pemilu tersebut tidaklah sekadar bahwa kita `diwajibkan' memilih oleh MUI atau khawatir terkena ‘pidana' sebagaimana kata Kapolri (entah dengan

Page 7: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

dasar ide apa fatwa spiritual dan yuridis itu dinyatakan). Namun, peran kita turut menyelenggarakan kehidupan bernegara dan berbangsa, demi tujuan-tujuan mulia yang ditetapkan para bapak dan ibu bangsa, oleh hati sanubari kita bersama.

Tentu saja, kita tidak akan membiarkan diri kita, harga diri, dan martabat kita, juga suara kita, di manipulasi atau disalahmanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan individual atau sektarian hanya demi profit kekuasaan dan ekonomi siapa dan apa pun yang kita coblos.

Dalam kondisi yang penuh fait accompli ini, bila Anda takut berdosa atau terkena hukum pidana karena tidak memilih (golput), baiklah Anda memilih dan mencoblos dengan hati sanubari Anda.

Yang jelas, hati itu sudah lantang mengatakan: aku memilih siapa pun yang juga bicara dan berbuat dengan hati dan pikiran bersih. Aku tidak akan memilih siapa dan apa pun yang mengkhianati hati, pikiran, dan harapan publik. Aku memilih tidak memilih kamu yang berkhianat pada negeri, bangsa, dan sejarahnya yang mulia ini.

Secara spiritual, kita sebaiknya yakin kita akan memilih siapa pun yang memilih (jalan)-Nya; memilih dia yang dipilih-Nya. Selebihnya ialah doa dan memercayai suara rakyat dan alam ialah sama, dan yang dipilihnya cuma satu: yang benar.

Apakah kita bisa menentukan hasil akhir itu? Mohon maaf tidak bisa. Mesin KPU yang menentukan, dan lebih dulu quick count mengetukkan palu, dan semua itu, maaf sekali lagi, kita tak bisa turut campur menentukan. Di batas doa akhir usaha kita. Selebihnya terserah yang berkuasa. Kita? Kembali ke hidup biasa.

Page 8: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Mendikbud Berspekulasi Jelang Pemilu

RAJA EBEN L

Pencairan dana tunjangan sertifikasi guru yang sejak 2010 selalu telat tiba-tiba dicairkan bertepatan dengan pemilu legislatif.

LANGKAH Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang akan mencairkan dana tunjangan profesi guru pegawai negeri sipil di daerah mulai 9 hingga 16 April 2014 atau bertepatan dengan pemilihan umum legislatif akan berpotensi menimbulkan blunder dan spekulasi politik.

Menurut peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Hifdzil Alim, sebaiknya Kemendikbud menunda waktu pencairan sambil mengkaji lebih dalam lagi proses dan penerima dana tersebut. Apalagi penundaan waktu tersebut secara substansi tidak akan mengubah alokasi anggaran.

“Waktu pencairan yang berdekatan dengan pemilu akan memunculkan spekulasi politik. Mungkin di tingkat kementerian tidak ada masalah dan tepat sasaran. Namun, ditakutkan ada pihak berkepentingan di tingkat 1 dan 2 yang menggunakan dana itu sebagai kendaraan politik di situasi politik ini,“ kata Hifdzil saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Lanjutnya, secara prinsip dana bansos--termasuk tunjangan profesi guru--memang diperlukan untuk rakyat Indonesia, tapi baik Kemendikbud maupun kementerian lain harus bersabar terlebih dahulu dalam mencairkan dana itu karena bertepatan dengan tahun politik. Jangan sampai karena keinginan cepat, kementerian melakukan langkah blunder, bahkan melanggar hukum.

“Seharusnya tahan sebulan atau dua bulan dulu, sambil mengkaji dampaknya,“ ujarnya.

Jika dipaksakan, Hifdzil khawatir dana bansos tersebut dimanfaatkan pejabat daerah. Contoh, di tingkat wilayah, dinas pendidikan di bawah kendali gubernur (tingkat I) dan bupati atau wali kota (tingkat II). Kalau kepala daerahnya berasal dari partai tertentu, guna melanggengkan kekuasaannya, dalam proses pencairan ia akan menggunakan dana bansos untuk mengarahkan guru-guru menjadi pemilihnya.

“Kalau guru-guru, tidak masalah, tapi kalau memengaruhi pemilih pemula, itu bisa masalah. Multilevel efek bukan hanya di tingkat kementerian yang mencairkan, melainkan juga bagaimana proses pencairan di tingkat I dan II di tahun politik yang biaya politiknya sangat mahal. Maka, segala bentuk kesempatan akan digunakan sebagai alat politik,“ pungkasnya.

Jangan terpengaruh

Page 9: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Terkait dengan rencana Kemendikbud menggelontorkan tunjangan guru yang bertepatan dengan pileg, anggota PGRI dan beberapa guru di Jakarta berharap semua guru tidak mengaitkannya dengan politik.

“Saya tidak akan terpengaruh dan berharap guru lain juga demikian karena tunjangan itu hak guru. Saya tetap selektif memilih partai yang platformnya sesuai pilihan saya,“ kata Joko Muwahid, anggota PGRI dan guru matematika di SMA Negeri 76 Jakarta. Ia juga mempertanyakan mengapa pemerintah mencairkan tunjangan guru berbarengan dengan pileg.

“Ya kita wajar bertanya, apa sih motifnya kok bisa dibarengin waktunya saat pileg,“ cetusnya.

Hal senada dikemukakan Retno Listyarti, guru PKn di Jakarta. “Sebagai guru, saya tidak akan terpengaruh dengan kebijakan populis macam begini. Tumben betul tepat waktu kok pas mau nyoblos. Sulit sekali tidak menduga ada maksud tertentu di balik ini, kepentingan politik. Kok bisa ya, Mendikbud sepolitis ini,“ ujarnya.

Retno beralasan, sejak 2010 pencairan tunjangan sertifikasi guru tidak pernah tepat waktu.Selalu terlambat, kurang dibayar, dan dipotong pula,“ pungkasnya. (Bay/P-2)

raja_eben @mediaindonesia.com

Page 10: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Kepastian Ganti Rugi Korban Lapindo agar Segera Dijadwal

GUBERNUR Jawa Timur Soekarwo dan perwakilan korban lumpur Lapindo Sidoarjo sepakat mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang isinya mempertegas jadwal pembayaran ganti rugi warga.

“Prinsipnya, pemerintah dengan kekuasaannya memberikan jaminan kepastian atas ganti kerugian untuk warga di area peta terdampak oleh PT Minarak Lapindo Jaya,“ ujar Soekarwo seusai menemui 50 orang perwakilan korban lumpur di Gedung Grahadi Surabaya, kemarin.

Berdasarkan keputusan, Mahkamah Konstitusi memberikan kewenangan kepada pemerintah dengan kekuasaan untuk memaksa PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) membayar ganti rugi di area peta terdampak. Soekarwo juga menjelaskan, prinsipnya tidak ada perbedaan antara warga di area peta terdampak dan di luar peta terdampak. Setelah pertemuan, lanjut dia, segera dirumuskan item-item untuk surat yang akan dikirim hari ini juga ke Presiden.

“Pemprov Jatim mendorong agar dilakukan pembayaran secepatnya. Dengan surat ini, dapat diketahui jadwal-jadwalnya dan negara harus menjamin,“ kata Soekarwo.

Dari data yang dihimpun, total tunggakan yang harus dibayar untuk korban lumpur sebanyak Rp730 miliar. Dalam jumlah tersebut ada sekitar 3.000 berkas yang menyangkut 3.000 kepala keluarga.

Koordinator warga Sunarto mengakui kedatangannya mencari kepastian terkait pembayaran seusai keluarnya keputusan MK. “Bagaimanapun juga, saya sangat apresiasi karena Soekarwo masih memperhatikan kami. Sudah 8 tahun cukup rasanya menunggu kepastian pembayaran ganti rugi,“ katanya.

Terpisah, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparinga menyampaikan bahwa Presiden SBY belum memikirkan langkah hukum untuk mendesak PT Lapindo Brantas untuk melunasi tanggungan terhadap warga yang berada di area terdampak.

“Presiden berharap dengan keputusan MK, tidak ada penafsiran abu-abu terkait dengan tanggung jawab pemerintah dan perusahaan di area terdampak yang diakibatkan bencana Lapindo,“ kata Daniel di Jakarta, kemarin. (Mad/Ant/P-2)

Page 11: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Teuku Bagus Didakwa Memperkaya Diri

"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara." Irene Putrie, Jaksa penuntut umum

MANTAN Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor pada sidang perdana didakwa oleh jaksa penuntut umum telah merugikan keuangan negara senilai Rp464, 5 miliar dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, di Bogor, Jawa Barat.

“Terdakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp464.514.000.000,'' jelas jaksa Irene Putrie kala membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Dalam dakwaannya, jaksa juga menyebutkan Teuku Bagus Mokhamad Noor pada sekitar akhir 2009 telah mengetahui akan ada proyek pembangunan kompleks olahraga di Kemenpora yang berlokasi di Sentul, Hambalang, dari Manajer Pemasaran PT Adhi Karya M Arief Taufiqurrahman. Hal itu berdasarkan informasi dari Mindo Rosalina Manulang dan Gerhana Sianipar. Semenjak itu, Teuku Bagus meminta M Arief untuk memonitor proyek tersebut.

Teuku Bagus selaku Kepala Divisi PT Adhi Karya terus memonitor proyek P3SON Hambalang melalui M Arief agar PT Adhi Karya yang mendapatkan proyek tersebut.Saat akan mengikuti lelang jasa konstruksi P3SON, PT Adhi Karya bekerja sama dengan PT Wijaya Karya membentuk kerja sama operasi (KSO) Adhi Wika. Dalam kerja sama itu, Teuku Bagus ditunjuk selaku kuasa KSO, sedangkan pihak PT Wijaya Karya menunjuk Harangan Parlaungan Sianipar selaku wakil kuasa KSO.

Sebelum penetapan lelang, Teuku Bagus bertemu dengan Deddy Kusdinar, Lusi Lukitawati Isa, dan Muhammad Arifin. Dalam pertemuan itu, Deddy meminta fee kepada PT Adhi Karya sebesar 18% dan akhirnya disetujui oleh Teuku Bagus. Pada November 2010, KSO Adhi-Wika menjadi pemenang lelang.

Setelah itu, pembayaran yang dilakukan Kemenpora kepada KSO PT Adhi-Wika dalam proyek P3SON Hambalang pada 2011 sebesar Rp453.454.231.090. Dari uang tersebut, Teuku Bagus menggunakannya untuk kepentingan pribadi sebesar Rp4.532.923.350. Selain itu, dalam dakwaan tersebut Teuku Bagus juga didakwa telah menyalahgunakan wewenang. (Nur/P-2)

Page 12: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Hanafi Rais Elak Terkait Rp500 Juta

SRI UTAMI

Seorang caleg Partai Gerindra dalam kontrak bermeterai menjanjikan Rp100 juta per kelurahan.

TIM pemenangan Hanafi Rais, caleg DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN), membantah terkait dengan temuan uang Rp500 juta saat Kepolisian Resor Kabupaten Gunungkidul, DIY, menggelar Operasi Cipta Kondisi Pemilu 2014 pada Minggu (6/4).

“Saya tidak tahu-menahu soal itu. Kami tidak ada kaitannya dengan uang itu,“ kata ketua tim pemenangan Hanafi Rais, Nazaruddin, saat dihubungi, kemarin.

Kapolres Gunungkidul AKB Faried Zulkarnaen menyatakan pihaknya bekerja sama dengan Bawaslu dalam menyelidiki kasus tersebut. Polisi baru berhasil menangkap ketiga kurir yang menggunakan mobil Avanza berpelat L.

“Ketiganya mengaku tidak mengetahui barang yang dibawa berupa uang tunai,“ kata Faried.

Saat razia, uang tersebut berada dalam dua kantong yang terdiri dari pecahan Rp5.000 senilai Rp200 juta dan pecahan Rp10.000 senilai Rp300 juta.

Selain uang, di mobil juga ditemukan atribut PAN berupa kaus, form pengaderan relawan, form pelatihan relawan, contoh surat suara, dan dokumen caleg di wilayah DIY, yakni Hanafi Rais dan Arif Setiadi serta beberapa caleg lain.

Kontrak bermeterai

Terkait dengan kontrak bermeterai yang diduga dilakukan seorang caleg di Kota Pekanbaru, Riau, Bawaslu menilai hal itu bukan pelanggaran.

Demikian dikatakan Ketua Bawaslu Riau Edi Saefudin. Menurut dia, janji itu sebagai bentuk tanggung jawab yang bersangkutan sebagai pejabat jika terpilih.

“Kalau memang dia mengatakan jika terpilih akan melakukan sesuatu, itu bukan pelanggaran,“ kata Edi saat dihubungi, tadi malam.

Sebelumnya, anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak mengatakan akan memproses pidana caleg tersebut karena melanggar UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu (Media Indonesia, 8/4). Indonesia Corruption Watch mengaku sudah melaporkan hal itu ke Bawaslu Riau dan pusat.

Page 13: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Berdasarkan dokumen yang diperoleh Media Indonesia, caleg tersebut bernama Syaiful Amri Purba. Dalam kop berjudul `Perjanjian Kontrak Politik Calon Legislatif DPRD Tingkat II Daerah Pemilihan 5 Kecamatan Tampan dan Kecamatan Payung Sekaki', Syaiful menjanjikan akan menganggarkan dalam APBD Kota Pekanbaru Rp100 juta per kelurahan jika terpilih.

Kontrak ditandatangani 1 November 2013. Syaiful Amri Purba ialah caleg DPRD Kota Pekanbaru Dapil 5 nomor urut 8 dari Partai Gerindra.

Selain itu, kasus politik uang juga marak di Bali dan Nusa Tenggara Barat. Kemarin, Bawaslu menggelar apel siaga melalui telekonferensi dengan jajaran pengawas di seluruh Indonesia.

Kepada jajaran pengawas, mulai Bawaslu provinsi, panitia pengawas kabupaten/kota, panitia pengawas kecamatan hingga petugas pengawas lapangan, Bawaslu berharap Pemilu Legislatif 2014 yang digelar hari ini berlangsung demokratis dan tidak dinodai kecurangan dengan politik uang serta lainnya.

Sementara itu, anggota DPD RI incumbent Eni Khairani ditetapkan oleh Polres Bengkulu Utara, Bengkulu, sebagai tersangka dalam tindak pidana pemilu akibat berkampanye melibatkan Kepala Desa Pagar Banyu, Kecamatan Arma Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara, kemarin. (Che/AB/OL/YR/MY/Ant/X-5)

Page 14: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Syarat Calon Gubernur Papua kembali Digugat ke MK

KETENTUAN mengenai syarat untuk menjadi calon gubernur Papua yang minimal harus berijazah sarjana kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi. Kali ini gugatan diajukan oleh seorang warga Papua, Paulus Agustinus Kaifar.

Gugatan serupa pernah diajukan oleh pemohon yang sama pada 18 Oktober 2012 dengan nomor perkara 102/PUU-X/2012. Pemohon menggugat Pasal 12 huruf C Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, kemarin, hakim konstitusi M Alim mengatakan perkara dengan materi gugatan dari pemohon dan kuasa hukum yang sama pernah diujikan ke MK pada 2012. Alim menilai pemohon tidak serius menggugat masalah itu sehingga MK pun tidak bersemangat untuk melanjutkan perkara tersebut.

“Pemohon tidak bersungguh-sungguh atas permohonan ini. Permohonan ini sudah dimohonkan sebelumnya oleh pemohon yang sama dan kuasa hukum yang sama pula,“ tegas Alim yang memimpin persidangan itu.

Alim mengutarakan bahwa pemohon tidak menggunakan haknya untuk memperbaiki permohonannya dan tidak hadir dalam persidangan berikutnya. “Pemohon pada waktu itu tidak menggunakan haknya untuk memperbaiki dan meneruskan permohonannya,“ terangnya. Sementara itu, hakim konstitusi Patrialis Akbar meminta pemohon untuk memperjelas batasan pendidikan yang bisa dicalonkan untuk menjadi gubernur Papua dan bukan sekadar menghapuskan syarat minimal sarjana.

“Syarat untuk menjadi calon gubernur Papua yang diminta perlu diperjelas, tidak ada batasan minimal pendidikan, kalau gitu seorang lulusan SD bisa mencalonkan lagi gubernur di sana,“ kata Patrialis.

Hal itu senada dengan pernyataan hakim konstitusi Aswanto. Menurut dia, pemohonan belum memperlihatkan substansi kenapa permohonan itu diajukan ke MK. “Apa alasan konstitusionalnya sehingga pemohon mengajukan permohonan ini. Apakah pemohon merasa keberatan karena tidak bisa mencalonkan sebagai gubernur Papua,“ papar Aswanto.

Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Abel Rumbiak, mengatakan syarat pendidikan bagi calon gubernur Papua dalam UU Otonomi Khusus Papua melanggar hak konstitusional pemohon yang berpendidikan SLTA. “Syarat ini diskriminatif dan bukan termasuk otsus Papua. Otsus Papua calonnya harus asli Papua, bukan masalah pendidikan,“ jelas Abel.

Selain itu, menurut pemohon, syarat calon presiden pun bisa berpendidikan minimal SLTA dan bukan sarjana.

Page 15: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

“Untuk syarat menjadi capres saja bisa berpendidikan SLTA, kok calon gubernur Papua harus sarjana? Ini ketentuan yang aneh,“ tandas Abel.

Pada Maret 2011, MK menolak uji materi UU Otsus Papua yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Ketika itu, DPRP mempersoalkan ketentuan mengenai pemilihan gubernur secara langsung. Mereka berpandangan pemilihan gubernur Papua harus dilakukan oleh DPRP. (AI/P-3)

Page 16: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

ARSIP PEMILU

Dulu Serangan Fajar, Kini Pascabayar

DINI hari menjelang pencoblosan, lurah dan camat mendatangi rumah-rumah penduduk.Aparat pemerintah itu meminta bahkan mengintimidasi warga untuk memilih partai politik tertentu. Parpolnya apa lagi kalau bukan Golkar. Operasi semacam itu sering disebut serangan fajar. Itu terjadi di pemilu-pemilu Orde Baru.

Intimidasi untuk memilih partai tertentu juga terjadi menjelang hari pencoblosan Pemilu 29 September 1955. Di sejumlah desa di Jawa, seperti dilaporkan Herberth Feith dalam buku Pemilihan Umum 1955 di Indonesia, lurah mengancam pemilih dengan hukuman penjara dan denda besar kalau tidak memilih Partai Nasional Indonesia. Di desa-desa lain, lurah mengancam menunda pembagian garam dan kebutuhan lainnya. Namun, di masa itu tidak dikenal istilah serangan fajar.

Istilah serangan fajar baru dikenal di masa Orde Baru. Kelihatannya diadopsi dari judul film yang diputar pada 1980-an. Film itu memang berjudul Serangan Fajar. Film tersebut mengisahkan serangan pasukan Indonesia yang dipimpin Letkol Soeharto terhadap pasukan Belanda yang menduduki Yogyakarta. Serangan itu terjadi ketika fajar menyingsing.Serangan Fajar ialah versi baru film Janur Kuning SENO dan Enam Jam di Jogja.

Bila di zaman Orde Baru serangan fajar mengandalkan pangkat, jabatan, dan intimidasi, di era reformasi serangan fajar mengandalkan duit dan sembako. Partai politik atau calon anggota legislatif mendatangi rumah-rumah penduduk pada dini hari hingga fajar menyingsing seraya membagikan duit dan sembako. Tujuannya apa lagi kalau bukan agar rakyat memilih parpol atau caleg tersebut.

Belakangan serangan fajar dianggap tidak efektif lagi untuk memobilisasi warga memilih caleg atau parpol tertentu. Banyak warga mengambil duit dan sembako, tetapi emoh memilih parpol atau calegnya. Tak mengherankan jika banyak caleg stres lantaran sudah mengeluarkan duit besar untuk serangan fajar, tetapi tak terpilih menjadi anggota dewan.

Page 17: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Di era reformasi, serangan fajar sering di sebut sebagai bagian dari politik prabayar.Prabayar istilah yang diambil dari mekanisme pembelian pulsa telepon seluler yang dilakukan sebelum pulsa tersebut dipakai untuk bertelepon atau mengirim pesan singkat. Dalam politik prabayar, caleg harus menginvestasikan dulu duitnya untuk menyiapkan alat peraga kampanye dan politik uang, termasuk menyediakan sembako untuk serangan fajar.

Kurang mujarabnya serangan fajar atau politik prabayar tidak terlepas dari jargon ‘jangan ambil duitnya, jangan pilih orangnya'. Kampanye seperti itu sedikit banyak menggugah kesadaran rakyat untuk menolak politik uang. Semakin sempurnalah ketidakefektifan serangan fajar.

Namun, serangan fajar tak sepenuhnya punah. Di kampung-kampung, praktik itu masih terjadi. Bahkan, di media sosial beredar gambar spanduk di satu kampung yang bertuliskan `Menerima Serangan Fajar'. Oleh karena itu, seperti diberitakan Media Indonesia, Minggu, 6 April 2014, penyelenggara, pengawas, dan pemantau pemilu mewanti-wanti serangan fajar.

Kini, para caleg mempraktikkan politik uang model baru, yang dirasakan bisa menjamin keterpilihan mereka. Namanya politik pascabayar. Pascabayar juga istilah yang diadopsi dari praktik pembayaran tagihan telepon seluler yang dibayar setelah pemilih menggunakan telepon selulernya. Pascabayar bermakna caleg membayar pemilih setelah si pemilih membuktikan dirinya betul-betul memilih sang caleg.

Ada politik uang pascabayar yang lebih canggih, yakni dengan pola mirip multilevel marketing disertai kontrak perjanjian bermeterai. Seperti dilaporkan Media Indonesia, Senin, 7 Maret 2014, Indonesia Corruption Watch menyebut praktik itu makin marak.

Sejumlah anggota tim sukses caleg blusukan ke gang-gang dan mengetuk pintu dari rumah ke rumah. Disertai kontrak perjanjian bermeterai, tiap orang ditarget merekrut 10 orang untuk memilih caleg tertentu. Bila memenuhi target, anggota tim sukses diberi Rp2 juta per orang. (Usman Kansong/P-3)

Page 18: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Partai Baru Lebih Memberi Harapan

NURULIA JUWITA SARI

Perilaku politikus berkuasa yang korup dan malas bersidang membuat masyarakat jenuh dengan janji-janji mereka. Masyarakat tidak hanya kecewa pada wakil rakyat yang duduk di DPR, tapi juga pada yang duduk di DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

SIKAP partai politik di parlemen yang membuat masyarakat risi membuat partai politik baru menjadi opsi yang memberikan harapan.

Hal itu dikemukakan pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Jakarta Emrus Sihombing ketika dihubungi, kemarin.

“Saya melihat masyarakat sudah sangat kecewa dengan partai-partai kita. Mereka sudah hilang harapan karena yang tampak ke permukaan, para wakil rakyat sudah mengecewakan amanat rakyat. Itu akibat dari perilaku wakil rakyat sendiri selama menjabat,“ ujarnya.

Kekecewaan masyarakat itu, kata dia, tidak hanya kepada wakil rakyat yang duduk di DPR, tetapi juga yang duduk di DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Rakyat marah terutama karena banyaknya kasus korupsi yang melibatkan para politikus, mulai dari daerah hingga ke pusat.

“Mulai dari DPRD sampai DPR di pusat melakukan korupsi. Bahkan ada beberapa korupsi yang dilakukan di daerah itu secara beramai-ramai. Mereka yang seharusnya melakukan pengawasan, tetapi mereka sendiri yang korupsi,“ cetusnya.

Ditambah lagi, sambungnya, kinerja di parlemen dalam tiga fungsi yakni anggaran, pengawasan, dan legislasi tidak menampakkan prestasi sesuai harapan masyarakat.

“Kondisi ini menguntungkan partai baru dan partai yang tidak terlibat korupsi. Partai baru akan menjadi alternatif sebagai harapan untuk melakukan perubahan. Ini yang ditunggu masyarakat,“ ujarnya. Namun, ia mengingatkan partai baru apabila kelak duduk di parlemen agar tidak melakukan kesalahan yang sama seperti partai yang sudah mengenyam enaknya duduk sebagai penguasa.

Pasalnya, para kader korup dari partai-partai itu awalnya juga mengampanyekan gerakan antikorupsi. Namun, begitu berkuasa dan diberi kepercayaan memimpin oleh masyarakat, mereka justru berlomba-lomba korupsi.

“Partai baru harus betul-betul bekerja untuk rakyat, bahkan harus menjadi pelopor melakukan perubahan. Misalnya, kelak sidang-sidang di parlemen digelar terbuka agar bisa dipantau rakyat. Selama ini sidang tertutup itu yang bahaya dan banyak transaksinya,“ kata Emrus.

Page 19: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Jangan golput

Di kesempatan berbeda, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (Kornas JPPR) M Afifudin mengatakan Pemilu Legislatif 2014 menjadi perhelatan yang sangat penting bagi perubahan nasib bangsa ini.

“Kita harus manfaatkan pemilu ini sebagai momentum pergantian wakil rakyat dan pimpinan kita dengan orang-orang baik. Kita jangan lagi mengulangi kesalahan yang pernah kita buat, terbuai oleh janji-janji. Pilih dengan rasional,“ cetusnya, kemarin.

Menurutnya, cara memperbaiki bangsa ini ialah dengan menggunakan hak pilih. Masyarakat juga diminta berpartisipasi untuk memastikan pemilu berlangsung jujur dan adil dengan memantau dan mengawasi semua proses dalam setiap tahapan pemilu.

Ia menegaskan jika masyarakat tidak menggunakan hak pilih, dampaknya akan sangat besar. “Akibat dari golput, kita harus siap menerima anggota dewan yang tak peduli rakyat,“ pungkasnya. (AT/P-1)

nurulia @mediaindonesia.com

Keluarga Gus Dur Laporkan Cak Imin

Page 20: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

KELUARGA Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selaku pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melayangkan gugatan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Mereka keberatan atas penggunaan foto yang disematkan pada atribut kampanye PKB selama ini, termasuk ungkapan ’Gus Dur adalah PKB dan PKB adalah Gus Dur'.

“Kita temukan fakta ada atribut kampanye calon anggota legislatif (caleg) dari PKB dengan menyandingkan foto Gus Dur di baliho dan atribut kampanye lain. Itu untuk meraih simpati dengan mengatasnamakan Gus Dur. Padahal, pemiliknya (Gus Dur) sudah melarang,“ ungkap juru bicara keluarga Gus Dur, Sastro Al Ngatawi, dalam jumpa pers mengenai gugatan keluarga Gus Dur ke Bawaslu, di bekas Kantor DPP PKB Kalibata, Jakarta, kemarin.

“ Larangan penggunaan simbol Gus Dur sudah ditekankan langsung oleh Gus Dur kepada Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB) dan jajarannya. Seperti setelah Muhaimin memimpin PKB, larangan melalui surat instruksi pada 2008 yang ditandatangani Gus Dur sebagai Dewan Syura PKB dan surat wasiatnya,“ tambahnya.

Surat Instruksi Ketua Dewan Syura DPP PKB dan ditandatangani Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syura DPP PKB dibuat pada 3 November 2008. Di surat itu tertulis, `Melarang dengan keras penggunaan foto maupun gambar dan suara saya (Gus Dur) dalam seluruh kegiatan saudara (Muhaimin) dan jajaran saudara lakukan karena kegiatan yang saudara laksanakan tanpa berpijak pada AD/ART dan DPP PKB. Jika tetap dilakukan, saya atas nama pribadi dan Ketua Dewan Syura DPP PKB akan menuntut ke pengadilan sesuai ketentuan yang berlaku.' Sastro mengatakan larangan dari Gus Dur itu atas prinsip perjuangan Gus Dur untuk tetap memperjuangkan pluralisme, menjamin hak minoritas, dan kesejahteraan rakyat. Faktanya saat ini, sambungnya, prinsip-prinsip tersebut tidak lagi menjadi landasan politik PKB. Kejadian itu setelah PKB dipimpin Muhaimin Iskandar.

Ia menuturkan akhirnya keluarga Gus Dur meminta PKB tidak melibatkan dan mengaitkan Gus Dur dalam berbagai aktivitas politik. (Cah/*/P-1)

Alat Ukur Hasil Pembangunan

Page 21: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Khudori Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat

PEMERINTAH berencana mengubah pelbagai asumsi makro APBN 2014. Perubahan dilakukan karena berbagai asumsi di APBN tak lagi mencerminkan kondisi riil. Dua indikator yang akan diubah ialah nilai tukar rupiah dan lifting minyak dan gas (migas). Rupiah telah terdepresiasi cukup dalam dari asumsi APBN 2014 yang sebesar Rp10.500 per dolar AS. Lifting tahun ini diprediksi hanya 800.000-830.000 barel per hari, lebih rendah daripada asumsi APBN 2014 (870.000 barel per hari). Indikator lain, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, harga minyak, dan tingkat suku bunga SPN 3 bulan masih mencerminkan kondisi riil.

Selama bertahun-tahun, oleh pemerintah pelbagai indikator makro itu dipakai untuk mengukur kinerja pemerintah dan hasil pembangunan. Pemerintah tampak ‘alergi' saat PDI Perjuangan pada 2012 mengusulkan pengangguran dan kemiskinan sebagai dua indikator dalam asumsi makro APBN. PDI Perjuangan beralasan, indikator itu bertujuan menentukan realisasi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Gugatannya selama ini pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi ukuran rakyat sejahtera apa? Siapa yang menikmati pertumbuhan itu?

Saat ekonomi dunia loyo, pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat tinggi. Namun, pertumbuhan itu hanya didorong sektor modern atau non-tradable, seperti sektor keuangan, jasa, realestat, transportasi dan komunikasi, dan perdagangan/hotel/restoran. Pada 2013, pertumbuhan sektor ini cukup tinggi, melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional (5,78%). Sebaliknya, sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan manufaktur) hanya tumbuh rendah, jauh di bawah rata-rata. Ketimpangan pertumbuhan sektor tradable vs nontradable memiliki implikasi serius karena terkait pembagian kue dan surplus ekonomi.

Page 22: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Sektor non-tradable bersifat padat modal, teknologi, dan pengetahuan. Pelakunya segelintir. Sebaliknya, sektor tradable padat tenaga kerja. Karena sifatnya itu, penyerapan tenaga kerja sektor non-tradable lebih kecil daripada sektor tradable. Ini tak hanya berimplikasi pada penyerapan total tenaga kerja yang rendah, tapi juga menyentuh dimensi kesejahteraan: tumbuh, tapi tidak (semuanya) sejahtera. Kontribusi sektor pertanian pada PDB nasional pada 2013 hanya 14%. Padahal, sektor ini menampung 41% dari total tenaga kerja. Akibatnya, sektor pertanian kian involutif, yang ditandai masifnya tingkat kemiskinan di perdesaan.

Defisit kesejahteraan

Ini memunculkan disparitas pendapatan antarpenduduk. Kesenjangan kian melebar, seperti syair lagu: yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Ini terlihat dari naiknya Gini ratio: dari 0,32 pada 2004 jadi 0,41 pada 2011 (makin tinggi berarti makin timpang). Sejak gemuruh pembangunan dilakukan pada 1966, ini pertama kalinya Gini ratio Indonesia masuk ketimpangan menengah (di bawah 0,4 masuk ketimpangan rendah). Pembangunan hanya dinikmati sekelompok kelas ekonomi. Artinya, bila kemiskinan absolut menurun, kemiskinan relatif meningkat. Kesenjangan yang melebar itu menandai defisit kesejahteraan.

Ini kelemahan mengukur pembangunan yang lebih banyak terpaku pada pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan pendapatan bruto kotor/PDB). Hidup bukan hanya soal uang, melainkan juga soal kesehatan, pendidikan, keamanan, kenyamanan, lingkungan, kontinuitas di masa depan, tata kelola pemerintahan yang baik, dan banyak hal lagi. Ini semua tidak bisa dicakup PDB, perlu indikator lain.

PDB adalah indeks tentang output perekonomian keseluruhan suatu negara, hitungan hasil produksi (barang dan jasa) pabrik, panen petani, penjualan ritel, dan belanja konstruksi. Hitungan dilakukan dalam rentang tertentu. Angka itu berfungsi memadatkan luasnya perekonomian nasional ke satu data tunggal dengan densitas luar biasa. Anggapan umum, kian besar PDB kian makmur negeri dan warga. Padahal, tidak demikian.

PDB mencatat produksi barang-jasa di suatu negara, tak peduli siapa yang membuat. Misalnya, perusahaan asing berinvestasi di Indonesia mengeduk minyak, emas, dan batu bara, semua kekayaan mineral yang diangkat dari bumi Indonesia ialah PDB Indonesia.Semua mineral itu milik investor asing. Pemerintah Indonesia kebagian pajak dan royalti yang kecil. Mereka juga mempekerjakan para buruh Indonesia, tetapi gajinya rendah. Bagian terbesar dari hasil itu milik investor asing. Statistik kita mencatatnya sebagai PDB Indonesia. Jika barangnya diekspor, statistik kita mencatat ekspor Indonesia meningkat. Padahal, milik asing.

Ada banyak ketidakpuasan atas pengukuran tunggal itu. Pada 24 Mei 2011, Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang amat bergengsi itu mendeklarasikan indeks kebahagiaan (your better life index), indeks pengganti PDB. Sejak didirikan 1961, OECD

Page 23: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

selalu memakai pertumbuhan ekonomi sebagai ukuran utama keberhasilan perekonomian dan sosial. Pertumbuhan pendapatan nasional boleh tinggi, tapi apa gunanya jika lingkungan rusak, orang tidak sehat, dan hidup tak nyaman?

Itu salah satu alasan OECD kini memakai 11 indikator untuk mengukur kemajuan perekonomian: mencakup pendapatan, perumahan, pekerjaan, masyarakat, pendidikan, lingkungan, pemerintahan, kesehatan, kepuasan hidup, keamanan, serta keseimbangan pekerjaan dan hidup (Ananta, 2011).

Jauh sebelum itu, Bhutan, sebuah negara kecil di pegunungan Himalaya, sejak 1972 telah memperkenalkan indeks kebahagiaan nasional (gross national happiness), bukan indeks pendapatan nasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1990 juga telah menciptakan alternatif pengukuran pembangunan: indeks pembangunan manusia (human development index/HDI). Itu merupakan kombinasi dari pendapatan, pendidikan, dan kesehatan. Tiap tahun PBB mengukur pembangunan di berbagai negara dengan indeks ini. Namun, PBB tak dapat memaksakan semua negara melaksanakan konsep ini. Hampir semua negara, termasuk Indonesia, memakai HDI dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan. Namun, HDI masih dilihat hanya dipakai sebagai catatan pelengkap dalam melihat keberhasilan pembangunan.

Kini juga kian banyak ekonom di dunia yang kecewa pada pertumbuhan ekonomi sebagai pengukur utama pembangunan ekonomi. Para ekonom dunia, seperti Joseph Stiglitz, Amartya Sen, dan Jean-Paui Fitoussi pada 2009 menghasilkan laporan yang menyarankan alternatif pengukuran pembangunan ekonomi, bukan pertumbuhan ekonomi. Menurut mereka, PDB tidak hanya gagal menggambarkan kesejahteraan nyata masyarakat, tapi juga memelencengkan tujuan politik global ke arah pengejaran pertumbuhan ekonomi semata.

Politik Uang di Hari Tenang

Page 24: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Paulus Mujiran Mantan anggota tim seleksi Panwaslu Provinsi Jawa Tengah

Politik uang menjadi noda demokrasi karena merusak kultur pemilihan dalam masyarakat. Lihat saja dari pemilihan kepala desa sampai presiden selalu ada uang.

ISU politik uang selalu menghantui dalam setiap event pemilihan umum (pemilu). Tak terkecuali di hari tenang menjelang pemilu ini. Bahkan, di pagi hari menjelang hari H pemilihan ditengarai politik uang kian gencar.

Politik uang merupakan wujud nyata pragmatisme politik dan penghalalan segala cara mencapai tujuan. Sangat mungkin para kandidat yang berlaga dalam pemilu melalui tim siluman, tim bayangan, melakukan politik uang. Politik uang mirip kentut, meski nyata-nyata terjadi, susah dilacak.

Penyebaran uang lebih mudah terjadi karena tidak selesainya tim bayangan pasangan yang berlaga dalam pemilu. Tidak tampak dari para kandidat yang berlaga untuk membebaskan diri dari jebakan uang. Hal ini sangat beralasan. Konstituen tidak terpengaruh hanya dengan rayuan, bujukan, dan janji manis, tanpa selembar uang.

Uang juga telah menjadi modus baru persaingan antarkandidat. Para kontestan yang berlaga sebenarnya tahu itu merupakan pelanggaran pemilu, tetapi sengaja dipilih karena memberi peluang menang. Di tengah ketatnya persaingan antarkandidat, uang menjadi satu-satunya cara menarik simpati konstituen.

Belajar dari pemilu ke pemilu, politik uang berbau menyengat, tetapi tak dapat dilacak. Pelaku politik uang kian mahir agar praktiknya tidak diketahui publik. Modusnya pun beragam. Dari yang konvensional seperti membagi-bagi bola dalam kampanye, sembako, pakaian, sarung, sampai mirip multilevel marketing (MLM). Semuanya piawai mengakali aturan agar tidak terendus. Bukan rahasia lagi mereka yang menjadi pemenang juga yang mengeluarkan uang dalam jumlah besar.

Pada sisi lain, di kalangan konstituen atau rakyat juga cenderung bersikap pragmatis. Mana yang memberi lebih banyak dialah yang didukung. Kampanye agar menolak uang dan tidak memilih orangnya tidaklah efektif. Bahkan, di lapisan akar rumput, yang dinanti ialah gerilya tim siluman membagi-bagi uang. Dengan demikian, praktik demokrasi langsung di era reformasi ini menyisakan banyak persoalan. Tidak mengemuka adanya keteladanan elite politik mengedepankan kejujuran dalam berpolitik. Politik uang mencerminkan ketidakdewasaan dalam berpolitik dan berdemokrasi. Konyolnya, praktik ini memberi referensi buruk pada generasi mendatang bahwa demokrasi dapat dibeli. Modus kapitalisme demokrasi elektoral ini kian membahayakan.

Demokrasi langsung bukannya mendidik rakyat kian jujur dalam berdemokrasi. Demokrasi langsung justru menjerembapkan rakyat dalam jebakan-jebakan benda-benda material. Makin

Page 25: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

besar uang yang dikeluarkan maka suara yang dapat dibeli juga semakin besar. Dalam demokrasi langsung para pemilih sangat tergantung dengan figur dan citra. Popularitas dan uang yang dikeluarkan seorang calon sangat menentukan besar kecilnya dukungan yang dapat diraih.

Menurut Harold dan Laswell dalam buku The Structure And Function Of Communication In Society (1971), intisari demokrasi terbentuk karena terdapat transaksi politik ketika rakyat menyerahkan mandat kepada partai atau figur yang memang layak memimpin. Kriteria pemimpin pada masa Yunani ialah takwa kepada Tuhan, memiliki kemampuan memimpin, dapat dipercaya, dan hidupnya tidak tercela. Baru beberapa abad kemudian, karena yang dipimpin sering lebih pandai, agar tak merepotkan seorang pemimpin harus lebih pintar daripada yang dipimpin.

Namun, dalam konteks Indonesia, transaksi diterjemahkan sebagai politik jual beli. Karena menjadi mandat atau amanah, suara itu tidak dapat dibeli atau ditukar dengan uang.Jika sebuah jabatan atau kekuasaan dibeli dengan uang, statusnya menjadi lebih rendah.Oleh karena itu, O'Neil Courtesy (1999) menyatakan demokrasi yang ditukar dengan uang adalah pelacuran.

Pelawak Kirun menyindirnya `metune penak mbayare getun' (keluarnya enak, menyesal waktu membayar). Politik uang menjadi noda demokrasi karena merusak kultur pemilihan dalam masyarakat. Lihat saja dari pemilihan kepala desa sampai presiden selalu ada uang. Meminjam Haryatmoko dalam buku Etika Politik dan Kekuasaan (2003), politik uang dalam pemilu merupakan cedera demokrasi karena rakyat tidak dihadapkan pada pilihan-pilihan objektif dan rasional. Kepada rakyat telah dibelikan paket-paket yang mau tidak mau harus dipilih.

Kepercayaan jauh lebih penting ketimbang kekuasaan dan jabatan. Dengan begitu, politik uang potret hancurnya etika demokrasi. Kekuasaan tanpa etika ialah semu. Kekuasaan semacam itu tidak mampu mengubah keadaan bangsa, apalagi membawa kesejahteraan dan kemaslahatan bagi umat. Kita berharap Badan Pengawas Pemilu berani bertindak tegas terhadap praktik politik uang.

Kasus Lapindo Murni Human Error

Page 26: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

PAKAR lingkungan hidup Henri Nur Cahyo menyatakan kasus lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang dihubungkan dengan legenda Timun Mas sangat tidak relevan. Kasus itu dinilainya jelas murni kesalahan manusia, dalam hal ini PT Lapindo Brantas.

“Terlepas dari ada-tidaknya danau lumpur purba, serta benar-tidaknya legenda itu, lumpur tidak bakal menyembur kalau tidak dibor,“ ungkap Henri yang juga penulis buku Rekayasa Dongeng dalam Bencana Lumpur di Sekretariat Walhi, Jakarta, kemarin.

Sebelumnya, ahli geologi Awang Harun Satyana menyampaikan ada hubungan kasus Lapindo dengan legenda Timun Mas. Danau lumpur purba di lokasi itu, menurut Awang, sudah ada sejak awal merujuk ke legenda Timun Mas.

Ia pun menilai PT Lapindo mesti bertanggung jawab atas kasus semburan lumpur karena sumur bornya cuma berjarak 150 meter dari area semburan. (Fat/H-2)

Saktinya Jari Tercelup Tinta Pemilu

Page 27: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

PEMILIHAN umum (pemilu) legislatif hari ini bukan hanya momentum menentukan nasib bangsa ke depan. Jari yang tercelup tinta pemilu sebagai bukti telah mencoblos bisa digunakan untuk menikmati sederetan promo yang ditawarkan produk dan perusahaan tertentu.

Promo-promo tersebut berlaku dalam satu hari dengan penawaran buy one get one, gratis minuman dan makanan, dan diskon hingga harga spesial di tempat wisata. Semuanya bisa didapatkan dengan hanya menunjukkan jari bukti validasi pemilu.

Starbucks, misalnya, memberikan kopi susu gratis bagi masyarakat yang menunjukkan bukti telah memilih. Anda akan mendapatkan satu es krim gratis dengan membeli satu es krim Baskin-Robbins. Diskon sebesar 5% pun diberikan ketika pencoblos ingin berbelanja barang-barang di supermarket Giant.

Ada pula tiket gratis dalam promo buy one get one bagi pengunjung Dufan yang `berjari pemilu'. Wisata Ancol lainnya seperti Altantis dan Ocean Dream Samudra juga mematok harga promo sebesar Rp45 ribu dari harga normal Rp90 ribu di hari biasa. Ada pula beberapa promo yang ditawarkan Jakarta Cakes, Arus Liar, dan lainnya.

Pelaku usaha menyebut penawaran-penawaran itu sebagai sarana untuk mendukung dan menyukseskan Pemilu 2014. Pada gilirannya juga diharapkan meningkatkan penjualan.

Marketing Communications & CSR Manager Starbucks Indonesia Yuti Resani mengungkapkan, masyarakat selalu antusias memanfaatkan promo jari pemilu tersebut.

“Ini kami lakukan untuk mengapresiasi pemilih dalam menyukseskan pemilu. Kami punya local relevant. Ini murni kami kasih sebagai apresiasi kepada pemilih. Bukan karena kerja sama dengan pemerintah,“ ungkap Yuti ketika dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Bagi kalangan pemilih pemula, promo-promo tersebut menjadi suatu motivasi untuk tidak menyia-nyiakan hak suara mereka. Namun, promo pemilu tersebut belum tentu menyentuh kualitas pemilu itu sendiri.

“Mungkin hanya mengurangi golput. Karena masalah sekarang lebih ke golputnya. Untuk memilih yang berkualitas belum sampai sana,“ ungkap Vina salah seorang mahasiswa asal Bandung.

Berkaca pada 2004 dan 2009, banyak angka golput di kalangan anak muda sehingga strategi promo tersebut pun lahir. Komisi Pemilihan Umum (KPU) memproyeksikan jumlah warga negara yang menggunakan hak pilih mereka pada Pemilu 2014 akan meningkat.

Golput yang dulu lantang disuarakan sudah ketinggalan zaman. Partisipasi politik menjadi penting meski harus didorong promo-promo jari pemilu. Selanjutnya, tugas pemerintah untuk menciptakan pemilu yang berkualitas.

Page 28: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Hanya satu yang perlu diingat. Bila hendak memanfaatkan promo tersebut, sebaiknya jangan jari tengah yang dicelup ke tinta pemilu. (Rintang Azhar/E-1)

Merekatkan Jejaring di Langit Terbuka

IRENE HARTY

Page 29: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

Pembangunan bandara bukanlah proyek yang cepat menghasilkan uang.

URGENSI untuk mempercepat revitalisasi bandara-bandara di Indonesia makin tertinggal oleh bandara negara-negara jiran, seperti Singapura atau Malaysia.

“Bandara di Indonesia perlu ditingkatkan dari kapasitas dan kualitasnya, terutama dalam menghadapi ASEAN Open Sky yang akan diterapkan pada 2015,“ kata Direktur Bandar Udara Kementerian Perhubungan Bambang Tjahjono di Jakarta, baru-baru ini.

ASEAN Open Sky merupakan liberalisasi penerbangan di kawasan negara-negara anggota ASEAN. Liberalisasi itu butuh sarana dan prasarana yang mumpuni. Namun, Indonesia selama ini masih menghadapi berbagai kendala soal kebandarudaraan.

Bandara Internasional Soekarno-Hatta, umpama, meski baru-baru ini didaulat sebagai bandara dengan perkembangan terpesat versi Skytrax, itu tidak menutup fakta adanya kepadatan dan kemacetan di sana. Dengan pergerakan penumpang mencapai 62,1 juta, kapasitas Soekarno-Hatta yang `hanya' 18 juta penumpang amat jauh dari memadai.

“Untuk menjawab permasalahan itu, salah satunya dengan meningkatkan pelayanan bandara,“ ujar Bambang.

Akselerasi pengembangan bandara-bandara di Nusantara seyogianya dapat terjadi dengan melibatkan investor swasta. Sebagai pemikat, Kemenhub menetapkan tiga bandara sebagai model project dari proyek 10 bandara nasional yang ditawarkan ke investor swasta, termasuk asing. Ketiganya ialah Bandara Raden Inten II, Bandar Lampung; Bandara Mutiara, Palu; dan Bandara Labuan Bajo, Komodo.

“Nanti tiga dibuat dulu, yang lain ngikutin. Palu banyak peminatnya, Labuan Bajo karena komodo, Lampung karena turis,“ ujar Bambang.

Menurutnya, Bandara Labuan Bajo sudah diincar Grup Khrisna dan asing. Bandara Mutiara diminati Grup Kardek, sedangkan Bandara Raden Inten II dilirik Grup Bakrie dan Angkasa Pura II.

Untuk bandara-bandara lain, imbuh Bambang, sudah ada 38 peminat, termasuk pihak maskapai penerbangan.

“Garuda tertarik, Lion tertarik. Paling banyak investor dari Jepang sampai 13. Uni Emirat Arab 1, Spanyol 2, Singapura 1, Indonesia belasan.“

Sembari menanti due diligence yang diharapkan rampung dalam 4-5 bulan mendatang, Bambang berharap ada perubahan aturan tarif untuk lebih menarik pihak swasta.

Page 30: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

“Kalau pakai tarif KSP (kerja sama pemanfaatan) lama, jadi enggak menarik karena tarifnya bandara dikelola pemerintah,“ sahutnya.

Wilayah timur

Sementara itu, Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan dalam jangka lima tahun mendatang akan ada 62 bandara baru. Dengan begitu, Indonesia bakal memiliki 299 bandara.

Pembangunan bandara baru akan lebih banyak dilakukan di Indonesia Timur. Ia memaparkan pembagian kawasan bandara di Jawa dan Sumatra yaitu setiap radius 100 kilometer, Kalimantan dan Sulawesi setiap 60 kilometer, serta Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua setiap 30 kilometer. Untuk itu, Bambang menegaskan dibutuhkan banyak landasan yang dapat didarati pesawat-pesawat jenis sederhana. “Bagi kami, bandara adalah sebuah jaringan yang kami sebut aerobridges atau jembatan udara,“ ujarnya. (Ant/E-2)

[email protected]

Jembatan Udara yang Memprihatinkan

Page 31: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

PARA pemangku kepentingan mendapuk `jembatan-jembatan udara' Indonesia berkondisi memprihatinkan. Dalam diskusi di Jakarta, awal April ini, PT Nusantara Infrastructure memberikan data 26 bandara kelolaan Angkasa Pura I-II rata-rata mengalami kelebihan kapasitas seiring dengan pertumbuhan industri penerbangan 14%-20% per tahun.

“Persoalan bandara menjadi salah satu problem mendesak yang dihadapi semua pemangku kepentingan terkait transportasi dan konektivitas antarbandara,“ ujar Direktur Nusantara Infrastructure John Scott Younger.

Kapasitas berlebih diduga akibat banyak hal. Menurut data Kementerian Perhubungan, rerata pertumbuhan jumlah penumpang domestik dari 2007 hingga 2016 ialah 13,4%, sementara penumpang internasional 19,3%. Tahun ini, penumpang domestik ditaksir naik jadi 90 juta jiwa lebih dan penumpang internasional di atas 11 juta jiwa.

Menurut Managing Director Qeema Investment Lee Lawrence, pertumbuhan dan perubahan demografi punya pengaruh terhadap lonjakan penumpang, juga pertumbuhan pendapatan. “Indonesia punya pertumbuhan pendapatan per kapita sampai 15% dari 2010 hingga 2017, pariwisatanya juga menarik, dan ada keterbukaan pasar bebas 2015 mendatang.“

Solusi untuk membenahi bandara-bandara nasional, menurut Senior Resident Representative IMF Benedict Binghamada, ada pada kreasi kerja dan regenerasi, inovasi dan iklim investasi, juga edukasi.

“Kerja bukan hanya soal materi, melainkan juga status karyawan dan regenerasi dari luar. Inovasi harus untuk hadapi kompetisi, dan edukasi SDM penting untuk modal di masa datang,“ jelas Ben.

Direktur Pengembangan Kerja Sama Pemerintah Swasta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Bastary Pandji Indra menyebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2005-2025 telah `menginstruksikan' pertumbuhan infrastruktur bandara.

“Sudah masuk fase ketiga (2015-2019). Untuk bangun bandara dalam fase ini, jika persis sesuai rencana, akan memakan US$15 juta lebih, 75% dari skenario menelan US$13 juta lebih,“ kata dia. (Ire/E-2)

Freeport belum Sepakati Isi Kontrak Baru

Page 32: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

PT Freeport Indonesia belum menyepakati isi renegosiasi kontrak dengan pemerintah Indonesia. Ketentuan pelepasan saham (divestasi) untuk pihak nasional menjadi poin yang belum disetujui perusahaan tambang tembaga, emas, dan perak itu. “Masih ada yang harus dibicarakan, salah satunya divestasi,“ ujar Direktur Utama Freeport Roziq B Sutjipto kepada Media Indonesia, kemarin.

Karena itu, pihaknya dan pemerintah akan kembali bertemu untuk menyepakati renegosiasi untuk kontrak baru.

“Pokoknya Dirjen (Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM) minta kita buat suatu matrik yang menunjukkan keinginan pemerintah dan perusahaan seperti apa,“ jelas Roziq.

Hal itu sekaligus menampik klaim pemerintah yang menyatakan renegosiasi kontrak telah tuntas seperti diungkapkan Dirjen Minerba R Sukhyar, Senin (7/4). Ia menyebut renegosiasi kontrak dengan Freeport telah rampung seiring disepakatinya enam poin renegosiasi, di antaranya penaikan royalti dan penerimaan negara, juga pengurangan luas lahan dan kewajiban membangun smelter. Termasuk divestasi 30% dari permintaan pemerintah sebesar 51%.

“Sebesar 51% itu maksimum, tergantung investasinya. Di Indonesia belum ada underground. Itu butuh investasi dan intangible asset seperti keahlian,“ kata Sukhyar.

Penurunan porsi saham divestasi Freeport itu mempertimbangan rencana investasi Freeport untuk pertambangan bawah tanah (undeground).

Terkait dengan luas lahan, Sukhyar menjelaskan perusahaan asal Amerika Serikat itu bersedia mengurangi luas wilayah kerja dari 212 ribu ha menjadi 117 ribu ha. Dengan pengurangan wilayah itu, Freeport mengembalikan area Wagu, Papua, kepada pemerintah.

“Freeport hanya menghendaki 10 ribu ha untuk eksploitasi, sisanya untuk fasilitas penunjang,“ tutur Sukhyar.

Berdasarkan UU No 4/2009 tentang Pertambangan Minerba, ketentuan luas lahan untuk eksploitasi bagi mineral logam maksimum 25 ribu ha dan batu bara maksimum 10 ribu ha. (Aim/E-5)

Tidak Tahu Lokasi Tetap Ingin Intervensi

Page 33: Artikel Pilihan Media Indonesia 9.4.2014

SEJAK pasukan Rusia pertama kali memasuki Semenanjung Krimea awal Maret lalu, berbagai survei jajak pendapat dilakukan beragam media untuk mengetahui sejauh mana warga Amerika Serikat (AS) menginginkan pemerintah mereka merespons situasi tersebut.

Dari berbagai survei rupanya ditemukan bahwa dua pertiga warga AS mengaku ‘cukup akrab’ dengan perkembangan situasi di Ukraina. Namun faktanya, sebagian besar warga AS bahkan tidak tahu letak Ukraina pada peta dunia.

Begitulah yang disingkap dari hasil survei lembaga Survey Sampling International (SSI) yang dilakukan sepanjang 28-31 Maret lalu. Survei tersebut melibatkan 2.066 responden warga AS.

Sebenarnya survei itu bertujuan mengetahui aksi AS di Ukraina seperti apa yang paling dikehendaki para warga. Dalam mengukur standar karakteristik demografi dan sikap kebijakan luar negeri, SSI pun menanyakan responden tentang lokasi Ukraina pada peta dunia. Jawaban atas pertanyaan itu dijadikan tolok ukur wawasan warga AS tentang pandangan kebijakan luar negeri.

Ternyata hasil survei menyimpulkan hanya satu dari enam warga AS, atau cuma sekitar 16%, yang menunjuk lokasi Ukraina dengan tepat di peta dunia. Sebagian besar responden malah menunjuk titik-titik di Asia sebagai lokasi Ukraina.

Warga AS yang lebih muda umumnya memberi jawaban yang lebih akurat ketimbang yang tua. Sebanyak 27% dari responden yang berusia 18-24 tahun mengidentifikasi lokasi Ukraina secara tepat di peta. Sebaliknya, hanya 14% dari responden berusia di atas 65 tahun yang menjawab dengan benar.

Rata-rata responden juga menyatakan bahwa Ukraina berbatasan dengan Portugal di sebelah barat, Sudan di selatan, Kazakhstan di timur, dan dengan Finlandia di utara.

Ukraina, sebenarnya, termasuk negara di Eropa Timur. Ia berbatasan dengan Rusia di timur dan selatan, Polandia, Slovakia, dan Hungaria di barat, serta Laut Hitam di selatan, juga Laut Azov di tenggara.

Survei juga mengungkap bahwa kaum laki-laki berwawasan lebih baik daripada perempuan. Buktinya, 20% responden laki-laki menunjuk lokasi Ukraina dengan tepat, sedangkan responden perempuan hanya 13%.

Meskipun jelas-jelas menunjuk lokasi Ukraina yang salah pada peta dunia, sebagian besar responden toh menginginkan pemerintah AS tetap mengintervensi Ukraina dengan kekuatan militer. (Washingtonpost/ Drd/M-1)