Akut Apendisitis – Apendiktomi Atau Strategi Antibiotic Lini Pertama

download Akut Apendisitis – Apendiktomi Atau Strategi Antibiotic Lini Pertama

of 4

description

di periksa lagi

Transcript of Akut Apendisitis – Apendiktomi Atau Strategi Antibiotic Lini Pertama

Akut Apendisitis Apendiktomi atau strategi antibiotic lini pertama

Seorang laki-laki berusia 56 tahun mengeluh nyeri abdomen yang diderita sejak 2 hari. Nyeri terasa di daerah sentral tetapi berpindah ke kuadran kanan bawah dari abdomennya semenjak 6 jam terakhir. Laki-laki ini mempunyai index massa tubuh sebesar 33, temperature tubuhnya 37,8 C, dan perhitungan jumlah sel darah putih 11,500 per m3. Terdapat nyeri tekan pada saat palpasi di bagian kanan dari abdomennya. CT-Scan yang disarankan oleh dokter yang merawatnya telah dilakukan dan hasil yang didapatkan menunjukkan diagnosa yang mengarah ke apendisitis. Laki-laki ini sudah pernah menjalani 3 kali prosedur operasi: sebuah fundoplikasi Nissen terbuka yang berkomplikasi pada emboli pulmonary dan 2 kali insisi perbaikan hernia. Setelah menerima hasil CT-Scan, laki-laki ini menemukan informasi tentang dokter di Eropa yang menggunakan hanya antibiotik untuk mengobati apendisitis, dan dia menanyakan info tersebut secara spesifik. Bagaimana caramu memanajemen kasus ini?

Masalah Klinis

Sekitar 300,000 orang menjalani apendiktomi setiap tahun di Amerika Serikat, dengan perkiraan waktu hidup dari insiden apendisitis berkisar antara 7-14%, berbasis jenis kelamin, perkiraan hidup, dan presisi/ketepatan diagnosis. Setelah menghitung jumlah apendiktomi yang dilakukan pada pasien yang tidak menderita apendisitis (atau yang biasa disebut apendisitis negatif), banyak yang menggunakan rasio dari apendiktomi ini menjadi tindakan operasi yang bisa menyebabkan apendisitis. Walaupun angka kejadian dari apendiktomi ini sama pada pria dan wanita, pria punya resiko yang lebih besar terhadap apendisitis. Penggunaan dari teknologi foto yang mutakhir dan laparoskopi mungkin telah menyebabkan peningkatan pasien yang terdiagnosis apendisitis, sejumlah pasien yang memiliki gejala apendisitis tanpa pernah menjalani apendiktomi atau mungkin tidak pernah mempunyai proses perjalanan ke apendisitis klinis. Over diagnosis atau dengan kata lain apendisitis yang didiagnosis oleh diri sendiri disugestikan oleh pasien yang mengikuti uji coba penelitian dengan gejala nyeri abdomen non spesifik yang mana ditugaskan secara acak untuk laparoskopi dini atau pengamatan penuh. Apendisitis teridentifikasi pada sekitar 30% dari pasien dalam grup laparoskopi dibandingkan dengan kurang dari 6% dari pasien dalam grup observasi, penemuan ini mengarah kepada pertanyaan terhadap kepentingan klinis dari kasus-kasus baru oleh karena laparoskopi.

Patofisiologi

Sebuah pengertian yang lebih baik daripada patofisiologi apendisitis penting dalam mengevaluasi kemampuan/potensial yang dimiliki oleh strategi antibiotik lini pertama. Apendisitis sudah sejak lama diduga sebagai hasil dari obstruksi luminal dengan fekalit, distensi, meledaknya pertumbuhan bakteri, peningkatan tekanan intraluminal, dan progresifitas jaringan dengan gangrene dan perforasi. Bagaimanapun, sebuah studi terbaru mengukur tekanan luminal pada pasien dengan apendisitis menunjukkan peningkatan tekanan hanya terjadi pada pasien. Pada studi itu juga diteliti bahwa fekalit teridentifikasi pada 18% dari pasien dengan apendisitis (dan 29% pada pasien tanpa apendisitis). Bukti-bukti yang ditemukan juga menunjukkan bahwa perforasi bukanlah hasil yang pasti dari obstruksi appendix. Apendisitis perforasi dan non perforasi mempunyai perbedaan, dimana perforasi biasanya terjadi pada pasien dengan perubahan respon inflamasi atau perubahan pada mikroorganisme kolon.

Strategi dan Bukti-bukti

Diagnosis

Diagnosis dari apendisitis dapat ditegakkan dengan sejarah nyeri abdomen yang dimulai dari abdomen sentral dan bermigrasi ke kuadran kanan bawah, nyeri tekan pada saat palpasi di area itu, mual atau muntah, leukositosis akut, dan demam akut, tapi tidak semua gejala ini tampak pada pasien dan kurang dari 50% pasien mungkin menampakkan gejala ini. Pada sebuah studi yang melibatkan pasien dengan nyeri abdomen yang dicurigai menderita apendisitis (tetapi hasil USG tidak terdiagnosa), prediksi terkuat dari apendisitis adalah migrasi nyeri ke kuadran kanan bawah (rasio odd, 3.4; 95% interfal pasti, 1.5 sampai 7.8) dan muntah (rasio odd, 5.4; 95% interfal pasti, 2.4 sampai 12.4). Penggunaan dari diagnosis foto, kebanyakan menggunakan CT-Scan atau USG, bisa meminimalisir kesalahan diagnosis dan mengurangi rasio dari tindakan apendiktomi yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Walaupun ada laporan tentang variasi sensitifitas dan hasil spesisifik dari seluruh studi yang dilakukan di berbagai negara, sensitifitas dan hasil spesifik dari CT Scan tergolong tinggi (>90%) dan lebih baik dibandingkan dengan USG; dimana rasio dari sensitifitasnya berkisar antara 44 sampai 100% dan hasil spesifiknya berkisar antara 47 sampai 99%. MRI mempunyai karakter performa yang sama dengan CT, tetapi karena ada biaya tambahan, penggunaannya dibatasi hanya untuk pasien yang tidak boleh terkena radiasi atau pasien yang mengalami kesulitan pada saat USG, seperti pasien hamil.

Penggunaan dari sistem skoring Alvarado, yang melibatkan hasil pemeriksaan klinis dan hasil lab, sangat membantu dalam penemuan kasus Apendisitis. Skornya berkisar antara 1-10, dimana skor yang lebih besar mengindikasikan resiko yang lebih besar terhadap apendisitis. Jika skor kurang dari 4, diagnosa apendisitis biasanya bisa dikesampingkan, dan foto serta intervensi lain bisa dihindarkan. Ketika teknologi foto digunakan, USG kualitas tinggi harusnya dipertimbangkan untuk tindakan awal, tetapi hanya di tempat praktek dimana rata-rata akurasi hasilnya tinggi. Jika tidak ada USG kualitas tinggi atau jika USG gagal untuk memvisualisasi appendiks, protokol CT dengan kadar radiasi yang rendah sering digunakan. Pada tempat praktek dimana USG kualitas tingginya tidak tersedia atau dimana radiasi menjadi suatu kekhawatiran (seperti pada kehamilan trimester pertama), strategi pengamatan penuh mungkin menjadi hal yang tepat dilakukan. Pada pasien dengan resiko tinggi (seperti pada pasien dengan fungsi imun yang memburuk) dengan kecurigaan menderita apendisitis, yang mana mungkin strategi pengamatan penuh tidak begitu tepat dilakukan, bisa dilakukan laparoskopi untuk menegakkan diagnosis dan singkirkan appendix, jika diperlukan.

Penatalaksanaan bedahTindakan darurat apendiktomi sudah menjadi penatalaksanaan utama dari apendisitis sejak tahun-tahun terakhir dari era 1800, dengan kemajuan yang pesat pada era 1990, dimana penggunaan dari laparoskopi lebih sering disarankan daripada pendekatan konvensional yang melibatkan insisi dari kuadran kanan bawah (prosedur terbuka). Di Amerika Serikat, apendiktomi dilakukan secara laparoskopi pada 60 sampai 80% kasus, dimana perawatan di rumah sakit berlangsung selama 1 sampai 2 hari dan rasio komplikasi berkisar antara 1 sampai 3%. Pendekatan laparoskopi menjadi kontraindikasi pada pasien yang inflasi dari kavitas abdomen dengan gasnya terkontraindikasi, kebanyakan disebabkan oleh kondisi kardiopulmonarnya. Kebanyakan dari prosedur terbuka di Amerika Serikat dilakukan secara laparoskopi tetapi kemudian dikonversi/diubah ke pendekatan terbuka dikarenakan limitasi/pembatasan teknis, habitus badan, operasi yang sebelumnya pernah dijalani, penyakit yang lebih parah, atau kurangnya pengalaman operasi.

Sebuah studi kohort besar nasional menunjukkan rasio dari infeksi kulit sebesar 3.3% setelah apendiktomi laparoskopi, 6.7% setelah apendiktomi terbuka, dan panjang median dari perawatan di rumah sakit adalah 1 hari dari kedua prosedur itu. Tinjauan sistematis dari percobaan laparoskopi dan apendiktomi terbuka menunjukkan angka kejadian dari infeksi kulit 50% lebih rendah dengan pendekatan laparoskopi (rasio odd, 0.43; 95% interfal pasti, 0.34 sampai 0.54) dan jangka waktu dirawat di rumah sakit 1.1 hari lebih pendek (95% interfal pasti 0.7 sampai 1.5). Sebuah evaluasi menunjukkan pendekatan laparoskopi berhubungan dengan tingkat nyeri post-op yang rendah, tetapi sebuah studi menunjukkan bahwa pada pasien yang tidak tahu bahwa dia menjalani operasi apendiktomi laparoskopi atau apendiktomi terbuka, mereka tidak dapat membedakan perbedaan nyerinya. Alat-alat yang digunakan pada tindakan apendiktomi laparoskopi mempunyai biaya yang lebih dibandingkan tindakan apendiktomi terbuka, tetapi evaluasi dari keefektifitasan biaya menunjukkan bahwa hasil dari apendiktomi terbuka juga membuat lama perawatan di rumah sakit menjadi berkurang.

Walaupun tindakan apendiktomi setelah diagnosis berhasil ditegakkan merupahan rutinitas praktek, tindakan dini dari apendiktomi masih dipertanyakan. Pada sebuah studi kohort suatu wilayah pada pasien dewasa yang menjalani apendiktomi, jarak waktu yang diperlukan unit gawat darurat untuk mengevaluasi dan tindakan operasi tidak bisa memprediksi resiko dari perforasi. Data ini memunculkan sebuah pertanyaan tentang perlakuan tindakan darurat operasi apendiktomi dengan tujuan mencegah perforasi. Sebuah studi observasi lain menunjukkan bahwa lamanya waktu sebelum dilakukannya operasi tidak berhubungan dengan resiko kejadian perforasi tapi berhubungan dengan resiko infeksi pada operasi.

Daerah yang tidak pasti

Ketidakpastian pada penatalaksanaan apendisitis adalah apakah tindakan apendiktomi diperlukan atau bisa hanya dengan penggunaan antibiotik. Penatalaksanaan dari apendisitis berupa penggunaan antibiotik diberikan kepada pasien yang mempunyai sejarah proses inflamasi yang lama, dengan phlegmon atau abses. Sementara ini, antibiotik yang diberikan secara intravena disarankan untuk pasien ini dan juga drainase abses, dimana hal ini dilakukan untuk menghindari operasi tambahan, seperti ileocecektomi atau ileostomy. Keberhasilan dari pendekatan antibiotik lini pertama pada personel tentara yang menderita apendisitis saat berada di laut (dimana mereka tidak memiliki akses ke ruang operasi) mendukung strategi ini ke pasien dengan apendisitis yang tidak berkomplikasi. Beberapa percobaan acak dilakukan dan menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik lini pertama berhasil menyebabkan pasien terhindar dari operasi apendiktomi.