Antibiotic Propilaksis Pada Pasien Luka Baka1

25
Antibiotik profilaksis pada pasien luka bakar : Tinjauan systematic dan meta-analisis Abstrak : Tujuan : untuk menilai efektifitas pemberian antibiotik profilaksis dibandingkan dengan antibiotik sistemik pada pasien luka bakar Desain : tinjauan sistematik dan meta – analisis data acak maupun dari kontrol penelitian kuasi - acak melibatkan pasien luka bakar dengan membandingkan antibiotik profilaksis (sistemik, tidak dapat diserap, atau topikal) dengan placebo atau tidak menerima terapi. Sumber data : PubMed, perpustakaan Cochranae, LILACS, Embase, Conference Proceeding, dan Bibliographies. Tidak ada bahasa, tanggal, atau publikasian data bersifat tertutup. Metode tinjauan : Data diolah secara bebas oleh dua orang pengamat. Hasil primer yang didapatkan semua yang menyebabkan kematian. Resiko atau rasio rata – rata 95% data konfidensial yang dikemukakan dengan model efek tetap jika heterogenitas tidak muncul.

description

antibiotik

Transcript of Antibiotic Propilaksis Pada Pasien Luka Baka1

Antibiotik profilaksis pada pasien luka bakar :Tinjauan systematic dan meta-analisisAbstrak : Tujuan :untuk menilai efektifitas pemberian antibiotik profilaksis dibandingkan dengan antibiotik sistemik pada pasien luka bakarDesain : tinjauan sistematik dan meta analisis data acak maupun dari kontrol penelitian kuasi - acak melibatkan pasien luka bakar dengan membandingkan antibiotik profilaksis (sistemik, tidak dapat diserap, atau topikal) dengan placebo atau tidak menerima terapi.Sumber data : PubMed, perpustakaan Cochranae, LILACS, Embase, Conference Proceeding, dan Bibliographies. Tidak ada bahasa, tanggal, atau publikasian data bersifat tertutup.Metode tinjauan : Data diolah secara bebas oleh dua orang pengamat. Hasil primer yang didapatkan semua yang menyebabkan kematian. Resiko atau rasio rata rata 95% data konfidensial yang dikemukakan dengan model efek tetap jika heterogenitas tidak muncul. Hasil : Penelitian ini menganalisa 17 penelitian. Penelitian ini menilai adanya penurunan signifikan terhadap semua faktor yang menyebabkan kematian dengan pemberian antibiotik profilaksis sistemik selama 4 sampai 14 hari ketika dirawat inap (rasio resiko 0.54,59% dengan interval 0,34 sampai 0,87, 5 penelitian). Jumlah koresponden yang perlu mendapat perlakuan ialah 8 (5 sampai 33), dengan rata rata kontrol kejadian 26%. Penggunaan antibiotik perioperatif non - absorable atau antibiotik topikal secara tunggal, sedikit banyak tidak mempengaruhi mortalitas. Didapatkan penurunan terhadap resiko infeksi pneumonia dengan pemberian antibiotik profilaksis sistemik dan penuruan infeksi pada luka bakar dengan profilaksis perioperatif. Terdapat penurunan infeksi Staphylococcus aureus atau kolonisasi terhadap pemberian antibiotik anti staphylococcus. Pada tiga penelitian, terdapat peningkatan resistensi terhadap antibiotik profilaksis yang digunakan (rasio rata rata 2.84, 1.38, 5.83). secara keseluruhan kualitas metodologi penelitian sangat buruk.

Kesimpulan : pemberian antibiotik profilaksis sistemik memiliki efek yang sangat menguntungkan pada pasien pasien dengan luka bakar, namun kualitas data metodologi yang kurang kuat. Seperti halnya penggunaan profilaksis pada pasien luka bakar berat tidak dianjurkan kecuali selain untuk perioperatif, diperlukannya penelitian kontrol acak untuk menilai penggunaan antibiotik tersebut.Pendahuluan : luka bakar berat merupakan hal yang penting bagi masalah kesehatan yang banyak ditemui diseluruh dunia, serta menyerang siapa saja, baik orang dewasa maupun anak anak. Infeksi pada pasien luka bakar merupakan masalah utama, berdasarkan data insidensi didapatkan infeksi nosokomial berbagai jenis varian yaitu 63 240 per 100 pasien dan 53-93 per 1000 pasien perhari, tergantung dari defenisi yang digunakan. Infeksi menyebabkan kerugian yang besar serta dapat menjadi penyebab kematian. Pada penelurusan 175 pasien yang mengalami luka bakar berat, infeksi diyakini sebagai penyebab terbesar kegagalan multi organ sebanyak 83%, dan 36% kematian penderita luka bakar disebabkan langsung oleh infeksi.Infeksi pada pasien luka bakar berasal dari berbagai sumber. Luka bakar menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri Gram positif, dan terbanyak disebabkan Staphylococcus, yang merupakan organisme normal yang banyak ditemukan pada kelenjar keringat, dan foliker rambut yang terekspos akibat luka bakar. Kelembaban, serta kerusakan vaskular menyebabkan pertumbuhan bakteri yang semakin cepat pada eschar. Infeksi bakteri gram negatif merupakan hasil translokasi dari Kolon akibat dari penurunan aliran darah mesenterika pada saat terpapar oleh panas. Selanjutnya, defisit sistem imun diperlihatkan oleh beberapa pasien luka bakar, termasuk kerusakan respon limfosit T sitotoksik, neutropenia yang disebabkan terlambatnya maturasi myeloid, fungsi neutrofil yang melemah, serta penurunan produksi makrofag. Pada akhirnya pasien luka bakar bisa terpapar infeksi di rumah sakit akibat penularan dari pasien lain di ruang rawat intensif, termasuk kateter intravaskular, infeksi pneumonia yang berhubungan dengan mesin ventilator, secara keseluruhan insidensi infeksi sekunder lebih tinggi di ruang rawat intensif.Antibiotik profilasksis menurunkan mortalitas, bakteremia, dan infeksi pneumonia akibat penggunan ventilator terhadap pasien yang dirawat di ruang rawat intensif. Teradapat kesamaan ekfektifitas penggunaan antibiotik profilaksis antara pasien luka bakar dan pasien di perawatan intensif. Pada luka bakar, kulit merupakan salah satu sumber infeksi dan daerah tersebut merupakan daerah dengan kualitas imunosupressan tinggi. Hampir tidak ada Literatur dan konsensus terkini yang tidak menganjurkan untuk memberikan antibiotik profilaksis sistemik terhadap penderita luka bakar berat. Manajemen terapi yang direkomendasikan tidak menyebutkan antibiotik sistemik sebagai profilaksis atau menegaskan bahwa antibiotik profilaksis tidak direkomendasikan. Masih belum banyak bukti mengenai pemberian terapi antibiotik profilaksis secara rasional, tidak ada keuntungan atau efek samping pemberian obat, kolitis akibat Clostridium difficile yang terinduksi akibat resistensi antibiotik.

Bagan 1 | identifikasi kriteria inklusiBahwasanya, infeksi secara hematogen setelah melewati minggu pertama disebabkan oleh bakteri yang ada dirumah sakit dan resisten terhadap berbagai obat. Rekomendasi mengenai profilaksis perioperatif yang beragam dan sumber terbanyak mengenai perioperatif terbatas pada pasien yang menderita luka bakar berat (>40% dari total luka bakar).Penulis melakukan ulasan sistematik dan meta-analysis dari kontrol acak dan kontrol penelitian kuasi acak untuk menilai antibiotik profilaksis pada pasien luka bakar, dalam hal perioperatid dan pengaturan umum. Penulis terutama memeriksa efek profilaksis pada semua penyebab mortalitas.MetodeKriteria selektifPenulis memasukkan penelitian acak atau penelitian kuasi-acak (dengan metode generasi yang tidak adekuat), dengan mengambil sampel pasien rawat inap dengan luka bakar (pasien dengan luka bakar kriteria dan derajat apa saja, dengan atau tanpa trauma inhalasi), tanpa memperhatikan status publikasi atau bahasa. Intervensi penilaian adalah antibiotik profilaksis dibandingkan dengan plasebo atau tidak menerima terapi. Profilaksis didefinisikan sebagai antibiotik yang diberikan pada pasien tanpa tanda infeksi yang ditemukan tanpa memperhatikan tanda tanda inflamasi sistemik, termasuk antibiotik yang diberikan secara intravena, oral, atau intramuscular, antibiotik oral non - absorable, atau antibiotik topikal ( pembersihan luka atau inhalasi). Regimen yang termasuk adalah sistemik dan non absorbable atau antibiotik topikal termasuk dalam kategori sistemik. Antibiotik dapat diberikan pada waktu kapan saja ketika sedang dirawat (pemeberian umum) atau target spesifik pada waktu prosedur pembedahan (perioperatif). Penulis mengecualikan salep yang tidak mengandung anti mikroba atau dressings (perak dengan atau tanpa sulfat, iodin, atau mafedin) dan anti jamur, kecuali diberikan untuk intervensi identik dan mengontrol lengan. Penulis mengecualikan perbandingan dosis atau jadwal pemberian terhadap antibiotik yang sama.

HasilProtokol diartikan sebagai hasil primer penyebab mortalitas pada 100 hari setelah randomisasi. Belum ada penelitian mengenai data 100 hari atau penelitian yang serupa, atau penelitian dengan jangka waktu yang serupa, maka penulis mengambil data mortalitas dirumah sakit dari penelitian apa saja per protokol. Hasil sekunder termasuk bacteremia, pneumonia (termasuk pneumonia akibat penggunaan ventilator), infeksi dari luka bakar, waktu rawat inap di rumah sakit, infeksi yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus aureus, dan S Aureus resisten metisilin (MRSA), induksi resisten, infeksi jamur (fungemia atau infeksi klinis terhadap jamur), dan kejadian buruk. Induksi resistensi didefenisikan perprotokol sebagai infeksi klinis (bukan kolonisasi) disebabkan oleh resistensi bakteri terhadap satu atau beberapa antibiotik termasuk regimen profilaksis. Penelitian melaporkan pengambilan data dan defenisi yang diolah berasal dari isolasi resistensi(termasuk klinis dan kolonisasi bakteri). Selain itu penulis menerima dan mendokumentasikan definisi hasil penelitian lain yang digunakan dalam penelitian ini.

Metode penelitianPenulis menelusuri PubMed (1966 sampai 2009), perpustakaan Cochrane (issue 4,2008), LILACS (1982 sampai februai 2009), Embase (1974 sampai oktober 2009) dan Konferensi( Intersciense Conference on Antimicrobial Agents and Chemotherapy 195 2008;European Confress of Clinical Microbiologi and infectious disease 2000-8; Annual Meeting of American Burn Association 2001-9; Congress of the International Society fir Burn injuries 2007; and the Annual Southern Region Burn Conference 2008-9). Penulis menggaris bawahi kata luka bakar atau total body surface area or TSBA dan istilah MESH dengan istilah antibiotik, infeksi, sepsis, atau bakterimia. Pada kontrol penelitian acak penulis menggunakan data dari PubMed dengan Cochrane yang sensitifitas tinggi. Penulis menyalin referensi dari seluruh artikel yang termasuk dalam penelitian tambahan. Penulis telah dihubungi untuk melengkapi data mortalitas dan metode acak (setiap penulis menambahkan metode dan data).

Kumpulan dataDua orang pengamat (TA dan AL) menginspeksi data setiap referensi yang telah diidentifikasi oleh peneliti secara independen, menyalin seluruh teks dari penelitian yang relevan, menggunakan kriteria inklusi, dan ekstraksi data. Ketidakcocokan ekstraksi data diperbaiki oleh diskusi yang dilakukan oleh pengamat ketiga (MP). Pengamat menilai rangkap resiko bias menggunakan evaluasi berdasarkan domain, klasifikasi penilitian bukan acak diutamakan untuk alokasi resiko pasien hingga intervensi tangan (urutan generasi) dan perahasiaan dari proses ini (alokasi perahasiaan). Hal ini dinilai adekuat, tidak jelas, atau tidak dapat digambarkan dan tidak tidak adekuat( sebagai contoh, alternative, alokasi oleh hari perawatan, ruang perawatan), sebagaimana yang direkomendasikan oleh Cochrane Handbook. Penulis juga menilai secara blinding dan intention untuk mengolah analisa. Penilaian efek alokasi perahasiaan pada hasil akhir melalui analisis sensitif, dan restriktif analisa terhadap penelitian dengan alokasi perahasiaan.

tabel 1. Karakteristik penelitian untuk memeriksa pengaturan pemberian antibiotik profilaksis pada pasien luka bakar. Angka menggambarkan SD atau SE atau median kecuali jika terdapat pernyataan lainAnalisa dataHasil akhir dikotomi (mortalitas, perkembangan resistensi, dan efek samping) tergambarkan pada setiap pasien dan penghitungan data (infeksi, bakteremia) dilakukan setiap hari per pasien. Rasio rata rata yang dihitung sebagai rasio kejadian per pasien perhari. Hasil yang diperlihatkan dengan menggunakan model efek tetap Mantel-Haenszel (Review Manager (RevMan), versi 5 untuk windows, kolaborasi Cochrane, Oxford). Penulis menggunakan X2 untuk memisahkan heterogenitas (P50%). Hasil demgan heterogenitas signifikan tidak dikumpulkan. Penulis mengantisipasi heterogenitas yang berkaitan luas permukaan tubuh dan derajat luka bakar, tetapi tidak membuat grup grup analisis karena kurangnya penelitian. Analisa terbagi atas tingkatan berdasarkan mode dan intervensi antibiotik : antibiotik sistemik (yang mana dapat diberikan pada perawatan umum atau perlakuan perioperatif), antibiotik non - absorable, dan antibiotik topika karena kurangnya ujicoba yang dilakukan pada setiap analisa, penulis tidak menggunakan metode formal untuk menginvestigasi publikasi bias.Penelitian menghasilkan 368 publikasi yang berbeda, atau 39 potensial relevant. 27 penelitian tidak dimasukkan. Penulis mengidentifikasi 5 penelitian melalui pencarian referensi dan menggabungkan 17 penelitan (37 penelitian yang sedang berlangsung), satu dari beberapa yang telah dipublikasikan sebagai abstrak. Penelitian yang telah dipublikasikan dari 1968 sampai 2008 dan mengikutsertakan 1113 pasien (median 51, berjarak 15 0 149). 4 penelitian mengenai anak anak dan dewasa muda (tabel 1 dan 2). Total luas permukaan tubuh yang tercederai adalah >20% pada 12 penelitian (>30% pada 9). Kebanyakan penelitian tidak melaporkan jumlah pasien dengan Full Thickness burns. 12 pemberian antibiotik profilaksis sitemik ; 6 penelitian dinilai secara umum dan 6 antibiotik perioperatif. Antibiotik sistemik ditujukan pada bakteri gram positif dan median 8,5 hari (jarak 4 14) pada pengaturan umum. Penilaian dua penelitian profilaksis sistemik umum dan tidak ada penelitian pada perioperatif dan termasu komponen non - absorable. Satu penilain hanya mengenai profilaksis non - absorable., tiga penelitian terapi antibiotik topikal, dan satu penelitian mengenai antibiotik inhalasi, target utama ialah bakteri gram negatif.Lima dan enam percbaan secara respektif, menggambarkan urutan yang memadai dan perahasiaan alokasi. Penelitian yang tidak adekuat pada 3 kuasi acak yang digunakan sebagai alternasi atau jumlah rumahsakit untuk urutan generasi tidak digambarkan pada seluruh penelitian (tabel 2 gambar 2). Pasien dan penjaga pasein dilakukan penelitian pada 7 penelitian (6 menilai profilaksis sitemik). Hasil berdasarkan niat untuk memberikan terapi dilaporkan pada seluruh penelitian kecuali 2 penelitian.

Tabel 3. Karakteristik penelitian antibiotik profilaksis sistemik pada pasien luka bakar dengan rencana perioperatif. Angka berarti SD atau SE, kecuali ada pernyataan lain.Hasil utamaSembilan penelitian melaporkan seluruh penyebab mortalitas di rumah sakit (gambar 3). Profilaksis sitemik pada pengaturan umum diasosiasikan terhadap reduksi signifikan pada seluruh penyebab mortalitas (lima penelitian dengan 272 pasien, rasio rata rata 0.53,95%, interval konfidensial 0,34 sampai 0,87), tanpa heterogenitas sigifikan (P=0.21, I2=32%). Jumlah koresponden yang perlu diterapi adalah 8 (5 sampai 33), dengan kontrol kejadian rata rata 26%. Antibiotik yang digunakan termasuk cefotaxime, trimethroprim sulfamethoxazole, penicillin, polumyxin B, dan kombinasi dari neomycin oral., erythromycin, dan nystatin. Terdapat pengecualian yang memadai dan bermanfaat dalam perahasiaan alokasi (0.42, 0.22 sampai 0.79, 3 penelitian). Tidak ada perbedaan mortalitas yang signifikan pada pemberian antibiotik profilaksis non - absorable atau antibiotik profilaksis topikal.

Gambar 2. Penilaian bias secara keseluruhanHasil sekunderTerdapat hasil yang beragam diantara penelitian yang dilakukan ; tabel 4 menyimpulkan hasil. Tujuh penelitian membandingkan 4835 hasil melaporkan pasien dengan bakteremia. Satu penelitian yang memberikan teicoplanin sebagai profilaksis perioperatif memperlihatkan tingginya reduksi yang signifikan (rasio rata rata 0.26, 0.15 sampai 0.45); sementara penelitian yang lain, termasuk perlakuan yang biasa diberikan memperlihatkan tidak adanya perbedaan yang signifikan baik secara individual maupun yang dikumpulkan. Lima penelitian melaporkan infeksi pneumonia (terbanyak melalui penggunaan ventilator) (103 kejadian, 2624 hari perawatan pasien). Penggunaan antibiotik sistemik pada operasi biasa maupun persiapan perioperatif memperlihatkan reduksi signifikan terhadap infeksi pneumonia (0.55(0.36 sampai 0.84), tiga penelitian). Sebelas penelitian melaporkan infeksi yang berasal pada luka bakar (bukan kolonisasi) (295 kejadian, 7375 pasien). antibiotik perioperatif profilaksis sistemik memiliki keuntungan pada batas signifikansi sementara antibiotik sistemik dan antibiotik topikal tidak berefek. Kebanyakan penelitian tidak melaporkan lamanya durasi perawatan yang dapat dikemukakan.

tabel 3. Definisi hasil dan metode yang digunakan pada penelitian individualPada penelitian mengenai mikrobiologi, mengemukakakn bahwa infeksi atau kolonisasi oleh P aeruginosa tidak memberikan perbedaan terhadap pemberian atau perlakuan terapi antibiotik spektrum anti pseudomonal ( empat penelitian, 1.06, 0.66 sampai 1.71, tujuh penelitian respektif 0.89, 0.62 sampai 1.28,). Pemberian profilaksis anti staphylococcus menurunkan angka infeksi S aureus yang siginifikan (dalam 6 penelitian, 0.58, 0.43 sampai 0.76), ketika penilaian mengenai pemberian antibiotik namun tanpa anti staphylococcus didapatkan peningkatan secara keseluruhan dengan heterogenitas signifikan (I2=51%). Bersamaan dengan itu infeksi MRSA menurun secara signifikan ketika penggunaan profilaksis anti MRSA diterapkan( tiga penelitian ,0.36, 0.19 sampai 0.70). dilaporkan bahwa infeksi jamur sering didapatkan seiring dengan pemberian antibiotik profilaksis, namu tanpa perbedaan signifikan. (1.58, 0.63 sampai 3.99, tujuh percobaaan).

Gambar 3 seluruh penyebab mortalitas pada pasien luka bakar merujuk pada jenis antibiotik profilaksisKetika pengawasan kultur penelitian dilakukan, hasil yang berkaitan dengan induksi resistensi luka bakar hampir tidak ada (tabel 3). Penelitian mengenai antibiotik yang berasal dari sumber manapun memperlihatkan resistensi bakteri yang terisolasi dan didapatkan angka yang lebih tinggi pada intervensi lengan (2.84, 1.38 sampai 5.83, tiga penelitian, satu topikal, dua sistemik). Tiga penelitian yang dilaporkan mengenai infeksi yang resitsten terhadap antibiotik namun tidak berkaitan dengan intervensi antibiotik (MRSA atau resistensi gentamicin), lebih rendah pada intervensi lengan (0.42, 0.18 sampai 0.98).

Enam penelitian melaporkan efek samping yang relative, yang mana dari tiga penelitian melaporkan tidak ada peristiwa. Efek samping didapatkan ketika diskontinuitas terapi antibiotik secara spesifik; terdiri dari ruam pada dua penelitian dan satu penelitian didapatkan diare. Tingginya angka rata rata penghentian terapi disebabkan oleh efek samping dari terapi yang berlebihan (4.97, 1.08, 22.96). Kolitis pseudomembranosa tidak ditemukan.DiskusiBukti bukti yang dikemukanan pada tinjauan sistematik yang dilakukan memperlihatkan penurunan signifikan pada seluruh penyebab mortalitas pada pemberian antibiotik profilaksis pada pasien luka bakar (khususnya pasien luka bakar berat) selama 4 14 hari , dengan jumlah pasien yang perlu diterapi adalah 8 (5 sampai 33). Profilaksis sitemik berkaitan dengan penurunan insidensi infeksi pneumonia, serta penatalaksanaan perioperatif menurukan angka rata rata infeksi luka. peningkatan resistensi pada penggunaan antibiotik profilaksis. Temuan yang didapatkan berdasarkan penelitian sederhana dan kebanyakan metode randomisasi masih tidak jelas atau jelas tidak memadai. Hasil yang didapatkan berhubungan dengan consensus saat ini dan merujuk pada pemberian antibiotik profilaksis pada pasien luka bakar berat.Perbandingan studi dilakukan di unit rawat intensif. Bukti mengenai efek antibiotik profilaksis tersedia dari penelitian pada pasien sakit kritis di unit rawat intensif. Pada kondisi ini profilaksis dengan antibiotik non-absorbable atau topikal (oropharyngeal) bertujuan untuk dekontaminasi bakteri gram negatif pada saluran pencernaan, S aureus dan Candida. Kebanyakan penelitian dilakukan untuk menilai pemberian antibiotik profilaksis diberikan pada pasien di ruang rawat intensif, namun antibiotik spektrum luas juga diberikan selama beberapa hari pertama. Seluruh regimen antibiotik selektif(sistemik dan non absorbable) meperlihatkan reduksi dekontaminasi saluran cerna yang menyebabkan mortalitas (rasio odds 0.71, 0.61 sampai 0.82) dibandingkan intervensi tunggal antibiotik non absorbable. Regimen dekontaminasi selektif menyebakan penurunan infeksi gram negative, dan pemicu resistensi pada penelitian yang dilakukan tidak ditemukan. Pada penelitian yang dinilai pada pasien luka bakar, pemberian antibiotik sistemik secara tunggal diberikan pada semua perioperatifdan beberapa penelitian pemberian profilaksis umum. Penelitian terkini, memperlihatkan reduksi mortalitas dan infeksi pneumonia yang berkaitan dengan penggunaan ventilator, menggunakan regimen dekontaminasi selektif. penurunan infeksi S aureus dengan pemberian profilaksis perioperatif. Dengan mempetimbangkan faktor resiko serupa pada pasien rawat intensif dan luka bakar, kerentanan pasien luka bakar terhadap luka bakar disebabkan oleh flora kulit dan bukti yang tersedia merujuk pada pemberian regimen optimal untuk profilaksis pasien luka bakar, termasul antibiotik sistemik dan non absorbable. Antibiotik ditujukan pada bakteri gram positif akan meningkatkan kegunaan profilaksis perioperatif setelah penghentian antibiotik sistemik.

Tabel 4. Hasil sekunder pada pasien luka bakar, merujuk pada antibiotik yang diberikan

Batasan dan kekuatan penelitianPenulis memasukkan sistemik, non absorbable, dan topikal antibiotik untuk memeriksa efek masing masing regimen secara terpisah dan menilai efek kombinasi terhadap induksi resistensi. Penulis melibatkan semua jenis luka bakar, meski tujuan pemberian profilaksis lebih dititik beratkan pada pasien luka bakar berat. Kebanyakan penelitian mengambil sampel pasien yang mengalami luka bakar lebih dari 20% total luas permukaan tubuh, dan rata rata mortalitas pada penelitian kelompok kontrol adalah 25% dinilai berdasarkan profilaksis sistemik, dan 17% yang melaporkan mortalitas pada seluruh penelitian (gambar 3). Kekurangan penelitian menghalangi analisa secara terpisah untuk pasien dengan luka bakar full thickness.Penelitian ini termasuk uji rentang periode panjang, dimulai sebelum 1968 dan publikasi terakhir pada tahun 2008. Selama periode ini kemajuan dalam hal pengobatan dan teknik pembedahan serta perubahan pola terapi antibiotik dan resistensi antibiotik bermunculan serta pembatan validitas bukti semakin bermuncula. Metode acak sangat tidak memadai (kuasi acak) pada tiga penelitian, dan kebanyakan penelitain lain tidak melaporkan metode yang digunakan. Meskipun penelitian eklusi kuasi acak tidak menurunkan efek mortalitas, hasil yang dipresentasikan harus lebih hati hati. Akhirnya, meskipun penulis melakukan pencarian komprehensif, penulis masih belum yakin bahwa tidak melewatkan penelitian yang belum terpublikasikan atau penelitian yang lebih lampau tidak ditandai sebagai kontrol acak. Kekurangan tiap penelitian menghalangin penilaian publikasi bias.Implikasi dalam praktekInfeksi adalah penyebab utama kematian pada pasien dengan luka bakar, bahkan memberikan protokol resusitasi kontemporer dan teknik pembedahan. Onset dari infeksi sulit ditandai dikarenakan pasein dengan luka bakar berat biasanya datang dengan tanda inflamasi sistemik dan shok. Trauma inhalasi akibat penggunaan masker menyebabkan timbulnya pneumonia. consensus yang dilakukan American Burn Associations memberikan defenisi mengenai sepsis terhadap pasien pasien luka bakar, didesain secara khusus untuk penderita luka bakar. Meski dengan defenisi yang meningkat, masih terdapat kesulitan untuk memastikan terapi antibiotik yang tepat untuk pasien tersebut; terlebih lagi munculnya antibiotik profilaksis. Di rumah sakit, unit luka bakar diyakinin sebagai sumber munculnya bakteri multi resisten . sejarah munculnya MRSA dan spesise Pseudomonas dan Acinetobacter yang resisten banyak obat berkaitan dengan unit luka bakar. Terlebih lagi resistensi vankomisin terhadap spesies Enterococcus dan S Aureus. Lebih lagi ketakutan terhadap induksi resistensi terhadap profilaksis antibiotik semakin banyak. Untuk kelangsungan hidup terhadap resiko infeksi silang pada pasien di masa depan akan semakin berat. Reduksi mortalitas teradapat pada analisis saat ini, namun perlu dikonfirmasikan dari penelitian kontemporer besar.Implikasi untuk penelitian lebih lanjutPenelitian pada masa depan sebaiknya menilai keseluruhan regimen dekontaminasi selektif termasuk antibiotik sistemik dan non absorbable. Durasi komponen sistemik mungkin dapat dibatasi selama empat hari pertama, serupa dengan regimen penelitian saat ini dan ujicoba pada pasien di ruang rawat intensif. pembatasan profilaksis perioperatif terhadap bakteri gram positif dapat lebih diperhatikan. Protokol resusitasi optimal dan perawatan lokal sebaiknya disediakan secara seragam untuk menilai keuntungan pemberian antibiotik profilaksis pada terapi terbaik saat ini. Perhatian khusus sebaiknya ditujukan pada infeksi silang diantara pasien pasien yang menerima terapi. Metode kontemporer yang digunakan pada penelitian penelitian diberbagai pusat penelitian sebaiknya memastikan urutan generasi yang memadai dan alokasi perahasiaan. Meskipun kontrol penelitian acak mungkin bukan suatu standar optimal untuk menilai perkembangan resistensi (pengacakan pasien yang berada pada unit dan waktu yang sama tidak memadai). Upaya khusus sebaiknya diletakkan pada dokumentasi efek profilaksis pada kolonisasi (menggunakan kultur dibawah pengawasan) dan infeksis klinis yang disebabkan bakteri resisten banyak obat perlu diperhatikan. Efek samping yang lain termasuk kolitis C difficile dan infesi jamur perlu ditandai. Akhirnya, pasien pasien tergabung dalam keuntungan profilaksis terhadap penyakit dan tujuan dalam menangani pasien luka bakar. Analisis saat ini (26% penyeab kematian pada kontrol penelitian dan 0.54% resiko relatif) menyarankan berbagai pusat penelitian dapat digunakan untuk menilai penyebab utama mortalitasa (sekitara 200 pasien atau 80%). Mortalitas penderita luka bakar di rumah sakit sangat bervariasi dan tinggi; penilaian acuan pasti dalam rentang waktu tertentu digunakan untuk menilai keuntungan dan kerugian harus digunakan.

Kesimpulan, peneliti memperlihatkan perbedaan antara pedoman terapi pada pasien luka bakar saat ini merekomendasikan penggunaan antibiotik profilaksis dan bukti bukti menununjukkan reduksi sebanyak 50% penyebab kematian dengan penggunaan antibiotik profilaksis sistemik. Mengingat keterbatasan dan kekurangan bukti bukti yang tersedia, hal ini harus diperhatikan sebagai panggilan mendesak untuk kontrol penelitian acak