Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

88
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR A. Definisi Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Guyton & Hall, 1997). B. Insiden Perawatan luka bakar mengalami perbaikan / kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan injuri yang berat. Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).

description

luka bajkar

Transcript of Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Page 1: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

A.  Definisi

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan

petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Guyton & Hall, 1997).

B. Insiden

Perawatan luka bakar mengalami perbaikan / kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang

mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar

telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai

disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di

Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk

injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan

injuri yang berat.

Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok

umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada

orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).

C.  Etiologi

Etiologi dari luka bakar (Guyton & Hall, 1997) :

1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)

a. Gas

b. Cairan

c. Bahan padat (Solid)

2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)

3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)

4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Page 2: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

D.  Fase Luka Bakar

Fase – fase luka bakar (Guyton & Hall, 1997) yaitu :

1.  Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan

mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan

circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat

setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi

dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada

fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat

cedera termal yang berdampak sistemik.

2.  Fase sub akut.

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan

jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:

1. Proses inflamasi dan infeksi.

2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel

luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.

3. Keadaan hipermetabolisme.

3.  Fase lanjut.

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi

organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang

hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

E.  Klasifikasi luka bakar (Hudak & Gallo, 1997)

1. Dalamnya luka bakar

Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan

Page 3: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Ketebalan

partial

superfisial

(tingkat I)

Jilatan api,

sinar ultraviolet

(terbakar oleh

matahari)

Kering tidak ada

gelembung, edema

minimal atau tidak ada,

pucat bila ditekan

dengan ujung jari,

berisi kembali bila

tekanan dilepas

Bertambah

merah

Nyeri

Lebih dalam

dari partial

(tingkat II)

       Superfisial

       Dalam

Kontak dengan

bahan air atau

bahan padat.

Jilatan api

kepada pakaian.

Jilatan langsung

kimiawi, sinar

ultraviolet

Blister besar dan

lembab yang

ukurannya bertambah

besar. Pucat bila

ditekan dengan ujung

jari, bila tekanan

dilepas berisi kembali

Berbintik –

bintik yang

kurang

jelas, putih,

coklat, pink,

daerah

merah

coklat

Sangat

nyeri

Ketebalan

sepenuhnya

Kontak dengan

bahan cair atau

padat. Nyala

api, kimia,

kontak dengan

arus listrik

Kering disertai kulit

yang mengelupas.

Pembuluh darah seperti

arang terlihat dibawah

kulit yang mengelupas.

Gelembung jarang,

dindingnya sangat tipis,

tidak membesar, tidak

pucat bila ditekan

Putih,

kering,

hitam,

coklat tua, 

hitam,

merah

Tidak sakit,

sedikit

sakit,

rambut

mudah

lepas bila

dicabut

2.  Luas luka bakar

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan

nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:

3.  Berat ringannya luka bakarUntuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :

1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.

Page 4: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

2) Kedalaman luka bakar.

3) Anatomi lokasi luka bakar.

4) Umur klien.

5) Riwayat pengobatan yang lalu.

6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.

American college of surgeon membagi dalam:

A.  Parah – critical:

a) Tingkat II : 30% atau lebih.

b) Tingkat III : 10% atau lebih.

c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.

d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

B.  Sedang – moderate:

a) Tingkat II : 15 – 30%

b) Tingkat III : 1 – 10%

C.  Ringan – minor:

a) Tingkat II : kurang 15%

b) Tingkat III : kurang 1%

F.  Patofisilogi

WOC terlampir (http://www.artanto.com)

G.  Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)

Perubahan

Tingkatan hipovolemik (s/d 48-

72 jam pertama)

Tingkatan diuretik (12 jam – 18/24

jam pertama

Mekanisme Dampak dari Interstitial ke vaskuler

Hemodilusi

Fungsi renal Aliran darah

renal

berkurang

karena desakan

darah turun

dan CO

Oliguri Peningkatan

aliran darah renal

karena desakan

darah meningkat

Diuresis

Page 5: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

berkurang

Kadar sodium /

natrium

Na+

direabsorbsi

oleh ginjal,

tapi kehilangan

Na+ melalui

eksudat dan

tertahan dalam

cairan edema

Defisit sodium Kehilangan Na+

melalui diuresis

(normal kembali

setelah 1 minggu)

Defisit sodium

Kadar potassium K+ dilepas

sebagai akibat

cidera jaringan

sel – sel darah

merah, K+

berkurang

ekskresi

karena fungsi

renal

berkurang

Hiperkalemi K+ bergerak

kembali dalam

sel, K+ terbuang

melalui diuresis

(mulai 4-5 hari

setelah luka

bakar)

Hipokalemi

Kadar protein Kehilangan

protein ke

dalam jaringan

akibat

kenaikan

permeabilitas

Hipoproteinemia

Keseimbangan

nitrogen

Katabolisme

jaringan,

kehilangan

protein dalam

jaringan, lebih

banyak

Keseimbangan

nitrogen negatif

Katabolisme

jaringan,

kehilangan

protein,

immobilitas

Keseimbangan

nitrogen negatif

Page 6: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

kehilangan

dari masukan

Keseimbangan asam

basa

Metabolisme

anaerob karena

perfusi

jaringan

berkurang,

peningkatan

asam dari

produk akhir,

fungsi renal

berkurang

(menyebabkan

retensi produk

akhir tertahan),

kehilangan

bikarbonas

serum

Asidosis

metabolik

Kehilangan

sodium

bicarbonas

melalui diuresis,

hipermetabolisme

disertai

peningkatan

produk akhir

metabolisme

Asidosis

metabolik

Aliran darah renal berkurang

Terjadi karena

sifat cidera

berlangsung

lama dan

terancam

psikologi

pribadi

Stres karena

luka

Eritrosit Terjadi karena

panas, pecah

menjadi fragil

Luka bakar

termal

Tidak terjadi

pada hari – hari

pertama

Hemokonsentrasi

Lambung Curling ulcer

(ulkus pada

gaster),

Rangsangan

central di

hipotalamus dan

Akut dilatasi dan

paralise usus

Peningkatan

jumlah cortison

Page 7: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

perdarahan

lambung, nyeri

peningkatan

jumlah cortison

Jantung MDF

meningkat 2x

lipat,

merupakan

glikoprotein

yang toxic

yang

dihasilkan oleh

kulit yang

terbakar

Disfungsi

jantung

Peningkatan zat

MDF (Miokard

Depresant

Factor) sampai

26 unit,

bertanggung

jawab terhadap

syok septic

CO menurun

H.  Indikasi Rawat Inap Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)

A.  Luka bakar grade II :

1) Dewasa > 20%

2) Anak/orang tua > 15%

B.  Luka bakar grade III

C.  Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

I.   Penatalaksanaan (Long, Barbara C, 1996)

A. Resusitasi A, B, C.

1) Pernafasan

a)  Udara panas        mukosa rusak        oedem       obstruksi.

b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin       iritasi

Bronkhokontriksi          obstruksi         gagal nafas.

2) Sirkulasi:

Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler

pindah ke ekstra vaskuler        hipovolemi relatif        syok          ATN          gagal ginjal.

B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.

C. Resusitasi cairan         Baxter.

Page 8: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Dewasa : Baxter.

RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL : Dextran = 17 : 3

2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:

< 1 tahun : BB x 100 cc

1 – 3 tahun : BB x 75 cc

3 – 5 tahun : BB x 50 cc

½ à diberikan 8 jam pertama

½ à diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:

Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr

100

(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.

Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

D. Monitor urine dan CVP.

E. Topikal dan tutup luka

- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.

- Tulle.

- Silver sulfadiazin tebal.

- Tutup kassa tebal.

- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

F. Obat – obatan:

o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.

o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.

o Analgetik : kuat (morfin, petidine)

o Antasida : kalau perlu

Page 9: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC.

Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni

Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien.  Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Anonim. (2009). Kumpulan Artikel Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

(Combustio). (Online) http://www.artanto.com.

Page 10: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

ASKEP PADA PASIEN DENGAN NYERI DADA (CHEST PAIN)

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA KLIEN DENGAN NYERI DADA

A.     PENGERTIAN

        Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali

merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain)

        Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah

koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.

        Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang

bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan

rasa sakit (Himawan, 1996)

B.     ETIOLOGI

Nyeri Dada:

a.       Cardial

-         Koroner

-         Non Koroner

b.      Non Cardial

-         Pleural

-         Gastrointestinal

-         Neural

-         Psikogenik (Abdurrahman N, 1999)

Page 11: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

C.     TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :

-         Nyeri ulu hati

-         Sakit kepala

-         Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung

-         Diaforesis / keringat dingin

-         Sesak nafas

-         Takikardi

-         Kulit pucat

-         Sulit tidur (insomnia)

-         Mual, Muntah, Anoreksia

-         Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri

-         Kelemahan

-         Wajah tegang, m erintih, menangis

-         Perubahan kesadaran

D.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.       EKG 12 lead selama episode nyeri

-         Takhikardi / disritmia

-         Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis

b.      Laboratorium

-         Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH

-         Fungsi hati : SGOT, SGPT

Page 12: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

-         Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin

-         Profil Lipid : LDL, HDL

c.       Foto Thorax

d.      Echocardiografi

e.       Kateterisasi jantung

E. PATHWAY

F.      PENGKAJIAN

1.      Pengkajian Primer

a.       Airway

-         Bagaimana kepatenan jalan nafas

-         Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?

-         Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?

b.      Breathing

-         Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?

-         Aapakah menggunakan otot bantu pernafasan?

-         Apakah ada bunyi nafas tambahan?

c.       Circulation

-         Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)

-         Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?

-         Apakah ada penurunan kesadaran?

-         Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?

Page 13: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

2.      Pengkajian Sekunder

Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :

a.       Lokasi nyeri

Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari sternal menjalar ke

leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)

b.      Sifat nyeri

Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik/rasa terbakar, dll.

c.       Ciri rasa nyeri

Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.

d.      Kronologis nyeri

Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan

H.     INTERVENSI KEPERAWATAN

Prinsip-prinsip Tindakan :

1.      Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler

2.      Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead

3.      Mengobservasi tanda-tanda vital

4.      Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang, nitrogliserin, Calcium

antagonis dan observasi efek samping obat.

5.      Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien

6.      Mengambil sampel darah

7.      Mengurangi rangsang lingkungan

8.      Bersikap tenang dalam bekerja

Page 14: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

9.      Mengobservasi tanda-tanda komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

1.      Abdurrahman, N, Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem Kardiovaskuler dalam IPD Jilid

I, Jakarta: FKUI, 1999.

2.      Doenges, Marilynn E,Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC, 2000.

3.      Himawan, Buku Kuliah Gangguan Sistem Kardiovaskuler,1994.

4.      Hudak&Gallo, Keperawatan Kritis cetakan I, Jakarta : EGC, 1995

Page 15: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN YANG MENGALAMI PENURUNAN KESADARAN

A.    PENGERTIAN

Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. ( Corwin, 2001 )

Penurunan  kesadaran  adalah  keadaan  dimanapenderita  tidak  sadar  dalam arti  tidak   terjaga   /  tidak 

terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus.

Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal / 

mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. ( Padmosantjojo, 2000 )

Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :

1. Kompos mentis

Kompos mentis adalah kesadaran normal,  menyadari   seluruh asupan dari  panca  indra dan bereaksi 

secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dalam.

2.  Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness

Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat 

menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya 

menurun.

3.  Stupor / Sopor

Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu dua kata 

. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.

4.  Soporokoma / Semikoma

Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik 

hanya gerakan primitif.

5.  Koma

Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara maupun 

reaksi motorik. ( Harsono , 1996 )

Page 16: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

B.     ETIOLOGI

Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan penyebab penurunan 

kesadaran dengan istilah  “ SEMENITE “ yaitu :

1.  S : Sirkulasi

Meliputi stroke dan penyakit jantung

2.  E  : Ensefalitis

Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin melatarbelakanginya 

atau muncul secara bersamaan.

3.  M : Metabolik

Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum

4.  E  : Elektrolit

Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.

5.  N : Neoplasma

Tumor otak baik primer maupun metastasis

6.  I : Intoksikasi

Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran

7.  T : Trauma

Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dapat pula 

trauma abdomen dan dada.

8.  E : Epilepsi

Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

( Harsono , 1996 )

C.    MANIFESTASI KLINIS

Page 17: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :

1.      Penurunan kesadaran secara kwalitatif

2.      GCS kurang dari 13

3.      Sakit kepala hebat

4.      Muntah proyektil

5.      Papil edema

6.      Asimetris pupil

7.      Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif

8.      Demam

9.      Gelisah

10.  Kejang

11.  Retensi lendir / sputum di tenggorokan

12.  Retensi atau inkontinensia urin

13.  Hipertensi atau hipotensi

14.  Takikardi atau bradikardi

15.  Takipnu atau dispnea

16.  Edema lokal atau anasarka

17.  Sianosis, pucat dan sebagainya

D.    PATHWAYS ( terlampir ) E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran yaitu :

1.      Laboratorium darah

Page 18: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Meliputi   tes   glukosa   darah,   elektrolit,   ammonia   serum,   nitrogen   urea   darah   (   BUN   ),   osmolalitas, 

kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-obatan dan analisa gas darah ( BGA ).

2.      CT Scan

Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak

3.      PET ( Positron Emission Tomography )

Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak

4.      SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )

Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.

5.      MRI

Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.

6.      Angiografi serebral

Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi arteriovena.

7.      Ekoensefalography

Untuk  mendeteksi   sebuuah   perubahan   struktur   garis   tengah   serebral   yang   disebabkan   hematoma 

subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma.

8.      EEG ( elektroensefalography )

Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut otak, infeksi otak

9.      EMG ( Elektromiography )

Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.

F.     PENGKAJIAN PRIMER

1.      Airway

a.  Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas

Page 19: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

b.  Terjadi penurunan kesadaran

c.   Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll

d.  Penggunaan otot-otot bantu pernafasan

e.   Gelisah 

f.  Sianosis

g.  Kejang

h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan

i.  Suara serak

j.  Batuk

2.      Breathing

a.  Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll

b.  Sianosis

c.  Takipnu

d.  Dispnea

e.  Hipoksia

f.  Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi

3.      Circulation

a.  Hipotensi / hipertensi

b.  Takipnu

c.   Hipotermi

d.  Pucat

e.  Ekstremitas dingin

Page 20: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

f.   Penurunan capillary refill

g.  Produksi urin menurun

h.  Nyeri

i.   Pembesaran kelenjar getah bening

G.    PENGKAJIAN SEKUNDER

1.      Riwayat penyakit sebelumnya

Apakah klien pernah menderita : 

a.  Penyakit stroke

b.  Infeksi otak

c.  DM

d.  Diare dan muntah yang berlebihan

e.  Tumor otak

f.  Intoksiaksi insektisida

g.  Trauma kepala

h.  Epilepsi dll.

2.      Pemeriksaan fisik

a.  Aktivitas dan istirahat

  Data Subyektif:

  kesulitan dalam beraktivitas

  kelemahan

  kehilangan sensasi atau paralysis.

  mudah lelah

Page 21: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

  kesulitan istirahat 

  nyeri atau kejang otot 

  Data obyektif:

  Perubahan tingkat kesadaran 

  Perubahan tonus otot  ( flasid atau spastic),  paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.

  gangguan penglihatan

b. Sirkulasi

  Data Subyektif:

  Riwayat penyakit stroke

  Riwayat penyakit jantung 

Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,       endokarditis bacterial.

  Polisitemia.

  Data obyektif:

  Hipertensi arterial

  Disritmia

  Perubahan EKG

  Pulsasi : kemungkinan bervariasi 

  Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

c.  Eliminasi

  Data Subyektif:

  Inkontinensia urin / alvi

  Anuria

Page 22: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

  Data obyektif

  Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )

  Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )

d.   Makan/ minum

  Data Subyektif:

  Nafsu makan hilang

  Nausea 

  Vomitus menandakan adanya PTIK

  Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan

  Disfagia

  Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

  Data obyektif:

Obesitas ( faktor resiko )

e.   Sensori neural 

  Data Subyektif:

  Syncope 

  Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral  atau perdarahan sub arachnoid.

  Kelemahan

  Kesemutan/kebas

  Penglihatan berkurang

  Sentuhan  : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka 

  Gangguan rasa pengecapan

Page 23: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

  Gangguan penciuman

  Data obyektif:

  Status mental 

  Penurunan kesadaran 

  Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) 

  Gangguan fungsi kognitif

   Ekstremitas   :  kelemahan /  paraliysis  genggaman tangan tidak  imbang,  berkurangnya  reflek tendon 

dalam 

  Wajah: paralisis / parese 

   Afasia   (   kerusakan   atau   kehilangan   fungsi   bahasa,   kemungkinan   ekspresif/   kesulitan   berkata   kata, 

reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. )

  Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil

  Kehilangan kemampuan mendengar

  Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

  Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor / anisokor, 

diameter pupil

f.   Nyeri / kenyamanan

  Data Subyektif:

Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

  Data obyektif:

  Tingkah laku yang tidak stabil

  Gelisah

  Ketegangan otot 

Page 24: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

g.  Respirasi

Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )

h.  Keamanan

Data obyektif:

  Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

  Perubahan persepsi terhadap tubuh

  Kesulitan untuk melihat objek

  Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

  Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali

  Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh

  Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan 

  Berkurang kesadaran diri

i.  Interaksi sosial

Data obyektif:

  Problem berbicara

  Ketidakmampuan berkomunikasi

3.      Menilai GCS

Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian  kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Coma Glasgow :

  Respon motorik

  Respon bicara

  Pembukaan mata

Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan.

Page 25: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Penilaian pada Glasgow Coma Scale

Respon motorik

Nillai 6 :   Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan, menunjukkan jumlah jari-jari dari 

angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan gangguan.

Nilai 5:      Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti tekanan pada sternum, cubitan 

pada M. Trapezius

Nilai 4 :     Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak mampu menunjuk lokasi atau tempat 

rangsang dengan tangannya.

Nilai 3 :     fleksi abnormal .

                 Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi 

rangsang nyeri ( decorticate rigidity )

Nilai 2 :    ekstensi abnormal.

                 Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila 

diberi rangsang nyeri ( decerebrate rigidity )

Nilai 1 :    Sama sekali tidak ada respon

Catatan :

-  Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat

-  Tidak ada  trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif

Respon verbal atau bicara

Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak berlaku bila pasien : 

-  Dispasia atau apasia

-  Mengalami trauma mulut

-  Dipasang intubasi trakhea (ETT)

Page 26: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Nilai 5 :    pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara .     orientasi waktu, tempat , orang, siapa dirinya , 

berada dimana,  tanggal hari.

Nilai 4 :     pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh

Nilai 3 :      bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak menyambung dengan apa yang sedang 

dibicarakan

Nilai 2 :    bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (“ngrenyem”), suara-suara tidak dapat dikenali 

makna katanya 

Nilai 1 :    tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri 

Respon membukanya mata :

Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya 

Catatan:

Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata. 

Nilai 4 :     Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh 

Nilai 3 :  Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau diperintahkan membuka mata

Nilai 2 :    Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri 

Nilai 1 :    Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri

4.      Menilai reflek-reflek patologis :

a.   Reflek Babinsky

Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang runcing maka timbullah 

pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar 

b.   Reflek Kremaster :

Dilakukan  dengan  cara  menggoreskan  kulit  dengan  benda  halus  pada  bagian  dalam  (medial)  paha. 

Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya 

Page 27: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

atau  mengerutnya   testis.  Menurunnya  atau  menghilangnya   reflek   tersebut  berarti  adanya  ganguan 

traktus corticulspinal

5.      Uji syaraf kranial :

NI.N.      Olfaktorius – penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti tembakau, wangi-wangian, yang diminta 

agar pasien menyebutkannya dengan mata tertutup

N.II. N.  Opticus

               Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe snalen yang dipasang pada 

jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf 

yang ada 

N.III/      Okulomotoris. 

N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN

                Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala arah , diameter pupil , 

reflek cahaya dan reflek akomodasi

N.V.       Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik,

               Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta goresan kapas 

dan mata tertutup  

               Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus muskulusmasketer  saat diperintahkan 

untuk gerak menggigit 

N.VII/    Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan dahi, mencucurkan bibir 

,   tersentum  ,  meringis   (memperlihatkan  gigi  depan   )bersiul   ,  menggembungkan  pipi.fungsi   sensorik 

diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang dijulurkan (gula , garam , asam)

N.VIII/   Vestibulo - acusticus 

              Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach dengan garpu tala. 

N.IX/    Glosofaringeus, 

N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi dan kemampuan menelan pasien 

Page 28: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

N.XI /    Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan ( kontraksi M.trapezius) dan 

gerakan kepala 

N.XII/    Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus , gerakan lidah mendorong 

pipi kiri dan kanan dari arah dalam  

            

H.    DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1.      Gangguan perfusi  jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, 

nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema

Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 

jam.

Kriteria hasil :

-    Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK

-    Tanda – tanda vital dalam batas normal

-    Tidak adanya penurunan kesadaran

Intervensi :

Mandiri :

-    Tentukan   faktor   yang  berhubungan  dengan  keadaan   tertentu,   yang  dapat  menyebabkan  penurunan 

perfusi dan potensial peningkatan TIK

-    Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart

-    Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana

-    Pantau tekanan darah

-    Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur

-    Pantau suhu lingkungan

Page 29: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

-    Pantau intake, output, turgor

-    Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah

-    Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai

-    Tinggikan kepala 15-45 derajat

Kolaborasi : 

-     Berikan oksigen sesuai indikasi

-     Berikan obat sesuai indikasi

2.   Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d  obstruksi jalan nafas oleh sekret

Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam.

Kriteria hasil: 

-      Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas

-   Ekspansi dada simetris

-   Bunyi napas bersih saat auskultasi

-   Tidak terdapat tanda distress pernapasan

-   GDA dan tanda vital dalam batas normal

Intervensi:

Mandiri :

-  Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi

-  Posisikan   tubuh  dan  kepala  untuk  menghindari  obstruksi   jalan  napas  dan  memberikan  pengeluaran 

sekresi yang optimal

-  Penghisapan sekresi

-  Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam

Page 30: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Kolaborasi :

-  Berikan oksigenasi sesuai advis

-  Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi

3.   Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan

      Tujuan :

      Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam

      Kriteria hasil:

-     RR 16-24 x permenit

-     Ekspansi dada normal

-     Sesak nafas hilang / berkurang

-     Tidak suara nafas abnormal 

      Intervensi : 

      Mandiri :

-     Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.

-     Auskultasi  bunyi nafas.

-    Pantau penurunan bunyi nafas.

-    Berikan posisi yang nyaman : semi fowler

-    Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam

    Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan

      Kolaborasi :     

-    Berikan oksigenasi sesuai advis

-    Berikan obat sesuai indikasi

Page 31: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

4.     Kerusakan   pertukaran   gas   berhubungan   dengan   abnormalitas   ventilasi-perfusi   sekunder   terhadap 

hipoventilasi

      Tujuan :

      Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat mempertahankan pertukaran gas 

yang adekuat

      Kriteria Hasil :

      Pasien mampu menunjukkan :

-Bunyi paru bersih

-Warna kulit normal

-Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan

      Intervensi :

      Mandiri :

-Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia

-Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn,  laporkan perubahan tinmgkat kesadaran 

pada dokter.

-Pantau   dan   catat   pemeriksaan   gas   darah,   kaji   adanya   kecenderungan   kenaikan   dalam   PaCO2   atau 

penurunan dalam PaO2

-Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.

-Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam

-Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan

-Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

-Pantau irama jantung

Kolaboraasi :

Page 32: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

-Berikan cairan parenteral sesuai pesanan

-Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.

DAFTAR PUSTAKA

1.    Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. 

D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997

2.   Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998

3.   Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001

4.    Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa : 

Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)

5.   Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition. Alih 

bahasa : Waluyo, A.  Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

6.   Corwin,   E.J.  Handbook of pathophysiology.  Alih  bahasa   :  Pendit,  B.U.   Jakarta:   EGC;  2001   (Buku  asli 

diterbitkan tahun 1996)

7.   Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : 

Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)

8.   Doengoes,  M.E.,  Moorhouse,  M.F.,   Geissler,   A.C.  Nursing care plans: Guidelines for planning and

documenting patients care.  Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 

1993)

9.   Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press, 1996 )

10. Padmosantjojo, Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta, Bagian Bedah Saraf FKUI, 2000

11. Markum,  Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis, Jakarta, Pusat Informasi   dan Penerbitan Bagian 

Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000

Page 33: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN NYERI DADA

A.    PENGERTIAN

        Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali merupakan 

rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain)

        Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah koroner 

yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.

        Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang bisa 

merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit 

(Himawan, 1996)

B.     ETIOLOGI

Nyeri Dada:

a.       Cardial

-          Koroner

-          Non Koroner

b.      Non Cardial

-          Pleural

-          Gastrointestinal

-          Neural

Page 34: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

-          Psikogenik (Abdurrahman N, 1999)

C.     TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :

-          Nyeri ulu hati

-          Sakit kepala

-          Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung

-          Diaforesis / keringat dingin

-          Sesak nafas

-          Takikardi

-          Kulit pucat

-          Sulit tidur (insomnia)

-          Mual, Muntah, Anoreksia

-          Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri

-          Kelemahan

-          Wajah tegang, m erintih, menangis

-          Perubahan kesadaran

D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.       EKG 12 lead selama episode nyeri

Page 35: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

-          Takhikardi / disritmia

-          Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis

b.      Laboratorium

-          Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH

-          Fungsi hati : SGOT, SGPT

-          Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin

-          Profil Lipid : LDL, HDL

c.       Foto Thorax

d.      Echocardiografi

e.       Kateterisasi jantung

E.     PENGKAJIAN

1.      Pengkajian Primer

a.       Airway

-          Bagaimana kepatenan jalan nafas

-          Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?

-          Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?

b.      Breathing

-          Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?

Page 36: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

-          Aapakah menggunakan otot bantu pernafasan?

-          Apakah ada bunyi nafas tambahan?

c.       Circulation

-          Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)

-          Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?

-          Apakah ada penurunan kesadaran?

-          Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?

2.      Pengkajian Sekunder

Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :

a.       Lokasi nyeri

Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari sternal menjalar ke leher, dagu 

atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)

b.      Sifat nyeri

Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik/rasa terbakar, dll.

c.       Ciri rasa nyeri

Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.

d.      Kronologis nyeri

Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan

Page 37: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

e.       Keadaan pada waktu serangan

Apakah timbul pada saat-saat / kondisi tertentu

f.       Faktor yang memperkuat / meringankan rasa nyeri misalnya sikap/posisi tubuh, pergerakan, tekanan, 

dll.

g.      Gejala lain yang mungkin ada atau tidaknya hubungan dengan nyeri dada.

F.      DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.       Perubahan kenyamanan nyeri   (nyeri  akut)  b.d  iskemia  jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri, 

inflamasi jaringan

2.      Perubahan perfusi jaringan (otot jantung) b.d penurunan aliran darah

3.      Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan metabolisme jaringan

G.    INTERVENSI KEPERAWATAN

Prinsip-prinsip Tindakan :

1.      Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler

2.      Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead

3.      Mengobservasi tanda-tanda vital

4.     Kolaborasi   pemberian   O2   dan   pemberian   obat-obat   analgesik,   penenang,   nitrogliserin,   Calcium 

antagonis dan observasi efek samping obat.

5.      Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien

6.      Mengambil sampel darah

Page 38: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

7.      Mengurangi rangsang lingkungan

8.      Bersikap tenang dalam bekerja

9.      Mengobservasi tanda-tanda komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

1.      Abdurrahman, N, Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem Kardiovaskuler dalam IPD Jilid I, Jakarta: 

FKUI, 1999.

2.      Doenges, Marilynn E,Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC, 2000.

3.      Himawan, Buku Kuliah Gangguan Sistem Kardiovaskuler,1994.

4.      Hudak&Gallo, Keperawatan Kritis cetakan I, Jakarta : EGC, 1995

ASKEP KEGAWATDARURATAN AKIBAT ASMAA. Pengertian

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara  hiperaktif   terhadap   stimuli   tertentu,  dan  dimanifestasikan  dengan  penyempitan   jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.  (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).

Asma   adalah   suatu   penyakit   peradangan   kronik   pada   jalan   napas   yang   mana   peradangan   ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan.  (Lewis, 2000, hal. 660).

Status   asmatikus   adalah   asma   yang   berat   dan   persisten   yang   tidak   berespons   terhadap   terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Ini merupakan situasi yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.

Jenis-jenis Asma :a)  Asma alergikYaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita 

Page 39: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

alergik.b)  Asma idiopatik atau non alergikYaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema.c)  Asma gabunganYaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.Klasifikasi Asma:

1.      Mid IntermitenYaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.

2.      Mid PersistentYaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu malam timbul lebih dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%.

3.      Moderat PersistentYaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.

4.      Severe PersistentYaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu malam.Penyebab / Faktor resiko serangan asma

1.      Faktor Ekstrinsik       Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dan disebabkan oleh alergen yang diketahui karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat, polusi.

2.      Faktor Intrinsik       Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial.PatofisiologiAsma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.

1.      Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.

Page 40: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

2.      Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.

3.      Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.

Selain   itu,  otot-otot  bronchial  dan  kelenjar  membesar.   Sputum yang  kental,  banyak  dihasilkan  dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.

Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.

Pelepasan  mediator   ini  mempengaruhi   otot   polos   dan   kelenjar   jalan   nafas  menyebabkan   broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.

Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.

Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi.

Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi   kebutuhan   O2.   Hiperventilasi   ini   akan   menyebabkan   pengeluaran   CO2  berlebihan   dan selanjutnya  mengakibatkan   tekanan   CO2  darah   arteri   (pa   CO2)  menurun   sehingga   terjadi   alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia   bertambah  berat,   kerja   otot-otot   pernafasan   bertambah   berat   dan   produksi   CO2  yang meningkat   disertai   ventilasi   alveolar   yang   menurun   menyebabkan   retensi   CO2  dalam   darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.

Hipotermi   yang   berlangsung   lama   akan  menyebabkan   asidosis   metabolik   dan   konstruksi   jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.

Tanda dan Gejala -   Batuk produktif-   Wheezing-   Dispnea-   Mengi-   Ekspirasi memanjang-   Barrel chest (dada tong)-   Orthopnea

Page 41: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

-   Berkeringat-   Tachypnea-   Tachycardia.Pemeriksaan Diagnostika) Test Fungsi paru ( spirometri)Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis) , mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.b) Pemeriksaan gas darah arteriDilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.c) Arus puncak ekspirasiAPE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan.d) Pemeriksaan foto thoraksPemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.e) ElektrokardiografiTanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.Penanganan Asma

1.      Agenis Beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan gerakan sililaris. Contoh obat : epinefrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoli isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi.

2.      Metil salin untuk bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus dalam jalan nafas. Contoh obat: aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan oral.

3.      Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara inhalasi.

Page 42: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

4.      Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat: hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan secara oral dan IV.

5.      Inhibitor sel mast, contoh obat:  natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.

6.      Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.

7.      Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak.

KAJIAN KEPERAWATAN KRITISPengkajiana. Keluhan :– Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus– Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang– Batuk dengan sekret lengket– Berkeringat dingin– Terdengar suara mengi / wheezing keras– Terjadi berulang, setiap ada pencetus– Sering ada faktor genetik/familierAIRWAYPengkajian:Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.Diagnosa keperawatan :Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputumIntervensi :a.    Amankan pasien ke tempat yang aman       R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasienb.   Kaji tingkat kesadaran pasien

        R/   dengan   melihat,   mendengar,   dan   merasakan   dapat   dilakukan   untuk   mengetahui   tingkat kesadaran pasien

c.    Segera minta pertolongan       R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensifd.    Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien       R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekrete.    Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya       R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas

Page 43: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

BREATHINGPengkajian :Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.Diagnose keperawatan :Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapasIntervensi :a.  Kaji usaha dan frekuensi napas pasien     R/ mengetahui tingkat usaha napas pasienb.  Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut     pasien     R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasienc.  Pantau ekspansi dada pasien    R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasienCIRCULATIONPengkajian :Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.Diagnosa Keperawatan :Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigenIntervensi :-     pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularisR/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba DAFTAR PUSTAKA1.     Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 20012.     Tucker S. Martin,  Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 19983.     Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 20014.     Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000

5.     Smeltzer,  C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC,  2002

6.      Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans Info Media, 2009.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

Page 44: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

A. Definisi

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang 

mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Guyton & Hall, 1997).

B. Insiden

Perawatan   luka   bakar   mengalami   perbaikan   /   kemajuan   dalam   dekade   terakhir   ini,   yang 

mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar telah 

tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang 

saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya. Di Amerika kurang lebih 2 

juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena 

luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan injuri yang berat. 

Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur. 

Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada orang tua atau 

lanjut usia ( diatas 70 th) (Rohman Azzam, 2008).

C. Etiologi

Etiologi dari luka bakar (Guyton & Hall, 1997) :

1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)

a. Gas

b. Cairan

c. Bahan padat (Solid)

2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)

3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)

4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

D. Fase Luka Bakar

Page 45: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Fase – fase luka bakar (Guyton & Hall, 1997) yaitu :

1. Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan

mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas),  dan circulation 

(sirkulasi).  Gangguan  airway  tidak  hanya  dapat   terjadi   segera  atau  beberapa  saat   setelah   terbakar, 

namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca 

trauma. Cedera inhalasi  adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut 

sering   terjadi   gangguan   keseimbangan   cairan  dan   elektrolit   akibat   cedera   termal   yang   berdampak 

sistemik.

2. Fase sub akut.

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan 

akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:

1. Proses inflamasi dan infeksi.

2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan 

atau pada struktur atau organ – organ fungsional.

3. Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase lanjut.

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-

organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, 

keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

E. Klasifikasi luka bakar (Hudak & Gallo, 1997)

1. Dalamnya luka bakar

Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan

Ketebalan partial 

superfisial 

Jilatan   api,   sinar 

ultraviolet 

Kering   tidak   ada 

gelembung,   edema 

Bertambah  Nyeri

Page 46: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

(tingkat I) (terbakar   oleh 

matahari)

minimal   atau   tidak   ada, 

pucat   bila   ditekan 

dengan  ujung   jari,  berisi 

kembali   bila   tekanan 

dilepas

merah

Lebih dalam dari 

partial (tingkat II)

      Superfisial

      Dalam

Kontak   dengan 

bahan   air   atau 

bahan   padat. 

Jilatan   api 

kepada   pakaian. 

Jilatan   langsung 

kimiawi,   sinar 

ultraviolet

Blister besar dan lembab 

yang   ukurannya 

bertambah   besar.   Pucat 

bila   ditekan   dengan 

ujung   jari,   bila   tekanan 

dilepas berisi kembali

Berbintik   – 

bintik   yang 

kurang   jelas, 

putih,   coklat, 

pink,   daerah 

merah coklat

Sangat nyeri

Ketebalan 

sepenuhnya

Kontak   dengan 

bahan   cair   atau 

padat.  Nyala api, 

kimia,   kontak 

dengan   arus 

listrik

Kering disertai kulit yang 

mengelupas.   Pembuluh 

darah   seperti   arang 

terlihat   dibawah   kulit 

yang   mengelupas. 

Gelembung   jarang, 

dindingnya   sangat   tipis, 

tidak   membesar,   tidak 

pucat bila ditekan

Putih,  kering, 

hitam,   coklat 

tua,   hitam, 

merah

Tidak   sakit, 

sedikit   sakit, 

rambut 

mudah lepas 

bila dicabut

2. Luas luka bakar

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan

nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:

3. Berat ringannya luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :

Page 47: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.

2) Kedalaman luka bakar.

3) Anatomi lokasi luka bakar.

4) Umur klien.

5) Riwayat pengobatan yang lalu.

6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.

American college of surgeon membagi dalam:

A.  Parah – critical:

a) Tingkat II : 30% atau lebih.

b) Tingkat III : 10% atau lebih.

c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.

d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

B.  Sedang – moderate:

a) Tingkat II : 15 – 30%

b) Tingkat III : 1 – 10%

C.  Ringan – minor:

a) Tingkat II : kurang 15%

b) Tingkat III : kurang 1%

F. Patofisilogi

WOC terlampir (http://www.artanto.com)

G. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)

Perubahan Tingkatan hipovolemik (s/d 48-72 Tingkatan diuretik (12 jam – 18/24

Page 48: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

jam pertama) jam pertama

Mekanisme Dampak dari Interstitial ke vaskuler 

Hemodilusi

Fungsi renal Aliran   darah 

renal   berkurang 

karena   desakan 

darah turun dan 

CO berkurang

Oliguri Peningkatan 

aliran darah renal 

karena   desakan 

darah meningkat

Diuresis

Kadar sodium / natrium Na+  direabsorbsi 

oleh   ginjal,   tapi 

kehilangan   Na+ 

melalui   eksudat 

dan   tertahan 

dalam   cairan 

edema

Defisit sodium Kehilangan   Na+ 

melalui   diuresis 

(normal   kembali 

setelah 1 minggu)

Defisit sodium

Kadar potassium K+  dilepas 

sebagai   akibat 

cidera   jaringan 

sel   –   sel   darah 

merah,   K+ 

berkurang 

ekskresi   karena 

fungsi   renal 

berkurang

Hiperkalemi  K+   bergerak 

kembali   dalam 

sel,   K+   terbuang 

melalui   diuresis 

(mulai   4-5   hari 

setelah   luka 

bakar)

Hipokalemi

Kadar protein Kehilangan 

protein   ke 

dalam   jaringan 

akibat   kenaikan 

permeabilitas

Hipoproteinemia 

Page 49: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Keseimbangan nitrogen Katabolisme 

jaringan, 

kehilangan 

protein   dalam 

jaringan,   lebih 

banyak 

kehilangan   dari 

masukan

Keseimbangan 

nitrogen negatif

Katabolisme 

jaringan, 

kehilangan 

protein, 

immobilitas

Keseimbangan 

nitrogen negatif

Keseimbangan   asam 

basa

Metabolisme 

anaerob   karena 

perfusi   jaringan 

berkurang, 

peningkatan 

asam   dari 

produk   akhir, 

fungsi   renal 

berkurang 

(menyebabkan 

retensi   produk 

akhir   tertahan), 

kehilangan 

bikarbonas 

serum

Asidosis 

metabolik

Kehilangan 

sodium 

bicarbonas 

melalui   diuresis, 

hipermetabolisme 

disertai 

peningkatan 

produk   akhir 

metabolisme

Asidosis 

metabolik

Aliran darah renal berkurang 

Terjadi   karena 

sifat   cidera 

berlangsung 

lama   dan 

terancam 

psikologi pribadi

Stres karena luka

Eritrosit  Terjadi   karena  Luka   bakar  Tidak terjadi pada  Hemokonsentrasi

Page 50: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

panas,   pecah 

menjadi fragil

termal hari   –   hari 

pertama

Lambung  Curling   ulcer 

(ulkus   pada 

gaster), 

perdarahan 

lambung, nyeri

Rangsangan 

central   di 

hipotalamus  dan 

peningkatan 

jumlah cortison

Akut   dilatasi   dan 

paralise usus

Peningkatan 

jumlah cortison

Jantung  MDF  meningkat 

2x   lipat, 

merupakan 

glikoprotein 

yang   toxic   yang 

dihasilkan   oleh 

kulit   yang 

terbakar

Disfungsi jantung Peningkatan   zat 

MDF   (Miokard 

Depresant Factor) 

sampai   26   unit, 

bertanggung 

jawab   terhadap 

syok septic

CO menurun

H.  Indikasi Rawat Inap Luka Bakar (Guyton & Hall, 1997)

A.  Luka bakar grade II :

1) Dewasa > 20%

2) Anak/orang tua > 15%

B.  Luka bakar grade III

C.  Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

I. Penatalaksanaan (Long, Barbara C, 1996)

A. Resusitasi A, B, C.

1) Pernafasan

a)  Udara panas        mukosa rusak        oedem       obstruksi.

Page 51: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi  gagal nafas.

2) Sirkulasi:

Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler  hipovolemi relatif 

syok ATN gagal ginjal.

B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.

C. Resusitasi cairan  Baxter.

Dewasa : Baxter.

RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL : Dextran = 17 : 3

2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:

< 1 tahun : BB x 100 cc

1 – 3 tahun : BB x 75 cc

3 – 5 tahun : BB x 50 cc

½ à diberikan 8 jam pertama

½ à diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:

Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr

100

Page 52: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.

Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

D. Monitor urine dan CVP.

E. Topikal dan tutup luka

- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.

- Tulle.

- Silver sulfadiazin tebal.

- Tutup kassa tebal.

- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

F. Obat – obatan:

o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.

o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.

o Analgetik : kuat (morfin, petidine)

o Antasida : kalau perlu

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo.  (1997).  Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.Volume I.  Penerbit  Buku Kedoketran 

EGC. Jakarta.

Long,  Barbara C.   (1996).  Perawatan Medikal Bedah.  Volume  I.   (terjemahan).  Yayasan  Ikatan Alumni 

Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin   E.   Doenges.   (2000).  Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Page 53: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Anonim. (2009).  Kumpulan Artikel Keperawatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

(Combustio). (Online) http://www.artanto.com.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA (IFO)

A.    Pengertian

Intoksikasi   (keracunan)   adalah  masuknya   zat   atau   senyawa   kimia   dalam   tubuh  manusia   yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.

Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah insektisida. Ada dua macam insektisida  yang paling banyak digunakan dalam pertanian adalah :

1.      insektisida hidrokarbo khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon)

2.      insektisida fosfat organic (IFO = organo phosphate insecticide).

Yang  paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat  - sifat dari IFO adalah insektisida poten  yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini menembus kulit yang normal (intact), juga  dapat  diserap  di  paru  dan saluran  makanan,  namun tidak  berakumulasi  dalam  jaringan  tubuh seperti halnya golongan IHK.

Macam – macam IFO adalah Malathion (Tolly), Paraathion, Diazinon, Basudin, Paraoxon dan lain – lain.   IFO  sebenarnya  dibagi  2  macam yaitu   IFO murni  dan  golongan  carbamate.   Salah   satu   contoh golongan carbamate adalah baygon.

B.     Patogenesis

IFO bekerja  dengan cara menghambat   (inaktivasi)  enzim asetilkolinesterase   tubuh  (KhE).  Dalam  keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis Akh dengan jalan mengadakan ikatan Akh- KhE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi ikatan IFO – KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan AKh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan AKh   yang   berlebihan,   yang   akan  menimbulkan   efek  muscarinik,   nikotinik   dan   SSP   (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP). 

Pada keracunan IFO,  ikatan IFO –KhE bersifat menetap (irreversible),  sedangkan pada keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible). Secara farmakologis efek AKh dapat dibagi dalan 3 bagian, yaitu :

Page 54: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

1.      Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus dan jantung.

2.      Nikotinik, terutama pada otot – otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernapasan.

3.      SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang – kejang (konvulsi) sampai koma.

C.     Gambaran klinik

Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar ludah, keringat dan saluran pencernaan, serta kesukaran bernapas. 

Keracunan ringan : anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor lidah, kelopak mata, pupil miosis.

Keracunan sedang : nausea, muntah – muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis, fasikulasi otot dan bradikardi.

Keracunan berat : diare, pupil pi – point, reaksi cahaya negatif, sesak napas, sianosis, edema paru, inkontinensia urine dan feses, konvulsi, koma, blokade jantung, akhirnya meninggal. 

D.    Pemeriksaan .

1.      Laboratorik.

Pengukuran kadar KhE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagosis keracunan IFO akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal).

Keracunan akut : ringan   : 40 – 70 %

                            sedang  : 20 – 40 %

                            berat     : < 20 %.

Keracunan  kronik bila kadar KhE menurun sampai 25  - 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.

2.      Patologi Anatomi (PA)

Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ – organ lain. 

E.     Penatalaksanaan

Page 55: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

1.      Resusitasi

Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernapasan dan nadi. Infus dextrose 5 % kecepatan 15 – 20 tts/mnt, napas buatan + oksigen, hisap lendir dalam saluran napas, hindari obat – obat depresan saluran napas, kalau perlu respirator pada kegagalan napas berat. Hindar pernapasan buatan dari mulut ke mulut sebab racun organofosfat  akan meracuni  lewat mulut penolong. Pernapasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.

2.      Eliminasi

Emesis,   merangsang   penderita   supaya   muntah   pada   penderita   yang   sadar   atau   dengan pemberian sirup ipecac 15 –30 ml. Dapat diulan setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis (intestinal lavage),  dengan pemberian  laksans bila diduga racun telah sampai di  usus halus dan tebal.  Kumbah lambung (KL atau gastric  lavage), pada penderita yang kesadaran yang menurun,   atau pada mereka yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.

Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun. 

Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang daari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat  tindakan KL sebaiknya  dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pneumonia.   

3.      Antidotum

Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi AKh pada tempat penumpukan. 

a.       Mula –mula diberikan bolus iv 1 – 2,5 mg

b.      Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit sampai timbul gejala – gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris, dan psikosis).

c.       Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit, selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 – 8  dan 12 jam

d.      Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 X 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernapasan akut yang sering fatal. 

ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian

Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan napas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adaya gangguan asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran. Riwayat kesehatan : riwayat 

Page 56: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama  diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.  

B.     Masalah keperawatan

Masalah keperawatan yang bisa timbul  adalah tidak efektifnya pola napas,  resiko tinggi  kekurangan cairan tubuh, gangguan kesadaran, tidak efektifnya koping indicidu.

C.     Intervensi

Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, mencegah penyerapan dan penawar racun (antidotum) yang meliputi resusitasi : air way, breathing dan circulation, eliminasi untuk menghambat absorbsi melalui pencernaan dengan cara kumbah lambung, emesis atau katartasis dan keramas rambut. 

Berikan antidotum sesuai pesanan dokter minimal 2 X 24 jam yaitu Atropin sulfat (SA).

Perawatan   suportif  meliputi  pertahankan  agar  pasien  tidak   sampai   demam atau  mengigil,  monitor perubahan   –   perubahan   fisik   seperti   perubahan   nadi   yang   cepat,   distress   pernapasan,   sianosis, diaphoresis,  dan tanda –  tanda  lain  kolaps  pembuluh darah dan kemungkinan   fatal  atau kematian. Monitor tanda vital setiap 15 menit untuk beberapa jam dan laporkam perrubahannya segera kepada dokter. Catat tanda – tanda seperti muntah, mual dan nyeri abdomen serta monitor semua muntah akan adanya darah. Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan. 

Jika pernapasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bias diperlukan. Jika keracunan   sebagai   suatu  usaha  untuk  membunuh  diri  maka   lakukan  safety precautions.  Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatris klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian, reaksi depresi, psikosis, neurosis, mental retardasi dan lain – lain. 

SUMBER :

1.      Lab./UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo, (1994), “Pedoman Diagnosis dan Terapi”, Surabaya

2.      Phipps, etc. (1991), ”Medical Surgical Nursing ; Cencept and Clinical Practice”, 4th, Mosby Year Book, Toronto.

Page 57: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

3.      Departemen Kesehatan RI, (2000), “Resusistasi Jantung – Paru – Otak ; Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support)”, Jakarta.

4.      Emerton, D.M., (1989), “Principles and Practice of Nursing”, University of Queensland Press, Australia

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARUTATAN PADA KLIEN DENGAN EDEMA PARU

BAB IPENDAHULUAN

A.        Latar Belakang

Edema   paru   terjadi   oleh   karena   adanya   aliran   cairan   dari   darah   ke   ruang   intersisial   paru   yang 

selanjutnya  ke  alveoli  paru,   melebihi  aliran  cairan  kembali   ke  darah atau  melalui   saluran   limfatik. 

Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan  NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui 

oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah 

Jantung  Kiri   apapun   sebabnya.   Edema  Paru  Kardiogenik   yang   akut   disebabkan  oleh   adanya  Payah 

Jantung  Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor , dapat  terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri 

Khronik.

B.    Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan respiratory distress syndrome ?

2.      Apa penyebab dari respiratory distress syndrome?

3.      Bagaimana manifestasi klinis dari respiratory distress syndrome?

4.      Bagaimana patofisiologi dari respiratory distress syndrome?

5.      Apa pemeriksaan penunjang untuk respiratory distress syndrome?

6.      Bagaimana komplikasi respiratory distress syndrome?

7.      Bagaimana penatalaksanaan respiratory distress syndrome ?

8.                   Bagaimana   asuhan   keperawatan   pada   klien   dengan   respiratory   distress   syndrome?

C.    Tujuan

Tujuan Umum

Page 58: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Menjelaskan   tentang   RDS   dan   Asuhan   Keperawatan   pada   klien   dengan   kasus   RDS.

Tujuan Khusus

1.      Menjelaskan tentang  respiratory distress syndrome.

2.      Menjelaskan tentang penyebab dari respiratory distress syndrome.

3.      Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari respiratory distress syndrome.

4.      Menjelaskan tentang patofisiologi dari respiratory distress syndrome.

5.      Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk respiratory distress syndrome.

6.      Menjelaskan tentang komplikasi respiratory distress syndrome.

7.      Menjelaskan tentang penatalaksanaan respiratory distress syndrome.

8.      Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan respiratory distress syndrome.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A.        DEFINISI

Edema   paru   adalah   akumulasi   cairan   di   paru-paru   secara   tiba-tiba   akibat   peningkatan   tekanan 

intravaskular. (Elizabeth J Corwin, 2001)

Edema paru  adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya  cairan  ekstravaskular  yang patologis  pada 

jaringan parenkim paru. (Titin Suprihatin, 2000)

B.         ETIOLOGI

1.      Ketidak-seimbangan Starling Forces :

a.        Peningkatan tekanan kapiler paru :

1)           Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan  fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).

2)           Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena  gangguan fungsi ventrikel kiri.

3)           Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena  peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over 

perfusion pulmonary edema). 

b.        Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia   sekunder   oleh   karena   penyakit   ginjal,   hati,   penyakit   dermatologi   atau   penyakit 

nutrisi.

c.        Peningkatan tekanan negatif intersisial :

1)           Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

Page 59: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

2)            Tekanan  pleura  yang   sangat  negatif  oleh  karena  obstruksi   saluran  napas  akut  bersamaan  dengan 

peningkatan end-expiratory volume (asma).

d.       Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

2.      Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome) 

a.        Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

b.        Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap  Teflon®, NO2, dsb).

c.        Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,  alloxan, alpha-naphthyl thiourea).

d.       Aspirasi asam lambung.

e.        Pneumonitis radiasi akut.

f.         Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

g.        Disseminated Intravascular Coagulation. 

h.        Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,  leukoagglutinin.

i.          Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

j.          Pankreatitis Perdarahan Akut.

3.      Insufisiensi Limfatik : 

a.        Post Lung Transplant. 

b.        Lymphangitic Carcinomatosis. 

c.        Fibrosing Lymphangitis (silicosis). 

4.      Tak diketahui/tak jelas 

a.        High Altitude Pulmonary Edema. 

b.        Neurogenic Pulmonary Edema. 

c.        Narcotic overdose. 

d.       Pulmonary embolism. 

e.         Eclampsia

f.    Post Cardioversion.

f.         Post Anesthesia. 

g.        Post Cardiopulmonary Bypass.

C.    PATOFISIOLOGI

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam 

pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, 

menyebabkan   pembengkakan.   Ini   dapat   terjadi   karena   terlalu   banyak   tekanan   dalam   pembuluh-

Page 60: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam 

plasma   (bagian   dari   darah   yang   tidak   megandung   segala   sel-sel   darah).

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar 

pembuluh-pembuluh darah kecil  pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat 

kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan 

karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya 

mempunyai   dinding   yang   sangat  tipis   yang  mengizinkan  pertukaran  udara   ini,   dan   cairan  biasanya 

dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya. 

Edema   Paru   terjadi   ketika   alveoli   dipenuhi   dengan   kelebihan   cairan   yang  merembes   keluar   dari 

pembuluh-pembuluh  darah  dalam paru   sebagai   gantinya  udara.   Ini  dapat  menyebabkan  persoalan-

persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan 

pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika 

menggambarkan   kondisi   ini   pada   pasien-pasien.   Pulmonary   edema   dapat   disebabkan   oleh   banyak 

faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary 

edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

D.    MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi  dapat dicari  dari  keluhan,   tanda fisik  dan perubahan radiografi (foto toraks).  Gambaran 

dapat   dibagi   3   stadium,   meskipun   kenyataannya   secara   klinik   sukar   dideteksi   dini.

1.    Stadium 1. 

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di 

paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa 

adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin 

adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi. 

2.    Stadium 2. 

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian 

pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan 

cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah 

basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat 

takhipnea.  Meskipun  hal   ini  merupakan   tanda  gangguan   fungsi   ventrikel   kiri,   tetapi   takhipnea   juga 

membantu   memompa   aliran   limfe   sehingga   penumpukan   cairan   intersisial   diperlambat.   Pada 

pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.

3.    Stadium 3. 

Page 61: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Pada   stadium  ini   terjadi   edema  alveolar.   Pertukaran  gas   sangat   terganggu,   terjadi  hipoksemia  dan 

hipokapnia.   Penderita   nampak   sesak   sekali   dengan   batuk   berbuih   kemerahan.   Kapasitas   vital   dan 

volume   paru   yang   lain   turun   dengan   nyata.   Terjadi   right-to-left   intrapulmonary   shunt.   Penderita 

biasanya  menderita  hipokapnia,   tetapi   pada  kasus   yang  berat  dapat   terjadi  hiperkapnia  dan  acute 

respiratory   acidemia.   Pada   keadaan   ini   morphin   hams   digunakan   dengan   hati-hati   (Ingram   and 

Braunwald, 1988).

D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Elektrokardiografi 

Bisa   sinus   takikardia  dengan  hipertrofi  atrium kiri   atau  fibrilasi   atrium,   tergantung  penyebab  gagal 

jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan, 

2.      Laboratorium

a.       Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.

b.      Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.

c.       Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin 

T), angiografi koroner

3.      Foto thoraks

Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.  Radiograph (X-ray)  dada yang normal 

terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya 

plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-

bidang yang  lebih  gelap  pada setiap sisi,  yang dilingkungi  oleh struktur-struktur   tulang dari  dinding 

dada.    

X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih 

pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema 

dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi  yang 

minimal dari  bidang-bidang paru yang normal.  Pemutihan ini  mewakili  pengisian dari  alveoli  sebagai 

akibat   dari   pulmonary   edema,   namun   ia   mungkin   memberikan   informasi   yang   minimal   tentang 

penyebab yang mungkin mendasarinya.

F.    PENATALAKSANAAN

1.        Posisi ½ duduk.

2.        Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, 

takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan 

Page 62: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), 

maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.

3.        Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

4.        Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan 

darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak 

memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila 

tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai 

tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau 

selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

5.        Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).

6.         Diuretik   Furosemid   40   –   80  mg   IV   bolus   dapat   diulangi   atau   dosis   ditingkatkan   tiap   4   jam   atau 

dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

7.        Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 

10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau 

keduanya.

8.        Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

9.        Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.

10.    Atasi aritmia atau gangguan konduksi.

11.    Operasi pada komplikasi  akut  infark miokard, seperti regurgitasi,  VSD dan ruptur dinding ventrikel  / 

corda tendinae.

G.    KOMPLIKASI 

Kebanyakan komplikasi-komplikasi  dari  pulmonary edema mungkin timbul dari  komplikasi-komplikasi 

yang   berhubungan   dengan   penyebab   yang  mendasarinya.   Lebih   spesifik,   pulmonary   edema   dapat 

menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan 

yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke 

organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.

H.    PENCEGAHAN

Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari pulmonary edema, beberapa 

langkah-langkah   dapat   diambil.   Pencegahan   jangka   panjang   dari   penyakit   jantung   dan   serangan-

serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang tinggi, atau penghindaran dari 

overdosis   obat   dapat   dipertimbangkan   sebagai   pencegahan.   Pada   sisi   lain,   beberapa   sebab-sebab 

Page 63: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau 

trauma yang berlimpahan.

BAB IIASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIANData umum:

1.        Identitas :

Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda

2.        Riwayat Masuk

Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan 

demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. 

Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien

3.        Riwayat Penyakit Dahulu

Predileksi   penyakit   sistemik   atau   berdampak   sistemik   seperti   sepsis,   pancreatitis,  

Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada 

klien

Pemeriksaan fisik

1.        Sistem Integumen

Subyektif   :   -

Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit 

meningkat, kemerahan

2.        Sistem Pulmonal

Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng

Obyektif   :  Pernafasan cuping  hidung,  hiperventilasi,  batuk  (produktif/nonproduktif),   sputum banyak, 

penggunaan   otot   bantu   pernafasan,   pernafasan   diafragma   dan   perut  meningkat,   Laju   pernafasan 

meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.

3.        Sistem Cardiovaskuler

Subyektif : sakit kepala

Obyektif   :  Denyut  nadi  meningkat,  pembuluh  darah  vasokontriksi,   kualitas  darah  menurun,  Denyut 

jantung tidak teratur, suara jantung tambahan

Page 64: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

4.        Sistem Neurosensori

Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

5.        Sistem Musculoskeletal

Subyektif : lemah, cepat lelah

Obyektif   :   tonus   otot  menurun,   nyeri   otot/normal,   retraksi   paru   dan   penggunaan   otot   aksesoris 

pernafasan

6.        Sistem genitourinaria

Subyektif : 

Obyektif : produksi urine menurun/normal.

7.        Sistem digestif

Subyektif : mual, kadang muntah

Obyektif : konsistensi feses normal/diare

Pemeriksaan Laboratorium :

1.        Hb : menurun/normal

2.         Analisa   Gas   Darah   :   acidosis   respiratorik,   penurunan   kadar   oksigen   darah,   kadar   karbon   darah 

meningkat/normal.

3.        Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.

B.    PRIORITAS MASALAH 

1.          Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan.

2.          Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat.

3.          Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal.

4.          Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal.

C.    INTERVENSI  KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan :

1.          Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan

Tujuan : Jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya

Kriteria : Suara nafas bersih, ronchii tidak terdengar pada seluruh lapang paru

Rencana Tindakan

a.       Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam

b.      Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar

Page 65: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

c.       Monitor humidivier dan suhu ventilator

d.      Monitor status hidrasi klien

e.       Monitor ventilator tekanan dinamis

f.       Beri Lavase cairan garam faali sesuai indikasi

g.      Beri fisioterapi dada sesuai indikasi

h.      Beri bronkodilator 

i.        Ubah posisi, lakukan postural drainage 

Rasional

a.       Monitor produksi secret

b.      Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan O2 

100 % dan hiperinflasi dengan 1 ½ kali VT menggunakan resusitasi manual atau ventilator. Auskultasi 

bunyi nafas setelah penghisapan

c.       Oksigen lembab merangasang pengenceran sekret. Suhu ideal 35-37,8OC

d.      Mencegah sekresi kental

e.       Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya perlengketan jalan nafas

f.       Fasilitasi pembuangan sekret.

g.      Fasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus utama.

h.      Fasilitasi pengeluaran sekret menuju bronkus utama.

2.          Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat

Tujuan : Pertukaran gas jaringan paru optimal

Kriteria : Gas Darah Arteri dalam keadaan normal

Rencana Tindakan 

a.           Periksa AGD 10-30 menit setelah pengesetan ventilator atau setelah adanya perubahan ventilator

b.           Monitor AGD atau oksimetri selama periode penyapihan

c.           Kaji apakah posisi tertentu menimbulkan ketidaknyamanan pernafasan

d.          Monitor tanda hipoksia dan hiperkapnea 

Rasional

a.         AGD diperiksa sebagai evaluasi status pertukaran gas; menunjukkan konsentrasi O2 & CO2 darah.

b.        Periode penyapihan rawan terhadap perubahan status oksigenasi.

c.         Dalam berbagai kondisi, ketidak-nyamanan dapat mempengaruhi klinis penderita.

d.        Hipoksia dan hiperkapnea ditandai adanya gelisah dan penurunan kesadaran, asidosis, hiperventilasi, 

diaporesis dan keluhan sesak meningkat.

Page 66: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

3.          Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal

Tujuan : Klien dan petugas kesehatan dapat berkomunikasi secara efektif selama pemasangan selang 

endotrakeal

Kriteria   :  Klin  dan perawat menentukan dan menggunakan metodayang tepat untuk berkomunikasi, 

tidak   terjadi   hambatan   komunikasi   berarti,   menggunakan   metode   yang   tepat

Rencana Tindakan:

a.          Jelaskan lingkungan, semua prosedur, tujuan dan alat yang berhubungan dengan klien

b.         Berikan bel atau papan catatan serta alat tulis untuk momunikasi

c.          Ajukan pertanyaan tertutup

d.         Yakinkan pasien bahwa suara akan kembali bila endotrakela dilepas.

Rasional

a.               Mengurangi   kebingungan  klien  dan  meminimalisasi  adanya  komunikasi   yang   sulit   antara  klien  dan 

perawat

b.              Sebagai media komunikasi antara klien dan perawat

c.              Menghindari komunikasi tidak efektif

d.             Mengurangi kecemasan yang mungkin timbul akibat kehilangan suara

4.      Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal

Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi nosokomial

Kriteria : tidak terdapat tanda-tanda infeksi nosokomial

Rencana Tindakan 

a.          Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum tiap kali penghisapan

b.         Tampung spesimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi

c.          Pertahankan teknis steril selama penghisapan lender

d.         Ganti selang ventilator tiap 24 – 72 jam

Rasional

a.               Infeksi traktus respiratorius dapat mengakibatkan sputum bertambah banyak, bau lebih menyengat, 

warna berubah lebih gelap

b.              Memastikan adanya kuman dalam sputum/jalan nafas

c.              Mengurangi resiko infeksi nosokomial

d.             Mengurangai resiko infeksi nosokomial

DAFTAR PUSTAKA

Page 67: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar

Carpenito,   Lynda   Juall   (2000),   Buku   saku   Diagnosa   Keperawatan,   Edisi   8,   EGC,   Jakarta

Corwin,   Elizabeth   J,   (2001),   Buku   saku   Patofisiologi,   Edisi   bahasa   Indonesia,   EGC,   Jakarta

Doengoes,   E.   Marilyn   (1989),   Nursing   Care   Plans,   Second   Edition,   FA   Davis,   Philadelphia

Mansjoer Arif:1999: Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I: Medi Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Suprihatin,   Titin   (2000),   Bahan   Kuliah   Keperawatan   Gawat   Darurat   PSIK   Angkatan   I,   Universitas Airlangga, Surabaya