Case Apendiktomi

40
FAKULTAS KEDOKETRAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) JL. Terusan Arjuna No.6 KebunJeruk – Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU ANASTESI dan REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Hari / Tanggal Presentasi Kasus : Jumat, 20 Februari 2015 SMF PENYAKIT ANASTESI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN Nama Mahasiswa : Leobalda Purnama D. Dore TandaTangan: NIM : 11-2014-046 Dokter Pembimbing : dr. Yosie Asmara, SpAn BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. S Umur : 14 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Belum Menikah Pekerjaan : Pelajar Alamat : - No RM : 4.23.21.12 Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 1

description

case

Transcript of Case Apendiktomi

Page 1: Case Apendiktomi

FAKULTAS KEDOKETRAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

JL. Terusan Arjuna No.6 KebunJeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU ANASTESI dan REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari / Tanggal Presentasi Kasus : Jumat, 20 Februari 2015

SMF PENYAKIT ANASTESI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Nama Mahasiswa : Leobalda Purnama D. Dore TandaTangan:

NIM : 11-2014-046

Dokter Pembimbing : dr. Yosie Asmara, SpAn

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. S

Umur : 14 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : -

No RM : 4.23.21.12

Tanggal Pemeriksaan : 13 Februari 2015

II. SUBJEKTIF

Dilakukan  dengan  autoanamnesis  pada  tanggal  13/2/2015  jam  12.30  di  kamar

operasi RSUD Tarakan.

Keluhan Utama:

Pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan bawah sejak 2 minggu yang lalu.

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 1

Page 2: Case Apendiktomi

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien masuk ke ruang operasi RSUD Tarakan dengan riwayat nyeri pada perut bagian

kanan bawah yang dirasakan sejak dua minggu belakangan ini. Nyeri dirasa seperti tertusuk-

tusuk dan menjalar hingga ke seluruh bagian perut. Pasien juga berjalan terbungkuk-bungkuk

akibat nyeri tersebut. Pasien mengaku sebelum muncul nyeri tersebut, pasien sempat

mengkonsumsi makanan pedas dengan jumlah yang cukup banyak. Keluhan lain seperti demam

dan diare tidak diakui pasien. Pasien sudah diberi obat anti nyeri dan juga antibiotic sehingga

nyeri yang dirasakan mulai berkurang.

Riwayat Penyakit Penyerta:

Pasien mengaku memiliki penyakit maag sejak dua tahun yang lalu. Riwayat alergi obat atau

makanan disangkal pasien.

Riwayat Kebiasaan:

Pasien menyukai makanan pedas. Kebiasaan merokok dan meminum alcohol disangkal pasien.

Riwayat Operasi Sebelumnya

Pasien tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya.

Status Generalis

a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan

b. Kesadaran : Somnolen (GCS = E2M5V3= 12)

c. Berat Badan : 59 kg

d. TD : 130/80 mmHg

e. Nadi : 90 x/menit

f. Pernapasan : 14 x/menit

g. Suhu : 36 oC

h. Kulit : akral  hangat,  tidak  ada  keringat  dingin

i. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan

j. Mata : OS : pupil bulat, ø 4mm, refleks cahaya langsung (+),

refleks cahaya tidak langsung (+)

OD : pupil bulat, ø 4mm, refleks cahaya langsung (+)

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 2

Page 3: Case Apendiktomi

refleks cahaya tidak langsung (+). Konjunctiva  anemis  (-/-),

Sklera Ikterik (-/-)

k. Mulut  dan  gigi :  buka  mulut  >2  jari,  tidak  ada  gigi  palsu, tidak  ada  gigi  goyah,

gigi menonjol.  Higiene  mulut   baik. Mandibula :  tidak  ada  fraktur,  sikatrik.  Bentuk

dagu  normal,  tidak  ada trismus.

l. Hidung :  tidak  ada  obstruksi  jalan  napas  oleh  polip,  tonsil tidak hipertrofi

m. Leher : pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar

n. Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-

o. Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

p. Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba

q. Ekstremitas :  akral  hangat, nadi  kuat

r. Edema :

- -

- -

s. Sensibilitas :

+ +

+ +

t. Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Penunjang

Hail Lab 12/2/2015

Hb : 12,0 g/Dl

Ht : 32,5

L : 7.080

Tr : 297.000

BT: 2

CT: 12

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 3

Page 4: Case Apendiktomi

Status Fisik (ASA)

Berdasarkan keadaan pasien saat ditemui diketahu status ASA pasien pada skala 2.

Diagnosa Kerja

Apendisitis Akut

Rencana Tindakan Bedah

Laparoskopi Apendiktomi + Steril

Rencana Tindakan Anasthesi

Anastesi Umum

TINDAKAN  ANASTESI  DAN  OPERASI

Preoperatif

Anamnesis  :

1. Pasien  tidak  memiliki  riwayat  alergi  obat-obatan  maupun  makanan

2. Pasien memiliki riwayat gastritis sejak 2 tahun yang lalu, pasien  tidak  memiliki  penyakit

jantung,  DM,  penyakit  paru-paru,  hipertensi,  penyakit  ginjal.

Pemeriksaan  fisik  :

1. Airway  paten,  nafas  spontan,  tidak  ada  ronkhi,  tidak  ada  wheezing

2. Malampati  2  (uvula  dan  palatum  mole  terlihat)

3. Leher  ekstensi  maksimal

4. Buka  mulut  >3  jari

5. Tidak  ada  gigi  goyang  dan  gigi  palsu

Tindakan  anastesi

Prosedur  :

1. Pasien  dipersiapkan  diruang  operasi  dengan  tidur terlentang  pada  meja  operasi.

2. Mempersiapkan mesin anastesi, monitor, dan ventilator

3. Pasien  dipasang  manset  dan  oxymeter  pulse, EKG Lead, Kateter Urin, temp, NIBP

4. Alat  general  anestesi  dipersiapkan  (handschoen  steril,      Masker (sesuaikan dengan

ukuran wajah pasien), Laringoskop berukuran 2-3. Jangan lupa untuk mencek lampunya

apakah nyalanya cukup terang), Endotracheal 3 ukuran (biasanya kita menyiapkan nomor

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 4

Page 5: Case Apendiktomi

7, 7.5, 8), Goedel 3 ukuran (3=hijau, 4 =kuning, 5=merah), Stilet (kawat guide saluran

nafas), Jelly, Kapas alcohol, Plester, Xilocain pump, Naso (buat di hidung. Tidak selalu

digunakan.. hanya pada keadaan tertentu), suction, syringe pump)

5. Menyiapkan obat-obatan anastesi umum seperti midazolam 5 mg dan fentanyl 0,5 mg

untuk premedikasi, kemudian untuk induksi seperti propofol 10mg, dan muscle relaxan

seperti noveron, kemudian menyediakan obat-obatan emergency seperti Atropin, Efedrin,

Ranitidin, Ketorolac, Ondansentron, Asam Traneksamat, Adrenalin.

6. Suntikkan pre medikasi: Midazolam 5 mg, dan Fentanyl 0,5 mg

7. Menyuntikkan propofol 100 mg sebagai induksi anestesi

8. Tunggu sampai refleks bulu mata hilang.

9. Bila refleks bulu mata telah hilang pasang masker dengan posisi benar. (Jaw thrust, chin

lift, tekan masker dengan ibu jari dan telunjuk)

10. Naikkan oksigen sampai 5-10 l

11. kurangi oksigen sampai 2 L. naikkan N2O menjadi 3L. buka isofluran/halotan

12. Setelah 2-3 menit lakukan intubasi

Gunakan laringoskopi intubasi

o Laringoskop dinyalakan

o Buka mulut dengan tangan kanan, gerakan jari menyilang (ibu jari menekan

mandibula ke bawah, jari telunjuk menekan maksila ke atas)

o Pegang laringoskop dengan tangan kiri

o Masukkan mulai dari sisi kanan kemudian menyingkirkan lidah ke kiri

o Cari epiglotis. Tempatkan ujung bilah laringoskop di valekula (pertemuan

epiglotis dan pangkal lidah)

o Angkat epiglotis dengan elevasi laringoskop ke atas (jangan menggunakan gigi

seri atas sebagai tumpuan!!!) untuk melihat plica vocalis

o Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten untuk melakukan BURP Manuver (Back,

Up, Right Pressure) pada cartilago cricoid sampai terlihat plica vocalis

o Masukkan ET sampai ujung proksimal cuff ET melewati plica vocalis

o Kembangkan cuff ET secukupnya (sampai tidak ada kebocoran udara)

o Cek dengan cara memberikan VTP. Pada pasien cek dengan auskultasi

menggunakan stetoskop, bandingkan suara nafas paru kanan sama dengan paru

kiri

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 5

Page 6: Case Apendiktomi

o Setelah pasti diletakkan di trakea, pasang OPA supaya tidak tergigit oleh pasien

o Fiksasi supaya tidak lepas = mulai dari sisi sebelah atas kemudian memutar dan

menyilang ke sebelah bawah.

Intraoperatif

Lama anestesi 1 jam 45 menit (8.00-9.45)

Lama pembedahan 1 jam 20 menit (8.15-9.35)

Medikasi Selama Operasi:

1. Pemberian tambahan noveron sebagai muscle relaxan pada menit ke 10 50mg dan ke 55

dan 10mg

2. Pemberian Fentanyl untuk memperkuat efek analgesia pada menit ke 20 dan 45 masing-

masing 50 mcg

3. Pemberian ondansentron sebagai antiemetic pada menit ke 85

4. Pemberian Ketorolac pada menit ke 90 sebagai analgetik

5. Oksigen Canul 2 l

Cairan  Masuk:

a. Hest 500 ml

b. Ringer Fundin 1000 ml

Keadaan  prabedah

TB  :  160 cm

BB  :  59 kg

TD  :  130/80 mmHg

Nadi  :  90x/menit

Suhu  :  36’C

Jam 8.00 9.00

R N TD

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 6

Page 7: Case Apendiktomi

Perdarahan 10 cc

Urin 400 cc

Saturasi O2 100%

Post  operatif

1. Pasca  bedah  di  ruang  pulih  sadar. Pasien  sadar  penuh  dengan  GCS  15. Keluhan

pasien:  mual  (-‐),  muntah  (-‐),  pusing  (-‐),  nyeri  (+).

Aldrete  score  :

Kesadaran  :  2  (sadar  penuh)

Respirasi  :  2  (sanggup  diminta  bernafas  dalam  dan  batuk)

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 7

Page 8: Case Apendiktomi

Sirkulasi  :  2  (tekanan  darah  naik/turun  berkisar  20%)

Warna  kulit  :  2  (merah  muda,  capillary  refill  <2  detik)

Aktivitas  :  1  (2  anggota  tubuh  dapat  bergerak  aktif  dan  dapat  diperintah)

VAS  :  3-4 (sakit  ringan)

Tekanan  darah  :  119/82mmHg.  CRT  :  <2detik.

Nadi  :  83x/menit.  SpO2  :  100%

2. Terapi  pasca  bedah

Infus  :  

Ringer  Asering

(dalam  24  jam)

Analgetik  :  ketorolac

Selimut  hangat

GENERAL ANAESTHETIC

Definisi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi,

kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit

ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada

tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.1

Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran

dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran,

analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.1

Sejarah Anestesi

Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia

kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol,

Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali

disintesis Valerius Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan

bernama W.G. Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730.

Sebelum penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun [[1777], dan

berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam

menghilangkan rasa sakit.1,2

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 8

Page 9: Case Apendiktomi

Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta mabuk-

mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini

membuat orang tertawa dan lupa segalanya.1,2

Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran

sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen

dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya.

Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di

Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya

diteruskan William Thomas Green Morton.

Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun

1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada

usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian

mengambil kuliah kedokteran gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan

kuliah di Harvard pada tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan

biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan

kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi palsu

serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa sakit.

Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang

dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang

ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter

sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.

Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun

1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum

Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau

disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat

seperti masker. Sesaat pasien yang mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur.

Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga

operasi selesai tanpa hambatan berarti.1,2

Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton

berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran.

Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 9

Page 10: Case Apendiktomi

pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia

kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia

dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu.

Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi

telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten

anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.

Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat

anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W.

Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum

Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah mengunakan eter di setiap operasi

bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya.

Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala,

dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.1,2

Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat

anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan

uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah

mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November

12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang

telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat

keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.

Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang bernilai

5.000 frank di tahun 1846, Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim,

penemuan tersebut adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan

zat lain (kloroform) sebagai bahan anestesi.1,2

Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya. Ia

mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal tanggal 15 Juli 1868 di

usia 49 tahun di Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson yang

meninggal dalam keadaan gila dan Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara

bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala, 2005).

Tujuan Anastsi Umum:

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 10

Page 11: Case Apendiktomi

Ø anestesi umum menjamin hdp pasien, yg memungkinkan operator melakukan tindakan

bedah dengan leluasa dan menghilakan rasa nyeri.3

Anestesiologis dengan Empat Rangkaian Kegiatan:

Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis

anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-

waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.Empat rangkaian

kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:

Ø Mempertahankan jalan napas

Ø Memberi napas bantu

Ø Membantu kompresi jantung bila berhenti

Ø Membantu peredaran darah

Ø Mempertahankan kerja otak pasien.

Syarat Ideal Anastesi Umum:

Ø Memberi induksi yg halus dan cepat.

Ø Timbul situasi px tak sadar / tak berespons

Ø Timbulkan keadaan amnesia

Ø Hambat refleks-refleks

Ø Timbulkan relaxasi otot skeletal, tp bukan otot pernafasan.

Ø Hambat persepsi rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx operasi.

Ø Berikan keadaan pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg berlangsung lama3

Kontra Indikasi Anastesi Umum

Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan

pemaiakaian obat)

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 11

Page 12: Case Apendiktomi

Ø Hepar è obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap

hepar/dosis obat diturunkan

Ø Jantung è obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah koroner

Ø Ginjal è obat yg diekskresi di ginjal

Ø Paru è obat yg merangsang sekresi Paru

Ø Endokrin è hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat

yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bias

menyebabkan peninggian gula darah3,4

Komplikasi

Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi

sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri

atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun

belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).

1. Komplikasi Kardiovasklar

a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.

b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan

pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada

penyakit jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard

yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau infark miokard.

Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah

dosis anestetika.

c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang

saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat

diobati dengan atropin

d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.4

2. Penyulit Respirasi

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 12

Page 13: Case Apendiktomi

a) Obstruksi jalan nafas

b) Batuk

c) Cekukan (Hiccup)

d) Intubasi endobronkial

e) Apnu (Henti Nafas)

f) Atelektasis

g) Pnemotoraks

h) Muntah dan Regurgitas

3. Komplikasi Mata

a) Laserasi Kornea

b) Menekan bola mata terlalu kuat

4. Perubahan Cairan Tubuh

a) Hipovolemia

b) Hipervolemia

5. Komplikasi Neurologi

a) KonvulsiTerlambat sadar

b) Cidera saraf tepi (perifer)

6. Komplikasi Lain-Lain

a) Menggigil

b) Gelisah setelah anestesi

c) Mimpi buruk

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 13

Page 14: Case Apendiktomi

d) Sadar selama operasi

e) Kenaiakn suhu tubuh

f) Hipersensitif

Macam-Macam Obat Anestesi Umum

Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan

1. Obat Anestetika gas

2. Obat Anestetika yang menguap

3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena1,3

1. Anestetik gas

Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan

operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam

darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek letal cukup lebar.

Contoh :

1.1 Nitrogen monoksida (N2O)

Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih

berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja,

tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik,

dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum

untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu

diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi

kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia.

Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat

proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum,

dalam kombinasi dengan zat lain.3

1.2 Siklopropan

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 14

Page 15: Case Apendiktomi

Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat

daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan

meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut

dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai

dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat

dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan

pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk

mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi

siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi

saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan

siklopropan.

Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri

tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita

syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus,

ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran

darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi.

Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu

pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui

paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air.

Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic

digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-

50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.3,4

2. Anestetik yang menguap

Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu

berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative

mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan

dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini

diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah

tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi

dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang

menguap.

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 15

Page 16: Case Apendiktomi

Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya

eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida,

trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau

mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter merupakan anestetik yang

sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesic kuat

sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita

masih sadar.3,4

Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan

neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh

neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin,

streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada

induksi dan waktu pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam,

salvias akan dihambat dan terjadi depresi nafas.

Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air

susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.

Efluran merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat melewati

stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan induksi terhambat bila

penderita menahan nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit

meningkat sehingga tidak perlu menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin. Kadar yang

tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini

enfluran diberikan dengan kadar kadar rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak banyak

mempengaruhi system kardiovaskuler, meskipun dapat menurunkan tekanan darah dan

meningkatkan frekuensi nadi. Efluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketekolamin

yang lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran membahayakan penderita penyakit

ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran dapat menyebabkan kejang tonik-

klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini dapat dihentikan tanpa gejala sisa dengan

mengganti obat anestesi, melakukan anestesi yang tidak terlalu dalam dan menurunkan ventilasi

semenit untuk mengurangi hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam

berumur kurang dari 3 tahun.3,4

Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan

efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar

obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 16

Page 17: Case Apendiktomi

pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi

bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi.

Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung

terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardi adihilangkan dengan pemberian

propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah

hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan

mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP

seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari

1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial. 3,4

Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah

meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja,

magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel,

titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut

fluotec. Efek analgesic halotanlemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan

kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi

(3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.3,4

Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah

meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran

mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat

menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan

stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat

digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap

ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran

bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.3,4

Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan

mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan

menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi

tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3

menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan

lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30

tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik local dengan

cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong

dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.3,4

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 17

Page 18: Case Apendiktomi

Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti

kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi

lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat

tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada

operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak

boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan

sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat

lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.3,4

3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral)

Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan

pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau analgesia

local, dan sedasi pada beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal membutuhkan criteria

yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu cepat menghasilkan efek hypnosis,

mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah

dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi

fungsi restirasi dan kardiovasculer, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi

organ. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau

cara anestesi lain. Kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi

beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi

pengaruh obat yang lain.5

Barbiturate menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di

formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan system

penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan system perangsang juga dihambat

sehingga respons korteksmenurun. Pada penyuntikan thiopental. Barbiturate menghambat pusat

pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat

oleh barbiturattetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah

jantung sedikit menurun. Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap

katekolamin.5

Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah :5

Natrium thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi

tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 18

Page 19: Case Apendiktomi

dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek

yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan

dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg

dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa

diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk

anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan

dosis 30 mg/kgBB.

Natrium tiamilal dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan

intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis

penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus

menerus (drip)

Natrium metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan

secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila

akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.

Ketamin merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif

aman. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat

analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak

menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin

akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin

menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi

terutama pada orang dewasa.

Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi

terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB

dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan

anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk

induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.

Droperidol dan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk

menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-

lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul

kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 19

Page 20: Case Apendiktomi

menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada

penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.

Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara

lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek

penghambat neuromuscular dan efekanalgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk

menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk

induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan

ultra short acting barbiturate, efek anestesi diaz-epam kurang memuaskan karena mula kerjanya

lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan

untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi local.

Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini

tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus

bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi

sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi.

Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan

intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan

rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada

vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.

Propofol secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa

minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum

intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang

terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan

tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer

daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.

Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan

tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.5

Obat-obat yang sering digunakan (pramedikasi)

Narkotik Analgetika:2,5

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 20

Page 21: Case Apendiktomi

Narkotik : morfin, dosis dewasa biasa 8-10 mg i.m. obat ini digunakan untuk mengurangi

kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan. Morfin adalah depresan susunan

syaraf pusat. Bila rasa nyeri telah ada sejak sebelm tindakan bedah merpakan obat pilihan.

Memberikan pemeliharaan anastesia yang mulus, bila memakai premedikasi morfin pada

penggunaan anestetika lemah. Kerugiaan penggnaan morfim, pulih pasca bedah lebih lama.

Penyempitan bronks dapat timbul pada paasien asma. Mual dan muntah pasca bedah ada.

Pethidin : dosis 1mg/kg bb dewasa, sering digunakan sebagai premedikasi seperti morfin

dan menekan tekanan darah dan pernafasan dan juga merangsang otot polos.

Barbiturat : Pentobartital dan sekobarbital sering digunakan untuk menimbulkan sedasi

dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau

intra muscular, pada dewasa dosis 100-200mg dan pada bayi dan anak-anak dosis 2mg/kg

bb. Yang mudah didapat Phenobarbital. Obat ini mempunyai kerja depresan yang lemah

terhadap pernafasan dan sirklasi serta jarang menyebabakan mual dan muntah. Pasien yang

mendapat barbiturate sebagai premedikasi biasanya bangun lebih cepat daripada bila

menggunakan narkotika.

Tranquilizer : bermacam-macam enis turunan fenotiasin dan penenang yang digunakan

sebagai premedikasi. Obat-obat ini digunakan oleh karena kera sedative, anti arrytmia,

antihistamin, dan kerja antiemetik, kadang-kadang kombinasi dengan barbiturate atau

narkotika. Kombinasi ini memberikan sedasi yang kuat. Contoh: phenergan 25 mg untuk

dewasa.

Antikolinergik : penggunaan hiosin dan atropine efektif sebagai anti mual dan muntah,

tetapi bila hiosin dikombinasikan dengan morfin atau papaveratum menambah sedasi

sementara atropine cenderung menambah kecemasan. Pemberian suntikan atropine secara

rutin telah dikeritik oleh Holt (1962) dan semakin lusnya penggunaan anestetika yang

merangsang. Tetapi masih digunakan untuk mengurangi bradikardi selama anesthesia.

Macam-Macam Teori Anastesi :Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 21

Page 22: Case Apendiktomi

Teori Membran

Kerja dr anastetika umum atas dasar perubahan struktur molekul membran. Tak

ada reseptor spesifik, tak ada antagonis yg bekerja scr langsung.

Ok perubahan sturktur membran, mk membran syasaf tak dpt cpt merubah

konfigurasi protein unt transmisi rangsang (impuls) syarafà perpindahan ion, pelepasn

neuro transmiter dg reseptor.

Teori Neurofisiologis

Timbulnya teori ini ok teori membran tak dpt jelaskan perubahan selektif

kesadaran, persepsi nyeri, dan relaksasi otot.

Teori ini bcr ttrg titik tangkap kerja di ssp dan jalur syaraf yg dipengruhi nu.

Laminadorsalis dr sumsum tl belakang (substansia gelatinosa), sistim retikuler,

dan nukleus pemancar sensorik talamus mrpkan daerah yg peka thd nu

Mecencephalic reticular prn menerima rangsang sensorik non spesifik jg pussat

pengatur kesiagaan dan kesadaran. If RAS dihambat mk pengaruh ke sistim limbik

dan struktur kortikal menurun hingga ilang kesadaran

Formasi Retikuler penting dlm pengaruhi nu wlo neuron berikan respon berbeda.

Barbiturat, eter n halotan, aktifitas spontan dihambat, efluran dan siklopropan

meningkatkan aktifitas sedangkan ketamin merubah pola rangsang (firing) All nu

ngeblok respon neuron thd rangsang sensorik.

Teori Lipid

Hubungan antara kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anesthesia.

Makin larut anestetik dalam lemak, makin kuat sifat anestetiknya.

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 22

Page 23: Case Apendiktomi

Teori Koloid

Pemberian zat anestetik terjadi penggumpalan sel koloid yang menimbulkan anesthesia

yang bersifat reversible diikuti dengan proses pemulihan.

Behavioral Theories (Depresan anesthsis theory)

Pada teori ini dijelaskan bhw anestesi dibagi dlm 4 stadium.

Stadium 1= std analgesia,

- Dimulai dr pemberian NU sd hilang kesadaran

- Px dpt ikuti perintah, timbul analgesia (rs skt ilang)

- Std 1 yg dpt dilakukan pembedahan ringan spt cabut gigi, biopsi dan partus. Stadium 2 std

delirium

- Mulai hilang sadar sd awl dilakukan pembedahan

- Tanda2: exitasi, gerakan yg tak nurut kehendak, tertawa, teriak, nangis, nyanyi,

nafas tak teratur, kadang apne dan hiperapne, tonus m skeletal meningkat,

inkontinensia urin, muntah, midrasi, hipertensi, takikardi. Hal ini bs terjadi ok

hambatan pd pusat hambatan

- Pd st ini bs terjadi mati ok itu hrs cpt dilalui dg pemberian premedikasi

Stadium 3 = std anestesi surgical (tdr dr 4 plane)

- Tanda-tanda : nafas teratur (st 2 tak teratur),reflek kelopak mata dan conjungtiva hilang,

tangan dpt jatuh bebas tanpa tahana, gerakan bola mata mrpk tanda awal std 3.

- Ada 4 plane :

a) P1: nafas teratur juga ant dada dan perut seimbang, spontan, gerakan bola mata yg

tak turut kehendak, miosis, relaxasi m bergaris -

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 23

Page 24: Case Apendiktomi

b) P2 nafas teratur tp <>

c) P3 nafas perut > dada, ok m interkos tal paralisis, relaxasi m sempurna, pupil >

lebar P2 tp blm sempurna.

d) P4 nafas prt sempurna ok m interkosta, td pupil >> , refleks thd cahaya hilang..

deep nafas, dan pupil lebar.

Stadium 4 = paralisa moduler.

- Nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung stop

meninggal.

Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat5

I.Parenteral

Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular biasanya

digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk indikasi

anesthesia. Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat dicapai induksi dan

pemulihan, sedikit komplikasi pasca anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi

otot rangka sangat lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin,

droperidol dan fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam,

dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anestetika lain.5,6

II.Perektal

Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk

induksi anesthesia atau tindakan singkat.

III. Perinhalasi, melalui pernafasan

Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah

menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika yang

dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut

tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya Anastasia, zat

anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anastesia yang

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 24

Page 25: Case Apendiktomi

adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap berbeda-beda dalam hal

potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia dan relaksasi otot rangka.

Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke

jaringan otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan, fluotan,

metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan fluroksen)

Factor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi

kekuatan manapun kecepatan anastesia.5

Intubasi endotrakheal adalah tindakan untuk memasukan pipa endostracheal kedalam trachea.

Tujuannya adalah pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan bag and mask,

pemberian nafas buatan secara mekanik ( respirator ) memungkinkan pengisapan secret secara

adekuat, mencegah aspirasi asam lambung dan pemberian oksigen dosis tinggi.6

Indikasi Intubasi

a. Ada obstruksi jalan nafas bagian atas

b. Pasien memerlukan bantuan nafas dengan respiratori

c. Menjaga jalan nafas tetap bebas

d. Pemberian anestesi seperti pada operasi kepala, mulut, hidung, tenggorokan, operasi

abdominal dengan relaksasi penuh dan operasi thoracotomy.

e. Terdapat banyak sputum ( pasien tidak mengeluarkan sendiri )

JENIS INTUBASI

a. Intubasi oral

- Keuntungan : lebih mudah dilakukan, bisa dilakukan dengan cepat pada

pasien dalam keadaan emergency, resiko terjadinya trauma jalan nafas lebih

kecil

- Kerugian : tergigit, lebih sulit dilakukan oral hygiene dan tidak nyaman.

b. Intubasi nasal

- Keuntungan : pasien merasa lebih enak/ nyaman, lebih mudah dilakukan pada

pasien sadar, tidak akan tergigit

- Kerugian : pipa ET yang digunakan lebih kecil, pengisapan secret lebih sulit,

dapat terjadi kerusakan jaringan dan perdarahan, dan lebih sering terjadi

infeksi (sinusitis)

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 25

Page 26: Case Apendiktomi

Komplikasi Intubasi

a. Ringan

Tenggorokan serak, kerusakan pharyng, muntah, aspirasi, gigi copot/

rusak.

b. Serius

Laryngeal edema, obstruksi jalan nafas, rupture trachea, perdarahan

hidung, fistula trcheoesofagal granuloma, memar, laserasi akan terjadi

dysponia dan dyspagia, bradi kardi, aritmia, sampai dengan cardiac arrest.6

Penyulit Intubasi :

a. Leher pendek

b. Fraktur servical

c. Rahang bawah kecil

d. Osteoarthritis temporo mandibula joint

e. Trismus

f. Ada masa difaring dan laring6

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Anestesiologi. Jakarta : CV. Info

Medika, 2002.

2. Morgan GE, Michail MS, Muray MJ. Clinical anesthesiology, 5thed. New York :

Lange;2013.

3. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. ed ke-3. Jakarta : EGC; 2009.

4. Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan terapi (basic therapy pharmacology). Jakarta: F K

U I, 2000.

5. Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi dasar dan klinik (Basic Clinical Pharmacology).

Alih Bahasa: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:

Salemba Medika.

6. Sinatra RS, Jahr JS, Pitchford MW.The Essence of Analgesia and Analgesics. New

York : Cambridges University Press; 2009.

Laporan Kasus Anestesi- Laparoskopi Apendiktomi | 26