1. apendiktomi laparatomy

24
LAPARATOMI adalah pembedahan perut sampai membuka selaput perut. Yang dimaksud  pembedahan laparatomi adalah: 1) Berbagai jenis operasi pada uterus; 2) Operasi pada tuba fallopi; 3) Operasi pada ovarium. Ada empat cara, yaitu: 1) idline in!ision 2) "aramedium# $aitu; sedikit ke tepi dari garis tengah %& 2#' !m) dan panjang %12#' !m). 3) (ransverse upper abdomen in!ision# $aitu; insisi di bagian atas. ) (ransverse lo*er abdomen in!ision# $aitu; insisi melintang di bagian ba*ah & !m di atas anterior spinal iliaka.  b. +ndikasi 1) (rauma abdomen %tumpul atau tajam) 2) "eritonitis 3) "erdarahan saluran pen!ernaan %+nternal Blooding) ) ,umbatan pada usus halus dan besar 

description

yoh

Transcript of 1. apendiktomi laparatomy

BAB II

PAGE

LAPARATOMIadalah pembedahan perut sampai membuka selaput perut. Yang dimaksud pembedahan laparatomi adalah:

1) Berbagai jenis operasi pada uterus;2) Operasi pada tuba fallopi; 3) Operasi pada ovarium.

Ada empat cara, yaitu:1) Midline incision

2) Paramedium, yaitu; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm) dan panjang (12,5 cm).

3) Transverse upper abdomen incision, yaitu; insisi di bagian atas.

4) Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka.

b. Indikasi

1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

2) Peritonitis

3) Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding)

4) Sumbatan pada usus halus dan besar

5) Masa pada abdomen.

c. Komplikasi

1) Ventilasi paru tidak kuat

2) Gangguan kardiovaskuler

3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.

APENDIKSITISA. Konsep Teori

1. Pengertian

a. Laparatomi Eksplorasi

Menurut Donna D. Ignatavicus (1995:1615) dan Dr.Med.Ahmad Ramali (2000:194), laparatomi eksplorasi adalah pembedahan untuk membuka rongga perut dengan memeriksa abnormalitas rongga perut.

b. Apendiktomi

Menurut Donna D. Ignatavicus (1995: 1615) dan Smeltzer and Bare (Alih bahasa Agung Waluyo, 2001: 1097), apendiktomi adalah tindakan membuang apendiks yang terinflamasi.

c. Apendiksitis Perforasi

Apendiksitis perforasi adalah peradangan pada apendiks bila terjadi kerapuhan dinding apendiks yang telah menjadi gangren. (FKUI, 2001:307).

d. Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi pertonium - lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera. (Smeltzer and Bare. Alih bahasa Agung Waluyo. 1996:1097)

Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-ogan abdomen (misalnya apendiksitis, salpingitis), ruptura saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. (Sylvia Anderson Price.Alih bahasa Peter Anugrah. 1995: 401)

Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwa Post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi atas indikasi peritonitis lokal akibat apendiksitis perforasi adalah suatu keadaan pasca operasi pembedahan perut untuk mengangkat apendiks yang terinflamasi karena adanya komplikasi inflamasi peritonium - lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera akibat penyebaran infeksi dari apendiksitis yang telah mengalami perforasi. 2. Etiologi

Menurut Syamsuhidayat dan Wim De Jong (2004: 640), penyebab apendiksitis adalah

a. Infeksi bakteria

b. Sumbatan lumen apendiks

c. Hiperplasia jaringan limfe

d. Fekalit

e. Tumor apendiks

f. Cacing askaris

g. Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.hystolitica

h. Diet rendah serat

Sedangkan etiologi peritonitis menurut Smeltzer and Bare (Alih bahasa Agung Waluyo, 2001: 1103) dan Sudarth and Smith (1995: 441) adalah

a. Penyebab Primer

1) Bakteria patogen (streptococci, pneumococci, gonococi)

2) Pasien dengan sirosis atau nephrosis

b. Penyebab Sekunder

1) Pada pasien infeksi gastrointestinal seperti apendiksitis perforasi, hernia incarcerata, typhoid perforasi, ileus obstruktif dll.

2) Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.

3. Manifestasi Klinis

Menurut R. Syamsuhidayat dan Wim De Jong (2004:644) manifestasi klinis pada klien dengan peritonitis akibat apendiksitis perforasi adalah:

a. Demam tinggi

b. Nyeri yang makin hebat yang meliputi seluruh perut

c. Perut menjadi tegang dan kembung

d. Nyeri tekan

e. Defans muskuler

f. Peristaltik menurun sampai hilang

g. Malaise

h. Leukositosis

4. Patofisiologi

Apendiksitis biasanya disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum sehingga menimbulkan nyeri di daerah kuadran bawah. Keadaan ini disebut dengan apendiksitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendiksitis gangrenosa. Bila inding telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendiksitis perforasi.

Infeksi yang terjadi dapat masuk ke peritoneal lewat sistem vaskular. Sehingga peritonium mengalami infeksi. Adanya proliferasi bakterial, terjadi edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah.

5. Penatalaksanaan Medis

a. Manajemen medis

Sampai pembedahan dilakukan, yang dapat dilakukan adalah pemberian cairan intra vena dan anti biotik. (Joyce M. Black et al, 1995: 1636).

b. Pembedahan

1) Pra Pembedahan

Pada apendiksitis perforasi, persiapan pra bedah mencakup pemasangan sonde lambung dan tindakan dekompresi. Penurunan suhu tubuh, antibiotika dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intra vena.

Pada apendiksitis dengan penyulit peritonitis umum, umumnya pasien dalam kondisi buruk. Tampak septik dan dalam kondisi hipovolemi serta hipertensi. Hipovolemi diakibatkan oleh puasa lama, muntah dan pemusatan cairan di daerah proses radang, seperti edema oran intraperitoneal, dinding abdomen dan pengumpulan cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal.

Persiapan pra bedah: pemasangan sonde lambung untuk dekompresi, pemasangan kateter untuk kontrol produksi urine, rehidrasi, antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena, obat-obatan penurun panas.

2) Pembedahan

Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai. Suhu tubuh tidak melibihi 38 derajat, produksi urine 1-2 ml/ kgBB/ jam. Nadi dibawah 120 X/ menit.

Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab. Pada peritonitis lokal akibat apendiksitis perforasi dilakukan eksisi pada (apendiks), reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi) dan drainase (abses). Dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah. Selain itu dianjurkan pemasangan penyalir subfasia untuk menghindari infeksi. Dua atau empat kateter mungkin dimasukan sebagai drain rongga perut dan sebagai rute irigasi post operasi.

3) Post Pembedahan

Perlu dilakukan observasi tanda- tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam syok, hipertermi atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan untuk tindakan lain sebagai penunjang: tirah baring dalam posisi semi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik spektrum luas dilanjutkan dengan antibiotik sesuai kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba masa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

6. Komplikasi

Komplikasi dari post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi a.i perotinitis lokal e.c apendiksitis perforasi adalah adanya komplikasi pada sistem respiratori seperti atelektase dan statis pneumonia akibat efek anestesi terutama anestesi dengan cara inhalasi. Pada sistem sirkulasi dapat terjadi thrombophlebitis yang timbul akibat vena statis dengan faktor risiko akibat efek anestesi dan kurang bergerak. Adanya dehisensi luka dapat terjadi sekitar 1 % dari kasus bedah abdomen akibat banyak batuk, muntah, distensi, dehidrasi ataupun infeksi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Pengumpulan Data

1) Data Demografi

a) Identitas Klien

Kaji usia dan jenis kelamin klien. Perforasi timbul 93 % pada anak- anak dibawah usia 2 tahun dan antara 40-75 % kasus terjadi diatas usia 60 tahun.(FKUI, 1999: 181). Sedangkan jenis kelamin perlu dikaji karena apendiksitis terjadi 1,3-1,6 kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita. (FKUI, 1999: 177).

b) Identitas Penanggung Jawab

Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, pekerjaan, agama, alamat dan hubungan dengan klien.

2) Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

(1) Alasan Masuk RS

Klien umumnya datang dengan keluhan nyeri, spasme dinding otot perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam dan malaise. (FKUI, 2001:309)

Umumnya nyeri yang dirasakan bertambah bila bergerak, terutama bila batuk dan ekstensi ekstrimitas bagian bawah dan berkurang bila berbaring dan mengangkat kaki mendekati perut untuk menahan tekanan pada otot abdomen. Nyeri dirasakan hebat pada area epigastrium atau periumbilikal dan menyebar ke abdomen kuadran bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus daripada hilang timbul. Nyeri dirasakan berat.

(2) Keluhan Saat Dikaji

Klien dengan post operasi laparatomi + apendiktomi umumnya mengeluh nyeri, keluhan nyeri akan bertambah bila klien bergerak dan menurun jika diistirahatkan dengan kaki ditekuk, nyeri bersifat tajam yang dirasakan terus menerus/ hilang timbul, nyeri dirasakan pada area operasi dan cenderung dirasakan dari sedang sampai berat.b) Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji kebiasaan menahan BAB, kebiasaan makan makanan pedas, rendah serat dan makanan biji-bijian. Kaji adanya penyakit Diabetes Melitus dan TB paru yang dapat menghambat proses penyembuhan luka, riwayat pembedahan perut, riwayat penyakit kanker dan jantung, riwayat menderita cacingan dan riwayat alergi obat dan protein. Riwayat merokok yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Kaji adanya anggota keluarga / lingkungan yang mempunyai penyakit menular infeksi seperti TB dan hepatitis. Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi, jantung dan diabetes melitus di keluarga.

3) Pola Aktivitas Sehari-hari

a) Nutrisi

(1) Makan

Sebelum sakit perlu dikaji adanya diet rendah serat, berasa asam dan pedas dan biji-bijian.

Setelah sakit kaji adanya penurunan intake nutrisi akibat anoreksia, mual/muntah akibat efek anestesi dan rasa tak sedap pada mulut. Selain itu kaji konsumsi makanan tinggi protein dan vitamin C yang dapat mempercepat penyembuhan luka.

(2) Minum

Sebelum sakit, kaji adanya kebiasaan sedikit minum dan konsumsi alkohol dan kopi.

Setelah operasi, kaji frekuensi dan jumlah intake cairan yang masuk peroral.

b) Eliminasi

(1) BAK

Pada saat sebelum operasi ditemukan adanya peningkatan frekuensi berkemih dan rasa sakit saat berkemih bila apendiks menempel pada kandung kemih

Pada klien post operasi, kaji jumlah urine selama 24 jam dan adanya ketidaknyamanan akibat adanya kateterisasi.

(2) BAB

Eliminasi sebelum operasi, kaji adanya diare atau konstipasi dan kebiasaan menahan BAB.

Kaji adanya konstipasi post operasi akibat efek anestesi yang menurunkan peristaltik usus.

c) Istirahat Tidur

Kaji kebiasaan istirahat tidur klien sebelum sakit secara kualitas dan kuantitas.

Perlu dikaji adanya gangguan istirahat tidur akibat nyeri yang dapat merangsang RAS sehingga klien dalam keadaan waspada.

d) Personal Hygene

Sebelum sakit perlu dikaji pola kebersihan diri klien meliputi mandi, keramas, gosok gigi dan gunting kuku.

Kaji adanya penurunan kemampuan untuk kebersihan diri klien akibat kelemahan dan nyeri yang meliputi mandi, keramas, gosok gigi dan gunting kuku.

e) Aktivitas

Kaji aktivitas klien sehari-hari sebelum sakit. Pada klien post operasi umumnya mengalami penurunan aktivitas akibat kelemahan dan nyeri.

4) Pemeriksaan Fisik

a) Sistem Pernafasan

Pada klien dengan post operasi kaji adanya penumpukan sekret dan pernafasan yang cepat dan dangkal, suara nafas ronchi dan rales dan peningkatan respirasi akibat nyeri.

b) Sistem Kardiovaskular

Klien luka post operasi kaji peningkatan nadi dan tekanan darah, konjungtiva pucat, penurunan Hb, adanya hipotensi orthostatik, kaji CRT, akral klien untuk mengetahui fungsi perfusi jaringan dan homan sign.

c) Sistem Pencernaan

Pada klien dengan post operasi ditemukan mulut kering dan distensi abdomen. Terdapat mual, muntah dan anoreksia, distensi abdomen dan nyeri. Terdapat luka operasi dan drain sehingga perlu dikaji keadaannya, adanya tanda- tanda infeksi seperti kemerahan, bengkak, panas, nyeri dan fungsio laesa. Terjadi penurunan peristaltik akibat efek anestesi selama 24 jam dan berangsur- angsur peristaltik normal kembali. Kaji adanya konstipasi (teraba masa akibat pengerasan feses di kuadran kanan bawah) dan setelah efek anestesi hilang mungkin masih terdapat mual dan tidak nafsu makan.

d) Sistem Perkemihan

Pada klien post operasi mungkin ditemukan adanya pemasangan kateter sesuai indikasi dan penurunan jumlah urine output akibat adanya kekurangan volume cairan. Kaji adanya kateterisasi dan keadaan kebersihan kateter dan kulit sekitar kateter seperti adanya kemerahan, nyeri atau perasaan ketidaknyamanan.

2) Data psikologis

Kaji adanya kecemasan, gelisah dan konsep diri dan koping klien akibat penyakit, keprihatinan finansial dan hospitalisasi.

3) Data sosial

Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya. Biasanya klien tidak akan ikut serta dalam aktivitas sosial atau menarik diri akibat adanya nyeri, kelemahan dan kelelahan.

4) Data spiritual

Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya dihubungkan dengan agama yang dianutnya.. harapan klien terhadap masayang akan datang, dan kegiatan keagamaan selama klien sakit.

5) Data Penunjang

Data penunjang yang diperlukan pada klien dengan apendiksitis perforasi menurut Doengoes (2001: 509) dan FKUI (2001: 308), yaitu :

(a) Pemeriksaan Laboratorium

Leukosit: Diatas 12.000 mm3 Neutrofil: meningkat sampai 75 %

Urinalisis: normal, tetapi mungkin ditemukan eritrosit/ leukosit

(b) Radiologi

Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergerakan material dari apendiks (fekalit), ileus terlokalisir.

(c) USG

USG dilakukan bila terjadi infiltrat apendikularis

b. Analisa Data

2. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa yang muncul pada klien dengan gangguan sistem pencernaan :post operasi laparatomi eksplorasi + apendiktomi a.i peritonitis difusa e.c apendiksitis perforasi menurut Doengoes (Alih bahasa I Made Kariasa, 2001), Carpenito (Alih bahasa Ester Monica, Setiawan, 1999) dan Engram (Alih bahasa Surhayati Samba, 1998), antara lain:

a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah

b. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan), penurunan intake oral dan kehilangan cairan abnormal

c. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah

d. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luaa dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah dan pembatasan diet.

e. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan medikasi dan hospitalisasi

f. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap anestesi, hipoksia jaringan dan ketidakcukupan nutrisi dan cairan

3. Perencanaan

Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien. Menurut Doengoes, (alih bahasa I Made Kariasa, 2000:762), Carpenito (Alih bahasa Ester Monica, Setiawan, 1999) dan Engram (Alih bahasa Surhayati Samba, 1998), adalah:

a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah

Tujuan : Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil :

Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar

Bebas tanda infeksi, eritema

Bebas dari demam

IntervensiRasional

1. Awasi tanda-tanda vital terutama suhu. Perhatikan demam, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen

2. Ganti verband sesuai aturan dengan teknk aseptik

3. Pantau terhadap tanda dan gejala infeksi

4. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang dapat memperlambat penyembuhan luka:

a. Jaringan luka dehidrasi

b. Infeksi luka

c. Nutrisi dan hidrasi tidak adekuat

d. Gangguan suplai darah

e. Peningkatan stres atau aktivita berlebihan

5. Berikan antibiotik sesuai indikasi

6. Berikan paling sedikit 2 liter cairan setiap hari ketika melaksanakan terapi antibiotik1. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan, suhu tubuh yang meningkat adalah salah satu tanda dari terjadinya infeksi jika suhu tubuh meningkat akan mempengaruhi tanda vital lainnya. Dugaan infeksi/ terjadinya sepsis, abses dan peritonitis

2. Verband yang lembab merupakan media kultur untuk pertumbuhan bakteri. Dengan mengikuti teknik aseptik akan mengurangi risiko kontaminasi bakteri.

3. Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan darah dan aliran limfe (dimanifestasikan dengan edema, kemerahan, dan pengingkatan drainase) dan penurunan epitelisasi (ditandai dengan pemisahan luka).

a. Penelitian melaporkanbahwa migrasi epitel dihambat di bawah krusta kering; gerakan tiga kali lebih cepat di atas jaringan basah.

b. Eksudat pada luka terinfeksi merusak epitelisasi dan penutupan luka

c. Untuk memperbaiki harus meningkatkan masukan protein dan karbohidrat dan hidrasi yang adekuat untuk transpor vaskular dari oksigen dan zat sampah

d. Suplai darah pada jaringan cedera harus adekuat untuk mentranspor leukosit dan membuang zat sampah

e. Peningkatan stress dan aktivitas mengakibatkan peningkatan kadar kalon, suatu penghambat miotik yang menekan regenerasi epidermal

4. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.

5. Cairan membnatu menyebarkan obat ke jaringan tubuh

b. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan), penurunan intake oral dan kehilangan cairan abnormal

Tujuan : Volume cairan adekuat

Kriteria hasil :

Mempertahankan kesimbangan cairan

Membran mukosa lembab

Turgor kulit baik

Tanda-tanda vital stabil

Haluaran urine adekuat

IntervensiRasional

1. Awasi TD dan nadi

2. Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler

3. Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine/ konsentrasi, berat jenis

4. Auskultasi bising usus

5. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila permasukan oral di mulai, dan dilanjutkan dengan diet sesuai toleransi

Mandiri

6. Berikan perawatanmulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir

Kolaborasi

7. Pertahankan penghisapan gaster/ usus

8. Berikan cairan IV dan elektrolit

1. Tanda yang membnatu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskular

2. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

3. Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan

4. Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk masukan peroral

5. Menurunkan iritasi gaster/ muntah untuk menimbulkan kehilangan cairan

6. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah

7. Selang NG biasanya dimasukan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah.

8. Peritonium bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan.

c. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah

Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya rasa tidak nyaman

Kriteria hasil :

Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol

Postur tubuh rileks

Klien mampu istirahat/ tidur dengan tepat

IntervensiRasional

1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat.

2. Pertahankan istirahat dengan semifowler

3. Dorong ambulasi dini

4. Berikan aktivitas liburan

Kolaborasi:

5. Pertahankan puasa/ penghisapan NG awal

Kolaborasi

6. Berikan analgesik sesuai indikasi

7. Berikan kantong es pada abdomen

1. Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan pnyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses/ peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi.

2. Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdimen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.

3. Meningkatkan normalisasi fungsi organ , contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

4. Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

5. Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/ muntah

6. Menghilangkan nyeri, mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain. Contoh: ambulasi, batuk.

7. Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan ujung syaraf. Catatan: Jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jarinngan.

d. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luaa dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah dan pembatasan diet.

Tujuan : Nutrisi adekuat

Kriteria hasil :

BB klien tetap atau meningkat

Porsi makan klien habis

Klien memahami pentingnya nutrisi terhadap penyembuhan luka

IntervensiRasional

1. Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian yang optimal

2. Anjurkan klien untuk makan porsi sedikit tapi sering

3. Anjurkan klien untuk makan makanan yang hangat

4. Lakukan oral hygene

5. Berikan antiemetik sesuai indikasi

6. Pertahankan cairan IV

1. Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan firoblas dan jaringan granulasi serta produksi kolagen

2. Dengan makanan sedikit demi sedikit diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi

3. Makanan yang hangat dapat mengurangi rasa mual sehingga menambah selera makan klien

4. Mulut bersih dapat membuat klien nyaman dan meningkatkan nafsu makan

5. Anti emetik dapat menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi

6. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit

e. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan medikasi dan hospitalisasi

Tujuan : Istirahat tidur klien terpenuhi

Kriteria hasil :

Klien tidak mengeluh susah tidur

Klien dapat tidur 7-8 jam sehari

Klien tampak segar

IntervensiRasional

1. Berikan penjelasan pada klien tentang pentingnya istirahat tidur

2. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan cara :

Tanyakan pada klien kebiasaan sebelum tidur

Lingkungan yang tenang

Merapihkan tempat tidur

Mengatur posisi tidur klien sesuai kenyamanan

3. Anjurkan klien untuk minum susu hangat sebelum tidur

4. Anjurkan klien untuk membatasi makanan/ minuman yang mengandung kafein

5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat hipnotik

1. Transfer informasi sehingga klien mengetahui pentingnya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur agar tubuh menjadi relaks dan segar, daya tahan tubuh tetap stabil dan mengembalikan stamina/ tenaga.

2. Dengan lingkungan yang nyaman dan tenang akan mendukung untuk memenuhi kebutuhan tidur klien.

3. Didalam susu mengandung zat lactoferin yang dapat merangsang kantuk.

4. Kafein dapat memperlambat pasien untuk tidur tahap REM, mengakibatkan pasien tidak merasa segar.

5. Obat hipnotik dapat menurunkan perangsangan RAS sehingga membantu klien untuk memenuhi kebutuhan istirahat tidur.

f. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan sekunder terhadap anestesi, hipoksia jaringan dan ketidakcukupan nutrisi dan cairan

Tujuan : Klien dapat beraktivitas secara mandiri

Kriteria hasil :

Klien dapat memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri

Klien dapat beraktivitas sesuai kemampuan

IntervensiRasional

1. Mtivasi klien untuk beraktivitas : membiarkan kaki klien menjuntai ditempat tidur, atur posisi tidur agar kepala lebih tinggi, dan anjurkan moblisasi secara bertahap

2. Motivasi klien untuk memenuhi kebutuhan ADLnya sendiri sesuai kemampuan

3. Rencanakan periode istirahat teratur sesuai jadual

4. Anjurkan kepada keluarga untuk membantu kebutuhan ADL klien yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh klien 1. Mobilisasi bertahap memungkinkan sistem kardiopulmonal klien untuk kembali pada status klien sebelum sakit, menjuntaikan kaki dapat membantu meminimalkan hipotensi orthostatik, peninggian bagian kepala dapat mengurangi stress pada jalur jahitan

2. Partisipasi klien dalam perawatan diri memperbaiki fungsi fisiologinya dan mengurangi kelelahan akibat ketidak aktifan, dan juga memperbaiki harga dirinya dan kesejahteraanya.

3. Periode istirahat teratur memungkinkan tubuh lebih menghemat dan memulihkan energi

4. Agar keluarga dapat berpartisipasi untuk memenuhi kebutuhan ADL klien

4. Implementasi

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (lyer et al, 1996). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tahapdalam tindakan keperawatan: persiapan, perencanaan dan dokumentasi (Nursalam, 2001:63).

5. Evaluasi

Evaluasi terdiri dari 2 komponen, yaitu:

a. Evaluasi Proses (Formatif)

Fokus dari tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan.. Evaluasi ini harus segera dilakukan setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan tindakan. (Nursalam, 2001: 74)

b. Evaluasi hasil (sumatif)

Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna. (Nursalam, 2001: 74).

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall., Alih bahasa Monica Ester dan Setiawan, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.

Corwin, Elizabeth.J., Alih bahasa Brahnmu. 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Djuharie, O. Setiawan., 2001, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi, Yrama Widya, Bandung.

Doengoes, Marilynn.E., Alih bahasa I Made Kariasa, 2001, Rencana Asuhan Keperwatan, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara., Alih bahasa Suharyati Samba, 1998, Rencana Asuhan Keperwatan Volume 1 dan 3, EGC, Jakarta.