LP apendisitis

15
LAPORAN PENDAHULUAN JUDUL: APENDISITIS Oleh: PUTRI MARETA HERTIKA NIM: 122310101014 1. Kasus (masalah utama) (Diagnosa Medis) Apendisitis 2. Proses terjadinya masalah a. Pengertian Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), lebar 0,3-0,7 cm yang melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimak dan melebar pada bagian distal. Apendiks adalah tonjolan kecil miripjari dari dasar sekum atau berbentuk kantung buntu di bawah tautan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum (Sherwood, 2001, dalam Widia 2013). Apendiks bagian dari organ sistem pencernaan tubuh manusia yang tidak memiliki fungsi yang jelas. Namun appendiks memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme intestinal. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated

description

Apendisitis

Transcript of LP apendisitis

LAPORAN PENDAHULUANJUDUL: APENDISITISOleh: PUTRI MARETA HERTIKANIM: 122310101014

1. Kasus (masalah utama) (Diagnosa Medis)Apendisitis2. Proses terjadinya masalaha. PengertianApendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), lebar 0,3-0,7 cm yang melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimak dan melebar pada bagian distal. Apendiks adalah tonjolan kecil miripjari dari dasar sekum atau berbentuk kantung buntu di bawah tautan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum (Sherwood, 2001, dalam Widia 2013). Apendiks bagian dari organ sistem pencernaan tubuh manusia yang tidak memiliki fungsi yang jelas. Namun appendiks memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme intestinal. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol poliferasi bakteri, virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya.

Apendisitis merupakan peraangan paa apendiks dan menjadi penyebab umum terjadinya tindakan emergency bedah abdomen. Definisi lain Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks sebuah kantung buntu yang berhubungan dengan bagian akhir secum yang umumnya disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks (Luxner, 2005, dalam Widia, 2013).Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan kronis (Sjamsuhidayat & Jong, 2005, dalam Widia 2005).1. Apendisitis AkutPeradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini disertai dengan mual muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan pindah ke daerah McBuerney. Pada titik ini nyeri yang dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya seingga merupakan nyeri somatik setempat (Sjamsuhidat, 2005, dalam Widia 2005). Nyeri tekan dan nyeri lepas disertai rigiditas pada titik McBurney sensitive untuk apendisitis akut. Komplikasi dari apendisitis akut yang paling sering terjadi adalah perforasi. Komplikasi dari apendiks akut yang paling sering adalah perforasi. Perforasi dari appendiks dapat menimbulkan abses periapendistis yaitu terkumpulnya pus yang terinfeksi bakteri. 2. Apendisitis KronikDiagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan 3 hal yaitu:1) Nyeri kuadran kanan bwaha abdomen selama paling sedikit 3 minngu tanpa alternativ diagnosis lain.2) Setelah dilakukan appendiktomi gejala yang dialami pasien akan hilang.3) Secara histopatologik gejalanya dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif pada dinding appendiks atau fibrosis pada appendiks (Santacroce & Craig, 2006, dalam Widia, 2013).Gejala yang dialami oleh pasien appenditis kronis tidak jelas dan progresifnya lambat. Terkadang pasien mengeluh merasakan nyeri pada kuadran kanan bawah yang intermiten atau persisten selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

b. PenyebabApendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005, dalam Agustin, tanpa tahun).

c. PatofisiologiApendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah. Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal. Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007, dalam tanpa nama, universitas Sumatra Utara).d. Tanda dan gejalaApendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002, dalam Agustin, tanpa tahun).e. PenatalaksanaanPembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002, dalam Agustin, tanpa tahun).

Masalah Keperawatan yang Perlu Dikaji1) IdentitasPenyakit ini dapat dijumpai disemua usia, namun paling sering pada usia antara 20 sampai 30 tahun. Kejadian apendisitis 1,4 kali lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita.2) LingkunganDengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.Riwayat kesehatan1) Keluhan utamaNyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.2) Riwayat kesehatan dahuluRiwayat operasi sebelumnya pada kolon.3) Riwayat kesehatan sekarangSejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan.Pemeriksaan fisik1) InspeksiPada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.2) PalpasiPada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).

3) Pemeriksaan colok duburPemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.4) Uji psoas dan uji obturatorPemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.\Perubahan pola fungsiData yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000), dalam Agustin (tanpa tahun) adalah sebagai berikut :a) Aktivitas / istirahatGejala : Malaise.b) SirkulasiTanda : Takikardi.c) EliminasiGejala : Konstipasi pada awitan awa, diare (kadang-kadang).Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan, terjadi penurunan atau tidak ada bising usus.d) Makanan / cairanGejala : Anoreksia, mual/muntah.

e) Nyeri / kenyamananGejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas (berhubungan dengan lokasi apendiks, contoh : retrosekal atau sebelah ureter).Tanda : Perilaku berhati-hati ; berbaring ke samping atau telentang dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak, nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.f) PernapasanTanda : Takipnea, pernapasan dangkal.g) KeamananTanda : Demam (biasanya rendah).Pemeriksaan Diagnostik1. Laboratoriumterdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.2. RadiologiTerdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.

4. Diagnosis keperawatanPre Operasi1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh inflamasi)2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.Post Operasi1) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).2) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).3) Resiko tinngi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan cairan pasca operasi, hipermetabolik.4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri pasca bedah.5) Ansietas berhubungan dengan kedaan pasca operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Hasya. 2012. Asuhan keperawatan pada pasien apendisitis. Diakses melalui: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapter%20II.pdf. Pada tanggal 28 April 2015, pukul 20.00.

Nasution, Anggi Patranita. 2013. Hubungan Antara Jumlah Leukosit dengan Apendisitis Akut dan Apendisitis Perforasi di RSU Dokter Soedarso Pontianak. Pontianak: Univesitas Tanjungpura. Diakses melalui: http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/download/1782/1730. Pada tanggal 28 April 2015, pada pukul 20.35.

Nur, Agustin. Tanpa Tahun. Apendisitis pada Anak. Diakses melalui: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-agustinnur-5451-2-babii.pdf. pada tanggal 28 April 2015, pukul 20.13.

Sandy, Widia. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Post Operasi Laparotomi Apendiktomi Et Causa Apendisitis Peforasi di RSUP Fatmawati. Jakarta: Universitas Indonesia. Diakses pada tanggal 28 April 2015, pada pukul: 20.30.

Willkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.