45670456 Makalah Demensia Revisi

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006) Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita demensia di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih dari dua kali lipat dan peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040 jumlah penderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang. (Demensia di kawasan asia pasifik, 2006) Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya. (…………..) Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut. Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50 1

Transcript of 45670456 Makalah Demensia Revisi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis

atau progresif di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,

termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,

kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi

kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotan

dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada

penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi lain terutama

atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006)

Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita

demensia di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih dari

dua kali lipat dan peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yang

terjadi di negara-negara barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040 jumlah

penderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang. (Demensia di

kawasan asia pasifik, 2006)

Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja

terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan,

penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan

dalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,

menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata

yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan

kesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapat

menjalankan fungsi sosialnya. (…………..)

Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.

Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50

1

tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang

hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa

saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk

mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidup

sehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003).

B. Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah seminar klinis dengan

memfokuskan pada salah satu topik klinis yaitu demensia.

BAB II

ISI

A. Definisi

Menurut Emil Kraepelin (1856-1926), seorang psikiatri Jerman pada

tahun 1893. Kraepelin menyebutkannya dengan istilah “dementia praecox”.

Istilah dementia praecox berasal dari bahasa Latin “dementis” dan “precocious”,

mengacu pada situasi dimana seseorang mengalami kehilangan atau kerusakan

kemampuan-kemampuan mentalnya sejak dini. Menurut Kraepelin, “dementia

praecox” merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu

dalam tubuh. Dementia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran,

perasaan, dan tingkah laku. Menurut orang awam istilah ini disebut suatu

kepikunan yaitu istilah deskripsi umum bagi kemunduran kemampuan intelektual

hingga ke titik yang melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan. Demensia terjadi

secara sangat perlahan selama bertahun-tahun; kelemahan kognitif dan behavioral

yang hampir tidak terlihat dapat dideteksi jauh sebelum orang yang bersangkutan

menunjukkan hendaya yang jelas (Small dalam Davison dkk, 2006). Hal yang

sama juga dikemukakan oleh Pudjonarko (2010) bahwa demensia sering dianggap

proses yang normal pada orang tua, karena merupakan proses penuaan karena

Lansia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran

fungsi intelektual. Sedangkan menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa

demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang

disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan

kepribadian dan tingkah laku.

3

Dalam Durand dan Barlow (2006) demensia adalah onset-gradual fungsi

otak yang melibatkan kehilangan ingatan, ketidakmampuan mengenali berbagai

objek atau wajah, dan kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak.

Keadaan ini berhubungan dengan frustasi dan kehilangan semangat. Menurut

WHO dalam Clinical Deskriptions and Diagnostic Guidelines for Mental and

Behavioural Disorders dan International Classification of Diseases (10th

Revision) (ICD-10) (2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada

diantaranya:

1. Kemunduran kemampuan intelektual terutama

memori yang sampai menganggu aktivitas-aktivitas

keseharian sehingga menjadikan penderita sulit

bahkan tidak mungkin untuk hidup secara mandiri.

2. Mengalami kemunduran dalam berfikir,

merencanakan dan mengorganisasikan hal-hal dari

hari ke hari.

3. Awalnya, mengalami kesulitan menyebutkan nama-

nama benda, orientasi waktu, tempat.

4. Kemunduran pengontrolan emosi, motivasi,

perubahan dalam perilaku sosial yang tampak dalam

kelabilan emosi, ketidak mampuan melakukan ritual

keseharian, apatis (tidak peduli) terhadap perilaku

sosial seperti makan, berpakaian dan interaksi

dengan orang lain.

Ada bermacam-macam jenis demensia, menurut Durland dan Barlow

(2006) ada lima golongan demensia berdasarkan etiologinya yang telah

didefinisikan yaitu : (1) demensia tipe Alzheimer, (2) demensia vaskular, (3)

demensia larena kondisi medis umum, (4) demensia menetap yang diinduksi oleh

substansi tertentu, dan (5) demensia karena etiologi ganda/multiple, (6) demensia

yang tak tergolongkan.

Demensia Alzheimer adalah demensia yang paling banyak terjadi dan

dicirikan oleh kemunduran intelektual yang progresif. Faktor risiko utama adalah

usia yang lanjut, keturunan dan trauma kepala.

Demensia vaskuler (multi infrak) adalah demensia kedua yang banyak

terjdai setelah demensia Alzheimer. Demensia vaskuler seringkali dicirikan oleh

adanya tanda dan gejala tertentu seperti kemunduran yang bertahap (step-wise),

riwayat sroke atau hipertensi, bukti adanya aterosklerosis, gejala neurologis fokal,

dan emosi stabil.

B. Sebab-Sebab

1. Penyebab secara biologis

a. Adanya penumpukan protein yang lengket yang disebut anyloid plauques

yang berakumulasi di otak pada penderita demensia. Plak amiloid juga

ditemukan pada lansia yang tidak memiliki gejala-gejala demensia, tetapi

juga dalam jumlah yang jauh lebih sedikit (Bourgeois dkk dalam Durand

dan Barlow, 2006)

b. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan

serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat

pada otopsi. Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit

Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang

terjadi di dalam otak.

c. Penyebab yang lain dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-

turut.Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang

ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara

5

bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang

mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark.

Demensia yang berasal dari stroke kecil disebut demensia multi-infark.

Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing

manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.

d. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau

cardiac arrest. Penyebab lain dari demensia adalah penyakit parkinson,

penyakit pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan

nurtrisi, keracunan metabolism, diabetes.

e. Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja

masalah kerusakan cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi

mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita yang meninggal

karena demensia senile mengalami penyakit Alzheimer jenis ini. Pada

kebanyakan penderita, besar kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah

yang ventrikel dan sulkus jauh lebih besar dibandingkan yang normal

yang seukuran usia tersebut. Demielinasi dan peningkatan kandungan air

pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel lateral dan

dalam beberapa daerah lain di bagian dalam hemifsfer serebrum pad

penderita manula (http://www.scrib.com/doc/24799498/DEMENSIA).

f. Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela

(4) kromosom 19 pada penderita Alzheimer familial/sporadic. Mutasi

21,1, 14 awal penyakit. Penyebab lainnya yaitu neorotransmiter lain yang

berkurang (defisit) yaitu non adrenergic presinaptik, serotonin,

somatostatin, corticotrophin, releasing faktor, glutamate, dll.

2. Penyebab secara psikologis

Penderita yang mengalami depresi memiliki risiko dua kali lebih besar

mengalami demensia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian oleh Epidemiological

Pathways Follow-Up Study yang dilakukan selama lima tahun pasien yang sudah

di diagnosis menderita demensia dikeluarkan dari penelitian ini (……)

Selama periode lima tahun 36 dari 445, atau 7.9 persen dari pasien diabetes

dengan depresi berat didiagnosis dengan demensia. Di antara 3.382 pasien dengan

diabetes saja, 163 atau 4,8 persen mengembangkan gejala demensia. Para peneliti

menemukan hasil bahwa depresi berat dengan diabetes mengalami peningkatan

2.7 kali lipat untuk mengalami demensia, dibanding dengan pasien diabetes tanpa

mengalami depresi berat.

Depresi meningkatkan risiko demensia, karena kelainan biologis afektif ini

berhubungan dengan penyakit, termasuk tingginya kadar hormon stres kortisol,

atau masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi jantung, pembekuan

darah. Selain itu faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko demensia karena

perilaku umum dalam kondisi seperti merokok, makan berlebihan, kurang

olahraga, dan kesulitan dalam mengikuti rejimen pengobatan dan perawatan.

3. Penyebab secara sosial

Gaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor-faktor yang

dapat menyebabkan demensia, misalnya penyalahan substansi yang dapat

mengakibatkan demensia. Gaya hidup seperti diet, olahraga, dan stres

mempengaruhi penyakit kardiovaskuler dan dapat membantu menentukan siapa

saja yang akan mengalami demensia vaskuler. Gaya hidup yang sehat seperti diet,

olahraga dan kontrol terhadap makanan dapat meminimalisir kemungkinan

terjadinya stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler.

Sedangkan gaya hidup yang tidak sehat seperti stres, tidak mengontrol makanan,

jarang berolahraga dapat meningkatkan risiko terkena stroke dan tekanan darah

tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler.

Faktor-faktor kultural juga dapat memengaruhi seseorang mengalami

demensia. Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol di kalangan orang-

7

orang Afrika-Amerika dan orang-orang Asia-Amerika tertentu (Cruickshank dan

Beevers dalam Durand dan Barlow, 2006), yang menjelaskan mengapa demensia

vaskular lebih sering dialami oleh kelompok ini. Hal ini terjadi akibat gaya hidup

yang kurang sehat seperti dikalangan orang-orang Afrika-Amerika yang sering

mengkonsumsi alkohol dan makanan-makanan cepat saji dan berpengawet yang

meningkatkan risiko terkena hieprtensi dan stroke yang menyebabkan demensia

varskuler ( de la Monte, et all dalam Durand dan Barlow, 2006).

4. Penyebab secara spiritual

Q.S An-Nahl: 70, Q.S Al-Hajj:5 , Q.S Yassin:68 yang menjelaskan bahwa

seorang manusia dapat bertambah umurnya akan mengalami penurunan ingatan

yang dapat menyebabkan umurnya akan mengalami penurunan ingatan yang

dapat menyebabkan pikun atau lupa.

Berkaitan dengan ini Ibnu Khaldun mengungkapkan bahwa akal memiliki

fungsi yaitu kerja otak baik kognitif maupun imajinatif dan dengan jelas tersirat

dan tersurat pada Al-qur’an (QS. Al’anfal:8 dan Al’A’raf: 9). Sebagaimana fungsi

akal adalah tempat untuk berfikir maka manusia haruslah menggunakan apa yang

telah diberikan Allah dengan optimal yaitu untuk mentafakkuri dan mentadabburi

ayat-ayat Allah baik yang tertulis dalam Al-Qur’an maupun di alam semesta. Jika

akal manusia tidak digunakan dengan semestinya maka akal tersebut akan

kehilangan fungsinya “otak berfikir”, selanjutnya diambil alih oleh otak binatang

yang dicirikan oleh nafsu tak terkendali yang bersifat kepemilikan dan

seksualitas. Hal yang serupapun dikemukakan oleh ahli neorologi bahwa fungsi

otak akan semakin menurun ketika sedikit mendapatkan stimulasi, saat hal

tersebut terjadi maka neuron-neuron dalam otak akan semakin melemah dan mati

sehingga akan memicu gangguan fungsi kognitif yang cukup signifikan. Jika otak

berfikir “mati” maka fungsi-fungsi kognisi manusia seperti; bahasa dan memori

kognitif akan rusak dan kehilangan kemampuan berfikir terutama kalkulasi

bahasa dan matematis logis dan kesulitan untuk memberikan respon atas setiap

stimulus yang masuk (Hasanuddin, 2010).

C. Pendekatan Menurut Aliran-aliran

1. Sudut pandang behaviorisme

Demensia dapat disebabkan oleh salah satunya adalah penggunaan

obat-obatan terlarang dan alkohol, seseorang yang menggunakan obat-obatan

selain memiliki faktor internal, juga memeiliki faktor eksternal untuk

mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan alkohol. Misalnya saja stress dalam

menjalani persoalaan hidup, kemudian ia memutuskan untuk mengkonsumsi

obat-obatan dan alkohol setelah ia melihat teman-teman yang mengkonsumsi

obat-obatan dan alkohol (lingkungannya merupakan lingkungan dengan

orang-orang yang sering mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol). Sehingga

ia mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol untuk menghilangkasn stresnya,

hal inilah yang akan menyebabkan ia dapat mengalami demensia.

2. Sudut pandang Neuropsikologi

Pendekatan ini memandang bahwa demensia terjadi karena adanya

kesalahan dalam menggunakan fungsi otak. Terkait hal ini, jika short term

memory tidak digunakan secara optimal, maka fungsi rehearsal pada long

term memorypun akan terganggu akibat akumulasi dari tindakan yang tidak

benar. Selain itu, ditinjau dari stuktur otak itu sendiri lama-kelamaan sel

neuron yang ada di otak akan melemah dan akhirnya mati karena kurangnya

pemberian stimulus. Jika hal ini dibiarkan berkepanjangan maka potensi

seseorang mengalami demensia akan lebih tinggi.

3. Sudut pandang kognitif

Menurut sudut pandang ini, orang yang mengalami demensia bisa

disebabkan karena stigma berfikir yang salah yaitu menganggap sesuatu

9

‘’lupa” bahkan “pikun” adalah hal yang wajar karena disebabkan oleh faktor

usia. Terkait ini seseorang tidak berusaha untuk menjaga memori yang

dimilikinya atau sekedar melakukan senam otak. Kecenderungan manusia

untuk malas berfikir misal melakukan hitungan sederhana tanpa menggunakan

kalkulator inilah salah satu faktor yang turut mempengaruhi kelemahan otak

untuk berfikir.

4. Sudut pandang psikologi islami

Berdasarkan tinjauan dari Al Qur’an, manusia dibekali kelebihan

untuk berpikir dimana hal tersebut terletak pada fungsi otak itu sendiri.

Bahkan Allah menjelaskan kedudukan manusia yang tidak mau menggunakan

otaknya untuk berfikir lebih rendah dari binatang ternak. (QS. Al A’araf: 7:

179). Penjelasan dari binatang ternak disini adalah sebuah kiasan yang bisa

diinterpretasikan dengan kemampuan berfikir manusia yang tidak manusiawi

(mengutamakan nafsu biologis semata), kemampuan berfikir manusia yang

sudah tidak logis, sistematis, disorientasi, bahkan kemunduran intelektual.

Dengan demikian sudah disinggung dalam Al-Qur’an bahwa otak yang telah

diberikan Allah SWT harus digunakan secara optimal.

D. Gejala

Gejala-gejala klinis demensia menurut Yatim (2003) meliputi:

1. Hilang atau menurunnya daya ingat serta penurunan intelektual.

2. Kadang-kadang gejala ini begitu ringan hingga luput dari perhatian

pemeriksa bahkan dokter ahli yang berpengalaman sekalipun.

3. Penderita kurang perhatian terhadap sesuatu yang merupakan kejadian

sehari-hari dan tidak mampu berfikir jernih atas kejadian yang di hadapi

sehari-hari, kurang inisiatif, serta mudah tersinggung.

4. Kurang perhatian dalam berfikir.

5. Emosi yang mudah berubah-ubah terlihat dari mudahnya gembira, tertawa

terbahak-bahak lalu tiba-tiba sedih berurai air mata hanya karena sedikit

pengaruh lain.

6. Muncul refleks sebagai tanda regresi (kemunduran kualitas fungsi seperti:

refleks mengisap, rrefleks memegang, dan refleks glabella).

7. Banyak perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka

terlihat dalam bentuk lain yang dikaburkan oleh gejala penyakit syaraf.

Pada gejala klinis usia lanjut telihat dari penurunan perkembangan

pemahaman yang terlihat sebagai berikut:

1. Penurunan daya ingat.

2. Salah satu gangguan pengamatan:

a. Aphasia (kurang lancar berbahasa).

b. Apraxia (tidak ada kemauan).

c. Agnosia (kurang mampu merasakan rangsangan bau,

penciuman dan rasa).

3. Penurunan pengamatan timbul secara bertahap dan terus

menurus dari waktu ke waktu sehingga menggangu kerja dan

hubungan masyarakat.

E. Onset

Onset muda demensia menunjuk kepada mereka yang mengembangkan

demensia sebelum usia 65 (previosly disebut 'pra-pikun' demensia); onset akhir

demensia mulai menunjuk kepada mereka yang mengembangkan penyakit setelah

11

berusia lebih dari 65 ('pikun' demensia).

Perbedaan antara awal dan akhir penyakit onset klinis masih memiliki

utilitas karena etiologi dan ciri-ciri orang dengan demensia berbeda antara onset

muda dan onset akhir, dan orang-orang dengan demensia diperkirakan

membutuhkan pendekatan yang berbeda. AD (Alzheimer Dieases) menyumbang

sekitar 60% dari semua kasus; penyebab umum lainnya pada orang tua termasuk

penyakit serebrovaskular (demensia vaskular (VAD)) dan demensia dengan badan

Lewy (DLB) akuntansi selama 15-20% dari kasus masing-masing. Dalam kasus

young onset, frontotemporal dementia (FTD) juga merupakan penyebab terbesar

ke dua setelah Alzheimer diaeses.

Penyebab demensia lainnya termasuk penyakit degeneratif lainnya

(misalnya, penyakit hungtington), penyakit prion (penyakit Creutzfeldt-Jakob

(CJD)) HIV dan beberapa beracun dan gangguan metabolisme (misalnya, alkohol

yang berhubungan dengan demensia). Demensia juga berkembang antara 30-70%

dari orang-orang dengan penyakit parkinson, namun tergantung pada durasi dan

usia (the british psychology & Gaskell. 2007)

F. Prevalensi

Alzheimer’s Disease International (ADI) 2008 memperkirakan bahwa ada

sekitar 30 juta jiwa di dunia yang mengalami demensia dengan 4,6 juta yang

memiliki kasus-kasus baru disetiap tahunnya. Jumlahnya akan meningkat lebih

dari 100 juta jiwa pada tahun 2050. Perkiraan ini diperoleh berdasarkan penelitian

pada populasi terperinci terhadap prevelensi demensia di Negara-negara yang

berbeda.

Tabel 1: rata-rata kemunculan dan prevalensi demensia berdasarkan

penelitian orang eropa di Negara maju

Kelompok

usia

Kemunculan tahunan per 100

Laki-laki – Perempuan

Prevalensi (%)

Laki-laki - Perempuan60-64 0.2 0.2 0.4 0.4

65-69

70-74

75-79

80-84

85-89

90+

0.2 0.3

0.6 0.5

1.4 1.8

2.8 3.4

3.9 5.4

4.0 8.2

1.6 1.0

2.9 3.1

5.6 6.0

11.0 12.6

12.8 20.2

22.10 30.8Prevalensi yang ditunjukkan pada laki-laki dan perempuan kedua-duanya

meningkat tiap 5 tahunnya setelah usia 65 tahun. Demensia kebanyakan

merupakan penyakit orang tua, tetapi 2 % darinya dialami oleh orang-orang di

bawah usia 65 tahun. Sedangkan pada Negara berkembang jumlah orang-orang

tua akan meningkat 200% dibandingkan pada Negara maju pada tahun 2020. Pada

prevalensi baru yang dipublikasikan tahun 2008 mengungkapkan bahwa

penaksiran yang dipaparkan mengarah kepada penaksiran yang terlalu rendah

pada prevalensi dan jumlah orang-orang yang mengalami demensia pada negara

maju.

Table 2: Perkiraan consensus ADI terhadap prevalensi demensia (%) oleh

Negara-negara WHO dan kelompok usia. A= Negara dengan

tingkat mortalitas paling rendah ; E= Negara-negara dengan

tingkat mortalitas paling tinggi (2008).

WHO region Description 60-

64

65-

69

70-

74

75-

79

80-

84

85+

EURO (A) W Eropa 0.9 1.5 3.6 6.0 2.2 24.

8EURO (B) E Eropa 0.9 1.3 3.2 5.8 12.2 24.

7EURO (C) E Eropa 0.9 1.3 3.2 5.8 11.8 24.

5AMRO (A) N Amerika 0.8 1.7 3.3 6.5 12.8 30.

1AMRO (D) S Amerika 0.8 1.7 3.4 7.6 14.8 33.

13

2AMRO (C) S Amerika 0.7 1.5 2.8 6.2 11.1 28.

1EMRO (B) Timur

Tengah

0.9 1.8 3.5 6.6 13.6 25.5

EMRO (D) N Africa,

Timur

Tengah

1.2 1.9 3.9 6.6 13.9 23.5

WPRO (A) Jepang,

Australia

0.6 1.4 2.6 4.7 10.4 22.1

WPRO (B) Cina dan

Negara-

negara

tetangga

0.6 1.7 3.7 7.0 14.4 26.2

SEARO (B) Indonesia,

Srilangka,

Thailand

1.0 1.7 3.4 5.7 10.8 17.6

SEARO (D) India dan

Negara-

negara

tetangga

0.4 0.9 1.8 3.7 7.2 14.4

AFRO (D) Bagian

gurun

sahara

Afrika

0.3 0.6 1.3 2.3 4.3 9.7

AFRO (E) Bagian

gurun

sahara

Afrika

0.5 1.0 1.9 3.8 7.0 14.

9

Dari hasil data epidemiologi mengungkapkan bahwa prevalensi terhadap

kecenderungan demensia pada negara berkembang lebih rendah dibanding pada

Negara maju (lihat. Tabel 2). Perbedaan ini bisa disebabkan karena kemampuan

survive orang-orang yang berada di Negara berkembang lebih rendah dari pada

orang-orang yang ada pada Negara maju. Alasan-alasanya adalah karena adanya

perbedaan budaya dalam hal ini demensia ringan sering diabaikan dan deteksi

dini terhadap faktor risiko yang rendah seperti merokok dan penyakit

kardiovaskular. Selain itu juga pada negara miskin, hanya sedikit orang-orangnya

yang mampu bertahan hidup sampai usia 65 tahun. Namun, tidak menutup

kemungkinan bahwa bentuk-bentuk ketidak normalan dan tingkat mortalitaspun

terjadi pada negara maju. Sehingga pertanyaannya adalah akankah prevalensi

demensia mengarah pada beban yang semakin meningkat pada negara yang lebih

miskin. Meskipun sekarang tampak bahwa orang-orang dengan gangguan

demensia hidup pada negara-negara berkembang yaitu 60% pada tahun 2001 dan

eningkat 71% di tahun 2040.

Dengan demikian dapat dimengerti bahwa meningkatnya usia harapan

hidup akan meningkatkan pula populasi demensia. Pengaruh lain dari

meningkatnya usia harapan hidup adalah meningkat pula penyakit kardiovakuler

antara lain stroke yang meningkat pada usia 65 tahun dan telah diketahui dan

disepakati sebagai penyebab demensia vaskuler.

G. Terapi

Hasil dari consensus epidemiologi di atas menyatakan bahwa prosentase

untuk prevalensi orang yang mengalami demensia semakin meningkat setiap

tahunnya, sehingga perlu diupayakan tindakan-tindakan promotif, preventif

maupun kuratif. Baik bagi mereka tanpa masalah maupun yang sudah bermasalah

sesuai dengan yang sudah dibahas di atas.

Penanganan yang bisa dilakukan:

a. Farmakologis (dengan obat): hal ini perlu pemeriksaan dan pertimbangan

secara individual.

15

b. Non-Farmakologis (tanpa obat): hal ini bisa dilakukan oleh semua warga

senior tanpa ada pertimbangan baik sebagai upaya promotif, prefentif

maupun kuratif.

Penanganan secara farmakologis yang dilakukan (Yatim, 2003)

diantaranya:

a. Mengobati penyakit-penyakit yang memperberat kejadian

demensia.

b. Mengobati gejala-geja gangguan jiwa yang mungkin menyertai

demensia.

c. Mengatasi masalah penyimpangan perilaku dengan obat-obat

penenang (tranzquillizer dan hypnotic) serta memberikan obat-

obatan anti kejang bila perlu.

d. Intervensi lain yaitu dengan antipsykotics, Anxiiolitycs,

Selegiline, Antimanic drugs,Acetlcholinesterase inhibit

( Gaskel, 2007)

Konsep penanganan Non-farmakologis bisa menggunakan rekreasi

terapeutik. Konsep ini bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan

kebutuhan psikososial warga senior serta bertujuan meningkatkan dan

mempertahankan kepercayaan diri, motivasi, mobilitas tantangan, interaksi sosial

dan kebugaran mental.

Aktivitas-aktivitas yang memiliki dampak terapeutik (Kusumoputro &

Sidiarto,2006) diantaranya:

1. Reminisensi

2. Orientasi realitas

3. Stimulasi kognitif

4. Stimulasi sensorik

5. Stimulasi fisik (berupa gerak dan latihan otak, GLO)

Pelaksanaan program dilakukan dengan jumlah peserta yang tidak

terlampau banyak, dipimpin seorang koordinator yang memahami konsep ini.

Peserta harus dalam kelompok kebersamaan.

Aktivitas reminisensi dilakukan dengan berbincang-bincang mengenai

masalah yang lampau, mengingat kembali masa lampaunya dengan memori

episodik (materi tentang waktu dan tempat kejadian). Dengan mengaktifkan

memori episodik yang naratif, imajinatif dan emosional akan meningkatkan daya

ingat kembali. Bersamaan dengan aktivitas tersebut juga dilakukan aktivitas

orientasi nyata dengan mengingatkan lokasi, waktu dan perang orang-orang di

masa lampau.

Sebagai aktivitas rekreasi terapeutik ini juga dilakukan stimulasi kognitif

disebut juga memory training, memory retraining atau cognitive rehabilitation.

Aktivitas ini perlu ditambah dengan aktivitas fisik seperti senam ataupun menurut

selera masing-masing. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kerja jantung dan

paru untuk mengalirkan darah yang penuh oksigen ke bagian-bagian tubuh

terutama otak selain itu juga memiliki tujuan renovasi sel tubuh. Berbagai hal

yang disebutkan tadi juga menguntungkan bagi kondisi klinis prademensia seperti

mild cognitive impairment, MCI dan vascular cognitive impairment, VCI serta

kondisi klinis demensia vaskuler dan Alzeimer.

Dalam jurnal yang meniliti melalui efek dari terapi musik terhadap lansia

penderita demensia (Wall, & Duffy, 2010 ). Dalam jurnal tersebut dijelaskan

melalui kebiasaan mendengarkan music walaupun secara singkat akan sangat

17

bermanfaat untuk melatih ingatan para lansia penderitanya. Tingkat

kegelisahannya pun akan menurun, termasuk perilaku agresif verbal maupun non-

verbalnya.

Terapi lain dengan pendekatan psikososial adalah :

1. Care giver : mengoptimalkan kemampuan yang masih ada

2. Mengurangi perilaku sulit

3. Menjaga keselamatannya

4. Memperbaiki kualitas hidup

5. Mengurangi stres terhadap care giver

6. Memberi kepuasaan kepada care giver

H. Prevensi

Untuk deteksi dini terhadap gangguan demensia, tentunya kita harus

memahami terlebih dahulu fungsi kognitif pada dementia syndrome yang

berbeda dari proses normal penuaan. Strategi-strategi yang mungkin bisa

mencegah terhadap demensia diantaranya:

a. Mengetahui faktor-faktor risiko pada demensia dan sub tipe-tipenya.

b. Perluasan pengetahuan seperti mengetahui faktor-faktor risiko yang

bisa dimodifikasi

c. Tanda bahwa modifikasi (merubah) faktor risiko untuk mengurangi

kemunculan demensia.

Beberapa faktor risiko yang bisa diminimalisir atau memiliki potensi

modifiable:

a. Pengkonsumsian alkohol.

b. Smoking.

c. Obesitas.

d. Hipertensi.

e. Hyperkolesteroaemia (kadar kolesrterol yang melebihi

239 mg/mL dalam darah) terjadi akibat adanya

akumulasi kolesterol dan lipid pada dinding pembuluh

darah.

f. Luka kepala.

g. Tingkat rendahnya folat dan meningkatnya

homocysteine.

h. Depresi.

Sedangkan faktor risiko demensia yang tidak bisa dilakukan modifikasi:

a. Bertambahnya usia.

b. Gen.

c. Jenis kelamin.

d. Memiliki learning disability (kesulitan belajar).

Terapi penggantian estrogen bisa dilakukan, hal ini berhubungan dengan

penurunan risiko demensia tipe Alzheirmer di kalangan perempuan (Shepherd

dalam Durand dan Barlow, 2006). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

19

penanganan yang baik terhadap hipertensi sistolik juga mengurangi risiko

demensia (Clarke dalam Durand dan Barlow, 2006). Karena kemungkinan

perannya dalam perkembangan demensia, penanganan dan pencegahan yang baik

terhadap stroke mestinya mengurangi demensia yang terkait dengan penyakit

serebrovaskular. Upaya-upaya keselamatan yang menyebabkan perluasan reduksi

trauma kepala dan paparan neurotoksin mungkin juga ikut membantu usaha ini.

I. Kualitas Hidup

Penderita demensia sering terbangun dari tidur malamnya dan panik

karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk

ditenangkan. Selain itu juga penderita demensia melakukan sesuatu yang kadang

mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan

dirinya sendiri maupun orang lain, misalkan mereka tiba-tiba menyalakan kompor

dan meninggalkan begitu saja, merasa mampu mengemudikan kendaraan dan

tersesat atau malah mengelami kecelakaan, atau juga menggunakan pakaiain

berlapis-lapis pada suhu yang panas. Penderita demensia rentan juga terhadap

depresi dan frustasi akibat ketidakmampuannya melakukan tugas sehari-hari.

Dukungan- dukungan yang bisa diberikan untuk membantu penderita

demensia:

a. Pelajari lebih dalam tentang demensia.

b. Curahkan kasih sayang dan berusaha untuk tenang dan sabar dalam

menghadapi penderita.

c. Berusaha memahami apa yang dirasakan penderita.

d. Perlakukan penderita demensia sebagaimana biasa, tetap hormati dan

usahakan untuk tidak berdebat dengan penderita.

e. Bantu penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang lambat

laun akan mengalami penurunan. Menjalani kegiatan mandi, makan,

tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa

keteraturan kepada penderita.

f. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita

tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam

dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa

membantu penderita tetap memiliki orientasi.

g. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa

membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang

senang berjalan-jalan.

J. Ayat Al-Qur’an

Beberapa dalil Al-Qur’an yang berkaitan mengenai demensia antaranya:

Q.S An Nahl ayat 70

“Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada

yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak

mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”

Q.S Al Hajj ayat 5

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),

maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,

kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari

segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar

Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami

kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu

sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada

21

kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara

kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui

lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini

kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu

dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang

indah.”

Q.S Yaa Siin ayat 68

“Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan

dia kepada kejadian(nya) . Maka apakah mereka tidak memikirkan?”

“Bacalah dengan nama TuhanMu yang menciptakan, Dia telah menciptakan

manusia dari segumpal darah, Bacalah dan TuhanMulah Yang Maha Pemurah,

Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam, Dia mengajar kepada

manusia apa yang tidak diketahuinya” (Q.S. Al-Alaq: 1-5).

Dalam ayat ini terkandung makna akan pentingnya membaca, maksud

membaca disini bukanlah hanya membaca buku cetak akan tetapi juga membaca

“buku” alam semesta (ayat-ayat kauniyyah) dengan merenungi dan berfikir

tentangnya. Di sisi lain selain membaca bisa menambahkan ilmu pengetahuan,

membaca juga memberikan manfaat bisa terhindar dari penyakit demensia.

Menurut penelitian Coffey menyatakan bahwa dengan membaca, seseorang bisa

menciptakan semacam lapisan penyangga yang melindungi dan mengganti rugi

perubahan otak. Hal ini dibuktikan dengan meneliti struktur otak 320 orang

berusia 66-99 tahun yang terkena demensia.

BAB III

A. Kesimpulan

Para ahli sepakat mendefinisikan demensia sebagai gangguan fungsi

kognitif berupa kemunduran kemampuan intelektual hingga ke titik yang

melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh faktor

biopsikososioreligi. Prevalensi yang mengalami gangguan ini selalu meningkat

tiap 5 tahunnya dan negara-negara maju memiliki potensi prevalensi yang lebih

tinggi mengalami demensia dibandingkan negara-negara berkembang. Hal ini

disebabkan karena negara maju memiliki harapan hidup yang lebih tinggi

dibanding negara berkembang. Onset orang yang mengalami gangguan ini

cenderung pada orang-orang di atas usia 65 tahun, akan tetapi tidak menutup

kemungkinan jika seseorang bisa mengalami demensia saat berusia masih muda.

Terapi-terapi yang dilakukan bisa berupa terapi farmakologis dan terapi non

farmakologis. Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan adalah dukungan dari

keluarga, manipulasi lingkungan dan penanganan pasien (berupa latihan &

rehabilitasi). Pada kenyataannya sebagian besar demensia ini dapat dicegah atau

23

diobati karena bersifat reversible atau potensial reversible bila terdeteksi dini dan

dilakukan penatalaksanaan yang tepat.

B. Saran

untuk penulis selanjutnya seharusnya lebih menjabarkan bagian-bagian dari

demensia (sub tipe-tipenya) kemudian perbedaan gejala-gejala dari sub tipe-tipe

tersebut.