REVISI MAKALAH GENETIKA

49
1

Transcript of REVISI MAKALAH GENETIKA

Page 1: REVISI MAKALAH GENETIKA

1

Page 2: REVISI MAKALAH GENETIKA

Mata KuLiah Genetika Dasar

REVISI MAKALAH

O

L

E

H

NAMA : ENDANG SARI TANJ UNG Nim : 408141056 KELAS : BIO DIK A ‘08 J URUSAN : BIOLOGI PRODI : PENDIDIKAN BIOLOGI

J URUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

2

Page 3: REVISI MAKALAH GENETIKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 INTERAKSI GEN (Modifikasi 9 :3:3:1)

Pada umumnya setiap gen itu memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk

menumbuhkan karakter. Biasanya kita beranggapan bahwa suatu sifat keturunan

yang nampak pada suatu individu itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal. Tapi

ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain untuk

menumbuhkan karakter. Gen-gen itu mungkin pada kromosom sama (berangkai),

mungkin pula pada kromosom berbeda. Misalnya bunga merah oleh gen R, bunga

putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah oval (lonjong) oleh gen b, batang

tinggi oleh gen T, batang pendek oleh gen t.

Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mengetahui bahwa

cara diwariskannya sifat keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman

di atas, karena sulit sekali disesuaikan dengan hukum-hukum Mendel. Karena ada

interaksi maka perbandingan fenotip keturunan hibrid menyimpang dari

penemuan Mendel, disebut juga penyimpangan Hukum Mendel. Kalau yang

berinteraksi itu 2 gen (dihibrid), menurut Mendel perbandingan fenotip F2 adalah

9 : 3 : 3 : 1, menjadi 9 : 3 : 4, 9 : 7 atau 12 : 3 : 1 umpamanya. Menurut Mendel

fenotip F2 itu ada 4 kelas, tapi karena ada interaksi susut menjadi 2 atau 3 kelas.

Hukum Mendel II menyatakan adanya pengelompokkan gen secara bebas.

Seperti telah diketahui, persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda

( monohibrid) akan menghasilkan rasio genotipe 1:2:1 dan rasio fenotipe 3:1.

Sementara itu, persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio

fenotipe 9:3:3:1, hanya berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua

pasang sifat tersebut masing-masing terletak pada 2 kromosom yang berlainan,

dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri. Beberapa cara penurunan

tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat kadang –

kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau

lebih gen yang mengadakan interaksi ( kerjasama ). Dan hal ini dapat disebabkan

oleh beberapa faktor.

3

Page 4: REVISI MAKALAH GENETIKA

Menurut (Suryo:1986) pada 1906, W.Batenson dan R.C Punnet

menemukan bahwa pada persilangan F2 dihasilkan rasio fenotipe 14 : 1 : 1 : 3.

Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong

dengan kacang kapri berbunga mearah yang serbuk sarinya bundar. Rasio fenotipe

dari keturunan ini menyimpang dari hukum mendel yang seharusnya pada

keturunan kedua (F2), perbandingan fenotipenya 9 : 3 : 3 : 1.

Pada 1910, seorang sarjana Amerika yang bernama T.H Morgan dapat

memecahkan misteri tersebut. Morgan menemukan bahwa kromosom

mengandung banyak gen dan mekanisme pewarisannya menyimpang dari hukum

Mendel. Hingga saat ini, telah diketahui bahwa lalat buah memiliki kira – kira

5000 gen,padahal lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja. Sepasang

di antaranya memiliki ukuran kecil sekali, menyerupai dua buah titik. Jadi, dalam

sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja melainkan puluhan,bahkan

ratusan gen.

Pada umumnya gen memiliki pekerjaan sendiri – sendiri untuk

menumbuhkan karakter, tetapi ada beberapa gen yang berinteraksi atau

menumbuhkan karakter. Gen tersebut mengkin terdapat pada kromosom yang

sama atau pada kromosom yang berbeda.

Interaksi antar gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan

yang menyimpang dari hukum Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan hukum

Mendel. Menurut mendel, perbandingan fenotipe F2 pada persilangan dihibrid

adalah 9 : 3 : 3 : 1. Apabila terjadi penyimpangan hukum Mendel, perbandingan

fenotipe dapat menjadi 9 : 3 : 4, 9 : 7 atau 12 : 3 : 1. Perbandingan tersebut

merupakan modifikasi dari 9 : 3 : 3 :1.

BAB II

ISI

2.1 Interaksi Genetik

4

Page 5: REVISI MAKALAH GENETIKA

Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara

genetik. Selain mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya

peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum

Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan

fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen

nonalelik, peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen.

(Suryo: 1986)

Interaksi gen pun di masa Mendel belum dikenal. Adanya interaksi gen ini

ditemukan pertama kali oleh William Bateson (1861 – 1926) dan R.C. Punnet

tahun 1906. Mereka mengawinkan berbagai macam ayam negeri dengan

memperhatikan bentuk jengger (jawer) di atas kepala. Ayam wyandotte

mempunyai jengger tipe mawar (rose), sedang ayam brahma berjengger tipe ercis

(pea).

Penelitian mengenai interaksi gen diikuti oleh H. Nilsson-Ehle (1873-1949)

dan E.M. East tahun 1913. Ahli-ahli lain yang berjasa dalam bidang interaksi gen

adalah H.K. Hayes dan R.A. Emerson (1873 - 1947), yang bekerja dengan East

dalam genetika jagung. Kemudian G.H. Shull (1874 – 1954) tentang sifat genetik

biji capsella serta C.B. Davenport dan T. Dobzhansky tentang genetika pada

manusia.

Menurut William D. Stansfield ( 1991 : 56 ) fenotipe adalah hasil produk

gen yang dibawa untuk diekspresikan ke dalam lingkungan tertentu. Lingkungan

ini tidak hanya meliputi berbagai faktor eksternal seperti: temperatur dan

banyaknya suatu kualitas cahaya. Sedangkan faktor internalnya meliputi hormon

dan enzim.

Dan untuk memperkuat pendapat bahwa interaksi genetik dapat

menghasilkan varians pada jagung yang tahan terhadap penyakit Bulai, yang

disebabkan oleh Peronosclerospora maydis diperlukannya interaksi antara genotif

dengan lingkungan Muhammad Azrai dalam jurnal falasfah sains menyatakan:

Variabilitas genetik, fenotip dan interaksi antara genotip dengan lingkungan

karakter ketahanan genotip uji terhadap P. maydis adalah luas. Nilai heritabilitas

karakter ketahanan genotip uji terhadap P. maydis berdasarkan hasil analisis

gabungan yang tergolong sedang (0.45) menunjukkan bahwa pengaruh faktor

5

Page 6: REVISI MAKALAH GENETIKA

lingkungan masih besar terhadap genotip-genotip uji. Oleh karena genotip yangm

digunakan merupakan galur rekombinan, maka varians genotip didominasi oleh

varians aditif sehingga penurunan varians karakter ketahanan terhadap P. Maydis

dapat dipindahkan pada populasi tanaman generasi berikutnya. Nilai keragaman

genetik dan heritabilitas karakter ketahanan genotip uji terhadap P. maydis dapat

digunakan sebagai kriteria seleksi dan petunjuk untuk menetapkan metode seleksi

yang tepat dalam rangka perakitan varietas jagung unggul yang tahan bulai.

( Muhammad Azrai: 2004 )

Gen merinci struktur protein. Semua enzim yang diketahui adalah protein.

Enzim melakukan fungsi katalis, yang menyebabkanpemecahan atau

penggabungan berbagai molekul. Semua reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel

merupakan persoalan metabolisma. Reaksi – reaksi ini merupakan reaksi

pengubahan bertahap satu substansi menjadi substansi lain, setiap langkah ( tahap)

diperantarai oleh suatu enzim spesifik. Semua langkah yang mengubah substansi

pendahulu ( precursor ) menjadi produk akhir menyusun suatu jalur

biosintesis.Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein

enzim yang mengkatalis langkah – langkah dalam suatu jalur bersama. Dapat

dilihat Gambar 2.1 berikut ini.

g1 g2 g3

P(prekursor) e1 A e2 B e3

C(produk akhir)

Keterangan:

Gambar 2.1. Jalur metabolisme sederhana yang melibatkan enzim yang diekspresikan dari gen. (Sumber:William D. Stansfield,1991 )

Dalam jalur yang paling sederhana sekalipun biasanya diperlukan

beberapa gen untuk merinci enzim yang terlibat. Setiap metabolit (A,B,C)

dihasilkan oleh kerja katalis berbagai enzim (ex) yang menetukan oleh berbagai

gen tipe normal (gx).

Interaksi genetik menyebabkan terjadinya peristiwa:

6

g1 g2 g3

P(prekursor) e1 A e2 B e3 C(produk)

g = gen,e = protein enzim

akhir)

g = gen,

e = protein enzim

Page 7: REVISI MAKALAH GENETIKA

1. Atavisme

2. Polimeri

3. Kriptomeri

4. Komplementer

5. Epistasis dan Hipostasis

2.1.1 Atavisme

Interaksi yang sifatnya menyembunyikan karakter yang terdapat pada

leluhur disebut juga atavisme, diistilahkan oleh Charles Darwin, ketika

mengamati karakter bulu pada merpati. Kriptomeri sesungguhnya baru

dipecahkan secara perhitungan genetis pertama kali oleh W. bateson dan R.C.

Punnet pada karakter jengger ayam. Dikatakan bahwa karakter jengger itu bukan

diatur oleh 1 gen tapi oleh 2 gen yang berinteraksi.

Atavisme sering dijumpai pada burung dara (Columba livia) ataupun pada

ayam. Burung dara India yang mempunyai ekor terbuka seperti kipas apabila

dikawinkan sesamanya untuk beberapa generasi, kadang-kadang sekonyong-

konyong menghasilkan anak berekor lurus menyerupai burung dara liar.

Berhubung dengan itu atavisme merupakan salah satu argumen dari Darwin untuk

menerangkan evolusi. Beberapa contoh atavisme adalah sebagai berikut :

a. Jenis Jengger/Pial Pada Ayam

Peristiwa interaksi gen berupa Avatisme pertama kali dilaporkan oleh W.

Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk

jengger ayam. Karakter jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh

duagen yang berinteraksi. Dalam hal ini terdapat empat macam bentuk jengger

ayam yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal, seperti dapat dilihat pada

Gambar 2.2 sebagai berikut

7

Page 8: REVISI MAKALAH GENETIKA

Gambar 2.2. Bentuk jengger ayam dari galur yang berbeda ( Sumber: http:///www.org.id /pola-pola-hereditas.html, 2009)

Persilangan ayam berjengger rose dengan ayam berjengger pea

menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan

bentuk jengger kedua induknya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki

jengger berbentuk walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut

disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F2 dengan rasio fenotipe

walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.

Dari rasio fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang

sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya

fenotipe ini, dan juga fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua

pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua

pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe rose dan fenotipe

pea.

Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe rose adalah

R, sedangkan gen untuk fenotipe pea adalah P, maka keempat macam fenotipe

tersebut masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk rose, rrP- untuk pea,

R-P- untuk walnut, dan rrpp untuk single. Dengan demikian, diagram persilangan

untuk pewarisan jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.3sebagai

berikut:

8

Page 9: REVISI MAKALAH GENETIKA

Gambar 2.3. Pesilangan ayam berjengger rose dengan ayam berjengger pea (Sumber: http://biologigonz.blogspot.com/ 2010/05.interaksi-gen .html..)

Rasio persilangan fenotipe F2 hasil persilangan ayam berjengger rose dan

pea sebagai berikut.

F2 : 9 R-P- walnut

3 R-pp mawar walnut : rose : pea : single

3 rrP- kacang = 9 : 3 : 3 : 1

1 rrpp tunggal

Pada contoh di atas ada 2 karakter baru muncul:

a. Walnut : muncul karena interaksi 2 gen dominan.

b. Singel : muncul karena interaksi 2 gen resesif.

Perbedaan antara penyilangan ini dengan penyilangan dihibrida adalah :

1. F1 tak menyerupai Parentalnya

9

Page 10: REVISI MAKALAH GENETIKA

2. Sifat – sifat baru timbul pada F2

Selain itu, biasanya kita beranggapan bahwa suatu sifat keturunan yang

nampak pada suatu individu itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal, misalnya

bunga merah oleh gen R, bunga putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah oval

(lonjong) oleh gen b, batang tiggi oleh gen T, batang pendek oleh gen t dll.

Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mengetahui bahwa

cara diwariskannya sifat keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman

tersebut di atas, karena sulit sekali disesuaikan dengan hukum-hukum Mendel.

Dalam Jurnal “Pendugaan Komponen Ragam dan Parameter Genetik

Beberapa Sifat Produksi Puyuh Pada Seleksi Jangka Panjang”, dinyatakan bahwa

korelasi genetik antara sifat yang diukur juga bervariasi di antara kedua galur

puyuh maupun uunggas.

(Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2,2005)

Sebuah contoh klasik yang dapat dikemukakan di sini ialah hasil

percobaan Wiliam Bateson dan R.C Punnet yang telah di bicarakan sebelumnya

diatas. Mereka mengawinkan berbagai macam ayam negeri dengan

memperhatikan bentuk jengger di atas kepala. Ayam Wyandotte mempunyai

jenger tipe mawar (“rose“), sedang ayam Brahma berjengger tipe ercis (“pea“).

Pada waktu dikawinkan ayam berjengger rose didapatkan ayam-ayam F1 yang

kesemuanya mempunyai jengger bersifat walnut (“walnut“= nama semacam

buah). Mula-mula dikira bahwa jengger tipe walnut ini intermedier. Tetapi yang

mengherankan ialah bahwa pada waktu ayam-ayam walnut itu dibiarkan kawin

sesamanya dan dihasilkan banyak ayam-ayam F2 maka perbandingan 9:3:3:1

nampak dalam keturunan ini. Kira-kira 9/16 bagian dari ayam-ayam F2 ini

berjengger walnut. 3/16 rose, 3/16 pea dan 1/16 tunggal (single).

Jengger tipe walnut dan tunggal merupakan tipe jengger baru, yang sama

sekali tidak dijumpai pada kedua ayam induknya. Fenotip jengger yang baru ini

disebabkan karena adanya interaksi (saling pengaruh) antara gen-gen. Adanya 16

kombinasi dalam F2 memberikan petunjuk bahwa ada 2 pasang alel yang berbeda

ikut menentukan bentuk dari jengger ayam. Sepasang gen menentukan tipe

10

Page 11: REVISI MAKALAH GENETIKA

jengger mawar dan sepasang gen lainnya untuk tipe jengger ercis. Sebuah gen

untuk rose dan sebuh gen untuk pea mengadakan interaksi menghasilkan jengger

walnut, seperti terlihat pada ayam-ayam F1. Jengger rose ditentukan oleh gen

dominan R (berasal dari “rose”), jengger pea oleh gen dominan P (berasal dari

“pea”). Karena itu ayam berjengger rose homozigot mempunyai genotip RRpp,

sedangkan ayam berjengger pea homozigot mempunyai genotip rrPP. Perkawinan

dua ekor ayam ini menghasilkan F1 yang berjengger walnut (bergenotip RrPp) dan

F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.

Tingkat kemiripan dari keturunan perkawinan antara ayam berjengger rose

dengan pea adalah:Ayam berjengger rose memiliki tingkat keseragaman genetik

sebesar 92,94% untuk sifat warna bulu (warna bulu, pola bulu primer, pola bulu

sekunder, dan kerlip bulu),dan memiliki tingkat keseragaman 100% untuk sifat

warna cakar dan bentuk jengger.Ayam berjengger walnut memiliki keseragaman

genetik 100% untuk sifat warna bulu, pola bulu sekunder, kerlip bulu, warna

cakar dan bentuk jengger, sedangkan untuk sifat pola bulu primer ayam

berjengger rose diduga hanya memiliki 50% tingkat keseragaman.Ayam SP-1

memiliki karakteristik kualitatif mendekati ayam single dengan tingkat kemiripan

tertinggi pada lokus E sebesar 83,72% mirip ayam pea yang memiliki gen ER.

Ayam PS-1 memiliki karakteristik kualitatif mendekati ayam walnut dengan

tingkat kemiripan tertinggi pada pola bulu sekunder lokus B sebesar 76,56% dari

total populasi memiliki gen b yang mirip pea.

(Hanif Saputra Afandi:2006)

Gen R dan gen P adalah bukan alel, tetapi masing-masing dominan

terhadap alelnya (R dominan terhadap r, P dominan terhadap p). Sebuah atau

sepasang gen yang menutupi (mengalahkan) ekspresi gen lain yang bukan alelnya

dinamakan gen yang epistasis. Gen yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang

hipostasis. Peristiwanya disebut epistasis dan hipostasis.

b. Warna Bulu Mencit

Ada 2 gen berinteraksi mengatur pertumbuhan warna bulu pada mencit

yaitu A – a dan R – r.

11

Page 12: REVISI MAKALAH GENETIKA

P : betina AArr (kuning) x jantan aaRR (hitam)

F1 : AaBb (kelabu)

F2 : 9 A-R- = kelabu

3 A-rr = kuning

3 aaR- = hitam

1 aarr = krem

Rasio fenotip F2 = 9 kelabu : 3 kuning : 3 hitam : 1 krem.

Gambar 2.4. Atavisme pada mencit. (Sumber: http:// I:\blog-Variasi-dan-genetiks.php.html,2009)

A = kuning R = hitam

a = krem r = krem (cream)

Jika mencit kuning, harus hadir alel A, jika hitam harus hadir alel R. kalau

kedua alel dominan A dan R hadir dalam satu individu fenotip bukan kuning atau

hitam tapi kelabu. Jika kedua alel dominan tidak hadir maka fenotip berwarna

krem.

Jika dikawinkan mencit murni kuning Aarr dengan murni hitam aaRR. F1

AaRr adalah kelabu. F2 terdiri dari 4 kelas dimana perbandingan fenotip antara

kelabu, kuning, hitam dan krem ialah 9 : 3 : 3 : 1 .

2.1.2 Polimeri

Polimeri merupakan bentuk interaksi gen yang bersifat kumulatif (saling

menambah).Polimeri terjadi akibat adanya interaksi antara dua gen atau lebih,

sehingga disebut juga gen ganda.Gen ganda dapat menumbuhkan suatu sifat

akibat banyaknya gen yang bekerja sama secara kumulatif.

12

Page 13: REVISI MAKALAH GENETIKA

Contoh polimeri terdapat pada percobaan yang dilakukan oleh H. Nilsson

– Ehle ( 1913) terhadap biji gandum. Hasil persilangan gandum berbiji merah

dengan gandum berbiji putih akan menghasilkan F1 100% gandum berbiji merah,

tetapi warna merah yang dihasilkan tidak sama dengan warna pada induknya.

Hasil perkawinan sesama F1 akan menghasilkan keturunan f2 dengan

perbandingan fenotipe merah: putih = 15 : 1. Perhatikan diagram berikut:

Gambar 2.5 Diagram persilangan gandum berbiji merah dan putih ( Sumber : http:///www.org.id /pola-pola-hereditas.html, 2009)

Warna merah gelap berarti mengandung semua alel dominan

( M1M1M2M2) dan warna putih tidak mengandung alel dominan (m1m1m2m2).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa gradasi mutu warna gandum itu disebabkan

oleh jumlah alel dominannya.

13

Page 14: REVISI MAKALAH GENETIKA

2.1.3. Kriptomeri

Gen dominan yang seolah-olah tersembunyi apabila berdiri sendiri2 dan

pengaruhnya baru terlihat bila berada bersama2 dengan gen dominan yang lain.

Kriptomeri adalah peristiwa dimana gen dominan yang karakternya akan muncul

jika bersama-sama dengan gen dominan lainnya. Jika gen dominan berdiri sendiri,

maka karakternya akan tersembunyi (kriptos).

Kriptomeri pertama kali ditemukan oleh Correns. Interaksi antar gen-gen

dominan akan menimbulkan karakter baru hasil temuan: Hasil persilangan antara

bunga Linnaria marocana merah dengan putih .dihasilkan F1 seluruhnya

berwarna ungu. Dapat dilihat di bawah ini:

Gambar 2.6 Diagram persilangan Linnaria marocana merah dan putih. (Sumber:http:///www/GENETIKA-I/Biology-is-Best-Biologi jurusannya-orang-0sukses.htm,2010)

Berdasarkan persilangan di atas, sifat yang tersembunyi (warna ungu)

muncul karena adanya gen dominan yang berinteraksi, sehingga diperoleh

perbandingan fenotip = ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4.

2.1.4. Komplementer

14

Page 15: REVISI MAKALAH GENETIKA

Merupakan interaksi gen yang saling melengkapi. Jika satu gen tidak

muncul, maka sifat yang dimaksud juga tidak muncul atau tidak sempurna. Gen-

gen komplementer pertama kali ditemukan oleh W. bateson dan RC Punnet.Misal

Pada bunga Lathyrus odoratus terdapat dua gen yang saling berinteraksi dalam

memunculkan pigmen bunga. Pada bunga ini ada dua gen yang berkomlementer

pada, yaitu gen C dan P. Jika salah satu gen tidak ada maka, tidak akan terbentuk

pewarnaan bunga.

Gen C : membentuk pigmen warna

Gen c : tidak membentuk pigmen warna

Gen P : membentuk enzim pengaktif

Gen p : tidak membentuk enzim pengaktif

Dalam Jurnal “Pewarisan Ketahanan Terhadap Penyakit Lanas Pada

Tembakau Madura Prancak-95”. Kajian pewarisan ketahanan Prancak-95

terhadap penyakit lanas (Phytophthora nicotianae var. nicotianae) menggunakan

satu set genotipe terdiri atas Prancak-95, Ismir (tembakau oriental), F1, F2, BC11,

dan BC12. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

pada tahun 2000. Pemanfaatan Prancak-95 sebagai sumber ketahanan akan lebih

optimal apabila diketahui pola pewarisan ketahanannya. Informasi tersebut

penting untuk memilih metode pemuliaan dan seleksi yang sesuai.Menurut

Mather & Jinks (1977) hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor yang berperan

mengendalikan ketahanan terhadap penyakit lanas pada Prancak-95 adalah

interaksi gen-gen non-alelik.

(Jurnal Zuriat, Vol. 20, No. 1, 28,Hal 1 s/d 7)

Pigmen ungu akan keluar jika gen C berinteraksi dengan gen P.

Sebaliknya, jika gen C tidak bertemu gen dengan p, bunga akan bewarna putih.

Gen C dan gen P bekerjasama dalam menentukan warna bunga. Jika bunga

Lathyrus odoratus bewarna putih ( genotipe ccPP) akan menghasilkan keturunan

sebagai berikut. Persilangannya dapat dilihat pada diagram persilangan papan

catur sebagai berikut:

15

Page 16: REVISI MAKALAH GENETIKA

Gambar 2.7 Diagram persilangan Lathyrus odoratus putih dan merah (Sumber : http:///www.org.id /pola-pola-hereditas.html, 2009)

Berdasarkan hasil persilangan di atas, rasio fenotip = ungu : putih = 9 : 7

2.1.5. Epistasis dan Hipostasis

Epistasis dan hipostasis merupakan interaksi yang berlangsung pada

fenotip yang dihasilkan oleh dua gen.Kedua gen memberikan expresi yang sama

pada satu organ , misal warna organ. Kedua gen bekerja menghasilkan fenotip

yang berbeda, tetapi fenotip dari salah satu gen yang dominan dapat menutupi

penampakan dari fenotip yang dihasilkan oleh gen dominan yang lain apabila

kedua gen hadir bersama.

Gen suatu alel jika epistasis (mengalahkan) gen lain pada alel yang lain

( hypostasis ) dipastikan akan terekspresi sifatnya ke fenotif. Dengan demikian

faktor warna tidak ditentukan oleh satu gen, melainkan oleh dua gen yang

lokusnya berbeda. Artinya, gen penentu warna hitam yang dominan berada

terpisah dari gen penentu warna kuning yang juga dominan. Tiap-tiap warna

16

Page 17: REVISI MAKALAH GENETIKA

memiliki alel tersendiri. Jika kedua gen yang tidak sealel itu hadir bersama dalam

satu individu, maka akan menampilkan fenotipe gen yang menutupi atau

menghalangi, yang dikenal sebagai gen epistasis. Jadi, jika faktor hitam dan

kuning hadir bersama, fenotipe yang muncul adalah fenotipe hitam. Maka, hitam

epistasis terhadap kuning, dan kuning hipostasis terhadap hitam.

Jika di dalam individu hanya gen yang ditutupi atau dihalangi, maka fenotipe

yang muncul adalah fenotipe dari gen yang dihalangi tersebut. Gen ini disebut gen

hipostasis. Tidak adanya gen dominan pada individu akan memunculkan sifat

baru, yaitu sifat putih.

Telaah menegenai epistasis dan hipostasis adalah sebagai berikut:

1. Ada dua gen sama- sama dominan dan terletak pada lokus yang berbeda.

Sifat yanng ditentukan itu adalah warna kulit biji gandum.

2. Gen yang satu bersifat menghalangi ( epistasis ), sedangkan yang lain

brsifat dihalangi ( hipostsis ).

3. Kehadiran keduan gen dominan tersebut akan memunculkan fenotipe dari

gen yang epistasis biasa ( fenotipe yang muncul adalah hitam).

4. Kehadiran gen yang hipostasis akan memunculkan fenotipe dari gen

hipostasis ( fenotipe yang muncul adalah kuning ).

5. Ketidakhadiran dari kedua gen dominan (jadi yang ada hanya alel resesif)

akan memunculkan fenotipe baru (fenotipenya putih). Untuk jelasnya,

perhatikan analisis pada contoh dibawah ini.

Contoh peristiwa epistasis dan hipostasis pada tumbuhan adalah pada warna

sekam gandum. Terdapat tiga warna sekam gandum, yaitu hitam, kuning, dan

putih. Pigmen hitam dan pigmen kuning dibentuk oleh dua gen yang berbeda yang

masing-masing dikendalikan oleh alel masing masing tetapi mempunyai pengaruh

ke organ yang sama . Misalnya, pigmen kuning dikendalikan oleh alel K dan k

pada suatu alela. Pigmen hitam dikendalikan oleh alel H dan h pada alel lain . Jika

gandum biji hitam dominan homozigot dikawinkan dengan gandum biji kuning

dominan homozigot, maka hasil F1 adalah 100% gandum berkulit hitam.

Sedangkan, pada F2 dihasilkan gandum biji hitam : biji kuning : biji putih = 12 : 3

17

Page 18: REVISI MAKALAH GENETIKA

: 1. Persilangannya dapat dilihat pada persilangan papan catur pada gandum

berbiji hitam dengan gandum berbiji kuning sebagai berikut:

Gambar 2.8 Diagram persilangan gandum berbiji hitam dengan gandum berbiji putih(Sumber : http:///www.org.id /pola-pola-hereditas.html, 2009)

Dari persilangan di atas dapat diketahui bahwa semua kombinasi yang

mengandung faktor H, fenotipnya adalah hitam. Kombinasi yang mengandung

faktor K tanpa faktor H menampakkan warna kuning. Sedangkan, kombinasi dua

faktor resesif, yaitu genotip hhkk berfenotip putih.

Peristiwa Epistasis Hypostasis harus minimal dihibrid tidak mungkin

Monohobrid karena harus terjadi interaksi / kompetisi antar gen pada antar alel.

2.2 Modifikasi Rasio Mendel

Percobaan-percobaan persilangan sering kali memberikan hasil yang

seakan-akan menyimpang dari hukum Mendel. Dalam hal ini tampak bahwa

nisbah fenotipe yang diperoleh mengalami modifikasi dari nisbah yang

seharusnya sebagai akibat terjadinya aksi gen tertentu. Secara garis besar

modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu

modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1.

18

Page 19: REVISI MAKALAH GENETIKA

2.2.1 Modifikasi Rasio 3 : 1

Ada tiga peristiwa yang menyebabkan terjadinya modifikasi nisbah 3 : 1,

yaitu semi dominansi, kodominansi, dan gen letal.

2.2.1a Semi Dominansi

Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi

pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot

akan muncul sifat antara (intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot

akan memiliki fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot

dominan. Akibatnya, pada generasi F2 tidak didapatkan nisbah fenotipe 3 : 1,

tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya nisbah genotipe.

Contoh peristiwa semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga

pada tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa). Gen yang mengatur warna

bunga pada tanaman ini adalah M, yang menyebabkan bunga berwarna merah,

dan gen m, yang menyebabkan bunga berwarna putih. Gen M tidak dominan

sempurna terhadap gen m, sehingga warna bunga pada individu Mm bukannya

merah, melainkan merah muda. Oleh karena itu, hasil persilangan sesama

genotipe Mm akan menghasilkan generasi F2 dengan nisbah fenotipe merah :

merah muda : putih = 1 : 2 : 1.

2.2.1b Kodominansi

Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan

nisbah fenotipe 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Bedanya, kodominansi tidak

memunculkan sifat antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat

yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua

alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi.

Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan

darah sistem ABO pada manusia (lihat juga bagian pada bab ini tentang beberapa

contoh alel ganda). Gen IA dan IB masing-masing menyebabkan terbentuknya

antigen A dan antigen B di dalam eritrosit individu yang memilikinya. Pada

individu dengan golongan darah AB (bergenotipe IAIB) akan terdapat baik antigen

19

Page 20: REVISI MAKALAH GENETIKA

A maupun antigen B di dalam eritrositnya. Artinya, gen IA dan IB sama-sama

diekspresikan pada individu heterozigot tersebut.

Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing memiliki

golongan darah AB dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.

IAIB x IAIB

1 IAIA (golongan darah A)

2 IAIB (golongan darah AB)

1 IBIB (golongan darah B)

Golongan darah A : AB : B = 1 : 2 : 1

Gambar 2.9 Diagram persilangan sesama individu bergolongan darah AB

2.2.1c Gen Letal

Gen letal ialah gen yang dapat mengakibatkan kematian pada individu

homozigot. Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio atau beberapa saat

setelah kelahiran. Akan tetapi, adakalanya pula terdapat sifat subletal, yang

menyebabkan kematian pada waktu individu yang bersangkutan menjelang

dewasa.

Ada dua macam gen letal, yaitu gen letal dominan dan gen letal resesif. Gen

letal dominan dalam keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau

kelainan fenotipe, sedang gen letal resesif cenderung menghasilkan fenotipe

normal pada individu heterozigot.

Peristiwa letal dominan antara lain dapat dilihat pada ayam redep (creeper),

yaitu ayam dengan kaki dan sayap yang pendek serta mempunyai genotipe

heterozigot (Cpcp). Ayam dengan genotipe CpCp mengalami kematian pada masa

embrio. Apabila sesama ayam redep dikawinkan, akan diperoleh keturunan

dengan nisbah fenotipe ayam redep (Cpcp) : ayam normal (cpcp) = 2 : 1. Hal ini

karena ayam dengan genotipe CpCp tidak pernah ada.

Sementara itu, gen letal resesif misalnya adalah gen penyebab albino pada

tanaman jagung. Tanaman jagung dengan genotipe gg akan mengalami kematian

20

Page 21: REVISI MAKALAH GENETIKA

setelah cadangan makanan di dalam biji habis, karena tanaman ini tidak mampu

melakukan fotosintesis sehubungan dengan tidak adanya khlorofil. Tanaman Gg

memiliki warna hijau kekuningan, sedang tanaman GG adalah hijau normal.

Persilangan antara sesama tanaman Gg akan menghasilkan keturunan dengan

nisbah fenotipe normal (GG) : kekuningan (Gg) = 1 : 2.

2.2.2 Modifikasi Rasio 9 : 3 : 3 : 1

Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan

epistasis, yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu

gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya. Ada beberapa macam

epistasis, masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada

generasi F2.

2.2.2a Epistasis Resesif

Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi

gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan

diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4.

Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit

(Mus musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada

mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu

berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan

tidak ada pigmentasi. Persilangan antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan

albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.

P : AACC x aacc kelabu albino

F1 : AaCc kelabu

F2 : 9 A-C- kelabu

3 A-cc albino kelabu : hitam : albino =

3 aaC- hitam 9 : 3 : 4

1 aacc albino

21

Page 22: REVISI MAKALAH GENETIKA

Gambar 2.10 Diagram persilangan epistasis resesif

Dalam jurnal “Analisis Rerata Generasi Hasil Persilangan Dua Varietas

Padi Tahan Terhadap Cekaman Kekeringan Sifat “ yang bertujuan untuk

mempelajari tindak gen ketahanan terhadap cekaman kekeringan dalam kaitan

dengan sifat akar dengan analisis rerata generasi. Padi varietas Selat dan Soba

adalah dua varietas tahan terhadap cekaman kekeringan, dan dari persilangannya

dihasilkan generasi F1, F2, BC1 dan BC2.

Sifat panjang akar dipengaruhi tindak gen aditif yang dibawa oleh Soba.

Pada sifat diameter akar menunjukkan interaksi gen duplikat. Sifat jumlah akar

dikendalikan oleh lebih dari dua gen, dan sifat berat akar kering terjadi tindak gen

resesif epistasis. Ini mengimplikasikan bahwa ketahanan tanaman terhadap

cekaman kekeringan dikendalikan oleh banyak gen yang berlainan, yang sebagian

bertanggung jawab untuk sifat yang berbeda, yang bersama-sama mendorong ke

arah ketahanan.panjang akar dipengaruhi gen aditif

yang dibawa oleh Soba. Pada sifat diameter akar menunjukkan interaksi gen

duplikat. Sifat jumlah akar dikendalikan oleh lebih dari dua gen, dan sifat berat

akar kering terjadi tindak gen resesif epistasis. Ini mengimplikasikan bahwa

ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan dikendalikan oleh banyak gen

yang berlainan, yang sebagian bertanggung jawab untuk sifat yang berbeda, yang

bersama-sama mendorong ke arah ketahanan terhadap cekaman kekeringan.

(Jurnal Crop Agro,Vol., No.1, Hal 1 s/d 6: 2010)

2.2.2b Epistasis Dominan

Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu

gen dominan yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F2 dengan

adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1.

Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna

buah waluh besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang

menyebabkan buah berwarna kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah

berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang menghalangi pigmentasi dan w yang

22

Page 23: REVISI MAKALAH GENETIKA

tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan antara waluh putih (WWYY) dan

waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F2 sebagai berikut.

P : WWYY x wwyy putih hijau

F1 : WwYy putih

F2 : 9 W-Y- putih

3 W-yy putih putih : kuning : hijau =

3 wwY- kuning 12 : 3 : 1

1 wwyy hijau

Gambar 2.11 Diagram persilangan epistasis dominan

Untuk melihat analisis ekspresi dari interaksi gen dominan yang

mempengaruhi suatu tanaman yang varietasnya memiliki tehadap daya tahan

serangan hama,ini dilampirkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh E.

Sulistyowati, Sulistyowati, S. Rustini, S. Sumartini, Dan Abdurrakhman yang

berjudul Pewarisan Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada

Persilangan Padi IR64 dengan Oryza rufipogon Griff sebagai berikut :

Aksi gen pengendali sifat ketahanan tanaman padi terhadap ras patogen

Blas berbeda-beda. Terhadap Ras 033 dan Ras 173, aksi gen aditif berperan dalam

penentuan tingkat ketahanan, sedangkan terhadap Ras 001 tidak terlihat peran

aksi gen aditif. Aksi gen aditif tidak ditemukan dengan analisis segregasi dengan

nisbah genetika menurut Mendel tetapi terlihat dengan analisis rataan generasi

yang menyertakan rataan enam populasi tanaman padi. Ras 033 dan Ras 173

adalah cendawan Blas yang termasuk ke dalam ras dengan tingkat virulensi

medium dan tinggi, sedangkan Ras 001 memiliki tingkat virulensi yang rendah.

Hasil penelitian Gee et al. (2001) menunjukkan bahwa peningkatan

virulensi dari patogen Blas dapat mengaktifkan pathogenesis related (PR) protein

gen famili (family genes) pada tanaman padi sebagai respons dari sistem

pertahanannya.Aksi gen aditif lebih terlihat pada ras yang virulen dibandingkan

23

Page 24: REVISI MAKALAH GENETIKA

dengan ras virulensi rendah karena terinduksinya gen famili dalam suatu lokus

kuantitatif yang efeknya aditif. Namun demikian, Menurut Paterson et al. (1991),

aksi gen pada lokus kuantitatif pada progeni yang mempunyai rataan fenotipe

yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua tetuanya dapat disebabkan adanya

alel overdominan. Alel tersebut membawa satu kopi yang mempunyai efek lebih

besar dibandingkan dengan dua kopi.

Analisis rasio segregasi, rasio fenotipe tahan: media tahan: rentan pada

populasi padi generasi F2 (IR64 x O. rufipogon) terhadap cendawan Blas, Ras

001, dan 033 adalah 9:6:1. Jadi interaksi gen ketahanan tanaman padi terhadap

Ras 033 ini kemungkinan interaksi gen sama dengan interaksi gen ketahanan

tanaman padi terhadap Ras 001. Pada Ras 173 rasio fenotipe padi generasi F2

(IR64 x O. rufipogon) lebih mendekati model interaksi gen 10:3:3. Allard (1960)

dan Wagner et al. (1980) mengemukakan bahwa tipe ketahanan padi dengan rasio

fenotipe seperti terhadap Ras 001 dan 033 adalah tipe ketahanan dengan interaksi

gen duplikat, sedangkan terhadap Ras 173 adalah tipe ketahanan dengan interaksi

gen kompleks.

Berdasarkan rasio dominansi, aksi gen dominan sifat ketahanan pada

populasi ini terhadap cendawan Blas Ras 001 lebih besar dibandingkan dengan

dua ras cendawan Blas yang lainnya. Peranan gen dominan pada populasi ini lebih

besar terhadap cendawan Blas Ras 033 dan sebaliknya aksi gen aditif lebih besar

terhadap Ras 173. Nilai heritabilitas arti luas (H2 bs) yang tinggi untuk sifat

ketahanan padi terhadap cendawan Blas Ras 001 menunjukkan bahwa potensi

genetika untuk sifat ini cukup besar sehingga seleksi sifat ketahanan terhadap

cendawan Blas Ras 001 ini dapat dilakukan berdasarkan sifat ketahanan.

Berdasarkan nilai (H2 ns) yang terlihat, peranan aksi gen aditif dalam pewarisan

genetika sifat ketahanan padi yang paling besar yaitu terhadap cendawan Blas Ras

173. Adanya aksi gen aditif ini mengindikasikan bahwa kemajuan seleksi padi

dapat diharapkan untuk mendapatkan galur-galur padi yang potensial.

( Jurnal Hayati Vol 13 No.3.1 s/d 6 )

2.2.2c Epistasis Resesif Ganda

Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis

terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen

24

Page 25: REVISI MAKALAH GENETIKA

resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka

epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini

menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.

Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan

pewarisan kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN

pada tanaman ini dapat dilukiskan secara skema sebagai berikut:

gen L gen H Bahan dasar enzim L glukosida sianogenik enzim H HCN

Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan

bahan dasar menjadi bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l,

menghalangi pembentukan enzim L. Gen H menyebabkan terbentuknya enzim H

yang mengatalisis perubahan glukosida sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen

h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan demikian, l epistatis terhadap H

dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l. Persilangan dua tanaman dengan

kandungan HCN sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh dengan

llHH) dapat digambarkan sebagai berikut:

P : LLhh x llHH HCN rendah HCN rendah

F1 : LlHh HCN tinggi

F2 : 9 L-H- HCN tinggi

3 L-hh HCN rendah HCN tinggi : HCN rendah =

3 llH- HCN rendah 9 : 7

1 llhh HCN rendah

25

Page 26: REVISI MAKALAH GENETIKA

Gambar 2.12 Diagram persilangan epistasis resesif ganda

Untuk melihat analisis ekspresi dari interaksi gen epistasis ganda/duplikata

ini berikut dilampirkan hasil penelitian yang dilakukan oleh E. Sulistyowati,

Sulistyowati, S. Rustini, S. Sumartini, Dan Abdurrakhman yang berjudul

Pewarisan Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) pada

Persilangan Padi IR64 dengan Oryza rufipogon Griff sebagai berikut :

Hasil analisis model genetika populasi F2 (IR64 x Orufipogon) untuk

ketahanan padi terhadap cendawan Blas Ras 033, menunjukkan bahwa karakter

ketahanan padi berdasarkan luasan daun terserang Ras 033, diperankan oleh aksi

gen dominan dengan pengaruh beberapa model interaksi non alelik (epistasis).

Model tersebut adalah: aditif x aditif, aditif x dominan, dan dominan x dominan.

Adanya pengaruh aksi gen dominan yang berlawanan tanda dengan komponen

interaksi dominan x dominan menunjukkan adanya interaksi gen yang bersifat

epistasis duplikat.

Jadi, hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa kendali genetika untuk

sifat ketahanan padi terhadap cendawan Blas Ras 001 dan Ras 033 lebih

diperankan oleh aksi gen dominan dengan pengaruh interaksi nonalelik yang

bersifat epistasis duplikat. Adanya pengaruh aksi gen dominan dan interaksinya

ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk padi hibrida tahan patogen Blas Ras

001 dan 033. Karakter ketahanan berdasarkan luasan daun padi terserang Ras 173,

diperankan oleh aksi gen aditif dengan pengaruh adanya interaksi nonalelik, yaitu:

dominan x dominan. Komponen aditif [d] bertanda sama dengan bentuk

interaksinya aditif x dominan [j], menunjukkan bahwa terdapat bentuk interaksi

gen epistasis komplementer. Adanya pengaruh aksi gen aditif dan interaksinya ini

dapat dimanfaatkan untuk pembentukan padi galur murni padi tahan patogen Blas

Ras 173, tetapi harus dilakukan dengan strategi seleksi yang dilakukan pada

generasi lanjut (Rao et al. 2004). Informasi genetika yang berperan dalam sifat

ketahanan terhadap petogen Blas sangat membantu dalam program perakitan galur

tahan Blas yang bersifat durable resistance (Lei et al. 2005).

( Jurnal Hayati Vol 13 No.3.1 s/d 6 )

2.2.2d Epistasis Dominan Ganda

26

Page 27: REVISI MAKALAH GENETIKA

Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II

yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis

terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan

ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.

Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan

bentuk buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan

oval. Bentuk segitiga disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval

disebabkan oleh gen resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d,

sedangkan D dominan terhadap C dan c.

P : CCDD x ccdd segitiga oval

F1 : CcDd segitiga

F2 : 9 C-D- segitiga

3 C-dd segitiga segitiga : oval = 15 :1

3 ccD- segitiga

1 ccdd oval

Gambar 2.13 Diagram persilangan epistasis dominan ganda

2.2.2e Epistasis Domian-Resesif

Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I

epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari

pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini

menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F2.

Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan

warna bulu ayam ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi

pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu,

terdapat gen C, yang menimbulkan pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak

menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C dan c, sedangkan gen c

dominan terhadap I dan i.

27

Page 28: REVISI MAKALAH GENETIKA

P : IICC x iicc putih putih

F1 : IiCc ( putih)

F2 : 9 I-C- putih

3 I-cc putih putih : berwarna = 13 : 3

3 iiC- berwarna

1 iicc putih

Gambar 2.14 Diagram persilangan epistasis dominan-resesif

2.2.2f Epistasis Gen Duplikat Dengan Efek Kumulatif

Pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram,

bulat, dan lonjong. Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua

pasang, masing-masing B dan b serta L dan l. Apabila pada suatu individu

terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu pasangan gen tersebut,

maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-). Sementara

itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut

berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah

cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah

berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat

dengan efek kumulatif.

P : BBLL x bbll cakram lonjong

F1 : BbLl (cakram)

F2 : 9 B-L- cakram

3B-ll bulat cakram : bulat : lonjong = 9 : 6 : 1

3 bbL- bulat

1 bbll lonjong

28

Page 29: REVISI MAKALAH GENETIKA

Gambar 2.15 Diagram persilangan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif

Dalam jurnal yang berjudul “Sinergi Teknologi Marka Molekuler Dalam

Pemuliaan Tanaman Jagung” menyatakan bahwa interaksi gen spistasis

dominan dan resesif bermanfaat dalam pemuliaan tanaman dengan kegiatan

seleksi pada pemuliaan secara konvensional dapat dipercepat jika dapat

disinergikan dengan teknologi marka molekuler yang dikenal dengan nama

marker assisted selection (MAS). Dengan MAS, kegiatan seleksi menjadi lebih

efektif dan efisien karena seleksi hanya didasarkan pada sifat genetik tanaman,

tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Tulisan ini membahas secara ringkas

beberapa strategi sinergi teknologi marka molekuler dalam pemuliaan jagung.

Dalam konteks MAS, marka berbasis DNA dapat lebih efektif jika

digunakanuntuk tiga tujuan dasar, yaitu: 1) identifikasi galur-galur tetua untuk

perbaikan suatu karakter untuk tujuan khusus, 2) penelusuran alel-alel dominan

atau resesif pada tiap generasi persilangan, dan 3) identifikasi individu-individu

target sesuai dengan karakter yang diinginkan di antara turunan yang bersegregasi,

berdasarkan komposisi alel persilangan sebagian atau seluruh genom.

( Jurnal Litbang Pertanian, Vol.25, No.3, Hal 81 s/d 89:2006 )

BAB III

PENUTUP

Persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe

9:3:3:1, hanya berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua pasang

sifat tersebut masing-masing terletak pada 2 kromosom yang berlainan, dan

masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri, beberapa cara penurunan tak

mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat kadang – kadang

tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih gen

yang mengadakan interaksi ( kerjasama ).Dan hal ini dapat disebabkan oleh

beberapa faktor.Interaksi gen ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih

29

Page 30: REVISI MAKALAH GENETIKA

saling mempengaruhi dalam memberikan fenotip pada suatu individu, terdapat

pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan

modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan

hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik.

Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang

membawa sifat yang baru dari sifat induknya.

Contoh dari interaksi gen adalah Avatisme yang terjadi pada ayam

berjengger rose yang dikawinkan dengan ayam yang berjengger pea, akan

menghasilkan sifat baru yang tidak ada pada induknya, yaitu walnut : rose : pea :

single = 9 : 3 : 3 : 1.

Pada Drosophila, ayam dan merpati dikenal adanya gen rangkai kelamin

yang bersifat letal. Gen itu terletak pada fragmen non-homolog kromosom X.

Ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain untuk

menumbuhkan karakter. Gen-gen itu mungkin pada kromosom sama (berangkai),

mungkin pula pada kromosom berbeda. Misalnya bunga merah oleh gen R, bunga

putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah oval (lonjong) oleh gen b, batang

tinggi oleh gen T, batang pendek oleh gen t. Karena ada interaksi maka

perbandingan fenotip keturunan hibrid menyimpang dari penemuan Mendel,

disebut juga penyimpangan Hukum Mendel. Kalau yang berinteraksi itu 2 gen

(dihibrid), menurut Mendel perbandingan fenotip F2 adalah 9 : 3 : 3 : 1, menjadi 9

: 3 : 4, 9 : 7 atau 12 : 3 : 1 umpamanya. Menurut Mendel fenotip F2 itu ada 4

kelas, tapi karena ada interaksi susut menjadi 2 atau 3 kelas.

Interaksi yang sifatnya menyembunyikan karakter yang terdapat pada

leluhur disebut juga atavisme, diistilahkan oleh Charles Darwin, ketika

mengamati karakter bulu pada merpati. Kriptomeri sesungguhnya baru

dipecahkan secara perhitungan genetis pertama kali oleh W. bateson dan R.C.

Punnet pada karakter jengger ayam. Dikatakan bahwa karakter jengger itu bukan

hanya diatur oleh 1 gen tapi oleh 2 gen yang berinteraksi.

30

Page 31: REVISI MAKALAH GENETIKA

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, H. 2006. Karakteristik Ayam Fayoumi, Merawang dan Persilangannya Umur 9-16 Minggu (Studi Kasus di BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa, Sumatera Selatan). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Tekonologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor : Bogor

Anonimous.2009. Variasi Genetik. http:// I:\blog-Variasi-dan-genetiks.php. htm l Diakses tanggal 27 Oktober 2010

Anonimous.2010. Genetika. http://wikipedia.com/genetika. Diakses tanggal 27 Oktober 2010

Azrai, M. 2006.Sinergi Teknologi Marka Molekuler Dalam Pemuliaan Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian, Vol.25, No.3, Hal 81 s/d 89

31

Page 32: REVISI MAKALAH GENETIKA

Azrai, M .2004. Analisis Varisans Dan Heritabilitas Ketahanan Galur-Galur Jagung Rekombinan Terhadap Penyakit Bulai. Program Studi Agronomi Minat Pemuliaan Tanaman IPB, Bogor

Bojonegoro,I.2010. Interaksi Gen .http://biologigonz.blogspot.com/ 2010/05 .interaksi-gen .html . Diakses tanggal 27 Oktober 2010

Hamdan. 2005.Pendugaan Komponen Ragam dan Parameter Genetik Beberapa Sifat Produksi Puyuh Pada Seleksi Jangka Panjang. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Hal 36 s/d 47

Stansfield, D .1991., Genetika . Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama , Erlangga.

Suwarso. 2009. Pewarisan Ketahanan Terhadap Penyakit Lanas Pada Tembakau Madura Prancak-95. Zuriat, Vol. 20, No. 1,Hal 1 s/d 7

Sudharmawan, A.2010. Analisis Rerata Generasi Hasil Persilangan Dua Varietas Padi Tahan Terhadap Cekaman Kekeringan. Jurnal Crop Agro,Vol., No.1, Hal 1 s/d 6

Suryo . 1986 ., Genetika Manusia. Yogyakarta:Gadjahmada University Press.

Tim Dosen. 2010 . Genetika Dasar . Medan : Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNIMED.

Utami,D,Hajrial Aswidinnoor, Sugiono Moeljopawiro,Ida Hanarida, Reflinur.2006.Pewarisan Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia Grisea Sacc.) Pada Persilangan Padi Ir64 Dengan Oryza Rufipogon Griff. Hayati,Vol 13, No 3 , Hal 107 s/d 112.

32