Makalah Demensia Rere

37
MAKALAH DEMENSIA Oleh : Reani Zulfa 109103000032 Pembimbing : dr. Hari, Sp. PD Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta

description

mkljh

Transcript of Makalah Demensia Rere

Page 1: Makalah Demensia Rere

MAKALAHDEMENSIA

Oleh :Reani Zulfa

109103000032

Pembimbing :dr. Hari, Sp. PD

Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta

Stase Geriatri 2013

Page 2: Makalah Demensia Rere

DAFTAR ISI

Bab I. Ilustrasi Kasus...........................................................................................................3

Bab II. Tinjauan Pustaka....................................................................................................12

Daftar Pustaka....................................................................................................................47

Page 3: Makalah Demensia Rere

BAB I

ILUSTRASI KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. B

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : Tidak bisa mendapatkan data

Umur : 60 tahun

Agama : Islam

Status Pekawinan : kawin

Suku : Tidak bisa mendapatkan data

Pendidikan : Tidak bisa mendapatkan data

Alamat : Tidak bisa mendapatkan data

B. Anamnesis

Anamnesis pasien ini tidak mendapatkan data secara valid karena pasien sudah

sangat pikun dan pelupa, pasien hanya menyebutkan “bibaah… 50 … bibaaaah 50

..” secara berulang ulang, dan saat didatangi kembali kata yang diulang adalah

“iyaa… dulu jaman belandaa,, iya dulu belaandaaa..”

- Analisis Gizi :

Analisis Gizi

• BB ideal = (150-100)-10%=50 –15 =35kg

• IMT = 40/ (1,5)2 = 17,11% (normal)

• Kebutuhan kalori basal = 35 x 17=595 kalori

• Kebutuhan aktivitas (+10%) = 10% x 595 = 654,5

• Kebutuhan diatas 60th (-10%) =10% x 595 = 535,5

Total kebutuhan kalori/hari = 596 + 654,5 + 535,5 = 1786 kalori

Page 4: Makalah Demensia Rere

Pengkajian MMSE

No Pertanyaan Nilai

Orientasi

1.

Sekarang ini (tahun),

(musim), (bulan),

(tanggal), (hari)

0

2.

Kita berada di mana?

(negara), (propinsi), (kota),

(RS), (lt)

0

Registrasi

3.

Sebutkan 3 objek: tiap satu

detik, pasien disuruh

mengulangi nama ketiga

objek tadi. Nilai 1 untuk

tiap nama objek yang

disebutkan benar. Ulangi

lagi sampai pasien

menyebut dengan benar:

buku, pensil, kertas

0

Atensi dan Kalkulasi

4. Pengurangan 100 dengan 7.

Nilai 1 untuk setiap

jawaban yang benar.

Hentikan setelah 5

jawaban, atau eja secara

terbalik kata “B A G U S”

(nilai diberi pada huruf

yang benar sebelum

0

Page 5: Makalah Demensia Rere

kesalahan).

Mengenal Kembali

5.

Pasien disuruh menyebut

kembali 3 nama objek di

atas tadi

0

Bahasa

6.Pasien disuruh menyebut:

pensil, buku0

7.

Pasien disuruh mengulangi

kata: “Jika tidak, dan atau

tapi”

0

8.

Pasien disuruh melakukan

perintah: “Ambil kertas itu

dengan tangan anda,

lipatlah menjadi 2, dan

letakkan di lantai”

0

Bahasa

9.

Pasien disuruh membaca,

kemudian melakukan

perintah kalimat “pejamkan

mata”

0

10.Pasien disuruh menulis

dengan spontan (terlampir)0

11.

Pasien disuruh

menggambar bentuk

(terlampir)

0

TOTAL 0

Penapisan depresi :

Page 6: Makalah Demensia Rere

Hasil : pasien mengalami depresi

Indeks ADL Barthel

Fungsi Skor Keterangan

Mengendalikan rangsang

BAB- Tidak dapat dinilai

Mengendalikan rangsang

BAK- Tidak dapat dinilai

Membersihkan diri 1 Mandiri

Penggunaan jamban, masuk

dan keluar2 Mandiri

Makan 2 Mandiri

Berubah sikap dari

berbaring ke duduk3 Mandiri

Berpindah/berjalan 2 Mandiri

Memakai baju 2 Mandiri

Naik turun tangga 2 Mandiri

Mandi 1 Mandiri

Total skor Tidak dapat dinilai

Hasil : pasien tergolong mandiri

Berg Balance Scale :

No Manuver Nilai

1 Balans duduk bangun dari kursi 4

Page 7: Makalah Demensia Rere

2 Balans berdiri tanpa tahanan 4

3 Duduk tanpa sandaran, kaki di atas lantai 4

4 Duduk ke kursi dari posisi berdiri 4

5 Berpindah 4

6 Balans berdiri dengan mata tertutup 4

7 Berdiri dengan kedua kaki rapat 4

8 Reaching forward 4

9Bending down (pasien diminta mencoba

mengambil sesuatu benda kecil seperti bolpoin)4

10

Leher berputar, pasien diminta menggerakkan leher

ke kiri dan kanan, menengadah ke atas sementara

kedua kaki rapat

4

11 Meletakkan kaki bergantian pada undakan 4

12 Balans berputar 3

13 Balans satu kaki 1

14 Berdiri tandem 1

JUMLAH (resiko ringan untuk jatuh) 49

Hasil : risiko rendah untuk jatuh

C. Pemeriksaan Fisik

A. Status generalis

a. Keadaan umum : Baik

b. Kesadaran : Composmentis

B. Tanda vital

a. Tekanan darah : 120/70 mmHg

Page 8: Makalah Demensia Rere

b. Frekuensi nadi : 88 kali / menit

c. Frekuensi napas : 16 kali / menit

d. Suhu : afebris

C. Kulit

a. Warna : Tidak pucat , bewarna sawo matang

b. Jaringan parut : Ada

c. Pigmentasi : Ada

d. Suhu raba : Hangat

e. Lembab / kering : Kering

f. Turgor : Cukup

g. Ikterus : Tidak tampak ikterik

h. Edema : Tidak ada

D. Kepala : Normochepali, rambut putih dan hitam

tersebar merata.

E. Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

F. Hidung : Deformitas (-), Deviasi septum (-), mukosa

hiperemis (-), Pembesaran konka (-/-)

G. Telinga : Liang telinga luas, serumen (+/+)

H. Mulut : Tonsil (T1-T1), mukosa hiperemis (-), karies gigi (+)

I. Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),

JVP 5-2 cmH2O

J. Paru

Inspeksi : Pergerakan dada kanan sama dengan kiri simetris saat statis dan

dinamis, tidak terdapat benjolan, luka, scar dan nodul

Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak ditemukan rhonki dan wheezing.

F. Jantung

a. Inspeksi : Iktus kordis tampak pada ICS 5 kiri

b. Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 kiri

Page 9: Makalah Demensia Rere

c. Perkusi :

- Batas jantung kanan : linea sternalis dekstra ICS IV

- Batas jantung kiri : 2 jari medial linea midclavikula sinistra

ICS V

d. Auskultasi : S I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

G. Abdomen

a. Inspeksi : Scar (-), luka (-), benjolan (-), massa (-)

b. Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba. Shifting dullness (-) ;

Nyeri tekan epigastrik (-)

c. Perkusi : Timpani

d. Auskultasi : Bising usus (+)

H. Ekstremitas

Atas : Akral hangat +/+, Edema -/-, clubbing finger -/-, scar (-), luka

(-), benjolan (-), massa (-), deformitas (-),

Bawah : Akral hangat +/+, Edema -/-, clubbing finger -/-, scar (-), luka

(-), benjolan (-), massa (-), deformitas (-).

Palpasi : pitting oedema (-), CRT < 3 detik

I. Pemeriksaan Status Neurologis

GCS : E4M5V6

TRM : Kaku kuduk (-)

Nervus kranialis

N. INormal

N.IISulit dinilai

N.III, IV, VISulit dinilai

N.V reflex: (+)

N.VII Sulit dinilai

Page 10: Makalah Demensia Rere

N. VIII Tes auditorik : (-)

N.IX,X

Arcus faring : simetris

Uvula : di tengah

Disfonia : (-)

Disfagia : (-)

Gag refleks (-)

N. XI

M. sternokleidomastoideus : dapat

melawan tahanan

M. trapezius : dpt melawan tahanan

N.XII :

Lidah : fasikulasi (-) tremor (-) atrofi (-),

deviasi (-)

Trofi : Eutrofi

Tonus : Normotonus, kecuali lengan kiri tidka dapat dinilai

Sistem Motorik : Ekstremitas : Atas 5555 | 5555

: Bawah 5555 | 5555

Sistem Sensorik

Sulit dinilai

Fungsi Otonom

Sulit mendapatkan data

Reflek Fisiologis

Dalam batas normal

Reflek Patologi

Page 11: Makalah Demensia Rere

Tidak terdapat reflex patologi

D. Diagnosa Medis

• Demensia

E. Diagnosa Fungsional

1. Impairment : penurunan kemampuan kognitif,

2. Disability : susah dalam bersosialisasi

3. Handicap : -

F. Sindrom Geriatri

Intellectual impairment

G. Pemeriksaan Anjuran

- Darah Rutin

H. Anjuran Tata Laksana

- Memeliharaan diet gizi - Latihan yang tepat- Terapi rekreasi dan aktivitas

I. Prognosis

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad functinam : dubia ad malam

Ad sananctionam : dubia ad malam

Page 12: Makalah Demensia Rere

BAB II

PENGKAJIAN MASALAH

2.1 Demensia

- Anamnesis : Terdapat pembicaraan yang tidak nyambung dan berulang-ulang, hasil

MMSE = 0

- Pemeriksaan Fisik : -

Page 13: Makalah Demensia Rere

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEMENSIA

3.1 DefinisiBeberapa definisi demensia dikemukakan sebagai berikut:

a. Sindroma demensia dapat didefinisikan sebagai deteriorasi atau kemunduran

kapasitas intelektual yang diakibatkan oleh penyakit di otak. Sindrom ini ditandai

oleh gangguan kognitif, emosional, dan psikomotor. Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorder (DSM) IIIR menambahkan bahwa agar dapat

digolongkan sebagai demensia, kemunduran fungsi luhur yang diderita harus

sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaannya, aktivitas sosial atau hubungan

dengan orang lain.

b. DSM IV (1994) mendefinisikan demensia sebagai sindrom yang diakibatkan oleh

banyak kelainan yang ditandai oleh gangguan tingkat inteletual yang sebelumnya

lebih tinggi. Gangguan mencakup memori dan bidang kognitif lainnya (termasuk

berbahasa, orientasi, kemampuan konstruksional, berfikir abstrak, kemampuan

Page 14: Makalah Demensia Rere

memecahkan persoalan dan praksis) dan harus cukup berat sehingga mengganggu

kemampuan okupasional atau sosial atau keduanya. Perubahan kepribadian dan afek

sering dijumpai.

c. Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya kognitif

global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun bersamaan dengan

perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak atau sedikit demi sedikit

pada tiap orang dari semua golongan usia.

d. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan

oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran.

Pasien demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain

seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial.

Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan

sosial secara bermakna.

e. Demensia adalah suatu sindroma klinis dengan terjadinya kemunduran intelektual.

Demensia pada umumnya melibatkan deteriorasi pada memori satu atau lebih fungsi

intelektual lain seperti bahasa, berpikir tempat dan orientasinya, pemecahan masalah,

dan berpikir abstrak.

3.2. Epidemiologi

Demensia cukup sering dijumpai pada lansia, menimpa sekitar 10 % kelompok usia di

atas 65 tahun dan 47% kelompok usia di atas 85 tahun. Pada sekitar 10-20 % kasus

demensia bersifat reversibel atau dapat diobati. Secara keseluruhan prevalensi demensia

pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6 %. Data dari pemeriksaan otopsi

menunjukkan bahwa demensia Alzheimer, jenis multi-infark serta jenis campuran

(Alzheimer+multi-infark) merupakan penyebab yang paling sering dijumpai. Prevalensi

Alzheimer lebih tinggi pada wanita dan demensia multi-infark lebih banyak dijumpai

pada pria. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit

Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab

tersering demensia. Demensia lain yang lebih jarang adalah demensia tipe Lewy body,

demensia fronto-temporal (FTD), dan demensia pada penyakit Parkinson.3

3.3. Klasifikasi Demensia

Demensia diklasifikasikan menjadi 6 , yaitu :

Page 15: Makalah Demensia Rere

a. Penyakit Alzheimer

Demensia Alzheimer adalah jenis yang paling umum dari demensia, dan disebabkan

oleh berkurangnya sel otak. Demensia Alzheimer merupakan penyakit keturunan,

oleh sebab itu cenderung muncul pada keluarga. Walaupun bersifat genetik, tidak

berarti semua keluarga akan mendapatkan penyakit ini. Pada penyakit ini, sel di

dalam area otak yang mengendalikan fungsi mental dan memori dihancurkan oleh

protein abnormal yang tersimpan di dalam otak. Orang dengan penyakit Alzheimer

juga mempunyai tingkat bahan kimia otak yang kurang dari normal disebut

neurotransmitter sebagai pengendali fungsi penting otak. Penyakit Alzheimer tidak

tetap dan tidak diketahui perawatannya, akan tetapi, pengobatan dapat memperlambat

progresivitas penyakit.

b. Demensia Vaskular

Demensia vaskular merupakan jenis demensia yang paling umum dan disebabkan

oleh peredaran darah yang lemah ke otak. Pada multi infark demensia, beberapa

stroke ringan atau infark muncul di tempat aliran darah beredar minimal ke bagian

otak. Peningkatan demensia vaskular dapat terjadi pada langkah langkah yang tidak

diketahui. Dengan demensia jenis ini, pengendalian tekanan darah yang baik, tidak

mengkonsumsi rokok, pengendalian penyakit yang dapat menyebabkan gangguan

vaskular dapat membantu menghambat kemajuan penyakit ini.

c. Penyakit Parkinson

Penderita penyakit ini secara khas mengalami kekauan otot, bermasalah pada saat

berbicara, dan tremor. Demensia dapat berkembang secara lambat pada penyakit ini,

tetapi tidak semua orang dengan penyakit parkinson mempunyai demensia.

Pemikiran, memori, perkataan, dan pengambilan keputusan paling mungkin

berpengaruh.

d. Lewy Body Dementia

Penyakit demensia jenis ini disebabkan cadangan protein mikroskopik abnormal di

dalam sel saraf, disebut lewy body, cadangan protein ini menghancurkan sel dari

waktu ke waktu. Cadangan ini dapat menyebabkan gejala khas dari penyakit

Parkinson, seperti kekakuan otot dan tremor, seperti halnya demensia serupa dengan

penyakit Alzheimer. Lewy body dementia lebih mempengaruhi pemikiran, perhatian

Page 16: Makalah Demensia Rere

dan konsentrasi dibandingkan bahasa dan memori. Seperti penyakit Alzheimer, lewy

body dementia tidak tetap dan tidak diketahui tatalaksananya. Penggunaan obat-

obatan pada penyakit Alzheimer dapat bermanfaat untuk beberapa orang dengan

penyakit ini.

e. Alcohol-related dementia

Kerusakan otak dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol yang terlalu banyak. Hal

penting untuk orang dengan jenis demensia ini adalah berhenti total mengkonsumsi

alkohol, agar penyakit ini tidak berkembang lebih lanjut.

f. Pick disease (frontotemporal demensia/FTD)

Pick disease adalah bentuk keanehan yang jarang merusak sel di bagian depan otak.

Perubahan kepribadian dan perilaku pada umumnya lebih dulu muncul dibandingkan

permasalahan bahasa dan kehilangan memori.

3.4. Patobiologi Dan Patogenesis

Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik,

neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano

bodies. Plak neuritik mengandung b-amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis

distrofik, sementara plak difus (nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunakan untuk

deposisi amiloid tanpa abnormalitas neuron. Deteksi adanya Apo E di dalam plak B-

amyloid dan studi mengenai ikatan high avidity antara Apo E dengan B-amyloid

menunjukkan bukti hubungan antara amiloidogenesis dan Apo E. Plak neuritik juga

mengandung protein komplemen, mikroglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein

fase akut, sehingga komponen inflamasi juga diduga terlibat pada pathogenesis penyakit

Alzheimer. Gen yang mengkode the amyloid precursor protein (APP) terletak pada

kromosom 21, menunjukkan hubungan potensial patologi penyakit Alzheimer dengan

sindrom down (trisomy-21), yang diderita oleh semua pasien penyakit Alzheimer yang

muncul pada usia 40 tahun. Diagnosis penyakit Alzheimer dapat ditegakkan dengan

adanya plak senilis dalam jumlah tertentu. Jumlah plak meningkat seiring bertambahnya

usia, dan plak ini juga muncul di jaringan otak usia lanjut yang tidak demensia. Hal ini

juga dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia

mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks serebri untuk memenuhi kriteria

Page 17: Makalah Demensia Rere

diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini mencerminkan fase preklinik dari

penyakit masih belum diketahui.

Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau

yang terhiperfosforilasi pada pasangan filamen heliks. Individu usia lanjut yang normal

juga diketahui mempunyai neurofibrillary tangles di bebrapa lapisan hipokampus dan

korteks entohirnal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa

demensia. Neurofibrillary tangles ini tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga

timbul pada penyakit lain, seperti subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), demensia

pugilistika (boxer’s dementia), dan the parkinsonian dementia complex of Guam.

Pada demensia vaskular patologi yang dominan adalah adanya infark

multipel dan abnormalitas sunstansia alba. Infark jaringan otak yang terjadi setelah stroke

dapat menyebabkan demensia bergantung pada volume total korteks yang rusak dan

hemisfer mana yang terkena. Umumnya demensia muncul pada stroke yang mengenai

beberapa bagian otak/multi-infract dementia/atau hemisfer kiri otak. Sementara

abnormalitas substansia alba (diffuse white matter disease atau leukoaraiosis atau

penyakit Binswanger) biasanya terjadi berhubungan dengan infark lakunar. Abnormalitas

substansia alba ini dapat ditemukan pada pemeriksaan MRI pada daerah subkorteks

bilateral, berupa gambaran hiperdens abnormal yang umumnya tampak di beberapa

tempat. Abnormalitas substansia alba ini juga dapat timbul pada suatu kelainan genetik

yang dikenal sebagai cerebral autosomal dominant artheriopathy with subaortical

infarcts and leukoencephalopathy/CADASIL, yang secara klinis terjadi demensia yang

progresif yang muncul pada dekade kelima sampai ketujuh kehidupan pada beberapa

anggota keluarga yang mempunyai riwayat migrain dan stroke berulang tanpa hipertensi.

Petanda anatomis pada fronto-temporal dementia (FTD) adalah terjadinya atrofi

yang jelas pada lobus temporal dan/atau frontal, yang dapat dilihat pada pemeriksaan

pencitraan saraf (neuroimaging) seperti MRI dan CT. Atrofi yang terjadi terkadang

sangat tidak simetris. Secara mikroskopis selalu didapatkan gliosis dan hilangnya neuron,

serta pada beberapa kasus terjadi pembengkakan dan penggelembungan neuron yang

berisi inklusi sitoplasma. Sementara pada demensia dengan lewy body, sesuai dengan

namanya, gambaran neuropatologinya adalah adanya lewy body di seluruh korteks,

amigdala, korteks singulata, dan substansia nigra. Lewy body adalah cytoplasmic

Page 18: Makalah Demensia Rere

inclusion intraneuron yang terwarnai dengan periodic acid-Schiff (PAS) dan ubiquitin,

yang terdiri dari neurofilamen lurus sepanjang 7 sampai 20 nm yang dikelilingi material

amorfik. Lewy body dikenali melalui antigen terhadap protein neurofilamen yang

terfosforilasi, ubiquitin, dan protein presinaps yang disebut alfa-synuclein. Jika pada

seorang penderita demensia tidak ditemukan gambaran patologis selain adanya lewy body

maka kondisi ini disebut diffuse lewy body disease, sementara bila ditemukan juga plak

amiloid dan neurofibrillary tangles maka disebut varian Lewy body dari penyakit

Alzheimer.

Defisit neurotransmitter utama pada penyakit Alzheimer, juga pada demensia tipe

lain, adalah sistem kolinergik. Walaupun sistem noradenergik dan serotonin,

somatostatisn-like reactivity, dan corticotropin-releasing factor juga berpengaruh pada

penyakit Alzheimer, defisit asetilkolin tetap menjadi proses utama penyakit dan menjadi

target sebagian besar terapi yang tersedia saat ini untuk penyakit Alzheimer.

3.5. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Demensia

a. Aktivitas Fisik Dan Aktivitas Kognitif

Pada penelitian Verghese, dkk (2003) dilaporkan bahwa demensia berhubungan

dengan berkurangnya partisipasi dalam mengisi waktu senggang. Jenis aktivitas harus

melibatkan fungsi kognitif dan fisik. Kegiatan fisik yang dapat dilakukan antara lain

bermain tenis, bersepeda, berjalan kaki, atau mengerjakan pekerjaan rumah.

Sedangkan kegiatan yang menggunakan fungsi kognitif, yaitu membaca buku atau

koran, menulis, mengisi teka teki silang, permainan kartu, partisipasi dalam kelompok

diskusi, atau memainkan alat musik.

Kegiatan olahraga dapat menenangkan pikiran, memperbaiki daya ingat,

mengurang kecemasan dan depresi. Selain itu, olahraga dapat menolong otak untuk

berfungsi dengan baik secara intelek. Pengaruh olahraga terhadap kesehatan mental

dijelaskan pada teori sebagai berikut :

1. Endogenous Opioids

Dalam tubuh manusia, adanya satu sistem hormon yang berfungsi sebagai morfin

disebut “endogenous opioids”. Reseptornya terdapat di dalam hipotalamus dan

sistem limbik otak, daerah yang berhubungan dengan emosi dan tingkah laku

manusia. Sistem hormon ini, salah satunya adalah beta-endorfin, bukan hanya

Page 19: Makalah Demensia Rere

mengurangi rasa nyeri dan memberikan kekuatan, tetapi juga menambah daya

ingat, menormalkan selera seks, tekanan darah, dan ventilasi. Saat berolahraga,

kelenjar pituitari menambah produksi beta-endorfin dan sebagai hasilnya beta-

endorfin naik di dalam darah kemudian dialirkan juga ke otak, sehingga

mengurangi nyeri, cemas, depresi, dan perasaan letih.

2. Gelombang Otak Alfa

Penelitian Dr. James Wiese melaporkan bahwa selama olahraga, ada penambahan

gelombang alfa di otak. Gelombang alfa di otak ini sudah lama diketahui

berhubungan dengan rileks dan keadaan santai seperti pada waktu bermeditasi.

Gelombang alfa ini terlihat pada seseorang yang jogging dari 20-30 menit, dan

tetap dapat diukur setelah olahraga tersebut berakhir. Para peneliti

mengemukakan bahwa bertambahnya kekuatan gelombang alfa memberikan

kontribusi kepada kejiwaan, termasuk berkurangnya kecemasan dan depresi.

3. Penyalur Saraf otak

Olahraga akan memperlancar transmisi saraf di dalam otak manusia. Dr. Charles

Ransford menyampaikan dalam penelitiannya, bahwa olahraga dapat

meningkatkan tingkat norepinefrin, dopamin, dan serotonin di dalam otak, dengan

demikian mengurangi depresi. Telah terbukti bahwa neurotransmitter seperti

norepinefrin dan serotonin terlibat dalam depresi dan skizofrenia. Penelitian

menunjukkan bahwa stress dan depresi berhubungan dengan berkurangnya

norepinefrin di dalam otak atau tergangguanya norepinefrin dan serotonin terjadi

pada seseorang yang depresi. Penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga

manambah norepinefrin dan serotonin dalam otak. Dengan dasar ini maka

disimpulkan bahwa berkurangnya depresi pada mereka yang berolahraga

disebabkan meningkatnya kadar norepinefrin atau serotonin di delam otak.

b. Tingkat pendidikan

Pada beberapa penelitian melaporkan bahwa tingkat pendidkan berhubungan

signifikan dengan kejadian demensia. Menurut The Canadian Study of Health and

Aging Tahun 1994 dalam Purnakarya tahun 2008 dijelaskan bahwa lansia dengan

tingkat pendidikan yang rendah berpeluang 4 kali mengalami demensia dibandingkan

lansia berpendidikan tinggi.

Page 20: Makalah Demensia Rere

c. Umur

Umur merupakan faktor risiko utama terhadap kejadian demensia. Hubungan ini

berbanding lurus yaitu semakin meningkatnya umur semakin tinggi pula risiko

kejadian demensia. Satu dari 50 orang pada kelompok umur 65-70 tahun berisiko

demensia, sedangkan satu dari lima orang pada kelompok umur lebih dari 80 tahun

berisiko demesia.

d. Jenis Kelamin

Demensia lebih banyak dialami perempuan. Akan tetapi, tidak ada perbedaan

signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia, hal ini menunjukkan

bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk

berkembangnya demensia.

e. Genetik

Beberapa pasien demensia memiliki gen demensia. Namun, sebagian orang yang

memiliki gen demensia hanya sedikit yang berkembang gen nya menjadi demensia.

f. Riwayat penyakit

Penyakit infeksi dan metabolisme yang tidak ditangani serta diabaikan dapat memicu

terjadinya demensia. Penyebab demensia dibagi menjadi 3 kelompok meliputi

demensia idiopatik, demensia vaskular, dan demensia sekunder. Penyakit penyebab

demensia dikemukakan pada table 2.2

Tabel 2.2 Penyakit Penyebab Demensia

A. Demensia ‘ideopatik”(gangguan degeneratif primer atau metabolik)1. A. Penyakit Alzheimer (AD)

B. Demensia senilis jenis Alzheimer (SDAT)

Degenerasi primer terutama di pariotemporal

2. Penyakit pick Degenerasi primer terutama di lobus frontal

3. A. Khorea HuntingtonB. Parkinsonisme dengan demensiaC. Palsy supranukler progresifD. Sklerosis lateral amiotropik (ALS) dengan demensia

Degenerasi primer terutama subkortikal

4. Lain – lainB. Demensia vaskular

1. Demensia multi – infarkA. Subkortikal (status lakuner)B. KortikalC. Campuran kortikal subkortikal

2. Infark yang letaknya strategis3. Ensefalopati hipertensif

Penyakit Binswanger

Page 21: Makalah Demensia Rere

4. Demensia hipoksis / hemodinamik5. Perdarahan otak non – traumatik dengan

demensia6. Bentuk campuran

C. Demensia sekunder1. Infeksi2. Metabolik dan endokrin3. Gangguan nutrisi4. Gangguan autoimun5. Intoksikasi6. Trauma7. Stress

Sumber : Lumbantobing (1997)

g. Kebiasaan merokok

Satu batang rokok yang dibakar mengeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti

nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amonia, dan lain-

lain. Secara singkat, bahan-bahan ini dibagi menjadi dua golongan besar yaitu

komponen gas dan komponen padat. Komponen padat dibagi menjadi nikotin dan tar.

Tar adalah kumpulan dari ratusan atau bahkan ribuan bahan kimia dalam komponen

padat asap rokok setelah dikurangi nikotin dan air. Tar ini mengandung bahan-bahan

karsinogen yang dapat menyebabkan kanker. Tar pada rokok juga dikaitkan dengan

kerusakan kromosom pada manusia. Penelitian pada binatang percobaan menemukan

bahwa asap rokok menyebabkan perubahan genetik, gangguan kromosom,

menghambat perbaikan DNA yang rusak serta mengganggu sistem enzimatik. Selain

itu dampak rokok terhadap jantung, paru-paru, dan sistem vascular dapat

meningkatkan risiko demensia.

h. Riwayat benturan di kepala

Seseorang yang mengalami cedera berulang pada kepala atau kecelakaan mobil

meningkatkan risiko demensia. Luka pada kepala yang parah atau berulang-ulang

berada pada risiko lebih tinggi dari perkembangan demensia. Hal ini karena benturan

atau cedera kepala menyebabkan proses penyakit pada individu yang peka. Orang

yang sudah menderita luka kepala serius karena tinju cenderung akan menderita satu

jenis demensia, dikenal sebagai demensia pugilistica, hal ini serupa dengan demensia

disebabkan timbul beserta luka di kepala.

i. Asupan zat gizi

Gizi dilihat sebagai salah satu faktor untuk mencegah penyakit Alzheimer atau jenis

demensia lain. Bayak penelitian menunjukkan bahwa stress oksidatif dan akumulasi

Page 22: Makalah Demensia Rere

radikal bebas terlibat dalam patofisiologi penyakit. Radikal bebas yang melampaui

batas bertanggung jawab terhadap peroksidasi lemak berlebihan, hal ini dapat

mempercepat proses degenerasi saraf. Harapan hidup meningkat terutama

berhubungan dengan menurunnya patologi penyakit degeneratif, terutama

memperlambat munculnya penyakit degeneratif otak.

3.6. Diagnosis

Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari berbagai segi,

karena selain menetapkan seorang pasien mengalami demensia atau tidak, juga harus

ditentukan berat ringannya penyakit, serta tipe demensianya. Hal ini berpengaruh pada

penatalaksanaan dan prognosisnya. Kriteria diagnosis demensia mencakup :

1. Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu

pekerjaan dan lingkungan. Pasien dengan gangguan kognitif tanpa bukti adanya

kemunduran fungsional yaitu kinerja di pekerjaan dan di masyarakat tidak

terganggu, tidak memenuhi kriteria demensia menurut DSM IV. Pasien ini sering

diklasifikasikan dengan berbagai sebutan, benign senescent forgetfulness atau age

associated memory. Pada follow-up, banyak dari pasien ini kemudian ternyata

menderita demensia yang progresif.

2. Defisit kognitif selalu melibatkan fungsi memori, biasanya didapatkan gangguan

berfikir abstrak, menganalisis masalah, gangguan pertimbangan, afasia, apraksia,

kesulitan konstruksional dan perubahan kepribadian.

3. Pasien dalam keadaan sadar.

a. Anamnesis

Waktu mengambil anamnesis, banyak segi kemampuan mental atau fungsi luhur

yang dapat dinilai. Waktu menanyakan alamat, pekerjaan, riwayat pendidikan,

keadaan keluarga, telah dapat diperoleh kesan mengenai memori, kelancaran

berbicara, kooperasi, dan cara mengucapkan kata.

Dari keluarga dan orang yang dekat dengan pasien, dapat diperoleh data

mengenai mulainya serta cepatnya perburukan gejala, gangguan kepribadian, tingkah

laku, serta adanya depresi. Perlu ditelusuri melalui anamnesis dan aloanamnesis

mengenai kesulitan dalam pekerjaan, dan kesulitan dalam pergaulan. Apakah pasien

Page 23: Makalah Demensia Rere

menjadi tidak suka berkonversasi, meninggalkan hobinya atau minatnya, suka

tersesat di lingkungan yang sudah dikenal, perubahan kepribadian, menjadi mudah

kesal, humor berkurang. Telusuri perjalanan demensianya, apakah mendadak, lambat

laun, gradual, seperti anak tangga/step-wise, progresif, stasioner. Telusuri apakah

ada keluhan lain atau gejala lain dan bagaimana perjalanannya, misalnya:

hemiparesis, afasia dan nyeri kepala.

b. Pemeriksaan Keadaan Mental

Dari bentuk gangguan mental tidak jarang kita dapat menduga diagnosis etiologi. Tes

mental harus mencakup penilaian atensi, orientasi, memori jangka pendek dan jangka

panjang, berbahasa, praksis, hubungan visuospasial, berhitung dan pertimbangan.

Instrumen untuk menyaring keadaan mental yang cukup digemari oleh

neurologi adalah Mini Mental State Examination (MMSE), oleh Folstein dkk, 1975.

Page 24: Makalah Demensia Rere

Gambar 1 . Mini Mental State ExaminationSumber : Folstein, dkk. 1975c. Pemeriksaan Fisik Dan Neurologis

Pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan untuk

mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat

dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Umumnya penyakit Alzheimer tidak

menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali pada tahap lanjut. Kekakuan motorik

dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai

gangguan motorik lain umumnya timbul pada demensia frontotemporal, lewy body

dementia, atau demensia multi-infark. Penyebab sistemik seperti defisiensi vitamin

B12, intoksikasi logam berat, dan hipotiroidisme dapat menunjukkan gejala yang

khas. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguan pendengaran dan

penglihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada pasien yang sering

disalahartikan sebagai demensia.

d. Pemeriksaan Penunjang

Umumnya dilakukan pemeriksaan darah berikut : hitung darah tepi, elektrolit serum

(termasuk kalsium), glukosa, ureum kreatinin, funsi hepar, fungsi tiroid, kadar

vitamin B12 di serum, serologi terhadap sifilis. Tes lain atas indikasi, dapat

mencakup laju endap darah, foto rontgen toraks, analisis urin, pungsi lumbal.

Page 25: Makalah Demensia Rere

DAFTAR PUSTAKA

• Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing; 2009.

• Martono H Hadi, Pranaka H Hadi. Buku Ajar Geriatri. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2011.

• L. Ambardani, R. Peran Latihan Fisik Dalam Manajemen Terpadu Osteoartrtis.

• Lumbantobing. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2011

• Folstein, MF, Folstein, SE, Mchugh, PR. Mini-mental state - practical method for

grading cognitive state of patients for clinician. Journal of Psychiatric Research

1975;12:189–98.

• Lumbantobing. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI; 2006

• Karp A., Stephanie PG, Wanga H, at al. Mental Physical and Social Components

Leisure Activities Equally Contribute to Decrease Dementia Risk. Dementia and

Geriatric Disorder, 21:65-73; 2006.

Page 26: Makalah Demensia Rere