3 PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL dr Sarah.doc

35
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL Perdarahan uterus disfungsional (PUD) menggambarkan suatu spektrum pola menstruasi abnormal yang dapat terjadi pada wanita anovulatoar, yang mempunyai riwayat penyakit tertentu atau kelainan di daerah panggul. Perd anovulatoar dapat dikelola secaraefektif dengan terapi medikamentosa, menggunakan regimen yang berkonsep fisiologis. egimen terapi yang dimaks dapatmencapai ! tujuan yang saling berhubungan. "ujuan pertamauntuk memperbaiki abnormalitas pertumbuhan endometrium, serta perkembangan sebagai akibat dari anovulasi kronis, dan menjadi faktor predisposisi ter perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang. "ujuan kedua adalah untu merangsang terjadinya siklus menstruasi dengan durasi dan volume normal. #ekanisme di dalam terjadinya perdarahan anovulatoar sangat bervaria namun kesemuanya menunjukkan pola abnormal dari stimulasi hormon steroid, terjadi suatu penyimpangan atau durasi dari pola menstruasi siklus anovul yang normal. $unci kesuksesan di dalam penatalaksanaan PUD adalah terlebi dahulu mengidentifikasi mekanisme yang bertanggung jawab hingga terjadiny PUD. Perdarahan berhubungan dengan banyak faktor, baik keadaan patologis dalam maupun di luar tractus reproduksi, dapat merangsang terjadinya perd anovulatoar. iwayat menstruasi serta pemeriksaan fisik yang baik dapat membantu untuk menyingkirkan kemungkinan perdarahan abnormal lainnya. Pada saat diduga adanya suatu keadaan patologis atau terapi terh dianggap gagal, maka pemeriksaan lebih lanjut harus langsung dilakukan. Perdarahan Menstruasi Normal %vulasi atau lebih spesifik lagi, suatu keadaan tertentu yang bersif mengatur signal&signal endokrin yang normal dan teratur. 'ndokrin dalam s menstruasi normal dibicarakan secara rinci di chapter . $onsep d karakteristik yang dibahas dalam bab ini, dan difokuskan terhadap mekanis utama yang mengontrol siklus endometrium, serta terjadinya menstru normal.

Transcript of 3 PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL dr Sarah.doc

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Perdarahan uterus disfungsional (PUD) menggambarkan suatu spektrum pola menstruasi abnormal yang dapat terjadi pada wanita anovulatoar, yang tidak mempunyai riwayat penyakit tertentu atau kelainan di daerah panggul. Perdarahan anovulatoar dapat dikelola secara efektif dengan terapi medikamentosa, menggunakan regimen yang berkonsep fisiologis. Regimen terapi yang dimaksud dapat mencapai 2 tujuan yang saling berhubungan. Tujuan pertama untuk memperbaiki abnormalitas pertumbuhan endometrium, serta perkembangannnya sebagai akibat dari anovulasi kronis, dan menjadi faktor predisposisi terjadinya perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang. Tujuan kedua adalah untuk merangsang terjadinya siklus menstruasi dengan durasi dan volume normal.

Mekanisme di dalam terjadinya perdarahan anovulatoar sangat bervariasi, namun kesemuanya menunjukkan pola abnormal dari stimulasi hormon steroid, terjadi suatu penyimpangan atau durasi dari pola menstruasi siklus anovulatoar yang normal. Kunci kesuksesan di dalam penatalaksanaan PUD adalah terlebih dahulu mengidentifikasi mekanisme yang bertanggung jawab hingga terjadinya PUD. Perdarahan berhubungan dengan banyak faktor, baik keadaan patologis di dalam maupun di luar tractus reproduksi, dapat merangsang terjadinya perdarahan anovulatoar. Riwayat menstruasi serta pemeriksaan fisik yang baik dapat membantu untuk menyingkirkan kemungkinan perdarahan abnormal lainnya. Pada saat diduga adanya suatu keadaan patologis atau terapi terhadap PUD dianggap gagal, maka pemeriksaan lebih lanjut harus langsung dilakukan.Perdarahan Menstruasi NormalOvulasi atau lebih spesifik lagi, suatu keadaan tertentu yang bersifat siklik mengatur signal-signal endokrin yang normal dan teratur. Endokrin dalam siklus menstruasi normal dibicarakan secara rinci di chapter 6. Konsep dasar serta karakteristik yang dibahas dalam bab ini, dan difokuskan terhadap mekanisme utama yang mengontrol siklus endometrium, serta terjadinya menstruasi yang normal.

Selama fase folikuler pada siklus normal ovarium (koresponding dengan fase proliferatif dari siklus endometrium), tingkat estrogen meningkat, lambat pada permukaan kemudian dapat cepat, folikel ovarium dominan tumbuh matang. Pada respon terhadap estrogen lapisan fungsional endometrium terus berkembang, setelah dilepaskan pada menstruasi sebelumnya. Setelah ovulasi korpus luteum terbentuk dari folikel ovarium yang memproduksi estrogen, dan lebih penting progesteron. Selama fase luteal di siklus ovarium (koresponding dengan fase sekresi dari siklus endometrium), kadar estrogen dan progesteron meningkat bersama seiring dengan pertumbuhan korpus luteum. Respon terhadap estrogen progesteron, endometrium mengadakan transformasi untuk persiapan kedatangan dan implantasi hasil regresi. Jika hasil dan peningkatan dengan cepat HCG tidak menstimulasi dan menyelamatkan itu, korpus luteum melakukan regresi spontan dengan bentuk kematian sel. Setelah itu tingkat estrogen dan progesteron turun dan menghentikan fase endometrium. Menstruasi dimulai, menandakan akhir dari siklus endometrium dan awal dari siklus selanjutnya.Dari sudut pandang endometrial, endokrin dari siklus ovarium cukup sudah, jumlah hormon yang diproduksi tidak sepenting hasil dari yang dilihat, estrogen, diikuti dengan estrogen dan progesteron, diikuti dengan penurunan kedua hormon. Dari semua tipe hormon endometrium yang berbeda, stimulasi estrogen progesteron dan penghentian menghasilkan endometrium yang paling stabil dan karakteristik menstruasi yang paling reproduktif. Dengan menyatakan bahwa hampir semua wanita anovulatoar memiliki pola, volume dan durasi dari aliran menstruasi yang mereka sadari dan diharapkan lebih sering diikuti dengan konsistensi pola yang diharapkan dari molimina premenstrual (sendawa, nyeri menstruasi , mood swing). Meskipun penyimpangan ringan dari pola yang biasa dari waktu, jumlah atau lama dari menstruasi dapat mengganggu. Perhatian yang hati-hati pada riwayat menstruasi dapat menolong untuk membedakan penyebab lain dari perdarahan anovulatoar.

Variasi pada menstruasi dan lama siklus sering terjadi pada usia reproduksi, ketika usia remaja dan juga perimenopouse. Prevalensi siklus anovulatoar paling tinggi pada wanita dibawah 20 tahun dan diatas 40 tahun.Menarche biasanya diikuti dengan kira-kira 5-7 tahun siklus yang relatif lama yang menurun secara gradual dan menjadi reguler. Panjang siklus dan variabilitas dengan lambat menurun. Secara rata-rata, lama siklus dan kisarannnya menurun pada umur 40-42 tahun atau 8-10 tahun sebelum menopouse trend berubah, lamanya siklus rata-rata dan variasi tetap meningkat menjadi ovulasi sehingga kurang teratur. Artinya lamanya siklus menjadi lebih lama pada wanita dengan body mass yang besar dan kombinasi dari body mass index yang tinggi atau rendah, lemak tubuh dan massa tubuh sangat berhubungan dengan peningkatan rata-rata lamanya suatu siklus.

Secara umum, variasi lamanya suatu siklus menunjukkan perbedaan dari lamanya fase folikuler dalam siklus anovulatoar. Wanita yang mempunyai siklus ovulasi 25 hari atau siklus 10-12 hari dan mereka yang mempunyai siklus ovulasi selama 35 hari akan mengalami ovulasi + 10 hari kemudian. Hal itu akan terus terjadi hingga masa premenopouse. Pada usia 25 tahun, lebih dari 40% siklus terjadi antara 25 dan 28 hari, usia 25 s/d 35 lebih dari 60%.

Namun interval intermenstrual dilaporkan sering terjadi + 15%. Siklus 28 hari pada wanita di masa reproduksi. Kurang dari 1% wanita mempunyai siklus reguler kurang dari 21 hari atau lebih dari 35 hari. Umumnya wanita di masa reproduksi mempunyai siklus antara 24-35 hari, namun kuran dari 20% mengalami silus menstruasi yang irreguler.

Durasi lamanya menstruasi umumnya terjadi 4-6 hari, namun pada beberapa wanita + 3% dapat mengalami menstruasi hanya dalam 2 hari atau sebanyak 7 hari. Volume rata-rata darah menstruasi + 30 ml, apabila > 80 ml itu adalah abnormal. Banyak darah yang keluar dapatlah sangat banyak, namun tidak disetai waktu menstruasi yang lama oleh karena umumnya kehilangan darah terbanyak terjadi di dalam 3 hari pertama menstruasi.

Seorang wanita yang mendapatkan menstruasi < 24 hari atau > 35 hari harus dilakukan pemeriksaan, begitu juga halnya dengan wanita yang mengalami menstruasi selama > 7 hari serta wanita yang mengalami kehilangan darah > 80 ml/bulan. Interval dan lamanya menstruasi lebih mudah ditentukan dibandingkan darah menstruasi yang sebanarnya, sangatlah buruk. Lebih lagi keluhan perdarahan menstruasi yang sangat banyak menhubungkan lebih kepada fungsi sehari-hari daripada jumlah kehilangan darah yang sebenarnya. Menstrual pictograms menunjukkan rata-rata yang relatif sederhana dalam menghitung kehilangan darah dalam menstruasi, namun hal ini tidaklah terlalu penting, oleh karena evaluasi dan penatalaksanaan berdasarkan persepsi dari pasien sendiri. Tanpa memperhatikan jumlah sesungguhnya darah yang hilang, perdarahan menstruasi dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari atau menyebabkan anxietas perlu dilakukan evaluasi menyeluruh.

Perdarahan yang terjadi dipertengahan diklus dapat terjadi sesekali akibat penurunan kadar estrogen darah yang tiba-tiba yang dapat terjadi pada saat ovulasi, namun jika terjadi hal ini berulang-ulang, biasanya didapatkan adanya keadaan patologis yang memerlukan evaluasi.

Mekanisme yang Mempengaruhi Onset serta Kelangsungan Menstruasi Normal

Pengertian suatu konsep mekanisme yang berhubungan dengan onset serta kelangsungan perdarahan menstruasi normal menghasilkan dasar dan suatu konteks patofisiologis dari perdarahan anovulatoar.

Konsep klasik dari menstruasi normal terutama berasal dari observasi langsung dari perubahan siklus dari transplantasi endometrium dari uterus,sistim vaskularisasi yang sangat berperan dalam awal terjadinya menstruasi serta bagaimana menstruasi berakhir.

Secara mendasar menstruasi dipandang sebagai nekrosis iskemik dari endometrium yang disebabkan oleh vasokonstriksi arteri spiralis basalis yang dipicu oleh menurunnya kadar estrogen dan progesteron. Akhir menstruasi terdapat vasokontriksi yang lebih intensif dan lama, disertai oleh mekanisme koagulasi yang dipicu oleh stasis vaskuler dan kolapsnya endometrium yang didorong oleh reepitelisasi cepat yang diperantarai oleh estrogen yang dihasilkan oleh perkembangan folikel baru.

Hasil penelitian terbaru tidak mendukung teori hipoksia klasik dari menstruasi. Studi perfusi pada wanita telah gagal menunjukkan penurunan aliran darah endometrium sesaat sebelum menstruasi. HIF-1 suatu protein inti yang mengaktivasi transkripsi gene sebagai reseptor terhadap penurunan oksigen seluler (penanda paling awal terhadap hipoksia yang diketahui), hampir tidak dapat dideteksi dan tidak terdistribusi secara luas pada endometrium premenstrual manusia yang dikultur dalam keadaan hipoksia. Secara histologis, endometrium pada awal menstruasi menunjukkan nekrosis fokal, imflamasi dan koagulasi daripada hyalinisasi merata atau nekrosis koagulasi yang diharapkan terjadi pada vasokontriksi dan hipoksia. Perlahan namun pasti pada dekade terakhir ini paradigma operasional dari menstruasi telah bergeser. Daripada proses vaskuler, tema sentral dari model baru untuk inisasi menstruasi adalah suatu autodigesti enzimatik dari lapisan fungsional endometrium dan pleksus kapiler dibawahnya, mungkin meluas sampai sistem arteriol spiralis lapisan basal. Konsep klasik dari mekanisme yang mengakhiri menstruasi normal tetap tidak berubah yaitu mekanisme koagulasi, vasokonstriksi lokal, dan reepitelisasi yang semuanya mendukung hemostasis endometrium pada saat menstruasi dengan proses vaskuler memaikan peran kunci.

Degradasi enzimatik endometrium yang dipicu oleh penurunan kadar estrogen progesteron melibatkan sejumlah mekanisme yang berhubungan termasuk pelepasan enzim lisosom intraseluler, protease dari infiltrasi sel radang dan aksi metalloproteinase matrix. Pada separuh awal fase sekresi, asam fosfatase dan enzim lisis kuat lainnya terisolasi dalam lisosom intraseluler. Pelepasan mereka dihambat oleh progesteron melalui stabilisasi membran lisosom. Ketika kadar estrogen dan progesteron turun pada beberapa hari menjelang menstruasi, membran lisosom menjadi tidak stabil dan enzim-enzim didalamnya dilepaskan ke sitoplasma sel epitel stroma dan endotel dan akhirnya ke ruang interseluler. Enzim-enzim protolytic mencerna kandungan seluler seperti membran sel dan desmosom didalam sel darah merah dan jaringan nekrosis.

Penurunan progesteron akan menstimulasi respon inflamasi di endometrium. Menjelang menstruasi, jumlah leukosit meningkat sampai 40% di stroma. Infiltrat inflamsi termasuk nesofil eosinofil, makrofag atau monosit dipicu oleh lemokin yang disintesis oleh sel endometrial, beberapa diantaranya diregulasi oleh progesteron (IL-8) ketika proses ini teraktifasi, leukosit akan memproduksi molekul regulator termasuk sitokin hemokin dan enzim yang akan menyebabkan degradasi matriks ekstraseluler, secara langsung maupun tidak langsung melalui enzim protease lainnya. Matrix metaloprotein merupakan enzim proteolitik yang dapat mendegradasi komponen matrix ekstra seluler dan membran basalis metaproteinase termasuk kolagenase dapat mendegradasi kolagen membran basalis dan glikoprotein. Setiap dari enzim tersebut merupakan substrat yang spesifik dan disekresikan sebagai zymogen inaktif yang membutuhkan aktivasi oleh plasmin, leukosit protease atau enzim metaloprotease lainnnya. Ekspresi, sekresi dan aktivasi matrix metaloproteinase endometrim tergantung pada siklus menstruasi. Proses ini akan meningkat pada fase sekresi lanjut menjelang menstruasi. Secara umum menstruasi menghambat ekspresi metaloproteinase endometrial yang diindikasi oleh TGFB, penurunan progesteron menyebabkan efek yang berlawanan yaitu peningkatan sekresi dan aktivasi enzim metaloproteinase endometrial yang diikuti dengan peningkatan progesteron dipertahankan, aktivitas matrix metaloproteinase tetap tertekan secara efektif. Pada siklus menstruasi normal ekspresi metalloproteinase ditekan setelah haid, mungkin karena peningkatan jumlah estrogen.

Degradasi enzimatik yang progesif dari endometrium mengganggu sistem kapiler dari vena dari permukaan bawah, menyebabkan perdarahan interstisial, pemecahan permukaan membran menyebabkan darah mengalir ke ruang endometrium. Degenerasi menyebar ke tempat terdalam dari lapisan fungsional dimana arteriol pada basal ruptur menyebabkan perdarahan.

Pemecahan alamiah berkembang pada hubungan jaringan longgar, pembuluh darah, stroma dan dengan lapisan basal. Deskuamasi bermula pada fundus dan secara bertahap ke isthmus. Hasil akhirnya adalah deflasi khas dan pendangkalan tepi endometrium menstrual padat. Aliran menstrual terdiri dari endometrium autolisis kaya akan eksudat radang, sel darah merah dan enzim proteolitik. Salah satu enzim tersebut, plasmin yang membantu mencegah pembekuan cairan menstrual dan membantu pengeluaran jaringan degenerasi. Aktivator plasminogen yang membantu perubahan plasminogen menjadi plasmin ditemukan pada akhir sekresi dan endometrium menstrual dan dilepaskan dari degenerasi endometrial pembuluh darah endometrium. Pada beberapa hal jumlah perdarahan menstrual dikendalikan oleh keseimbangan lokal antara fibrinolisis dan pembekuan. Faktor jaringan stroma sel endometrium dan aktivasi plasminogen inhibitor (PAI)-1 meningkatkan pembekuan dan membantu keseimbangan pada permukaan pelindung, membantu untuk membatasi perdarahan. Pentingnya hemostasis pada endometrium menstrual dapat diganggu oleh peningkatan volume darah menstrual yang hilang, terlihat pada wanita dengan trombositopenia dan penyakit non Willebrants. Akan tetapi berhentinya darah menstrual tergantung vasokontriksi pada anteriol spiral pada lapisan basal endometrium, juga mungkin pada arteri radialis dari myometrium superfisial. Endotelin adalah vasokontriktor kerja lama kuat pada pembuluh darah otot yang dihasilkan oleh kelenjar endometrium, normal dari sel endotelial. Endometrium menstrual berisi konsentrasi tinggi endotelin dan prostagladin yang bersama menyebabkan vasokontriksi kuat pada arteri spinalis. Kontraksi myometrium berhubungan dengan kejadian menstrual sangat mungkin menggambarkan kerja prostagladin F2( tapi berlawanan dengan perdarahn post partum. Kontraksi myometrium tidak penting untuk kontrol perdarahan menstrual.

Reapitelisasi permukaan juga berkontribusi pada hemostasis pada endometrium menstrual. Proses tersebut terjadi sangat cepat bermula dari mulut bagian basal kelenjar residual pada area yang bersih, dan menyebar keluar. Daerah perifer dari rongga ishtmus dan dekat ostium tuba juga berkontribusi pada perbaikan jaringan permukaan. Pada umumnya siklus hari ke-5 area proliferasi epitel ini menjadi satu dan bergabung. Mekanisme yang mengatur fase inisial perbaikan peran estrogen endometrium dan berkonsentrasi reseptor progesteron rendah dan dan tidak berubah dari level premenstrual. Lebih lanjut, bahkan setelah ovarektomi dan pembersihan endometrium, penyembuhan endometrium, menggambarkan bahwa fase inisial dari perbaikan jaringan sangat tergantung estrogen.

Stroma berkembang dari stem sel terletak di lapisan basal endometrium, tapi hanya setelah permukaan epitel tebal sembuh. Kerusakan pembuluh darah endometrium cepat terbaiki. Pembuluh darah baru tumbuh dan aktivitas mitosis pada semua bagian endometrium manusia yang regenerasi kebutuhan dengan peningkatan serum estrogen dan peningkatan estrogen endometrium dan konsentrasi aseptor progesteron. Matrix metaloprteinase timbul pada endometrium menstrual dan protease lain mungkin penting pada pelepasan dan aktivasi faktor pertumbuhan diperlukan untuk perbaikan endometrial. Vaskular endometrial growth factor (VEGF) adalah promoter penting dari mitosis endometrial dan dapat diindikasi dengan tumor necrosis factor (TNF)-(m TGF-( dan insulin like growth factor-1. Bukti experimen berasal dari sistem model menggambarkan bahwa action dan kelompok lain TGF-( family dapat berperan.Terdapat 2 alasan kenapa perdarahan menstruasi yang normal berhenti dengan sedikitnya:1. Dalam respon terhadap penarikan estrogen-progesterone. Lurusnya endometrium merupakan hal yang universal. Karena awal dan akhir dari menstruasi berhubungan dengan kejadian-kejadin dalam siklus hormonal yang teratur, perubahan-perubahan dalam menstruasi terjadi secara seragam dalam cairan endometrium. Lunaknya lapisan fungsional dan papasan dari regenerasi lapisan basal endometrium mengstimulir koagulasi, vasokontriksi dan mekanisme rekonstruksi epitel yang secara efektif membatasi volume dan durasi perdarahan.

2. Dalam responya terhadap stimulasi berkala estrogen progesteron yang siklik, pertumbuhan dan perkembangan dari epitel endometrium, strome dan susunan pembuluh darah kecil yang secara struktural stabil sehingga peluruhan secara acak dapat dihindari. Kejadian ini berhubungan dengan distegrasi enzimatik dari endometrium yang berlanjut secara bertahap dan sinkron. Endometrium tidak diperbaiki, tetapi mengalami remodeling secara komplit dalam interval yang teratur.Respon endometrium terhadap hormon steroid : fisiologis dan farmakologis

Perdarahan menstruasi normal pada akhir dari siklus ovulatoar berkembang dari penarikan estrogen progesteron. Mekanisme yang sama terjadi ketika korpus luteum atau dukungan gonadotropin tiba-tiba terganggu selama fase luteal. Contoh lain termasuk perdarahan yang mengikuti normal diskontinuiasi baik estrogen dan progesteron pada wanita yang menerima terapi normal post menopouse dan perdarahan yang timbul pada akhir siklus pemakaian standar kontrasepsi oral.

Pada keadaan-keadaan tersebut, perdarahan umumnya teratur, dapat diprediksi dan tetap dalam volume dan durasi, walaupun estrogen progesteron bukan satu-satunya pola dari signal hormon steroid yang dapat mencetuskan perdarahan endometrial. Perdarahan dapat juga terjadi dari withdrawal estrogen, estrogen breakthough, progesteron withdrawal dan progesteron breakthrough.Estrogen Withdrawal Bleeding

Contoh klinis dari estrogen withdrawal bleeding adalah setelah oovarektomi bilateral pada saat fase folikular perdarahan yang terjadi setelah pengangkatan ovarium dapat ditunda dengan terapi estrogen eksogen, tetapi dapat terjadi setelah pengobatan terhenti. Contoh lain termasuk terapi hormon estrogen only- yang siklik pada castrasi/wanita postmenopouse dan perdarahan pertengahan siklus yang berbarengan dengan penurunan level estrogen yang sementara dan tiba-tiba tepat sebelum ovulasi.Estrogen Breakthrough bleeding

Contoh terbaik dari EBB adalah pola-pola berbeda dari perdarahan yang dialami oleh wanita dengan anovulasi yang kronis, perdarahan dan durasi dari perdarahan dapat dangat variatif, tergantung pada jumlah dan durasi stimulasi estrogen pada endometrium. Terapi paparan estrogen dosis rendah yang kronis akan berakibat spoting intermiten staining (perdarahan bercak) yang umumnya ringan dalam volume tetapi dapat lebih lama kebalikannnya stimulasi estrogen. Level tinggi akan berakibat pada interval dari premenore yang terinduksi oleh episode akut dari perdarahan .Progesteron Withdrawal Bleeding

PWB diamati ketika pengobatan menggunakan progesteron eksogen/progesteron sintetik tidak dilanjutkan PWB biasanya terjadi ketika endometrium pertama kali terpapar oleh estrogen ekso/endo. Jumlah dan durasi perdarahan dapat sangat bervariasi dan umumnya berhubungan dengan level dan durasi dari proliferasi endometrium yang berlangsung oleh estrogen. Pada wanita dengan episode amenorea, level estrogen marginal rendah, perdarahan umumnya ringan-sedang dan mungkin tidak terjadi sama sekali. Pada mereka dengan kadar estrogen yang tetap dipertahankan tinggi dan atau interval amenorae panjang, walaupun begitu perdarahan yang hebat atau memanjang dapat pula terjadi, tetapi hal ini dapat berhenti dengan sendirinya. Jumlah dan lamanya perdarahan yang diinduksi oleh withdrawal progesteron biasanya sama dengan perdarahan yang biasa terjadi pada akhir siklus ovarial. Pada wanita yang mendapatkan pemberian terapi hormon yang teratur menggunakan estrogen teroxigen dan progesteron, perdarahan akibat efek withdrawal dari progesteron bahkan jika treatment estrogen dilanjutkan, efek perdarahan akibat withdrawal dari progesteron, bahkan jika treatment estrogen dilanjutkan, efek perdarahan withdrawal dari progrestin dapat di tunda, tetapi hal ini hanya terjadi bila jumlah estrogen ditingkatkan 10-20 kali lipat.

Progesteron Breaktrough BleedingPBB terjadi ketika perbandingan jumlah antara progesteron dan estrogen tinggi. Apabila tidak segera diberikan terapi estrogen untuk menyeimbangkan hal ini, terapi yang teratur menggunakan progesteron teroxigenasi atau progestin sintetik dapat mengakibatkan perdarahan berkala dengan variasi durasi yang tak jauh berbeda, merupakan pola yang relatif sama dengan PBB akibat kadar estrogen yang rendah. Contoh klinis dari PBB adalah perdarahan yang terjadi pada wanita yang hanya menggunakan KB Pil Progestin minipil saja. Atau jenis progestin long acting saja (implan progestin depot medroxyprogesterone acetat). Perdarahan yang terjadi pada wanita yang menggunakan kombinasi estrogen progestin oral. Juga merupakan salah satu bentuk dari PBB. Walaupun seluruh sediaan pil kontrasepsi standar mengandung estrogen dan progestin. Progestin selalu merupakan komponen yang dominan dan efek jaringan dari kontrasepsi oral pada endometrium bersifat progestational.Perdarahan AnovulatoarPerdarahan anovulatoar dapat merupakan bentuk dari perdarahan akibat efek withadrawal estrogen, merefleksikan penurunan kadar estrogen dikarenakan regresi terbaru dari folikel. Hal ini dapat juga diakibatkan oleh kerusakan fokal dari pertumbuhan endometrium yang rapuh dibawah pengaruh pemberian estrogen yang teratur. Perdarahan terbesar cenderung terjadi pada wanita-wanita dengan kadar estrogen yang tetap tinggi, wanita dengan sindroma ovarium polikistik ovarium, wanita dengan obesitas, remaja premenarche, dan wanita perimonopause. Gejala-gejala klinisnya bervariasi mulai dar pucat, perdarahan berminggu-minggu atau bentuk lain yang mengkhawatirkan penderita.Berlawanan dengan pola stimulasi estrogen-progesteron dan efek withdrawal yang merupakan karakteristik dari siklus menstruasi ovulatoar normal yang memiliki pola teroganisir dan mudah disebar, pola produksi hormon steroid ovarium dan stimulasi endometrium pada wanita unovulatoar. Sangat sulit diduga secara definisi pada wanita anovulatoar, wanita tersebut selalu pada fase folikuler dari siklus ovulasi dan pada fase proliperatif endometrium. Tidak terdapat fase luteal atau sekresi dikarenakan tidak adanya siklus.Satu satunya signal steroid yang diterima oleh endometrium adalah kadar estrogen yang secara konstan meningkat dan akibatnya kemampuan developmental cepat atau lambat dan akhirnya menjadi atresia.

Walaupun amplitude signal bervariasi, pertumbuhannya tetap sama. Seiring berjalannya waktu, stimulasi pertumbuhan estrogen dapat menstimulasi proliferasi endometrium untuk mencapai ketinggian yang abnormal yang mengakibatkan pertumbuhan ini bersifat rapuh. Tanpa bantuan efek pembatasan dan organisasi dari progesterod, endometrium tidak memiliki dukungan jaringan untuk memberitahukan stabilisasi. Terjadi perdarahan fokal dan perdarahan tersebut nantinya akan berkurang berbarengan dengan pengaruh stimulasi esterogen yang terus menerus. Proliferasi dan hiperplasi dari endometrium yang persisten mengakibatkan banyaknya fokus-fokus perdarahan dan peluruhan stroma didekat permukaan epitelial, dihubungkan dengan ekstravasasi sel darah merah,platelet kapiler/trombus fibrin dan perubahan akibat perbaikan yang dikenali sebagai agregasi mirip bola dari sel-sel stroma yang terikat erat dibawah selubung epitel hipotrofi yang intak.Penyebab dari peluruhan endometrium fokal pada proliferatif endometrium yang permanen belum jelas seluruhnya. Walaupun begitu pertumbuhan endometrium yang abnormal jika mencakup pertumbuhan mikrovaskuler, tidak hanya sel epitel dan stroma saja.

Kapiler vena pada endometrium proliferatif yang persisten dan hiperplastik meningkat membesar dan sering membentuk saluran abnormal yang irreguler, studi ultrastuktur telah menunjukkan sejumlah elemen struktural yang merupakan predisposisi teknologi fraglitas. Mikrovaskular yang abnormal ini mungkin adalah akibat, tapi lebih mungkin merupakan penyebab terdekat perdarahan abnormal. Bukti dari studi histologi dari molekuler mengindikasikan bahwa perdarahan anovulatoar diakibatkan oleh peningkatan densitas dari pembuluh darah abnormal yang memiliki struktur yang rapuh terhadap ruptur fakol, diikuti oleh pelepasan enzim proteolitik lisosomol dari epitel sekelilingnya dan sel-sel stromal dan lekosit migrasi dan makrofag. Ketika dimulai proses ini diperkuat oleh pelepasan lokal prostaglandin, yang lebih sensitif yang berefek vasodilitasi (PGE2) daripada yang berefek vasokonstriksi (PGF2() molekul lain (perfarins) menghambat pembentukan sumbat kapiler dan lebih lanjut mendegradasi jaringan kapiler vena. Vasoknstriktor dari endometrium basal dan myometrium superfisial tidak terjadi karena kehilangan jaringan hanya bersifat fokal dan superfisial, dan biasanya tidak pembuluh darah mencapai lapisan basal dimana denuvasi dapat memicu respon vasokontriktif yang kuat. Mekanisme akhir yaitu mengontrol secara normal perdarahan menstrual, mekonstruksi epitel permukaan, bekerja pada endometrium yang berproliferasi persisten tapi tidak dengan cara yang normal pembuluh. Perbaikan epitel bersifat fatal, pada daerah yang rusak, tidak menyeluruh, menghasilkan tambahan-tambahan yang berubah secara konstan bukan remodility yang terstruktur dengan baik.

Definisi tradisional

Oligonomore:interval lebih dari 35 hari

Polimenore :interval kurang dari 24 hari

Menoragi :interval normal reguler, perdarahan banyak atau durasi yang lamaMetrorargi :interval irreguler, perdarahan banyak atau durasi yang lamaDiagnosis Diferensial

Perdarahan uterus disfungsional anovulatoar adalah diagnosis yang ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab lain. Penyebab yang paling umum hilangnya pola menstruasi yang reguler dan dapat diprediksi adalah kecelakaan atau komplikasi kehamilan, abortum mengancam atau inkomplit, dan kemahilan ektopik yang paling sering. Kemungkinan kehamilan harus terus dipertimbangkan atau disingkirkan. Walaupun perdarahan abnormal relatif sering pada pasien yang menggunakan kontrasepsi hormonal atau mendapat terapi hormon eksogen yang lainnya, kemungkinan adanya penyakit tidak boleh dilupakan.

Perdarahan yang berhubungan dengan neoplasia uterus jinak, terutama polip serviks dan endometrium dan mioma, sering kali dikacaukan dengan perdarahan anovulatoar. Penyakit lainnya dari traktus reproduksi yang berhubungan dengan perdarahan abnormal adalah adenomiosis dan keganasan dari endometrium dan serviks. Siklus menstruasi yang abnormal dan kadang-kadang adalah tanda awal dari tanda tiroid, hipotiroidism, atau hipertiroidism.

Kemungkinan koagulopati juga harus diperhitungkan, terutama pada derasa yang riwayat menstruasinya pendek dan belum dapat dipastikan. Penyebab perdarahan uterus abnormal pada dewasa adalan anovulasi, tapi seperti mungkin mempunyai gangguan pembekuan darah. Gangguan perdarahan biasanya berhubungkan dengan perdarahan berat dan panjang yang siklik (menorhagi). Pola yang sama dapat ditemukan pada wanita yang mendapat pengobatan antikoagula. Riwayat perdarahan postpartum atau perdarahan yang berlebihan pada pembedahan, prosedurdental atau trauma meningkatkan kecurigaan tapi menorhargi sejak menarche mungkin hanyalah satu-satunya petunjuk. Gangguan koagulasi tidak sejalan dengan yang dikira dan dapat ditemukan pada 10-20 % wanita dengan menorhagi yang tidak dijelaska.

Bermacam-macam pengobatan dapat menyebabkan perdarahan abnormal, termasuk glukokortikoid, trimoxieen dan antikoagulasi. Beberapa tumbuh tumbuhan memiliki aktivitas estrogen dan dapat dihubungkan dengan perdarahan abnormal. Kemungkinan diagnostik lain yang kurang lancar, termasuk penyakit sistemik berat (gagal ginjal atau hati) trauma genital dan benda asing.

Adanya sindrom post ligasi tuba pasa amestruasi abnormal telah menjadi perdebatan selain berkode kode sejumlah studi telah mengambil pertanyaan tersebut dengan hasil yang bertentangan. Beberapa mendapatkan perbandingan kehaluan menstrual sebelum dan sesudah sterilisasi, lainnya membandingkan kejadian masuk rumah sakit atau histerektomi karena perdarahan uterus abnormal pada wanita dengan atau tanpa prosedur sterilisasi tubal sebelumnya. Teori yang populer adalah elektrokogulasi tuba yang ekstensif memiliki efek samping pada suplai darah ovarium dan penghasilan hormon steroid didukung oleh data yang menyatakan bahwa insidensi masalah menstrual meningkat seiring waktu setelah sterilisasi oleh elektrokauter tapi tidak pada wanita yang didesentralisasi dengan cincin atau penjepit. Tetapi, tidak ada hubungan yang ditemukan antara perubahan menstrual post sterilisasi dengan jumlah jaringan yang rusak. The US collaborate review sterilisasi adalah studi kohort. Prospektif multisentral yang menyoroti hampir 10000 wanita selama 5 tahun setelah prosedur sterilisasi tuba. Pada analisis terkini dari data studi tersebut, wanita yang telah melalui sterilisasi adalah tidak berbeda dengan partner laki-lakinya telah disterilisasi dalam melaporkan pembuluh yang menetap pada perdarahan intermenstrual atau lamanya siklus. Wanita yang disterilisasi biasanya memiliki durasi menstrual yang pendek, volume, rasa sakit berkurang, dan biasanya peningkatan iregularitas siklus. Diantara wanita yang memiliki dasar perdarahan berat, wanita yang disterlisasi biasanya melaporkan pengurangan perdarahan menstrual setelah prosedur tersebut. Data tersebut menyatakan bahwa wanita yang mengalami sterilisasi sama dengan wanita lain kemungkinan untuk mendapat kelainan menstruasi.

Evaluasi diagnosis dari pembuluh abnormal

Riwayat menstruasi yang teliti adalah satu satunya alatyang berguna untuk membedakan perdarahan anovulatoar dari sebab lain. Informasi terinci tentang intermenstrual interval (jumlah hari, regularitas) volume (banyak, sedikit atau varirbel), durasi (normal atau memanjang), tetap atau variabel onset dari mens yang abnormal (premenarche,tiba-tiba,perlahan) waktu (post coitus, post partum, post pill, penurunan/peningkatan BB), gejala yang berhubungan (molimian pramenstrual dismenore, disparania, galaktore, hirseustism), penyakit sistemik yang mendasari (ginjal,hepatik,hematopritik,tirod) dan pengobatan (hormonal, antikoagulan) dapat menyediakan petunjuk penting untuk dengan cepat menentukan apakah evaluasi tambahan diperlukan sebelum pengobatan dimulai. Pemeriksaan fisik harus menyingkirkan lesi vagina/ cervical yang dapat terlihat dan menentukan ukuran uterus (normal atau membesar), (harus simetris atau irreguler), konsistensi (padat atau lembut) dan nyeri.

Pada sebagian besar wanita dengan perdarahan anovulatoar sejati, Menstruasi sendiri dapat menegakkan diagnosis dengan keyakinan yang cukup sehingga pengobatan dapat dimulai tanpa pemeriksaan lab atau pemeriksaan tambahan, mens yang tidak sering, irreguler tidak dapat diprediksi menyangkut jumlah, durasi dan karakter, tidak diawali dengan pola yang konsisten dari pramenstrual mekanisme umumnya sulit untuk diinterprestasikan. Sebaliknya, menstruasi reguler tiap bulan yang berat dan memanjang lebih cenderung diakibatkan lesi anatomi atau gangguan perdarahan dari pada anovulasi.

Pemeriksaan laboratorium dapat membantu tetapi tidak selalu penting. Tes yang sensitif dapat dengan cepat meningkatkan kemungkinan bahwa perdarahan tersebut berhubungan dengan kecelakaan atau komplikasi kehamilan. Hitung darah lengkap untuk menyingkirkan anemia dan trombositopenia adalah baik dilakukan pada wanita dengan riwayat perdarahan memanjang atau sangat berat. Penentuan kadar progesteron serum pada waktu yang diduga sebagai fase luteal dari siklus dapat membantu menentukan ovulasi atau anovulasi, ketika ada keraguan, setiap nilai >3 ng/ml adalah bukti yang baik bahwa ovulasi telah terjadi. Tetapi ketika kejadian perdarahan sering dan tidak tercatat dengan baik, waktu yang tepat untuk pemeriksaan progesteron sulit ditentukan. Pada wanita yang berovulasi, kadar TSH serum dapat menyingkirkan gangguan tiroid. Pada dewasa yang dengan riwayat personel dan keluarga yang mencurigakan dan yang mengalami menorargia yang tidak terjelaskan, pola gangguan perdarahan cukup untuk indikasi pemeriksaan skrening untuk fungsi koagulasi. Kofaktor ristalecetin untuk faktor faktor von wellebrand adalah skrining yang terbaik untuk penyakit von wellebrand . Tetapi konsultasi dengan ahli hematologi sangat disarankan sebab metode test, preferensi dan interprestasi bermacam-macam. Tes fungsi ginjal atau hati diindikasikan hanya untuk yang dicurigai menderita penyakit tersebut.

Fungsi aspirasi dapat menyingkirkan hiperplasia endometium atau kanker. umur 40 tahun dan lebih adalah faktor resiko untuk penyakit endometrium dan disarankan untuk biopsi pada wanita dengan perdarahan abnormal. Hiperplasia endomerium atau kanker sering dideteksi pada wanita yang lebih tua, tapi lamanya terpengaruh stimulasi estrogen adalah risiko yang lebih .

Faktor-faktor keterpaparan dalam waktu lama lebih sering terjadi pada wanita dengan usia lebih muda. Tetapi wanita dengan usia 12 mm) dan junctional zone rasio terhadap ketebalan miometrium ( efektif dapipada pemakaian nerothindrone siklik, walaupun kedua treatment sama-sama efektif, kepuasan pasien dan keinginan untuk melanjutkan terapi lebih besar dari pada IUD LNG.

Dalam percobaan membandingkan IUD LNG dengan terapi NSAIDS dan obat antifibrinolitik (asam tranexamix) IUD LNG lebih baik. Dalam percobaan membandingkan IUD LNG dengan operasi (reseksi histeroskopik /histerektomi) untuk terapi perdarahan mens yang hebat / pembedahan lebih baik dalam menurunkan perdarahan dan insiden amenore lebih tinggi, tapi wanita sama-sama puas dengan kedua pengobatan. IUD LNG salah satu pilihan menarik untuk wanita dengan perdarahan hebat akibat penyakit kronis (gagal ginjal)

Agonist GNRH

Terapi dengan GnRH bisa mengatasi masalah perdarahan dengan cepat dan telah digunakan secara efektif sebagai persiapan op pada wanita yang menunggu operasi (miomektomi, ablasi endometrium) atau operasi definitif/histerektomi untuk perdarahan abnormal.

Pada wanita dengan anemia berat akibat menoragi, amenore akibat GnRHa preoperatif bisa dihilangkan/dihindarkan dari perdarahan labih lanjut, sehingga Hb dapat kembali normal dan menurunkan kemungkinan transfusi. Untuk perdarahan terapi GnRHa menurunkan ukuran dan kepadatan mioma dan massa uterus lain. Pada wanita dengan fibroit yang besar yang sedang menunggu operasi histerektomi, efeknya menguntungkan dengan melakukan pembedahan vagina dimana operasi perabdominal mungkin lebih diinginkan. Pada wanita yang menunggu miomektomi, GnRHa yang menginduksi menurunkan ukuran dan kepadatan mioma, sehingga identifikasi dan pengangkatan fibroid jadi lebih sulit. Karena metode penipisan endometrium sebelum ablasi, terapi GnRHa meningkatkan kondisi operatif dan hasil akhir.

Strategi terapi Medikamentosa lain

Terapi progestin siklik telah digunakan sebagai terapi menoragi yang cukup sukses. Terapi terbatas pada fase internal siklus (medoxy progesteron asetat 10 mg/hari atau noretridone 5 mg/hari) durasi yang lebih lama pada terapi progesteron (norethindrone 5-15 mg/hari, siklus hari ke-5 dan ke-6) dapat menurunkan kehilangan darah banyak akibat menstruasi menjadi lebih banyak, terapi tidak seefektif dengan IUD-LNG.

Bukti beberapa penelitian donazol (200 gr/hari) lebih efektif dari NSAIDs, progestin dan kontrasepsi oral untuk terapi perdarahan menstrual, tetapi terapi jangka lama dibutuhkan dan berhubungan dengan efek androgenik sehingga dapat diterima kaum wanita.

Asam traneksamid sebagai antifibrinolitik digunakan luas di Eropa sebagai terapi menoragi. Obat ini lebih efektif dari NSAID dengan dosis sangat tinggi (2-6 gr/hr), tapi insiden gangguan sel cerna dan perdarahan intermenstrual jadi tinggi.

Eblasi endometrium

Perdarahan menetap yang terjadi meskipun telah diterapi sangatlah menjadi suatu masalah. Histerektomi merupakan pilihan utama dalam penanganan, namun diharapkan dapat dihindari tindakan operatif ini. Ablasi endometrium adalah satu pilihan dalam menangani menoragia yang tidak jelas penyebabnya, ketika terapi medika mentosa tidak berhasil.

Variasi dalam metode ablasi endometrium sedang dipelajari secara luas. Metode pertama digambarkan melalui histeroskopi Ng YAG (neodymium yithrium aluminim garnet) laserphotovaporization, telah digunakan selama lebih dari 20 tahun. Kemudian sesudah itu berkembang suatu sistem yang lebih murah menggunakan instrumen elektrosurgikal (resectoscopic loop, roller ball). Percobaan secara random membandingkan pengguaan teknik elektrosurgikal ablasi endometrium dengan histerektomi pada penanganan perdarahan menstruasi yang banyak. Sebagai hasilnya histerektomi memerlukan waktu operasi dan penyembuhan yang lama, namun menghasilkan solusi permanen, sehingga penatalaksanaan berulang pada banyak wanita menurun. Rata-rata kepuasan dari ke-2 metode cukup tinggi.

Beberapa teknik dan dewasa ini sedangkan dikembangkan, umumnya tidak menggunakan histeroskopi. Pendekatan histeroskopi saat ini menggunakan elektroda vaporizino bipolar dan teknik hydrotermal. 2 balon berbeda digunakan, 1 sebagai pengatur sirkulasi air panas (87 + 5 0C didalam balon, yang satu lagi menggunakan elektroda pada permukaan luar dan penggunaan frekuensi radio dalam merangsang destruksi termal. Metode lain menggunakan elektroda lempeng emas yang memenuhi rongga uterus dan frekuensi radio bipolar ablasi termal. Metode lainnya menggunakan laser gelombang mikro dan teknik kriosurgery. Diabndingkan dengan metode histeroskopi tradisional, teknik terbaru untuk ablasi adalah suatu teknik yang mudah digunakan, dengan waktu yang singkat dan hanya membutuhkan anastesi loka, namun hasil yang hampir serupa, namun masalah peralatan lebih sering memberikan dijumpai.

Diantara para wanita dengan menorrhagia yang telah dilakukan metode ablasi endometrium, 80-90% melaporkan berkurangnya perdarahan 25-50% berkembang menjadi amenorhea, 70-80% mengalami berkurangnya rasa sakit pada waktu hiad, 75-90% sangat puas dengan keberhasilan metode tersebut dan 80% tidak membutuhkan penanganan operatif tambahan selama + 5 tahun setelah teknik ablasi dilakukan. Penggunaan teknik histerektomi dan non histerektomi akan memberikan hasil yang optimal jika dilakukan pada fase flikular awal dan setelah mendapatkan terapi progestin, danazol atau GnRHa. Data perbandingan terapi GnRHa mempunyai hasil yang lebih baik dibandingkan donazol, namun keduanya memberikan hasil yang cukup memuaskan. Penipisan endometrium menghasilkan waktu yang pendek, namun mempengaruhi insidensi amenorhea yang cukup lama dan membutuhkan pembedahan lebih lanjut. Terlepas dari risiko rendah, sedikit komplikasi yang terjadi dan proses penyembuhan yang cepat, wanita yang memperoleh penanganan dengan histerektomi mempunyai kepuasan yang lebih dengan keberhasilannya.

Adanya suatu aksi dalam penanganan karsinoma endometrium dengan menggunakan ablasi endometrium atau suatu prosedur yang dapat mengobliterasi bagian dari cavum uterus namun secara isolated, dan residu lap endometrium dimana mungkin dapat berkembang adeno carcinoma yang berlangsung tanpa disertai perdarahan. Observasi ini memperluas seluruh kepentingan evaluasi pre operatif, termasuk biopsi endometrium dan seleksi terhadap pasien yang mungkin dilakukan prosedur ablasi. Ablasi endometrium tidak direkomendasikan pada wanita dengan risiko tinggi untuk terjadi karsinoma endometrium.PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

(Leon Speroff, M.D.)

Oleh :

Sarah AlatasPembimbing:dr. Tono Djuwantono, SpOG (K)BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN

BANDUNGPAGE 35