KARAKTERISTIK PENDERITA PERDARAHAN UTERUS...

12
24 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439 KARAKTERISTIK PENDERITA PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA 2015-2016 Manalu Sesilia Anita Tiodora a , Novia Fransiska b , Hadi Irawiraman c a Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman b Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda c Bagian Patologi Anatomi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Korespondensi: [email protected] Abstrak Perdarahan uterus abnormal (PUA) mengacu pada frekuensi, durasi, atau kuantitas perdarahan menstruasi yang tidak normal, yang merupakan penyebab lebih dari 70% kunjungan ke dokter ginekologi pada wanita perimenopause dan pascamenopause. Penelitian ini bertujuan mengetahui distribusi usia penderita, paritas, keluhan utama, gambaran histopatologi, dan kadar hemoglobin pada kasus PUA di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-2016. Penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data rekam medik penderita PUA. Hasil penelitian menunjukkan dari 165 kasus PUA didapatkan sebagian besar pasien berusia antara 41-50 tahun, yaitu 53,94% pasien dan paling jarang ditemukan pada usia >60 tahun, yaitu 1,82% pasien. Multipara adalah paritas mayor pada kasus PUA, yaitu 59,40% pasien dan grande multipara adalah paritas minor pada kasus PUA, yaitu 7,27% pasien. Perdarahan pervaginam adalah keluhan utama yang paling dominan, yaitu 81,21% pasien dan infertilitas merupakan keluhan utama yang paling jarang, yaitu 0,61% pasien. Hasil histopatologi yang paling umum adalah hiperplasia endometrium simpel, yaitu 49,56% pasien dan tidak ditemukan endometrium fase sekresi. Anemia berat merupakan kadar hemoglobin yang paling dominan, yaitu 51,75% pasien dan kadar hemoglobin normal paling jarang ditemukan, yaitu 11,40% pasien. Disimpulkan bahwa, penderita PUA di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-2016 paling sering pada usia 41-50 tahun, multipara, keluhan utama perdarahan pervaginam, hasil histopatologi hiperplasia endometrium simpel, dan anemia berat. Kata Kunci: perdarahan uterus abnormal (PUA), paritas, gambaran histopatologi, kadar hemoglobin Abstract Abnormal uterine bleeding (AUB) refers to a frequency, duration, or quantity of abnormal menstrual bleeding, which is the cause of more than 70% of visits to gynecologist in perimenopausal and postmenopausal women. The aims of this study was to know the distribution of patient’s age, parity, major complaints, histopathological pattern, and hemoglobin levels in AUB cases at RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda in the 2015-2016 period. A retrospective descriptive study was done using medical record data of AUB patients. The results show from 165 AUB cases obtained most of the patients were between 41-50 years of age was 53.94% patients and most rarely found at the age of >60 years was 1.82% patients. Multiparous was the major parity in AUB cases was 59.40% patients and grand multiparous was the minor parity in AUB cases was 7.27% patients. Vaginal bleeding was the most dominant major complaints was 81.21% patients and infertility was the most infrequent major complaints was 0.61% patients. The commonest histopathology results was simple endometrial hyperplasia was 49.56% patients and secretory endometrium phase wasn’t found. Severe anemia was the most dominant hemoglobin levels was 51.75% patients and normal hemoglobin levels was most rarely found was 11.40% patients. It was concluded that AUB patients at RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda in the 2015-2016 period most often at the age of 41-50 years, multiparous, the major complaints was vaginal bleeding, the histopathology results was simple endometrial hyperplasia, and severe anemia.

Transcript of KARAKTERISTIK PENDERITA PERDARAHAN UTERUS...

24 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439

KARAKTERISTIK PENDERITA PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA 2015-2016

Manalu Sesilia Anita Tiodoraa, Novia Fransiskab, Hadi Irawiramanc

a Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman b Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda c Bagian Patologi Anatomi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Korespondensi: [email protected]

Abstrak Perdarahan uterus abnormal (PUA) mengacu pada frekuensi, durasi, atau kuantitas perdarahan menstruasi yang tidak normal, yang merupakan penyebab lebih dari 70% kunjungan ke dokter ginekologi pada wanita perimenopause dan pascamenopause. Penelitian ini bertujuan mengetahui distribusi usia penderita, paritas, keluhan utama, gambaran histopatologi, dan kadar hemoglobin pada kasus PUA di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-2016. Penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data rekam medik penderita PUA. Hasil penelitian menunjukkan dari 165 kasus PUA didapatkan sebagian besar pasien berusia antara 41-50 tahun, yaitu 53,94% pasien dan paling jarang ditemukan pada usia >60 tahun, yaitu 1,82% pasien. Multipara adalah paritas mayor pada kasus PUA, yaitu 59,40% pasien dan grande multipara adalah paritas minor pada kasus PUA, yaitu 7,27% pasien. Perdarahan pervaginam adalah keluhan utama yang paling dominan, yaitu 81,21% pasien dan infertilitas merupakan keluhan utama yang paling jarang, yaitu 0,61% pasien. Hasil histopatologi yang paling umum adalah hiperplasia endometrium simpel, yaitu 49,56% pasien dan tidak ditemukan endometrium fase sekresi. Anemia berat merupakan kadar hemoglobin yang paling dominan, yaitu 51,75% pasien dan kadar hemoglobin normal paling jarang ditemukan, yaitu 11,40% pasien. Disimpulkan bahwa, penderita PUA di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-2016 paling sering pada usia 41-50 tahun, multipara, keluhan utama perdarahan pervaginam, hasil histopatologi hiperplasia endometrium simpel, dan anemia berat.

Kata Kunci: perdarahan uterus abnormal (PUA), paritas, gambaran histopatologi, kadar hemoglobin

Abstract Abnormal uterine bleeding (AUB) refers to a frequency, duration, or quantity of abnormal menstrual bleeding, which is the cause of more than 70% of visits to gynecologist in perimenopausal and postmenopausal women. The aims of this study was to know the distribution of patient’s age, parity, major complaints, histopathological pattern, and hemoglobin levels in AUB cases at RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda in the 2015-2016 period. A retrospective descriptive study was done using medical record data of AUB patients. The results show from 165 AUB cases obtained most of the patients were between 41-50 years of age was 53.94% patients and most rarely found at the age of >60 years was 1.82% patients. Multiparous was the major parity in AUB cases was 59.40% patients and grand multiparous was the minor parity in AUB cases was 7.27% patients. Vaginal bleeding was the most dominant major complaints was 81.21% patients and infertility was the most infrequent major complaints was 0.61% patients. The commonest histopathology results was simple endometrial hyperplasia was 49.56% patients and secretory endometrium phase wasn’t found. Severe anemia was the most dominant hemoglobin levels was 51.75% patients and normal hemoglobin levels was most rarely found was 11.40% patients. It was concluded that AUB patients at RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda in the 2015-2016 period most often at the age of 41-50 years, multiparous, the major complaints was vaginal bleeding, the histopathology results was simple endometrial hyperplasia, and severe anemia.

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 25

Keywords: abnormal uterine bleeding (AUB), parity, histopathological pattern, hemoglobin levels

PENDAHULUAN

Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah

suatu istilah yang mengacu pada frekuensi, durasi,

ataupun kuantitas perdarahan menstruasi yang

tidak normal.1 Pada kondisi menstruasi normal,

volumenya adalah kurang dari 80 ml per siklus,

dengan durasi kurang dari atau sama dengan 7 hari

perdarahan aktif, dan frekuensi 21-35 hari.2 Salah

satu kondisi ginekologis yang paling umum dialami

oleh wanita usia reproduktif adalah PUA. Lebih dari

70% kunjungan ke ginekologi pada wanita

perimenopause dan pascamenopause disebabkan

oleh PUA.3

Penelitian yang dilakukan di Departemen

Obstetri dan Ginekologi Era Medical College pada

tahun 2014 di Lucknow, India, pada 100 wanita

kelompok usia perimenopausal (41-51 tahun)

menunjukkan hasil PUA terjadi pada 38% wanita

berusia 40-43 tahun, 41% wanita berusia 44-47

tahun, dan 21% wanita berusia 48-51 tahun. Angka

kejadian terbesar PUA terjadi pada sebagian besar

wanita multipara yang memiliki 2-4 anak, yaitu

53%.4 Dari beberapa negara berkembang

didapatkan data seperempat penduduk

perempuan dilaporkan pernah mengalami

menoragia, 21% mengeluh siklus haid memendek,

17% mengalami perdarahan antar haid, dan 6%

mengeluh perdarahan pascasanggama.5

Perdarahan uterus abnormal merupakan

penyebab tersering perdarahan abnormal

pervaginam pada masa reproduksi wanita. Dari

hasil penelitian, PUA terjadi pada 5-10% wanita di

Indonesia. Lebih dari 50% terjadi pada masa

perimenopause, 20% terjadi pada masa remaja,

dan 30% terjadi pada wanita usia produktif.6

Prevalensi PUA sebanyak 12,48% di RSUD Dr.

Soetomo Surabaya pada tahun 2007 dan 2008 dan

8,8% dari seluruh kunjungan poli kandungan.5

Mayoritas wanita dengan PUA mengalami

keluhan utama 45% menoragia, 23% polimenorea,

dan 19% metroragia.4 Perdarahan uterus abnormal

meliputi oligomenorea, polimenorea,

hipomenorea, menoragia, metroragia, dan

perdarahan uterus disfungsional (PUD).1

Oligomenorea adalah perdarahan haid dengan

siklus yang lebih panjang dari normal (>35 hari).

Polimenorea adalah perdarahan haid dengan siklus

yang lebih pendek dari normal (<21 hari).

Hipomenorea adalah perdarahan haid dengan

jumlah darah yang lebih sedikit dan/atau durasi

lebih pendek dari normal. Menoragia

(hipermenorea) adalah perdarahan haid dengan

jumlah darah yang lebih banyak (>80 ml) dan/atau

durasi lebih lama dari normal (>7 hari) dengan

siklus normal yang teratur. Metroragia adalah

perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak

dan/atau durasi lebih lama dari normal dengan

siklus yang tidak teratur. PUD adalah gangguan

haid tanpa adanya keadaan patologi pada panggul

dan penyakit sistemik.5

Perdarahan uterus abnormal dibagi menjadi

tiga jenis, yaitu (1) PUA akut merupakan

perdarahan haid yang banyak sehingga perlu

dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah

kehilangan darah. PUA akut dapat terjadi pada

kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya;

(2) PUA kronik adalah perdarahan haid yang telah

terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak

memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan

PUA akut; (3) Perdarahan tengah (intermenstrual

26 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439

bleeding) adalah perdarahan haid yang terjadi di

antara dua siklus haid yang teratur. Perdarahan

dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di

waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan

untuk menggantikan terminologi metroragia.7

Perdarahan menstruasi yang berat menyebabkan

anemia defisiensi besi dan membatasi aktivitas

normal pada dua pertiga wanita yang kehilangan

>80 ml darah per siklus menstruasi.8

Berdasarkan FIGO (International Federation of

Gynecology and Obstetrics), terdapat sembilan

kategori utama penyebab PUA yang disingkat

menjadi PALM-COEIN.9 Golongan PALM (Polyp,

Adenomyosis, Leiomyoma, and Malignancy)

menunjukkan adanya kelainan struktur anatomik,

sedangkan golongan COEIN (Coagulopathy,

Ovulatory disorders, Endometrial disorders,

Iatrogenic, and Not yet classified) menunjukkan

kelainan non-struktur atau fungsional.10 Suatu

penelitian dilakukan di Mediciti Institute of Medical

Sciences, a Rural Tertiary Teaching Hospital di

Telengana, India dengan sampel 250 wanita tidak

hamil pada usia reproduktif antara 25-45 tahun.

Hasilnya 60,4% PALM dan 39,6% COEIN. Leiomioma

adalah penyebab paling umum dari PUA (30,4%)

dan gangguan ovulasi sebagai penyebab kedua

(13,6%). Penyebab lainnya adalah 12% gangguan

endometrium, 12% adenomiosis, 11,6% iatrogenik,

10,4% polip, 7,6% keganasan, 1,6% belum

terklasifikasi, dan 0,8% koagulasi.11

Studi histopatologi endometrium pada wanita

perimenopause dan paskamenopause dengan PUA

sangat membantu untuk mendiagnosis hiperplasia

dan karsinoma endometrium. Studi prospektif di

Hospital and Research Center, Nashik, India

menemukan bahwa yang paling menonjol, yaitu

29% endometrium proliferatif, 28% hiperplasia

simpleks non atipik, 20% sekretorik, diikuti dengan

pola lainnya.12 Penelitian yang dilakukan di RSUP

Prof. R. D. Kandou Manado, selama periode 2

tahun didapatkan 51 kasus PUA, angka kejadian

terbesarnya ditemukan pada usia 41-50 tahun,

multipara, Indeks Massa Tubuh normal, jenis

leiomioma, dan hasil PA hiperplasia.13

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin

mengetahui karakteristik penderita PUA yang

bertujuan untuk mengetahui distribusi usia

penderita, paritas, keluhan utama, gambaran

histopatologi, dan kadar hemoglobin perdarahan

uterus abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda periode 2015-2016.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif

retrospektif. Pengambilan sampel menggunakan

populasi terjangkau, yaitu mengambil seluruh

kasus PUA yang tercatat pada rekam medik di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode

2015-2016. Variabel dalam penelitian ini adalah

usia penderita, paritas, keluhan utama, gambaran

histopatologi, dan kadar hemoglobin. Hasil

pengukuran variabel dalam penelitian ini dianalisis

menggunakan metode deskriptif univariat, yaitu

mendeskripsikan setiap variabel dalam penelitian

dengan gambaran distribusi frekuensi beserta

persentasenya dalam bentuk narasi. Pengolahan

data dalam penelitian ini dilakukan secara manual

menggunakan program komputer (Microsoft Word

2010 dan Microsoft Excel 2010). Data disajikan

dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi

beserta persentasenya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian deskriptif terhadap data

rekam medik penderita PUA di RSUD Abdul Wahab

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 27

Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016

didapatkan 165 responden, dengan rincian pada

tahun 2015 sebanyak 96 responden dan tahun

2016 sebanyak 69 responden.

Usia responden yang terbanyak menderita

perdarahan uterus abnormal di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda periode 2015-2016 adalah 41-

50 tahun. Sedangkan usia responden yang paling

sedikit menderita perdarahan abnormal tersebut

adalah lebih dari 60 tahun (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi Usia Penderita Perdarahan Uterus Abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016

Usia Penderita (tahun) N %

11-20 6 3,64

21-30 14 8,48

31-40 40 24,24

41-50 89 53,94

51-60 13 7,88

>60 3 1,82

Total 165 100

Dari segi paritas, responden dengan multipara

merupakan paling banyak menderita perdarahan

uterus abnormal, sedangkan responden dengan

grande multipara merupakan paling sedikit

menderita perdarahan tersebut (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi Paritas pada Penderita Perdarahan Uterus Abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016

Paritas N %

P0 (Nullipara) 25 15,15

P1 (Primipara) 30 18,18

P2-4 (Multipara) 98 59,40

P≥5 (Grande multipara) 12 7,27

Total 165 100

Keluhan utama yang paling banyak dikeluhkan

oleh responden adalah perdarahan pervaginam,

sedangkan infertilitas merupakan keluhan yang

paling sedikit (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi Keluhan Utama Perdarahan Uterus Abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016

Gambaran histopatologi yang terbanyak

adalah adanya hiperplasia endometrium simpel,

sedangkan gambaran hiperplasia endometrium

simpel atipik, endometritis, dan sisa kehamilan

merupakan gambaran histopatologi yang paling

sedikit dijumpai pada responden (tabel 4).

Tabel 4. Distribusi Gambaran Histopatologi Perdarahan Uterus Abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016

Gambaran Histopatologi N %

Hiperplasia endometrium simpel 57 49,6

Hiperplasia endometrium kompleks 17 14,8

Irregular shedding 13 11,3

Polip endometrium 6 5,2

Karsinoma endometrium 6 5,2

Hiperplasia endometrium kompleks atipik

4 3,5

Ketidakseimbangan hormonal 3 2,6

Endometrium fase proliferasi 3 2,6

Hiperplasia endometrium simpel atipik 2 1,7

Endometritis 2 1,7

Sisa kehamilan 2 1,7

Total 115 100

Kadar hemoglobin responden terbanyak

adalah dibawah 8.0 gr/dL atau dalam kondisi

anemia berat, sedangkan responden dengan

Keluhan Utama N %

Perdarahan pervaginam 134 81,21

Nyeri perut bagian bawah 20 12,12

Dismenore 7 4,24

Pembesaran perut bagian bawah 3 1,82

Infertilitas 1 0,61

Total 165 100

28 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439

kondisi tidak anemia (kadar Hb 12 gr/dL atau lebih)

paling sedikit dijumpai.

Tabel 5. Distribusi Kadar Hemoglobin Perdarahan Uterus Abnormal di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016

Kadar Hemoglobin (gr/dl) N %

<8,0 (Anemia berat) 59 51,75

8,0-10,9 (Anemia sedang) 26 22,81

11,0-11,9 (Anemia ringan) 16 14,04

≥12 (Tidak anemia) 13 11,40

Total 114 100

Kasus Perdarahan Uterus Abnormal menurut Usia

Penderita

Frekuensi terbanyak penderita PUA di RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-

2016 terdapat pada kelompok usia 41-50 tahun,

yaitu sebanyak 89 kasus (53,94%) dan kelompok

usia >60 tahun dengan frekuensi yang paling sedikit

pada penderita PUA, yaitu hanya terdapat 3 kasus

(1,82%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Rifki, Loho, & Wagey (2016) di

bagian Obstetri dan Ginekologi di RSUP Prof. R. D.

Kandou Manado yang menyatakan bahwa kasus

PUA terbanyak terjadi pada kelompok usia 41-50

tahun, yaitu sebanyak 47,06%.13 Penelitian yang

dilakukan oleh Sawke, N. G., Sawke, G. K., & Jain

(2015) di Department of Pathology of People’s

College of Medical Sciences and Research Center,

Bhopal, Madhya Pradesh, India melaporkan 41%

kasus PUA terjadi pada kelompok usia 41-50

tahun.14

Alasan meningkatnya insidensi PUA pada

kelompok usia 41-50 tahun ini mungkin disebabkan

oleh fakta bahwa pasien tersebut berada dalam

periode klimakteriknya. Ketika wanita mendekati

menopause, siklus menstruasi menjadi memendek,

dan sering terjadi anovulasi secara intermiten

karena adanya penurunan jumlah folikel ovarium

dan peningkatan resistensi terhadap stimulasi

gonadotropik yang menyebabkan terjadinya

penurunan kadar estradiol sehingga endometrium

tidak dapat mempertahankan pertumbuhan

normalnya.15 Sebelum menstruasi berhenti total

dan menopause dimulai, seorang wanita melewati

periode yang disebut perimenopause. Selama

perimenopause, siklus hormon normal mulai

berubah dan ovulasi menjadi tidak konsisten.

Sementara sekresi estrogen terus berlanjut, sekresi

progesteron menjadi menurun. Hal ini

menyebabkan endometrium berproliferasi atau

memproduksi jaringan yang berlebihan, dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya polip

atau fibroid yang menyebabkan terjadinya PUA.

Wanita pada periode perimenopause juga berisiko

mengalami kondisi lain yang menyebabkan PUA,

termasuk kanker, infeksi, dan penyakit sistemik.16

Kasus Perdarahan Uterus Abnormal menurut

Paritas

Frekuensi terbanyak penderita PUA di RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-

2016 terdapat pada wanita dengan paritas 2-4

(multipara), yaitu sebanyak 98 kasus (59,40%) dan

paritas ≥5 (grande multipara) dengan frekuensi

yang paling sedikit pada penderita PUA, yaitu

hanya terdapat 12 kasus (7,27%). Hasil ini serupa

dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani

(2017) di poli kandungan Rumah Sakit Angkatan

Laut dr. Ramelan Surabaya yang mengemukakan

bahwa PUA terjadi pada 56,10% pasien dengan

paritas 2-4 (multipara).17 Penelitian yang dilakukan

oleh Neeta, Gurung, Rana, & Jha (2014) di

Department of Obstetrics and Gynecology and

Department of Pathology, Tribhuvan University

Teaching Hospital, Kathmandu, Nepal

menunjukkan hasil yang hampir sama bahwa

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 29

penderita PUA terbanyak adalah pasien dengan

paritas multipara, yaitu sebesar 72%.18

Hasil penelitian ini bertentangan dengan

faktor risiko, yaitu peningkatan jumlah paritas

menyebabkan penurunan insidensi PUA. Hal

tersebut disebabkan oleh karena kadar estrogen

yang rendah pada wanita multipara sehingga

mengakibatkan fase folikular pada wanita

multipara satu hari lebih lama daripada wanita

nullipara dan tidak adanya ovulasi selama

kehamilan. Estrogen berfungsi untuk proliferasi

endometrium. Jika kadar estrogen menurun, maka

tidak terjadi proliferasi endometrium secara

berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya

PUA.19 Setelah melahirkan akan terjadi penurunan

fungsi ovarium yang memanjang (berlangsung

beberapa tahun atau lebih) dan paparan terhadap

estradiol bebas akan berkurang sehingga dapat

menurunkan risiko kanker reproduksi yang dapat

menyebabkan terjadinya PUA. Kadar steroid

ovarium meningkat seiring bertambahnya waktu

kelahiran terakhir. Dari pernyataan ini dapat

disimpulkan bahwa multipara dapat menurunkan

insidensi PUA.20

Kasus Perdarahan Uterus Abnormal menurut

Keluhan Utama

Keluhan utama yang paling banyak ditemukan

pada penderita PUA di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda periode 2015-2016 adalah

perdarahan pervaginam, yaitu sebanyak 134 kasus

(81,21%) dan keluhan utama yang paling sedikit

ditemukan pada penderita PUA adalah infertilitas,

yaitu hanya terdapat 1 kasus (0,61%). Hasil

penelitian ini serupa dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ohonsi & Belga (2012) yang

menyebutkan bahwa keluhan utama penderita

PUA yang paling banyak ditemukan di Aminu Kano

Teaching Hospital, Kano, Nigeria adalah

perdarahan pervaginam, yaitu sebanyak 86,70%.21

Pada penderita PUA terjadi kekacauan

stimulasi siklus hormon seks yang diatur oleh

perkembangan folikel yang diikuti oleh ovulasi dan

pembentukan korpus luteum dan degenerasinya

jika tidak terjadi kehamilan. Pada siklus ovulasi,

PUA dapat disebabkan oleh terganggunya kontrol

lokal hemostasis dan vasokontriksi yang berguna

untuk mekanisme membatasi jumlah darah saat

pelepasan jaringan endometrium haid. Berbagai

molekul yang berguna untuk mekanisme kontrol

tersebut antara lain endotelin, prostaglandin,

vascular endothelial growth factor, matrix

metalloproteinases, enzim lisosom, dan fungsi

trombosit. Beberapa keadaan lain yang dapat

menyebabkan terjadinya PUA pada siklus ovulasi

adalah korpus luteum persisten dan insufisiensi

korpus luteum.22 Pada tingkat ovarium dan uterus,

anovulasi menghasilkan efek estrogen yang

berkepanjangan pada endometrium.23 Penyebab

anovulasi bermacam-macam mulai dari belum

matangnya aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium,

sampai suatu keadaan yang dapat mengganggu

aksis tersebut. Sindroma ovarium polikistik

merupakan salah satu contoh keadaan yang dapat

mengganggu aksis tersebut.24 Setelah ovulasi,

korpus luteum menghasilkan progesteron yang

berfungsi untuk menghentikan penebalan

endometrium dan menstabilkan endometrium.

Tanpa ovulasi, estrogen akan melanjutkan stimulasi

endometrium dan proliferasi berlebihan pada

lapisan endometrium. Endometrium menjadi tidak

stabil, tidak berdiferensiasi, dan luruh secara tidak

terduga. Pembuluh darah menjadi lebih besar,

lebih berliku-liku, dan lebih mudah rapuh. Hal

inilah yang menyebabkan terjadinya perdarahan

pervaginam.23

30 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439

Kadar hormon progesteron yang turun selama

terjadinya PUA akan merangsang pembebasan

prostaglandin uterus yang berlebihan.

Prostaglandin berfungsi merangsang kontraksi

ritmik ringan miometrium uterus. Kontraksi ini

membantu pengeluaran darah dan sisa

endometrium dari rongga uterus menuju vagina

(darah haid). Jika prostaglandin yang diproduksi

berlebihan, maka kontraksi uterus menjadi terlalu

kuat sehingga menyebabkan terjadinya kram haid

(dismenore) dan nyeri perut bagian bawah.25

Pada saat terjadi PUA, sekresi estrogen akan

terus berlanjut sedangkan sekresi progesteron

akan menurun. Hal ini menyebabkan endometrium

berproliferasi atau memproduksi jaringan yang

berlebihan sehingga meningkatkan kemungkinan

terbentuknya polip atau fibroid. Hal inilah yang

mengakibatkan terjadinya pembesaran perut

bagian bawah.16

Infertilitas berhubungan dengan anovulasi

kronis, dengan atau tanpa produksi androgen yang

berlebihan, sering terlihat pada penderita PUA.22

PUA berpotensi untuk dikaitkan dengan infertilitas

karena beberapa penyebab PUA (misalnya, fibroid

uterus atau polip endometrium). Juga mungkin

terkait dengan masalah ovulasi, ketidakseimbangan

hormonal, atau masalah struktural.26

Kasus Perdarahan Uterus Abnormal menurut

Gambaran Histopatologi

Gambaran histopatologi yang paling banyak

ditemukan pada penderita PUA di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-2016

adalah hiperplasia endometrium simpel, yaitu

sebanyak 57 kasus (49,56%) dan tidak ditemukan

gambaran histopatologi endometrium fase sekresi

pada penderita PUA. Hasil penelitian ini serupa

dengan penelitian yang dilakukan oleh Talukdar,

Goswami, Mahela, & Ahmed (2016) yang

menyatakan bahwa gambaran histopatologi yang

paling banyak ditemukan pada penderita PUA di

Department of Pathology and Department of

Obstetrics and Gynecology, Fakhruddin Ali Ahmed

Medical College, Barpeta, Assam, India adalah

hiperplasia endometrium simpel (36,11%).27 Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Verma, D. & Verma,

A. (2016) di Department of Obstetrics and

Gynecology, Mamatha Medical College,

Khammam, Telangana, India menunjukkan bahwa

gambaran histopatologi yang paling banyak

ditemukan pada penderita PUA adalah hiperplasia

endometrium simpel (24%).28

Gangguan ginekologis umum yang paling

sering ditemukan pada wanita perimenopause

adalah PUA.29 Hiperplasia endometrium adalah

diagnosis umum pada wanita perimenopause yang

menyebabkan gejala perdarahan tidak teratur atau

berkepanjangan akibat siklus anovulasi. Jika ovulasi

tidak terjadi, progesteron tidak produksi, dan

lapisan endometrium tidak luruh. Hiperplasia

endometrium paling sering disebabkan oleh

peningkatan sekresi estrogen tanpa peningkatan

sekresi progesteron. Perdarahan berat merupakan

akibat sekunder dari kadar estrogen yang

berlebihan yang menyebabkan pertumbuhan

berlebih yang tidak hanya mempengaruhi kelenjar

dan stroma, tetapi juga menyebabkan terjadinya

vaskularisasi abnormal.30

Endometrium dapat terus tumbuh sebagai

respons terhadap kadar estrogen yang berlebih.

Sel-sel yang membentuk lapisan endometrium

dapat berdesakan dan bisa menjadi tidak normal.

Kondisi ini disebut hiperplasia. Jika keadaan ini

terus berlanjut dapat menyebabkan terjadinya

karsinoma endometrium pada beberapa wanita.31

Risiko hiperplasia endometrium untuk progresi

menjadi karsinoma endometrium bervariasi.

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 31

Hiperplasia endometrium simpel berisiko kurang

dari 1%, hiperplasia endometrium simpel atipik

berisiko 8%, hiperplasia endometrium kompleks

berisiko 3%, dan hiperplasia endometrium

kompleks atipik berisiko 20-25%.32

Irregular shedding disebabkan oleh

degenerasi korpus luteum yang lambat dengan

paparan berkepanjangan dari endometrium

menstruasi ke kadar progesteron yang menurun.

Secara klinis, irregular shedding bermanifestasi

oleh karena siklus menstruasi yang

berkepanjangan, yang mungkin berlebihan. Dilatasi

besar vena terletak superfisial di bawah

endometrium yang tipis dan mudah ruptur

menyebabkan terjadinya PUA.33

Polip endometrium adalah penonjolan lesi

yang terdiri dari sebagian besar proliferasi stroma

terkait dengan berbagai perubahan kelenjar yang

dilapisi oleh epitelium. Terdapat pembuluh darah

berdinding tebal dan terhialinisasi di dekat

permukaan epitel. Hal ini mengakibatkan

terjadinya PUA.34

Pada akhir menstruasi, semua lapisan

endometrium, kecuali lapisan dalam telah terlepas.

Kemudian terbentuk kembali lapisan endometrium

baru di bawah pengaruh estrogen dari folikel yang

sedang tumbuh. Ketebalan endometrium cepat

meningkat dari hari ke-5 sampai ke-14 daur haid.

Seiring dengan peningkatan ketebalan, kelenjar

uterus tertarik keluar sehingga memanjang, namun

kelenjar tersebut tidak menjadi berkelok-kelok

atau mengeluarkan sekret. Perubahan

endometrium ini disebut fase proliferatif.35

Endometrium fase proliferasi umumnya ditemukan

pada wanita reproduktif akhir dan perimenopause

karena ketidakseimbangan hormon pada kelompok

ini yang menyebabkan siklus anovulasi yang

intermiten. Hal ini menyebabkan stimulasi

estrogen berlebihan (unopposed estrogen) pada

endometrium. Endometrium mengalami proliferasi

berlebih tanpa diikuti pembentukan jaringan

penyangga yang baik karena kadar progesteron

rendah sehingga mengakibatkan terjadinya PUA.36

Ketidakseimbangan hormonal dapat

disebabkan oleh pola dominasi estrogen,

endometrium anovulasi, dan efek pil KB terhadap

endometrium. Hal ini mengakibatkan terbentuknya

kelompok fokal dari pembuluh darah yang

menebal, kelenjar oval bulat yang dilapisi oleh

epitel selapis, dan edema stroma. Hal tersebut

mengakibatkan terjadinya PUA.37

Endometritis menyebabkan terjadinya

hiperplasia lapisan epitel uterus, infiltrasi sel-sel

inflamasi, atrofi kelenjar uterus dengan perdarahan

dan edema serosa pada jaringan uterus yang

mengakibatkan terjadinya PUA.38 Sisa kehamilan

adalah komplikasi umum dan dapat diobati yang

terjadi setelah melahirkan atau abortus. Diagnosis

patologis sisa kehamilan dibuat berdasarkan

adanya villi korionik, yang menunjukkan jaringan

plasenta atau trofoblastik yang persisten. Plasenta

biasanya merupakan sebagian besar dari sisa

kehamilan dan karena terdapat banyak pembuluh

darah di antara plasenta dan uterus, maka plasenta

dapat membuat saluran untuk terjadinya PUA

lanjutan.39

Beberapa jam pertama setelah ovulasi, sel-sel

granulosa dan teka interna yang tersisa berubah

dengan cepat menjadi sel lutein. Diameter sel-sel

ini membesar dua kali atau lebih dan terisi dengan

inklusi lipid. Proses ini disebut luteinisasi atau fase

sekretorik. Sel-sel granulosa dalam korpus luteum

membentuk retikulum endoplasma halus, intrasel

luas, menghasilkan sejumlah besar hormon

progesteron dan estrogen (lebih banyak

progesteron daripada estrogen selama fase

32 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439

sekretorik). Sel-sel teka terutama membentuk

hormon androgen (androstenedion dan

testosteron), tetapi sebagian besar akan dikonversi

oleh enzim aromatase di sel-sel granulosa menjadi

estrogen. Korpus luteum berdiameter 1,5 cm,

dicapai dalam 7-8 hari setelah ovulasi. Korpus

luteum mulai berinvolusi dan akhirnya kehilangan

fungsi sekresi juga sifat warna kekuningan lipidnya

dalam 12 hari setelah ovulasi, menjadi korpus

albikans, beberapa minggu berikutnya, korpus

albikans akan digantikan oleh jaringan ikat dan

dalam beberapa bulan akan diserap.40 Perdarahan

pada fase sekresi disebabkan oleh karena

perdarahan uterus disfungsional siklus ovulasi dan

defek utama pada kontrol proses regulasi volume

darah yang hilang selama gangguan menstruasi

endometrium.36

Kasus Perdarahan Uterus Abnormal menurut

Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin yang paling banyak

ditemukan pada penderita PUA di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda Periode 2015-2016

adalah kurang dari 8,0 gr/dl (anemia berat), yaitu

sebanyak 59 kasus (51,75%). Hasil penelitian ini

serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh

Roopina & Madhurima (2017) di Henry Ford

Hospital, Detroit, Michigan, United States of

America yang menyatakan bahwa kadar

hemoglobin penderita PUA yang paling banyak

ditemukan adalah kurang dari 8,0 gr/dl (anemia

berat), yaitu sebesar 90%.41 Sedangkan penelitian

yang dilakukan oleh Nebgen, Rhodes, Hartman,

Munsell, & Lu (2016) di Department of Gynecologic

Oncology and Reproductive Medicine, The

University of Texas MD Anderson Cancer Center

Institutional, Houston, Texas, United States of

America menunjukkan hasil kadar hemoglobin

penderita PUA yang paling banyak ditemukan

adalah 8,0-10,9 gr/dl (anemia sedang), yaitu

sebesar 42,10%.42

Banyak penderita PUA mengalami anemia

defisiensi besi karena kehilangan darah akut atau

kronis akibat perdarahan pervaginam yang

merupakan keluhan utama yang paling sering

ditemukan pada penderita PUA. PUA menyebabkan

anemia defisiensi besi dan membatasi aktivitas

normal pada dua per tiga wanita yang kehilangan

lebih dari 80 ml darah per siklus menstruasi.

Meskipun tujuan utama pengobatan penderita PUA

adalah untuk mengobati patologi yang mendasari

yang menyebabkan kehilangan darah yang

berlebihan. Tetapi, pengobatan anemia defisiensi

besi harus dilakukan secara bersamaan dengan

pengobatan patologi yang mendasarinya untuk

meningkatkan status kinerja keseluruhan dan

untuk meningkatkan persediaan zat besi dalam

tubuh.8

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa dari 165 kasus PUA di RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda periode 2015-

2016 paling sering ditemukan pada kelompok usia

41-50 tahun, paritas 2-4 (multipara), keluhan

utama perdarahan pervaginam, histopatologi

hiperplasia endometrium simpel, dan kadar

hemoglobin <8,0 gr/dl (anemia berat).

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada seluruh dosen pengajar,

staf akademik, kemahasiswaan, tata usaha, dan

seluruh staf Fakultas Kedokteran Universitas

Mulawarman, seluruh pihak RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda, serta seluruh pihak yang

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 33

telah membantu pelaksanaan penelitian ini atas

segala bantuan, kerja sama, pengertian, dan

kemudahan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kotagasti T. Prevalence of Different Menstrual Irregularities in Women with Abnormal Uterine Bleeding (AUB) - An Observational Study. Int J Curr Res Rev. 2015 May;7(10):66-70.

2. Arrington J, Blackett A, Crowley A, Fagnant B, Hutchison C, Jackson D, et al. Management of Abnormal Uterine Bleeding. Intermountain Healthcare. 2017 Aug;1(1):1-3.

3. Matthews ML. Abnormal Uterine Bleeding in Reproductive-Aged Women. J Obstet Gynecol Clin North Am. 2015 Mar;42(1):103-15.

4. Verma U, Garg R, Singh S, Yadav P, Rani R. Diagnostic Approach in Perimenopausal Women with Abnormal Uterine Bleeding. J S Asian Federation Menopause Soc. 2014 Jun;2(1):12-4

5. Hendarto H. Gangguan Haid/Perdarahan Uterus Abnormal. Dalam: Baziad A, Prabowo RP, editor. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014. h. 162-71.

6. Elief P. Perdarahan Uterus Abnormal. [serial online] 2012 [diunduh 4 November 2017]. Tersedia dari: HYPERLINK "http://perdarahanuterusabnormal.com/article/manifestasi-klinis/"

7. Pratama G, Puspita CG. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Perdarahan Uterus Abnormal. Dalam: Hestiantoro A, Natadisastra RM, Sumapraja K, Wiweko B, Pratama G, Situmorang H, et al., editor. Best Practices on Infertility, Menopause, Policystic Ovary Syndrome, Endometriosis, Recurrent Miscarriage, In Vitro Fertilization, Adolescent Gynecology, and Abnormal Uterine Bleeding. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2012. h. 135-8.

8. Nelson AL, Ritchie JJ. Severe Anemia from Heavy Menstrual Bleeding Requires Heightened Attention. Am J Obstet Gynecol. 2015 Apr;213(1):97

9. Munro MG, Critchley HOD, Broder MS, Fraser IS. FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in

Nongravid Women of Reproductive Age. Int J Gynecol Obstet. 2011 Jan;113(1):3-13.

10. Bayuaji H. Menuju Keseragaman Pemahaman Perdarahan Uterus Abnormal: Penerapan Sistem PALM-COEIN dalam Praktik Sehari-Hari. Dalam: Djuwantono T, Bayuaji H, Permadi W, editor. Step by Step Penanganan Kelainan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas dalam Praktik Sehari-Hari. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2012. h. 197.

11. Betha K, Malavatu L, Talasani S. Distribution of Causes of Abnormal Uterine Bleeding Using New FIGO Classification System - PALM-COEIN: A Rural Tertiary Hospital based Study. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2017 Aug;6(8):3523-7.

12. Desai K, Patole KP, Kathaley M. Endometrial Evaluation by Histopathology in Abnormal Uterine Bleeding in Perimenopausal and Postmenopausal Patients. MPV J Med Sci. 2014 Jul;1(2):75-9.

13. Rifki M, Loho M, Wagey FMM. Profil Perdarahan Uterus Abnormal di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 1 Januari 2013-31 Desember 2014. J e-Cl. 2016;4(1):1-6.

14. Sawke NG, Sawke GK, Jain H. Histopathology Findings in Patients Presenting with Menorrhagia: A Study of 100 Hysterectomy Specimen. J Mid-Life Health. 2015 Oct;6(4):160-3.

15. Mahapatra M, Mishra P. Clinicopathological Evaluation of Abnormal Uterine Bleeding. J Health Res Rev. 2015 May;2(2):45-9.

16. Florida Hospital Medical Group. Abnormal Uterine Bleeding. Frequently Asked Questions Sheet. Florida Hosp Med Group. 2015;1(1):1-5.

17. Wardani RA. Karakteristik Wanita dengan Perdarahan Uterus Abnormal di Poli Kandungan Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Ramelan Surabaya Tahun 2016. Hang Tuah Med J. 2017;15(1):22-31.

18. Neeta K, Gurung , Rana , Jha. A Clinicopathological Study of Dysfunctional Uterine Bleeding. J Pathol Nepal. 2014;4(1):635-8.

19. Wan J, Gao Y, Zeng K, Yin Y, Zhao M, Wei J, et al. The Levels of the Sex Hormones are Not Different between Type 1 and Type 2 Endometrial Cancer. Scientific Reports. Auckland: The University of Auckland,

34 | Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) ISSN 2443-0439

Department of Pathology Obstetrics and Gynaecology; 2016.

20. Barrett ES, Parlett LE, Windham GC, Swan SH. Differences in Ovarian Hormones in Relation to Parity and Time since Last Birth. Am Soc Reprod Med. 2014 Jun;101(6):1773-80.

21. Ohonsi AO, Belga F. Surgical Management of Uterine Fibroids at Aminu Kano Teaching Hospital. Obstet Gynecol Int J. 2012;1(1):1-6.

22. Behera MA. Abnormal (Dysfunctional) Uterine Bleeding. Medscape [serial online] 2017 [diunduh 4 November 2017]. Tersedia dari: HYPERLINK "https://emedicine.medscape.com/article/257007-overview"

23. Rindfleisch K, Falleroni J, Schrager S. Abnormal Uterine Bleeding in Reproductive Aged Women. J Clin Outcomes Manage. 2015 Feb;22(2):83-94.

24. Estephan A. Dysfunctional Uterine Bleeding in Emergency Medicine. Medscape [serial online] 2017 [diunduh 5 November 2017]. Tersedia dari: HYPERLINK "https://emedicine.medscape.com/article/795587-overview"

25. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. Edisi ke-6. Yesdelita N, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014.

26. Department of Obstetrics and Gynecology of the University of California. Infertility: Symptoms, Treatment, and Diagnosis. UCLA Health [serial online] 2017 [diunduh 15 Maret 2018]. Tersedia dari: HYPERLINK "http://obgyn.ucla.edu/infertility"

27. Talukdar B, Goswami RR, Mahela S, Ahmed NI. Histopathological Pattern of Endometrium in Abnormal Uterine Bleeding of Perimenopausal Women. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Apr;5(4):1162-6.

28. Verma D, Verma A. Histopathological Correlation of Abnormal Uterine Bleeding in Perimenopausal Women. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Jul;5(7):2343-5.

29. Lotha L, Borah A. Clinicopathological Evaluation of Abnormal Uterine Bleeding in Perimenopausal Women. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Sep;5(9):3072-4.

30. Shah R, Dayal A, Kothari S, Patel S, Dalal B. Histopathological Interpretation of Endometrium in Abnormal Uterine Bleeding. Int J Med Sci Public Health. 2014 Mar;3(4):452-6.

31. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Endometrial Hyperplasia. Frequently Asked Questions. 2012 Feb;147(1):1-3.

32. Shankar V. Cystic Glandular Hyperplasia: Endometrium. I Love Pathology [serial online] 2016 [diunduh 16 Maret 2018]. Tersedia dari: HYPERLINK "http://ilovepathology.com/cystic-glandular-hyperplasia-endometrium/"

33. Baral R, Pudasaini S. Histopathological Pattern of Endometrial Samples in Abnormal Uterine Bleeding. J Pathol Nepal. 2011;1(1):13-6.

34. Tabrizi AD. Histologic Features and Differential Diagnosis of Endometrial Polyps; An Update and Review. Int J Women’s Health Reprod Sci. 2016 Oct;4(4):152-6.

35. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Edisi ke-22. Novrianti A, Dany F, Resmisari T, Rachman LY, Muttaqin H, Nugroho AW, et al., editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013.

36. Gon S, Kundu T, Mallick D, Ghosh G. A Study on Histopathological Patterns of Endometrium in Different Types of Abnormal Uterine Bleeding among Peri and Postmenopausal Women. Int Organization Sci Res J Dent Med Sci. 2016 Sep;15(9):106-11.

37. Khan P, Baloch FA, Khalid A. Spectrum of Histological Changes in Endometrial Biopsies with Abnormal Uterine Bleeding. Int J Pathol. 2015 Oct;13(3):108-14.

38. Rhyaf AG. Histopathological Study of Endometritis of the Cows. AL-Qadisiya J Vet Med Sci. 2010;9(1):1-6.

39. Sellmyer MA, Desser TS, Maturen KE, Jeffrey RB, Kamaya A. Physiologic, Histologic, and Imaging Features of Retained Products of Conception. RadioGraphics. 2013 May;33(3):781-96.

40. Widjajakusumah MD. Fisiologi Sebelum Kehamilan dan Hormon-Hormon Perempuan. Dalam: Widjajakusumah MD, Tanzil A, editor. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Edisi ke-12. Jakarta: Saunders Elsevier; 2014. p. 1073.

Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2018; 6(3) | 35

41. Roopina S, Madhurima K. Blood Transfusion Trends in Women with Abnormal Uterine Bleeding. Am Coll Obstet Gynecol. 2017 May;4(14):96-104.

42. Nebgen DR, Rhodes HE, Hartman C, Munsell MF, Lu KH. Abnormal Uterine Bleeding as the Presenting Symptom of Hematologic Cancer. Am J Obstet Gynecol. 2016 Aug;128(2):357-63.