2. LIMIT
-
Upload
nurul-muflikhah-bariroh -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
description
Transcript of 2. LIMIT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
MATERI POKOK LIMIT FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR
SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh :
DEWI SARASWATI
K 1308005
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
MATERI POKOK LIMIT FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR
SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh :
Dewi Saraswati
K 1308005
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini
Nama : Dewi Saraswati
NIM : K1308005
Jurusan/ Program Studi : P.MIPA/ Pendidikan Matematika
Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ANALISIS MISKONSEPSI SISWA
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK LIMIT FUNGSI
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3
SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 ” ini benar-benar hasil karya saya
sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Juli 2012
Yang membuat Pernyataan
Dewi Saraswati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Dewi Saraswati. ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA MATERI POKOK LIMIT FUNGSI DITINJAU DARI GAYA
BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN
2011/2012. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Juli, 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakter miskonsepsi dan
mengetahui penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa dalam materi pokok limit
fungsi yang ditinjau dari gaya belajar pada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta
tahun ajaran 2011/2012.
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif, dengan strategi penelitian yaitu deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah 1) metode observasi di kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3
Surakarta, 2) metode tes yang dilakukan kepada siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3
Surakarta, 3) metode angket dilakukan kepada siswa yang diduga mengalami
miskonsepsi dalam tes, 4) metode wawancara dilakukan kepada siswa yang mengalami
miskonsepsi disesuaikan dengan gaya belajar siswa tersebut. Pemeriksaan keabsahan
data dengan teknik triangulasi metode.
Hasil penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) Siswa yang memiliki
gaya belajar visual dan kinestetik tidak memiliki kecenderungan pada salah satu
karakter miskonsepsi, sedangkan auditorial cenderung memiliki karakter miskonsepsi
yaitu teoritikal. 3) Pada umumnya, penyebab miskonsepsi siswa baik yang memiliki
gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik adalah berasal dari guru, siswa, dan
konteks.
Kata kunci: miskonsepsi, karakter miskonsepsi, gaya belajar, limit fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Dewi Saraswati. ANALYSIS OF STUDENT’S MISCONCEPTION AT THE
MATHEMATICS LEARNING IN THE LIMIT FUNCTIONS MATERIAL
OBSERVED FROM LEARNING STYLE OF STUDENTS ON ELEVENTH
GRADE SMA NEGERI 3 SURAKARTA IN ACADEMIC YEAR OF 2011/2012.
Thesis, Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University. Juli,
2012.
The purpose of this research is for describing of character misconseption and
understanding causal factor of misconception that happens to students in limit function
material that observed from learning style of students on eleventh grade SMA Negeri 3
Surakarta in academic year of 2011/2012.
The qualitative research is used as a form of this research, with qualitative
descriptive as a research strategy. The data collection technique which is used are 1)
observation method in class of XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta, 2) test method which
is done to students in XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta, 3) questionnaire method
which is done to students that is guessed work out misconception in a test. 4) interview
method which is done to students work out misconception adapted from their learning
style. The data validation controll uses a method triangulation.
The result of this research can be explained as follow. 1) Students who have
visual and kinestetic learning style don’t have a tendency on character of
misconception, whereas auditorial have a character of misconception, it is theoritical.
3) in generally, causal factors of misconception are from teacher, students, and context.
Key words: misconception, character of misconception, learning style, limit function
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
Segala perkara dapat kutanggung di dalam DIA yang memberi kekuatan
kepadaku.
(Filipi 4:13)
Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-
Ku menjadi sempurna.
(2Korintus12:9a)
Bahagia susah terserah-Mu, asal tangan-Mu pimpinku.
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukurku kepada Tuhan Yesus Kristus, kupersembahkan karya ini
kepada :
“Bapakku dan Ibuku yang tercinta”
Hanya karena kasih sayang, semangat, dan cintamu bersumber dari Tuhan kita
yang tercurah untukku setiap waktu, aku mendapatkan semua ini. Terima kasih di dalam
setiap doamu namaku disebut. I love you my parents.
“Hapsari Mahanani, adikku yang sangat kukasihi”
Terima kasih menemaniku dan selalu ada di sampingku menyelesaikan semua
ini, penyemangat kecilku. Terima kasih di dalam setiap doamu namaku disebut. I love
you my little sister.
“Firdaus Bambang Gunawan, kakanda yang selalu di hati”
Kehadiranmu memberi kebahagiaan dan semangat tersendiri untukku. Terima
kasih di dalam doamu namaku disebut. I thanks to God upon every remembrance of
you, I love you.
“Saudara saudari di gereja dan PMK FKIP”
Terima kasih di dalam doamu namaku disebut.
“Sahabatku tersayang, B8”
“Teman-teman Pendidikan Matematika Angkatan 2008
(Adithea, Intan, Isna, Linda, Tien)”
Selalu ada harapan, di tengah kesesakan.
“Almamaterku”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Pengasih dan
Penyayang, karena hikmat dan pimpinan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Analisis Miskonsepsi Siswa pada Pembelajaran Matematika
Materi Pokok Limit Fungsi ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 3
Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012”.
Persoalan, rintangan, dan hambatan memang selalu ada dalam melakukan
perjuangan hidup. Namun, tiada kata lelah untuk mencapai suatu keberhasilan dan tiada
kata menyerah untuk mendapatkan kesuksesan. Tahap demi tahap dilakukan dengan
ucapan syukur kepada Tuhan untuk dapat menyelesaikan skripsi dan mendapatkan gelar
sarjana. Karya skripsi ini menjadi syarat akhir dari rangkaian yang panjang selama
menempuh studi di Program Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari
berbagai pihak baik yang berupa doa, tenaga, maupun pikiran. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Sukarmin,S.Pd,M.Si.,Ph.D Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
3. Bapak Triyanto,S.Si.,M.Si Ketua Program Pendidikan Matematika Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Triyanto,S.Si.,M.Si Pembimbing I yang telah membantu pikiran serta
membimbing dengan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Bapak Dhidhi Pambudi, S.Si, M.Cs Pembimbing II yang telah membantu pikiran
serta membimbing dengan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
6. Bapak Drs. Makmur Sugeng, M.Pd Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Surakarta yang
telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengadakan penelitian di SMA
Negeri 3 Surakarta.
7. Bapak Wardi,S.Pd yang telah membantu mendapatkan keperluan informasi dalam
penelitian.
8. Seluruh siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta yang membantu dalam
memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
9. Semua pihak yang turut membantu dalam segala hal tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu terima kasih untuk semuanya
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang tidak lepas dari kesalahan namun
terus dipulihkan hari ke sehari. Walaupun penulis telah berusaha secara optimal namun
penulis menyadari banyak kekurangan dari berbagai aspek,yang pastinya tidak
disengaja. Semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Tuhan memberkati.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................ i
HALAMAN PENGAJUAN............................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN.......................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................... v
HALAMAN ABSTRAK................................................................... vi
HALAMAN MOTTO........................................................................ viii
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................... ix
KATA PENGANTAR....................................................................... x
DAFTAR ISI..................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR........................................................................ xv
DAFTAR TABEL............................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH..................................... 1
B. BATASAN MASALAH....................................................... 4
C. RUMUSAN MASALAH...................................................... 5
D. TUJUAN PENELITIAN....................................................... 5
E. MANFAAT PENELITIAN................................................... 5
BAB II KAJIAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 7
1. Belajar Matematika........................................................... 7
2. Konsep.............................................................................. 10
3. Miskonsepsi...................................................................... 17
4. Gaya belajar...................................................................... 23
5. Materi Pokok Limit Fungsi............................................... 25
B. PENELITIAN YANG RELEVAN....................................... 30
C. KERANGKA BERPIKIR..................................................... 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB III METODE PENELITIAN
A. DESKRIPSI LATAR............................................................. 34
1. Tempat Penelitian.............................................................. 34
2. Waktu Penelitian............................................................... 34
3. Subjek Penelitian............................................................... 35
B. BENTUK DAN STRATEGI PENELITIAN......................... 36
C. SUMBER DATA.................................................................... 36
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA..................................... 37
1. Metode Observasi............................................................... 37
2. Metode Tes......................................................................... 38
3. Metode Angket................................................................... 39
4. Metode Wawancara............................................................ 41
E. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA............................. 41
F. TEKNIK ANALISIS DATA................................................. 42
G. PROSEDUR PENELITIAN.................................................. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. DESKRIPSI LOKASI/OBYEK PENELITIAN................... 46
B. DESKRIPSI TEMUAN PENELITIAN................................ 47
1. Deskripsi Data Observasi................................................... 47
a. Observasi Terhadap Guru Mengajar.............................. 47
b. Observasi Terhadap Siswa............................................. 50
2. Deskripsi Data Tes.............................................................. 51
3. Deskripsi Data Angket Gaya Belajar Siswa....................... 55
4. Subjek Penelitian................................................................ 58
C. PEMBAHASAN.................................................................... 61
1. Analisis Data Hasil Tes....................................................... 61
2. Analisis Data Hasil Wawancara.......................................... 78
3. Hasil Validasi dan Analisis Data........................................ 122
a. Hasil Validasi Data........................................................ 125
b. Hasil Analisis Data........................................................ 132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN.............................................................................. 141
B. IMPLIKASI.............................................................................. 143
Secara Teoritis........................................................................... 143
Secara Praktis............................................................................ 143
C. SARAN..................................................................................... 143
Bagi Guru.................................................................................. 143
Bagi Siswa................................................................................. 144
Bagi Peneliti Lain...................................................................... 144
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
2.1 Prosedur Penelitian yang Dilakukan............................................ 33
4.1 Hasil Clusterring Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Visual...... 59
4.2 Hasil Clusterring Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Auditorial 59
4.3 Hasil Clusterring Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Kinestetik 60
4.4 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 1a...................... 61
4.5 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 1b...................... 61
4.6 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 1c...................... 62
4.7 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 1d...................... 62
4.8 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 2a...................... 63
4.9 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 2b...................... 63
4.10 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 2c...................... 63
4.11 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 1a..................... 64
4.12 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 1b..................... 64
4.13 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 1c..................... 65
4.14 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 1d..................... 65
4.15 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 2a..................... 66
4.16 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 2b..................... 66
4.17 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 2c..................... 67
4.18 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 1a................... 67
4.19 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 1b................... 67
4.20 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 1c................... 68
4.21 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 1d................... 68
4.22 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 2a................... 69
4.23 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 2b................... 69
4.24 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 2c................... 69
4.25 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 1a................... 70
4.26 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 1b................... 70
4.27 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 1c................... 71
4.28 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 1d................... 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
4.29 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 2a................... 71
4.30 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 2b................... 72
4.31 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 2c................... 72
4.32 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 1a.................... 72
4.33 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 1b.................... 73
4.34 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 1c.................... 73
4.35 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 1d.................... 74
4.36 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 2a.................... 74
4.37 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 2b.................... 74
4.38 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 2c.................... 75
4.39 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 1a................... 75
4.40 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 1b................... 76
4.41 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 1c................... 76
4.42 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 1d................... 77
4.43 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 2a................... 77
4.44 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 2b................... 77
4.45 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 2c................... 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR TABEL
2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep.............................. 16
4.1 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1a ......... 51
4.2 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1b ......... 52
4.3 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1c ......... 53
4.4 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1d ......... 53
4.5 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2a ......... 54
4.6 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2b ......... 54
4.7 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2c ......... 55
4.8 Gaya Belajar Siswa yang Diduga Mengalami Miskonsepsi........... 57
4.9 Tabel Hasil Validasi Data Siswa Gaya Belajar Visual................... 125
4.10 Tabel Hasil Validasi Data Siswa Gaya Belajar Auditorial............ 128
4.11 Tabel Hasil Validasi Data Siswa Gaya Belajar Kinestetik............ 130
4.12 Tabel Karakter Miskonsepsi dalam hal Limit Kiri dan Kanan..... 132
4.13 Tabel Karakter Miskonsepsi dalam hal Bentuk Limit Fungsi....... 135
4.14 Tabel Karakter Miskonsepsi dalam Pemahaman Teorema Limit.. 138
4.15 Tabel Karakter Miskonsepsi Gaya Belajar Siswa.......................... 140
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Obsevasi....................................................................... 145
2. Catatan Lapangan Observasi I..................................................... 148
3. Catatan Lapangan Observasi II................................................... 151
4. Catatan Lapangan Observasi II................................................... 154
5. Kisi-Kisi Angket Gaya Belajar.................................................... 157
6. Validasi Isi Angket Gaya Belajar................................................ 158
7. Kisi-Kisi Angket Gaya Belajar (Setelah Validasi Isi)................. 172
8. Hasil Uji Konsistensi Internal Angket......................................... 177
9. Angket Gaya Belajar Siswa......................................................... 184
10. Kisi-Kisi Tes Limit Fungsi........................................................... 187
11. Tes Konsepsi Limit Fungsi........................................................... 189
12. Instrumen Tes............................................................................... 192
13. Lembar Validasi Butir Soal.......................................................... 195
14. Hasil Data Tes Limit Fungsi........................................................ 198
15. Lembar Jawab Subjek Penelitian I............................................... 200
16. Lembar Jawab Subjek Penelitian II............................................. 201
17. Lembar Jawab Subjek Penelitian III............................................ 203
18. Lembar Jawab Subjek Penelitian IV............................................ 205
19. Lembar Jawab Subjek Penelitian V.............................................. 207
20. Lembar Jawab Subjek Penelitian VI............................................ 209
21. Pedoman Wawancara.................................................................... 211
22. Transkrip Wawancara.................................................................... 212
23. Triangulasi Data Gaya Belajar Visual........................................... 243
24. Triangulasi Data Gaya Belajar Auditorial..................................... 260
25. Triangulasi Data Gaya Belajar Kinestetik..................................... 273
26. Surat-Surat Perijinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika adalah salah satu mata pelajaran di sekolah yang ada sejak
jenjang sekolah dasar. Mata pelajaran ini diberikan sejak jenjang sekolah dasar
bahkan sampai ke perguruan tinggi karena dianggap penting dan berguna di dalam
kehidupan manusia. Peran penting matematika diakui Cockcroft yang menulis “It
would be very difficult – perhaps impossible – to live a normal life in very many
parts of the world in the twentieth century without making use of mathematics of
some kind.” Yang berarti akan sangat sulit atau tidaklah mungkin bagi seseorang
untuk hidup di bagian bumi ini pada abad ke-20 ini tanpa sedikitpun
memanfaatkan matematika (Shadiq, 2007).
Delapan belas tahun lalu, National Research Council (NRC) dari
Amerika Serikat juga telah menyatakan pentingnya matematika dengan
pernyataan “Mathematics is the key to opportunity”, yang berarti matematika
adalah kunci ke arah kesempatan. Masih menurut NRC, jika seorang siswa
berhasil dalam mempelajari matematika maka pintu karir yang cemerlang akan
terbuka. Bagi para warga negara, matematika akan menunjang pengambilan
keputusan yang tepat. Bagi suatu negara, matematika akan menyiapkan warganya
untuk bersaing dan berkompetisi di bidang ekonomi dan teknologi (Shadiq,2007).
Namun di sisi lain, kenyataan di kelas menunjukkan bahwa banyak siswa
yang kurang bahkan tidak berhasil mempelajari mata pelajaran bergengsi tersebut,
termasuk di negara kita sendiri. Pada umumnya tinggi rendah mutu pendidikan
matematika di Indonesia dilihat dari nilai siswa pada ujian nasional. Mutu
pendidikan matematika di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan
dengan pelajaran–pelajaran yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil ujian
nasional. Demikian juga hasil ujian nasional mata pelajaran Matematika di kota
Surakarta, hampir setiap tahun Matematika seringkali dianggap sebagai batu
sandungan bagi kelulusan siswa. Pada tahun ajaran 2010/2011 siswa sekolah
menengah atas di Surakarta yang tidak lulus mencapai 2,34% (Dapodik Surakarta,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
2011). Meskipun persentase tersebut tidak terlalu besar tetapi apabila dihitung
dalam banyak siswa, persentase ini mencapai ratusan siswa.
Salah satu guru di SMA Negeri 3 Surakarta menyatakan bahwa bagi
siswa di sekolah tersebut, matematika juga masih dianggap sebagai mata pelajaran
yang sulit saat ujian nasional. Padahal SMA Negeri 3 merupakan salah satu SMA
favorit di Surakarta dan juga termasuk dalam kategori SMA terbaik di Indonesia.
Menurutnya, hal ini dikarenakan ada beberapa materi yang kurang dikuasai
dengan baik oleh siswa. Salah satu materi pokok yang kurang dikuasai adalah
limit fungsi.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) juga mencatat pada ujian
nasional tahun ajaran 2010/2011, siswa SMA Negeri 3 Surakarta, penguasaan
materi pokok limit fungsi tidak mencapai hasil yang maksimal. Pada materi pokok
limit fungsi hanya mencapai 58,68%, padahal untuk materi pokok lain angkanya
mencapai 80-90% (BSNP,2011).
Menurut guru tersebut, penguasaan materi pokok yang kurang baik ini
dikarenakan penguasaan konsep para siswa yang kurang baik serta banyak siswa
yang salah dalam memahami konsep. Hal ini ditunjukkan salah satunya pada
jawaban ulangan siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran
2010/2011, siswa salah dalam memahami konsep materi pokok tersebut. Siswa
salah dalam memahami konsep limit kanan dan kiri suatu fungsi.
Nurul Karimah juga mengemukakan bahwa salah satu penyebab
kegagalan dalam pembelajaran matematika adalah siswa tidak paham konsep
matematika atau siswa salah dalam memahami konsep matematika (miskonsepsi).
Kebanyakan kesalahan konsep yang dialami siswa dibawa dari jenjang pendidikan
sebelumnya, sehingga mengakibatkan kesalahan konsep yang berkesinambungan
pada jenjang pendidikan yang lebih lanjut (Republika, 2008).
Dahar mengatakan bahwa “Banyak murid atau mahasiswa gagal atau
tidak memberi hasil yang baik dalam pelajarannya karena mereka tidak
mengetahui cara-cara belajar yang efisien dan efektif, mereka kebanyakan hanya
mencoba menghafal pelajaran dan memasukan ilmu tanpa ada penyaringan
terlebih dahulu, sehingga tidak paham benar konsep urutannya” (Abdusyisakir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
2007). Padahal matematika bukan materi untuk dihafal, melainkan memerlukan
penalaran dan pemahaman yang lebih. Akibatnya jika diberi tes atau evaluasi,
siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal, walaupun bentuk soal
tersebut hampir sama dengan soal yang pernah dipelajarinya.
Seperti telah diketahui, matematika merupakan disiplin ilmu yang
mempunyai karakteristik tertentu bila dibandingkan dengan disiplin-disiplin ilmu
lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa matematika itu berkenaan
dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dengan
penalaran yang bersifat deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar
konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.
Konsep serta pengetahuan seseorang terus menerus dibangun kembali
dan berkembang seiring dengan bertambahnya pengalaman orang tersebut
(Suparno, 1997). Seperti pernyataan tersebut, siswa haruslah memiliki dasar untuk
membangun pengetahuan berikutnya, yaitu suatu konsep yang telah dimiliki
sebelumnya secara tepat. Apabila siswa tidak mampu memahami salah satu
konsep dengan baik, tentu saja akan berpengaruh pada konsep selanjutnya yang
berkaitan.
Departemen Pendidikan Nasional Indonesia dalam Permendiknas nomor
22 tahun 2006 menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran matematika di SD, SMP,
SMA, dan SMK adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep
atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
Ini ditetapkan dengan harapan bahwa penanaman konsep dapat dibangun terus-
menerus dari jenjang dasar sampai menengah atas.
Berbagai karakteristik yang dimiliki oleh siswa mempengaruhi siswa
dalam pemahaman konsep suatu materi pokok. Salah satu karakteristik siswa
tersebut adalah gaya belajar siswa. Gaya belajar merupakan cara yang cenderung
dipilih sesorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses suatu
informasi. Setiap siswa pasti memiliki gaya belajarnya masing–masing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Gaya belajar berpengaruh kepada cara belajar siswa, yang mana akan
menentukan cara belajar yang lebih efektif. Tentu saja dengan cara belajar yang
lebih efektif dapat membantu menangkap dan mengerti suatu materi pelajaran.
Mengenali gaya belajar sendiri, belum tentu membuat seseorang menjadi lebih
pandai, tetapi menjadi tahu bagaimana memanfaatkan kemampuan belajar secara
maksimal, sehingga hasil dalam pemahaman suatu materi dapat lebih optimal
(Joko Susilo,2006).
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan mengenai konsepsi sangatlah
menarik bagi penulis, sehingga ingin mengkaji lebih lanjut mengenai miskonsepsi
–miskonsepsi yang dialami siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta dengan
tinjauan gaya belajar yang dimiliki oleh siswa. Dengan mengetahui kesalahan
siswa dalam memahami konsep yang lebih sederhana dan melakukan perbaikan
maka akan memperkecil kemungkinan siswa mengalami kesalahan dalam
memahami konsep yang lebih kompleks.
B. Batasan Masalah
Agar penelitian dapat dilakukan secara optimal serta menghindari ruang
lingkup penelitian yang terlalu luas, maka penulis memberikan suatu fokus
(batasan) . Batasan masalah meliputi sebagai berikut :
1. Penelitian ini dilakukan mengenai miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas
XI IPA Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Surakarta yaitu pada materi
pokok limit fungsi.
2. Penelitian ini ditinjau dari salah satu karakateristik siswa yaitu gaya belajar
siswa yang meliputi gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah tersebut maka
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah karakter miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas XI IPA SMA
Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 dalam materi pokok limit fungsi
ditinjau dari gaya belajar yang dimiliki siswa?
2. Apakah penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas XI IPA SMA
Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 dalam materi pokok limit fungsi
ditinjau dari gaya belajar yang dimiliki siswa?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan karakter miskonsepsi dan mengetahui penyebab miskonsepsi
yang terjadi pada siswa dalam materi pokok limit fungsi yang ditinjau dari gaya
belajar pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2011/2012.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, calon guru dan
siswa pada umumnya. Manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1). Bagi Guru
Memberikan informasi kepada guru karakter miskonsepsi siswa dalam
materi pokok limit fungsi dan juga penyebab miskonsepsi ditinjau dari
gaya belajar siswa.
2). Bagi Calon Guru
Memberikan informasi kepada calon guru karakter miskonsepsi siswa
dalam materi pokok limit fungsi dan juga penyebab miskonsepsi ditinjau
dari gaya belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
3). Bagi Siswa
Siswa mengetahui di mana letak kesalahan konsep yang mereka alami
dalam pelajaran matematika, khususnya materi pokok limit fungsi serta
mengetahui penyebab miskonsepsi yang siswa lakukan.
4). Bagi Peneliti Lain
Dengan hasil penelitian ini, dapat menjadi sumber atau referensi untuk
penelitian tentang cara menyusun model-model pembelajaran yang
didasarkan pada jenis-jenis kesalahan konsep yang dilakukan oleh siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A.Tinjauan Pustaka
1. Belajar Matematika
a. Pengertian Belajar
Merumuskan definisi mengenai belajar yang memadai bukanlah suatu
pekerjaan yang mudah. Karena itulah definisi yang kita jumpai banyak sekali,
antara pendapat ahli yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan. Perbedaan
pendapat ini dikarenakan latar belakang pandangan maupun teori yang dipegang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:17), belajar adalah
berusaha memperoleh kepandaian, ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Belajar adalah suatu proses yang berlangsung dari keadaan tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak trampil menjadi trampil, dari belum cerdas menjadi
cerdas, dari sikap belum baik menjadi bersikap baik, dari pasif menjadi aktif, dari
tidak teliti menjadi teliti, dan seterusnya (Purwoto,2003).
Cronbach di dalam bukunya Educational Phsychology menyatakan
bahwa, learning is shown by a change in behaviour as a result of experience
(Suryabrata,1998). Selanjutnya masih menurut Cronbach, belajar yang sebaik–
baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar
mempergunakan pancainderanya.
Skinner mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Hitzman
mendefinisikan belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme
(manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi
tingkah laku organisme tersebut. Sedangkan menurut Chaplin, ada dua pengertian
belajar yaitu: (1) belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman, (2) belajar adalah proses
memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus (Syah, 2005).
Dari definisi-definisi sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses yang membawa perubahan tingkah laku dalam diri
individu yang relatif tetap disebabkan oleh pengalaman dalam proses interaksi
dengan lingkungan sehingga memiliki suatu kecakapan baru.
b. Pengertian Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 723) dinyatakan bahwa,
“Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan
prosedural operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan”.
Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan
tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak
didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya
ke dalil. Matematika timbul karena olah pikir manusia yang berhubungan dengan
ide, proses, dan penalaran matematika yang terdiri atas 4 kawasan yang luas, ialah
aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis (Purwoto, 2003).
Menurut Johnson dan Myklebust, matematika adalah bahasa simbolis
yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif
dan keruangan sedang fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.
Matematika juga adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap suatu
masalah yang dihadapi manusia, atau cara menggunakan informasi, menggunakan
pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan aturan tentang
menghitung, dan yang paling penting untuk memikirkan dalam diri manusia itu
sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan (Abdurahman,
2003)
R.Soedjadi (2000) mengemukakan beberapa definisi mengenai
matematika sebagai berikut.
1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematis.
2. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan.
4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah
tentang ruang dan bentuk.
5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan yang ketat.
Perlu diketahui bahwa tidak terdapat pengertian tunggal tentang
matematika yang telah disepakati, tetapi dapat dilihat adanya ciri-ciri khusus atau
karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum, yaitu:
1. memiliki objek kajian abstrak, meliputi fakta, konsep, operasi maupun relasi,
dan prinsip,
2. bertumpu pada kesepakatan,
3. berpola pikir deduktif,
4. memiliki simbol yang kosong dari arti,
5. memperhatikan semesta pembicaraan,
6. konsisten dalam sistemnya.
(R. Soedjadi, 2000)
c. Belajar Matematika
Belajar matematika lebih menekankan pada aktivitas dalam dunia rasio
(penalaran). Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia
dalam dunianya secara empiris, kemudian diproses di dalam dunia rasio, diolah
secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga
sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.
Obyek langsung dalam matematika adalah fakta, keterampilan, konsep,
dan aturan. Adapun hierarki dalam belajar matematika adalah: (1) untuk
mempelajarinya tidak boleh sembarangan, tetapi harus memperhatikan adanya
prasyarat dan (2) setelah siswa memahami fakta, keterampilan, konsep, dan
aturan, objek ini harus dihafalkan pula. Selain itu, siswa harus hafal simbol,
notasi, definisi, aturan, prosedur, rumus, dalil, dan lain-lainnya agar penggunaan
dalam pemecahan masalah baru dapat lancar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Konsep
a. Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 588), konsep adalah: 1. ide
atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa yang konkrit; 2. gambaran
mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan
oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.
Menurut Karl Haberlandt (1997), “Concepts are fundamental units of
through”. Kembali menurut Karl Haberlandt, konsep membantu kita
mengorganisasi banyak objek, peristiwa, dan hubungan dalam dunia fisik dan
mental. Konsep juga mewujudkan pengetahuan tentang objek yang tidak
digambarkan secara nyata (abstrak). Winkel berpendapat bahwa
konsep/pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang
memiliki ciri-ciri yang sama (1996).
Rosser dalam Ratna Wilis Dahar (1989) mengemukakan “Konsep adalah
suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian kegiatan
atau hubungan-hubungan yang mewakili atribut-atribut yang sama”(hlm 80).
Untuk itu Rosser dalam Ratna Wilis Dahar (1989) memberikan definisi atas
konsep bahwa suatu konsep terdiri dari beberapa komponen konsep sebagai
berikut :
1. Nama konsep, nama ini perlu untuk berkomunikasi dengan orang lain.
2. Atribut-atribut, kriteria, dan variabel konsep. Kriteria dari suatu konsep adalah
ciri-ciri konsep yang digunakan untuk membedakan antara contoh-contoh dan
noncontoh sehingga dapat ditentukan apakah suatu obyek merupakan suatu
contoh dari konsep atau bukan, sedangkan atribut variabel konsep adalah ciri-
ciri yang mungkin berbeda antara contoh-contoh tanpa mempengaruhi inklusi
dalam kategori konsep itu.
3. Definisi konsep, merupakan pernyataan dari semua atribut kriteria dari konsep.
4. Contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh digunakan untuk pengembangan
konsep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
5. Hubungan konsep dengan konsep lain pada sebagian besar konsep-konsep, kita
dapat mengembangkan hierarki dari konsep-konsep yang berhubungan yang
memperlihatkan bagaimana suatu konsep terkait pada konsep-konsep yang
lain.
Mulyono Abdurahman menyatakan bahwa konsep menunjuk pada
pemahaman dasar. Siswa mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu
mengklasifikasikan/mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat
mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu, misalnya antara
konsep segitiga dan non segitiga (2003).
Menurut Robert E Slavin konsep adalah suatu abstrak yang digeneralisasi
dari contoh–contoh spesifik (2008). Sedangkan menurut Soejadi, konsep adalah
ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan
sekumpulan obyek (2000). Memes mendefinisikan konsep sebagai suatu ide atau
gagasan yang digeneralisasi dari pengalaman manusia dengan beberapa peristiwa
benda dan fakta (2000).
Menurut Berg (1988), konsep adalah abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang
mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan manusia untuk
berpikir. Sebuah konsep tertentu diperlukan sebagai alat komunikasi antar
manusia dan sebagai sesuatu yang dapat dipikirkan oleh manusia. Nama untuk
suatu konsep sangat diperlukan dalam komunikasi antar ilmuwan untuk
menyatakan kelompok benda atau peristiwa yang bisa disebutkan dalam satu kata,
kata majemuk atau simbol khusus yang menggantikan sederetan kalimat. Sebuah
konsep dapat digunakan untuk mewujudkan suatu yang belum (kurang) konkret
menjadi lebih konkret.
Moh. Amien dalam Salirawati (2010,13) mendefinisikan konsep yang
dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan bentuk dan karakternya sebagai berikut.
1. Konsep Klasifikasional
Bentuk konsep yang didasarkan pada klasifikasi fakta-fakta ke dalam
bagan-bagan yang terorganisir untuk menerangkan suatu obyek atau gejala.
Contoh : Garis tinggi segitiga (t) adalah garis yang ditarik dari satu titik sudut
dan tegak lurus sisi seberangnya. Segitiga selalu memiliki tiga garis tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2. Konsep Kolerasional
Konsep yang dibentuk dari kejadian-kejadian khusus yang saling
berhubungan atau observasi yang terdiri dari dugaan. Konsep ini terdiri dari
suatu dimensi yang menyatakan adanya hubungan antara 2 variabel yang
dirumuskan dengan “jika...maka...”
Contoh : Jika koordinat P dalam koordinat kutub diketahui (r,Ө) maka dalam
bidang Cartesius koordinat P adalah (rcos Ө,rsin Ө).
3. Konsep Teoritikal
Konsep yang mempermudah penjelasan terhadap fakta atau kejadian-
kejadian dalam sistem yang terorganisir. Proses ini menyangkut proses
pengembangan mulai dari yang diketahui sampai yang belum diketahui.
Contoh : Luas segitiga adalah ½.a.t, dengan a adalah alas dan t adalah tinggi
segitiga.
Noehi Nasution (1992:15-16) membedakan konsep menjadi dua yaitu
konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Adapun penjelasannya
sebagai berikut.
1. Konsep konkret, adalah pengertian yang menunjukkan pada obyek –
obyek dalam lingkungan fisik, dia memberikan prestasi yang membuktikan
bahwa ia sudah mempunyai konsep yang tepat. Sebagai contoh : anak kecil
yang disuruh menaruh piring di bawah meja, tetapi kemudian menaruhnya di
atas meja, terbukti belum memiliki konsep konkret “di bawah”.
Konsep konkret diperoleh melalui pengamatan terhadap lingkungan
hidup yang berwujud nyata. Konsep ini mewakili golongan benda tertentu
seperti meja, kursi, pohon; benda – benda seperti di atas, di samping;
golongan perbuatan tertentu seperti duduk, mengangkat, dan menurun.
2. Konsep yang harus didefinisikan, adalah konsep yang mewakili realitas
hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan fisik,
karena realitas itu tidak berwujud dan tidak dapat diamati secara langsung.
Misalnya anak A adalah saudara sepupu anak B, ini merupakan suatu
kenyataan itu tidak dapat diketahui dengan mengamati anak A dan anak B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
saja. Kenyataan itu diberitahukan melalui penggunaan bahasa dan sekaligus
dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan “saudara sepupu”.
Dalam hal ini, konsep diajarkan melalui definisi karena kemungkinan
untuk menunjukkan dua orang bersaudara sepupu hanya dengan mengamati
dua orang itu saja tidak cukup. Misalnya, saudara sepupu adalah ”anak dari
paman atau bibi”, lingkaran ialah “garis, tertutup yang berbentuk bundar dan
memiliki jari – jari sama panjang”.
Dari beberapa pengertian yang sudah disebutkan, dapat disimpulkan
bahwa konsep adalah ide abstrak/gagasan yang merupakan generalisasi dari
peristiwa konkret serta menunjuk kepada pemahaman dasar yang dapat digunakan
untuk berkomunikasi, untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan
sekumpulan objek menurut atributnya, dan mewujudkan pengetahuan tentang
objek yang tidak digambarkan secara nyata (abstrak).
b. Belajar Konsep
Robert M Gagne (dalam Suparno, 2001) menyatakan bahwa belajar
konsep adalah kemampuan untuk mengidentifikasi stimulus sebagai anggota suatu
golongan (class) yang memiliki beberapa persamaan karakterisitik. Konsep ini
disebut konkret kalau memiliki sifat objek seperti warna, bentuk, struktur dan
sebagainya. Contoh lain adalah konsep segitiga, segiempat, biru, enam, datar,
lengkung. Juga pinggir, tengah, depan, yang menggambarkan kedudukan dalam
konteks tempat.
S. Nasution menyatakan, belajar konsep terjadi mungkin karena
kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia
sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang dapat melakukan
demikian akan tetapi sangat terbatas. Manusia dapat melakukannya tanpa batas
berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi (2005).
Dengan menggunakan konsep manusia dapat menggolongkan dunia
sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah,
dan sebagainya. Ia dapat menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga,
seperti bapak, ibu, paman, saudara, dan sebagainya. Penggolongan itu juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini kelakuan manusia tidak
dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk yang abstrak,
misalnya anak dapat kita suruh melakukan perintah, “ambil botol yang di tengah”.
Untuk mempelajari suatu konsep anak harus mengalami berbagai situasi
dengan stimulus tertentu. Dalam hal itu ia harus dapat mengadakan diskriminasi
untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep itu. Proses
belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur – angsur. Hasil
dari proses belajar konsep ini akan menghasilkan konsepsi – konsepsi tentang
obyek – obyek tertentu dalam pikiran anak.
Guru mempunyai peran penting dalam belajar konsep. Hill dan Ball
(dalam Carlos Zerpa dkk, 2009 : 70) menyatakan bahwa, “High levels of
conceptual understanding of fundamental mathematics are important to teach
mathematics to others with profound understanding”, artinya penguasaan konsep
tingkat tinggi pada pokok matematika sangat penting untuk mengajarkan
matematika kepada orang lain dengan pengertian yang lebih dalam.
Hill dan Ball (dalam Carlos Zerpa dkk, 2009 : 59) juga berpendapat
bahwa, “teachers need to have deep conceptual understanding of mathematics
they are teaching to their students and be able to illustrate to their students why
mathematical algorithms work and how these algorithms may be used to solve
problems in real life situations”. Maksudnya adalah bahwa guru perlu untuk
mempunyai penguasaan konsep secara mendalam tentang matematika yang
mereka ajarkan kepada murid–murid mereka, dan guru dapat mengilustrasikan
pada muridnya bagaimana suatu algoritma bekerja dan bagaimana algoritma
tersebut digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata.
Menurut Berg (1991: 11) dalam pembelajaran konsep, peserta didik
diharapkan dapat :
a. mendefinisikan konsep yang bersangkutan;
b. menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-
konsep yang lain;
c. menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang lain; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
d. menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya
untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan keempat kriteria tersebut dapat diketahui apakah peserta
didik sudah memahami konsep atau belum. Dengan kata lain, jika peserta didik
telah memahami suatu konsep, maka ia seharusnya memenuhi keempat kriteria
tersebut. Pada kenyataannya, tidak semua peserta didik memiliki pemahaman
yang sama tentang suatu konsep.
Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dari tiga aspek penilaian
matematika. Penilaian pada aspek konsep ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana siswa mampu menerima dan memahami konsep matematika yang telah
diterima oleh siswa. Untuk itu, Jatmiko (dalam Haditono, 1992) menyatakan
“pemahaman konsep adalah kemampuan menyerap arti dari materi yang meliputi
3 aspek”, yaitu :
1. Menerangkan sesuatu dengan kata-kata sendiri.
2. Mengenali sesuatu dengan menggunakan kata-kata yang berbeda dengan yang
ada di buku.
3. Menginterpretasikan atau menarik kesimpulan yang benar dan ilmiah.
Pemahaman konsep dapat diaplikasikan dalam sebuah soal, misalnya : “Tulislah
kembali perkalian 3 x 2 dalam penjumlahan berulang!”
Ada beberapa derajat pemahaman konsep yang dimiliki seseorang.
Derajat pemahaman konsep ialah tingkatan pemahaman siswa terhadap suatu
konsep. Derajat pemahaman siswa yang dikemukakan oleh Edmund A. Marek
(dalam Abraham, 1992:112) dapat digolongkan menjadi enam derajat pemahaman
seperti yang tertera dalam Tabel 2.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Tabel 2. 1 Pengelompokan Derajat Pemahaman Konsep
No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria
1. Tidak Memahami a. Tidak ada respon Tidak ada jawaban / kosong
b. Tidak memahami Menjawab “saya tidak tahu”
Mengulang pertanyaaan
Menjawab Pertanyaan
2. Miskonsepsi a. Miskonsepsi
Menjawab dengan
penjelasan tidak logis
b. Memahami sebagian
dengan miskonsepsi
Jawaban menunjukkan
adanya konsep yang
dikuasai tetapi ada
pertanyaan dalam jawaban
yang menunjukkan
miskonsepsi.
3. Memahami a. Memahami sebagian
Jawaban menunjukkan
hanya sebagian konsep
dikuasai tanpa adanya
miskonsepsi
b. Memahami konsep
Jawaban menunjukkan
konsep dipahami dengan
semua penjelasan benar
Dari uraian yang telah ada, dapat disimpulkan bahwa belajar konsep
bukanlah belajar definisi konsep, melainkan memperhatikan hubungan konsep
dengan konsep–konsep lainnya, dan kemudian menghubungkan konsep baru ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dalam struktur pengetahuan mereka. Sedangkan belajar konsep matematika adalah
memahami hubungan antar konsep dalam matematika yang tersusun secara
hierarkis.
3. Miskonsepsi
a. Pengertian Konsepsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:520) konsepsi diartikan
sebagai pemahaman, pengertian atau rancangan yang telah ada dalam pikiran.
Selain itu, konsepsi dapat diartikan sebagai ide atau pengertian seseorang
mengenai sesuatu benda / barang.
Konsepsi adalah pengertian atau tafsiran seseorang terhadap suatu
konsep tertentu dalam kerangka yang sudah ada dalam pikirannya dan setiap
konsep baru didapatkan dan diproses dengan konsep – konsep yang telah dimiliki
(Berg,1991:10). Pengertian lain dari konsepsi adalah konsep yang dimiliki
seseorang melalui penalaran, intuisi, budaya, pengalaman hidup atau yang lain.
Jadi dari beberapa pengertian di atas konsepsi dapat disimpulkan sebagai
pemahaman atau tafsiran seseorang dari suatu konsep ilmu yang telah ada di
dalam pikiran.
b. Pengertian Prakonsep
Berg (1991:10) menyatakan bahwa prakonsep adalah “konsepsi yang
dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan
pelajaran formal”. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini
kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Prakonsep siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar.
c. Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi (misconception) adalah terjadinya perbedaan konsepsi
seseorang dengan konsepsi para ahli. Biasanya perbedaan tersebut sulit untuk
diubah menjadi benar (Berg, 1991). Muncul miskonsepsi ini dilatarbelakangi
bahwa seseorang sebelum mengenal konsep yang benar mereka sudah mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
konsep sendiri yang terbentuk dari penalaran, intuisi, budaya atau yang lain.
Konsep yang dimiliki itu dipertahankan dan digunakan untuk menjelaskan gejala-
gejala yang ada di sekitarnya namun konsep tersebut berbeda dengan konsep yang
benar.
Apabila seorang siswa mengalami miskonsepsi, biasanya sulit untuk
menbangun kembali konsep-konsep yang benar dalam pemikiran siswa tersebut
(Berg, 1990). Sehingga miskonsepsi (misconception) dapat diartikan sebagai
kesalahpemahaman mengenai konsep suatu ilmu. Kadang-kadang juga disebut
dengan kesalah pengertian (misunderstanding) atau konsep alternatif.
Menurut Soedjadi, miskonsepsi timbul karena adanya prakonsepsi.
Prakonsepsi adalah konsep awal yang dimiliki seseorang tentang suatu obyek.
Konsep awal ini diperoleh seseorang dari pendidikan formal jenjang tertentu.
Konsep awal tentang suatu obyek yang dimiliki oleh seorang anak tidak mustahil
berbeda dengan konsep yang diajarkan sekolah tentang obyek yang sama.bukan
hal yang mengherankan jika konsep yang diterima di kelas satu tidak tepat sama
dengan yang diajarkan di kelas dua (tentang obyek yang sama). Dalam keadaan
itulah, prakonsepsi menjadi suatu miskonsepsi (2000).
Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak
sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam
bidang itu. Bentuknya berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar
antara konsep-konsep, gagasan intuitif, atau pandangan yang naif. Salah
pengertian dapat terjadi pada siswa atau seseorang yang sedang belajar
(Suparno:1988)
Arti miskonsepsi secara lebih rinci dikemukakan Fowler & Jaoude (1987),
yaitu miskonsepsi diartikan sebagai pengertian yang tidak akurat tentang konsep,
penggu-naan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan
konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkhis konsep-konsep yang tidak
benar.
Batasan – batasan lain mengenai miskonsepsi adalah apabila pemahaman
siswa terhadap suatu konsep berbeda dengan apa yang dipahami atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dimaksudkan oleh masyarakat ilmiah atau kurikulum termasuk di dalamnya buku
–buku acuan (Suhadi,1989).
Dari pengertian-pengertian yang telah disebutkan miskonsepsi dapat
diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau
pengertian yang diterima oleh para ilmuwan. Miskonsepsi didefinisikan sebagai
konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan, hanya dapat
diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya
serta tidak dapat digeneralisasi.
d. Penyebab Miskonsepsi
Menurut Ibnu Suhadi (1989), hal–hal yang menyebabkan terjadinya
miskonsepsi yang dikutip dari pendapat para ahli, yaitu :
1. sulitnya untuk ditinggalkan pemahaman siswa yang telah ada sebelumnya
atau prakonsepsi (terutama yang salah) yang mungkin diperoleh dari proses
belajar terlebih dahulu,
2. kurang tepatnya aplikasi konsep–konsep yang telah dipelajari,
3. penggunaan alat peraga yang tidak mewakili secara tepat konsep–konsep
yang digambarkan,
4. ketidakstabilan guru dalam menampilkan aspek–aspek esensial dari konsep
yang bersangkutan,
5. ketidakajegan guru dalam pemakaian istilah,
6. ketidakstabilan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lain
pada saat situasi yang tepat.
Selanjutnya Soejadi (1995) menyatakan bahwa terdapat 4 hal penyebab
miskonsepsi yaitu makna kata, aspek praktis, simplifikasi, dan gambar.
1. Makna Kata
Makna kata dapat merupakan sumber miskonsepsi. Contoh dalam salah
makna kata adalah pada kata “tinggi”, misalnya dalam pembelajaran seorang
guru bertanya “mengapa tinggi segitiga dapat dibuat dari sebarang titik
sudutnya, bukankah tinggi itu harus tegak?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2. Aspek Praktis
Miskonsepsi dapat terjadi karena tekanan aspek praktis. Seringkali hanya
memperhatikan aspek praktis tanpa memperhatikan konsepnya. Ini dapat
terjadi misalnya karena hanya mengutamakan nilai maka konsep 2 x 4
dipandang sama dengan 4 x 2.
3. Simplifikasi
Miskonsepsi dapat disebabkan oleh adanya simplifikasi atau
penyederhanaan dalam pembelajaran. Contoh yang terjadi misalnya adalah
pengertian garis tinggi yang ditarik dari puncak tegak lurus alas dan
perpanjangannya. Di sini konsep yang dikuasai siswa lebih sederhana daripada
konsep seharusnya.
4. Gambar
Miskonsepsi dapat muncul dari ilustrasi gambar. Ini dapat terjadi
misalnya dalam memperhatikan gambar diagram venn, beberapa guru SMA
mengatakan bahwa “bilangan cacah lebih banyak dari bilangan asli”.
Ada pun penyebab atau alasan yang dapat mengakibatkan siswa
mengalami miskonsepsi menurut Suparno (1998) dan Rosita (2005) adalah
sebagai berikut.
b. Bahasa sehari-hari siswa yang mempunyai arti lain dengan bahasa
matematika.
c. Beberapa intuisi siswa yang salah dan perasaan siswa mengakibatkan salah
pengertian dan seringkali membuat pemikiran siswa tidak kritis.
d. Siswa mengalami miskonsepsi jarang mengungkapkannya kepada guru
karena takut.
e. Beberapa guru jarang mendiskusikan dan bertanya kepada siswa untuk
mengatakan pengertian matematika mereka dengan kata-kata mereka sendiri.
f. Beberapa siswa yang tidak tertarik pada pembelajaran matematika, mereka
kurang memberi perhatian kepada penjelasan guru yang sedang menjelaskan
pengertian baru.
g. Tidak semua pelajaran matematika dapat menyajikan konsep-konsep
sederhana yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dari siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Sehingga konsepnya berkembang sendiri. Kadangkala walaupun ada materi
atau konsep yang berhubungan tidak diberikan oleh guru atau gurunya pun
tidak tahu.
h. Bahasa daerah yang kadang tidak sesuai dengan terjemahan aslinya.
i. Faktor budaya.
Miskonsepsi sebagai kesalahan pemahaman konsep yang disebabkan
oleh kesalahan konstruksi kognitif peserta didik itu sendiri merupakan salah satu
faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika. Namun jika ditelusuri
lebih lanjut, miskonsepsi dapat disebabkan oleh banyak hal. Paul Suparno (2005:
29) menyatakan secara garis besar ada lima kelompok penyebab terjadinya
miskonsepsi pada peserta didik, yaitu (1) peserta didik, (2) guru, (3) buku teks
pelajaran, (4) konteks, dan (5) metode mengajar.
e. Identifikasi Miskonsepsi
Dalam menangani miskonsepsi yang dipunyai siswa kiranya perlu
diketahui lebih dahulu konsep – konsep alternatif apa saja yang dipunyai siswa
dan darimana mereka mendapatkannya. Dengan demikian, kita dapat memikirkan
bagaimana mengatasinya. Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa bila tidak
segera diketahui dan diidentifikasi serta diatasi maka akan mengganggu dalam
penguasaan konsep selanjutnya, apalagi konsep selanjutnya terkait dengan konsep
yang dipelajari sebelumnya.
Identifikasi miskonsepsi diartikan sebagai suatu cara yang dilakukan
untuk mendeteksi belajar siswa yang diperkirakan mengalami kesalahan
pemahaman konsep, dalam hal ini konsepsi siswa berbeda dengan para ahli.
Banyak cara untuk menentukan, mengidentifikasi dan mendeteksi
terjadinya miskonsepsi kimia pada peserta didik, dapat melalui (1) peta konsep
(concept map), (2) tes (pilihan ganda maupun esai), (3) wawancara diagnosis, (4)
diskusi dalam kelas. Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan,
biasanya seorang peneliti atau guru dalam memilih mempertimbangkan
kemampuan, tujuan, waktu, tenaga, biaya, dan kemudahan dalam menyusun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
instrumen dan menerapkannya, termasuk kemudahan menganalisis hasil deteksi
tersebut.
(1). Peta konsep
Peta konsep (concept map) adalah bagan yang menunjukkan hubungan
antar konsep atau gagasan-gagasan pokok dari suatu materi ajar yang disusun
secara hierarkis dan memberikan gambaran yang lebih lengkap (Liliasari dkk,
1998: 2.3).
(2). Tes pilihan ganda atau esai
Tes pilihan ganda merupakan bentuk instrumen yang paling banyak
digunakan dan dikembangkan oleh peneliti dalam mendeteksi terjadinya
miskonsepsi pada peserta didik. Seperti penelitian Amir, et al. (1987) yang
menggunakan tes pilihan ganda dengan alasan terbuka. Peserta didik harus
menjawab dan menjelaskan mengapa ia menjawab seperti itu. Jawaban yang
salah digunakan sebagai bahan tes selanjutnya.
Tes esai tertulis merupakan bentuk instrumen pendeteksi miskonsepsi
yang memerlukan kecermatan dalam melihat jawaban peserta didik. Tahap-
tahap jawaban yang diberikan peserta didik harus secara teliti dicermati agar
dapat diketahui secara pasti pada bagian mana telah terjadi miskonsepsi.
Biasanya tes esai tertulis disertai wawancara untuk melihat lebih jauh
terjadinya miskonsepsi.
(3).Wawancara diagnosis
Selain sebagai pelengkap dari bentuk instrumen pendeteksi miskonsepsi,
wawancara diagnosis juga dapat berdiri sendiri sebagai teknik untuk
mengungkap terjadinya miskonsepsi pada peserta didik. Pedoman wawancara
dapat berbentuk bebas atau terstruktur. Pedoman wawancara bentuk bebas
hanya berisi pertanyaan inti yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh
pewawancara sendiri ketika di lapangan dengan urutan pertanyaan yang tidak
kaku (dapat dibolak-balik). Pedoman wawancara terstruktur berisi pertanyaan
yang tersusun secara urut dan lengkap. Dengan adanya kecanggihan teknologi
informasi dan komunikasi saat ini, maka wawancara akan lebih baik jika
disertai rekaman untuk melengkapi catatan langsung di lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
(4).Diskusi dalam kelas
Diskusi dalam kelas, terutama pada awal pembelajaran suatu konsep,
sebagai penjajagan terhadap konsep yang telah dimiliki peserta didik sangat
baik dilakukan guru. Hal ini berguna untuk menjajagi prakonsep dan konsepsi
yang dimiliki mereka, sehingga pendeteksian terjadinya miskonsepsi dapat
diketahui secara dini.
Tes diagnostik dapat digunakan sebagai instrumen untuk
mengidentifikasi dan mengklasifikasi miskonsepsi. Menurut Suharsimi (1995:31),
tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan–
kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan–kelemahan tersebut dapat
dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Tes diagnostik menjaring informasi
tentang mengapa siswa menjawab salah pada soal. Perhatian lebih dipusatkan
pada jawaban yang salah terutama pada konsepsi siswa dan usaha menemukan
sebab–sebab siswa sampai memberikan yang salah itu.
Ada beberapa cara tes diagnostik antara lain dengan tes obyektif
beralasan atau tes uraian. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tes uraian
karena dari hasil tes uraian akan tampak kesalahan–kesalahan konsep yang
menyebabkan jawaban siswa tidak benar sehingga dari jawaban–jawaban siswa
tersebut dapat dianalisis berbagai miskonsepsi dalam hal ini mengenai materi limit
fungsi.
4. Gaya Belajar
Setiap orang ditakdirkan berbeda, tak terkecuali dalam bagaimana
seseorang belajar. De Porter dan Hernacki (1999 :110 - 112) merumuskan bahwa
gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan
kemudian mengatur serta mengolah informasi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Winkel (1996:147) yang menyatakan
bahwa gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa. Cara khas ini
bersifat individual yang kerapkali tidak disadari dan sekali terbentuk dan
cenderung bertahan terus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pengertian gaya belajar adalah
cara belajar siswa dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi sebagai
indikator yang bertindak relatif stabil untuk siswa merasa saling berhubungan dan
bereaksi terhadap lingkungan belajar.
Setiap individu memiliki gaya belajar yang berlainan. Bagi seorang guru,
sangat penting mengetahui gaya belajar siswanya sehingga cara mengajarnya
dapat mencapai hasil yang lebih maksimal dengan menyesuaikangaya belajar
siswanya. Siswa perlu mengetahui gaya belajarnya, hal ini akan memudahkan
siswa untuk belajar. Siswa akan dapat belajar dengan baik dan hasil belajarnya
baik, apabila ia mengerti gaya belajarnya.
De Porter dan Hernacki (1999:112-113) menggolongkan gaya belajar
berdasarkan cara menerima informasi dengan mudah (modalitas) ke dalam tiga
tipe yaitu gaya belajar tipe visual, tipe auditorial, dan tipe kinestetik. Berikut ini
pembahasan mengenai tiga tipe gaya belajar.
1. Gaya Belajar Visual
Ciri–ciri siswa yang bertipe visual dapat dirangkum sebagai berikut.
a. Perilaku rapi, teratur, teliti terhadap detail.
b. Lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar.
c. Mengingat dengan asosiasi visual.
d. Lebih suka membacakan daripada dibacakan
e. Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika
ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.
2. Gaya belajar Auditorial
Ciri–ciri siswa yang bertipe auditorial dapat dirangkum sebagai berikut.
a. Mudah terganggu oleh keributan
b. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
c. Dapat mengulang kembali atau menirukan nada dan birama, dan warna
suara.
d. Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
e. Mempunyai masalah dengan pekerjaan – pekerjaan yang bersifat
visualisasi, seperti memotong bagian - bagian sehingga sesuai satu sama
lain.
3. Gaya belajar Kinestetik
Ciri–ciri siswa yang bertipe kinestetik dapat dirangkum sebagai berikut.
a. Selalu berorientasi pada fisik, banyak gerak
b. Berbicara dengan perlahan
c. Belajar melalui manipulasi dan praktek
d. Menyukai buku–buku yang berorientasi pada plot dengan mencerminkan
aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
e. Ingin melakukan segala sesuatu
Pada umumnya, siswa memiliki satu dari ketiga gaya belajar tersebut.
Namun, tidak semua orang harus masuk ke dalam salah satu klasifikasinya.
Walaupun demikian, kebanyakan kita cenderung dominan salah satu tipe gaya
belajar tertentu. Umumnya siswa belum mengenal persis gaya belajar yang
dimilikinya sehingga mereka belum dapat menerapkannya secara optimal.
Pemanfaatan sumber belajar matematika, cara memperhatikan pembelajaran
matematika di kelas, serta cara mudah bagi siswa untuk berkonsentrasi penuh saat
belajar dapat digunakan untuk mengenal gaya belajar matematika.
5. Materi Pokok Limit Fungsi
a. Definisi Limit Fungsi Aljabar
Kata limit berasal dari bahasa Inggris, berarti mendekati. Sesuai dengan
kata mendekati, jika dikatakan bahwa x mendekati 2, artinya nilai x itu hanya
mendekati nilai 2 tetapi tidak pernah bernilai 2. Untuk mempermudah
perhitungan,kata “mendekati” dinyatakan dengan simbol “ → ”
Ada dua macam definisi mengenai limit yaitu secara intuitif dan formal.
Secara intuitif, limit fungsi dapat diartikan sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Misalnya f suatu fungsi dalam variabel x dan L adalah bilangan real.
Diartikan untuk x mendekati a (ingat x≠a), nilai f(x) mendekati L
Secara formal, limit fungsi didefinisikan sebagai berikut :
diartikan untuk setiap bilangan >0 seberapa pun kecilnya, terdapat
sebuah bilangan sedemikian rupa sehingga jika 0< |x-a|< , berlaku |f(x)-L| < .
Suatu fungsi dikatakan mempunyai limit di titik a jika dan hanya jika
limit dari kiri dan dari limit kanan bernilai sama. Limit dari kiri maksudnya adalah
nilai pendekatan f(x) untuk x bergerak mendekati limitnya melalui nilai–nilai yang
membesar (melalui nilai–nilai x<a). Untuk mempermudah penulisan, x yang
mendekati a dari kiri x→a- dan x yang mendekati a dari kanan, x→ a
+ . Jadi dapat
disimpulkan sebagai berikut.
b. Bentuk – bentuk limit Fungsi Aljabar
Bentuk : limit fungsi f : x → f(x) ; di mana x → a , a 0
Bentuk : limit fungsi f : x → f(x) ; di mana x → 0
Bentuk : limit fungsi f : x→ f(x) ; di mana x → ∞
c. Penentuan Nilai Limit Fungsi Aljabar
1. Penentuan nilai Limit Fungsi Bentuk f : x → f(x) ; di mana x→ a , a 0
Misalkan f(x) memiliki nilai limit untuk x→a, nilai limitnya dapat
ditentukan dengan cara sebagai berikut :
a) Substitusi
Misalkan fungsi f terdefinisi di setiap nilai x bilangan real, nilai limit
fungsinya sama dengan nilai fungsinya. Untuk memperoleh nilai
limitnya, dengan cara mensubstitusikan secara langsung ke dalam
fungsi tersebut. Dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika f (a) = c, maka axfax
)(lim
Jika f (a) = 0
c, maka
)(lim xf
ax
Jika f (a) = c
0, maka 0)(lim
xf
ax
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
b) Mengalikan dengan faktor sekawan
Limit fungsi yang ditentukan nilainya dengan mengalikan faktor
sekawan mengandung tanda akar. Oleh karena itu, pengalian dengan
faktor sekawan dimaksudkan untuk menghilangkan tanda akar sehingga
perhitungan lebih sederhana. Beberapa bentuk faktor sekawan yang
sering dipakai dalam menentukan limit fungsi diantaranya adalah
sebagai berikut :
1) (x-a) faktor sekawan dari (x+a) dan sebaliknya
2) faktor sekawan dari dan sebaliknya.
3) faktor sekawan dari dan sebaliknya
4) faktor sekawan dari dan sebaliknya
2. Penentuan nilai Limit Fungsi Bentuk f : x→f(x) ; di mana x→∞
Definisi limit suatu fungsi di titik tak hingga
Secara intuitif,
Lxf
x
)(lim
Berarti untuk x mendekati ∞, tetapi x≠∞, maka nilai f(x) mendekati L
Secara konsep matematis,
Lxfx
)(lim
Apabila bilangan positif yang sangat kecil, ada sebuah bilangan positif M
yang memenuhi kondisi berikut.
LxfMx )(
Bentuk limit fungsi aljabar yang variabelnya mendekati tak berhingga,
diantaranya:
)(
)(lim
xg
xf
x
dan )()(lim xgxfx
Untuk menentukan nilai limit dari bentuk-bentuk tersebut, dapat dilakukan
cara-cara sebagai berikut.
a. Membagi dengan pangkat tertinggi
Cara ini untuk mencari nilai)(
)(lim
xg
xf
x . Caranya dengan membagi f(x) dan
g(x) dengan pangkat yang tertinggi dari n yang terdapat pada f(x ) atau g (x).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
b. Mengalikan dengan faktor sekawan
Cara ini digunakan untuk menyelesaikan )()(lim xgxfx
. Jika kita
diminta menyelesaikan )()(lim xgxfx
maka kita harus mengalikan
[f(x)+g(x)] dengan )]( )( [
)]( )([
xgxf
xgxf
sehingga bentuknya menjadi:
)()(lim~
xgxfx
.)]( )( [
)]( )([
xgxf
x g xf
=
)( )(
)]( [)]( [22
xgxf
xgxf
x
~lim
atau sebaliknya.
d. Limit Fungsi trigonometri
Rumus limit fungsi trigonometri:
a. Limit fungsi sinus
1. 1sin
lim0
x
x
x
2. 1sin
lim0
x
x
x
3. 1sin
lim0
ax
ax
x →
b
a
bx
ax
x
sinlim
0
4. 1sin
lim0
ax
ax
x →
b
a
bx
ax
x
sinlim
0
b. Limit fungsi tangens
1. 1tan
lim0
x
x
x
2. 1tan
lim0
x
x
x
3. 1tan
lim0
ax
ax
x →
b
a
bx
ax
x
tanlim
0
4. 1tan
lim0
ax
ax
x →
b
a
bx
ax
x
tanlim
0
e. Penentuan Limit Fungsi Bentuk tak Tentu
1. Limit fungsi bentuk 0/0
Jika f(x) = (x-a).h(x)
g(x) = (x-a).k(x)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Maka: )(
)(lim
)(
)(lim
)()(
)()(lim
)(
)(lim
ak
ah
xk
xh
xkax
xhax
xg
xf
axaxaxax
2. Limit Fungsi di Tak Kehinggaan
Jika diketahui bentuk limit di tak kehinggaan sebagai berikut:
R + …+s+rx +qxpx
+ …+d +cx +bxaxm-m-
n-n-n
x m
21
21
lim
Maka:
1. R= 0 jika n<m
2. R=
jika n=m
3. R= ∞ jika n>m
f. Teorema Limit
Teorema limit yang akan disajikan berikut ini yang sangat berguna dalam
menangani hampir semua masalah limit. Misalkan n bilangan bulat positif, k
sebuah konstanta dan f, g adalah fungsi-fungsi yang mempunyai limit di a
maka:
1. kkax
lim
2. axax
lim
3. kax
lim f (x) = kax
lim f (x)
4. ax
lim [f (x) ± g (x)] = ax
lim f (x) ± ax
lim g (x)
5. ax
lim [f (x) . g (x)] = ax
lim f (x) . ax
lim g (x)
6. )(lim
)(lim
)(
)(lim
xg
xf
xg
xf
ax
ax
ax
, di mana
axlim g(x) ≠ 0
7. ax
lim [f (x) ]n = [
axlim f (x)]
n
8. nax
n
axxfxf )(lim)(lim
di mana
axlim f (x) 0 untuk n bilangan genap
axlim f (x) ≤ 0 untuk n bilangan ganjil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
B. Penelitian yang Relevan
1. Wulandari Retno Astuti dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi
Kesalahan Memahami Konsep Persamaan dan Pertidaksamaan Kuadrat pada
Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Ajaran 2005 / 2006 ”.
Dari Penelitian yang telah dilakukan, maka mendapatkan beberapa hasil
yaitu dari hasil observasi kelas ditemukan bahwa interaksi siswa dengan guru
masih belum maksimal, yaitu siswa tidak berusaha bertanya pada guru ketika
belum mengerti mengenai konsep, tetapi memilih bertanya pada temannya.
Demikian pula guru yang tidak berusaha memancing siswa untuk bertanya.
Kemudian ditemukan ada 7 kesalahan pemahaman konsep yang dialami siswa,
yaitu kesalahan memahami konsep himpunan penyelesaian pertidaksamaan
kuadrat berdasarkan sketsa grafik fungsi, hubungan antara dua fungsi, rumus
jumlah dan hasil kali akar – akar, diskriminan, faktor, rumus menyusun
persamaan kuadrat, dan sketsa grafik fungsi kuadrat.
2. Yautamawati dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesalahan dalam
Menyelesaikan Soal Limit Fungsi pada Siswa Kelas II SMU Muhammadiyah 5
Surakarta Tahun Pelajaran 2002/2003”
Dalam penelitian yang telah dilakukan mendapatkan hasil sebagai
berikut.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat keseriusan dari : (1) Kesalahan
Konsep tergolong sedang, (2) Kesalahan Sistematis tergolong sedang, (3)
Kesalahan Strategi tergolong sangat rendah dan (4) Kesalahan Hitung
tergolong sangat rendah.
Adapun faktor penyebab dari : (1) Kesalahan Konsep, yaitu : (a)
lemahnya pemahaman konsep : limit barisan, limit kiri dan kanan, limit fungsi
dan menentukan nilai limit fungsi trigonometri dan (b) kelupaan ; (2)
Kesalahan Sistematis, yaitu: (a) kurangnya penguasaaan materi prasyarat, (b)
kelupaan, (c) kurangnya pemahaman tentang teknik penyelesaian soal, (d)
kurangnya latihan soal yang bervariasi dan (e) kurangnya pengetahuan dasar
matematika (simbol-simbol matematika); (3) Kesalahan Strategi, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
kurangnya latihan soal yang bervariasi; (4) Kesalahan Hitung, yaitu: (a)
kurangnya ketelitian dan kecermatan, (b) kelupaan, (c) kurangnya konsentrasi
dalam mengerjakan soal dan (d) kurangnya pemahaman konsep dalam
berhitung.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran mengenai materi pokok limit fungsi yang pertama kali
adalah dimulai dalam proses belajar mengajar di kelas. Dalam proses pembelajran
tersebut, guru menanamkan suatu konsep baru mengenai limit fungsi. Guru
memulainya dengan memberikan definisi mengenai limit fungsi itu sendiri,
kemudian dilanjutkan dengan berbagai bentuk limit suatu fungsi, dan memberikan
bagaimana cara menentukan limit suatu fungsi di titik yang telah ditentukan.
Tentu saja, sebelum pembelajaran mengenai limit fungsi ini siswa telah
diberikan materi prasyarat yang harus dipenuhi sebelum mempelajari limit fungsi.
Materi prasyarat tersebut antara lain, penentuan nilai suatu fungsi, berbagai
macam bentuk fungsi, seperti fungsi linear, kuadrat, polinomial, trigonometri, dan
eksponen, beserta grafiknya. Dengan demikian, siswa tidak mengalami kesulitan
dalam penanaman konsep yang baru mengenai limit fungsi tersebut.
Walaupun pembelajaran mengenai limit fungsi ini pertama kali dimulai
dari kelas, bukan berarti semua siswa baru pertama kali mendengar mengenai
materi pokok ini. Bahkan siswa mungkin saja, telah belajar sendiri dengan
membaca pada buku atau referensi yang lain. Dengan adanya hal ini, siswa telah
memiliki prakonsep mengenai materi pokok ini.
Siswa yang telah menerima materi pokok limit fungsi ini, tentu saja akan
memiliki suatu konsepsi mengenai hal ini. Siswa memberikan pengertian atau
tafsiran di dalam kerangka yang ada di dalam pikirannya. Konsepsi ini terbentuk
melalui penalaran dan juga intuisinya setelah proses pembelajaran berlangsung,
siswa juga memproses konsep baru yang mereka dapatkan dengan konsep–konsep
yang telah dimiliki sebelumnya.
Konsepsi yang dimiliki setiap siswa mengenai konsep yang baru
belumlah tentu sama. Berbagai karakteristik siswa dapat mempengaruhi siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dalam penanaman konsep, salah satunya ialah gaya belajar yang dimiliki masing–
masing siswa. Dengan tipe gaya belajar siswa yaitu visual, auditorial, dan
kinestetik akan mempengaruhi siswa dalam cara mereka belajar suatu konsep.
Dalam pemahaman suatu konsep ada tiga derajat yaitu siswa benar-
benar memahami konsep, siswa salah dalam memahami konsep (miskonsepsi),
dan siswa sama sekali tidak memahami konsep. Adanya penambahan konsep baru
sekaligus penggabungan konsep baru dengan konsep awal yang sudah dimiliki
siswa, keterbatasan intelektual, bahkan penyampaian konsep dari guru yang
belum sesuai dengan konsep para ahli, akan menyebabkan miskonsepsi pada diri
siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakter miskonsepsi
siswa pada materi pokok limit fungsi dan menganalisis penyebab miskonsepsi
yang dilakukan siswa ditinjau dari gaya belajar. Gambar 2.1 berikut merupakan
bagan prosedur penelitian yang dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 2.1 Prosedur penelitian yang dilakukan
Observasi
kelas Siswa +guru
Data
Obsevasi
Karakter
dan
Penyebab
Miskonsepsi
Tes
diagnostik
siswa
Angket
Gaya
Belajar
Gaya Belajar
Kinestetik
Gaya Belajar
Audtorial
Miskonsepsi
Paham Konsep
Tidak Paham
Konsep
Gaya Belajar
Visual
Stop
Stop
Wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Deskripsi Latar
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3
Surakarta. SMA Negeri 3 Surakarta terletak di Jl. Prof. W.Z.Yohanes 58
(Kerkop), Surakarta. Penelitian dilakukan di kelas XI IPA 3, pemilihan kelas ini
didasarkan beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut antara lain karena kelas
XI IPA 3 cukup mengalami permasalahan yang sesuai dengan yang ada dalam
penelitian serta peneliti telah beberapa kali memasuki kelas tersebut sehingga
telah mengerti suasana dan keadaan kelas.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada Januari sampai dengan Maret 2012.
Adapun kegiatan yang akan dilakukan dibagi menjadi tiga tahap yaitu :
a. Tahap Pra Lapangan
Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan–kegiatan permohonan pembimbing,
survey, pengajuan proposal penelitian, pembuatan permohonan ijin penelitian
di SMA Negeri 3 Surakarta.
Pengajuan judul : 9 Desember 2011
Pembuatan proposal : 10 Desember 2011 – 15 Januari 2012
Revisi proposal : 15 Januari 2012 – 30 Januari 2012
Perijinan : 30 Januari 2011– 3 Februari 2012
b. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan pengambilan data. Pengambilan
data ini dilakukan pada tanggal 4 Februari-31 Maret 2012.
Observasi Kelas : 4 Februari 2012- 21 Februari 2012
Pelaksanaan tes : 22 Maret 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Penyebaran angket : 30 Maret 2012
Wawancara : 9 April 2012 – 16 April 2012
c. Tahap Pengolahan,Analisis Data, dan Penyusunan Laporan
Pada tahap ini penulis melakukan penyusunan laporan dan konsultasi dengan
pembimbing. Tahap ini dimulai pada tanggal 17 April 2012 sampai selesai.
3. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3
Surakarta yang mengalami miskonsepsi dalam materi pokok limit fungsi. Pada
penelitian ini, penentuan subjek penelitian tidak menggunakan sampel acak tetapi
menggunakan sampel bertujuan (purposive sampling), yaitu sampel diambil tidak
ditekankan pada jumlah, melainkan ditekankan pada kekayaan informasi anggota
sampel sebagai sumber data. Cara pengambilan sampel didasarkan pada
karakteristik tertentu yang dimiliki sampel sesuai dengan tujuan penelitian karena
sampel tidak dimaksudkan untuk generalisasi.
Moleong berpendapat bahwa maksud pengambilan sampel dalam
penelitian kualitatif adalah untuk menjaring informasi sebanyak mungkin dari
berbagai macam sumber (2007). Sedangkan Miles dan Huberman mengemukakan
penarikan sampel tidak hanya meliputi keputusan–keputusan tentang orang–orang
mana yang akan diamati atau diwawancarai, tetapi juga mengenai latar–latar,
peristiwa–peristiwa, dan proses–proses sosial. Kajian situs kualitatif menuntut
pemfokusan ulang dan penggambaran ulang tentang parameter–parameter kajian
selama penelitian lapangan tetapi sejumlah seleksi awal masih tetap diperlukan.
Kerangka konseptual dan permasalahan penelitian menentukan fokus dan batasan
di mana sampel akan dipilih (2007).
Pada penelitian ini, pengambilan sampel berdasarkan hasil tes diagnostik
yang telah dikerjakan siswa, siswa yang terpilih adalah siswa yang melakukan
kesalahan dalam pemahaman konsep, serta disesuaikan dengan gaya belajar yang
telah diketahui dari angket gaya belajar yang juga telah diisi oleh siswa.
Berdasarkan hal tersebut, ditentukan enam subjek penelitian sebagai sampel di
kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, maka bentuk
penelitian ini adalah penelitian kualitatif, sedangkan strategi penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggunakan
observasi, wawancara, atau angket mengenai keadaan objek yang sedang diteliti
sekarang. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata–kata tertulis
atau lisan dari orang–orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2007).
Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang
bernaksud memahami fenomena–fenomena yang terjadi pada obyek penelitian
misalnya perilaku dan motivasi, selanjutnya data–data yang terkumpul
dideskripsikan dalam bentuk kata–kata dan bahasa serta dengan memanfaatkan
metode alamiah. Dalam penelitian kualitatif, metode yang biasa dimanfaatkan
adalah metode wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen (2007).
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang memiliki ciri–ciri yaitu
mempunyai latar alamiah (konteks dari suatu keutuhan), manusia sebagai alat/
instrumen, menggunakan metode penelitian kualitatif, analisis data secara
induktif, penyusunan teori substantif berasal dari data, bersifat deskriptif, lebih
mementingkan proses daripada hasil, adanya kriteria khusus untuk keabsahan
data, desain bersifat sementara dan hasil penelitian merupakan kesepakatan
bersama (Moleong, 2007).
Dalam penelitian ini, tidak ada hipotesis dan data yang dihasilkan adalah
data deskriptif yang berupa kata–kata tertulis atau lisan. Pengambilan data
menggunakan metode observasi, tes, dan wawancara. Data yang diperoleh akan
dideskripsikan atau diuraikan kembali kemudian akan dianalisis.
C. Sumber Data
Data kualitatif lebih merupakan wujud kata–kata daripada angka-angka.
Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan kokoh,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
serta memuat penjelasan tentang proses–proses yang terjadi dalam lingkup
setempat (Miles dan Huberman, 1992).
Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah
kata–kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
(Moleong, 2000).
Sumber data pada penelitian ini, berupa catatan lapangan yang diperoleh
dari hasil kegiatan observasi selama proses belajar mengajar berlangsung dengan
materi pokok limit fungsi, data hasil tes siswa berupa miskonsepsi - miskonsepsi
pada materi pokok limit fungsi, dan hasil wawancara mengenai miskonsepsi yang
dialami siswa dan penyebab miskonsepsi siswa pada materi pokok limit fungsi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan untuk
memperoleh data dalam penelitian. Metode pengumpulan data adalah usaha sadar
untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematik dengan prosedur
terstandar. Oleh karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif maka kedudukan
peneliti ialah sebagai instrumen penelitian (Arikunto,1996). Moleong
mengemukakan bahwa insrumen penelitian di sini dimaksudkan sebagai alat
mengumpulkan data seperti tes pada penelitian kualitatif (2007).
Metode yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Metode observasi
Observasi atau pengamatan adalah cara pengumpulan data di mana
peneliti (orang yang ditugasi) melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian
sehingga subyek tidak tahu dia sedang diamati (Budiyono,2003). Seperti
diungkapkan oleh Guba dan Lincoln, banyak alasan mengapa pengamatan
dilakukan dalam penelitian antara lain pengamatan merupakan alat yang ampuh
untuk mengetes kebenaran, dengan pengamatan memungkinkan melihat dan
mengamati sendiri, mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan
pengetahuan proposional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data,
dan mampu memahami situasi yang rumit (Moleong, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Metode observasi pada penelitian ini untuk mengamati kegitan
pembelajaran matematika pada materi pokok limit fungsi. Hal–hal yang diamati
yaiu kegitan guru selama mengajar, kegiatan siswa selama proses belajar
mengajar, dan lingkungan belajar siswa.
2. Metode Tes
Metode tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah
pertanyaan–pertanyaan atau suruhan–suruhan kepada subyek penelitian
(Budiyono,2003). Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa tes adalah
serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat, yang dimiliki oleh
individu atau kelompok (1996).
Di dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes uraian untuk
mengetahui penyelesaian siswa dalam suatu masalah sehingga diketahui
miskonsepsi siswa pada materi pokok limit fungsi.
Dalam menyusun instrumen tes ini dilakukan uji validitas isi. Menurut
Budiyono (2003) suatu instrumen valid menurut validitas isi apabila isi instrumen
tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang
akan diukur.
Untuk instrumen ini, supaya tes mempunyai validitas isi, harus
diperhatikan hal-hal berikut:
(1) Tes harus dapat mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai
ditinjau dari materi yang telah diajarkan.
(2) Penekanan materi yang akan diujikan harus seimbang dengan penekanan
materi yang telah diajarkan.
(3) Materi pelajaran untuk menjawab soal-soal ujian sudah pernah dipelajari dan
dapat dipahami oleh orang yang mengerjakan tes.
Untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi yang
tinggi atau tidak, biasanya dilakukan melalui experts judgement (penilaian yang
dilakukan oleh para pakar) dan semua kriteria disetujui (ada salah satu yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
disetujui maka instrumen tersebut belum valid, artinya butir yang tidak disetujui
tersebut harus direvisi atau dibuang).
3. Metode Angket
Metode angket adalah cara pengumpulan data melalui pengajuan
pertanyaan–pertanyaan tertulis kepada subyek penelitian, responden, atau sumber
data dan jawabannya diberikan pula secara tertulis (Budiyono, 2003).
Di dalam penelitian ini, metode angket yang digunakan adalah metode
angket langsung. Metode angket langsung yaitu metode angket yang jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan diperoleh langsung dari subyek penelitian tanpa melalui
perantara. Metode angket ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai
gaya belajar dari subyek penelitian.
Angket gaya belajar siswa tersebut dikatakan baik jika memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
a) Validitas Isi
Supaya angket gaya belajar siswa mempunyai validitas isi, maka harus
diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
(1) Butir-butir angket sudah sesuai dengan kisi-kisi angket
(2) Kesesuaian kalimat dengan Ejaan Yang Disempurnakan
(3) Kalimat pada butir-butir angket mudah dipahami siswa sebagai responden
(4) Ketetapan dan kejelasan perumusan petunjuk pengisian angket
Untuk menilai apakah instrumen angket respon siswa tersebut mempunyai
validitas isi, penilaian ini dilakukan oleh para pakar atau validator (experts
judgment) dan semua kriteria disetujui (ada salah satu yang tidak disetujui
maka instrumen tersebut belum valid, artinya butir yang tidak disetujui tersebut
harus direvisi atau dibuang).
b) Konsistensi Internal
Uji konsistensi internal yang digunakan dalam angket gaya belajar siswa
menggunakan rumus korelasi produk momen Karl Pearson.
Untuk menghitung konsistensi internal untuk tiap butir ke-i digunakan rumus
korelasi produk momen dari Karl Pearson sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Dengan:
rxy = indeks konsistensi internal untuk butir ke-i
n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen)
X = skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba)
Y = total skor (dari subjek uji coba)
Jika terdapat n buah butir, maka akan dilakukan penghitungan sebanyak n kali.
Apabila indeks konsistensi internal untuk butir ke-i kurang dari 0,3 maka butir
tersebut harus dibuang dan tidak digunakan dalam pengukuran.
c) Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini, untuk uji reliabilitas digunakan rumus Alpha, sebab skor
butir angket bukan 0 dan 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto
(1996) yang menyatakan bahwa, “Rumus Alpha digunakan untuk mencari
reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal
bentuk uraian”.
Adapun rumus Alpha yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Dengan
= koefisien reabilitas tes
= banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
1 = bilangan konstan
= jumlah varian skor dari tiap-tiap butir item
= varian total
Menurut Budiyono (2003) tidak ada ketentuan baku mengenai batas reliabilitas
yang harus dimiliki sebuah instrumen, tetapi biasanya diambil nilai 0,70. Ini
berarti instrument yang memiliki reliabilitas 0,70 atau lebih dapat dipakai
untuk melakukan pengukuran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
4. Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang diajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban
pertanyaan itu (Moleong,2007). Budiyono mengungkapkan bahwa metode
wawancara (disebut pula interview) adalah cara pengumpulan data yang dilakukan
melalui percakapan antara peneliti (orang yang ditugasi) dengan subyek penelitian
atau responden atau sumber data (2003). Dalam hal ini pewawancara
menggunakan percakapan sedemikian hingga yang diwawancara bersedia terbuka
mengeluarkan pendapatnya.
Metode wawancara pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui
beberapa hal yang berkaitan dengan miskonsepsi yang dilakukan siswa dalam
menyelesaikan soal limit fungsi. Wawancara dilakukan pada siswa yang
mengalami miskonsepsi pada jawaban tes uraian, serta diberikan beberapa kasus
atau masalah yang berbeda tetapi sepadan dengan masalah yang ada di tes
diagnosis untuk memperoleh penjelasan apakah yang menjadi penyebab
miskonsepsi tersebut.
E. Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data perlu dilakukan untuk memperoleh data
yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka peneliti
melakukan pemeriksaan keabsahan data. Teknik yang digunakan dalam
pemeriksaan keabsahan data akan dilakukan melalui teknik triangulasi data.
Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu (Moleong,2007).
Pada penelitian ini, teknik yang digunakan adalah triangulasi data
menurut metode. Triangulasi data menurut metode berarti membandingkan dan
mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui metode
yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong, 2007). Triangulasi data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dilakukan dengan membandingkan data hasil data hasil tes dan wawancara untuk
memeriksa keabsahan data karakter miskonsepsi, kemudian membandingkan data
observasi dan data hasil wawancara untuk penyebab miskonsepsi.
F. Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif sehingga data yang telah
terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan analisis data non statistik. Teknik
analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Analisis
data kualitatif adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong,2007). Selanjutnya
Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci
usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide)
seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan
pada tema dan hipotesis itu (Moleong, 2007).
Menurut Miles dan Huberman, analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/ verifikasi data (1992).
Tiga alur kegiatan tersebut diuraikan sebagai berikut.
a. Reduksi Data
Reduksi data didefinisikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis data yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian
rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
Reduksi data sebenarnya telah dilakukan pada saat pemilihan masalah,
penentuan sampel dan dalam menentukan teknik pengumpulan data. Reduksi
akan terus berlanjut pada saat pengumpulan data hingga penyusunan laporan
penelitian selesai. Data kualitatif dapat direduksi melalui beberapa cara,
misalnya seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat dan
menggolongkannya dalam suatu pola yang lebih luas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
b. Penyajian Data
Penyajian data dapat diartikan sebagai sekumpulan informasi (data)
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data dapat berupa kalimat yang sistematis,
matriks, grafik, tabel atau bagan. Dengan melihat penyajian-penyajian akan
dapat dipahami apa yang sedang terjadi dan harus dilakukan.
c. Penarikan Kesimpulan
Pada dasarnya sejak awal, peneliti mulai mencari arti pola-pola,
penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan
proposisi sehingga didapatkan suatu kesimpulan awal yang masih bersifat
umum dan belum begitu jelas. Kesimpulan akhir merupakan keadaan dari yang
belum jelas kemudian meningkat sampai pada pernyataan yang telah memiliki
landasan kuat.
Kesimpulan akhir mungkin tidak muncul hingga pengumpulan data
berakhir. Penarikan kesimpulan berkaitan dengan besarnya kumpulan catatan
lapangan, pengkodean, penyimpanan dan kecakapan peneliti. Apabila ada data
baru akan mengubah kesimpulan sementara sehingga segera melakukan
perbaikan data yang diperoleh. Hal ini terus dilakukan sampai seluruh data
dikumpulkan.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah sekumpulan langkah secara urut dari awal
hingga akhir yang digunakan dalam penelitian agar penelitian berjalan lancar dan
sistematis. Adapun prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Pembuatan proposal penelitian
Setelah judul disetujui oleh pembimbing, peneliti menyusun proposal
penelitian dan diajukan kepada pembimbing kemudian merevisinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
2. Melakukan perijinan ke lembaga terkait
Peneliti mengajukan permohonan ijin ke SMA Negeri 1 Surakarta untuk
mengadakan try out angket gaya belajar dan SMA Negeri 3 Surakarta untuk
mengadakan penelitian.
3. Pembuatan instrumen tes
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah butir- butir soal tes,
angket gaya belajar, dan butir-butir pertanyaan wawancara. Semua instrumen
yang digunakan dalam penelitian diajukan kepada pembimbing terlebih dahulu
kemudian setelah disetujui, diajukan kepada validator untuk memeriksa
kevalidan dari instrumen tersebut. Untuk angket gaya belajar diujicobakan (Try
out) kepada siswa kelas XI IPA 6 SMA Negeri 1 Surakarta untuk validasi butir
soal.
4. Pelaksanan Penelitian
a. Observasi
Observasi yang dilakukan adalah observasi pada saat proses belajar
mengajar berlangsung.
b. Memberikan tes uraian kepada siswa materi pokok limit fungsi
c. Melakukan penyebaran angket gaya belajar kepada siswa yang diduga
mengalami miskonsepsi.
d. Melakukan wawancara kepada siswa
Wawancara terdiri atas 3 tahap,yaitu :
a) Menentukan subjek wawancara
b) Melaksanakan wawancara
c) Mencatat hasil wawancara
5. Validasi Data
Validasi data dilakukan dengan triangulasi data yaitu dengan membandingkan
data hasil observasi, data hasil tes, dan data hasil wawancara.
6. Analisis Data
Analisis data meliputi 3 kegiatan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
a. Reduksi data
b. Penyajian data
c. Penarikan Kesimpulan
7. Penyusunan laporan penelitian
Penyusunan laporan yaitu, penyusunan laporan awal, mengkonsultasikan
dengan dosen pembimbing, perbaikan/revisi laporan awal, penyusunan laporan
akhir dan penggandaan laporan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. DESKRIPSI LOKASI / OBYEK PENELITIAN
Penelitian dilakukan di SMA Negeri 3 Surakarta. SMA Negeri 3
Surakarta ini memiliki 2 gedung sekolah, yaitu gedung sekolah pertama untuk
kelas program akselerasi dan gedung sekolah kedua untuk program Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Gedung sekolah pertama terletak di Jalan
R.E.Martadinata 143 Surakarta dan gedung sekolah kedua terletak di Jl. Prof.
W.Z.Yohanes 58 (Kerkop), Surakarta. Untuk penelitian ini sendiri, dilakukan di
gedung sekolah yang kedua.
Luas tanah yang dimiliki sekolah ini adalah 5.250 m2 . Gedung sekolah
memiliki 30 ruang kelas yang masing–masing memiliki luas (8 x 9) m2. Selain itu,
ruangan lain yang ada di area gedung sekolah antara lain ruang kepala sekolah,
ruang guru, ruang koperasi, ruang UKS, ruang OSIS, ruang agama, ruang tata
usaha, ruang perpustakaan, kantin, ruang laboratorium, dan masjid. Sekolah ini
berada di sekitar pemukiman penduduk, jadi lingkungan sekitarnya adalah sebuah
perkampungan. Lalu lintas di sekitar sekolah tidak terlalu ramai karena tidak
langsung di tepi jalan besar sehingga suasana sekolah cukup kondusif untuk
proses belajar mengajar.
Untuk program RSBI, SMA Negeri 3 Surakarta membuka sepuluh kelas
X, sepuluh kelas XI yang terdiri dari tujuh kelas IPA dan empat kelas IPS, serta
sepuluh kelas XII yang terdiri dari tujuh kelas IPA dan empat kelas IPS pula.
Untuk setiap kelas berisi rata- rata 30 sampai 35 siswa. Hal ini dimaksudkan agar
proses pembelajaran yang efektif. Selain itu, setiap ruang kelas memiliki fasilitas
yang sama yaitu papan tulis (whiteboard), meja dan kursi siswa, meja dan kursi
guru, speaker, LCD, dan pendingin ruangan (AC). Adanya fasilitas yang lengkap
ini pun juga dimaksudkan untuk menunjang proses belajar mengajar. Seperti
sekolah pada umumnya, setiap kelas diampu oleh satu guru wali kelas. Hubungan
antara guru dengan siswa di sekolah ini dapat dikatakan baik karena hubungan
antara keduanya terjalin dengan akrab.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
B. DESKRIPSI TEMUAN PENELITIAN
1. Deskripsi Data Observasi
Observasi dilakukan di kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta selama 3
kali dengan jumlah siswa 30 orang yang terdiri dari 16 siswa putra dan 14 siswa
putri. Observasi proses belajar mengajar di kelas dilakukan terhadap cara guru
mengajar, kegiatan siswa, dan lingkungan belajar (sarana dan alat belajar) pada
materi pokok limit fungsi.
a. Observasi terhadap guru mengajar
1) Kegiatan Pendahuluan
Guru selalu mengawali pelajaran dengan mengucapkan salam, apabila
pelajaran matematika ada pada jam pertama guru selalu mengajak berdoa.
Setelah itu, guru memberitahu kepada siswa materi pokok apa yang akan
dipelajari. Di awal pelajaran, guru selalu menunggu suasana kelas kondusif
terlebih dahulu dengan maksud agar semua siswa dapat memperhatikan
secara penuh.
Apersepsi dilakukan guru saat akan mengenalkan definisi limit fungsi
dengan memberikan suatu ilustrasi yaitu penerapan dalam fisika, ini juga
dipakai guru untuk memotivasi siswa. Guru kemudian mengawali konsep
limit kiri dan kanan dengan memanfaatkan tabel nilai fungsi. Apersepsi
seperti ini hanya dilakukan pada pertemuan awal. Pada pertemuan berikutnya,
guru hanya cenderung bertanya kepada siswa sampai mana materi
sebelumnya. Apabila tidak ada pertanyaan dari siswa, guru akan melanjutkan
materi lagi, tanpa mengingatkan kembali materi sebelumnya. Guru tidak
banyak mengaitkan antar konsep. Guru lebih banyak mengerjakan soal-soal
bervariasi pada hand out yang disediakan untuk siswa.
Guru memberitahu mengenai manfaat lain selain penerapan fisika yang
digunakan dalam apersepsi, seperti penentuan kecepatan, percepatan,
kemiringan suatu garis, dan lain–lain. Hal ini dilakukan untuk menambah
motivasi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
2) Kegiatan Inti
Guru menggunakan metode ceramah (ekspositori) selama mengajar
materi pokok limit fungsi ini. Guru juga menerapkan metode diskusi
kelompok saat siswa diberikan kesempatan untuk mengerjakan secara
mandiri hand out yang mereka miliki.
Selama mengajar materi pokok ini, guru tidak menggunakan media
apapun yang tersedia di dalam kelas seperti LCD yang sebenarnya bisa
digunakan dalam penyampaian materi. Guru menggunakan hand out yang
disusun sendiri olehnya. Guru juga tidak banyak menggunakan buku
pedoman yang dimiliki siswa untuk membahas materi. Hand out ini disusun
untuk satu kali pertemuan atau untuk satu sub materi pokok. Hand out ini
berisi soal-soal bervariasi mengenai materi pokok limit fungsi baik berupa
pilihan ganda atau isian.
Dalam awal penyampaian materi pokok limit fungsi guru memberikan
definisi limit secara matematis. Guru menuliskannya di papan tulis, namun
sayang tidak banyak penjelasan akan konsep ini, karena guru merasa siswa
tidak mampu memahami apabila definisi ini dijelaskan secara detail. Jadi,
konsep secara matematis ini hanya untuk pengetahuan siswa saja.
Guru lebih menjelaskan definisi limit secara intuisi. Guru menjelaskan
bagaimana suatu fungsi mempunyai nilai limit atau tidak dengan definisi ini.
Penjelasan konsep seperti ini, hanya dilakukan pada pertemuan awal saat
menyampaikan definisi limit.
Guru tidak menghubungkan konsep definisi limit ini dengan konsep saat
menentukan nilai limit dalam berbagai bentuk limit fungsi. Setelah guru
mengenalkan berbagai bentuk limit fungsi, guru cenderung menyampaikan
teknik–teknik yang digunakan untuk menentukan limit seperti faktorisasi,
mengalikan dengan faktor sekawan, pembagian dengan variabel pangkat
tertinggi untuk bentuk tak hingga, serta manipulasi aljabar. Guru lebih
memperhatikan bagaiamana agar siswa dapat mahir dalam penyelesaian
berbagai soal sesuai prosedur hitung limit fungsi. Oleh karena itu, guru dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
menyampaikan materi dengan langsung mengaplikasikan berbagai bentuk
soal.
Saat guru menjelaskan bagaimana menyelesaikan suatu soal, guru selalu
mengambil beberapa contoh soal dari hand out dengan tipe yang berbeda.
Dalam penjelasan, guru melibatkan siswa dengan memberi pertanyaan
sebagai “pancingan” agar dapat mengikuti teknik atau prosedur yang
digunakan. Untuk soal lainnya diserahkan kepada siswa untuk dikerjakan
secara mandiri dengan berdiskusi dengan teman–temannya.
Saat siswa berdiskusi dengan teman–temannya, guru selalu berkeliling
kelas, melihat bagaimana siswanya berdiskusi untuk menyelesaikan soal–
soal yang ada. Guru bersedia menjawab setiap kali siswa mengalami
kesulitan dalam menyelesaikannya. Guru memperhatikan setiap kelompok
diskusi dan memeriksa setiap pekerjaan mereka. Dari situlah guru mengetahui
siswa mana yang sudah paham, belum paham, atau tidak paham sama sekali.
Jika ada kesalahan guru juga mau memberitahu kepada siswanya. Selain itu,
guru juga mengecek kemampuan siswa dalam memahami materi dengan cara
memberikan kesempatan siswa untuk maju ke depan menuliskan jawabannya
serta menjelaskan kepada teman–temannya.
3) Kegiatan Penutup
Pada kegiatan penutup, guru sering membagikan hand out kepada siswa
yang akan digunakan untuk pertemuan berikutnya. Dengan membagikan
hand out kepada siswa, guru sekaligus memberitahu materi apa yang akan
dipelajari pada pertemuan berikutnya.
Guru tidak memberikan evaluasi khusus tiap kali pertemuan seperti
pengadaan post test atau kuis. Guru memberikan penilaian kepada siswa yang
aktif selama proses pembelajaran berlangsung.
Pekerjaan rumah juga tidak sering diberikan, hanya setiap hand out yang
diberikan belum selesai dikerjakan, maka siswa disuruh melanjutkan di
rumah. Untuk pembahasan pekerjaan ini, dilakukan pada pertemuan
berikutnya dan yang dibahas adalah bagian yang ditanyakan atau yang sulit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
lalu dibahas bersama dalam kelas. Guru menutup pelajaran dengan
mengucapkan salam dan ucapan terima kasih kepada siswa.
b. Observasi terhadap siswa saat Proses Belajar Mengajar
Sebagian besar siswa kelas XI IPA 3 mengikuti proses belajar mengajar
dengan baik, mereka memperhatikan saat guru menjelaskan, hanya saja untuk
mengkondisikan mereka untuk siap mengikuti pelajaran itu cukup
membutuhkan waktu. Ada siswa yang mendengarkan penjelasan sambil
mencatatnya di buku catatan, dan ada yang mencatat materi setelah guru
menjelaskan. Namun, tetap saja ada yang sibuk dengan urusannya sendiri
yang tidak berhubungan dengan pelajaran, seperti mengobrol dengan teman,
mengerjakan tugas pelajaran lain, juga ada yang bermain internet selama
pelajaran berlangsung.
Siswa sudah memahami materi prasyarat seperti bagaimana menentukan
nilai suatu fungsi, ini ditunjukkan dengan siswa dapat menjawab pertanyaan
bagaimana nilai fungsi yang diajukan oleh guru. Siswa juga dapat membaca
tabel nilai fungsi yang dibuat oleh guru yang digunakan sebagai apersepsi limit
kanan dan limit kiri.
Respon yang diberikan siswa terhadap guru cukup bagus. Ini ditunjukkan
dengan selalu ada yang menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Siswa
juga aktif bertanya pada guru saat diberi kesempatan bertanya, tetapi sebagian
siswa lebih nyaman bertanya pada guru bukan di depan kelas, tetapi saat
melakukan diskusi dan guru mendekati mejanya.
Saat guru memberikan kesempatan untuk mereka berdiskusi, siswa
sangatlah antusias, mereka langsung memposisikan dirinya baik dengan
memutar kursi menghadap ke belakang atau samping untuk dapat berdiskusi
dengan teman yang ada di dekatnya. Waktu diskusi berlangsung, mereka
senang bercanda, tetapi pekerjaan mereka tetap dikerjakan.
Kesempatan untuk maju ke depan untuk mengerjakan soal, tidak disia–
siakan oleh mereka, walaupun tidak semua siswa mau untuk maju ke depan.
Saat memberi penjelasan tampak adanya kesalahan–kesalahan, seperti salah
dalam mengartikan simbol, salah hitung, dan juga salah konsep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Pada saat pelajaran berakhir, siswa beberapa kali diberikan rangsangan
untuk menyimpulkan materi yang mereka dapatkan.
2. Deskripsi Data Tes
Tes konsepsi mengenai materi pokok limit fungsi dikerjakan oleh 30
siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta. Dari hasil tes tersebut, didapatkan
data yaitu berupa jawaban tes yang telah dikerjakan siswa yang terdiri dari 18
siswa yang mengalami miskonsepsi, sedangkan 12 siswa yang lain adalah siswa
yang telah memahami konsep dan juga tidak memahami konsep. Data yang
dipakai dalam penelitian ini adalah jawaban siswa dari tes tersebut yang
mengandung miskonsepsi. Berikut disajikan tabel deskripsi dugaan miskonsepsi
yang dilakukan siswa pada jawaban tes konsepsi limit fungsi.
Tabel 4.1 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1a
Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek
1. Siswa mengalami kesalahan konsep eksistensi limit
suatu fungsi. Siswa menuliskan bahwa g(x) memiliki
nilai limit yaitu 2, dengan substitusi x=1 ke dalam
g(x)=1+x2.
Dari jawaban tersebut siswa salah dalam menentukan
fungsi yang digunakan untuk memeriksa nilai limit.
2. Siswa mengalami kesalahan konsep limit kiri dan limit
kanan. Siswa menuliskan bahwa g(x) memiliki nilai
limit yaitu 2, dengan substitusi x=1 dan x=-1 pada
g(x)= 1+x2.
Dari jawaban tersebut siswa salah dalam menentukan
fungsi dan pengambilan titik yang digunakan untuk
mencari nilai limit.
3. Siswa mengalami kesalahan konsep limit kiri dan limit
kanan. Siswa menuliskan bahwa g(x) tidak memiliki
nilai limit, dengan substitusi x=2 pada g(x)=x
2 dan x=-
27,29,9
5
22,1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
1.5 pada g(x)= 1+x2, tetapi mengganti limit x→1+x
2.
Dari jawaban tersebut siswa salah dalam menentukan
fungsi dan pendekatan yang digunakan untuk mencari
nilai limit.
4. Siswa mengalami kesalahan konsep limit kiri dan limit
kanan. Siswa menuliskan bahwa g(x) tidak memiliki
nilai limit, dengan substitusi x=1/2 pada g(x)=x dan
x=3 pada g(x)= 1+x2, tetapi mengganti limit x→1/2
dan x→3
Dari jawaban tersebut siswa salah dalam pendekatan
yang digunakan untuk mencari nilai limit.
5. Siswa mengalami kesalahan konsep limit kiri dan limit
kanan. Siswa menuliskan bahwa g(x) tidak memiliki
nilai limit, dengan menuliskan )1(lim
1g
x dan )1(lim
1g
x
Siswa mengalami kesalahan konsep limit kiri dan limit
kanan. Siswa tidak menuliskan lambang limit kiri dan
kanan secara benar.
6. Belum dapat teridentifikasi, apakah siswa mengalami
miskonsepsi atau tidak karena tidak menunjukkan
mana yang limit kanan dan mana yang limit kiri.
12
16,19,26
11, 23,14
Tabel 4.2 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1b
Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek
Belum dapat teridentifikasi apakah siswa mengalami
miskonsepsi, karena menuliskan ada nilai limit dengan
menghitung sesuai dengan prosedur hitung limit.
14,16,22,1,12,19,13,11,
26,25,28,5,
23,29,9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 4.3 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1c
Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek
1. Siswa mengalami kesalahan konsep limit
ketakhinggaan. Siswa menuliskan terdapat nilai limit
yaitu ∞, dengan menghitung sesuai prosedur hitung
limit.
Dari jawaban tersebut, siswa salah dalam menentukan
nilai limit.
2. Siswa mengalami salah konsep limit ketakhinggaan.
Siswa menuliskan ada limit yaitu 2, dengan menghitung
dengan teknik l’hopital.
Dari jawaban siswa tersebut, siswa salah dalam
menentukan nilai limit dan penerapan teknik yang
digunakan.
3. Siswa mengalami salah konsep limit bentuk tak hingga.
Siswa menuliskan tidak ada limit, dengan alasan
mengambil 2 titik yaitu 0.99999 dan 1.99999 dan
disubstitusi ke dalam fungsi.
Dari jawaban tersebut, siswa salah dalam memberikan
alasan mengenai limit bentuk tak hingga.
4. Belum diketahui secara pasti siswa mengalami
miskonsepsi atau tidak. Siswa tidak memberikan alasan
atau menghitung sesuai prosedur hitung limit.
1,22,12,25,5,9
13,19,16,11,
14,28
26
17,23
Tabel 4.4 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1d
Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek
1. Siswa mengalami salah dalam memahami konsep
limit di tak kehinggaan. Siswa menuliskan, ada nilai
limit yaitu 0, dengan menghitung sesuai prosedur
hitung limit, salah dalam menuliskan 1/∞.
5,11,12,26,16,
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Dari jawaban tersebut siswa salah dalam memahami
1/∞.
2. Siswa mengalami salah dalam memahami konsep
limit di tak kehinggaan. Siswa menuliskan, tidak ada
nilai limit karena hasilnya yaitu 0, dengan
menghitung sesuai prosedur hitung limit.
Dari jawaban tersebut siswa salah dalam memberikan
alasan adanya nilai limit.
3. Siswa mengalami salah dalam memahami konsep
limit di tak kehinggaan. Siswa menuliskan, ada nilai
limit yaitu ∞, dengan menghitung sesuai prosedur
hitung limit, dari jawaban tersebut, siswa salah dalam
memahami lambang ∞.
4. Belum dapat diketahui apakah siswa tersebut
mengalami miskonsepsi atau tidak. Siswa menuliskan
ada dan tidak ada limit tetapi tanpa alasan.
17,9
1,22
29,23,28,13,14
,19
Tabel 4.5 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2a
Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek
Belum dapat diidentifikasi apakah siswa mengalami
miskonsepsi atau tidak, mengenai pemahaman
teorema limit. Siswa hanya mensubstitusikan nilai
setiap limit ke dalamnya tanpa menjelaskan alasan
mengapa mengerjakan demikian.
5,11,12,26,16
20,27
17,9
1,22
27,29,23,28,13,14,19
Tabel 4.6 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2b
Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek
1. Siswa mengalami salah konsep pemahaman teorema
limit. Siswa menyatakan benar, dan memberi alasan
sudah sesuai dengan teorema limit yang ada.
5,11,12,26,16
1,22
27,23,28,13,14,19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Dari jawaban tersebut, siswa tidak memperhatikan
fungsi yang dimaksud.
2. Siswa mengalami salah konsep pemahaman teorema
limit. Siswa menyatakan benar menjawab dengan
alasan yang tidak logis.
17,9
Tabel 4.7 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2c
Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek
1. Siswa menghitung sesuai dengan prosedur hitung limit
namun pada baris yang akhir salah memberi
kesimpulan.
2. Siswa menghitung sesuai dengan prosedur hitung
namun salah dalam penggunaan teorema limit.
3. Tidak teridentifikasi karena langsung menjawab.
13,19,28
16,20
22,1,12,5,23
3. Deskripsi Data Angket Gaya Belajar Siswa
Dalam penelitian ini metode angket digunakan untuk mengumpulkan
data mengenai gaya belajar siswa. Jawaban-jawaban angket menunjukkan gaya
belajar matematika siswa. Angket gaya belajar siswa diberikan kepada siswa yang
diduga mengalami miskonsepsi yaitu sebanyak 18 siswa.
Langkah-langkah dalam penyusunan angket gaya belajar matematika
adalah sebagai berikut:
1. Membuat kisi-kisi angket.
2. Menyusun angket.
3. Memvalidasi isi butir angket.
4. Merevisi butir angket.
5. Mengadakan uji coba angket.
6. Menguji konsistensi internal dan reliabilitas angket.
7. Menentukan butir angket yang dapat digunakan.
Berdasarkan uji validitas isi yang dilakukan validator dari 42 butir angket
39 butir dinyatakan valid karena memenuhi kriteria yang ditentukan dan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
digunakan untuk instumen penelitian dan 3 butir perlu direvisi atau dibuang
karena kalimat dalam butir tersebut bersifat ambigu. Lembar validasi angket gaya
belajar siswa oleh kedua validator dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 158.
Angket yang diujicobakan di kelas XI IPA 6 SMA Negeri 1 Surakarta
pada tanggal 7 Februari 2012 ini, terdiri dari 39 butir yang meliputi 13 butir
angket untuk tipe visual, 13 butir angket untuk tipe auditorial, dan 13 butir angket
untuk tipe kinestetik.
Dari hasil ujicoba butir angket pada masing-masing tipe gaya belajar,
dilakukan uji konsistensi internal dengan korelasi momen produk dari Karl
Pearson berikut: (1) dari hasil uji konsistensi internal untuk butir angket tipe
visual diperoleh 12 butir yang dipakai (rxy ≥ 0.3) sedangkan 1 butir lainnya
dibuang (rxy < 0.3), butir angket tersebut adalah butir nomor 11; (2) dari hasil uji
konsistensi internal untuk butir angket tipe auditorial diperoleh 10 butir yang
dipakai (rxy ≥ 0.3) sedangkan 3 butir lainnya dibuang (rxy < 0.3), tiga butir
angket tersebut adalah butir nomor 14, 16, dan 19; dan (3) dari hasil uji
konsistensi internal untuk butir angket tipe kinestetik diperoleh 8 butir yang
dipakai (rxy ≥ 0.3) sedangkan 5 butir lainnya dibuang (rxy < 0.3), dua butir
angket tersebut adalah butir nomor 33, 35, 36, 37, dan 38. Sehingga dari
keseluruhan butir angket diperoleh 30 butir yang dipakai, sedangkan 9 butir
lainnya dibuang. Perhitungan tentang uji konsistensi internal angket gaya belajar
dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 177.
Dalam menghitung reliabilitas angket digunakan teknik Cronbach Alpha
pada setiap butir angket pada masing-masing tipe gaya belajar yang konsisten.
Dari perhitungan diperoleh: (1) reliabilitas terhadap 12 butir angket tipe visual
yaitu 0,732 ; (2) reliabilitas terhadap 10 butir angket tipe auditorial yaitu 0,736 ;
dan (3) reliabilitas terhadap 8 butir angket tipe yaitu 0,703. Karena dari ketiga uji
reliabilitas diperoleh maka angket gaya belajar matematika siswa dapat dikatakan
reliabel. Perhitungan tentang uji reliabilitas angket gaya belajar siswa dapat dilihat
pada Lampiran 8 halaman 183.
Berdasarkan hasil uji validitas isi, hasil uji konsistensi internal, dan hasil
uji reliabilitas angket gaya belajar matematika siswa, diperoleh 30 butir soal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
digunakan dalam penelitian meliputi 12 butir angket tipe visual, 10 butir angket
tipe auditorial, 8 butir angket tipe kinestetik dan 9 butir soal lainnya yaitu butir
nomor 11, 14, 16, 19, 33, 35, 36, 37, dan 38 tidak digunakan dalam penelitian.
Namun, untuk menyeimbangkan perhitungan skor gaya belajar dari masing-
masing tipe gaya belajar diambil 8 butir angket. Untuk keperluan ini maka butir
nomor 7, 8, 10, dan 12 dari tipe visual dan butir nomor 20 dan 22 dari tipe
auditorial dibuang. Butir angket yang dibuang dipilih berdasarkan pada indikator
dimana terdapat lebih dari satu butir angket.
Adapun angket gaya belajar yang telah divalidasi dapat dilihat di
Lampiran 9 halaman 184. Pengisian angket gaya belajar oleh siswa sebagai calon
subyek penelitian ini dilakukan pada tanggal 30 Maret 2012. Hasil angket gaya
belajar matematika siswa yang diduga mengalami miskonsepsi di kelas XI IPA 3
SMA Negeri 3 Surakarta pada tahun ajaran 2011/2012 dapat dilihat pada Tabel
4.8.
Tabel 4.8 Gaya belajar yang dimiliki siswa yang mengalami miskonsepsi
Nomor
Subyek
Butir Angket yang diisi oleh Siswa Gaya Belajar yang
dimiliki Siswa
Visual Auditorial Kinestetik
9 7 3 5 Visual
19 8 6 4 Visual
13 6 4 4 Visual
14 8 3 5 Visual
17 7 5 5 Visual
25 8 4 1 Visual
27 8 6 5 Visual
28 7 4 3 Visual
11 6 8 3 Auditorial
12 2 7 3 Auditorial
16 6 8 6 Auditorial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
20 2 6 3 Auditorial
1 5 5 8 Kinestetik
22 5 6 8 Kinestetik
26 3 3 6 Kinestetik
29 2 4 7 Kinestetik
5 8 8 7 Visual Auditorial
23 6 6 4 Visual Auditorial
Sesuai dengan batasan masalah, gaya belajar siswa yang digunakan
dalam penelitian ini adalah gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik, sehingga
untuk siswa yang diduga mengalami miskonsepsi dan memiliki gaya belajar
visual auditorial tidak digunakan untuk analisis selanjutnya.
4. Subjek Penelitian
Pada penelitian ini dalam menentukan subjek penelitian tidak dipilih
secara acak, tetapi pemilihan sampel bertujuan (purposive sample). Sampel
bertujuan memfokuskan pada informan-informan terpilih yang kaya dengan kasus
untuk studi yang bersifat mendalam. Selain itu, juga untuk menggali informasi
yang menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Berdasarkan deskripsi beberapa kesalahan siswa yang mengindikasikan
siswa mengalami miskonsepsi beserta tinjauan dari gaya belajar yang dimiliki
siswa tersebut, peneliti membuat sebuah pengelompokkan secara manual untuk
memilih subjek penelitian. Pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada Lampiran
14 halaman 198. Selain itu, untuk membantu dalam pemilihan subjek penelitian
ini dilakukan teknik clustering. Teknik clustering adalah upaya pengelompokan
data ke dalam cluster sehingga data-data di dalam cluster yang sama memiliki
kesamaan lebih dibandingkan dengan data-data pada cluster yang berbeda. Tujuan
utama dari metode clustering adalah mengelompokkan sejumlah data atau obyek
ke dalam cluster sehingga dalam setiap cluster akan berisi data dengan kemiripan
yang sangat tinggi. Berikut disajikan Gambar 4.1,4.2,4.3 sebagai hasil clustering
pada masing-masing gaya belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
54268371
21,98
47,99
73,99
100,00
Observations
Sim
ilari
tyClusterring Siswa Gaya Belajar Visual
Gambar 4.1 Hasil Clustering Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Visual
4321
41,78
61,19
80,59
100,00
Observations
Sim
ilari
ty
Clusterring Siswa Gaya Belajar Auditorial
Gambar 4.2 Hasil Clustering Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Auditorial
11 12 20 16
9 27 13 28 25 19 14 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
3421
36,04
57,36
78,68
100,00
Observations
Sim
ilari
tyClusterring Siswa Gaya Belajar Kinestetik
Gambar 4.3 Hasil Clustering Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Kinestetik
Adapun siswa yang dipilih sebagai subjek penelitian berdasarkan hasil
clustering dan pertimbangan peneliti adalah sebagai berikut :
a. Untuk siswa yang memiliki gaya belajar visual
1. Subjek penelitian I (9)
2. Subjek penelitian II (19)
b. Untuk siswa yang memiliki gaya belajar auditorial
3. Subjek penelitian III (11)
4. Subjek penelitian V (16)
c. Untuk siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik
5. Subjek penelitian V (22)
6. Subjek penelitian VI (26)
22 1 29 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
C. PEMBAHASAN
1. Analisis Data Hasil Tes
Berikut ini disajikan analisis miskonsepsi dari subjek penelitian disertai
kemungkinan penyebab miskonsepsinya.
1. Subjek Penelitian I
a. Soal nomor 1
Penggalan jawaban siswa :
Soal 1a:
Gambar 4.4 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 1a
Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab salah karena menulis
fungsi tersebut memiliki nilai limit saat x mendekati 1, diduga siswa mengalami
salah memahami konsep (miskonsepsi) mengenai eksistensi limit suatu fungsi.
Siswa hanya memperhatikan fungsi saat x=1, tidak memperhatikan nilai limit
fungsi tersebut dari kiri dan dari kanan.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa belum
sepenuhnya memahami materi prasyarat bagaimana cara membaca fungsi yang
terbagi dalam selang tertentu, kurangnya penekanan guru mengenai konsep
mengenai eksistensi limit suatu fungsi.
Soal 1b:
Gambar 4.5 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 1b
Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa tidak menyatakan fungsi
tersebut memiliki nilai limit atau tidak, siswa hanya menuliskan nilai limit yaitu 2.
Siswa sekedar menghitung sesuai dengan prosedur hitung limit. Dalam
menghitung nilai limit ini pun, siswa juga tidak memberi penjelasan mengapa
harus dengan cara demikian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Siswa tidak memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik yang telah
disediakan dalam tes. Belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat
menentukan nilai limit fungsi tersebut jika tanpa prosedur hitung.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru
mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya
menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.
Soal 1c:
Gambar 4.6 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 1c
Dari jawaban di atas, siswa salah dalam memahami konsep lambang “∞”,
sehingga siswa mengatakan terdapat nilai limit dari fungsi tersebut. Dari jawaban
tersebut, siswa juga terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan
sehingga belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan
nilai limit, jika tanpa prosedur hitung.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah siswa sendiri salah
memaknai kata atau suatu simbol, serta kurangnya penjelasan guru mengenai
lambang “∞”.
Soal 1d:
Gambar 4.7 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 1d
Dari jawaban di atas, siswa salah dalam memahami konsep ada atau tidak
adanya limit suatu fungsi jika hasilnya adalah 0. Siswa juga salah dalam
memahami konsep daerah asal suatu fungsi karena menuliskan “1/∞”. Dari
jawaban tersebut, siswa juga terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang
disediakan, sehingga belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat
menentukan nilai limit, jika tanpa prosedur hitung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah siswa sendiri salah memaknai
kata atau suatu simbol.
b. Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa :
Soal 2a:
Gambar 4.8 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 2a
Dari jawaban di atas, siswa tidak menjelaskan mengapa semua nilai limit
disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa mengalami
miskonsepsi dalam teorema limit fungsi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah aspek praktis yang sering
digunakan dalam teorema limit fungsi.
Soal 2b:
Gambar 4.9 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 2b
Dari jawaban di atas, siswa salah dalam memahami konsep bahwa teorema
limit tersebut didapatkan dari suatu sifat operasi aljabar yaitu asosiatif.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah salah dalam memaknai suatu
pernyataan, kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit fungsi.
Soal 2c :
Gambar 4.10 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 2c
Dari jawaban di atas, siswa salah dalam pemahaman konsep penulisan “
axlim ” saat teorema limit diterapkan. Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah
kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit fungsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
2. Subjek Penelitian II
a. Soal nomor 1
Penggalan jawaban siswa :
Soal 1a :
Gambar 4.11 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 1a
Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar dengan menyatakan tidak
ada limit. Siswa tampak mencoba-coba mencari beberapa nilai fungsi, tetapi tidak
ada kelanjutan. Siswa salah dalam memahami konsep mengenai bagaimana
menyatakan limit kiri dan limit kanan. Kemungkinan penyebab miskonsepsi
tersebut adalah kurangnya penekanan guru mengenai konsep mengenai limit
kanan dan kiri suatu fungsi.
Soal 1b :
Gambar 4.12 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 1b
Dari jawaban siswa di atas, siswa tidak menyatakan fungsi tersebut
memiliki nilai limit atau tidak, hanya memberi nilai limit yaitu 2. Siswa hanya
sekedar menghitung sesuai dengan prosedur hitung limit. Dalam menghitung nilai
limit ini pun, siswa juga tidak memberi penjelasan mengapa harus dengan cara
demikian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Siswa tidak memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik yang telah
disediakan dalam tes. Belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat
menentukan nilai limit fungsi tersebut jika tanpa menghitung.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru
mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya
menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.
Soal 1c :
Gambar 4.13 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 1c
Dari jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa salah dalam
memahami konsep bagaimana penggunaan teori
L’hopital untuk menentukan nilai limit. Dari jawaban tersebut, siswa juga
terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan sehingga belum
diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit sesuai
definisi secara intuisi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah prakonsep siswa yang salah
dalam penentuan nilai limit dengan menggunakan teknik tertentu seperti teknik
L’hopital.
Soal 1d :
Gambar 4.14 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 1d
Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar tetapi tidak memberikan
alasan yang jelas mengenai jawaban tersebut. Dari jawaban tersebut, siswa juga
terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan, sehingga belum
diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit sesuai
definisi secara intuisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
b. Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa :
Soal 2a :
Gambar 4.15 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 2a
Dari jawaban di atas, siswa tidak menjelaskan mengapa semua nilai limit
disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa mengalami
miskonsepsi dalam teorema limit fungsi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah aspek praktis yang sering
digunakan dalam teorema limit fungsi.
Soal 2b :
Gambar 4.16 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 2b
Dari jawaban di atas, siswa tampak mencoba membuktikan nilai limit pada
ruas kiri dan ruas kanan, tetapi melakukan kesalahan dalam menentukan nilai
limit itu sendiri. Siswa juga salah memahami teorema bahwa suatu teorema limit
berasal dari penjabaran.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah salah dalam memaknai suatu
pernyataan, kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit fungsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Soal 2c :
Gambar 4.17 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 2c
Dari jawaban di atas, siswa tidak menunjukkan teorema limit yang
digunakan sehingga mendapatkan hasil tersebut.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru
dalam pemahaman teorema limit fungsi.
3. Subjek Penelitian III
a. Soal nomor 1
Penggalan jawaban siswa :
Soal 1a:
Gambar 4.18 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 1a
Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar, tetapi salah dalam
memahami konsep penulisan limit kiri dan kanan. Siswa tidak membedakan
antara limit kiri dan limit kanan Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut
adalah siswa salah dalam memaknai kata atau suatu pernyataan, serta kurangnya
penekanan guru mengenai konsep penulisan mengenai limit kanan dan kiri suatu
fungsi.
Soal 1b :
Gambar 4.19 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 1b
Dari jawaban siswa di atas, siswa menjawab benar. Siswa melakukan
prosedur hitung limit. Siswa tidak memanfaatkan tabel atau grafik untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
memeriksa nilai limit kiri dan limit kanan dari fungsi itu. Belum diketahui secara
pasti apakah siswa mengalami miskonsepsi dalam memeriksa nilai limit suatu
fungsi sesuai definisi secara intuisi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru
mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya
menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.
Soal 1c :
Gambar 4.20 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 1c
Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa salah
dalam memahami konsep bagaimana penggunaan teori L’hopital untuk
menentukan nilai limit. Dari jawaban tersebut, siswa juga terlihat tidak
memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan sehingga belum diketahui secara
pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit sesuai definisi secara
intuisi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah simplifikasi yang dilakukan
siswa dalam pengerjaan soal penentuan nilai limit suatu fungsi, serta prakonsep
siswa yang salah dalam penentuan nilai limit dengan menggunakan teknik tertentu
seperti teknik L’hopital.
Soal 1d :
Gambar 4.21 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 1d
Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab benar tetapi salah
dalam pemahaman konsep daerah asal limit suatu fungsi. Dari jawaban tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
siswa juga terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan,
sehingga belum diketahui secara pasti apakah siswa mengalami miskonsepsi
dalam memeriksa nilai limit suatu fungsi sesuai definisi secara intuisi.
Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa :
Soal 2a :
Gambar 4.22 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 2a
Dari penggalan jawaban di atas, siswa tidak menjelaskan mengapa semua
nilai limit disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa
mengalami miskonsepsi dalam teorema limit fungsi. Kemungkinan penyebab
miskonsepsi adalah aspek praktis yang sering digunakan dalam teorema limit
fungsi.
Soal 2b :
Gambar 4.23 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 2b
Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa tidak
memperhatikan bagaimana nilai limit kanan dan kiri dari masing–masing fungsi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam
pemahaman teorema limit fungsi.
Soal 2c :
Gambar 4.24 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 2c
Dari penggalan jawaban di atas, siswa tidak menunjukkan teorema limit
yang dipakai sehingga mendapatkan hasil tersebut. Kemungkinan penyebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit
fungsi.
4. Subjek Penelitian IV
Soal nomor 1
Penggalan jawaban siswa :
Soal 1a :
Gambar 4.25 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 1a
Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab benar, tetapi salah
dalam memahami konsep penulisan limit kiri dan kanan. Siswa menuliskan untuk
limit kanan x+→1 dan untuk limit kiri x
-→1. Kemungkinan penyebab miskonsepsi
tersebut adalah siswa salah dalam memaknai kata atau suatu pernyataan, serta
kurangnya penekanan guru mengenai konsep penulisan limit kanan dan kiri suatu
fungsi.
Soal 1b :
Gambar 4.26 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 1b
Dari jawaban siswa di atas, siswa menjawab benar. Siswa melakukan
prosedur hitung limit dengan menerapkan teknik L’hopital. Siswa tidak
memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik yang telah disediakan dalam tes.
Belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit
fungsi sesuai definisi secara intuisi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru
mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya
menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Soal 1c :
Gambar 4.27 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 1c
Dari jawaban di atas, siswa salah. Siswa salah dalam menerapkan teknik
L’hopital untuk menentukan nilai limit suatu fungsi. Siswa tidak memanfaatkan
tabel nilai fungsi dan grafik yang telah disediakan dalam tes. Belum diketahui
secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit fungsi sesuai
definisi secara intuisi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah siswa salah dalam
memaknai kata atau pernyataan mengenai teknik L’hopital untuk menentukan
nilai laimit. Kurangnya penekanan guru mengenai eksistensi limit fungsi sesuai
dengan konsep definisi limit, guru hanya menekankan bagaimana siswa dapat
menemukan nilai limit secara cepat.
Soal 1d :
Gambar 4.28 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 1d
Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar tetapi salah dalam
pemahaman konsep daerah asal limit suatu fungsi. Dari jawaban tersebut, siswa
juga terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan, sehingga
belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit
sesuai definisi secara intuisi.
a. Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa :
Soal 2a :
Gambar 4.29 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 2a
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Dari penggalan jawaban, siswa tidak menjelaskan mengapa semua nilai
limit disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa
mengalami miskonsepsi dalam teorema limit fungsi. Kemungkinan penyebab
miskonsepsi adalah aspek praktis yang sering digunakan dalam teorema limit
fungsi.
Soal 2b :
Gambar 4.30 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 2b
Dari jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa tidak memperhatikan
nilai limit kanan dan kiri dari masing–masing fungsi. Kemungkinan penyebab
miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit
fungsi.
Soal 2c :
Gambar 4.31 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 2c
Dari jawaban di atas, siswa tidak menuliskan lambang limit dalam
penyelesaian lambang limit. Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah
kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit fungsi.
5. Subjek Penelitian V
Soal nomor 1
Penggalan jawaban siswa :
Soal 1a :
Gambar 4.32 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 1a
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Dari penggalan jawaban, siswa menjawab benar, tetapi salah dalam
memahami konsep mengenai limit kiri dan kanan. Siswa menuliskan untuk limit
x→1 dari kanan dengan mengganti x→x2+1. Kemungkinan penyebab miskonsepsi
tersebut adalah siswa salah dalam memaknai kata atau suatu pernyataan, serta
kurangnya penekanan guru mengenai konsep mengenai limit kanan dan kiri suatu
fungsi.
Soal 1b:
Gambar 4.33 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 1b
Dari jawaban siswa di atas, siswa menjawab benar. Siswa melakukan
prosedur hitung limit. Siswa tidak memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik
yang telah disediakan dalam tes. Belum diketahui secara pasti apakah siswa
tersebut dapat menentukan nilai limit fungsi sesuai definisi secara intuisi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru
mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya
menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.
Soal 1c:
Gambar 4.34 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 1c
Dari jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa salah memahami
konsep lambang “∞” pada soal ini, siswa mengartikan “tak terhingga”. Siswa
tidak memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik yang telah disediakan dalam tes.
Belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit
fungsi sesuai definisi secara intuisi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah siswa salah memaknai kata
atau suatu pernyataan dan kurangnya penekanan guru dalam konsep lambang
dalam limit fungsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Soal 1d :
Gambar 4.35 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 1d
Dari jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa salah dalam
pemahaman konsep daerah asal limit suatu fungsi. Siswa juga tidak menjelaskan
apa arti lambang “∞”. Dari jawaban tersebut, siswa juga terlihat tidak
memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan, sehingga belum diketahui secara
pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit sesuai definisi secara
intuisi.
a. Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa :
Soal 2a :
Gambar 4.36 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 2a
Dari jawaban di atas, siswa tidak menjelaskan mengapa semua nilai limit
disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa mengalami
miskonsepsi dalam teorema limit fungsi. Kemungkinan penyebab miskonsepsi
adalah aspek praktis yang sering digunakan dalam teorema limit fungsi.
Soal 2b :
Gambar 4.37 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 2b
Dari jawaban di atas, siswa menyatakan benar tanpa memberikan alasan,
kemungkinan karena siswa telah membuktikan ruas kanan dan kirinya nilainya
sama. Siswa tidak memperhatikan nilai limit kanan dan kiri dari masing–masing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
fungsi. Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah salah dalam memaknai suatu
pernyataan, kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit fungsi.
Soal 2c :
Gambar 4.38 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 2c
Dari jawaban di atas, siswa tidak menunjukkan teorema limit yang
dipakai sehingga mendapatkan hasil tersebut. Kemungkinan penyebab
miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit
fungsi.
6. Subjek Penelitian VI
a. Soal nomor 1
Penggalan jawaban siswa :
Soal 1a :
Gambar 4.39 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 1a
Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab benar dengan
menyatakan fungsi tidak memiliki nilai limit. Namun, siswa tidak memberikan
alasan jelas mengapa fungsi tersebut tidak mempunyai limit. Siswa salah dalam
memahami konsep kiri dan kanan, dianggap seperti substitusi nilai fungsi, jadi
tidak menuliskan limit kiri dan kanan dengan benar. Kemungkinan penyebab
miskonsepsi tersebut adalah siswa salah dalam memaknai kata atau suatu
pernyataan, serta kurangnya penekanan guru mengenai konsep mengenai limit
kanan dan kiri suatu fungsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Soal 1b :
Gambar 4.40 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 1b
Dari jawaban siswa di atas, siswa menjawab benar. Siswa melakukan
prosedur hitung limit. Siswa tidak memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik
yang telah disediakan dalam tes. Belum diketahui secara pasti apakah siswa
tersebut dapat menentukan nilai limit fungsi sesuai definisi secara intuisi.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru
mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya
menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.
Soal 1c :
Gambar 4.41 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 1c
Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar. Namun, siswa tidak
memberikan alasan jelas mengapa fungsi tersebut tidak mempunyai limit. Siswa
mencoba menyelesaikan soal limit bentuk tak hingga ini secara intuisi. Siswa
salah dalam memahami konsep kiri dan kanan, dianggap seperti substitusi nilai
fungsi, jadi tidak menuliskan limit kiri dan kanan dengan benar. Kemungkinan
penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa salah dalam memaknai kata atau
suatu pernyataan, serta kurangnya penekanan guru mengenai konsep mengenai
limit kanan dan kiri suatu fungsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Soal 1d :
Gambar 4.42 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 1d
Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar tetapi salah dalam
pemahaman konsep daerah asal limit suatu fungsi. Dari jawaban tersebut, siswa
juga terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan, sehingga
belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit
sesuai definisi secara intuisi.
b. Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa :
Soal 2a :
Gambar 4.43 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 2a
Dari penggalan jawaban di atas, siswa tidak menjelaskan mengapa semua
nilai limit disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa
mengalami miskonsepsi dalam teorema limit fungsi. Kemungkinan penyebab
miskonsepsi adalah aspek praktis yang sering digunakan dalam teorema limit
fungsi.
Soal 2b :
Gambar 4.44 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 2b
Dari jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa tidak memperhatikan
nilai limit kanan dan kiri dari masing–masing fungsi. Kemungkinan penyebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit
fungsi.
Soal 2c :
Gambar 4.45 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 2c
Dari jawaban di atas, siswa tidak menunjukkan teorema limit yang
digunakan sehingga mendapatkan hasil tersebut. Kemungkinan penyebab
miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit
fungsi.
2. Analisis Data Hasil Wawancara
Pada penelitian ini, wawancara dilakukan pada 6 subjek penelitian.
Metode wawancara merupakan metode pokok dalam pengumpulan data. Melalui
metode wawancara ini dapat diketahui apakah siswa yang diduga dalam tes
mengalami miskonsepsi memang benar–benar mengalami miskonsepsi atau tidak.
Melalui metode ini pula, dapat ditarik kesimpulan karakter miskonsepsi siswa
serta penyebab miskonsepsi siswa tersebut.
Berikut ini disajikan petikan wawancara dengan keenam subjek
penelitian dan hasil analisisnya. Adapun S untuk subjek dan P peneliti.
1) Subjek Penelitian I
(a) Soal Nomor 1a
Petikan 1
P : “No 1a. kenapa, dek kamu ngerjainnya seperti itu?”
S : (diam dan memperhatikan pekerjaannya) “Ya, gini, mbak, itu kan ditanya limit
x mendekati 1 ya aku pilih 1 +x2. Kan pas 1 fungsinya di situ.”
P : “Emm.gitu ya kamu yakin sama jawabanmu itu?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
S : “Hhmm. Yakin lah,mbak.”
P : “Kok, kamu nggak ngerjain dengan memperhatikan limit kiri dan kanan ya?”
S : “Memang perlu ya, mbak?”
P : “Hmm.. perlu nggak ya?? Heheh. Oke,deh. Sekarang gini aja. Coba aku tulis
kayak gini (peneliti menuliskan lambang limit x mendekati 1 dari kanan dan
kiri). Bisa mbaca nggak kalo ini?”
S : “Ya, bisa dong, mbak. Itu kan artinya limit g(x) mendekati 1 dari kanan, yang
ini dari kiri. Trus, mbak?”
Dari Petikan wawancara di atas, siswa salah dalam memahami konsep
bahwa untuk limit x→a, pemilihan fungsi untuk mencari nilai limit adalah fungsi
yang daerah asalnya terdapat a itu sendiri.
Siswa sebenarnya mengetahui konsep penulisan limit kiri dan kanan,
tetapi siswa merasa tidak memerlukan untuk memperhatikan nilai limit kiri dan
kanan fungsi tersebut untuk mencari nilai limitnya karena siswa telah memiliki
konsepsi tersendiri.
Petikan 2
P : “Lha, terus periksanen limit kiri dan kanan dari soal ini.”
S : “Hhmm..ya kalo limit kirinya itu berarti 1, soale fungsinya x kan mbak? Trus
yang kanan 2. Gitu kayaknya deh, mbak.”
P : “Kok kayaknya. Yang yakin gmana?”
S : “Ya itu aku yakinnya ya itu.”
P : “Oke, dek. Lha terus berarti ada nggak nilai limit mendekati 1?”
S : “Ada, mbak.1 sama 2”
Dari petikan wawancara di atas, siswa salah dalam memahami konsep
bahwa walaupun nilai limit kiri dan kanannya berbeda , maka fungsi tersebut tetap
memiliki nilai limit.
Untuk mengetahui lebih lanjut kesalahan konsep siswa, peneliti
mengajukan kasus yang sama dengan soal no.1a tapi hanya berbeda fungsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Simak petikan wawancara di bawah ini.
Petikan 3
S : “Ya 1, dong. Soalnya dari kanan dan kirinya 1.”
P : “Oke, kalo untuk x mendekati 2 dari kanan dan kiri gimana?”
S : (diam saja melihat soalnya) “Bentar, mbak. Itu berarti fungsinya buat yang
limit kiri x2 jadi nilainya 4 trus yang limit kanan 8-x jadi nilainya 6.”
P : “Kalau gitu, berarti nilai limit untuk x mendekati 2 berapa?”
S : “4 dan 6,mbak.”
P : “Kamu yakin?”
S : “Yakin to, mbak. Lha emang jawabannya itu.”
Siswa tetap salah dalam memahami konsep bahwa walaupun fungsi
tersebut nilai limit kiri dan kanannya berbeda, tetap memiliki nilai limit.
Petikan 4
P : “O ya, dek, balik lagi ke soal tadi. Jadi kalo nilai limit kanan dan limit kirinya
berbeda itu ada ya nilai limitnya? Buat bilangan itu?”
S : “Ada, mbak. Ya pokoknya kalau ada limit kirinya, sama limit kanannya ya
ada.”
Dalam petikan wawancara di atas, siswa tetap mempertahankan
konsepsinya bahwa syarat suatu fungsi memiliki nilai limit di suatu titik adalah
nilai limit kiri dan kanannya terdefinisi.
Petikan 5
P : “Ow, gitu. O ya, dek. Kalo kamu mau pelajaran matematika gitu biasanya
nyiapin dulu nggak? Misalnya blajar malemnya gitu yang kira–kira materi
buat besok?”
S : “Ya kalau ada PR, sama ulangan aja,mbak. Lha tugasnya banyak og.”
P : “Eh, Pak Wardi kalau buat yang limit kiri dan limit kanan ini diterangin secara
detail nggak, dek?”
S : “Eemmm. Bentar, mbak. Tak inget2 dulu. Diterangke sih, mbak. Dikasih
catatan juga. Tapi cuma beberapa soal.”
P : “Ow, gitu ya. Kalau ngajar pakai media gitu nggak?”
S : “Nggak,mbak. Paling catatan sama kertas soal gitu, mbak.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Kesalahan konsep siswa terjadi karena siswa hanya mengandalkan
penjelasan dari guru di kelas, padahal guru sendiri kurang menekankan konsep
Limit kanan dan limit kiri.
(b) Soal Nomor 1b
Petikan 6
P : “Oke, kita lanjut ke no 1b. Tak tanya lagi, kenapa kamu ngerjain seperti itu?”
S : “Iya, mbak. Itu yang ngitung pakai pemfaktoran itu lho, mbak.jadi ketemunya
itu, 2, jadi ada limitnya.”
Dari petikan wawancara di atas, dapat diketahui bahwa siswa memiliki
konsepsi untuk mengerjakan limit bentuk tak tentu dengan cara memfaktorkan
(menghitung), tidak memiliki konsepsi yang berhubungan dengan menentukan
limit secara intuisi.
Petikan 7
P : “Emm. Coba dek kalo nggak pakai ngitung bisa,nggak, kamu? Tes nya kan
disediakan tabel sama grafik? Kok nggak dipakai sih?”
S : “Aku nggak bisa baca grafik, mbak. Tapi kalo tabel bisa.”
P : “Lhah nggak dipakai tabelnya.”
S : “Ribet,mbak. Ya udah sini tak baca tabelnya.”
Siswa memilih untuk tidak menentukan limit secara intuisi walaupun
sudah disediakan media karena menurut siswa menjadikan suatu kerepotan. Siswa
lebih memilih menggunakan rumus dan menghitung. Penyebab dari miskonsepsi
siswa adalah aspek praktis yang digunakan.
Petikan 8
P : “Perhatikan gimana nilai fungsi yang mendekati 1 dari kiri? Dari kanan juga
skalian?”
S : “Ya, dari kiri itu 1,99 nan ya mbak, trus yang dari kanan 2,00 nan mbak.”
P : “Trus, jadi punya limit nggak fungsi itu?”
S : “Punya,mbak. 2 itu to,mbak. Sama kan sama jawabanku.”
P : “Kok bisa 2?”
S : “Caranya gini mbak, 1,99999+2,0001:2 itu kan 2.gitu,mbak.”
P : “Ow, gitu?yakin?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
S: “Iya,mbak. Yakin, kan dari kanan dan dari kiri.”
Dari petikan wawancara tersebut, siswa sebenarnya memahami
bagaimana menentukan limit secara intuisi, tetapi miskonsepsi saat mengaitkan
limit kiri dan kanan pada eksistensi limit suatu fungsi, yaitu menciptakan suatu
konsep baru bahwa setelah nilai limit kanan dan kiri ditentukan kemudian dirata-
rata.
Untuk mengetahui penyebabnya simak lanjutan petikan wawancara berikut.
Petikan 9
S : “Ya kan pakai cara didekati dari kanan dan dari kiri. Terus ya gitu mbak.
Dibagi 2.”
P : “Pak Wardi ngajarin gitu?”
S : “Bukan,mbak aku sendiri cari cara.”
Siswa mengalami miskonsepsi karena intuisi siswa yang salah, bukan dari
penjelasan guru. Siswa cenderung menganalisis informasi yang diterima lalu
diterjemahkan menurut jalan pikirnya atau dengan kata lain kacaunya pemikiran
humanistik.
Simak petikan wawancara selanjutnya di bawah ini.
Petikan 10
S : “Kalau 0/0 bukan limit.”
P : “Siapa yang ngajarin?”
S : “Heemmm. Tak artike sendiri.”
P : “Kalau bentuk – bentuk limit kamu nggak pernah tau nggak?”
S : “Hemm. Ndak begitu hafal mbak. Soalnya nggak pernah ditanyakan, jadi ya
menurutku nggak terlalu penting. Pokoknya aku titeni aja,mbak. Kalau 0/0 itu
bukan limit jadi harus pakai cara.”
Dari petikan wawancara tersebut, siswa salah dalam
mengklasifikasionalkan bentuk limit. Penyebab lain miskonsepsi yang dialami
siswa ini adalah salah dalam memaknai kata dan juga ketidakpedulian terhadap
konsep itu sendiri.ketidakpedulian ini karena guru juga tidak pernah mengajukan
soal yang menekankan siswa terhadap suatu konsep. Siswa juga cenderung
menghafalkan tipe soal yang sering dijumpai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
(c) Soal Nomor 1c
Petikan 11
S : “Jadi itu gini mbak. Aku substitusi 1 ke fungsinya jadinya 2/0 jadi ketemunya
tak hingga.” (dalam tes siswa menulis ”∞”)
P : “Kalau tak hingga itu punya limit kah?”
S : “Punya,mbak.”
P: “Kamu yakin, itu dibaca tak hingga?”
S : “Iya, mbak soalnya bilangan kalau dibagi 0 itu tak hingga.”
P : “Kalau lambang itu (“∞”) bisa dibaca apalagi sih?”
S : “Tak hingga,mbak.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi bahwa untuk
menyelesaikan limit bentuk tak hingga adalah dengan menghitung. Dalam
wawancara tersebut, tampak siswa mengalami miskonsepsi yaitu dalam
memaknai lambang, sehingga mengakibatkan memberi kesimpulan yang salah
dalam soal tersebut.
Simak petikan jawaban siswa berikut saat siswa ditanya mengenai
perbedaan “tak hingga” dan “tak terdefinisi”.
Petikan 12
S : “Kalau menurutku, misalnya nie mbak, 0/1 itu tak terdefinisi. Kalau 1/0 itu tak
hingga.”
Ternyata siswa juga mengalami miskonsepsi dalam memaknai kata “tak
hingga” dan “tak terdefinisi”.
Petikan 13
P : “Gitu ya. O ya, kalau no 1c ini bentuk limit apa menurutmu?”
S : “Tak tentu,mbak.”
P : “Kok bisa?”
S : “Ya soale jawabane tak hingga to, jadinya nggak tentu.”
Petikan 14
P : “Lha, kamu tahu dari mana?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
S : “Menurutku kok,mbak. Kan nggak penting juga. Yang penting jawabanku
bener. Heheh.”
Dari Petikan 13 dan 14, dapat diketahui bahwa siswa masih mengalami
miskonsepsi dalam memaknai kata “tak hingga”. Kekacauan pemikiran
humanistik menjadikan penyebab miskonsepsi. Siswa mencoba untuk memaknai
kata “tak hingga” itu sendiri, sehingga mengakibatkan salah mengklasifikasikan
bentuk limit fungsi itu ke dalam bentuk tak tentu.
Simak petikan wawancara berikut untuk mengetahui apakah siswa
memahami penentuan limit bentuk tak hingga sesuai dengan definisi limit secara
intuisi serta meyakinkan apakah siswa benar-benar mengalami miskonsepsi.
Petikan 15
S : “Dari kanan itu, naik terus.”
P : “Artinya?”
S : “Ya naik terus.”
P : “Berarti tambah besar nggak?”
S : “Iya, tambah besar,mbak.”
P : “Yang dari kiri?”
S : “Tambah turun, berarti tambah cilik.”
P : “Nhah, dari kanan gitu, dari kiri gitu. Jadinya fungsinya punya limit nggak di
titik 1?”
S : “Punya, mbak. kan tak berhingga.”
Siswa sebenarnya cukup mampu membaca grafik untuk membantu
menentukan limit secara intuisi. Namun, siswa masih salah memahami konsep
“tak hingga” yaitu bahwa walaupun suatu fungsi memiliki limit kanan
menunjukkan membesar tanpa batas dan limit kiri mengecil tanpa batas, tetap
memiliki nilai limit yaitu “tak hingga”. Oleh karena itu, siswa memberi
kesimpulan yang salah.
(d) Soal Nomor 1d
Petikan 16
P : “Kamu tulis di sini itu tidak punya limit.”
S : “Bener,mbak. Kan jawabane 0. Jadi “dia” nggak punya limit deh.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
P : “Dek, itu yang ngajarin siapa?”
S : “Menurutku,mbak.”
P : “Memang Pak Wardi pernah bilang ya? Kalau 0 itu berarti nggak punya limit.”
S : “Emm.. (diem).. lupa,mbak. Pernah nggak ya. Tapi pak Wardi nggak pernah
kasih soal yang “ada limit,apa nggak ada limit” kan langsung jawabane gitu
ketemu berapa?”
Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi dalam
menyatakan fungsi yang memiliki nilai limit “0” adalah fungsi yang tidak
memiliki nilai limit. Penyebab miskonsepsi ini adalah guru yang menekankan
konsep bagaimana fungsi yang memiliki nilai limit ataupun tidak. Guru hanya
melulu memberikan soal-soal saja.
Untuk meyakinkan siswa mengalami kesalahan konsep, simak lanjutan
wawancara berikut.
Petikan 17
S : “Dari tabel aja deh, mbak. Kalau x nya makin kanan, berarti 0,00000... nya
banyak berarti 0. Trus yang makin ke kiri, -0,0000... juga makin banyak
berarti 0 juga. Berarti bener, mbak 0 kayak jawabanku cocok.”
P : “Berarti punya limit?”
S : “Ndak punya.”
Pada petikan wawancara tersebut, walaupun siswa memahami
menentukan limit secara intuisi. Namun, siswa mengalami sebagian konsep yang
salah yaitu dalam memberi kesimpulan yaitu fungsi yang memiliki nilai limit “0”
adalah fungsi yang tidak mempunyai nilai limit.
(b) Soal Nomor 2a
Petikan 18
S : “Ya gitu, mbak tak masukin langsung, kan diketahui nilai limitnya.”
P : “Tau, nggak kenapa gitu? Emang sama ya kayak substitusi nilai fungsi?”
S : “Kayaknya sama deh, mbak.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi mengenai
pemahaman teorema limit bahwa dalam pengerjaan suatu operasi limit hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
substitusi saja tidak memerlukan teorema yang ada. Siswa tidak mengetahui
teorema apa yang perlu digunakan.
Untuk mengetahui apakah siswa benar-benar mengalami miskonsepsi,
siswa diberikan beberapa pertanyaan dasar mengenai teorema limit.
Petikan 19
S : “Kalau yang ini limit x mendekati 3 dari 4 itu 0.”
P : “Kenapa?”
S : “Soalnya nggak ada x nya.”
P : “Kalau limit k mendekati 3 dari k berarti 3.”
S : “k yang ini apa?”
P : “Itu fungsi,mbak.”
S : “Kalau limit x mendekati 3 dari k?”
P : “Emmmm..(diam saja lama) nggak tau mbak bingung.”
S : “Lanjut aja ya, mbak. Kalau yang ini lim x mendekati 3 dari f(x) itu kan 10,
berarti kalau lim x mendekati 3 dari 2 f(x) itu 20. Kalau lim x mendekati 3
dari k f(x) itu 10k. Kalau lim x mendekati 3 dari x f(x) itu 30.”
P : “k nya itu apa? x nya itu apa?”
S : “k sama x nya itu konstanta.”
P : “Yakinkah?”
S : “Yakin,mbak.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi pada
beberapa hal mengenai pemahaman teorema limit yaitu pada limit x mendekati a
dari p adalah 0 karena tidak terdapat nilai x, selain itu dalam memahami konstanta
atau variabel.
(e) Soal Nomor 2b
Petikan 20
S : “Iya,mbak, jawabanku benar. Ya itu karena sifat asosiatif.”
P : “Kok bisa sifat asosiatif?”
S : “Itu lho, mbak kayak yang pas belajar aljabar gitu.”
P : “Ow yang a(b+c)=ab + ac, bukannya sifat distributif ya itu?”
S : “Iya,mbak. Owh itu sifat distributif ya itu? Berarti maksudku itu?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
P : “Memang sama ya , sifat aljabar sama limit? Bisa diterapkan?”
S : “Bisa deh, mbak. Kan sama aja.”
P : “Pak Wardi yang ngajarin? Atau baca buku?”
S : “Bukan,mbak. Itu lho mbak dari pelajaran SMP. Pak Wardi nggak pernah
kasih yang kayak gitu.”
Dalam petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi
mengenai teorema limit yang didapatkan dari suatu sifat aljabar yaitu asosiatif.
Prakonsep siswa dan guru yang tidak pernah memberikan suatu permasalahan
mengenai teorema limit adalah penyebab dari miskonsepsi yang dialami siswa.
Petikan 21
P : “Kalau ngerjain soal seperti ini, perlu nggak sih, kita memperhatikan
fungsinya sama limit kiri dan kananya. Soalnya kan mirip tu ya yang no 1a.”
S : “Emmm.. menurutku tidak perlu, mbak. Kan itu teorema limit.”
P : “Yakinkah?”
S : “Yakin, mbak.”
Dari petikan tersebut, siswa tidak mampu menghubungkan konsep limit
kanan dan kiri dengan konsep teorema limit.
(a) Soal Nomor 2c
Petikan 22
P : “O ya, aku liat lambang limit x→∞, nya nggak kamu tulis ya.”
S : “Ya, mbak. Langsung tak substitusi. Jadi bisa hilang, mbak.”
P : “Sama ya itu?”
S : “Sama, mbak.”
Pada petikan 22, diketahui siswa mengalami miskonsepsi mengenai
penulisan lambang limit dalam menyelesaikan soal limit. Ini karena siswa salah
dalam memaknai teorema limit yang disamakan dengan substitusi nilai fungsi.
2) Subjek Penelitian II
(a) Soal Nomor 1a
Petikan 1
P : “No 1a. kenapa, dek kamu ngerjainnya seperti itu?”
S : (diam dan memperhatikan pekerjaannya) “Sik,mbak aku lupa kerjaanku.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
P : “Ya diliat dulu. Ini soalnya yang lengkap.”
S : “Owh gini, mbak. Itu tak coba – coba. Kan limit x mendekati 1 jadinya aku
coba – coba nilainya yang mendekati 1. Itu tak liat dari grafik, mbak. Lha
terus aku bingung.”
P : “Bingung kenapa?”
S : “Ndak tau ada limitnya ndak.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa mencoba membaca grafik tetapi
tidak mampu untuk menghubungkan ke dalam konsep limit.
Petikan 2
S : “Nha terus akhirnya aku pakai teori limit kiri dan limit kanan. yang kiri ini dan
yang kanan ini.(sambil menunjukkan jawabannya.)”
P : “Lha terus yang menunjukkan limit kiri ini dan limit kanan yang ini itu
mana?” (sambil menunjuk karena tidak ditunjukkan dalam jawaban siswa)
S : “Lha ini tho, mbak udah aku tulis. “limit kiri” “limit kanan”.”
Siswa sebenarnya memahami konsep limit kiri dan kanan, tetapi
mengalami kesalahan konsep dalam menunjukkan limit kiri dan limit kanan,
konsepsi siswa menunjukkan nilai limit kiri dan kanan adalah dengan menuliskan
kata-katanya saja.
Untuk mengetahui, lebih lanjut mengenai kesalahan konsep yang dialami
siswa dalam penulisan limit kiri dan kanan, peneliti mengajukan penulisan limit
kiri dan kanan secara benar.
Simak petikan wawancara di bawah ini.
Petikan 3
S : “Bisa. mbak. Itu kan artinya limit g(x) mendekati 1 dari kanan, yang ini dari
kiri.”
P : “Lha kenapa kamu nggak menunjukkan nilai limit kiri dan kanannya seperti
itu?”
S : “Aku kira sama aja,mbak, kan yang penting fungsinya, sama udah tak kasih
tulisannya.”
P : “Ow jadi menurutmu sama, ditulis lambangnya (lambang limit kiri kanan)
sama nggak.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
S : “Iya, mbak.”
Siswa benar–benar mengalami kesalahan konsep dalam penulisan limit
kiri dan kanan karena menganggap sama dengan penulisan lambang ataupun kata-
kata.
Petikan 4
P : “Dari mana kamu bisa tahu, kalau itu dianggap sama?”
S : “Ya aku kira sendiri sama, Pak Wardi juga tidak banyak memberikan banyak
soal tentang limit kiri dan kanan.”
Kesalahan konsep terjadi karena intuisi siswa yang salah dalam
mengartikan lambang dan kata dan guru yang kurang menekankan konsep
mengenai limit kiri dan kanan.
Petikan 5
P : “Jadi menurutmu, fungsi punya limit tuh gimana?”
S : “Gini, mbak, jika limit kiri dan kanannya tidak sama.”
Dalam petikan wawancara di atas, siswa tidak akurat dalam
mendefinisikan bagaimana eksistensi limit suatu fungsi. Siswa tidak dapat
menyatakan ulang sebuah konsep. Ini dikarenakan guru yang kurang menekankan
konsep ini.
(b) Soal Nomor 1b
Petikan 6
P : “Kita lanjut ke no 1b. Tak tanya lagi, coba jelasin ke aku kerjaanmu itu.”
S : “Itu yang ngitung pake difaktorkan itu lho,mbak.”
P : “Kenapa kamu ngitung pakai pemfaktoran nggak langsung disubstitusi saja?
Trus kan ketemu tuh jawabannya.”
S : “Emm. Kenapa ya? Ngitung aja,mbak.”
P : “Coba deh, kalau kamu substitusi, jadinya berapa?”
S : “(ngitung) Jadinya 0/0. O iya, kalau itu nggak boleh langsung dihitung.”
P: “Kenapa? Memang itu bentuk apa?”
S : “Itu bentuk tak hingga”
S : “Lha jawabe 0/0 itu kan bisa 1,2,3,4,5, dan masih banyak yang lain. Lha kan
tak hingga mbak.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
P : “Ow, saya baru tau. Oke deh. Heheheh.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi bahwa dalam
mengerjakan soal memeriksa/menentukan nilai limit adalah dengan menghitung.
Siswa mengalami miskonsepsi bahwa menentukan limit dengan cara difaktorkan
karena bentuk 0/0 adalah bentuk limit yang tak boleh langsung dihitung. Dan
siswa mengalami miskonsepsi dalam memaknai kata “0/0”. Penyebabnya adalah
siswa salah dalam memaknai kata “0/0”,
Simak petikan wawancara selanjutnya, saat peneliti ingin mengetahui
apakh siswa memahami menentukan nilai limit secara intuisi.
Petikan 7
S : “Gini,mbak yang dari kanan kan 2,0001 terus dari kiri 1,9999 berarti jawabane
2.”
P : “Hemm.. kamu cuma ambil nilai fungsi yang ini? (nilai fungsi di tabel yang
paling dekat dengan 1)”
S : “Iya, mbak kan paling mendekati.”
P : “Jadi cukup ambil satu nilai fungsi dari kanan dan dari kiri? Yang lain nggak
berpengaruh? Kan juga dekat sama 1?”
S : “Iya, cukup. Yang lainnya ngikut.”
P : “Kok bisa ngikut? Kalau yang kirinya lagi itu nggak mendekati 2 misalnya
0.999 atau 0,88995 atau yang lain nggak mendekati 1 gitu gimana?”
S : “Ya, diambil paling deket aja.”
P : “Ow, gitu?yakin?”
S :”Iya, mbak yakin. Seyakin-yakinlah, mbak.”(ketawa)
Dari petikan wawancara tersebut, siswa dengan keyakinan yang tinggi
mengatakan bahwa menentukan nilai limit secara intuisi adalah mengambil nilai
fungsi satu titik saja yang paling dekat dalam tabel dengan titik limit, tanpa
memperhatikan nilai fungsi yang lain yang sebenarnya juga mendekati titik yang
dimaksud.
Untuk mengetahui penyebabnya, simak lanjutan petikan wawancara di bawah ini.
Petikan 8
P : “Pak Wardi ngajarin gitu?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
S : “Bukan,mbak aku sendiri.”
Dengan memperhatikan petikan 7 dan petikan 8, penyebab miskonsepsi
siswa adalah dari kesalahan suatu pembacaan tabel yang biasanya ada untuk
membantu dalam penentuan limit secara intuisi. Titik yang ada dalam tabel
digunakan siswa benar–benar sebagai titik yang paling mendekati titik limit.
Kesalahan dalam membaca tabel benar-benar murni dari intuisi siswa yang salah
bukan dari orang lain.
(c) Soal Nomor 1c
Petikan 9
S : “Jadi itu gini mbak. Itu pakai cara turunan,mbak. Jadi fungsinya diturunkan.
Ketemunya itu deh 2.”
P : “Dapat cara darimana tuh, dek? Turunan?”
S : “Dari teman, mbak. Temenku katanya dari guru les. Lebih gampang jadi aku
pakai cara ini.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi bahwa
menentukan nilai limit bentuk tak hingga adalah dengan menghitung (salah
satunya teknik turunan).
Untuk mengetahui apakah siswa mengalami miskonsepsi, simak petikan
wawancara berikut.
Petikan 10
S : “Oke. Kalau didekati dari kiri itu -19998,0001 kalau yang kanan 20002,001.
Jadi nggak ada limitnya.”
P : “Kok beda ya sama jawabanmu itu?”
S : “Iya ya, mbak.”
P : “Coba deh ya, kamu liat lagi lewat tabel, makin ke kiri gimana nilai
fungsinya, makin besar apa makin kecil? Trus dari kanan gimana?”
S : “Dari kirinya 1 itu makin kecil, kalau yang kanan itu makin besar.”
P : “Terus kamu bisa menyimpulkan apa? punya limit nggak itu?”
S : “Hemm. Nggak, mbak, kan tak hingga to..hemm sekarang aku tau, makanya
kita harus ngitung pakai turunan.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Siswa sebenarnya memahami bagaimana menentukan limit secara intuisi,
tetapi salah memaknai kata “tak hingga”, sehingga salah dalam memberikan
kesimpulan jawaban yaitu bahwa fungsi tidak mempunyai nilai limit jika hasilnya
adalah “tak hingga”. Siswa juga mengalami miskonsepsi bahwa menyelesaikan
dengan teknik turunan apabila menemukan hasil tak hingga.
Dari Petikan 9 dan 10, dapat diketahui penyebab miskonsepsi siswa ini
adalah kekacauan pemikiran humanistik dan konteks dari orang lain yang salah.
(d) Soal Nomor 1d
Petikan 11
P : “Oke kita lanjut ke no 1d, kenapa kamu ngerjain seperti itu?”
S : “Nirun,mbak. Heheh”
Petikan 12
P : “Waduh. Ya udah coba sekarang kamu pikir sendiri.”
S : “1/ ∞ berarti,mbak.”
P : “Terus berapa limitnya?”
S : “Nggak tau,mbak. Aku bingung. Mungkin 0 itu.”
P : “Emm. Jadi nggak mudeng ya. O y, kita menulis 1/∞ boleh ya.”
S : “Nggak tau,mbak. Aku nggak mudeng,mbak.”
Petikan 13
S : “Tabel aja ya,mbak. Jangan grafiknya.”
P : “Iya deh, tabel juga boleh.”
S : “Kalau x nya makin kanan, berarti 0,00000... nya banyak berarti 0. Trus yang
makin ke kiri, -0,0000... juga makin banyak berarti 0 juga. Berarti bener,
mbak.”
P : “Berarti punya limit?”
S : “Punya, mbak, 0.”
Dari Petikan 12 dan 13 di atas, diketahui bahwa siswa kurang memahami
soal mengenai limit di ketakhinggaan. Namun, saat siswa mencoba menggunakan
definisi limit secara intuisi siswa mampu memahaminya dan memberi kesimpulan
yang benar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
(a) Soal Nomor 2a
Petikan 14
P : “Oke deh lanjut ke soal no 2a. Itu bisa jawab gitu kenapa?”
S : “Ya gitu, mbak tak substitusi langsung, kan diketahui nilai limitnya.”
P : “Tau, nggak kenapa gitu? Emang sama ya kayak subsitusi nilai fungsi?”
S : “Sama deh, mbak.”
Petikan 15
S : “ Kalau yang ini limit x mendekati 3 dari 4 itu 4.”
P : “Kenapa?”
S : “Ya memang kayak gitu,mbak. Kalau nggak ada fungsinya jadinya 4”
Petikan 16
S : “Lanjut aja ya, mbak. Kalau yang ini lim x mendekati 3 dari f(x) itu kan 10,
berarti kalau lim x mendekati 3 dari 2 f(x) itu 20. Kalau lim x mendekati 3 dari k
f(x) itu 10k. Kalau lim x mendekati 3 dari x f(x) itu 30.”
P : “k nya itu apa? x nya itu apa?”
S : “k itu konstanta, x nya itu fungsinya.”
Dari petikan 14, 15, dan 16, dapat diketahui bahwa siswa mengalami
sebagian konsep yang salah. Siswa mengalami miskonsepsi pada teorema limit x
mendekati a dari k adalah k dengan alasan karena tidak ada fungsinya, juga
miskonsepsi dalam menerapkan teorema limit adalah menganggap sama seperti
substitusi nilai fungsi.
(b) Soal Nomor 2b
Petikan 17
S : “Iya,mbak, jawabanku benar. Karena itu kan aturannya kan merupakan hasil
penjabaran. Jadinya 1 dan 1 sama deh.”
P : “Dijabarkan gimana?”
S : “Iya,mbak dijabarkan gitu lah,mbak. Nggak isa njelasinnya.”
P : “Ow apa yang a(b+c)=ab + ac”
S : “He’em kayak gitu dijabarkan.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Petikan 18
P : “Kalau ngerjain soal seperti ini, perlu nggak sih, kita memperhatikan
fungsinya sama limit kiri dan kananya. Soalnya kan mirip tu ya yang no 1a.”
S : “Emmm.. nggak tau,mbak.”
Dari petikan 17 dan 18, diketahui bahwa siswa mengalami miskonsepsi
yaitu teorema limit ini berasal dari sifat penjabaran yang dimaksud adalah sifat
distributif dalam aljabar. Siswa juga tidak paham untuk menghubungkan konsep
limit kiri dan limit kanan dengan konsep teorema limit ini.
Petikan 19
P : “Pak Wardi yang ngajarin? Atau baca buku?”
S : “Dikasih tau temenku yang pinter, mbak. Pak Wardi nggak pernah kasih soal
yang kayak gitu.”
Penyebab miskonsepsi dapat diketahui dari petikan wawancara di atas,
yaitu konteks dari penjelasan teman dan juga guru yang tidak pernah mengajukan
permasalahan mengenai teorema limit.
(c) Soal Nomor 2c
Petikan 20
P : “Oke, deh, kita lanjut yang ke 2c. Coba jelaskan!”
S : “Dari tadi njelasin terus to,mbak?”
P : “Ya dong.”
S : “Itu bagi pangkat tinggi trus dapatnya x/x.”
P : “Ada teorema atau aturan yang dipakai nggak itu?”
S : “Nggak ada. Ya dibagi pangkat tinggi aja. Aku nggak pernah tau teorema-
teorema gitu.”
P : “Nggak tau apa nggak memperhatikan?”
S : “Nggak begitu aku pedulikan,mbak. Kan nggak banyak ditanyakan.”
Dari petikan wawancara tersebut, tampak bahwa siswa tidak paham
bahwa dalam pembagian pangkat tertinggi tidak digunakan suatu teorema limit.
Penyebabnya adalah siswa tidak pernah menyelesaikan soal yang berhubungan
dengan teorema limit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
3. Subjek Penelitian III
(a) Soal Nomor 1a
Petikan 1
S : “(memperhatikan pekerjaannya) Itu gini, mbak, kan ditanya limit mendekati 1,
karena fungsinya kepecah makanya diteliti limit kiri dan kanannya itu. Ini limit
krinya dan ini limit kanannya (sambil menunjuk pekerjaan).”
P : “Lhah mana yang menyatakan limit kiri kanannya?”
S : “Ini lho,mbak kan aku pilih dari kiri fungsinya yang lebih dari 1 itu 1+x2, terus
yang kanan x aku masukin 0,9999. Itu mbak, limit kiri kanannya.”
P : “Emm, jadi caranya menunjukkan limit kiri dan kanan itu dengan memilih
fungsi dan titik?”
S : “Iya, mbak.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa memahami kaitan konsep limit kiri
dan kanan dengan eksistensi limit di suatu titik, tetapi salah dalam pemahaman
konsep penulisan limit kiri dan limit kanan. Siswa memiliki konsepsi bahwa
menunjukkan limit kiri dan kanan dengan pemilihan fungsi dan titik.
Untuk mengetahui lebih lanjut, simak petikan wawancara di bawah ini.
Petikan 2
P : “Coba aku tulis kayak gini (peneliti menuliskan lambang limit x mendekati 1
dari kanan dan kiri). Artinya apa”
S : “Itu artinya limit g(x) mendekati 1 dari kanan, yang ini dari kiri. Trus, mbak?”
P : “Kok, kamu nggak mengekspresikan kayak gitu di pekerjaanmu?”
S : “Sama, mbak, kan aku sudah memilih fungsinnya sama titiknya.”
Dari petikan tersebut, siswa benar – benar mengalami miskonsepsi dalam
penulisan limit kiri dan kanan, karena siswa tetap mempertahankan konsepsinya
dan menganggap sama antara lambang limit kiri dan kanan dengan pemilihan titik
dan fungsi.
Petikan 3
P : “Ow, kamu ini yang limit kiri pilih titik 0,9999 kok yang kanan 1, kenapa? ”
S : “Limit kan mendekati to, mbak, jadi yang kiri 0,9999 kurang dari 1 mendekati
1.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
P : “Kok yang dari kanan tetep pilih 1, nggak 1,1111.. atau 1,11112 atau berapa
gitu yang deket 1 tapi lebih dari 1, kan dari kanan?”
S : “Emmm, ya sama mbak, nanti kan jawabe 2 lebih jadinya dekat 2. Lha jadi
aku pilih 1 aja.”
P : “Lha yang tadi kan juga dekat 1 kenapa nggak pilih 1 saja, malah pilih
0,9999..”
S : “Lha, limit kan mendekati kan, mbak.”
P : “Lha yang dari kanan, nggak? ”
S : “Kan, fungsinya batasnya 1 nya masuk.”
P : “Jadi kalau limit itu, kalau batas daerah asalnya nggak sampai titik itu ambil
titiknya juga kurang dari atau lebih dari itu, terus kalau daerah asalnya sampai
titik itu boleh diambil untuk mendapat nilai limitnya?”
S : “Iya, mbak. Kan limit kan pendekatan.”
Dari petikan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa siswa salah
dalam memahami konsep pemilihan titik untuk mendapat nilai limit kiri dan
kanan karena alasan siswa kurang logis, yaitu jika daerah asal fungsi juga
mendekati titik limit yang dimaksud maka titik yang dipilih itu mendekati titik
limit yang dimaksud, dan jika dalam daerah asal fungsi terdapat titik limit yang
dimaksud maka titik yang dipilih adalah titik limit itu sendiri.
Petikan 4
P : “O ya, kesimpulannya kamu tulis nggak ada limit ya, kenapa,dek?”
S : “Soalnya kan nilai Limit kiri dan kanannya nggak sama.”
P : “Emm, jadi kalau fungsi punya dan tidak punya limit di suatu titik itu
bagaimana?”
S : “(berpikir lama) Fungsi punya limit itu kalau ketemu bilangannya, limit kiri
dan kanan sama, kalau tidak punya limit itu nggak ketemu bilangannya, terus
bentuk 0/0, 0/∞, gitu nggak ada limitnya.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami kesalahan konsep
dalam mendefinisikan limit suatu fungsi. Siswa tidak dapat menyatakan ulang
sebuah konsep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Untuk mengetahui penyebab beberapa miskonsepsi yang dialami siswa,
simak lanjutan petikan wawancara di bawah ini.
Petikan 5
S : “Ya, dari baca buku, denger penjelasan guru, ya aku simpulkan sendiri.”
P : “Pak Wardi menjelaskan tentang limit kiri dan kanan secara detail nggak?”
S : “Ya, biasa aja. Cuma kasih catatan, tapi diterangke nya pas awal–awal itu, abis
itu nggak pernah dibahas lagi.”
Penyebab miskonsepsi yang dialami siswa ini adalah kekacauan
pemikiran siswa terhadap konsep tersebut karena berbagai informasi yang didapat
baik dari buku maupun penjelasan guru dan siswa tidak mampu
mengakomodasikan konsep. Penyebab lain adalah guru kurang menekankan
konsep mengenai limit kiri dan kanan.
(b) Soal Nomor 1b
Petikan 6
S : “Aku ngerjainnya difaktorkan dulu, mbak. Hasilnya 2 jadi limitnya ada.”
P : “Kenapa harus mengerjakan dengan difaktorkan?”
S : “Biar bisa dicoret – coret, mbak.”
P : “Ow, gitu, o ya katanya tadi ada limit kalau limit kanan kirinya hasilnya sama,
kok nggak kamu periksa tuh?”
S : “Ada cara cepatnya, mbak. Kita pakai cara cepat.”
P : “Jadi nggak perlu kita periksa, yakin dengan hasil hitung ya? ”
S : “Iya, mbak.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi bahwa dalam
menyelesaikan kasus limit bentuk 0/0 adalah dengan menghitung. Siswa
mengalami kesalahan konsep bahwa cara pemfaktoran dalam menentukan limit
adalah untuk dapat mengeliminasi suatu unsur tertentu, bukan karena bentuk limit
itu sendiri. Siswa juga mengalami miskonsepsi bahwa dalam penentuan limit
tidak memerlukan pemeriksaan limit kanan dan kiri atau sesuai definisi secara
intuisi. Penyebabnya adalah aspek praktis yang telah tersedia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
(c) Soal Nomor 1c
Petikan 7
S : “Aku pakai cara turunan itu lho, mbak.”
P : “Kamu tau dari mana cara turunan untuk menghitung limit?”
S : “Dari guru les.”
P: “Kok bisa soal ini pakai turunan?”
S : “Lha, cara cepet aja, mbak, kalau soal kayak gini bisa pakai turunan.”
Pada petikan wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi untuk
menyelesaikan limit fungsi adalah dengan teknik turunan. Siswa cenderung lebih
memilih aspek praktis yang diketahui dari guru les.
Petikan 8
P : “Kalau misalnya aku substitusi 1 ketemu hasilnya apa sih memang?”
S : “Nggak boleh, mbak. Itu nggak ada yang bisa dicoret – coret jadi nggak bisa
disubstitusi.”
P : “Hah, gitu ya. Tapi kita coba dulu deh substitusi 1. Dapatnya apa ya? ”
(Peneliti dan Subyek mencoba menghitung bersama.)
S : “Dapatnya 2 / 0 mbak, tak terhingga jawabnya.
P : “Tak terhingga atau tak terdefinisi?”
S : “tak terdefinisi ding, mbak. Salah aku.”
P : “Bedanya apa sih?”
S : “Kalau tak terdefinisi itu nggak bisa didefinisikan, nggak ada gitu mbak. Tapi
kalau tak terhingga itu banyak gitu bilangannya.”
Petikan wawancara di atas, diketahui bahwa siswa mengalami
miskonsepsi bahwa apabila substitusi titik pendekatan pada limit tergantung pada
suatu bentuk fungsi tertentu, apabila bentuk fungsi tidak bisa dioperasikan, titik
tidak dapat disubstitusi. Dalam memaknai kata “tak hingga” siswa juga
mengalami sebagian konsep yang salah.
Petikan 9
P : “Oke, sesuai katamu tadi, kalau limitnya ada itu hasil limit kiri dan kanannya
sama. Kita periksa pakai grafik.”
S : “Aku nggak bisa baca grafik, mbak.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
P : “Ya udah, tabel aja deh.”
S : “Kalau yang dari kanan nggak teratur tuh, mbak, yang dari kiri juga nggak
teratur tuh, mbak. Trus gimaan nih?”
P : “Gimana, coba hubungkan sama konsep fungsi punya limit.”
S : “Berarti nggak ada ya limitnya.”
P : “Iya, kok beda sama jawabanmu.”
S : “Nggak tau deh, mbak. Tapi lebih cepet pakai cara turunan. Bener punyaku
nih, mbak. Heheh.”
Pada petikan wawancara di atas, siswa sebenarnya memahami penentuan
limit secara intuisi dan dapat menghubungkannya dengan konsep apabila
eksistensi fungsi memiliki nilai limit. Namun, yang menarik adalah siswa tetap
mempertahankan konsepsinya yang sebenarnya salah. Sehingga dapat diketahui
siswa benar–benar mengalami miskonsepsi. Prakonsep yang dimiliki siswa
mengenai teknik turunan yang salah menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi.
(d) Soal Nomor 1d
Petikan 10
P : “Lanjut ke no 1d, kenapa kamu ngerjain seperti itu?”
S : “Ya, kata pak Wardi itu kalau mencari nilai limit x mendekati tak hingga itu
dibagi pangkat tertinggi dari variabel. Ya aku bagi pangkat tinggi, mbak
dapatnya 0.”
P : “Kalau 0 tu berarti ada limitnya?”
S : “Ada mbak, ya 0 itu limitnya.”
Dari petikan wawancara tersebut, diketahui siswa memiliki konsepsi
awal (prakonsep) mengenai menentukan limit tak hingga adalah dengan
menghitung yaitu dibagi pangkat tertinggi.
Petikan 11
P : “Coba kita periksa lagi nilai limit kanan dan kirinya.”
S : “Dari tabel aja ya, mbak. Itu dari kanan makin dekat sama 0 yang kiri juga ya,
mbak. Berarti 0 juga. Benar, mbak, aku.”
P : “Iya dong, dek.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
S : “Eh, mbak tapi yang benar itu kalau mencari nilai limit mendekati tak hingga
itu dibagi pangkat yang tinggi setauku. Bukan limit kiri dan kanan.”
Pada petikan 11, siswa sebenarnya memahami menentukan limit secara
intuisi. Namun, siswa mengalami miskonsepsi karena prakonsep yang dimiliki
siswa. Ini mengakibatkan konsep untuk mencari nilai limit di ketakhinggaan
adalah dengan menghitung pembagian pangkat tertinggi.
Petikan 12
P : “Gitu ya. O ya, di tes kamu jawab 1 dibagi tak hingga, memang boleh, dek?”
S : “Boleh aja, kenapa memang.”
P : “Kamu tau, daerah asal limit fungsi?”
S : “R ya, mbak.”
P : “Iya, apa itu R?”
S : “Real kayaknya.”
P : “Lha terus tak hingga itu bilanga real nggak?”
S : “Aku nggak tau bilangan real, rodo ra mudeng. Aku taunya biasanya ditulis
gitu di buku-buku.”
Pada petikan wawancara di atas, diketahui siswa tidak paham makna dari
daerah asal limit fungsi yaitu bilangan real. Siswa tampak mempedulikan konsep
ini. Ini mengakibatkan siswa hanya asal saja mensubstitusikan lambang “∞” ke
dalam penyelesaian soal limit dalam tes.
(a) Soal Nomor 2a
Petikan 13
S : “Jadi itu limit f(x), g(x), dan h(x) nya dah ada, ya kan substitusi, lalu tak
operasikan.”
P : “Boleh ya, kita langsung substitusi?”
S : “Boleh, mbak. Kan itu aturannya yang misalnya lim (f(x).g(x))=limf(x).limg(x)
gitu- gitu lho, mbak.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa memahami teorema limit yang
dipakai dalam menyelesaikan soal tersebut hanya tidak dapat menyebutkan secara
detail.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
(b) Soal Nomor 2b
Petikan 15
P : “Kita lanjut ke nomor 2b ya. Coba, dek aku dijelasin kerjaanmu ini.”
S : “Ya itu karena sudah teorema limit jadi benar, mbak.”
P : “Ow, gara–gara itu. Tapi perlu nggak sih kita periksa nilai limit kiri dan
kanannya”
S : “Perlu, mbak.”
P : “Lha, mana kok nggak kamu periksa?”
S : “Sudah, mbak jadi itu yang ini (menunjuk ruas kiri) lho, mbak aku pilih fungsi
f(x) nya 0, g(x) nya x, yang ini (menunjuk ruas kanan) fungsi f(x) nya 0 trus
yang g(x) karena mendekati 1 tak masukin fungsi (x-1)2+1 dapatnya 1.”
P : “Mana sih, dek limit kiri dan kanannya , mbak jadi yang bingung.”
S : “ya yang ruas kiri itu limit kanan semua, mbak, yang ruas kiri limit kiri semua,
mbak.”
Dalam petikan 13, sangat tampak bahwa siswa mengalami miskonsepsi
dalam mengaitkan antara teorema limit dengan limit kanan dan limit kiri. Siswa
mencoba untuk mengaitkan antara kedua konsep tersebut, sehingga siswa dalam
pengerjaannya tetap memeriksa nilai limit kiri dan kanan fungsi tersebut dan
menerapkannya dalam teorema. Namun, karena kesalahan dalam menghubungkan
konsep tersebut, akhirnya memberi kesimpulan yang salah dalam jawaban.
Petikan 16
P : “Waduh kok bisa gitu? Kok nggak yang ruas kiri limit kiri dan ruas kanan
limit kanan aja?”
S : “Ruas kiri dan kanannya kan bisa tak balik to, mbak sama aja. Jadi kayak yang
mbak bilang.”
P : “Wee, lha kamu dapet dari mana teori kayak gitu.”
S : “Aku sendiri, mbak. Kan diperiksa tetep limit kanan dan kirinya. Soalnya aku
belum pernah ngerjain soal kayak gini. Pak Wardi nggak pernah kasih soal –
soal seperti ini.”
Pada petikan wawancara di atas, yang menjadi penyebab miskonsepsi
adalah kekacauan pemikiran humanistik dan juga ketidakmampuan siswa dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
mengakomodasikan konsep. Hal lainnya adalah guru yang tidak pernah
memberikan soal mengenai teorema limit.
(c) Soal Nomor 2c
Petikan 17
S : “Iya, mbak. Kan dibagi pangkat tertinggi. Jadi ya kayak gitu.”
P : “O ya, aku liat lambang limit x→∞, nya kamu tulis terus ya sampai dapat 1,
kenapa itu, dek?”
S : “Ya, karena kata Pak Wardi kalau belum ketemu hasilnya harus ditulis terus.”
P : “Ow, bukan dari kamu sendiri kan kali ini?”
S : “Bukan, mbak, yakin.”
Dalam petikan 15, siswa mengalami miskonsepsi bahwa penulisan
lambang limit dituliskan dalam penyelesaian soal karena memang harus ditulis
sampai ditemukan hasilnya, tidak dihubungkan dengan konsep teorema limit.
Penyebab miskonsepsi ini adalah penjelasan dari guru.
4. Subjek Penelitian IV
(a) Soal Nomor 1a
Petikan 1
P : “Iya, dek. Kenapa kamu bisa menyimpulkan tidak ada limit?”
S : “Jadi, itu kayak gini, mbak. Kita periksa dulu limit kiri dan kanannya. Ini limit
kiriku pakai fungsinya x terus titiknya yang deket 1 tapi kurang dari 1 aku
pilihnya 0,9999”
P: “Kok pilihnya 0,99999...”
S : “Ya, karena limit itu kan pendekatan, mbak.”
P: “Lanjut jelasin.”
S: “Trus yang ini limit kanan, mbak. Fungsinya 1+x2 , nhah aku pilih 1 buat
titiknya, mbak. ”
P : “Lho, kok 1 katanya tadi limit itu pendekatan?”
S : “Emm, sik bentar, mbak. Kok aku pilih 1 ya? (berpikir sebentar) oh, ini lho,
mbak kan kan batasnya sampai sama dengan 1. Jadi kalau batasnya nggak
sampai 1 ya nggak boleh. ”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Dari petikan wawancara di atas, dapat diketahui siswa memahami dengan
baik konsep limit kiri dan limit kanan, tetapi salah dalam memahami konsep
pemilihan titik untuk mendapat nilai limit kiri dan kanan. Siswa memiliki
konsepsi yaitu jika daerah asal fungsi juga mendekati titik limit yang dimaksud
maka titik yang dipilih itu mendekati titik limit yang dimaksud, dan jika dalam
daerah asal fungsi terdapat titik limit yang dimaksud maka titik yang dipilih
adalah titik limit itu sendiri.
Untuk mengetahui siswa benar-benar mengalami miskonsepsi, peneliti
mengajukan suatu pertanyaan. Simak lanjutan petikan wawancara berikut.
Petikan 3
P: “Oke, lha kerjaanmu yang menunjukkan itu limit kiri dan kanan mana?”
S : “Yang ini, mbak. Yang Limit kiri x+→1 yang limit kiri x
-→1”
P : “Kamu yakin, dek, menyatakan limit kiri dan kanannya seperti itu?”
S : “Hhmmm..cukup yakin, mbak. Memang salah ya, mbak?”
Petikan 4
S : (diam dan berpikir) “Sama saja menurutku, maksudnya sama, tapi sepertine
yang umum ditulis di buku kayak yang ditulis mbak dewi ya. Heheh. Tapi
maksudnya sama kok, mbak. Ya, aku ikut umumnya aja kalau gitu besok–
besok.”
P : “Lho, kok ikut umumya, lha kamu sendiri gimana?”
S : “Ya, menurutku tadi, mbak. Ya, kalau menurut umumnya itu biasanya lebih
bener. heheheheh ”
Dari Petikan 3 dan Petikan 4 di atas, dapat diketahui siswa juga
mengalami miskonsepsi dalam penulisan limit kiri dan kanan dengan menganggap
sama makna dari x+→1 dengan x→1
+ dan juga x
-→1 sama dengan x→1
-
Petikan 5
P : “Kamu bisa berpikir kalau itu sama itu gimana sih? Apa guru pernah bilang
kayak gitu?”
S : “Aku lupa, mbak. Pak Wardi udah pernah bilang atau belum, soalnya ini cuma
dibahas pas pelajaran awal. Aku sendiri deh mbak kayaknya yang berpikir
kayak gitu.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Penyebab dari miskonsepsi siswa ini lebih dikarenakan siswa salah dalam
memaknai suatu simbol dan kurangnya penekanan guru dalam penanaman
konsep.
Petikan 6
S : “Fungsi punya limit? Gimana ya, mbak. Emm gini, Kalau ketemu bilangan,
mbak. Kalau ada limit kiri dan kanannya limitnya harus sama.”
P : “Terus ada lagi?”
S : “Oya, kalau bentuk 0/0 itu nggak boleh dikerjakan langsung, berarti itu belum
punya limit. Jadi harus dikerjakan pakai cara-cara.”
Dari petikan wawancara tersebut, siswa tidak dapat menyatakan ulang
sebuah konsep yaitu konsep mengenai definisi limit.
(b) Soal Nomor 1b
Petikan 7
S : “Aku pakai turunan,mbak. Yang pangkatnya diturunkan itu, lho, mbak. ”
P : “Kenapa soal ini harus dikerjakan dengan turunan?”
S : “Lebih cepat, mbak.”
P : “Emm, apa karena cuma supaya cepat aja. Nggak ada syarat lain kasus limit
dikerjakan pakai turunan? Misalnya karena bentuk tak tentu gitu. ”
S : “Iya, mbak kata guru lesku, ada cara yang cepat daripada pemfaktoran, gitu-
gitu, mbak.”
P : “Ow, jadi ini kamu tau dari guru lesmu ya, dek. ”
S : “Iya, mbak.”
Pada petikan wawancara di atas, diketahui bahwa prakonsep siswa yang
salah bahwa menyelesaikan adalah dengan teknik turunan. Siswa juga mengalami
miskonsepsi bahwa penyelesaian limit dengan turunan adalah aspek praktis saja,
tanpa melihat syarat apa yang harus dipenuhi jika menyelesaikan dengan teknik
turunan. Penyebab dari miskonsepsi ini adalah penanaman konsep yang salah dari
orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Petikan 8
P : “O ya, di dalam tes kan disediakan tabel dan grafik, kamu tau nggak
maksudnya untuk apa?”
S : “Emm, buat periksa limit kanan dan kirinya ya, mbak. ”
P : “Kok, tidak dipakai memeriksa?”
S : “Ada cara yang lebih cepat, mbak. Kenapa harus yang susah?”
Siswa sebenarnya mengetahui bahwa adanya tabel dan grafik dalam tes
digunakan untuk menentukan limit secara intuisi. Namun, siswa merasa tidak
perlu karena ada cara praktis untuk menemukannya.
Untuk meyakinkan lagi, apakah siswa benar-benar mengalami
miskonsepsi atau tidak. Simak petikan wawancara berikut.
Petikan 9
P : “Wah, coba kalau ditanya, limit kirinya dari kasus ini, kamu gimana
nyelesainnya?”
S : “Turunkan aja, mbak. Sama aja. Nha kalau dari kanan juga gitu sama. Ntar kan
dapet bilangan sama, 2 juga. Lha karena limit kiri sama dengan limit kanan
jadinya ada limitnya.”
P : “Nha, katanya di no 1a tadi limit itu didekati, kok nggak didekati 1 dari kiri
sama dari kanan?”
S : “Kan nggak ada batasnya, mbak. Kalau no 1a tadi ada batasnya.”
Dari petikan tersebut, diketahui benar–benar mengalami miskonsepsi
dalam memahami definisi secara intuisi. Siswa menganggap bahwa definisi secara
intuisi hanyalah untuk bentuk soal tertentu saja dan tidak berlaku untuk yang lain.
Siswa salah dalam menghubungkan konsep limit secara intuisi dengan konsep
bentuk fungsi.
(c) Soal Nomor 1c
Petikan 10
P : “Ya sudah, kita lanjut yang no 1c aja deh ya. ”
S : “Itu aku kerjakan kayak yang nomor 1b, turunan biar lebih cepet.”
P : “Eh iya ya, jawabannya sama juga, padahal soalnya beda ya. Kok bisa ya?”
S : “Lha hasil turunannya sama kok, mbak.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
P : “Kamu nggak periksa kanan dan kirinya juga karena terlalu lama ya.”
S : “Iya lah, mbak.”
Pada petikan wawancara di atas siswa memiliki konsepsi bahwa
menyelesaikan limit fungsi lebih mudah dengan teknik turunan dalam bentuk
apapun. Siswa juga tidak memeriksa nilai limit kiri dan kanan dengan alasan
membutuhkan waktu lama.
Untuk mengetahui siswa apakah memahami atau mengalami miskonsepsi
dalam penentuan limit secara intuisi, simak petikan wawancara berikut.
Petikan 11
S : “Jadi itu kalau limit kirinya makin negatif ya , mbak. Kalau limit kanannya
makin besar nilainya.”
P : “Kalau dari itu, berarti fungsinya itu punya limit nggak di titik x mendekati 1?”
S : “Nggak, mbak soalnya kan beda ya dari kanan dan kirinya. ”
P : “Lho, kok beda ya sama kerjaan mu pakai cara turunan?”
S : “(Bingung)... (Tiba–tiba menjawab dengan tegas) Tapi bener caraku, mbak,
pakai cara turunan.”
P : “Jadi salah kalau periksa limit kiri dan kanannya dulu sesuai definisi limit?”
S : “Bukannya salah, mbak. Tapi pokoknya bener caraku, soalnya aku biasanya
pakai cara ini.”
Dapat diketahui dari petikan tersebut, bahwa siswa benar–benar
mengalami miskonsepsi dalam menentukan nilai limit bentuk tak hingga.
Walaupun siswa sebenarnya memahami menentukan limit secara intuisi, siswa
tetap mempertahankan konsepsinya yang salah. Konteks dari orang lain dan aspek
praktis menjadi penyebab miskonsepsi yang dialami siswa ini.
(d) Soal Nomor 1d
Petikan 12
P : “Ya, no 1d, jelaskan.”
S : “Nha, itu Cuma aku substitusi, mbak.”
P : “Kok, nggak pakai turunan lagi?”
S : “Lha, bentuknya nggak kompleks kok, mbak, nggak ada kuadrat–kuadratnya.”
P : “O ya, kamu tau kan, kalau daerah asal fungsi anggota bilangan apa? ”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
S : “Bilangan real.”
P : “Kalau tak hingga itu bilangan real atau bukan? ”
S : “Nggak tau, mbak.”
P : “Coba, dek, kita periksa nilai limit kiri dan kanannya dari tabel atau grafik
yang ada.”
S : “Nggak perlu, mbak. Tidak perlu repot–repot nanti jawabannya pasti sama.”
Pada petikan wawancara tersebut, diketahui siswa menganggap bahwa
penentuan limit di tak kehinggaan ini tidak perlu menggunakan konsep limit kiri
dan kanan (secara intuisi). Siswa mengalami miskonsepsi bahwa penggunaan
teknik L’hopital karena bentuk fungsi yang kompleks. Penyebab miskonsepsi ini
adalah aspek praktis yang sudah biasa digunakan dalam penentuan nilai limit.
Simak petikan wawancara selanjutnya untuk mengetahui penyebab lain dari
miskonsepsi ini.
Petikan 13
S : “Nggak perlu, mbak, kata Pak Wardi kalau limit tak hingga itu dibagi pangkat
tinggi aja.”
P : “Kok, kamu soal ini nggak dibagi pangkat tertinggi?”
S : “Ya, nggak papa, mbak soalnya disubtitusi bisa.”
Penyebab lain dari miskonsepsi yang dialami oleh siswa adalah
penjelasan guru yang mengatakan bahwa dalam penentuan limit di tak kehinggaan
adalah dibagi pangkat tinggi. Guru tidak mengaitkan konsep definisi limit secara
intuisi dengan konsep limit di tak kehinggaan.
(a) Soal Nomor 2a
Petikan 14
S : “Substitusi aja, mbak.”
P : “Ada toremanya nggak sih? Apa langsung substitusi aja.”
S : “Nggak paham, mbak aku teorema apa.”
Dalam petikan wawancara tersebut, siswa ternyata tidak memahami apa
yang dimaksud dengan teorema limit. Siswa hanya asal saja mensubstitusikan
nilai limit fungsi ke dalam soal tanpa dasar teorema.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Untuk meyakinkan apakah siswa benar tidak paham mengenai teorema
limit, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan dasar mengenai teorema limit.
Petikan 15
S : “Kalau yang ini lim x mendekati 3 dari f(x) itu kan 10, berarti kalau lim x
mendekati 3 dari 2 f(x) itu 20. Kalau lim x mendekati 3 dari k f(x) itu 10k.
Kalau lim x mendekati 3 dari x f(x) itu 30.
P : k nya itu apa? x nya itu apa?
S : k konstanta x nya itu fungsi.
P : “Yakinkah?”
S : “Yakin,mbak.”
Dalam menjawab pertanyaan dalam wawancara tersebut, siswa
sebenarnya memahami konsep teorema limit tetapi tidak tahu nama konsep itu
sendiri.
(b) Soal Nomor 2b
Petikan 16
P : “Oke deh, kita lanjut ke nomor 2b ya. Coba, dek aku dijelasin kerjaanmu ini.”
S : “Iya,mbak, jawabanku benar. Lha, kan teorema limit, mbak, jadi benar pasti.”
P : “Kamu tidak perhatikan fungsinya?”
S : “Udah, mbak, kan udah tak pilih itu fungsinya. Hasilnya sama kok 1.”
P : “Wah, kamu nggak periksa nilai limit kiri dan kanannya?”
S : “Nggak perlu, mbak.”
Pada petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi bahwa
teorema limit adalah selalu benar dalam bentuk fungsi tersebut. Oleh karena itu,
siswa merasa tidak perlu menghubungkan antara konsep limit kiri dan kanan suatu
fungsi dengan konsep teorema limit ini.
Petikan 17
P : “Coba jelaskan aja, kenapa pilih fungsi itu?”
S : “Lha kan yang sampai batasnya 1 untuk fungsi f(x) kan 0, kalau yang g(x) kan
x.”
P : “Emm, katanya kalau limit itu pendekatan, terus fungsinya itu mirip kan sama
no 1a. kenapa nggak pakai titik yang mendekati 1 dari kanan atau dari kiri? ”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
S : “Lhah, mbak, kan beda ini kasusnya, kita cuma buktikan teorema limit.”
Dalam petikan 17, semakin menguatkan bahwa tidak perlunya
menghubungkan antara konsep limit kiri dan kanan suatu fungsi dengan konsep
teorema limit ini. Siswa benar–benar mengalami miskonsepsi dalam pemahaman
teorema limit.
Untuk mengetahui penyebab miskonsepsi, simak petikan 18.
Petikan 18
S : “Aku sendiri, mbak. Aku belum pernah nemuin soal kayak gitu.”
Penyebab dari miskonsepsi yang dialami siswa adalah belum pernahnya
siswa menjumpai soal mengenai teorema limit. Siswa mencoba
mengakomodasikan konsep yang siswa miliki, tetapi dalam mengakomodasi
konsep tersebut salah. Ini juga menjadi penyebab siswa mengalami miskonspesi.
(c) Soal Nomor 2c
Petikan 19
P : “Kita lanjut yang ke 2c. Kenapa dek kayak gitu?”
S : “Iya, mbak. Limit x mendekati tak hingga jadi dibagi pangkat tinggi itu.
P : “O ya, lambang limit x→∞, nya nggak kamu tulis ya.”
S : “Aku lupa, mbak seharusnya ditulis terus sampai ketemu hasil limitnya.”
P : “Jadi beda ya, dek, kalau ditulis dan nggak ditulis.”
S : “Iya, kata pak Wardi gitu.”
P : “Tau nggak alasannya kenapa?”
S : “Nggak tau, mbak. Aku nggak terlalu ngerti, mbak.”
Pada petikan wawancara tersebut, siswa sebenarnya memahami perlunya
penulisan lambang limit dalam penyelesaian soal limit fungsi, tetapi siswa
mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi ini dalam hal lambang limit harus sampai
ditemukan hasilnya, bukan karena teorema limit yang ada. Ini disebabkan
penjelasan guru yang kurang jelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
5. Subjek Penelitian V
(a) Soal Nomor 1a
Petikan 1
P : “No 1a. Kenapa, dek kamu ngerjainnya seperti itu?”
S : “(diam dan memperhatikan pekerjaannya) gini, mba, itu kan limit x mendekati
1 ya. Ya karena fungsinya seperti itu aku bagi dulu ke limit kiri dan limit
kanan. yang limit kiri ini yang limit kanan ini.(sambil nunjuk jawaban).”
Dalam petikan wawancara di atas, diketahui siswa memahami dengan
baik kaitan limit kiri dan kanan terhadap eksistensi limit suatu fungsi.
Petikan 2
P : “O ya aku tertarik jawabanmu yang limit kanan. Kenapa bisa x mendekati 1+
x2?”
S : “Soalnya kan fungsinya pas lebih dari 1 kan itu.”
P : “Kok, yang dari kiri nggak?”
S : “O iya ya. Kok yang kiri nggak ya. Berarti belum, mbak. Harusnya x
mendekati x. Eh, kok mendekati x. Oh, itu kan fungsinya x jadi tak ganti 1
langsung.”
P : “Kok ada tanda 1-?”
S : “Kan biar tau dari kiri.”
P : “Lha kok yang kanan nggak?”
S : “Heemmm, kok nggak ya.heheh. bingung aku. Ow, soalnya kan keliatan
fungsinya.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi mengenai
pemahaman titik pendekatan limit kiri dan kanan. Siswa memiliki konsepsi bahwa
titik pendekatan pada limit diganti dengan fungsi yang mendekati titik tersebut
dari kanan dan kiri.
Simak lanjutan petikan wawancara berikut.
Petikan 3
S : “Bisa, mbak. Itu kan artinya limit g(x) mendekati 1 dari kanan, yang ini dari
kiri.”
P : “Nha, kok beda sama yang kamu kerjakan? Yang bener yang mana ya?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
S: “Tempatnya mbak e ni kayaknya yang bener. Tapi kan maksudnya
sama,mbak.”
Siswa benar–benar mengalami miskonsepsi mengenai pemahaman titik
pendekatan limit kiri dan kanan dan menganggapnya sebagai pengekspresian
untuk menunjukkan limit kiri dan kanan, sehingga menganggap sama antara
lambang limit kiri dan kanan dengan hal tersebut.
Petikan 4
P : “Lha memangnya kamu nggak pernah menjumpai soal–soal kayak gini? ”
S : “Jarang,mbak. Makanya aku nggak terlalu memperhatikan.toh, juga Pak Wardi
nggak banyak kasih soal yang kayak gini to,mbak.”
Dari petikan wawancara di atas, penyebab miskonsepsi siswa adalah
kurangnya penekanan guru dalam penanaman konsep yang mengakibatkan siswa
cenderung tidak memperhatikan konsep limit itu sendiri.
(b) Soal Nomor 1b
Petikan 6
P : “Oke, kita lanjut ke no 1b. Jelasin dek, kerjaanmu.”
S : “Itu ngitung pakai pemfaktoran itu lho, mbak.jadi ketemunya itu, 2, jadi ada
limitnya.”
Petikan wawancara tersebut menunjukkan, siswa memiliki konsepsi
bahwa menentukan limit bentuk 0/0 adalah dengan cara menghitung.
Petikan 7
P : “Ow,gitu.. Tak tanya kalau gitu. Kenapa kamu harus ngitung seperti itu? Kok
harus difaktorin dulu?”
S : “Ya kan memang caranya gitu.”
P : “Kalau aku substitusi langsung boleh ndak?”
S : “Sik,bentar, tak coba dulu. Kalau disubstitusi langsung itu, jadinya 0/0. Nha,
kata Pak Wardi kalau kayak gini itu nggak boleh dikerjain langsung.”
P : “Kenapa ya kok gitu? Memang bentuk apa?”
S : “Kalau 0/0 limit bentuk tak tentu ya,mbak.”
Dari petikan di atas, siswa benar dalam memahami bahwa bentuk 0/0
adalah bentuk tak tentu, tetapi salah dalam memahami konsep mengapa bentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
tak tentu harus dengan cara pemfaktoran. Siswa menyatakan bahwa bentuk tak
tentu tidak boleh dikerjakan secara langsung. Penyebab miskonsepsi ini adalah
dari penjelasan guru.
Agar mengetahui apakah siswa mengalami miskonsepsi limit bentuk tak
tentu secara intuisi. Simak petikan wawancara berikut.
Petikan 7
S : “Ya, dari kiri itu 1,9999, trus yang dari kanan 2,00001 mbak. Jadi kalau
dibulatin dari kiri kanan itu 2.”
P : “Trus, jadi punya limit nggak fungsi itu?”
S : “Punya,mbak. 2 itu to,mbak. Sama kan sama jawabanku. Lebih praktis
caraku.”
Pada petikan wawancara di atas. Siswa bisa memahami dalam
menentukan limit secara intuisi.
(c) Soal Nomor 1c
Petikan 9
S : “Jadi gini mbak. Aku substitusi 1 ke fungsinya jadinya 2/0 jadi ketemunya tak
terhingga. (dalam tes siswa menulis ”∞”)”
P : “Kalau tak hingga itu punya limit kah?”
S : “Tidak punya,mbak.”
P : “Kamu yakin, itu dibaca tak hingga?”
S : “Iya, mbak.”
P : “Kalau lambang itu (“∞”) bisa dibaca apalagi sih?”
S : “Tak terdefinisi,mbak.”
P : “Nha kalau fungsi limitnya tak terdefinisi tu gimana?”
S : “Ya kalau misalnya tidak ketemu bilangan.”
S : “Tak hingga itu bilangan bukan?”
P : “Bilangan, mbak. Bilangan yang makin banyak.”
Dari wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi awal dalam
menyelesaikan limit bentuk tak hingga adalah dengan menghitung. Siswa sudah
memahami bagaimana prosedur hitung limit. Siswa mengalami miskonsepsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
dalam kata “tak hingga” yaitu dengan mendefinisikannya sebagai bilangan yang
makin banyak.
Petikan 10
S : “Dari kanan itu, makin gede terus. Yang dari kiri makin kecil terus.”
P : “Nhah, dari kanan gitu, dari kiri gitu. Jadinya fungsinya punya limit nggak di
titik 1?”
S : “Punya, mbak. Karena bilangannya ndak sama.”
P : “Lha kok beda sama jawabanmu ada limit tak hingga.”
S : “Tapi sepertinya yang betul tempatku lho,mbak. Aku ngitungnya dah bener
kok.”
Pada petikan wawancara di atas, sebenarnya siswa memahami konsep
limit secara intuisi dan memberi kesimpulan yang benar. Namun, siswa ini benar–
benar mengalami miskonsepsi karena tetap mempertahankan prakonsepnya
sendiri yang sebenarnya memberi kesimpulan yang salah.
(d) Soal Nomor 1d
Petikan 11
P : “Oke kita lanjut ke no 1d, jelasin ya?”
S : “Ya, itu cuma aku substitusi. Jadine jawabane “∞”.
P : “Berarti ada limitnya ya?”
S : “Ada, mbak. Ya tak terhingga itu.”
P : “Memangnya 1/∞ itu ∞ ya?”
S : “Iya kan kayak tadi ∞ itu kan makin gede to jadi ya 1 kalau dibagi ∞ ya tak
hingga juga.”
P : “Emm, kalau itu bentuk limit apa? ”
S : “Bentuk limit tak hingga, sama kayak no 1c.”
Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa siswa memiliki
prakonsep bahwa menentukan nilai limit di ke tak kehinggaan dengan prosedur
hitung. Siswa salah dalam memahami konsep limit di tak kehinggaan adalah limit
bentuk limit tak hingga. Siswa mengalami miskonsepsi dalam memaknai “1/∞”
adalah “∞”, siswa salah dalam memaknai arti lambang tersebut sehingga memberi
kesimpulan yang salah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Petikan 12
S : “Dari tabel aja deh, mbak. Kalau x nya makin kanan, berarti 0,00000... nya
banyak berarti 0. Trus yang makin ke kiri, -0,0000... juga makin banyak berarti
0 juga.”
P : “berarti punya limit?”
S : “0, mbak limitnya.”
P : “Kok beda? Mana yang bener?”
S : “Lebih benar dengan yang menghitung. Kalau cari nilai limit itu ya dihitung.
Itu kan Cuma berlaku kalau ditanya limit kiri dan kanan.”
Pada petikan tersebut, siswa sebenarnya memahami bagaimana
menentukan limit secara intuisi. Namun, siswa mengalami miskonsepsi karena
menganggap bahwa jawaban yang benar adalah dengan perhitungan. Penyebab
dari miskonsepsi adalah prakonsep atau konsepsi awal yang dimiliki siswa dalam
menentukan suatu limit di tak kehinggaan.
(a) Soal Nomor 2a
Petikan 13
P : “Oke deh lanjut ke soal no 2a. itu bisa jawab gitu kenapa?”
S : “Ya gitu, mbak tak substitusi langsung, kan diketahui nilai limitnya.”
P : “Tau, nggak kenapa gitu? Emang sama ya kayak subsitusi nilai fungsi?”
S : “Tidak tahu, mbak.”
Pada petikan wawancara di atas, siswa tidak paham dengan jawaban yang
ditulis mengapa demikian. Untuk mengetahui lebih lanjut, simak petikan14.
Petikan 14
S : “Kalau yang ini lim x mendekati 3 dari f(x) itu kan 10, berarti kalau lim x
mendekati 3 dari k f(x) itu 10k. Kalau lim x mendekati 3 dari 2 f(x) itu 20.
Kalau lim x mendekati 3 dari x f(x) itu 10x.”
P : “k nya itu apa? x nya itu apa?”
S : “x sama k nya itu konstanta.”
P : “Yakinkah?”
S : “Yakin,mbak.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Dalam jawaban siswa pada saat wawancara tersebut, sebenarnya siswa
sudah memahami pertanyaan dasar teorema limit, tetapi hanya tidak bisa
menghubungkan konsep dengan soal yang menerapkan teorema limit tersebut.
(b) Soal Nomor 2b
Petikan 14
S : “Iya,mbak, jawabanku benar. Ya itu karena udah aturannya to,mbak.”
P : “Kok bisa kamu memilih 1 + 1=2 di ruas kanan dan kiri itu gimana?”
S : “Ya kan, itu kan aturan limit jadi aku pilih yang fungsinya 1 semua, biar
terbukti benar.”
P : “Perlu nggak kita memperhatikan nilai limit kanan dan kirinya?”
S : “Nggak perlu, mbak. Kan sudah aturan itu.”
Pada petikan 14, siswa mengalami miskonsepsi yaitu siswa menganggap
teorema limit selalu berlaku benar. Oleh karena itu, siswa tampak memaksakan
suatu hasil dengan pemilihan fungsi agar hasilnya adalah terbukti benar.
Petikan 15
P : “Pak Wardi yang ngajarin? Atau baca buku?”
S : “Bukan,mbak. Pak Wardi nggak pernah kasih soal kayak gitu.”
Penyebab dari miskonsepsi tampak dari jawaban siswa pada petikan
wawancara di atas, bahwa siswa tidak pernah menjumpai soal mengenai
pemahaman teorema limit sehingga siswa mencari jalan keluar sendiri untuk
memahaminya.
(c) Soal Nomor 2c
Petikan 16
P : “Kita lanjut yang ke 2c. Dapat 1 dari mana?”
S : “Dari dibagi pangkat tinggi. Kan ketemunya nanti x/x dibagi x/x nah dicoret –
coret jadinya kan 1.”
P : “gitu ya. O ya, aku mau tanya aja kalau aku tulis kayak gini bener nggak?
(Peneliti menyodorkan 2 bentuk prosedur hitung yang pertama adalah dengan
menuliskan lambang limit di depan perhitungan yang satunya tidak). ”
S : “Bener, mbak dua–duanya. Nggak ada bedanya. Cuma penulisan aja. Tapi
maksudnya sama.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Pada petikan wawancara tersebut, siswa salah dalam memahami konsep
penulisan lambang limit dalam proses penyelesaian soal limit. Siswa menganggap
sama saja apabila lambang tersebut tidak dituliskan. Siswa dalam hal ini kurang
memahami teorema limit.
6. Subyek Penelitian VI
(a) Soal Nomor 1a
Petikan 1
P : “Kamu tulis tidak punya limit kenapa?”
S : “Lha, itu nilai dari limit kanan sama kirinya bedo tu, mbak. Jadi setauku nggak
punya nilai limit.”
P : “O ya, dek, itu tidak ada limit karena nilai limit kanan dan kirinya beda ya.
Berarti suatu fungsi dikatakan memiliki limit yang gimana.”
S : “Ya, nilai limit kiri dan kanannya mendekati nilai yang sama, mbak.”
Dari petikan wawancara tersebut, siswa dapat memahami dengan baik,
kaitan limit kanan dan limit kiri dengan eksistensi limit suatu fungsi.
Petikan 2
P : “Ow, karena itu ya. Di jawabanmu itu tertulis limit kiri yang ini, limit kanan
yang ini (menunjuk jawaban).”
S : “Iya, mbak untuk menunjukkan yang limit kanan mana yang limit kiri mana.
Itu caranya.”
P : “Bukan pakai lambang yang seperti ini ya? (menulis lambang limit kanan dan
kiri).”
S : “Ya, itu cara lain, mbak. Kalau pakai ditulis kata-kata kan lebih jelas. Nggak
ada bedanya juga, mbak.”
P : “Ya beda kan, dek. Yang satunya pakai lambang limit yang satunya seperti
mencari nilai fungsi. ”
S : “Lha justru itu, makanya ditulis mana limit kiri dan kanan, juga fungsinya
yang dipilih juga harus benar.”
Pada petikan 2 di atas, dapat diketahui siswa salah dalam memahami
konsep pernyataan limit kanan dan limit kiri adalah dengan menuliskan kata-kata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Untuk mengetahui penyebab dari miskonsepsi yang dialami siswa. Simak
baik-baik petikan wawancara berikut.
Petikan 3
S : “Diterangke kok, mbak tapi ya pas pertemuan pertama-pertama gitu, dah lama
banget tuh.”
P : “Lha, kamu bisa ngerti limit kiri dan kanan terus gimana punya limit itu pie?”
S : “Ya, Cuma dari penjelasan pak Wardi aja. Dibaca lagi catatannya gitu.”
P : “Ya, tadi kamu bisa bilang kalau limit kiri dan kanan itu ditulis pernyataannya
aja gimana. ”
S : “Lha kan maksudnya sama, mbak. Nggak ada yang kasih tau. Tak pikir-pikir
sendiri. Di soal-soal juga nggak pernah ditanyakan.”
Dari petikan wawancara tersebut, penyebab miskonsepsi yang dilakukan
siswa adalah karena aspek praktis siswa yang menganggap sama dalam hal
pernyataan kata-kata dengan lambang limit dan kurangnya guru dalam penanaman
konsep.
(b) Soal Nomor 1b
Petikan 4
S : “Iya, mbak. Nomor ini aku pakai cara difaktorkan dulu baru dicoret-coret terus
dapat 1+1=2. Jadi ada nilai limitnya.”
P : “Oke. Di dalam tes ini kan ada ya itu, grafik atau tabel untuk membantu kamu
biar nggak ngitung. Kok nggak dipakai ya? ”
S : “Lha males og, mbak.”
P : “Ya udah, coba yo, kalo pakai grafik atau tabel bisa nggak. ”
S :”Bisa, mbak. Itu kan dihubungkan sama limit kiri kanan to, mbak. Ya, kalau
aku baca dari tabel kita bisa limit kirinya sama 2 limit kanannya juga dekat
sama 2. Berarti sama-sama 2, mbak.”
P : “Lha, bagus gitu. Bisa tahu nilai limitnya nggak pakai ngitung.”
S : “Iya ya, mbak.”
Pada petikan wawancara di atas, siswa sebenarnya bisa menghubungkan
definisi konsep limit secara intuisi dengan konsep limit bentuk tak tentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Petikan 5
S : “0/0, mbak. Oh ya, mbak aku inget sekarang, kan 0/0 itu kan limit fungsi yang
tidak bisa ketemu nilainya langsung.”
P : “Kok bisa?”
S : “Iya, kan kalau 0/0 itu nggak ketemu nilainya, jadi nggak bisa dikerjakan
langsung. Makanya tadi pakai pemfaktoran.”
P : “Oke.oke. kalau itu menurutmu.”
Pada petikan 5, siswa mengalami miskonsepsi bahwa limit 0/0 adalah
limit yang tidak memiliki jawaban secara langsung. Penyebab dari miskonsepsi
yang dialami siswa ini adalah konteks bahasa sehari-hari siswa dan kesalahan
siswa dalam memaknai kata.
Petikan 6
P : “Jadi, menurutmu yang bener itu pakai ngitung pemfaktoran atau yang
pendekatan limit kiri dan kanan.”
S : “Dua - duanya bener, kalau yang pakai tabel itu kayaknya malah dasar banget
ya, mbak. Nha, mungkin lebih cepet pakai ngitung.”
Dari petikan wawancara tersebut siswa dapat mengetahui dasar
penentuan limit bentuk tak tentu adalah sesuai definisi konsep limit.
(c) Soal Nomor 1c
Petikan 7
P : “Masuk ke nomor 1c. Dek, aku liat kamu pake pendekatan limit kiri dan kanan
ya?”
S : “Ya, aku coba aja mbak pakai limit kiri dan limit kanan.”
Dari petikan 7, diketahui siswa mencoba menghubungkan konsep limit
bentuk tak hingga dengan definisi konsep limit secara intuisi.
Petikan 8
P : “Aku pengen tahu, dek. Dari limit kiri kamu dekati ya pakai titik 0,99999 terus
yang kanan kok 1,99999 kan mendekati 1. Bukannya itu malah mendekati 2.”
S : “Bentar ya, mbak. Tak inget-inget dulu. O, iya, itu kan titik yang paling kanan,
mbak, yang paling jauh dari 1 gitu.”
P : “Loh, maksudnya gimana?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
S : “Gini lho, mbak, limit kiri itu diambil adalah titik yang paling kiri dekat
dengan 1 kalau yang kanan adalah titik yang paling kanan sendiri dari 1.”
P : “Lhoh, bukannya misalnya kita ambil paling kanan itu ambil 1,000001 sekian
gitu dong. Kan itu paling dekat dengan 1 di sebelah kanan. ”
S : “Bukan itu, mbak maksudnya, paling kanan itu yang paling jauh di kanan.”
P : “Lha kok yang kiri bukan 0,0000001 sekian kan itu malah lebih jauh ke kiri
dari 1 daripada 0,9999? ”
S : “(diam lama) Berarti yang di tes itu, salah mbak aku salah ambil titik yang
kiri.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa salah dalam memahami konsep
pemilihan titik untuk limit kanan dan limit kiri. Siswa menganggap hanya titik
yang paling kanan dan kiri yang mempengaruhi nilai limit.
Petikan 9
P : “Kamu yakin seperti itu? Nggak kebalik ya, dek. Titik yang paling kiri itu ya
pas yang di sebelah kiri dan yang paling kanan itu ya yang pas di sebelah
kanan limit?”
S : “Ya bukan to, mbak.”
P : “Lha terus nilai fungsi yang lain di titik-titik sebelah kiri dan kanan nggak
berpengaruh sama nilai limitnya fungsi nanti?”
S : “Sepertinya sih nggak, mbak. Kan namanya juga limit kanan dan limit kiri.”
P : “Hhmm. Yakin, dek? ”
S : “Cukup yakin.”
Pada petikan 9, siswa mempertahankan konsepsinya mengenai titik untuk
menentukan limit kiri dan limit kanan.
Petikan 10
S : “Ya, aku mikir-mikir aja sendiri, mbak, pas baca buku gitu. Sama dikasih tau
teman. Kenapa, mbak salah ya?”
P : “Nggak, Cuma tanya aja kok, dek.”
Dari petikan wawancara tersebut, diketahui msikonsepsi adalah konteks
penjelasan orang lain dan kesalahan siswa dalam memaknai kata “limit kanan”
dan “limit kiri”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Petikan 11
S : “Limit apa ya? Emang bentuk apa aja to, mbak, aku nggak hafal.”
P : “Haduh, kamu itu. Ya aku bantuin deh. Limit bentuk tak tentu bukan?”
S : “Hmm... bukan, mbak itu kan yang no1b.”
P : “Limit bentuk tak hingga bukan?”
S : “Emm... bukan juga.”
P : “Lho, kenapa?”
S : “Kalau bentuk limit tak hingga itu berarti jawabannya selalu tak hingga.”
P : “Bener?”
S : “Lha bentuk limit tak hingga kan, mbak, jadinya jawabannya selalu tak
hingga.“
Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi bahwa
limit bentuk tak hingga adalah limit yang selalu bernilai tak hingga.
(d) Soal Nomor 1d
Petikan 12
P : “Bagus. Memang limit di tak kehinggaan itu apa ya?”
S : “Limit di tak kehinggaan itu limit yang hasilnya nanti 0 dan tak hingga.”
P : “Lhah. Kok bisa?”
S : “Nha, biasanya di soal gitu og, mbak.”
Dari petikan wawancara tersebut, siswa mengalami miskonsepsi bahwa
limit di tak kehinggaan adalah limit yang nantinya memiliki nilai 0 dan tak
hingga.
Untuk mengetahui lebih lanjut, simak petikan wawancara berikutnya.
Petikan 13
P : “Masa’ to dek?”
S : “Menurutku sih, mbak. Lha kan biasanya di soal gitu.”
P : “Coba kita loncat di no.2c itu juga sama lha kok jawabanmu 1?”
S : “Ow, iya ya. Salah aku, mbak. Berarti limit di tak kehinggaan itu limit yang
dibagi dengan pangkat tinggi dari variabelnya.”
P : “Ealah, dek.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Pada petikan 13, siswa menganggap salah pernyataan yang pertama.
Siswa mengalami kesalahan konsep bahwa limit di tak kehinggaan adalah limit
yang dibagi pangkat tertinggi dari variabel.
Petikan 14
P : “Pernah dijelasin guru seperti itu?”
S : “Aku lupa, Pak Wardi pernah diterangke belum. Tapi aku titeni dari soal-soal
yang aku biasanya kerjakan.”
Dalam petikan wawancara tersebut, penyebab miskonsepsi adalah
konteks soal-soal yang dijumpai siswa.
(a) Soal Nomor 2a
Petikan 15
S : “Ya 2a dulu aja, mbak.”
P : “Ya jelaskan dek.”
S : “Aku substitusi aja, mbak. Kan sama itu kalau kita cari nilai fungsi-fungsi
gitu.”
P : “Jadi bukan karena ada teoremanya?”
S : “Bukan.”
Dalam petikan wawancara tersebut, siswa mengalami tidak paham bahwa
ada hubungan teorema limit dengan penyelesaian soal limit.
(b) Soal Nomor 2b
Petikan 16
S : “Kalau yang no.2b itu aku jawab benar, mbak. Karena itu sudah teorema
limit.”
P : “Jadi kalau teorema limit itu mesti benar. Tidak kamu hubungkan dengan
fungsinya.”
S : “Sudah, mbak, kan terbukti sama ruas kanan dan kirinya. Berarti teoremanya
benar, mbak.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa salah dalam memperhatikan nilai
limit dari masing-masing fungsi pada soal. Namun, dalam hal ini tidak dapat
disimpulkan siswa tersebut mengalami miskonsepsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Untuk mengetahui penyebab kesalahan yang dialami siswa dari petikan
15 dan 16, simak petikan wawancara berikut.
Petikan 17
S : “Aku nggak pernah nemukan soal-soal kayak gitu, mbak. Guru nggak pernah,
mbak memberikan soal-soal ini.”
P : “Terus kamu tau dari mana kalau gitu.”
S : “Aku hubungkan-hubungkan sendiri.”
Penyebab miskonsepsi yang dialami siswa adalah guru yang tidak pernah
memberikan permasalahan mengenai teorema limit.
(c) Soal Nomor 2c
Petikan 18
P : “Jelaskan,dek, nomor terakhir.”
S : “Itu bagi pangkat tinggi tadi kan soalnya limit di tak kehinggaan.”
P : “Terus aku liat kamu tulis terus ya, dek lambang limitnya , boleh nggak
dihilangkan lambangnya?”
S : “Nggak boleh, mbak. Kata guruku. Kalau belum ketemu limitnya itu nggak
boleh hilang.”
P : “Jadi lambangnya dihilangkan itu kalau udah ketemu nilainya?”
S : “Iya, mbak. Setauku dijelasin gitu.”
Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi bahwa
penulisan lambang limit adalah jika nilai limit belum ditemukan maka lambang
limit harus ditulis. Penjelasan guru adalah penyebab miskonsepsi yang dialami
siswa.
3. Hasil Validasi dan Analisis Data
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap guru beserta siswa
dan wawancara yang dilakukan kepada siswa, dapat diketahui bagaimana metode
guru dalam menyampaikan materi pokok limit fungsi. Dari kedua hal ini juga
diketahui bagaimana siswa mengikuti proses pembelajaran dan mempelajari
materi pokok ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Kegiatan pendahuluan terdiri dari 3 bagian yaitu apersepsi, motivasi, dan
menyampaikan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini guru sudah memenuhi ketiga
bagian tersebut dalam kegiatan pendahuluan. Namun, bagian apersepsi dan
motivasi hanya dilakukan pada pertemuan awal. Sebelum menjelaskan definisi
limit, guru menggunakan apersepsi yaitu ilustrasi tertentu yang dikaitkan dengan
limit fungsi. Guru juga mengaitkan dengan materi prasyarat yaitu nilai suatu
fungsi yang dipakai dalam tabel nilai fungsi untuk menjelaskan nilai limit suatu
fungsi. Pada beberapa pertemuan berikutnya guru tidak banyak memberikan
apersepsi sebelum memulai kegiatan inti.
Pada kegiatan inti, guru cenderung memakai metode ceramah
(ekspositori) yang di dalamnya terdapat kegiatan diskusi kelompok siswa dan
diskusi kelas. Media yang digunakan guru dalam memberikan materi pokok dan
konsep limit fungsi adalah hand out yang dibuat oleh guru sendiri. Hand out ini
diberikan kepada siswa sesuai sub materi pokok limit fungsi. Di dalam hand out
tersebut, berisi berbgai macam soal mengenai materi pokok ini. Hand out ini
dibuat dengan maksud agar siswa secara mandiri dapat mempelajari materi pokok.
Hand out semacam ini juga disenangi oleh siswa karena siswa dapat mengetahui
dan mengapikasikan pengetahuan mengenai materi pokok ke dalam berbagai jenis
soal.
Guru dalam penjelasan materi lebih banyak langsung mengaplikasikan
suatu konsep ke dalam soal yang ada dalam hand out. Guru tidak banyak
menanamkan konsep secara jelas kepada siswa. Namun di dalam penjelasan, guru
juga tidak mendominasi kelas selama pelajaran berlangsung. Guru tidak melulu
memberi contoh kepada siswa dengan mengerjakan suatu soal untuk dicatat, tetapi
guru memberi banyak kesempatan untuk siswa belajar mandiri. Dapat dikatakan
guru berhasil dalam kegiatan eksplorasi dan elaborasi. Guru juga memberi
konfirmasi kepada siswa terhadap hal-hal yang belum dipahami. Untuk
mengetahui seberapa jauh siswa memahami materi pokok, guru selalu berkeliling
kelas saat diskusi antar siswa dilakukan, sehingga terjadi komunikasi antara guru
dengan siswa secara personal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Kegiatan penutup yang biasa dilakukan guru adalah menyimpulkan
materi yang dibahas pada hari itu. Namun, guru tidak memberi evaluasi untuk
mengetahui bagaimana siswa dalam memahami konsep limit fungsi ini secara
individu. Hal ini seharusnya dilakukan agar guru dapat mengetahui apakah siswa
mengalami kesalahan dalam memahami konsep.
Di dalam pembelajaran, siswa tergolong aktif dalam mengikuti proses
tersebut. Saat guru mulai menjelaskan materi, perhatian siswa terpusat kepada
guru dan sebagian besar siswa senang untuk mencatat penjelasan guru. Siswa juga
mau menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Mengenai materi prasyarat, siswa
sudah memahaminya dengan baik, sehingga tidak mengalami kesulitan untuk
memulai materi pokok limit fungsi. Siswa lebih antusias mempelajari suatu materi
pokok dengan mengaplikasikannya ke dalam soal. Hal ini dapat diketahui
bagaimana semangat siswa dalam berdiskusi membahas soal pada hand out
dengan teman-temannya. Siswa satu dengan yang lainnya saling bertukar pikiran
dalam menyelesaikan soal.
Dapat diketahui, siswa sangat mandiri dalam mempelajari suatu materi
pokok. Kebanyakan siswa telah mempunyai prakonsep mengenai materi pokok
limit fungsi juga menyiapkan diri untuk mempelajari materi pokok ini. Siswa
tidak terlalu banyak mempedulikan dalam belajar konsep. Siswa tidak
memperdalam konsep mengenai limit fungsi. Dalam belajar konsep, siswa
mengalami kekacauan pemikiran asosiatif (pertautan konsep). Siswa juga belum
dapat menyatakan ulang sebuah konsep seperti bagaimana suatu fungsi dikatakan
memiliki limit di titik tertentu. Beberapa siswa juga masih salah dalam
mengklasifikasikan obyek-obyek menurut konsepnya. Di dalam menyajikan
konsep limit kiri dan kanan, beberapa siswa mengalami kesalahan. Kuatnya
konsep awal yang dimiliki siswa, pemikiran humanistik, serta informasi yang baru
diterima menyebabkan konsep yang dimiliki siswa menjadi kacau. Kekacauan ini
mengakibatkan miskonsepsi pada siswa. Selain itu, guru juga menjadi faktor
penyebab miskonsepsi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
a. Hasil Validasi Data
Dalam penelitian, dibutuhkan suatu data yang valid. Untuk mendapat
data yang valid ini dilakukan triangulasi data menurut metode yaitu metode tes,
wawancara, dan observasi.
Berikut disajikan hasil validasi dari subyek penelitian berdasarkan gaya
belajar yang dimiliki.
a). Gaya belajar visual
Siswa yang memiliki gaya belajar visual adalah subyek penelitian I dan II.
Berikut disajikan tabel hasil validasi siswa yang memiliki gaya belajar visual.
Tabel 4.9 Tabel hasil validasi data siswa yang memiliki gaya belajar visual
No.
Subyek
Hasil Validasi Data
9 1. Siswa mengalami miskonsepsi mengenai eksistensi limit suatu fungsi.
Penyebab dari miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru pada
konsep limit kanan dan kiri serta definisi limit secara intuisi.
2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan nilai limit
bentuk tak tentu adalah dengan prosedur hitung.
3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa nilai limit adalah hasil rata-rata
nilai limit kiri dan kanan.
Penyebabnya adalah aspek praktis dan kacaunya pikiran humanistik,
ketidakpedulian terhadap konsep.
4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan nilai limit
bentuk tak hingga adalah dengan prosedur hitung.
5. Siswa salah memaknai lambang “∞”, belum dapat membedakan
antara kata “tak hingga” dan “tak terdefinisi”.
Penyebab miskonsepsi adalah kekacauan pemikiran humanistik, salah
memaknai kata, dan guru yang tidak mengaitkan konsep limit bentuk
tak hingga dengan konsep definisi limit secara intuisi.
6. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan nilai limit di
tak kehinggaan adalah dengan prosedur hitung.
7. Siswa mengalami miskonsepsi dalam menyimpulkan jika nilai limit 0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
adalah tidak ada nilai limit untuk fungsi tersebut.
Penyebab miskonsepsi adalah salah memaknai kata/ simbol, guru
yang tidak menjelaskan kaitan antara konsep limit di tak kehinggaan
dan konsep definisi limit secara intuisi, serta hanya memberi soal –
soal mengenai limit di tak kehinggaan saja.
8. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dalam penerapan teorema limit
adalah sama dengan substitusi nilai fungsi.
Penyebab dari miskonsepsi adalah guru yang tidak pernah memberi
permasalahan mengenai teorema limit.
9. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa teorema limit berasal dari sifat
asosiatif.
Penyebab dari miskonsepsi adalah prakonsep siswa yang menganggap
sifat aljabar diterapkan dalam teorema limit. Guru yang tidak
menjelaskan mengenai teorema limit.
10. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa tidak perlu ada penulisan
lambang limit dalam penyelesaian soal limit.
Penyebabnya adalah guru tidak pernah memberikan permasalahan
mengenai teorema limit.
19 1. Siswa mengalami miskonsepsi dalam pernyataan limit kiri dan kanan
suatu fungsi.
2. Siswa mengalami miskonsepsi dalam hal bagaimana suatu fungsi
memiliki limit.
Penyebab dari miskonsepsi adalah intuisi siswa yang salah dalam
mengartikan lambang dan kata serta kurangnya guru dalam
penekanan konsep.
3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan nilai limit
bentuk tak tentu pada dasarnya adalah dengan prosedur hitung.
4. Siswa salah memahami konsep pengambilan titik dalam penentuan
nilai limit dengan definisi limit secara intuisi.
5. Siswa mengalami miskonsepsi dalam memaknai kata “0/0” .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Penyebabnya adalah guru tidak mengaitkan antara konsep definisi
limit secara intuisi dengan limit bentuk tak tentu. Intuisi siswa yang
salah dalam membaca tabel dan kesalahan dalam memaknai kata.
6. Siswa memahami konsep limit di tak kehinggaan sesuai dengan
konsep definisi secara intuisi.
7. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dalam menentukan nilai limit
bentuk tak hingga dengan teknik L’hopital.
8. Siswa salah dalam memaknai kata “tak hingga” dan “tak terdefinisi”.
Penyebab adalah konteks dari orang lain yang salah, kekacauan
pemikiran, dan juga guru yang tidak menekankan suatu istilah/ kata,
serta mengaitkan konsep limit bentuk tak hingga dengan konsep
definisi limit secara intuisi.
9. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa teorema limit karena sifat
distributif aljabar.
Penyebab dari miskonsepsi adalah konteks orang lain yang salah, dan
guru yang tidak pernah memberi permasalahan mengenai teorema
limit.
10. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dalam menyelesaikan soal
limit tidak memerlukan menerapkan suatu teorema.
11. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dalam penerapan teorema limit
adalah sama dengan substitusi nilai fungsi.
Penyebab dari miskonsepsi adalah guru yang tidak pernah memberi
permasalahan mengenai teorema limit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
b). Gaya belajar Auditorial
Siswa yang memiliki gaya belajar visual adalah subyek penelitian III dan IV.
Berikut disajikan tabel hasil validasi siswa yang memiliki gaya belajar audiorial.
Tabel 4.10 Tabel hasil validasi data siswa yang memiliki gaya belajar auditorial
No.Subyek Hasil Validasi Data
11 1. Siswa salah dalam pemahaman konsep penulisan limit kiri dan
limit kanan. Siswa memiliki konsepsi bahwa menunjukkan limit
kiri dan kanan dengan pemilihan fungsi dan titik.
2. Siswa mengalami kesalahan konsep dalam mendefinisikan limit
suatu fungsi.
Penyebabnya kekacauan pemikiran siswa terhadap konsep
tersebut karena berbagai informasi yang didapat baik dari buku
maupun penjelasan guru dan siswa tidak mampu
mengakomodasikan konsep, guru kurang menekankan konsep
mengenai limit kiri dan kanan.
3. Siswa mengalami kesalahan konsep bahwa cara pemfaktoran
dalam menentukan limit adalah untuk dapat mengeliminasi
suatu unsur tertentu.
4. Siswa juga mengalami miskonsepsi bahwa dalam penentuan
limit tidak memerlukan pemeriksaan limit kanan dan kiri atau
sesuai definisi secara intuisi.
Penyebabnya adalah aspek praktis dan penjelasan guru.
5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar dari penentuan nilai
limit bentuk tak hingga adalah dengan teknik l’hopital.
Siswa salah sebagian konsep dalam memaknai kata “tak
hingga”.
Penyebabnya adalah prakonsep siswa yang salah dan konteks
dari penjelasan guru les.
6. Siswa mengalami miskonsepsi dalam mengaitkan antara
teorema limit dengan limit kanan dan limit kiri.
Penyebab dari miskonsepsi ini adalah kekacauan pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
humanistik dan juga ketidakmampuan siswa dalam
mengakomodasikan konsep. Hal lainnya adalah guru yang tidak
pernah memberikan soal mengenai teorema limit.
7. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa penulisan lambang limit
dituliskan dalam penyelesaian soal karena memang harus ditulis
sampai ditemukan hasilnya.
Penyebab miskonsepsi adalah penjelasan dari guru.
16 1. Siswa salah dalam memahami konsep pemilihan titik untuk
mendapat nilai limit kiri dan kanan karena alasan tidak logis.
Penyebab dari miskonsepsi adalah intuisi siswa yang salah
dalam pengambilan titik untuk menentukan nilai limit.
2. Siswa juga mengalami miskonsepsi dalam penulisan limit kiri
dan kanan dengan menganggap sama makna dari x+→1 dengan
x→1+ dan juga x
-→1 sama dengan x→1
Penyebab dari miskonsepsi siswa ini lebih dikarenakan siswa
salah dalam memaknai suatu simbol dan kurangnya penekanan
guru dalam penanaman konsep.
3. Siswa salah dalam menghubungkan konsep limit secara intuisi
dengan konsep bentuk fungsi.
Penyebab dari miskonsepsi ini adalah prakonsep siswa yang
salah.
4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa cara untuk menentukan
limit bentuk tak tentu adalah dengan teknik turunan.
5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa cara untuk menentukan
limit bentuk tak hingga adalah dengan teknik turunan.
Penyebabnya adalah aspek praktis dan guru yang tidak
mengaitkan konsep limit secara intuisi dan konsep limit bentuk
tak hingga.
6. Siswa tidak paham “tak hingga” bilangan real atau bukan.
7. Siswa tidak paham bahwa penentuan limit di tak kehinggaan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
tidak perlu menggunakan konsep limit kiri dan kanan (secara
intuisi).
Penyebab miskonsepsi ini adalah aspek praktis yang sudah biasa
digunakan dalam penentuan nilai limit.
8. Siswa salah konsep bahwa jika nilai limit belum ditemukan
maka lambang limit harus ditulis.
Penyebabnya adalah penjelasan dari guru.
b). Gaya belajar Kinestetik
Siswa yang memiliki gaya belajar visual adalah subyek penelitian V dan VI.
Berikut disajikan tabel hasil validasi siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik.
Tabel 4.11 Tabel hasil validasi data siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik
No.Subyek Hasil Validasi Data
22 1. Siswa mengalami miskonsepsi mengenai titik pendekatan limit
kiri dan limit kanan.
Penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam
penanaman konsep yang mengakibatkan siswa cenderung tidak
memperhatikan konsep limit itu sendiri.
2. Siswa mengalami miskonsepsi mengenai limit bentuk tak tentu
adalah limit yang tak boleh dikerjakan secara langsung.
Penyebab miskonsepsi adalah penjelasan dari guru.
3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan limit
bentuk tak hingga adalah dengan prosedur hitung.
4. Siswa mengalami miskonsepsi mengenai kata “tak hingga”.
Penyebab miskonsepsi adalah prakonsep siswa dan kurangnya
guru dalam penekanan konsep.
5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan limit di tak
kehinggaan adalah dengan prosedur hitung.
6. Siswa salah dalam memahami konsep limit di tak kehinggaan
adalah limit bentuk limit tak hingga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
7. Siswa mengalami miskonsepsi mengenai lambang “∞”.
Penyebab miskonsepsi siswa adalah kurangnya guru dalam
penekanan konsep dan selalu memberikan soal-soal hitung limit.
8. Siswa mengalami miskonsepsi dengan salah menghubungkan
konsep teorema limit dengan konsep nilai fungsi.
Penyebab miskonsepsi siswa adalah guru yang tidak pernah
memberikan permasalahan mengenai teorema limit.
9. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa jika dalam penyelesaian
soal limit belum ditemukan nilainya maka lambang limit harus
dituliskan.
26 1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa penulisan lambang limit
kanan dan kiri adalah dinyatakan dengan kata-kata.
Penyebab miskonsepsi adalah aspek praktis yang digunakan oleh
siswa, kurangnya guru dalam menekankan konsep limit kanan
dan limit kiri.
2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa limit 0/0 adalah limit yang
tidak memiliki jawaban secara langsung.
Penyebab miskonsepsi adalah konteks bahasa sehari-hari siswa
dan siswa salah memaknai kata.
3. Siswa mengalami miskonsepsi pada pemilihan titik untuk limit
kiri dan kanan.
Penyebab miskonsepsi adalah siswa salah dalam memaknai kata
“limit kanan” dan “limit kiri”.
4. Siswa mengalami miskonsepsi limit bentuk tak hingga adalah
limit yang nilai limitnya selalu nilai limit tak berhingga.
Penyebab miskonsepsi adalah guru yang tidak menekankan konsep
limit bentuk tak hingga.
5. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa limit di tak
kehinggaan adalah limit yang dibagi pangkat tinggi dari variabel-
variabel yang ada.
Penyebabnya adalah konteks dari soal-soal yang biasa dijumpai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
oleh siswa, serta guru yang tidak menekankan konsep limit di
tak kehinggaan.
6. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa penulisan lambang limit
adalah jika nilai limit belum ditemukan maka lambang limit harus
ditulis.
Penjelasan guru dan guru yang tidak pernah memberikan
permasalahan dan menekankan konsep teorema limit adalah
penyebab miskonsepsi yang dialami siswa.
b. Hasil Analisis Data
Berdasarkan hasil validasi data, siswa mengalami berbagai miskonsepsi
dalam materi pokok limit fungsi. Dari beberapa indikasi miskonsepsi yang ada,
dapat diketahui karakter miskonsepsi siswa ditinjau dari gaya belajar yang siswa
miliki. Hal-hal yang menjadi indikator miskonsepsi ditinjau dari gaya belajar
tersebut adalah miskonsepsi mengenai eksistensi limit fungsi dan kaitannya
dengan limit kiri dan limit kanan, miskonsepsi berbagai bentuk limit fungsi, dan
miskonsepsi mengenai teorema limit.
1. Miskonsepsi mengenai eksistensi limit fungsi dan kaitannya dengan limit
kiri dan limit kanan.
Berdasarkan hasil validasi data diperoleh beberapa miskonsepsi,
penyebab, dan karakternya dari setiap gaya belajar siswa dalam hal
miskonsepsi mengenai eksistensi limit fungsi dan kaitannya dengan limit kiri
dan limit kanan. Berikut disajikan tabel karakter dan uraian miskonsepsi
beserta penyebabnya dari setiap gaya belajar siswa.
Tabel 4.12 Tabel karakter miskonsepsi ditinjau dari gaya belajar dalam
hal konsep limit kanan dan limit kiri.
Gaya Belajar Siswa Karakter Miskonsepsi
Visual Klasifikasional
Auditorial Teoritikal
Kinestetik Teoritikal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
A. Gaya Belajar Visual
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar visual
adalah sebagai berikut.
1. Siswa salah dalam memahami konsep eksistensi limit suatu fungsi.
2. Siswa salah dalam memahami konsep nilai limit adalah hasil rata-rata
dari nilai limit kanan dan nilai limit kiri.
3. Siswa salah memahami konsep pengambilan titik dalam penentuan
nilai limit dengan definisi limit secara intuisi.
5. Siswa mengalami miskonsepsi dalam menyimpulkan jika nilai limit 0
adalah tidak ada nilai limit untuk fungsi tersebut.
Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya
belajar visual adalah sebagai berikut.
Penyebab dari guru yaitu :
1. guru kurang menekankan konsep definisi limit secara intuisi.
Penyebab dari siswa yaitu :
1. kacaunya pikiran humanistik dan ketidakpedulian terhadap konsep,
2. intuisi siswa yang salah membaca tabel dan salah dalam memaknai
tabel sebagai media untuk membantu menentukan nilai limit,
3. salah memaknai kata/ simbol.
B. Gaya Belajar Auditorial
Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang
memiliki gaya belajar auditorial adalah sebagai berikut.
1. Siswa salah dalam memahami konsep menyatakan limit kiri dan limit
kanan adalah dengan pemilihan fungsi dan titik.
2. Siswa salah dalam memahami penulisan lambang limit kiri dan limit
kanan.
3. Siswa salah dalam memahami konsep pengambilan titik untuk
menentukan nilai limit karena alasan yang kurang logis.
4. Siswa salah dalam memahami definisi konsep limit suatu fungsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya
belajar auditorial adalah sebagai berikut.
Penyebab dari guru yaitu :
1. kurangnya guru dalam menanamkan definisi konsep limit secara
intuisi juga konsep limit kiri dan limit kanan.
Penyebab dari siswa yaitu :
1. kekacauan pemikiran siswa terhadap konsep tersebut karena
berbagai informasi yang didapat baik dari buku maupun penjelasan
guru,
2. siswa tidak mampu mengakomodasikan konsep,
3. siswa salah dalam memaknai lambang limit.
C. Gaya Belajar Kinestetik
Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa
yang memiliki gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut.
1. Siswa salah dalam memahami konsep mengenai titik pendekatan limit
kiri dan limit kanan.
2. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa penulisan lambang limit
kanan dan kiri adalah dinyatakan dengan kata-kata.
Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya
belajar kinestetik adalah sebagai berikut.
Penyebab dari guru yaitu kurangnya penekanan guru dalam penanaman konsep
yang mengakibatkan siswa cenderung tidak memperhatikan konsep limit itu
sendiri.
Penyebab dari siswa yaitu aspek praktis yang digunakan oleh siswa.
2. Miskonsepsi berbagai bentuk limit fungsi
Berdasarkan hasil validasi data diperoleh beberapa miskonsepsi,
penyebab, dan karakternya dari setiap gaya belajar siswa dalam hal
miskonsepsi berbagai bentuk limit fungsi. Berikut disajikan tabel karakter dan
uraian miskonsepsi beserta penyebabnya dari setiap gaya belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Tabel 4.13 Tabel karakter miskonsepsi ditinjau dari gaya belajar dalam
hal konsep berbagai bentuk limit fungsi.
Gaya Belajar Siswa Karakter Miskonsepsi
Visual Teoritikal
Auditorial Teoritikal
Kinestetik Klasifikasional
A. Gaya Belajar Visual
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar visual
adalah sebagai berikut.
1. Siswa salah dalam memahami konsep dasar penentuan nilai limit
bentuk tak tentu adalah dengan prosedur hitung.
2. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dasar penentuan nilai
limit bentuk tak hingga adalah dengan prosedur hitung, salah satunya
dengan teknik l’hopital.
3. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dasar penentuan nilai
limit bentuk di tak kehinggaan adalah dengan prosedur hitung.
Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya
belajar visual adalah sebagai berikut.
Penyebab dari guru yaitu :
1. guru yang tidak pernah mengaitkan konsep limit bentuk tak tentu
dengan definisi konsep limit,
2. guru yang tidak pernah mengaitkan konsep limit bentuk tak hingga
dengan definisi konsep limit.
3. guru yang tidak pernah mengaitkan konsep limit di tak kehinggaan
dengan definisi konsep limit
Penyebab dari siswa yaitu :
1. aspek praktis,
2. kekacauan pemikiran humanistik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
3. salah memaknai lambang “∞” dengan kata “tak hingga”, “tak
terdefinisi”, dan pernyataan “0/0”.
Penyebab dari konteks yaitu penjelasan orang lain yang salah.
B. Gaya Belajar Auditorial
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar
auditorial adalah sebagai berikut.
1. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dasar penentuan limit
bentuk tak tentu adalah dengan prosedur hitung dan salah satunya
dengan teknik turunan.
2. Siswa mengalami kesalahan konsep bahwa cara pemfaktoran dalam
menentukan limit adalah untuk dapat mengeliminasi suatu unsur
tertentu.
3. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dasar penentuan limit
bentuk tak hingga adalah dengan teknik turunan.
4. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dalam penentuan limit di
tak kehinggaan adalah dengan teknik l’hopital dan tidak berkaitan
dengan definisi secara intuisi.
5. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa penentuan limit tidak
berkaitan dengan definisi limit secara intuisi.
Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya
belajar auditorial adalah sebagai berikut.
Penyebab dari guru yaitu :
1. guru yang tidak mengaitkan konsep limit bentuk tak tentu dengan
definisi konsep,
2. guru yang menjelaskan berbagai bentuk limit fungsi dengan langsung
mengaplikasikannya pada soal.
Penyebab dari siswa yaitu aspek praktis yang digunakan oleh siswa untuk
penyelesaian soal limit fungsi.
Penyebab dari konteks adalah penjelasan dari guru les yang keliru/salah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
C. Gaya Belajar Kinestetik
Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa yang
memiliki gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut.
1. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa limit bentuk tak tentu
adalah bentuk limit yang tidak bisa dikerjakan secara langsung dan
tidak ada jawaban secara langsung.
2. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa limit bentuk tak hingga
adalah limit yang nilai limitnya selalu nilai limit tak berhingga.
3. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa limit di tak kehinggaan
adalah limit yang dibagi pangkat tinggi dari variabel-variabel yang
ada.
Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya
belajar kinestetik adalah sebagai berikut.
Penyebab dari guru yaitu guru yang tidak menekankan konsep limit bentuk
tak hingga dan memaknai kata “tak hingga” dan “tak terdefinisi” serta simbol
“∞”.
Penyebab dari siswa yaitu siswa salah dalam memaknai kata
Penyebab dari konteks yaitu bahasa sehari-hari siswa dan soal-soal yang biasa
dikerjakan siswa.
3. Miskonsepsi mengenai teorema limit
Berdasarkan hasil validasi data diperoleh beberapa miskonsepsi,
penyebab, dan karakternya dari setiap gaya belajar siswa dalam hal
miskonsepsi mengenai teorema limit.
Berikut disajikan tabel karakter dan uraian miskonsepsi beserta
penyebabnya dari setiap gaya belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Tabel 4.14 Tabel karakter miskonsepsi ditinjau dari gaya belajar dalam
hal pemahaman teorema limit
Gaya Belajar Siswa Karakter Miskonsepsi
Visual Korelasional
Auditorial Korelasional
Kinestetik Korelasional
A. Gaya Belajar Visual
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar
visual adalah sebagai berikut:
1. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dalam penerapan
teorema limit adalah sama dengan substitusi nilai fungsi.
2. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa teorema limit berasal
dari sifat distribusi sifat aljabar.
3. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa tidak perlu ada penulisan
lambang limit dalam penyelesaian soal limit.
4. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa menyelesaikan soal
limit tidak memerlukan menerapkan suatu teorema.
Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya
belajar visual adalah sebagai berikut.
Penyebab dari guru yaitu guru tidak pernah memberikan permasalahan
mengenai teorema limit, guru hanya memberi berbagai macam-macam soal
tanpa penekanan konsep teorema limit fungsi.
Penyebab dari siswa yaitu prakonsep siswa yang menganggap sifat aljabar
diterapkan dalam teorema limit
Penyebab dari konteks yaitu penjelasan orang lain yang keliru/salah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
B. Gaya Belajar Auditorial
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar
auditorial adalah sebagai berikut.
1. Siswa salah konsep dalam mengaitkan antara teorema limit dengan
limit kanan dan limit kiri.
2. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa jika nilai limit belum
ditemukan dalam penyelesaian maka lambang limit dituliskan.
Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya
belajar auditorial adalah sebagai berikut.
Penyebab dari guru yaitu:
1. guru yang tidak pernah memberikan soal mengenai teorema limit,
2. penjelasan guru yang kurang tepat.
Penyebab dari siswa yaitu :
1. kekacauan pemikiran humanistik,
2. ketidakmampuan siswa dalam mengakomodasikan konsep.
C. Gaya Belajar Kinestetik
Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa yang
memiliki gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut.
Siswa mengalami miskonsepsi bahwa jika dalam penyelesaian soal limit
belum ditemukan nilainya maka lambang limit harus dituliskan.
Penyebab miskonsepsi adalah penjelasan guru, guru yang tidak pernah
memberikan permasalahan mengenai teorema limit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
Dari hasil analisis data, dapat dirangkum mengenai karakter miskonsepsi.
Berikut disajikan tabel 4.15 mengenai karakter miskonsepsi secara menyeluruh
yang diambil dari hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya.
Tabel 4.15 Tabel karakter miskonsepsi dari masing-masing gaya belajar siswa
Karakter miskonsepsi
Topik miskonsepsi
Gaya Belajar Siswa
Visual Auditorial Kinestetik
Limit kiri dan kanan, eksistensi
limit suatu fungsi
Klasifikasional Teoritikal Teoritikal
Berbagai bentuk limit fungsi Teoritikal Teoritikal Klasifikasional
Teorema limit fungsi Korelasional Korelasional Korelasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dari data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan sehingga
dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Berdasarkan gaya belajar yang dimiliki oleh siswa kelas XI IPA SMA Negeri
3 Surakarta, siswa mengalami miskonsepsi pada materi pokok limit fungsi
dalam beberapa hal yaitu miskonsepsi mengenai eksistensi limit fungsi dan
kaitannya dengan limit kiri dan kanan, miskonsepsi berbagai bentuk limit
fungsi, dan miskonsepsi mengenai teorema limit. Karakter miskonsepsi pada
setiap gaya belajar yang dimiliki siswa adalah
a. Siswa yang memiliki gaya belajar visual tidak memiliki kecenderungan
pada salah satu karakter miskonsepsi. Jadi pada gaya belajar visual, siswa
mengalami semua karakter miskonsepsi dalam beberapa hal pada materi
limit fungsi yang tersebut di atas.
b. Siswa yang memiliki gaya belajar auditorial cenderung memiliki karakter
miskonsepsi yaitu teoritikal.
c. Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik tidak memiliki kecenderungan
pada salah satu karakter miskonsepsi. Jadi pada gaya belajar kinestetik,
siswa mengalami semua karakter miskonsepsi dalam beberapa hal pada
materi limit fungsi yang tersebut di atas.
2. Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa ditinjau dari gaya belajar
siswa adalah sebagai berikut.
a. Penyebab miskonsepsi yang sama pada ketiga gaya belajar yaitu berasal
dari guru. Guru menjadi penyebab miskonsepsi karena guru kurang
menekankan konsep definisi limit secara intuisi, guru yang tidak pernah
mengaitkan konsep bentuk-bentuk limit fungsi dengan definisi konsep
limit, guru yang menjelaskan berbagai bentuk limit fungsi dengan
langsung mengaplikasikannya pada soal, penjelasan guru yang kurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
tepat, dan guru tidak pernah memberikan permasalahan mengenai teorema
limit.
b. Penyebab lain dari miskonsepsi siswa yang memiliki gaya belajar visual
adalah berasal dari siswa dan konteks penjelasan orang lain yang
keliru/salah. Penyebab dari siswa antara lain:
1. kacaunya pikiran humanistik dan ketidakpedulian terhadap konsep,
2. intuisi siswa yang salah membaca tabel dan salah dalam memaknai
tabel sebagai media untuk membantu menentukan nilai limit,
3. salah memaknai kata/ simbol, lambang “∞” dengan kata “tak hingga”,
“tak terdefinisi”, dan pernyataan “0/0”,
4. aspek praktis,
5. prakonsep siswa yang menganggap sifat aljabar diterapkan dalam
teorema limit.
c. Penyebab lain dari miskonsepsi siswa yang memiliki gaya belajar
auditorial adalah berasal dari siswa dan konteks penjelasan guru les yang
keliru/salah. Penyebab dari siswa antara lain:
1) kekacauan pemikiran siswa terhadap konsep tersebut karena berbagai
informasi yang didapat baik dari buku maupun penjelasan guru,
2) siswa tidak mampu mengakomodasikan konsep,
3) siswa salah dalam memaknai lambang limit.
4) aspek praktis yang digunakan oleh siswa untuk penyelesaian soal limit
fungsi.
d. Penyebab lain dari miskonsepsi siswa yang memiliki gaya belajar
kinestetik adalah berasal dari siswa dan konteks bahasa sehari-hari siswa
dan soal-soal yang biasa dikerjakan oleh siswa. penyebab dari siswa yaitu
aspek praktis dan salah dalam memaknai kata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
B. IMPLIKASI
Dengan diperolehnya kesimpulan tersebut, maka sebagai implikasi dari
penelitian ini adalah :
Secara Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, miskonsepsi siswa
dari masing-masing gaya belajar siswa memiliki karakter masing-masing,
walaupun terdapat kemiripan dalam beberapa hal pada materi pokok limit fungsi.
Hal ini menandakan bahwa gaya belajar siswa cukup mempengaruhi miskonsepsi
yang terjadi pada siswa. Dalam hal ini, belum terdapat teori yang menghubungkan
antara miskonsepsi yang terjadi pada siswa dengan gaya belajar. Untuk itu,
penelitian ini perlu dikembangakan lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara miskonsepsi siswa dengan gaya belajar siswa serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
Secara Praktis
Berdasarkan karakter miskonsepsi yang dimiliki siswa ditinjau dari gaya
belajar, diperlukan adanya suatu model dan metode pembelajaran di kelas yang
dapat menyesuaikan karakteristik siswa. Hal ini bertujuan agar dapat
mengkoordinasi siswa secara menyeluruh dalam memahami suatu konsep
sehingga dapat mengangani miskonsepsi yang terjadi pada siswa sesuai dengan
karakteristik yang siswa miliki yaitu gaya belajar.
C. SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti
mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :
Bagi Guru
1. Guru terus membekali diri dengan cara banyak belajar konsep. Selain
dengan terus belajar seorang guru dapat mengungkap miskonsepsi yang
mungkin juga guru sendiri alami, agar miskonsepsi tidak sampai kepada
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
2. Guru lebih memperhatikan konsepsi awal siswa saat akan memberikan
baru kepada siswa. agar konsepsi siswa yang salah tidak akan menjadi
penghambat bagi siswa dalam memahami materi selanjutnya.
3. Guru dapat menggunakan model dan metode pembelajaran yang dapat
menyesuaikan gaya belajar siswa sehingga dapat meminimalisasi
miskonsepsi yang terjadi pada siswa.
Bagi Siswa
1. Siswa harus lebih peduli dan memperhatikan terhadap suatu konsep pada
materi dalam pembelajaran matematika serta tidak hanya mementingkan
ketrampilan berhitung.
2. Siswa lebih belajar untuk mengaitkan antar konsep pada suatu materi dan
belajar untuk mengakomodasikan suatu konsep.
Bagi Peneliti Lain
Dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa tidak dapat terlepas dari
miskonsepsi baik siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditorial, dan
kinestetik. Maka dari itu, penelitian tentang miskonsepsi penting untuk
dikembangkan dan akan lebih baik jika ditinjau dari karakteristik yang dimiliki
siswa untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran konsep yang dilakukan
berdasarkan karakteristik tersebut.