2. LIMIT

162
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK LIMIT FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 Oleh : DEWI SARASWATI K 1308005 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012

description

skripsi limit

Transcript of 2. LIMIT

Page 1: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MATERI POKOK LIMIT FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR

SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2011/2012

Oleh :

DEWI SARASWATI

K 1308005

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juli 2012

Page 2: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MATERI POKOK LIMIT FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR

SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2011/2012

Oleh :

Dewi Saraswati

K 1308005

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juli 2012

Page 3: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini

Nama : Dewi Saraswati

NIM : K1308005

Jurusan/ Program Studi : P.MIPA/ Pendidikan Matematika

Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ANALISIS MISKONSEPSI SISWA

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK LIMIT FUNGSI

DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3

SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 ” ini benar-benar hasil karya saya

sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,

saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Juli 2012

Yang membuat Pernyataan

Dewi Saraswati

Page 4: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

Page 6: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Dewi Saraswati. ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA PEMBELAJARAN

MATEMATIKA MATERI POKOK LIMIT FUNGSI DITINJAU DARI GAYA

BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN

2011/2012. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Juli, 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakter miskonsepsi dan

mengetahui penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa dalam materi pokok limit

fungsi yang ditinjau dari gaya belajar pada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta

tahun ajaran 2011/2012.

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif, dengan strategi penelitian yaitu deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah 1) metode observasi di kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3

Surakarta, 2) metode tes yang dilakukan kepada siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3

Surakarta, 3) metode angket dilakukan kepada siswa yang diduga mengalami

miskonsepsi dalam tes, 4) metode wawancara dilakukan kepada siswa yang mengalami

miskonsepsi disesuaikan dengan gaya belajar siswa tersebut. Pemeriksaan keabsahan

data dengan teknik triangulasi metode.

Hasil penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) Siswa yang memiliki

gaya belajar visual dan kinestetik tidak memiliki kecenderungan pada salah satu

karakter miskonsepsi, sedangkan auditorial cenderung memiliki karakter miskonsepsi

yaitu teoritikal. 3) Pada umumnya, penyebab miskonsepsi siswa baik yang memiliki

gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik adalah berasal dari guru, siswa, dan

konteks.

Kata kunci: miskonsepsi, karakter miskonsepsi, gaya belajar, limit fungsi

Page 7: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRACT

Dewi Saraswati. ANALYSIS OF STUDENT’S MISCONCEPTION AT THE

MATHEMATICS LEARNING IN THE LIMIT FUNCTIONS MATERIAL

OBSERVED FROM LEARNING STYLE OF STUDENTS ON ELEVENTH

GRADE SMA NEGERI 3 SURAKARTA IN ACADEMIC YEAR OF 2011/2012.

Thesis, Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University. Juli,

2012.

The purpose of this research is for describing of character misconseption and

understanding causal factor of misconception that happens to students in limit function

material that observed from learning style of students on eleventh grade SMA Negeri 3

Surakarta in academic year of 2011/2012.

The qualitative research is used as a form of this research, with qualitative

descriptive as a research strategy. The data collection technique which is used are 1)

observation method in class of XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta, 2) test method which

is done to students in XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta, 3) questionnaire method

which is done to students that is guessed work out misconception in a test. 4) interview

method which is done to students work out misconception adapted from their learning

style. The data validation controll uses a method triangulation.

The result of this research can be explained as follow. 1) Students who have

visual and kinestetic learning style don’t have a tendency on character of

misconception, whereas auditorial have a character of misconception, it is theoritical.

3) in generally, causal factors of misconception are from teacher, students, and context.

Key words: misconception, character of misconception, learning style, limit function

Page 8: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

MOTTO

Segala perkara dapat kutanggung di dalam DIA yang memberi kekuatan

kepadaku.

(Filipi 4:13)

Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-

Ku menjadi sempurna.

(2Korintus12:9a)

Bahagia susah terserah-Mu, asal tangan-Mu pimpinku.

(Penulis)

Page 9: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

PERSEMBAHAN

Teriring rasa syukurku kepada Tuhan Yesus Kristus, kupersembahkan karya ini

kepada :

“Bapakku dan Ibuku yang tercinta”

Hanya karena kasih sayang, semangat, dan cintamu bersumber dari Tuhan kita

yang tercurah untukku setiap waktu, aku mendapatkan semua ini. Terima kasih di dalam

setiap doamu namaku disebut. I love you my parents.

“Hapsari Mahanani, adikku yang sangat kukasihi”

Terima kasih menemaniku dan selalu ada di sampingku menyelesaikan semua

ini, penyemangat kecilku. Terima kasih di dalam setiap doamu namaku disebut. I love

you my little sister.

“Firdaus Bambang Gunawan, kakanda yang selalu di hati”

Kehadiranmu memberi kebahagiaan dan semangat tersendiri untukku. Terima

kasih di dalam doamu namaku disebut. I thanks to God upon every remembrance of

you, I love you.

“Saudara saudari di gereja dan PMK FKIP”

Terima kasih di dalam doamu namaku disebut.

“Sahabatku tersayang, B8”

“Teman-teman Pendidikan Matematika Angkatan 2008

(Adithea, Intan, Isna, Linda, Tien)”

Selalu ada harapan, di tengah kesesakan.

“Almamaterku”

Page 10: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Pengasih dan

Penyayang, karena hikmat dan pimpinan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “Analisis Miskonsepsi Siswa pada Pembelajaran Matematika

Materi Pokok Limit Fungsi ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 3

Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012”.

Persoalan, rintangan, dan hambatan memang selalu ada dalam melakukan

perjuangan hidup. Namun, tiada kata lelah untuk mencapai suatu keberhasilan dan tiada

kata menyerah untuk mendapatkan kesuksesan. Tahap demi tahap dilakukan dengan

ucapan syukur kepada Tuhan untuk dapat menyelesaikan skripsi dan mendapatkan gelar

sarjana. Karya skripsi ini menjadi syarat akhir dari rangkaian yang panjang selama

menempuh studi di Program Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari

berbagai pihak baik yang berupa doa, tenaga, maupun pikiran. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Sukarmin,S.Pd,M.Si.,Ph.D Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

3. Bapak Triyanto,S.Si.,M.Si Ketua Program Pendidikan Matematika Pendidikan

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Triyanto,S.Si.,M.Si Pembimbing I yang telah membantu pikiran serta

membimbing dengan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Bapak Dhidhi Pambudi, S.Si, M.Cs Pembimbing II yang telah membantu pikiran

serta membimbing dengan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Page 11: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

6. Bapak Drs. Makmur Sugeng, M.Pd Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Surakarta yang

telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengadakan penelitian di SMA

Negeri 3 Surakarta.

7. Bapak Wardi,S.Pd yang telah membantu mendapatkan keperluan informasi dalam

penelitian.

8. Seluruh siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta yang membantu dalam

memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

9. Semua pihak yang turut membantu dalam segala hal tidak dapat penulis sebutkan

satu-persatu terima kasih untuk semuanya

Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang tidak lepas dari kesalahan namun

terus dipulihkan hari ke sehari. Walaupun penulis telah berusaha secara optimal namun

penulis menyadari banyak kekurangan dari berbagai aspek,yang pastinya tidak

disengaja. Semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Tuhan memberkati.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

Page 12: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................ i

HALAMAN PENGAJUAN............................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN.......................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................... v

HALAMAN ABSTRAK................................................................... vi

HALAMAN MOTTO........................................................................ viii

HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................... ix

KATA PENGANTAR....................................................................... x

DAFTAR ISI..................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR........................................................................ xv

DAFTAR TABEL............................................................................. xvii

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH..................................... 1

B. BATASAN MASALAH....................................................... 4

C. RUMUSAN MASALAH...................................................... 5

D. TUJUAN PENELITIAN....................................................... 5

E. MANFAAT PENELITIAN................................................... 5

BAB II KAJIAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 7

1. Belajar Matematika........................................................... 7

2. Konsep.............................................................................. 10

3. Miskonsepsi...................................................................... 17

4. Gaya belajar...................................................................... 23

5. Materi Pokok Limit Fungsi............................................... 25

B. PENELITIAN YANG RELEVAN....................................... 30

C. KERANGKA BERPIKIR..................................................... 31

Page 13: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

BAB III METODE PENELITIAN

A. DESKRIPSI LATAR............................................................. 34

1. Tempat Penelitian.............................................................. 34

2. Waktu Penelitian............................................................... 34

3. Subjek Penelitian............................................................... 35

B. BENTUK DAN STRATEGI PENELITIAN......................... 36

C. SUMBER DATA.................................................................... 36

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA..................................... 37

1. Metode Observasi............................................................... 37

2. Metode Tes......................................................................... 38

3. Metode Angket................................................................... 39

4. Metode Wawancara............................................................ 41

E. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA............................. 41

F. TEKNIK ANALISIS DATA................................................. 42

G. PROSEDUR PENELITIAN.................................................. 43

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. DESKRIPSI LOKASI/OBYEK PENELITIAN................... 46

B. DESKRIPSI TEMUAN PENELITIAN................................ 47

1. Deskripsi Data Observasi................................................... 47

a. Observasi Terhadap Guru Mengajar.............................. 47

b. Observasi Terhadap Siswa............................................. 50

2. Deskripsi Data Tes.............................................................. 51

3. Deskripsi Data Angket Gaya Belajar Siswa....................... 55

4. Subjek Penelitian................................................................ 58

C. PEMBAHASAN.................................................................... 61

1. Analisis Data Hasil Tes....................................................... 61

2. Analisis Data Hasil Wawancara.......................................... 78

3. Hasil Validasi dan Analisis Data........................................ 122

a. Hasil Validasi Data........................................................ 125

b. Hasil Analisis Data........................................................ 132

Page 14: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. SIMPULAN.............................................................................. 141

B. IMPLIKASI.............................................................................. 143

Secara Teoritis........................................................................... 143

Secara Praktis............................................................................ 143

C. SARAN..................................................................................... 143

Bagi Guru.................................................................................. 143

Bagi Siswa................................................................................. 144

Bagi Peneliti Lain...................................................................... 144

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 15: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

2.1 Prosedur Penelitian yang Dilakukan............................................ 33

4.1 Hasil Clusterring Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Visual...... 59

4.2 Hasil Clusterring Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Auditorial 59

4.3 Hasil Clusterring Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Kinestetik 60

4.4 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 1a...................... 61

4.5 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 1b...................... 61

4.6 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 1c...................... 62

4.7 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 1d...................... 62

4.8 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 2a...................... 63

4.9 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 2b...................... 63

4.10 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian I Nomor 2c...................... 63

4.11 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 1a..................... 64

4.12 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 1b..................... 64

4.13 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 1c..................... 65

4.14 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 1d..................... 65

4.15 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 2a..................... 66

4.16 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 2b..................... 66

4.17 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian II Nomor 2c..................... 67

4.18 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 1a................... 67

4.19 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 1b................... 67

4.20 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 1c................... 68

4.21 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 1d................... 68

4.22 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 2a................... 69

4.23 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 2b................... 69

4.24 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian III Nomor 2c................... 69

4.25 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 1a................... 70

4.26 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 1b................... 70

4.27 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 1c................... 71

4.28 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 1d................... 71

Page 16: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

4.29 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 2a................... 71

4.30 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 2b................... 72

4.31 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian IV Nomor 2c................... 72

4.32 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 1a.................... 72

4.33 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 1b.................... 73

4.34 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 1c.................... 73

4.35 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 1d.................... 74

4.36 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 2a.................... 74

4.37 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 2b.................... 74

4.38 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian V Nomor 2c.................... 75

4.39 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 1a................... 75

4.40 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 1b................... 76

4.41 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 1c................... 76

4.42 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 1d................... 77

4.43 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 2a................... 77

4.44 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 2b................... 77

4.45 Penggalan Jawaban Subjek Penelitian VI Nomor 2c................... 78

Page 17: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR TABEL

2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep.............................. 16

4.1 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1a ......... 51

4.2 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1b ......... 52

4.3 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1c ......... 53

4.4 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1d ......... 53

4.5 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2a ......... 54

4.6 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2b ......... 54

4.7 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2c ......... 55

4.8 Gaya Belajar Siswa yang Diduga Mengalami Miskonsepsi........... 57

4.9 Tabel Hasil Validasi Data Siswa Gaya Belajar Visual................... 125

4.10 Tabel Hasil Validasi Data Siswa Gaya Belajar Auditorial............ 128

4.11 Tabel Hasil Validasi Data Siswa Gaya Belajar Kinestetik............ 130

4.12 Tabel Karakter Miskonsepsi dalam hal Limit Kiri dan Kanan..... 132

4.13 Tabel Karakter Miskonsepsi dalam hal Bentuk Limit Fungsi....... 135

4.14 Tabel Karakter Miskonsepsi dalam Pemahaman Teorema Limit.. 138

4.15 Tabel Karakter Miskonsepsi Gaya Belajar Siswa.......................... 140

Page 18: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Obsevasi....................................................................... 145

2. Catatan Lapangan Observasi I..................................................... 148

3. Catatan Lapangan Observasi II................................................... 151

4. Catatan Lapangan Observasi II................................................... 154

5. Kisi-Kisi Angket Gaya Belajar.................................................... 157

6. Validasi Isi Angket Gaya Belajar................................................ 158

7. Kisi-Kisi Angket Gaya Belajar (Setelah Validasi Isi)................. 172

8. Hasil Uji Konsistensi Internal Angket......................................... 177

9. Angket Gaya Belajar Siswa......................................................... 184

10. Kisi-Kisi Tes Limit Fungsi........................................................... 187

11. Tes Konsepsi Limit Fungsi........................................................... 189

12. Instrumen Tes............................................................................... 192

13. Lembar Validasi Butir Soal.......................................................... 195

14. Hasil Data Tes Limit Fungsi........................................................ 198

15. Lembar Jawab Subjek Penelitian I............................................... 200

16. Lembar Jawab Subjek Penelitian II............................................. 201

17. Lembar Jawab Subjek Penelitian III............................................ 203

18. Lembar Jawab Subjek Penelitian IV............................................ 205

19. Lembar Jawab Subjek Penelitian V.............................................. 207

20. Lembar Jawab Subjek Penelitian VI............................................ 209

21. Pedoman Wawancara.................................................................... 211

22. Transkrip Wawancara.................................................................... 212

23. Triangulasi Data Gaya Belajar Visual........................................... 243

24. Triangulasi Data Gaya Belajar Auditorial..................................... 260

25. Triangulasi Data Gaya Belajar Kinestetik..................................... 273

26. Surat-Surat Perijinan

Page 19: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika adalah salah satu mata pelajaran di sekolah yang ada sejak

jenjang sekolah dasar. Mata pelajaran ini diberikan sejak jenjang sekolah dasar

bahkan sampai ke perguruan tinggi karena dianggap penting dan berguna di dalam

kehidupan manusia. Peran penting matematika diakui Cockcroft yang menulis “It

would be very difficult – perhaps impossible – to live a normal life in very many

parts of the world in the twentieth century without making use of mathematics of

some kind.” Yang berarti akan sangat sulit atau tidaklah mungkin bagi seseorang

untuk hidup di bagian bumi ini pada abad ke-20 ini tanpa sedikitpun

memanfaatkan matematika (Shadiq, 2007).

Delapan belas tahun lalu, National Research Council (NRC) dari

Amerika Serikat juga telah menyatakan pentingnya matematika dengan

pernyataan “Mathematics is the key to opportunity”, yang berarti matematika

adalah kunci ke arah kesempatan. Masih menurut NRC, jika seorang siswa

berhasil dalam mempelajari matematika maka pintu karir yang cemerlang akan

terbuka. Bagi para warga negara, matematika akan menunjang pengambilan

keputusan yang tepat. Bagi suatu negara, matematika akan menyiapkan warganya

untuk bersaing dan berkompetisi di bidang ekonomi dan teknologi (Shadiq,2007).

Namun di sisi lain, kenyataan di kelas menunjukkan bahwa banyak siswa

yang kurang bahkan tidak berhasil mempelajari mata pelajaran bergengsi tersebut,

termasuk di negara kita sendiri. Pada umumnya tinggi rendah mutu pendidikan

matematika di Indonesia dilihat dari nilai siswa pada ujian nasional. Mutu

pendidikan matematika di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan

dengan pelajaran–pelajaran yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil ujian

nasional. Demikian juga hasil ujian nasional mata pelajaran Matematika di kota

Surakarta, hampir setiap tahun Matematika seringkali dianggap sebagai batu

sandungan bagi kelulusan siswa. Pada tahun ajaran 2010/2011 siswa sekolah

menengah atas di Surakarta yang tidak lulus mencapai 2,34% (Dapodik Surakarta,

Page 20: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

2011). Meskipun persentase tersebut tidak terlalu besar tetapi apabila dihitung

dalam banyak siswa, persentase ini mencapai ratusan siswa.

Salah satu guru di SMA Negeri 3 Surakarta menyatakan bahwa bagi

siswa di sekolah tersebut, matematika juga masih dianggap sebagai mata pelajaran

yang sulit saat ujian nasional. Padahal SMA Negeri 3 merupakan salah satu SMA

favorit di Surakarta dan juga termasuk dalam kategori SMA terbaik di Indonesia.

Menurutnya, hal ini dikarenakan ada beberapa materi yang kurang dikuasai

dengan baik oleh siswa. Salah satu materi pokok yang kurang dikuasai adalah

limit fungsi.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) juga mencatat pada ujian

nasional tahun ajaran 2010/2011, siswa SMA Negeri 3 Surakarta, penguasaan

materi pokok limit fungsi tidak mencapai hasil yang maksimal. Pada materi pokok

limit fungsi hanya mencapai 58,68%, padahal untuk materi pokok lain angkanya

mencapai 80-90% (BSNP,2011).

Menurut guru tersebut, penguasaan materi pokok yang kurang baik ini

dikarenakan penguasaan konsep para siswa yang kurang baik serta banyak siswa

yang salah dalam memahami konsep. Hal ini ditunjukkan salah satunya pada

jawaban ulangan siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran

2010/2011, siswa salah dalam memahami konsep materi pokok tersebut. Siswa

salah dalam memahami konsep limit kanan dan kiri suatu fungsi.

Nurul Karimah juga mengemukakan bahwa salah satu penyebab

kegagalan dalam pembelajaran matematika adalah siswa tidak paham konsep

matematika atau siswa salah dalam memahami konsep matematika (miskonsepsi).

Kebanyakan kesalahan konsep yang dialami siswa dibawa dari jenjang pendidikan

sebelumnya, sehingga mengakibatkan kesalahan konsep yang berkesinambungan

pada jenjang pendidikan yang lebih lanjut (Republika, 2008).

Dahar mengatakan bahwa “Banyak murid atau mahasiswa gagal atau

tidak memberi hasil yang baik dalam pelajarannya karena mereka tidak

mengetahui cara-cara belajar yang efisien dan efektif, mereka kebanyakan hanya

mencoba menghafal pelajaran dan memasukan ilmu tanpa ada penyaringan

terlebih dahulu, sehingga tidak paham benar konsep urutannya” (Abdusyisakir

Page 21: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

2007). Padahal matematika bukan materi untuk dihafal, melainkan memerlukan

penalaran dan pemahaman yang lebih. Akibatnya jika diberi tes atau evaluasi,

siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal, walaupun bentuk soal

tersebut hampir sama dengan soal yang pernah dipelajarinya.

Seperti telah diketahui, matematika merupakan disiplin ilmu yang

mempunyai karakteristik tertentu bila dibandingkan dengan disiplin-disiplin ilmu

lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa matematika itu berkenaan

dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dengan

penalaran yang bersifat deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan

diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar

konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.

Konsep serta pengetahuan seseorang terus menerus dibangun kembali

dan berkembang seiring dengan bertambahnya pengalaman orang tersebut

(Suparno, 1997). Seperti pernyataan tersebut, siswa haruslah memiliki dasar untuk

membangun pengetahuan berikutnya, yaitu suatu konsep yang telah dimiliki

sebelumnya secara tepat. Apabila siswa tidak mampu memahami salah satu

konsep dengan baik, tentu saja akan berpengaruh pada konsep selanjutnya yang

berkaitan.

Departemen Pendidikan Nasional Indonesia dalam Permendiknas nomor

22 tahun 2006 menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran matematika di SD, SMP,

SMA, dan SMK adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep

matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep

atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

Ini ditetapkan dengan harapan bahwa penanaman konsep dapat dibangun terus-

menerus dari jenjang dasar sampai menengah atas.

Berbagai karakteristik yang dimiliki oleh siswa mempengaruhi siswa

dalam pemahaman konsep suatu materi pokok. Salah satu karakteristik siswa

tersebut adalah gaya belajar siswa. Gaya belajar merupakan cara yang cenderung

dipilih sesorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses suatu

informasi. Setiap siswa pasti memiliki gaya belajarnya masing–masing.

Page 22: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Gaya belajar berpengaruh kepada cara belajar siswa, yang mana akan

menentukan cara belajar yang lebih efektif. Tentu saja dengan cara belajar yang

lebih efektif dapat membantu menangkap dan mengerti suatu materi pelajaran.

Mengenali gaya belajar sendiri, belum tentu membuat seseorang menjadi lebih

pandai, tetapi menjadi tahu bagaimana memanfaatkan kemampuan belajar secara

maksimal, sehingga hasil dalam pemahaman suatu materi dapat lebih optimal

(Joko Susilo,2006).

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan mengenai konsepsi sangatlah

menarik bagi penulis, sehingga ingin mengkaji lebih lanjut mengenai miskonsepsi

–miskonsepsi yang dialami siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta dengan

tinjauan gaya belajar yang dimiliki oleh siswa. Dengan mengetahui kesalahan

siswa dalam memahami konsep yang lebih sederhana dan melakukan perbaikan

maka akan memperkecil kemungkinan siswa mengalami kesalahan dalam

memahami konsep yang lebih kompleks.

B. Batasan Masalah

Agar penelitian dapat dilakukan secara optimal serta menghindari ruang

lingkup penelitian yang terlalu luas, maka penulis memberikan suatu fokus

(batasan) . Batasan masalah meliputi sebagai berikut :

1. Penelitian ini dilakukan mengenai miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas

XI IPA Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Surakarta yaitu pada materi

pokok limit fungsi.

2. Penelitian ini ditinjau dari salah satu karakateristik siswa yaitu gaya belajar

siswa yang meliputi gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik.

Page 23: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah tersebut maka

permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah karakter miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas XI IPA SMA

Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 dalam materi pokok limit fungsi

ditinjau dari gaya belajar yang dimiliki siswa?

2. Apakah penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas XI IPA SMA

Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 dalam materi pokok limit fungsi

ditinjau dari gaya belajar yang dimiliki siswa?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan karakter miskonsepsi dan mengetahui penyebab miskonsepsi

yang terjadi pada siswa dalam materi pokok limit fungsi yang ditinjau dari gaya

belajar pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2011/2012.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, calon guru dan

siswa pada umumnya. Manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut :

1). Bagi Guru

Memberikan informasi kepada guru karakter miskonsepsi siswa dalam

materi pokok limit fungsi dan juga penyebab miskonsepsi ditinjau dari

gaya belajar siswa.

2). Bagi Calon Guru

Memberikan informasi kepada calon guru karakter miskonsepsi siswa

dalam materi pokok limit fungsi dan juga penyebab miskonsepsi ditinjau

dari gaya belajar siswa.

Page 24: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

3). Bagi Siswa

Siswa mengetahui di mana letak kesalahan konsep yang mereka alami

dalam pelajaran matematika, khususnya materi pokok limit fungsi serta

mengetahui penyebab miskonsepsi yang siswa lakukan.

4). Bagi Peneliti Lain

Dengan hasil penelitian ini, dapat menjadi sumber atau referensi untuk

penelitian tentang cara menyusun model-model pembelajaran yang

didasarkan pada jenis-jenis kesalahan konsep yang dilakukan oleh siswa.

Page 25: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka

1. Belajar Matematika

a. Pengertian Belajar

Merumuskan definisi mengenai belajar yang memadai bukanlah suatu

pekerjaan yang mudah. Karena itulah definisi yang kita jumpai banyak sekali,

antara pendapat ahli yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan. Perbedaan

pendapat ini dikarenakan latar belakang pandangan maupun teori yang dipegang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:17), belajar adalah

berusaha memperoleh kepandaian, ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau

tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Belajar adalah suatu proses yang berlangsung dari keadaan tidak tahu

menjadi tahu, dari tidak trampil menjadi trampil, dari belum cerdas menjadi

cerdas, dari sikap belum baik menjadi bersikap baik, dari pasif menjadi aktif, dari

tidak teliti menjadi teliti, dan seterusnya (Purwoto,2003).

Cronbach di dalam bukunya Educational Phsychology menyatakan

bahwa, learning is shown by a change in behaviour as a result of experience

(Suryabrata,1998). Selanjutnya masih menurut Cronbach, belajar yang sebaik–

baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar

mempergunakan pancainderanya.

Skinner mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau

penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Hitzman

mendefinisikan belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme

(manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi

tingkah laku organisme tersebut. Sedangkan menurut Chaplin, ada dua pengertian

belajar yaitu: (1) belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif

Page 26: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman, (2) belajar adalah proses

memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus (Syah, 2005).

Dari definisi-definisi sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa

belajar adalah suatu proses yang membawa perubahan tingkah laku dalam diri

individu yang relatif tetap disebabkan oleh pengalaman dalam proses interaksi

dengan lingkungan sehingga memiliki suatu kecakapan baru.

b. Pengertian Matematika

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 723) dinyatakan bahwa,

“Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan

prosedural operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan”.

Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan

tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak

didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya

ke dalil. Matematika timbul karena olah pikir manusia yang berhubungan dengan

ide, proses, dan penalaran matematika yang terdiri atas 4 kawasan yang luas, ialah

aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis (Purwoto, 2003).

Menurut Johnson dan Myklebust, matematika adalah bahasa simbolis

yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif

dan keruangan sedang fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.

Matematika juga adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap suatu

masalah yang dihadapi manusia, atau cara menggunakan informasi, menggunakan

pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan aturan tentang

menghitung, dan yang paling penting untuk memikirkan dalam diri manusia itu

sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan (Abdurahman,

2003)

R.Soedjadi (2000) mengemukakan beberapa definisi mengenai

matematika sebagai berikut.

1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

sistematis.

2. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

Page 27: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan

dengan bilangan.

4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah

tentang ruang dan bentuk.

5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.

6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan yang ketat.

Perlu diketahui bahwa tidak terdapat pengertian tunggal tentang

matematika yang telah disepakati, tetapi dapat dilihat adanya ciri-ciri khusus atau

karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum, yaitu:

1. memiliki objek kajian abstrak, meliputi fakta, konsep, operasi maupun relasi,

dan prinsip,

2. bertumpu pada kesepakatan,

3. berpola pikir deduktif,

4. memiliki simbol yang kosong dari arti,

5. memperhatikan semesta pembicaraan,

6. konsisten dalam sistemnya.

(R. Soedjadi, 2000)

c. Belajar Matematika

Belajar matematika lebih menekankan pada aktivitas dalam dunia rasio

(penalaran). Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia

dalam dunianya secara empiris, kemudian diproses di dalam dunia rasio, diolah

secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga

sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.

Obyek langsung dalam matematika adalah fakta, keterampilan, konsep,

dan aturan. Adapun hierarki dalam belajar matematika adalah: (1) untuk

mempelajarinya tidak boleh sembarangan, tetapi harus memperhatikan adanya

prasyarat dan (2) setelah siswa memahami fakta, keterampilan, konsep, dan

aturan, objek ini harus dihafalkan pula. Selain itu, siswa harus hafal simbol,

notasi, definisi, aturan, prosedur, rumus, dalil, dan lain-lainnya agar penggunaan

dalam pemecahan masalah baru dapat lancar.

Page 28: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

2. Konsep

a. Konsep

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 588), konsep adalah: 1. ide

atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa yang konkrit; 2. gambaran

mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan

oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Menurut Karl Haberlandt (1997), “Concepts are fundamental units of

through”. Kembali menurut Karl Haberlandt, konsep membantu kita

mengorganisasi banyak objek, peristiwa, dan hubungan dalam dunia fisik dan

mental. Konsep juga mewujudkan pengetahuan tentang objek yang tidak

digambarkan secara nyata (abstrak). Winkel berpendapat bahwa

konsep/pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang

memiliki ciri-ciri yang sama (1996).

Rosser dalam Ratna Wilis Dahar (1989) mengemukakan “Konsep adalah

suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian kegiatan

atau hubungan-hubungan yang mewakili atribut-atribut yang sama”(hlm 80).

Untuk itu Rosser dalam Ratna Wilis Dahar (1989) memberikan definisi atas

konsep bahwa suatu konsep terdiri dari beberapa komponen konsep sebagai

berikut :

1. Nama konsep, nama ini perlu untuk berkomunikasi dengan orang lain.

2. Atribut-atribut, kriteria, dan variabel konsep. Kriteria dari suatu konsep adalah

ciri-ciri konsep yang digunakan untuk membedakan antara contoh-contoh dan

noncontoh sehingga dapat ditentukan apakah suatu obyek merupakan suatu

contoh dari konsep atau bukan, sedangkan atribut variabel konsep adalah ciri-

ciri yang mungkin berbeda antara contoh-contoh tanpa mempengaruhi inklusi

dalam kategori konsep itu.

3. Definisi konsep, merupakan pernyataan dari semua atribut kriteria dari konsep.

4. Contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh digunakan untuk pengembangan

konsep.

Page 29: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

5. Hubungan konsep dengan konsep lain pada sebagian besar konsep-konsep, kita

dapat mengembangkan hierarki dari konsep-konsep yang berhubungan yang

memperlihatkan bagaimana suatu konsep terkait pada konsep-konsep yang

lain.

Mulyono Abdurahman menyatakan bahwa konsep menunjuk pada

pemahaman dasar. Siswa mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu

mengklasifikasikan/mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat

mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu, misalnya antara

konsep segitiga dan non segitiga (2003).

Menurut Robert E Slavin konsep adalah suatu abstrak yang digeneralisasi

dari contoh–contoh spesifik (2008). Sedangkan menurut Soejadi, konsep adalah

ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan

sekumpulan obyek (2000). Memes mendefinisikan konsep sebagai suatu ide atau

gagasan yang digeneralisasi dari pengalaman manusia dengan beberapa peristiwa

benda dan fakta (2000).

Menurut Berg (1988), konsep adalah abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang

mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan manusia untuk

berpikir. Sebuah konsep tertentu diperlukan sebagai alat komunikasi antar

manusia dan sebagai sesuatu yang dapat dipikirkan oleh manusia. Nama untuk

suatu konsep sangat diperlukan dalam komunikasi antar ilmuwan untuk

menyatakan kelompok benda atau peristiwa yang bisa disebutkan dalam satu kata,

kata majemuk atau simbol khusus yang menggantikan sederetan kalimat. Sebuah

konsep dapat digunakan untuk mewujudkan suatu yang belum (kurang) konkret

menjadi lebih konkret.

Moh. Amien dalam Salirawati (2010,13) mendefinisikan konsep yang

dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan bentuk dan karakternya sebagai berikut.

1. Konsep Klasifikasional

Bentuk konsep yang didasarkan pada klasifikasi fakta-fakta ke dalam

bagan-bagan yang terorganisir untuk menerangkan suatu obyek atau gejala.

Contoh : Garis tinggi segitiga (t) adalah garis yang ditarik dari satu titik sudut

dan tegak lurus sisi seberangnya. Segitiga selalu memiliki tiga garis tinggi.

Page 30: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

2. Konsep Kolerasional

Konsep yang dibentuk dari kejadian-kejadian khusus yang saling

berhubungan atau observasi yang terdiri dari dugaan. Konsep ini terdiri dari

suatu dimensi yang menyatakan adanya hubungan antara 2 variabel yang

dirumuskan dengan “jika...maka...”

Contoh : Jika koordinat P dalam koordinat kutub diketahui (r,Ө) maka dalam

bidang Cartesius koordinat P adalah (rcos Ө,rsin Ө).

3. Konsep Teoritikal

Konsep yang mempermudah penjelasan terhadap fakta atau kejadian-

kejadian dalam sistem yang terorganisir. Proses ini menyangkut proses

pengembangan mulai dari yang diketahui sampai yang belum diketahui.

Contoh : Luas segitiga adalah ½.a.t, dengan a adalah alas dan t adalah tinggi

segitiga.

Noehi Nasution (1992:15-16) membedakan konsep menjadi dua yaitu

konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Adapun penjelasannya

sebagai berikut.

1. Konsep konkret, adalah pengertian yang menunjukkan pada obyek –

obyek dalam lingkungan fisik, dia memberikan prestasi yang membuktikan

bahwa ia sudah mempunyai konsep yang tepat. Sebagai contoh : anak kecil

yang disuruh menaruh piring di bawah meja, tetapi kemudian menaruhnya di

atas meja, terbukti belum memiliki konsep konkret “di bawah”.

Konsep konkret diperoleh melalui pengamatan terhadap lingkungan

hidup yang berwujud nyata. Konsep ini mewakili golongan benda tertentu

seperti meja, kursi, pohon; benda – benda seperti di atas, di samping;

golongan perbuatan tertentu seperti duduk, mengangkat, dan menurun.

2. Konsep yang harus didefinisikan, adalah konsep yang mewakili realitas

hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan fisik,

karena realitas itu tidak berwujud dan tidak dapat diamati secara langsung.

Misalnya anak A adalah saudara sepupu anak B, ini merupakan suatu

kenyataan itu tidak dapat diketahui dengan mengamati anak A dan anak B

Page 31: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

saja. Kenyataan itu diberitahukan melalui penggunaan bahasa dan sekaligus

dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan “saudara sepupu”.

Dalam hal ini, konsep diajarkan melalui definisi karena kemungkinan

untuk menunjukkan dua orang bersaudara sepupu hanya dengan mengamati

dua orang itu saja tidak cukup. Misalnya, saudara sepupu adalah ”anak dari

paman atau bibi”, lingkaran ialah “garis, tertutup yang berbentuk bundar dan

memiliki jari – jari sama panjang”.

Dari beberapa pengertian yang sudah disebutkan, dapat disimpulkan

bahwa konsep adalah ide abstrak/gagasan yang merupakan generalisasi dari

peristiwa konkret serta menunjuk kepada pemahaman dasar yang dapat digunakan

untuk berkomunikasi, untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan

sekumpulan objek menurut atributnya, dan mewujudkan pengetahuan tentang

objek yang tidak digambarkan secara nyata (abstrak).

b. Belajar Konsep

Robert M Gagne (dalam Suparno, 2001) menyatakan bahwa belajar

konsep adalah kemampuan untuk mengidentifikasi stimulus sebagai anggota suatu

golongan (class) yang memiliki beberapa persamaan karakterisitik. Konsep ini

disebut konkret kalau memiliki sifat objek seperti warna, bentuk, struktur dan

sebagainya. Contoh lain adalah konsep segitiga, segiempat, biru, enam, datar,

lengkung. Juga pinggir, tengah, depan, yang menggambarkan kedudukan dalam

konteks tempat.

S. Nasution menyatakan, belajar konsep terjadi mungkin karena

kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia

sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang dapat melakukan

demikian akan tetapi sangat terbatas. Manusia dapat melakukannya tanpa batas

berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi (2005).

Dengan menggunakan konsep manusia dapat menggolongkan dunia

sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah,

dan sebagainya. Ia dapat menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga,

seperti bapak, ibu, paman, saudara, dan sebagainya. Penggolongan itu juga

Page 32: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini kelakuan manusia tidak

dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk yang abstrak,

misalnya anak dapat kita suruh melakukan perintah, “ambil botol yang di tengah”.

Untuk mempelajari suatu konsep anak harus mengalami berbagai situasi

dengan stimulus tertentu. Dalam hal itu ia harus dapat mengadakan diskriminasi

untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep itu. Proses

belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur – angsur. Hasil

dari proses belajar konsep ini akan menghasilkan konsepsi – konsepsi tentang

obyek – obyek tertentu dalam pikiran anak.

Guru mempunyai peran penting dalam belajar konsep. Hill dan Ball

(dalam Carlos Zerpa dkk, 2009 : 70) menyatakan bahwa, “High levels of

conceptual understanding of fundamental mathematics are important to teach

mathematics to others with profound understanding”, artinya penguasaan konsep

tingkat tinggi pada pokok matematika sangat penting untuk mengajarkan

matematika kepada orang lain dengan pengertian yang lebih dalam.

Hill dan Ball (dalam Carlos Zerpa dkk, 2009 : 59) juga berpendapat

bahwa, “teachers need to have deep conceptual understanding of mathematics

they are teaching to their students and be able to illustrate to their students why

mathematical algorithms work and how these algorithms may be used to solve

problems in real life situations”. Maksudnya adalah bahwa guru perlu untuk

mempunyai penguasaan konsep secara mendalam tentang matematika yang

mereka ajarkan kepada murid–murid mereka, dan guru dapat mengilustrasikan

pada muridnya bagaimana suatu algoritma bekerja dan bagaimana algoritma

tersebut digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata.

Menurut Berg (1991: 11) dalam pembelajaran konsep, peserta didik

diharapkan dapat :

a. mendefinisikan konsep yang bersangkutan;

b. menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-

konsep yang lain;

c. menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang lain; dan

Page 33: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

d. menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya

untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan keempat kriteria tersebut dapat diketahui apakah peserta

didik sudah memahami konsep atau belum. Dengan kata lain, jika peserta didik

telah memahami suatu konsep, maka ia seharusnya memenuhi keempat kriteria

tersebut. Pada kenyataannya, tidak semua peserta didik memiliki pemahaman

yang sama tentang suatu konsep.

Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dari tiga aspek penilaian

matematika. Penilaian pada aspek konsep ini bertujuan untuk mengetahui sejauh

mana siswa mampu menerima dan memahami konsep matematika yang telah

diterima oleh siswa. Untuk itu, Jatmiko (dalam Haditono, 1992) menyatakan

“pemahaman konsep adalah kemampuan menyerap arti dari materi yang meliputi

3 aspek”, yaitu :

1. Menerangkan sesuatu dengan kata-kata sendiri.

2. Mengenali sesuatu dengan menggunakan kata-kata yang berbeda dengan yang

ada di buku.

3. Menginterpretasikan atau menarik kesimpulan yang benar dan ilmiah.

Pemahaman konsep dapat diaplikasikan dalam sebuah soal, misalnya : “Tulislah

kembali perkalian 3 x 2 dalam penjumlahan berulang!”

Ada beberapa derajat pemahaman konsep yang dimiliki seseorang.

Derajat pemahaman konsep ialah tingkatan pemahaman siswa terhadap suatu

konsep. Derajat pemahaman siswa yang dikemukakan oleh Edmund A. Marek

(dalam Abraham, 1992:112) dapat digolongkan menjadi enam derajat pemahaman

seperti yang tertera dalam Tabel 2.1.

Page 34: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Tabel 2. 1 Pengelompokan Derajat Pemahaman Konsep

No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria

1. Tidak Memahami a. Tidak ada respon Tidak ada jawaban / kosong

b. Tidak memahami Menjawab “saya tidak tahu”

Mengulang pertanyaaan

Menjawab Pertanyaan

2. Miskonsepsi a. Miskonsepsi

Menjawab dengan

penjelasan tidak logis

b. Memahami sebagian

dengan miskonsepsi

Jawaban menunjukkan

adanya konsep yang

dikuasai tetapi ada

pertanyaan dalam jawaban

yang menunjukkan

miskonsepsi.

3. Memahami a. Memahami sebagian

Jawaban menunjukkan

hanya sebagian konsep

dikuasai tanpa adanya

miskonsepsi

b. Memahami konsep

Jawaban menunjukkan

konsep dipahami dengan

semua penjelasan benar

Dari uraian yang telah ada, dapat disimpulkan bahwa belajar konsep

bukanlah belajar definisi konsep, melainkan memperhatikan hubungan konsep

dengan konsep–konsep lainnya, dan kemudian menghubungkan konsep baru ke

Page 35: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

dalam struktur pengetahuan mereka. Sedangkan belajar konsep matematika adalah

memahami hubungan antar konsep dalam matematika yang tersusun secara

hierarkis.

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Konsepsi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:520) konsepsi diartikan

sebagai pemahaman, pengertian atau rancangan yang telah ada dalam pikiran.

Selain itu, konsepsi dapat diartikan sebagai ide atau pengertian seseorang

mengenai sesuatu benda / barang.

Konsepsi adalah pengertian atau tafsiran seseorang terhadap suatu

konsep tertentu dalam kerangka yang sudah ada dalam pikirannya dan setiap

konsep baru didapatkan dan diproses dengan konsep – konsep yang telah dimiliki

(Berg,1991:10). Pengertian lain dari konsepsi adalah konsep yang dimiliki

seseorang melalui penalaran, intuisi, budaya, pengalaman hidup atau yang lain.

Jadi dari beberapa pengertian di atas konsepsi dapat disimpulkan sebagai

pemahaman atau tafsiran seseorang dari suatu konsep ilmu yang telah ada di

dalam pikiran.

b. Pengertian Prakonsep

Berg (1991:10) menyatakan bahwa prakonsep adalah “konsepsi yang

dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan

pelajaran formal”. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini

kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran.

Prakonsep siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar.

c. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi (misconception) adalah terjadinya perbedaan konsepsi

seseorang dengan konsepsi para ahli. Biasanya perbedaan tersebut sulit untuk

diubah menjadi benar (Berg, 1991). Muncul miskonsepsi ini dilatarbelakangi

bahwa seseorang sebelum mengenal konsep yang benar mereka sudah mempunyai

Page 36: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

konsep sendiri yang terbentuk dari penalaran, intuisi, budaya atau yang lain.

Konsep yang dimiliki itu dipertahankan dan digunakan untuk menjelaskan gejala-

gejala yang ada di sekitarnya namun konsep tersebut berbeda dengan konsep yang

benar.

Apabila seorang siswa mengalami miskonsepsi, biasanya sulit untuk

menbangun kembali konsep-konsep yang benar dalam pemikiran siswa tersebut

(Berg, 1990). Sehingga miskonsepsi (misconception) dapat diartikan sebagai

kesalahpemahaman mengenai konsep suatu ilmu. Kadang-kadang juga disebut

dengan kesalah pengertian (misunderstanding) atau konsep alternatif.

Menurut Soedjadi, miskonsepsi timbul karena adanya prakonsepsi.

Prakonsepsi adalah konsep awal yang dimiliki seseorang tentang suatu obyek.

Konsep awal ini diperoleh seseorang dari pendidikan formal jenjang tertentu.

Konsep awal tentang suatu obyek yang dimiliki oleh seorang anak tidak mustahil

berbeda dengan konsep yang diajarkan sekolah tentang obyek yang sama.bukan

hal yang mengherankan jika konsep yang diterima di kelas satu tidak tepat sama

dengan yang diajarkan di kelas dua (tentang obyek yang sama). Dalam keadaan

itulah, prakonsepsi menjadi suatu miskonsepsi (2000).

Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak

sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam

bidang itu. Bentuknya berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar

antara konsep-konsep, gagasan intuitif, atau pandangan yang naif. Salah

pengertian dapat terjadi pada siswa atau seseorang yang sedang belajar

(Suparno:1988)

Arti miskonsepsi secara lebih rinci dikemukakan Fowler & Jaoude (1987),

yaitu miskonsepsi diartikan sebagai pengertian yang tidak akurat tentang konsep,

penggu-naan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan

konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkhis konsep-konsep yang tidak

benar.

Batasan – batasan lain mengenai miskonsepsi adalah apabila pemahaman

siswa terhadap suatu konsep berbeda dengan apa yang dipahami atau

Page 37: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

dimaksudkan oleh masyarakat ilmiah atau kurikulum termasuk di dalamnya buku

–buku acuan (Suhadi,1989).

Dari pengertian-pengertian yang telah disebutkan miskonsepsi dapat

diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau

pengertian yang diterima oleh para ilmuwan. Miskonsepsi didefinisikan sebagai

konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan, hanya dapat

diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya

serta tidak dapat digeneralisasi.

d. Penyebab Miskonsepsi

Menurut Ibnu Suhadi (1989), hal–hal yang menyebabkan terjadinya

miskonsepsi yang dikutip dari pendapat para ahli, yaitu :

1. sulitnya untuk ditinggalkan pemahaman siswa yang telah ada sebelumnya

atau prakonsepsi (terutama yang salah) yang mungkin diperoleh dari proses

belajar terlebih dahulu,

2. kurang tepatnya aplikasi konsep–konsep yang telah dipelajari,

3. penggunaan alat peraga yang tidak mewakili secara tepat konsep–konsep

yang digambarkan,

4. ketidakstabilan guru dalam menampilkan aspek–aspek esensial dari konsep

yang bersangkutan,

5. ketidakajegan guru dalam pemakaian istilah,

6. ketidakstabilan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lain

pada saat situasi yang tepat.

Selanjutnya Soejadi (1995) menyatakan bahwa terdapat 4 hal penyebab

miskonsepsi yaitu makna kata, aspek praktis, simplifikasi, dan gambar.

1. Makna Kata

Makna kata dapat merupakan sumber miskonsepsi. Contoh dalam salah

makna kata adalah pada kata “tinggi”, misalnya dalam pembelajaran seorang

guru bertanya “mengapa tinggi segitiga dapat dibuat dari sebarang titik

sudutnya, bukankah tinggi itu harus tegak?”

Page 38: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

2. Aspek Praktis

Miskonsepsi dapat terjadi karena tekanan aspek praktis. Seringkali hanya

memperhatikan aspek praktis tanpa memperhatikan konsepnya. Ini dapat

terjadi misalnya karena hanya mengutamakan nilai maka konsep 2 x 4

dipandang sama dengan 4 x 2.

3. Simplifikasi

Miskonsepsi dapat disebabkan oleh adanya simplifikasi atau

penyederhanaan dalam pembelajaran. Contoh yang terjadi misalnya adalah

pengertian garis tinggi yang ditarik dari puncak tegak lurus alas dan

perpanjangannya. Di sini konsep yang dikuasai siswa lebih sederhana daripada

konsep seharusnya.

4. Gambar

Miskonsepsi dapat muncul dari ilustrasi gambar. Ini dapat terjadi

misalnya dalam memperhatikan gambar diagram venn, beberapa guru SMA

mengatakan bahwa “bilangan cacah lebih banyak dari bilangan asli”.

Ada pun penyebab atau alasan yang dapat mengakibatkan siswa

mengalami miskonsepsi menurut Suparno (1998) dan Rosita (2005) adalah

sebagai berikut.

b. Bahasa sehari-hari siswa yang mempunyai arti lain dengan bahasa

matematika.

c. Beberapa intuisi siswa yang salah dan perasaan siswa mengakibatkan salah

pengertian dan seringkali membuat pemikiran siswa tidak kritis.

d. Siswa mengalami miskonsepsi jarang mengungkapkannya kepada guru

karena takut.

e. Beberapa guru jarang mendiskusikan dan bertanya kepada siswa untuk

mengatakan pengertian matematika mereka dengan kata-kata mereka sendiri.

f. Beberapa siswa yang tidak tertarik pada pembelajaran matematika, mereka

kurang memberi perhatian kepada penjelasan guru yang sedang menjelaskan

pengertian baru.

g. Tidak semua pelajaran matematika dapat menyajikan konsep-konsep

sederhana yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dari siswa.

Page 39: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Sehingga konsepnya berkembang sendiri. Kadangkala walaupun ada materi

atau konsep yang berhubungan tidak diberikan oleh guru atau gurunya pun

tidak tahu.

h. Bahasa daerah yang kadang tidak sesuai dengan terjemahan aslinya.

i. Faktor budaya.

Miskonsepsi sebagai kesalahan pemahaman konsep yang disebabkan

oleh kesalahan konstruksi kognitif peserta didik itu sendiri merupakan salah satu

faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika. Namun jika ditelusuri

lebih lanjut, miskonsepsi dapat disebabkan oleh banyak hal. Paul Suparno (2005:

29) menyatakan secara garis besar ada lima kelompok penyebab terjadinya

miskonsepsi pada peserta didik, yaitu (1) peserta didik, (2) guru, (3) buku teks

pelajaran, (4) konteks, dan (5) metode mengajar.

e. Identifikasi Miskonsepsi

Dalam menangani miskonsepsi yang dipunyai siswa kiranya perlu

diketahui lebih dahulu konsep – konsep alternatif apa saja yang dipunyai siswa

dan darimana mereka mendapatkannya. Dengan demikian, kita dapat memikirkan

bagaimana mengatasinya. Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa bila tidak

segera diketahui dan diidentifikasi serta diatasi maka akan mengganggu dalam

penguasaan konsep selanjutnya, apalagi konsep selanjutnya terkait dengan konsep

yang dipelajari sebelumnya.

Identifikasi miskonsepsi diartikan sebagai suatu cara yang dilakukan

untuk mendeteksi belajar siswa yang diperkirakan mengalami kesalahan

pemahaman konsep, dalam hal ini konsepsi siswa berbeda dengan para ahli.

Banyak cara untuk menentukan, mengidentifikasi dan mendeteksi

terjadinya miskonsepsi kimia pada peserta didik, dapat melalui (1) peta konsep

(concept map), (2) tes (pilihan ganda maupun esai), (3) wawancara diagnosis, (4)

diskusi dalam kelas. Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan,

biasanya seorang peneliti atau guru dalam memilih mempertimbangkan

kemampuan, tujuan, waktu, tenaga, biaya, dan kemudahan dalam menyusun

Page 40: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

instrumen dan menerapkannya, termasuk kemudahan menganalisis hasil deteksi

tersebut.

(1). Peta konsep

Peta konsep (concept map) adalah bagan yang menunjukkan hubungan

antar konsep atau gagasan-gagasan pokok dari suatu materi ajar yang disusun

secara hierarkis dan memberikan gambaran yang lebih lengkap (Liliasari dkk,

1998: 2.3).

(2). Tes pilihan ganda atau esai

Tes pilihan ganda merupakan bentuk instrumen yang paling banyak

digunakan dan dikembangkan oleh peneliti dalam mendeteksi terjadinya

miskonsepsi pada peserta didik. Seperti penelitian Amir, et al. (1987) yang

menggunakan tes pilihan ganda dengan alasan terbuka. Peserta didik harus

menjawab dan menjelaskan mengapa ia menjawab seperti itu. Jawaban yang

salah digunakan sebagai bahan tes selanjutnya.

Tes esai tertulis merupakan bentuk instrumen pendeteksi miskonsepsi

yang memerlukan kecermatan dalam melihat jawaban peserta didik. Tahap-

tahap jawaban yang diberikan peserta didik harus secara teliti dicermati agar

dapat diketahui secara pasti pada bagian mana telah terjadi miskonsepsi.

Biasanya tes esai tertulis disertai wawancara untuk melihat lebih jauh

terjadinya miskonsepsi.

(3).Wawancara diagnosis

Selain sebagai pelengkap dari bentuk instrumen pendeteksi miskonsepsi,

wawancara diagnosis juga dapat berdiri sendiri sebagai teknik untuk

mengungkap terjadinya miskonsepsi pada peserta didik. Pedoman wawancara

dapat berbentuk bebas atau terstruktur. Pedoman wawancara bentuk bebas

hanya berisi pertanyaan inti yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh

pewawancara sendiri ketika di lapangan dengan urutan pertanyaan yang tidak

kaku (dapat dibolak-balik). Pedoman wawancara terstruktur berisi pertanyaan

yang tersusun secara urut dan lengkap. Dengan adanya kecanggihan teknologi

informasi dan komunikasi saat ini, maka wawancara akan lebih baik jika

disertai rekaman untuk melengkapi catatan langsung di lapangan.

Page 41: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

(4).Diskusi dalam kelas

Diskusi dalam kelas, terutama pada awal pembelajaran suatu konsep,

sebagai penjajagan terhadap konsep yang telah dimiliki peserta didik sangat

baik dilakukan guru. Hal ini berguna untuk menjajagi prakonsep dan konsepsi

yang dimiliki mereka, sehingga pendeteksian terjadinya miskonsepsi dapat

diketahui secara dini.

Tes diagnostik dapat digunakan sebagai instrumen untuk

mengidentifikasi dan mengklasifikasi miskonsepsi. Menurut Suharsimi (1995:31),

tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan–

kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan–kelemahan tersebut dapat

dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Tes diagnostik menjaring informasi

tentang mengapa siswa menjawab salah pada soal. Perhatian lebih dipusatkan

pada jawaban yang salah terutama pada konsepsi siswa dan usaha menemukan

sebab–sebab siswa sampai memberikan yang salah itu.

Ada beberapa cara tes diagnostik antara lain dengan tes obyektif

beralasan atau tes uraian. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tes uraian

karena dari hasil tes uraian akan tampak kesalahan–kesalahan konsep yang

menyebabkan jawaban siswa tidak benar sehingga dari jawaban–jawaban siswa

tersebut dapat dianalisis berbagai miskonsepsi dalam hal ini mengenai materi limit

fungsi.

4. Gaya Belajar

Setiap orang ditakdirkan berbeda, tak terkecuali dalam bagaimana

seseorang belajar. De Porter dan Hernacki (1999 :110 - 112) merumuskan bahwa

gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan

kemudian mengatur serta mengolah informasi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Winkel (1996:147) yang menyatakan

bahwa gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa. Cara khas ini

bersifat individual yang kerapkali tidak disadari dan sekali terbentuk dan

cenderung bertahan terus.

Page 42: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pengertian gaya belajar adalah

cara belajar siswa dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi sebagai

indikator yang bertindak relatif stabil untuk siswa merasa saling berhubungan dan

bereaksi terhadap lingkungan belajar.

Setiap individu memiliki gaya belajar yang berlainan. Bagi seorang guru,

sangat penting mengetahui gaya belajar siswanya sehingga cara mengajarnya

dapat mencapai hasil yang lebih maksimal dengan menyesuaikangaya belajar

siswanya. Siswa perlu mengetahui gaya belajarnya, hal ini akan memudahkan

siswa untuk belajar. Siswa akan dapat belajar dengan baik dan hasil belajarnya

baik, apabila ia mengerti gaya belajarnya.

De Porter dan Hernacki (1999:112-113) menggolongkan gaya belajar

berdasarkan cara menerima informasi dengan mudah (modalitas) ke dalam tiga

tipe yaitu gaya belajar tipe visual, tipe auditorial, dan tipe kinestetik. Berikut ini

pembahasan mengenai tiga tipe gaya belajar.

1. Gaya Belajar Visual

Ciri–ciri siswa yang bertipe visual dapat dirangkum sebagai berikut.

a. Perilaku rapi, teratur, teliti terhadap detail.

b. Lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar.

c. Mengingat dengan asosiasi visual.

d. Lebih suka membacakan daripada dibacakan

e. Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika

ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

2. Gaya belajar Auditorial

Ciri–ciri siswa yang bertipe auditorial dapat dirangkum sebagai berikut.

a. Mudah terganggu oleh keributan

b. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

c. Dapat mengulang kembali atau menirukan nada dan birama, dan warna

suara.

d. Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.

Page 43: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

e. Mempunyai masalah dengan pekerjaan – pekerjaan yang bersifat

visualisasi, seperti memotong bagian - bagian sehingga sesuai satu sama

lain.

3. Gaya belajar Kinestetik

Ciri–ciri siswa yang bertipe kinestetik dapat dirangkum sebagai berikut.

a. Selalu berorientasi pada fisik, banyak gerak

b. Berbicara dengan perlahan

c. Belajar melalui manipulasi dan praktek

d. Menyukai buku–buku yang berorientasi pada plot dengan mencerminkan

aksi dengan gerakan tubuh saat membaca

e. Ingin melakukan segala sesuatu

Pada umumnya, siswa memiliki satu dari ketiga gaya belajar tersebut.

Namun, tidak semua orang harus masuk ke dalam salah satu klasifikasinya.

Walaupun demikian, kebanyakan kita cenderung dominan salah satu tipe gaya

belajar tertentu. Umumnya siswa belum mengenal persis gaya belajar yang

dimilikinya sehingga mereka belum dapat menerapkannya secara optimal.

Pemanfaatan sumber belajar matematika, cara memperhatikan pembelajaran

matematika di kelas, serta cara mudah bagi siswa untuk berkonsentrasi penuh saat

belajar dapat digunakan untuk mengenal gaya belajar matematika.

5. Materi Pokok Limit Fungsi

a. Definisi Limit Fungsi Aljabar

Kata limit berasal dari bahasa Inggris, berarti mendekati. Sesuai dengan

kata mendekati, jika dikatakan bahwa x mendekati 2, artinya nilai x itu hanya

mendekati nilai 2 tetapi tidak pernah bernilai 2. Untuk mempermudah

perhitungan,kata “mendekati” dinyatakan dengan simbol “ → ”

Ada dua macam definisi mengenai limit yaitu secara intuitif dan formal.

Secara intuitif, limit fungsi dapat diartikan sebagai berikut.

Page 44: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Misalnya f suatu fungsi dalam variabel x dan L adalah bilangan real.

Diartikan untuk x mendekati a (ingat x≠a), nilai f(x) mendekati L

Secara formal, limit fungsi didefinisikan sebagai berikut :

diartikan untuk setiap bilangan >0 seberapa pun kecilnya, terdapat

sebuah bilangan sedemikian rupa sehingga jika 0< |x-a|< , berlaku |f(x)-L| < .

Suatu fungsi dikatakan mempunyai limit di titik a jika dan hanya jika

limit dari kiri dan dari limit kanan bernilai sama. Limit dari kiri maksudnya adalah

nilai pendekatan f(x) untuk x bergerak mendekati limitnya melalui nilai–nilai yang

membesar (melalui nilai–nilai x<a). Untuk mempermudah penulisan, x yang

mendekati a dari kiri x→a- dan x yang mendekati a dari kanan, x→ a

+ . Jadi dapat

disimpulkan sebagai berikut.

b. Bentuk – bentuk limit Fungsi Aljabar

Bentuk : limit fungsi f : x → f(x) ; di mana x → a , a 0

Bentuk : limit fungsi f : x → f(x) ; di mana x → 0

Bentuk : limit fungsi f : x→ f(x) ; di mana x → ∞

c. Penentuan Nilai Limit Fungsi Aljabar

1. Penentuan nilai Limit Fungsi Bentuk f : x → f(x) ; di mana x→ a , a 0

Misalkan f(x) memiliki nilai limit untuk x→a, nilai limitnya dapat

ditentukan dengan cara sebagai berikut :

a) Substitusi

Misalkan fungsi f terdefinisi di setiap nilai x bilangan real, nilai limit

fungsinya sama dengan nilai fungsinya. Untuk memperoleh nilai

limitnya, dengan cara mensubstitusikan secara langsung ke dalam

fungsi tersebut. Dengan ketentuan sebagai berikut :

Jika f (a) = c, maka axfax

)(lim

Jika f (a) = 0

c, maka

)(lim xf

ax

Jika f (a) = c

0, maka 0)(lim

xf

ax

Page 45: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

b) Mengalikan dengan faktor sekawan

Limit fungsi yang ditentukan nilainya dengan mengalikan faktor

sekawan mengandung tanda akar. Oleh karena itu, pengalian dengan

faktor sekawan dimaksudkan untuk menghilangkan tanda akar sehingga

perhitungan lebih sederhana. Beberapa bentuk faktor sekawan yang

sering dipakai dalam menentukan limit fungsi diantaranya adalah

sebagai berikut :

1) (x-a) faktor sekawan dari (x+a) dan sebaliknya

2) faktor sekawan dari dan sebaliknya.

3) faktor sekawan dari dan sebaliknya

4) faktor sekawan dari dan sebaliknya

2. Penentuan nilai Limit Fungsi Bentuk f : x→f(x) ; di mana x→∞

Definisi limit suatu fungsi di titik tak hingga

Secara intuitif,

Lxf

x

)(lim

Berarti untuk x mendekati ∞, tetapi x≠∞, maka nilai f(x) mendekati L

Secara konsep matematis,

Lxfx

)(lim

Apabila bilangan positif yang sangat kecil, ada sebuah bilangan positif M

yang memenuhi kondisi berikut.

LxfMx )(

Bentuk limit fungsi aljabar yang variabelnya mendekati tak berhingga,

diantaranya:

)(

)(lim

xg

xf

x

dan )()(lim xgxfx

Untuk menentukan nilai limit dari bentuk-bentuk tersebut, dapat dilakukan

cara-cara sebagai berikut.

a. Membagi dengan pangkat tertinggi

Cara ini untuk mencari nilai)(

)(lim

xg

xf

x . Caranya dengan membagi f(x) dan

g(x) dengan pangkat yang tertinggi dari n yang terdapat pada f(x ) atau g (x).

Page 46: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

b. Mengalikan dengan faktor sekawan

Cara ini digunakan untuk menyelesaikan )()(lim xgxfx

. Jika kita

diminta menyelesaikan )()(lim xgxfx

maka kita harus mengalikan

[f(x)+g(x)] dengan )]( )( [

)]( )([

xgxf

xgxf

sehingga bentuknya menjadi:

)()(lim~

xgxfx

.)]( )( [

)]( )([

xgxf

x g xf

=

)( )(

)]( [)]( [22

xgxf

xgxf

x

~lim

atau sebaliknya.

d. Limit Fungsi trigonometri

Rumus limit fungsi trigonometri:

a. Limit fungsi sinus

1. 1sin

lim0

x

x

x

2. 1sin

lim0

x

x

x

3. 1sin

lim0

ax

ax

x →

b

a

bx

ax

x

sinlim

0

4. 1sin

lim0

ax

ax

x →

b

a

bx

ax

x

sinlim

0

b. Limit fungsi tangens

1. 1tan

lim0

x

x

x

2. 1tan

lim0

x

x

x

3. 1tan

lim0

ax

ax

x →

b

a

bx

ax

x

tanlim

0

4. 1tan

lim0

ax

ax

x →

b

a

bx

ax

x

tanlim

0

e. Penentuan Limit Fungsi Bentuk tak Tentu

1. Limit fungsi bentuk 0/0

Jika f(x) = (x-a).h(x)

g(x) = (x-a).k(x)

Page 47: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Maka: )(

)(lim

)(

)(lim

)()(

)()(lim

)(

)(lim

ak

ah

xk

xh

xkax

xhax

xg

xf

axaxaxax

2. Limit Fungsi di Tak Kehinggaan

Jika diketahui bentuk limit di tak kehinggaan sebagai berikut:

R + …+s+rx +qxpx

+ …+d +cx +bxaxm-m-

n-n-n

x m

21

21

lim

Maka:

1. R= 0 jika n<m

2. R=

jika n=m

3. R= ∞ jika n>m

f. Teorema Limit

Teorema limit yang akan disajikan berikut ini yang sangat berguna dalam

menangani hampir semua masalah limit. Misalkan n bilangan bulat positif, k

sebuah konstanta dan f, g adalah fungsi-fungsi yang mempunyai limit di a

maka:

1. kkax

lim

2. axax

lim

3. kax

lim f (x) = kax

lim f (x)

4. ax

lim [f (x) ± g (x)] = ax

lim f (x) ± ax

lim g (x)

5. ax

lim [f (x) . g (x)] = ax

lim f (x) . ax

lim g (x)

6. )(lim

)(lim

)(

)(lim

xg

xf

xg

xf

ax

ax

ax

, di mana

axlim g(x) ≠ 0

7. ax

lim [f (x) ]n = [

axlim f (x)]

n

8. nax

n

axxfxf )(lim)(lim

di mana

axlim f (x) 0 untuk n bilangan genap

axlim f (x) ≤ 0 untuk n bilangan ganjil.

Page 48: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

B. Penelitian yang Relevan

1. Wulandari Retno Astuti dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi

Kesalahan Memahami Konsep Persamaan dan Pertidaksamaan Kuadrat pada

Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Ajaran 2005 / 2006 ”.

Dari Penelitian yang telah dilakukan, maka mendapatkan beberapa hasil

yaitu dari hasil observasi kelas ditemukan bahwa interaksi siswa dengan guru

masih belum maksimal, yaitu siswa tidak berusaha bertanya pada guru ketika

belum mengerti mengenai konsep, tetapi memilih bertanya pada temannya.

Demikian pula guru yang tidak berusaha memancing siswa untuk bertanya.

Kemudian ditemukan ada 7 kesalahan pemahaman konsep yang dialami siswa,

yaitu kesalahan memahami konsep himpunan penyelesaian pertidaksamaan

kuadrat berdasarkan sketsa grafik fungsi, hubungan antara dua fungsi, rumus

jumlah dan hasil kali akar – akar, diskriminan, faktor, rumus menyusun

persamaan kuadrat, dan sketsa grafik fungsi kuadrat.

2. Yautamawati dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesalahan dalam

Menyelesaikan Soal Limit Fungsi pada Siswa Kelas II SMU Muhammadiyah 5

Surakarta Tahun Pelajaran 2002/2003”

Dalam penelitian yang telah dilakukan mendapatkan hasil sebagai

berikut.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat keseriusan dari : (1) Kesalahan

Konsep tergolong sedang, (2) Kesalahan Sistematis tergolong sedang, (3)

Kesalahan Strategi tergolong sangat rendah dan (4) Kesalahan Hitung

tergolong sangat rendah.

Adapun faktor penyebab dari : (1) Kesalahan Konsep, yaitu : (a)

lemahnya pemahaman konsep : limit barisan, limit kiri dan kanan, limit fungsi

dan menentukan nilai limit fungsi trigonometri dan (b) kelupaan ; (2)

Kesalahan Sistematis, yaitu: (a) kurangnya penguasaaan materi prasyarat, (b)

kelupaan, (c) kurangnya pemahaman tentang teknik penyelesaian soal, (d)

kurangnya latihan soal yang bervariasi dan (e) kurangnya pengetahuan dasar

matematika (simbol-simbol matematika); (3) Kesalahan Strategi, yaitu

Page 49: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

kurangnya latihan soal yang bervariasi; (4) Kesalahan Hitung, yaitu: (a)

kurangnya ketelitian dan kecermatan, (b) kelupaan, (c) kurangnya konsentrasi

dalam mengerjakan soal dan (d) kurangnya pemahaman konsep dalam

berhitung.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran mengenai materi pokok limit fungsi yang pertama kali

adalah dimulai dalam proses belajar mengajar di kelas. Dalam proses pembelajran

tersebut, guru menanamkan suatu konsep baru mengenai limit fungsi. Guru

memulainya dengan memberikan definisi mengenai limit fungsi itu sendiri,

kemudian dilanjutkan dengan berbagai bentuk limit suatu fungsi, dan memberikan

bagaimana cara menentukan limit suatu fungsi di titik yang telah ditentukan.

Tentu saja, sebelum pembelajaran mengenai limit fungsi ini siswa telah

diberikan materi prasyarat yang harus dipenuhi sebelum mempelajari limit fungsi.

Materi prasyarat tersebut antara lain, penentuan nilai suatu fungsi, berbagai

macam bentuk fungsi, seperti fungsi linear, kuadrat, polinomial, trigonometri, dan

eksponen, beserta grafiknya. Dengan demikian, siswa tidak mengalami kesulitan

dalam penanaman konsep yang baru mengenai limit fungsi tersebut.

Walaupun pembelajaran mengenai limit fungsi ini pertama kali dimulai

dari kelas, bukan berarti semua siswa baru pertama kali mendengar mengenai

materi pokok ini. Bahkan siswa mungkin saja, telah belajar sendiri dengan

membaca pada buku atau referensi yang lain. Dengan adanya hal ini, siswa telah

memiliki prakonsep mengenai materi pokok ini.

Siswa yang telah menerima materi pokok limit fungsi ini, tentu saja akan

memiliki suatu konsepsi mengenai hal ini. Siswa memberikan pengertian atau

tafsiran di dalam kerangka yang ada di dalam pikirannya. Konsepsi ini terbentuk

melalui penalaran dan juga intuisinya setelah proses pembelajaran berlangsung,

siswa juga memproses konsep baru yang mereka dapatkan dengan konsep–konsep

yang telah dimiliki sebelumnya.

Konsepsi yang dimiliki setiap siswa mengenai konsep yang baru

belumlah tentu sama. Berbagai karakteristik siswa dapat mempengaruhi siswa

Page 50: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

dalam penanaman konsep, salah satunya ialah gaya belajar yang dimiliki masing–

masing siswa. Dengan tipe gaya belajar siswa yaitu visual, auditorial, dan

kinestetik akan mempengaruhi siswa dalam cara mereka belajar suatu konsep.

Dalam pemahaman suatu konsep ada tiga derajat yaitu siswa benar-

benar memahami konsep, siswa salah dalam memahami konsep (miskonsepsi),

dan siswa sama sekali tidak memahami konsep. Adanya penambahan konsep baru

sekaligus penggabungan konsep baru dengan konsep awal yang sudah dimiliki

siswa, keterbatasan intelektual, bahkan penyampaian konsep dari guru yang

belum sesuai dengan konsep para ahli, akan menyebabkan miskonsepsi pada diri

siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakter miskonsepsi

siswa pada materi pokok limit fungsi dan menganalisis penyebab miskonsepsi

yang dilakukan siswa ditinjau dari gaya belajar. Gambar 2.1 berikut merupakan

bagan prosedur penelitian yang dilakukan.

Page 51: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Gambar 2.1 Prosedur penelitian yang dilakukan

Observasi

kelas Siswa +guru

Data

Obsevasi

Karakter

dan

Penyebab

Miskonsepsi

Tes

diagnostik

siswa

Angket

Gaya

Belajar

Gaya Belajar

Kinestetik

Gaya Belajar

Audtorial

Miskonsepsi

Paham Konsep

Tidak Paham

Konsep

Gaya Belajar

Visual

Stop

Stop

Wawancara

Page 52: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Deskripsi Latar

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3

Surakarta. SMA Negeri 3 Surakarta terletak di Jl. Prof. W.Z.Yohanes 58

(Kerkop), Surakarta. Penelitian dilakukan di kelas XI IPA 3, pemilihan kelas ini

didasarkan beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut antara lain karena kelas

XI IPA 3 cukup mengalami permasalahan yang sesuai dengan yang ada dalam

penelitian serta peneliti telah beberapa kali memasuki kelas tersebut sehingga

telah mengerti suasana dan keadaan kelas.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada Januari sampai dengan Maret 2012.

Adapun kegiatan yang akan dilakukan dibagi menjadi tiga tahap yaitu :

a. Tahap Pra Lapangan

Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan–kegiatan permohonan pembimbing,

survey, pengajuan proposal penelitian, pembuatan permohonan ijin penelitian

di SMA Negeri 3 Surakarta.

Pengajuan judul : 9 Desember 2011

Pembuatan proposal : 10 Desember 2011 – 15 Januari 2012

Revisi proposal : 15 Januari 2012 – 30 Januari 2012

Perijinan : 30 Januari 2011– 3 Februari 2012

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan pengambilan data. Pengambilan

data ini dilakukan pada tanggal 4 Februari-31 Maret 2012.

Observasi Kelas : 4 Februari 2012- 21 Februari 2012

Pelaksanaan tes : 22 Maret 2012

Page 53: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Penyebaran angket : 30 Maret 2012

Wawancara : 9 April 2012 – 16 April 2012

c. Tahap Pengolahan,Analisis Data, dan Penyusunan Laporan

Pada tahap ini penulis melakukan penyusunan laporan dan konsultasi dengan

pembimbing. Tahap ini dimulai pada tanggal 17 April 2012 sampai selesai.

3. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3

Surakarta yang mengalami miskonsepsi dalam materi pokok limit fungsi. Pada

penelitian ini, penentuan subjek penelitian tidak menggunakan sampel acak tetapi

menggunakan sampel bertujuan (purposive sampling), yaitu sampel diambil tidak

ditekankan pada jumlah, melainkan ditekankan pada kekayaan informasi anggota

sampel sebagai sumber data. Cara pengambilan sampel didasarkan pada

karakteristik tertentu yang dimiliki sampel sesuai dengan tujuan penelitian karena

sampel tidak dimaksudkan untuk generalisasi.

Moleong berpendapat bahwa maksud pengambilan sampel dalam

penelitian kualitatif adalah untuk menjaring informasi sebanyak mungkin dari

berbagai macam sumber (2007). Sedangkan Miles dan Huberman mengemukakan

penarikan sampel tidak hanya meliputi keputusan–keputusan tentang orang–orang

mana yang akan diamati atau diwawancarai, tetapi juga mengenai latar–latar,

peristiwa–peristiwa, dan proses–proses sosial. Kajian situs kualitatif menuntut

pemfokusan ulang dan penggambaran ulang tentang parameter–parameter kajian

selama penelitian lapangan tetapi sejumlah seleksi awal masih tetap diperlukan.

Kerangka konseptual dan permasalahan penelitian menentukan fokus dan batasan

di mana sampel akan dipilih (2007).

Pada penelitian ini, pengambilan sampel berdasarkan hasil tes diagnostik

yang telah dikerjakan siswa, siswa yang terpilih adalah siswa yang melakukan

kesalahan dalam pemahaman konsep, serta disesuaikan dengan gaya belajar yang

telah diketahui dari angket gaya belajar yang juga telah diisi oleh siswa.

Berdasarkan hal tersebut, ditentukan enam subjek penelitian sebagai sampel di

kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta.

Page 54: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, maka bentuk

penelitian ini adalah penelitian kualitatif, sedangkan strategi penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggunakan

observasi, wawancara, atau angket mengenai keadaan objek yang sedang diteliti

sekarang. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata–kata tertulis

atau lisan dari orang–orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2007).

Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang

bernaksud memahami fenomena–fenomena yang terjadi pada obyek penelitian

misalnya perilaku dan motivasi, selanjutnya data–data yang terkumpul

dideskripsikan dalam bentuk kata–kata dan bahasa serta dengan memanfaatkan

metode alamiah. Dalam penelitian kualitatif, metode yang biasa dimanfaatkan

adalah metode wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen (2007).

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang memiliki ciri–ciri yaitu

mempunyai latar alamiah (konteks dari suatu keutuhan), manusia sebagai alat/

instrumen, menggunakan metode penelitian kualitatif, analisis data secara

induktif, penyusunan teori substantif berasal dari data, bersifat deskriptif, lebih

mementingkan proses daripada hasil, adanya kriteria khusus untuk keabsahan

data, desain bersifat sementara dan hasil penelitian merupakan kesepakatan

bersama (Moleong, 2007).

Dalam penelitian ini, tidak ada hipotesis dan data yang dihasilkan adalah

data deskriptif yang berupa kata–kata tertulis atau lisan. Pengambilan data

menggunakan metode observasi, tes, dan wawancara. Data yang diperoleh akan

dideskripsikan atau diuraikan kembali kemudian akan dianalisis.

C. Sumber Data

Data kualitatif lebih merupakan wujud kata–kata daripada angka-angka.

Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan kokoh,

Page 55: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

serta memuat penjelasan tentang proses–proses yang terjadi dalam lingkup

setempat (Miles dan Huberman, 1992).

Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah

kata–kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen

(Moleong, 2000).

Sumber data pada penelitian ini, berupa catatan lapangan yang diperoleh

dari hasil kegiatan observasi selama proses belajar mengajar berlangsung dengan

materi pokok limit fungsi, data hasil tes siswa berupa miskonsepsi - miskonsepsi

pada materi pokok limit fungsi, dan hasil wawancara mengenai miskonsepsi yang

dialami siswa dan penyebab miskonsepsi siswa pada materi pokok limit fungsi.

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan untuk

memperoleh data dalam penelitian. Metode pengumpulan data adalah usaha sadar

untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematik dengan prosedur

terstandar. Oleh karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif maka kedudukan

peneliti ialah sebagai instrumen penelitian (Arikunto,1996). Moleong

mengemukakan bahwa insrumen penelitian di sini dimaksudkan sebagai alat

mengumpulkan data seperti tes pada penelitian kualitatif (2007).

Metode yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Metode observasi

Observasi atau pengamatan adalah cara pengumpulan data di mana

peneliti (orang yang ditugasi) melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian

sehingga subyek tidak tahu dia sedang diamati (Budiyono,2003). Seperti

diungkapkan oleh Guba dan Lincoln, banyak alasan mengapa pengamatan

dilakukan dalam penelitian antara lain pengamatan merupakan alat yang ampuh

untuk mengetes kebenaran, dengan pengamatan memungkinkan melihat dan

mengamati sendiri, mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan

pengetahuan proposional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data,

dan mampu memahami situasi yang rumit (Moleong, 2007).

Page 56: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Metode observasi pada penelitian ini untuk mengamati kegitan

pembelajaran matematika pada materi pokok limit fungsi. Hal–hal yang diamati

yaiu kegitan guru selama mengajar, kegiatan siswa selama proses belajar

mengajar, dan lingkungan belajar siswa.

2. Metode Tes

Metode tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah

pertanyaan–pertanyaan atau suruhan–suruhan kepada subyek penelitian

(Budiyono,2003). Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa tes adalah

serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur

ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat, yang dimiliki oleh

individu atau kelompok (1996).

Di dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes uraian untuk

mengetahui penyelesaian siswa dalam suatu masalah sehingga diketahui

miskonsepsi siswa pada materi pokok limit fungsi.

Dalam menyusun instrumen tes ini dilakukan uji validitas isi. Menurut

Budiyono (2003) suatu instrumen valid menurut validitas isi apabila isi instrumen

tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang

akan diukur.

Untuk instrumen ini, supaya tes mempunyai validitas isi, harus

diperhatikan hal-hal berikut:

(1) Tes harus dapat mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai

ditinjau dari materi yang telah diajarkan.

(2) Penekanan materi yang akan diujikan harus seimbang dengan penekanan

materi yang telah diajarkan.

(3) Materi pelajaran untuk menjawab soal-soal ujian sudah pernah dipelajari dan

dapat dipahami oleh orang yang mengerjakan tes.

Untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi yang

tinggi atau tidak, biasanya dilakukan melalui experts judgement (penilaian yang

dilakukan oleh para pakar) dan semua kriteria disetujui (ada salah satu yang tidak

Page 57: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

disetujui maka instrumen tersebut belum valid, artinya butir yang tidak disetujui

tersebut harus direvisi atau dibuang).

3. Metode Angket

Metode angket adalah cara pengumpulan data melalui pengajuan

pertanyaan–pertanyaan tertulis kepada subyek penelitian, responden, atau sumber

data dan jawabannya diberikan pula secara tertulis (Budiyono, 2003).

Di dalam penelitian ini, metode angket yang digunakan adalah metode

angket langsung. Metode angket langsung yaitu metode angket yang jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan diperoleh langsung dari subyek penelitian tanpa melalui

perantara. Metode angket ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai

gaya belajar dari subyek penelitian.

Angket gaya belajar siswa tersebut dikatakan baik jika memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:

a) Validitas Isi

Supaya angket gaya belajar siswa mempunyai validitas isi, maka harus

diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

(1) Butir-butir angket sudah sesuai dengan kisi-kisi angket

(2) Kesesuaian kalimat dengan Ejaan Yang Disempurnakan

(3) Kalimat pada butir-butir angket mudah dipahami siswa sebagai responden

(4) Ketetapan dan kejelasan perumusan petunjuk pengisian angket

Untuk menilai apakah instrumen angket respon siswa tersebut mempunyai

validitas isi, penilaian ini dilakukan oleh para pakar atau validator (experts

judgment) dan semua kriteria disetujui (ada salah satu yang tidak disetujui

maka instrumen tersebut belum valid, artinya butir yang tidak disetujui tersebut

harus direvisi atau dibuang).

b) Konsistensi Internal

Uji konsistensi internal yang digunakan dalam angket gaya belajar siswa

menggunakan rumus korelasi produk momen Karl Pearson.

Untuk menghitung konsistensi internal untuk tiap butir ke-i digunakan rumus

korelasi produk momen dari Karl Pearson sebagai berikut:

Page 58: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Dengan:

rxy = indeks konsistensi internal untuk butir ke-i

n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen)

X = skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba)

Y = total skor (dari subjek uji coba)

Jika terdapat n buah butir, maka akan dilakukan penghitungan sebanyak n kali.

Apabila indeks konsistensi internal untuk butir ke-i kurang dari 0,3 maka butir

tersebut harus dibuang dan tidak digunakan dalam pengukuran.

c) Uji Reliabilitas

Dalam penelitian ini, untuk uji reliabilitas digunakan rumus Alpha, sebab skor

butir angket bukan 0 dan 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto

(1996) yang menyatakan bahwa, “Rumus Alpha digunakan untuk mencari

reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal

bentuk uraian”.

Adapun rumus Alpha yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Dengan

= koefisien reabilitas tes

= banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes

1 = bilangan konstan

= jumlah varian skor dari tiap-tiap butir item

= varian total

Menurut Budiyono (2003) tidak ada ketentuan baku mengenai batas reliabilitas

yang harus dimiliki sebuah instrumen, tetapi biasanya diambil nilai 0,70. Ini

berarti instrument yang memiliki reliabilitas 0,70 atau lebih dapat dipakai

untuk melakukan pengukuran.

Page 59: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

4. Metode Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang diajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban

pertanyaan itu (Moleong,2007). Budiyono mengungkapkan bahwa metode

wawancara (disebut pula interview) adalah cara pengumpulan data yang dilakukan

melalui percakapan antara peneliti (orang yang ditugasi) dengan subyek penelitian

atau responden atau sumber data (2003). Dalam hal ini pewawancara

menggunakan percakapan sedemikian hingga yang diwawancara bersedia terbuka

mengeluarkan pendapatnya.

Metode wawancara pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui

beberapa hal yang berkaitan dengan miskonsepsi yang dilakukan siswa dalam

menyelesaikan soal limit fungsi. Wawancara dilakukan pada siswa yang

mengalami miskonsepsi pada jawaban tes uraian, serta diberikan beberapa kasus

atau masalah yang berbeda tetapi sepadan dengan masalah yang ada di tes

diagnosis untuk memperoleh penjelasan apakah yang menjadi penyebab

miskonsepsi tersebut.

E. Pemeriksaan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data perlu dilakukan untuk memperoleh data

yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka peneliti

melakukan pemeriksaan keabsahan data. Teknik yang digunakan dalam

pemeriksaan keabsahan data akan dilakukan melalui teknik triangulasi data.

Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu (Moleong,2007).

Pada penelitian ini, teknik yang digunakan adalah triangulasi data

menurut metode. Triangulasi data menurut metode berarti membandingkan dan

mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui metode

yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong, 2007). Triangulasi data

Page 60: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

dilakukan dengan membandingkan data hasil data hasil tes dan wawancara untuk

memeriksa keabsahan data karakter miskonsepsi, kemudian membandingkan data

observasi dan data hasil wawancara untuk penyebab miskonsepsi.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif sehingga data yang telah

terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan analisis data non statistik. Teknik

analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Analisis

data kualitatif adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke

dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong,2007). Selanjutnya

Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci

usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide)

seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan

pada tema dan hipotesis itu (Moleong, 2007).

Menurut Miles dan Huberman, analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang

terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan/ verifikasi data (1992).

Tiga alur kegiatan tersebut diuraikan sebagai berikut.

a. Reduksi Data

Reduksi data didefinisikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan

suatu bentuk analisis data yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,

membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian

rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

Reduksi data sebenarnya telah dilakukan pada saat pemilihan masalah,

penentuan sampel dan dalam menentukan teknik pengumpulan data. Reduksi

akan terus berlanjut pada saat pengumpulan data hingga penyusunan laporan

penelitian selesai. Data kualitatif dapat direduksi melalui beberapa cara,

misalnya seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat dan

menggolongkannya dalam suatu pola yang lebih luas.

Page 61: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

b. Penyajian Data

Penyajian data dapat diartikan sebagai sekumpulan informasi (data)

tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data dapat berupa kalimat yang sistematis,

matriks, grafik, tabel atau bagan. Dengan melihat penyajian-penyajian akan

dapat dipahami apa yang sedang terjadi dan harus dilakukan.

c. Penarikan Kesimpulan

Pada dasarnya sejak awal, peneliti mulai mencari arti pola-pola,

penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan

proposisi sehingga didapatkan suatu kesimpulan awal yang masih bersifat

umum dan belum begitu jelas. Kesimpulan akhir merupakan keadaan dari yang

belum jelas kemudian meningkat sampai pada pernyataan yang telah memiliki

landasan kuat.

Kesimpulan akhir mungkin tidak muncul hingga pengumpulan data

berakhir. Penarikan kesimpulan berkaitan dengan besarnya kumpulan catatan

lapangan, pengkodean, penyimpanan dan kecakapan peneliti. Apabila ada data

baru akan mengubah kesimpulan sementara sehingga segera melakukan

perbaikan data yang diperoleh. Hal ini terus dilakukan sampai seluruh data

dikumpulkan.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah sekumpulan langkah secara urut dari awal

hingga akhir yang digunakan dalam penelitian agar penelitian berjalan lancar dan

sistematis. Adapun prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Pembuatan proposal penelitian

Setelah judul disetujui oleh pembimbing, peneliti menyusun proposal

penelitian dan diajukan kepada pembimbing kemudian merevisinya.

Page 62: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

2. Melakukan perijinan ke lembaga terkait

Peneliti mengajukan permohonan ijin ke SMA Negeri 1 Surakarta untuk

mengadakan try out angket gaya belajar dan SMA Negeri 3 Surakarta untuk

mengadakan penelitian.

3. Pembuatan instrumen tes

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah butir- butir soal tes,

angket gaya belajar, dan butir-butir pertanyaan wawancara. Semua instrumen

yang digunakan dalam penelitian diajukan kepada pembimbing terlebih dahulu

kemudian setelah disetujui, diajukan kepada validator untuk memeriksa

kevalidan dari instrumen tersebut. Untuk angket gaya belajar diujicobakan (Try

out) kepada siswa kelas XI IPA 6 SMA Negeri 1 Surakarta untuk validasi butir

soal.

4. Pelaksanan Penelitian

a. Observasi

Observasi yang dilakukan adalah observasi pada saat proses belajar

mengajar berlangsung.

b. Memberikan tes uraian kepada siswa materi pokok limit fungsi

c. Melakukan penyebaran angket gaya belajar kepada siswa yang diduga

mengalami miskonsepsi.

d. Melakukan wawancara kepada siswa

Wawancara terdiri atas 3 tahap,yaitu :

a) Menentukan subjek wawancara

b) Melaksanakan wawancara

c) Mencatat hasil wawancara

5. Validasi Data

Validasi data dilakukan dengan triangulasi data yaitu dengan membandingkan

data hasil observasi, data hasil tes, dan data hasil wawancara.

6. Analisis Data

Analisis data meliputi 3 kegiatan :

Page 63: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

a. Reduksi data

b. Penyajian data

c. Penarikan Kesimpulan

7. Penyusunan laporan penelitian

Penyusunan laporan yaitu, penyusunan laporan awal, mengkonsultasikan

dengan dosen pembimbing, perbaikan/revisi laporan awal, penyusunan laporan

akhir dan penggandaan laporan.

Page 64: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. DESKRIPSI LOKASI / OBYEK PENELITIAN

Penelitian dilakukan di SMA Negeri 3 Surakarta. SMA Negeri 3

Surakarta ini memiliki 2 gedung sekolah, yaitu gedung sekolah pertama untuk

kelas program akselerasi dan gedung sekolah kedua untuk program Rintisan

Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Gedung sekolah pertama terletak di Jalan

R.E.Martadinata 143 Surakarta dan gedung sekolah kedua terletak di Jl. Prof.

W.Z.Yohanes 58 (Kerkop), Surakarta. Untuk penelitian ini sendiri, dilakukan di

gedung sekolah yang kedua.

Luas tanah yang dimiliki sekolah ini adalah 5.250 m2 . Gedung sekolah

memiliki 30 ruang kelas yang masing–masing memiliki luas (8 x 9) m2. Selain itu,

ruangan lain yang ada di area gedung sekolah antara lain ruang kepala sekolah,

ruang guru, ruang koperasi, ruang UKS, ruang OSIS, ruang agama, ruang tata

usaha, ruang perpustakaan, kantin, ruang laboratorium, dan masjid. Sekolah ini

berada di sekitar pemukiman penduduk, jadi lingkungan sekitarnya adalah sebuah

perkampungan. Lalu lintas di sekitar sekolah tidak terlalu ramai karena tidak

langsung di tepi jalan besar sehingga suasana sekolah cukup kondusif untuk

proses belajar mengajar.

Untuk program RSBI, SMA Negeri 3 Surakarta membuka sepuluh kelas

X, sepuluh kelas XI yang terdiri dari tujuh kelas IPA dan empat kelas IPS, serta

sepuluh kelas XII yang terdiri dari tujuh kelas IPA dan empat kelas IPS pula.

Untuk setiap kelas berisi rata- rata 30 sampai 35 siswa. Hal ini dimaksudkan agar

proses pembelajaran yang efektif. Selain itu, setiap ruang kelas memiliki fasilitas

yang sama yaitu papan tulis (whiteboard), meja dan kursi siswa, meja dan kursi

guru, speaker, LCD, dan pendingin ruangan (AC). Adanya fasilitas yang lengkap

ini pun juga dimaksudkan untuk menunjang proses belajar mengajar. Seperti

sekolah pada umumnya, setiap kelas diampu oleh satu guru wali kelas. Hubungan

antara guru dengan siswa di sekolah ini dapat dikatakan baik karena hubungan

antara keduanya terjalin dengan akrab.

Page 65: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

B. DESKRIPSI TEMUAN PENELITIAN

1. Deskripsi Data Observasi

Observasi dilakukan di kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta selama 3

kali dengan jumlah siswa 30 orang yang terdiri dari 16 siswa putra dan 14 siswa

putri. Observasi proses belajar mengajar di kelas dilakukan terhadap cara guru

mengajar, kegiatan siswa, dan lingkungan belajar (sarana dan alat belajar) pada

materi pokok limit fungsi.

a. Observasi terhadap guru mengajar

1) Kegiatan Pendahuluan

Guru selalu mengawali pelajaran dengan mengucapkan salam, apabila

pelajaran matematika ada pada jam pertama guru selalu mengajak berdoa.

Setelah itu, guru memberitahu kepada siswa materi pokok apa yang akan

dipelajari. Di awal pelajaran, guru selalu menunggu suasana kelas kondusif

terlebih dahulu dengan maksud agar semua siswa dapat memperhatikan

secara penuh.

Apersepsi dilakukan guru saat akan mengenalkan definisi limit fungsi

dengan memberikan suatu ilustrasi yaitu penerapan dalam fisika, ini juga

dipakai guru untuk memotivasi siswa. Guru kemudian mengawali konsep

limit kiri dan kanan dengan memanfaatkan tabel nilai fungsi. Apersepsi

seperti ini hanya dilakukan pada pertemuan awal. Pada pertemuan berikutnya,

guru hanya cenderung bertanya kepada siswa sampai mana materi

sebelumnya. Apabila tidak ada pertanyaan dari siswa, guru akan melanjutkan

materi lagi, tanpa mengingatkan kembali materi sebelumnya. Guru tidak

banyak mengaitkan antar konsep. Guru lebih banyak mengerjakan soal-soal

bervariasi pada hand out yang disediakan untuk siswa.

Guru memberitahu mengenai manfaat lain selain penerapan fisika yang

digunakan dalam apersepsi, seperti penentuan kecepatan, percepatan,

kemiringan suatu garis, dan lain–lain. Hal ini dilakukan untuk menambah

motivasi siswa.

Page 66: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

2) Kegiatan Inti

Guru menggunakan metode ceramah (ekspositori) selama mengajar

materi pokok limit fungsi ini. Guru juga menerapkan metode diskusi

kelompok saat siswa diberikan kesempatan untuk mengerjakan secara

mandiri hand out yang mereka miliki.

Selama mengajar materi pokok ini, guru tidak menggunakan media

apapun yang tersedia di dalam kelas seperti LCD yang sebenarnya bisa

digunakan dalam penyampaian materi. Guru menggunakan hand out yang

disusun sendiri olehnya. Guru juga tidak banyak menggunakan buku

pedoman yang dimiliki siswa untuk membahas materi. Hand out ini disusun

untuk satu kali pertemuan atau untuk satu sub materi pokok. Hand out ini

berisi soal-soal bervariasi mengenai materi pokok limit fungsi baik berupa

pilihan ganda atau isian.

Dalam awal penyampaian materi pokok limit fungsi guru memberikan

definisi limit secara matematis. Guru menuliskannya di papan tulis, namun

sayang tidak banyak penjelasan akan konsep ini, karena guru merasa siswa

tidak mampu memahami apabila definisi ini dijelaskan secara detail. Jadi,

konsep secara matematis ini hanya untuk pengetahuan siswa saja.

Guru lebih menjelaskan definisi limit secara intuisi. Guru menjelaskan

bagaimana suatu fungsi mempunyai nilai limit atau tidak dengan definisi ini.

Penjelasan konsep seperti ini, hanya dilakukan pada pertemuan awal saat

menyampaikan definisi limit.

Guru tidak menghubungkan konsep definisi limit ini dengan konsep saat

menentukan nilai limit dalam berbagai bentuk limit fungsi. Setelah guru

mengenalkan berbagai bentuk limit fungsi, guru cenderung menyampaikan

teknik–teknik yang digunakan untuk menentukan limit seperti faktorisasi,

mengalikan dengan faktor sekawan, pembagian dengan variabel pangkat

tertinggi untuk bentuk tak hingga, serta manipulasi aljabar. Guru lebih

memperhatikan bagaiamana agar siswa dapat mahir dalam penyelesaian

berbagai soal sesuai prosedur hitung limit fungsi. Oleh karena itu, guru dalam

Page 67: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

menyampaikan materi dengan langsung mengaplikasikan berbagai bentuk

soal.

Saat guru menjelaskan bagaimana menyelesaikan suatu soal, guru selalu

mengambil beberapa contoh soal dari hand out dengan tipe yang berbeda.

Dalam penjelasan, guru melibatkan siswa dengan memberi pertanyaan

sebagai “pancingan” agar dapat mengikuti teknik atau prosedur yang

digunakan. Untuk soal lainnya diserahkan kepada siswa untuk dikerjakan

secara mandiri dengan berdiskusi dengan teman–temannya.

Saat siswa berdiskusi dengan teman–temannya, guru selalu berkeliling

kelas, melihat bagaimana siswanya berdiskusi untuk menyelesaikan soal–

soal yang ada. Guru bersedia menjawab setiap kali siswa mengalami

kesulitan dalam menyelesaikannya. Guru memperhatikan setiap kelompok

diskusi dan memeriksa setiap pekerjaan mereka. Dari situlah guru mengetahui

siswa mana yang sudah paham, belum paham, atau tidak paham sama sekali.

Jika ada kesalahan guru juga mau memberitahu kepada siswanya. Selain itu,

guru juga mengecek kemampuan siswa dalam memahami materi dengan cara

memberikan kesempatan siswa untuk maju ke depan menuliskan jawabannya

serta menjelaskan kepada teman–temannya.

3) Kegiatan Penutup

Pada kegiatan penutup, guru sering membagikan hand out kepada siswa

yang akan digunakan untuk pertemuan berikutnya. Dengan membagikan

hand out kepada siswa, guru sekaligus memberitahu materi apa yang akan

dipelajari pada pertemuan berikutnya.

Guru tidak memberikan evaluasi khusus tiap kali pertemuan seperti

pengadaan post test atau kuis. Guru memberikan penilaian kepada siswa yang

aktif selama proses pembelajaran berlangsung.

Pekerjaan rumah juga tidak sering diberikan, hanya setiap hand out yang

diberikan belum selesai dikerjakan, maka siswa disuruh melanjutkan di

rumah. Untuk pembahasan pekerjaan ini, dilakukan pada pertemuan

berikutnya dan yang dibahas adalah bagian yang ditanyakan atau yang sulit

Page 68: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

lalu dibahas bersama dalam kelas. Guru menutup pelajaran dengan

mengucapkan salam dan ucapan terima kasih kepada siswa.

b. Observasi terhadap siswa saat Proses Belajar Mengajar

Sebagian besar siswa kelas XI IPA 3 mengikuti proses belajar mengajar

dengan baik, mereka memperhatikan saat guru menjelaskan, hanya saja untuk

mengkondisikan mereka untuk siap mengikuti pelajaran itu cukup

membutuhkan waktu. Ada siswa yang mendengarkan penjelasan sambil

mencatatnya di buku catatan, dan ada yang mencatat materi setelah guru

menjelaskan. Namun, tetap saja ada yang sibuk dengan urusannya sendiri

yang tidak berhubungan dengan pelajaran, seperti mengobrol dengan teman,

mengerjakan tugas pelajaran lain, juga ada yang bermain internet selama

pelajaran berlangsung.

Siswa sudah memahami materi prasyarat seperti bagaimana menentukan

nilai suatu fungsi, ini ditunjukkan dengan siswa dapat menjawab pertanyaan

bagaimana nilai fungsi yang diajukan oleh guru. Siswa juga dapat membaca

tabel nilai fungsi yang dibuat oleh guru yang digunakan sebagai apersepsi limit

kanan dan limit kiri.

Respon yang diberikan siswa terhadap guru cukup bagus. Ini ditunjukkan

dengan selalu ada yang menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Siswa

juga aktif bertanya pada guru saat diberi kesempatan bertanya, tetapi sebagian

siswa lebih nyaman bertanya pada guru bukan di depan kelas, tetapi saat

melakukan diskusi dan guru mendekati mejanya.

Saat guru memberikan kesempatan untuk mereka berdiskusi, siswa

sangatlah antusias, mereka langsung memposisikan dirinya baik dengan

memutar kursi menghadap ke belakang atau samping untuk dapat berdiskusi

dengan teman yang ada di dekatnya. Waktu diskusi berlangsung, mereka

senang bercanda, tetapi pekerjaan mereka tetap dikerjakan.

Kesempatan untuk maju ke depan untuk mengerjakan soal, tidak disia–

siakan oleh mereka, walaupun tidak semua siswa mau untuk maju ke depan.

Saat memberi penjelasan tampak adanya kesalahan–kesalahan, seperti salah

dalam mengartikan simbol, salah hitung, dan juga salah konsep.

Page 69: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Pada saat pelajaran berakhir, siswa beberapa kali diberikan rangsangan

untuk menyimpulkan materi yang mereka dapatkan.

2. Deskripsi Data Tes

Tes konsepsi mengenai materi pokok limit fungsi dikerjakan oleh 30

siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 3 Surakarta. Dari hasil tes tersebut, didapatkan

data yaitu berupa jawaban tes yang telah dikerjakan siswa yang terdiri dari 18

siswa yang mengalami miskonsepsi, sedangkan 12 siswa yang lain adalah siswa

yang telah memahami konsep dan juga tidak memahami konsep. Data yang

dipakai dalam penelitian ini adalah jawaban siswa dari tes tersebut yang

mengandung miskonsepsi. Berikut disajikan tabel deskripsi dugaan miskonsepsi

yang dilakukan siswa pada jawaban tes konsepsi limit fungsi.

Tabel 4.1 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1a

Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek

1. Siswa mengalami kesalahan konsep eksistensi limit

suatu fungsi. Siswa menuliskan bahwa g(x) memiliki

nilai limit yaitu 2, dengan substitusi x=1 ke dalam

g(x)=1+x2.

Dari jawaban tersebut siswa salah dalam menentukan

fungsi yang digunakan untuk memeriksa nilai limit.

2. Siswa mengalami kesalahan konsep limit kiri dan limit

kanan. Siswa menuliskan bahwa g(x) memiliki nilai

limit yaitu 2, dengan substitusi x=1 dan x=-1 pada

g(x)= 1+x2.

Dari jawaban tersebut siswa salah dalam menentukan

fungsi dan pengambilan titik yang digunakan untuk

mencari nilai limit.

3. Siswa mengalami kesalahan konsep limit kiri dan limit

kanan. Siswa menuliskan bahwa g(x) tidak memiliki

nilai limit, dengan substitusi x=2 pada g(x)=x

2 dan x=-

27,29,9

5

22,1

Page 70: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

1.5 pada g(x)= 1+x2, tetapi mengganti limit x→1+x

2.

Dari jawaban tersebut siswa salah dalam menentukan

fungsi dan pendekatan yang digunakan untuk mencari

nilai limit.

4. Siswa mengalami kesalahan konsep limit kiri dan limit

kanan. Siswa menuliskan bahwa g(x) tidak memiliki

nilai limit, dengan substitusi x=1/2 pada g(x)=x dan

x=3 pada g(x)= 1+x2, tetapi mengganti limit x→1/2

dan x→3

Dari jawaban tersebut siswa salah dalam pendekatan

yang digunakan untuk mencari nilai limit.

5. Siswa mengalami kesalahan konsep limit kiri dan limit

kanan. Siswa menuliskan bahwa g(x) tidak memiliki

nilai limit, dengan menuliskan )1(lim

1g

x dan )1(lim

1g

x

Siswa mengalami kesalahan konsep limit kiri dan limit

kanan. Siswa tidak menuliskan lambang limit kiri dan

kanan secara benar.

6. Belum dapat teridentifikasi, apakah siswa mengalami

miskonsepsi atau tidak karena tidak menunjukkan

mana yang limit kanan dan mana yang limit kiri.

12

16,19,26

11, 23,14

Tabel 4.2 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1b

Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek

Belum dapat teridentifikasi apakah siswa mengalami

miskonsepsi, karena menuliskan ada nilai limit dengan

menghitung sesuai dengan prosedur hitung limit.

14,16,22,1,12,19,13,11,

26,25,28,5,

23,29,9

Page 71: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Tabel 4.3 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1c

Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek

1. Siswa mengalami kesalahan konsep limit

ketakhinggaan. Siswa menuliskan terdapat nilai limit

yaitu ∞, dengan menghitung sesuai prosedur hitung

limit.

Dari jawaban tersebut, siswa salah dalam menentukan

nilai limit.

2. Siswa mengalami salah konsep limit ketakhinggaan.

Siswa menuliskan ada limit yaitu 2, dengan menghitung

dengan teknik l’hopital.

Dari jawaban siswa tersebut, siswa salah dalam

menentukan nilai limit dan penerapan teknik yang

digunakan.

3. Siswa mengalami salah konsep limit bentuk tak hingga.

Siswa menuliskan tidak ada limit, dengan alasan

mengambil 2 titik yaitu 0.99999 dan 1.99999 dan

disubstitusi ke dalam fungsi.

Dari jawaban tersebut, siswa salah dalam memberikan

alasan mengenai limit bentuk tak hingga.

4. Belum diketahui secara pasti siswa mengalami

miskonsepsi atau tidak. Siswa tidak memberikan alasan

atau menghitung sesuai prosedur hitung limit.

1,22,12,25,5,9

13,19,16,11,

14,28

26

17,23

Tabel 4.4 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1d

Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek

1. Siswa mengalami salah dalam memahami konsep

limit di tak kehinggaan. Siswa menuliskan, ada nilai

limit yaitu 0, dengan menghitung sesuai prosedur

hitung limit, salah dalam menuliskan 1/∞.

5,11,12,26,16,

27

Page 72: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Dari jawaban tersebut siswa salah dalam memahami

1/∞.

2. Siswa mengalami salah dalam memahami konsep

limit di tak kehinggaan. Siswa menuliskan, tidak ada

nilai limit karena hasilnya yaitu 0, dengan

menghitung sesuai prosedur hitung limit.

Dari jawaban tersebut siswa salah dalam memberikan

alasan adanya nilai limit.

3. Siswa mengalami salah dalam memahami konsep

limit di tak kehinggaan. Siswa menuliskan, ada nilai

limit yaitu ∞, dengan menghitung sesuai prosedur

hitung limit, dari jawaban tersebut, siswa salah dalam

memahami lambang ∞.

4. Belum dapat diketahui apakah siswa tersebut

mengalami miskonsepsi atau tidak. Siswa menuliskan

ada dan tidak ada limit tetapi tanpa alasan.

17,9

1,22

29,23,28,13,14

,19

Tabel 4.5 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2a

Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek

Belum dapat diidentifikasi apakah siswa mengalami

miskonsepsi atau tidak, mengenai pemahaman

teorema limit. Siswa hanya mensubstitusikan nilai

setiap limit ke dalamnya tanpa menjelaskan alasan

mengapa mengerjakan demikian.

5,11,12,26,16

20,27

17,9

1,22

27,29,23,28,13,14,19

Tabel 4.6 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2b

Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek

1. Siswa mengalami salah konsep pemahaman teorema

limit. Siswa menyatakan benar, dan memberi alasan

sudah sesuai dengan teorema limit yang ada.

5,11,12,26,16

1,22

27,23,28,13,14,19

Page 73: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Dari jawaban tersebut, siswa tidak memperhatikan

fungsi yang dimaksud.

2. Siswa mengalami salah konsep pemahaman teorema

limit. Siswa menyatakan benar menjawab dengan

alasan yang tidak logis.

17,9

Tabel 4.7 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2c

Jenis Jawaban Siswa dan Dugaannya No.subyek

1. Siswa menghitung sesuai dengan prosedur hitung limit

namun pada baris yang akhir salah memberi

kesimpulan.

2. Siswa menghitung sesuai dengan prosedur hitung

namun salah dalam penggunaan teorema limit.

3. Tidak teridentifikasi karena langsung menjawab.

13,19,28

16,20

22,1,12,5,23

3. Deskripsi Data Angket Gaya Belajar Siswa

Dalam penelitian ini metode angket digunakan untuk mengumpulkan

data mengenai gaya belajar siswa. Jawaban-jawaban angket menunjukkan gaya

belajar matematika siswa. Angket gaya belajar siswa diberikan kepada siswa yang

diduga mengalami miskonsepsi yaitu sebanyak 18 siswa.

Langkah-langkah dalam penyusunan angket gaya belajar matematika

adalah sebagai berikut:

1. Membuat kisi-kisi angket.

2. Menyusun angket.

3. Memvalidasi isi butir angket.

4. Merevisi butir angket.

5. Mengadakan uji coba angket.

6. Menguji konsistensi internal dan reliabilitas angket.

7. Menentukan butir angket yang dapat digunakan.

Berdasarkan uji validitas isi yang dilakukan validator dari 42 butir angket

39 butir dinyatakan valid karena memenuhi kriteria yang ditentukan dan dapat

Page 74: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

digunakan untuk instumen penelitian dan 3 butir perlu direvisi atau dibuang

karena kalimat dalam butir tersebut bersifat ambigu. Lembar validasi angket gaya

belajar siswa oleh kedua validator dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 158.

Angket yang diujicobakan di kelas XI IPA 6 SMA Negeri 1 Surakarta

pada tanggal 7 Februari 2012 ini, terdiri dari 39 butir yang meliputi 13 butir

angket untuk tipe visual, 13 butir angket untuk tipe auditorial, dan 13 butir angket

untuk tipe kinestetik.

Dari hasil ujicoba butir angket pada masing-masing tipe gaya belajar,

dilakukan uji konsistensi internal dengan korelasi momen produk dari Karl

Pearson berikut: (1) dari hasil uji konsistensi internal untuk butir angket tipe

visual diperoleh 12 butir yang dipakai (rxy ≥ 0.3) sedangkan 1 butir lainnya

dibuang (rxy < 0.3), butir angket tersebut adalah butir nomor 11; (2) dari hasil uji

konsistensi internal untuk butir angket tipe auditorial diperoleh 10 butir yang

dipakai (rxy ≥ 0.3) sedangkan 3 butir lainnya dibuang (rxy < 0.3), tiga butir

angket tersebut adalah butir nomor 14, 16, dan 19; dan (3) dari hasil uji

konsistensi internal untuk butir angket tipe kinestetik diperoleh 8 butir yang

dipakai (rxy ≥ 0.3) sedangkan 5 butir lainnya dibuang (rxy < 0.3), dua butir

angket tersebut adalah butir nomor 33, 35, 36, 37, dan 38. Sehingga dari

keseluruhan butir angket diperoleh 30 butir yang dipakai, sedangkan 9 butir

lainnya dibuang. Perhitungan tentang uji konsistensi internal angket gaya belajar

dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 177.

Dalam menghitung reliabilitas angket digunakan teknik Cronbach Alpha

pada setiap butir angket pada masing-masing tipe gaya belajar yang konsisten.

Dari perhitungan diperoleh: (1) reliabilitas terhadap 12 butir angket tipe visual

yaitu 0,732 ; (2) reliabilitas terhadap 10 butir angket tipe auditorial yaitu 0,736 ;

dan (3) reliabilitas terhadap 8 butir angket tipe yaitu 0,703. Karena dari ketiga uji

reliabilitas diperoleh maka angket gaya belajar matematika siswa dapat dikatakan

reliabel. Perhitungan tentang uji reliabilitas angket gaya belajar siswa dapat dilihat

pada Lampiran 8 halaman 183.

Berdasarkan hasil uji validitas isi, hasil uji konsistensi internal, dan hasil

uji reliabilitas angket gaya belajar matematika siswa, diperoleh 30 butir soal yang

Page 75: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

digunakan dalam penelitian meliputi 12 butir angket tipe visual, 10 butir angket

tipe auditorial, 8 butir angket tipe kinestetik dan 9 butir soal lainnya yaitu butir

nomor 11, 14, 16, 19, 33, 35, 36, 37, dan 38 tidak digunakan dalam penelitian.

Namun, untuk menyeimbangkan perhitungan skor gaya belajar dari masing-

masing tipe gaya belajar diambil 8 butir angket. Untuk keperluan ini maka butir

nomor 7, 8, 10, dan 12 dari tipe visual dan butir nomor 20 dan 22 dari tipe

auditorial dibuang. Butir angket yang dibuang dipilih berdasarkan pada indikator

dimana terdapat lebih dari satu butir angket.

Adapun angket gaya belajar yang telah divalidasi dapat dilihat di

Lampiran 9 halaman 184. Pengisian angket gaya belajar oleh siswa sebagai calon

subyek penelitian ini dilakukan pada tanggal 30 Maret 2012. Hasil angket gaya

belajar matematika siswa yang diduga mengalami miskonsepsi di kelas XI IPA 3

SMA Negeri 3 Surakarta pada tahun ajaran 2011/2012 dapat dilihat pada Tabel

4.8.

Tabel 4.8 Gaya belajar yang dimiliki siswa yang mengalami miskonsepsi

Nomor

Subyek

Butir Angket yang diisi oleh Siswa Gaya Belajar yang

dimiliki Siswa

Visual Auditorial Kinestetik

9 7 3 5 Visual

19 8 6 4 Visual

13 6 4 4 Visual

14 8 3 5 Visual

17 7 5 5 Visual

25 8 4 1 Visual

27 8 6 5 Visual

28 7 4 3 Visual

11 6 8 3 Auditorial

12 2 7 3 Auditorial

16 6 8 6 Auditorial

Page 76: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

20 2 6 3 Auditorial

1 5 5 8 Kinestetik

22 5 6 8 Kinestetik

26 3 3 6 Kinestetik

29 2 4 7 Kinestetik

5 8 8 7 Visual Auditorial

23 6 6 4 Visual Auditorial

Sesuai dengan batasan masalah, gaya belajar siswa yang digunakan

dalam penelitian ini adalah gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik, sehingga

untuk siswa yang diduga mengalami miskonsepsi dan memiliki gaya belajar

visual auditorial tidak digunakan untuk analisis selanjutnya.

4. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini dalam menentukan subjek penelitian tidak dipilih

secara acak, tetapi pemilihan sampel bertujuan (purposive sample). Sampel

bertujuan memfokuskan pada informan-informan terpilih yang kaya dengan kasus

untuk studi yang bersifat mendalam. Selain itu, juga untuk menggali informasi

yang menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.

Berdasarkan deskripsi beberapa kesalahan siswa yang mengindikasikan

siswa mengalami miskonsepsi beserta tinjauan dari gaya belajar yang dimiliki

siswa tersebut, peneliti membuat sebuah pengelompokkan secara manual untuk

memilih subjek penelitian. Pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada Lampiran

14 halaman 198. Selain itu, untuk membantu dalam pemilihan subjek penelitian

ini dilakukan teknik clustering. Teknik clustering adalah upaya pengelompokan

data ke dalam cluster sehingga data-data di dalam cluster yang sama memiliki

kesamaan lebih dibandingkan dengan data-data pada cluster yang berbeda. Tujuan

utama dari metode clustering adalah mengelompokkan sejumlah data atau obyek

ke dalam cluster sehingga dalam setiap cluster akan berisi data dengan kemiripan

yang sangat tinggi. Berikut disajikan Gambar 4.1,4.2,4.3 sebagai hasil clustering

pada masing-masing gaya belajar siswa.

Page 77: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

54268371

21,98

47,99

73,99

100,00

Observations

Sim

ilari

tyClusterring Siswa Gaya Belajar Visual

Gambar 4.1 Hasil Clustering Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Visual

4321

41,78

61,19

80,59

100,00

Observations

Sim

ilari

ty

Clusterring Siswa Gaya Belajar Auditorial

Gambar 4.2 Hasil Clustering Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Auditorial

11 12 20 16

9 27 13 28 25 19 14 17

Page 78: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

3421

36,04

57,36

78,68

100,00

Observations

Sim

ilari

tyClusterring Siswa Gaya Belajar Kinestetik

Gambar 4.3 Hasil Clustering Siswa yang Memiliki Gaya Belajar Kinestetik

Adapun siswa yang dipilih sebagai subjek penelitian berdasarkan hasil

clustering dan pertimbangan peneliti adalah sebagai berikut :

a. Untuk siswa yang memiliki gaya belajar visual

1. Subjek penelitian I (9)

2. Subjek penelitian II (19)

b. Untuk siswa yang memiliki gaya belajar auditorial

3. Subjek penelitian III (11)

4. Subjek penelitian V (16)

c. Untuk siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik

5. Subjek penelitian V (22)

6. Subjek penelitian VI (26)

22 1 29 26

Page 79: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

C. PEMBAHASAN

1. Analisis Data Hasil Tes

Berikut ini disajikan analisis miskonsepsi dari subjek penelitian disertai

kemungkinan penyebab miskonsepsinya.

1. Subjek Penelitian I

a. Soal nomor 1

Penggalan jawaban siswa :

Soal 1a:

Gambar 4.4 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 1a

Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab salah karena menulis

fungsi tersebut memiliki nilai limit saat x mendekati 1, diduga siswa mengalami

salah memahami konsep (miskonsepsi) mengenai eksistensi limit suatu fungsi.

Siswa hanya memperhatikan fungsi saat x=1, tidak memperhatikan nilai limit

fungsi tersebut dari kiri dan dari kanan.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa belum

sepenuhnya memahami materi prasyarat bagaimana cara membaca fungsi yang

terbagi dalam selang tertentu, kurangnya penekanan guru mengenai konsep

mengenai eksistensi limit suatu fungsi.

Soal 1b:

Gambar 4.5 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 1b

Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa tidak menyatakan fungsi

tersebut memiliki nilai limit atau tidak, siswa hanya menuliskan nilai limit yaitu 2.

Siswa sekedar menghitung sesuai dengan prosedur hitung limit. Dalam

menghitung nilai limit ini pun, siswa juga tidak memberi penjelasan mengapa

harus dengan cara demikian.

Page 80: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Siswa tidak memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik yang telah

disediakan dalam tes. Belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat

menentukan nilai limit fungsi tersebut jika tanpa prosedur hitung.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru

mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya

menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.

Soal 1c:

Gambar 4.6 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 1c

Dari jawaban di atas, siswa salah dalam memahami konsep lambang “∞”,

sehingga siswa mengatakan terdapat nilai limit dari fungsi tersebut. Dari jawaban

tersebut, siswa juga terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan

sehingga belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan

nilai limit, jika tanpa prosedur hitung.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah siswa sendiri salah

memaknai kata atau suatu simbol, serta kurangnya penjelasan guru mengenai

lambang “∞”.

Soal 1d:

Gambar 4.7 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 1d

Dari jawaban di atas, siswa salah dalam memahami konsep ada atau tidak

adanya limit suatu fungsi jika hasilnya adalah 0. Siswa juga salah dalam

memahami konsep daerah asal suatu fungsi karena menuliskan “1/∞”. Dari

jawaban tersebut, siswa juga terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang

disediakan, sehingga belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat

menentukan nilai limit, jika tanpa prosedur hitung.

Page 81: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah siswa sendiri salah memaknai

kata atau suatu simbol.

b. Soal Nomor 2

Penggalan jawaban siswa :

Soal 2a:

Gambar 4.8 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 2a

Dari jawaban di atas, siswa tidak menjelaskan mengapa semua nilai limit

disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa mengalami

miskonsepsi dalam teorema limit fungsi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah aspek praktis yang sering

digunakan dalam teorema limit fungsi.

Soal 2b:

Gambar 4.9 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 2b

Dari jawaban di atas, siswa salah dalam memahami konsep bahwa teorema

limit tersebut didapatkan dari suatu sifat operasi aljabar yaitu asosiatif.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah salah dalam memaknai suatu

pernyataan, kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit fungsi.

Soal 2c :

Gambar 4.10 Penggalan jawaban subjek penelitian I nomor 2c

Dari jawaban di atas, siswa salah dalam pemahaman konsep penulisan “

axlim ” saat teorema limit diterapkan. Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah

kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit fungsi.

Page 82: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

2. Subjek Penelitian II

a. Soal nomor 1

Penggalan jawaban siswa :

Soal 1a :

Gambar 4.11 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 1a

Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar dengan menyatakan tidak

ada limit. Siswa tampak mencoba-coba mencari beberapa nilai fungsi, tetapi tidak

ada kelanjutan. Siswa salah dalam memahami konsep mengenai bagaimana

menyatakan limit kiri dan limit kanan. Kemungkinan penyebab miskonsepsi

tersebut adalah kurangnya penekanan guru mengenai konsep mengenai limit

kanan dan kiri suatu fungsi.

Soal 1b :

Gambar 4.12 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 1b

Dari jawaban siswa di atas, siswa tidak menyatakan fungsi tersebut

memiliki nilai limit atau tidak, hanya memberi nilai limit yaitu 2. Siswa hanya

sekedar menghitung sesuai dengan prosedur hitung limit. Dalam menghitung nilai

limit ini pun, siswa juga tidak memberi penjelasan mengapa harus dengan cara

demikian.

Page 83: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Siswa tidak memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik yang telah

disediakan dalam tes. Belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat

menentukan nilai limit fungsi tersebut jika tanpa menghitung.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru

mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya

menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.

Soal 1c :

Gambar 4.13 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 1c

Dari jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa salah dalam

memahami konsep bagaimana penggunaan teori

L’hopital untuk menentukan nilai limit. Dari jawaban tersebut, siswa juga

terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan sehingga belum

diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit sesuai

definisi secara intuisi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah prakonsep siswa yang salah

dalam penentuan nilai limit dengan menggunakan teknik tertentu seperti teknik

L’hopital.

Soal 1d :

Gambar 4.14 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 1d

Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar tetapi tidak memberikan

alasan yang jelas mengenai jawaban tersebut. Dari jawaban tersebut, siswa juga

terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan, sehingga belum

diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit sesuai

definisi secara intuisi.

Page 84: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

b. Soal Nomor 2

Penggalan jawaban siswa :

Soal 2a :

Gambar 4.15 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 2a

Dari jawaban di atas, siswa tidak menjelaskan mengapa semua nilai limit

disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa mengalami

miskonsepsi dalam teorema limit fungsi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah aspek praktis yang sering

digunakan dalam teorema limit fungsi.

Soal 2b :

Gambar 4.16 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 2b

Dari jawaban di atas, siswa tampak mencoba membuktikan nilai limit pada

ruas kiri dan ruas kanan, tetapi melakukan kesalahan dalam menentukan nilai

limit itu sendiri. Siswa juga salah memahami teorema bahwa suatu teorema limit

berasal dari penjabaran.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah salah dalam memaknai suatu

pernyataan, kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit fungsi.

Page 85: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Soal 2c :

Gambar 4.17 Penggalan jawaban subjek penelitian II nomor 2c

Dari jawaban di atas, siswa tidak menunjukkan teorema limit yang

digunakan sehingga mendapatkan hasil tersebut.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru

dalam pemahaman teorema limit fungsi.

3. Subjek Penelitian III

a. Soal nomor 1

Penggalan jawaban siswa :

Soal 1a:

Gambar 4.18 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 1a

Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar, tetapi salah dalam

memahami konsep penulisan limit kiri dan kanan. Siswa tidak membedakan

antara limit kiri dan limit kanan Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut

adalah siswa salah dalam memaknai kata atau suatu pernyataan, serta kurangnya

penekanan guru mengenai konsep penulisan mengenai limit kanan dan kiri suatu

fungsi.

Soal 1b :

Gambar 4.19 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 1b

Dari jawaban siswa di atas, siswa menjawab benar. Siswa melakukan

prosedur hitung limit. Siswa tidak memanfaatkan tabel atau grafik untuk

Page 86: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

memeriksa nilai limit kiri dan limit kanan dari fungsi itu. Belum diketahui secara

pasti apakah siswa mengalami miskonsepsi dalam memeriksa nilai limit suatu

fungsi sesuai definisi secara intuisi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru

mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya

menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.

Soal 1c :

Gambar 4.20 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 1c

Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa salah

dalam memahami konsep bagaimana penggunaan teori L’hopital untuk

menentukan nilai limit. Dari jawaban tersebut, siswa juga terlihat tidak

memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan sehingga belum diketahui secara

pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit sesuai definisi secara

intuisi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah simplifikasi yang dilakukan

siswa dalam pengerjaan soal penentuan nilai limit suatu fungsi, serta prakonsep

siswa yang salah dalam penentuan nilai limit dengan menggunakan teknik tertentu

seperti teknik L’hopital.

Soal 1d :

Gambar 4.21 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 1d

Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab benar tetapi salah

dalam pemahaman konsep daerah asal limit suatu fungsi. Dari jawaban tersebut,

Page 87: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

siswa juga terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan,

sehingga belum diketahui secara pasti apakah siswa mengalami miskonsepsi

dalam memeriksa nilai limit suatu fungsi sesuai definisi secara intuisi.

Soal Nomor 2

Penggalan jawaban siswa :

Soal 2a :

Gambar 4.22 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 2a

Dari penggalan jawaban di atas, siswa tidak menjelaskan mengapa semua

nilai limit disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa

mengalami miskonsepsi dalam teorema limit fungsi. Kemungkinan penyebab

miskonsepsi adalah aspek praktis yang sering digunakan dalam teorema limit

fungsi.

Soal 2b :

Gambar 4.23 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 2b

Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa tidak

memperhatikan bagaimana nilai limit kanan dan kiri dari masing–masing fungsi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam

pemahaman teorema limit fungsi.

Soal 2c :

Gambar 4.24 Penggalan jawaban subjek penelitian III nomor 2c

Dari penggalan jawaban di atas, siswa tidak menunjukkan teorema limit

yang dipakai sehingga mendapatkan hasil tersebut. Kemungkinan penyebab

Page 88: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit

fungsi.

4. Subjek Penelitian IV

Soal nomor 1

Penggalan jawaban siswa :

Soal 1a :

Gambar 4.25 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 1a

Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab benar, tetapi salah

dalam memahami konsep penulisan limit kiri dan kanan. Siswa menuliskan untuk

limit kanan x+→1 dan untuk limit kiri x

-→1. Kemungkinan penyebab miskonsepsi

tersebut adalah siswa salah dalam memaknai kata atau suatu pernyataan, serta

kurangnya penekanan guru mengenai konsep penulisan limit kanan dan kiri suatu

fungsi.

Soal 1b :

Gambar 4.26 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 1b

Dari jawaban siswa di atas, siswa menjawab benar. Siswa melakukan

prosedur hitung limit dengan menerapkan teknik L’hopital. Siswa tidak

memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik yang telah disediakan dalam tes.

Belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit

fungsi sesuai definisi secara intuisi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru

mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya

menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.

Page 89: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Soal 1c :

Gambar 4.27 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 1c

Dari jawaban di atas, siswa salah. Siswa salah dalam menerapkan teknik

L’hopital untuk menentukan nilai limit suatu fungsi. Siswa tidak memanfaatkan

tabel nilai fungsi dan grafik yang telah disediakan dalam tes. Belum diketahui

secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit fungsi sesuai

definisi secara intuisi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah siswa salah dalam

memaknai kata atau pernyataan mengenai teknik L’hopital untuk menentukan

nilai laimit. Kurangnya penekanan guru mengenai eksistensi limit fungsi sesuai

dengan konsep definisi limit, guru hanya menekankan bagaimana siswa dapat

menemukan nilai limit secara cepat.

Soal 1d :

Gambar 4.28 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 1d

Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar tetapi salah dalam

pemahaman konsep daerah asal limit suatu fungsi. Dari jawaban tersebut, siswa

juga terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan, sehingga

belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit

sesuai definisi secara intuisi.

a. Soal Nomor 2

Penggalan jawaban siswa :

Soal 2a :

Gambar 4.29 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 2a

Page 90: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Dari penggalan jawaban, siswa tidak menjelaskan mengapa semua nilai

limit disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa

mengalami miskonsepsi dalam teorema limit fungsi. Kemungkinan penyebab

miskonsepsi adalah aspek praktis yang sering digunakan dalam teorema limit

fungsi.

Soal 2b :

Gambar 4.30 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 2b

Dari jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa tidak memperhatikan

nilai limit kanan dan kiri dari masing–masing fungsi. Kemungkinan penyebab

miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit

fungsi.

Soal 2c :

Gambar 4.31 Penggalan jawaban subjek penelitian IV nomor 2c

Dari jawaban di atas, siswa tidak menuliskan lambang limit dalam

penyelesaian lambang limit. Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah

kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit fungsi.

5. Subjek Penelitian V

Soal nomor 1

Penggalan jawaban siswa :

Soal 1a :

Gambar 4.32 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 1a

Page 91: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Dari penggalan jawaban, siswa menjawab benar, tetapi salah dalam

memahami konsep mengenai limit kiri dan kanan. Siswa menuliskan untuk limit

x→1 dari kanan dengan mengganti x→x2+1. Kemungkinan penyebab miskonsepsi

tersebut adalah siswa salah dalam memaknai kata atau suatu pernyataan, serta

kurangnya penekanan guru mengenai konsep mengenai limit kanan dan kiri suatu

fungsi.

Soal 1b:

Gambar 4.33 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 1b

Dari jawaban siswa di atas, siswa menjawab benar. Siswa melakukan

prosedur hitung limit. Siswa tidak memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik

yang telah disediakan dalam tes. Belum diketahui secara pasti apakah siswa

tersebut dapat menentukan nilai limit fungsi sesuai definisi secara intuisi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru

mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya

menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.

Soal 1c:

Gambar 4.34 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 1c

Dari jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa salah memahami

konsep lambang “∞” pada soal ini, siswa mengartikan “tak terhingga”. Siswa

tidak memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik yang telah disediakan dalam tes.

Belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit

fungsi sesuai definisi secara intuisi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah siswa salah memaknai kata

atau suatu pernyataan dan kurangnya penekanan guru dalam konsep lambang

dalam limit fungsi.

Page 92: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Soal 1d :

Gambar 4.35 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 1d

Dari jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa salah dalam

pemahaman konsep daerah asal limit suatu fungsi. Siswa juga tidak menjelaskan

apa arti lambang “∞”. Dari jawaban tersebut, siswa juga terlihat tidak

memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan, sehingga belum diketahui secara

pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit sesuai definisi secara

intuisi.

a. Soal Nomor 2

Penggalan jawaban siswa :

Soal 2a :

Gambar 4.36 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 2a

Dari jawaban di atas, siswa tidak menjelaskan mengapa semua nilai limit

disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa mengalami

miskonsepsi dalam teorema limit fungsi. Kemungkinan penyebab miskonsepsi

adalah aspek praktis yang sering digunakan dalam teorema limit fungsi.

Soal 2b :

Gambar 4.37 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 2b

Dari jawaban di atas, siswa menyatakan benar tanpa memberikan alasan,

kemungkinan karena siswa telah membuktikan ruas kanan dan kirinya nilainya

sama. Siswa tidak memperhatikan nilai limit kanan dan kiri dari masing–masing

Page 93: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

fungsi. Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah salah dalam memaknai suatu

pernyataan, kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit fungsi.

Soal 2c :

Gambar 4.38 Penggalan jawaban subjek penelitian V nomor 2c

Dari jawaban di atas, siswa tidak menunjukkan teorema limit yang

dipakai sehingga mendapatkan hasil tersebut. Kemungkinan penyebab

miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit

fungsi.

6. Subjek Penelitian VI

a. Soal nomor 1

Penggalan jawaban siswa :

Soal 1a :

Gambar 4.39 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 1a

Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab benar dengan

menyatakan fungsi tidak memiliki nilai limit. Namun, siswa tidak memberikan

alasan jelas mengapa fungsi tersebut tidak mempunyai limit. Siswa salah dalam

memahami konsep kiri dan kanan, dianggap seperti substitusi nilai fungsi, jadi

tidak menuliskan limit kiri dan kanan dengan benar. Kemungkinan penyebab

miskonsepsi tersebut adalah siswa salah dalam memaknai kata atau suatu

pernyataan, serta kurangnya penekanan guru mengenai konsep mengenai limit

kanan dan kiri suatu fungsi.

Page 94: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Soal 1b :

Gambar 4.40 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 1b

Dari jawaban siswa di atas, siswa menjawab benar. Siswa melakukan

prosedur hitung limit. Siswa tidak memanfaatkan tabel nilai fungsi dan grafik

yang telah disediakan dalam tes. Belum diketahui secara pasti apakah siswa

tersebut dapat menentukan nilai limit fungsi sesuai definisi secara intuisi.

Kemungkinan penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru

mengenai eksistensi limit fungsi sesuai dengan konsep definisi limit, guru hanya

menekankan bagaimana siswa dapat menemukan nilai limit secara cepat.

Soal 1c :

Gambar 4.41 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 1c

Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar. Namun, siswa tidak

memberikan alasan jelas mengapa fungsi tersebut tidak mempunyai limit. Siswa

mencoba menyelesaikan soal limit bentuk tak hingga ini secara intuisi. Siswa

salah dalam memahami konsep kiri dan kanan, dianggap seperti substitusi nilai

fungsi, jadi tidak menuliskan limit kiri dan kanan dengan benar. Kemungkinan

penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa salah dalam memaknai kata atau

suatu pernyataan, serta kurangnya penekanan guru mengenai konsep mengenai

limit kanan dan kiri suatu fungsi.

Page 95: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Soal 1d :

Gambar 4.42 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 1d

Dari jawaban di atas, siswa menjawab benar tetapi salah dalam

pemahaman konsep daerah asal limit suatu fungsi. Dari jawaban tersebut, siswa

juga terlihat tidak memanfaatkan tabel atau grafik yang disediakan, sehingga

belum diketahui secara pasti apakah siswa tersebut dapat menentukan nilai limit

sesuai definisi secara intuisi.

b. Soal Nomor 2

Penggalan jawaban siswa :

Soal 2a :

Gambar 4.43 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 2a

Dari penggalan jawaban di atas, siswa tidak menjelaskan mengapa semua

nilai limit disubstitusikan ke dalam soal. Belum dapat dipastikan apakah siswa

mengalami miskonsepsi dalam teorema limit fungsi. Kemungkinan penyebab

miskonsepsi adalah aspek praktis yang sering digunakan dalam teorema limit

fungsi.

Soal 2b :

Gambar 4.44 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 2b

Dari jawaban di atas, siswa menjawab salah. Siswa tidak memperhatikan

nilai limit kanan dan kiri dari masing–masing fungsi. Kemungkinan penyebab

Page 96: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit

fungsi.

Soal 2c :

Gambar 4.45 Penggalan jawaban subjek penelitian VI nomor 2c

Dari jawaban di atas, siswa tidak menunjukkan teorema limit yang

digunakan sehingga mendapatkan hasil tersebut. Kemungkinan penyebab

miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam pemahaman teorema limit

fungsi.

2. Analisis Data Hasil Wawancara

Pada penelitian ini, wawancara dilakukan pada 6 subjek penelitian.

Metode wawancara merupakan metode pokok dalam pengumpulan data. Melalui

metode wawancara ini dapat diketahui apakah siswa yang diduga dalam tes

mengalami miskonsepsi memang benar–benar mengalami miskonsepsi atau tidak.

Melalui metode ini pula, dapat ditarik kesimpulan karakter miskonsepsi siswa

serta penyebab miskonsepsi siswa tersebut.

Berikut ini disajikan petikan wawancara dengan keenam subjek

penelitian dan hasil analisisnya. Adapun S untuk subjek dan P peneliti.

1) Subjek Penelitian I

(a) Soal Nomor 1a

Petikan 1

P : “No 1a. kenapa, dek kamu ngerjainnya seperti itu?”

S : (diam dan memperhatikan pekerjaannya) “Ya, gini, mbak, itu kan ditanya limit

x mendekati 1 ya aku pilih 1 +x2. Kan pas 1 fungsinya di situ.”

P : “Emm.gitu ya kamu yakin sama jawabanmu itu?”

Page 97: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

S : “Hhmm. Yakin lah,mbak.”

P : “Kok, kamu nggak ngerjain dengan memperhatikan limit kiri dan kanan ya?”

S : “Memang perlu ya, mbak?”

P : “Hmm.. perlu nggak ya?? Heheh. Oke,deh. Sekarang gini aja. Coba aku tulis

kayak gini (peneliti menuliskan lambang limit x mendekati 1 dari kanan dan

kiri). Bisa mbaca nggak kalo ini?”

S : “Ya, bisa dong, mbak. Itu kan artinya limit g(x) mendekati 1 dari kanan, yang

ini dari kiri. Trus, mbak?”

Dari Petikan wawancara di atas, siswa salah dalam memahami konsep

bahwa untuk limit x→a, pemilihan fungsi untuk mencari nilai limit adalah fungsi

yang daerah asalnya terdapat a itu sendiri.

Siswa sebenarnya mengetahui konsep penulisan limit kiri dan kanan,

tetapi siswa merasa tidak memerlukan untuk memperhatikan nilai limit kiri dan

kanan fungsi tersebut untuk mencari nilai limitnya karena siswa telah memiliki

konsepsi tersendiri.

Petikan 2

P : “Lha, terus periksanen limit kiri dan kanan dari soal ini.”

S : “Hhmm..ya kalo limit kirinya itu berarti 1, soale fungsinya x kan mbak? Trus

yang kanan 2. Gitu kayaknya deh, mbak.”

P : “Kok kayaknya. Yang yakin gmana?”

S : “Ya itu aku yakinnya ya itu.”

P : “Oke, dek. Lha terus berarti ada nggak nilai limit mendekati 1?”

S : “Ada, mbak.1 sama 2”

Dari petikan wawancara di atas, siswa salah dalam memahami konsep

bahwa walaupun nilai limit kiri dan kanannya berbeda , maka fungsi tersebut tetap

memiliki nilai limit.

Untuk mengetahui lebih lanjut kesalahan konsep siswa, peneliti

mengajukan kasus yang sama dengan soal no.1a tapi hanya berbeda fungsi.

Page 98: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Simak petikan wawancara di bawah ini.

Petikan 3

S : “Ya 1, dong. Soalnya dari kanan dan kirinya 1.”

P : “Oke, kalo untuk x mendekati 2 dari kanan dan kiri gimana?”

S : (diam saja melihat soalnya) “Bentar, mbak. Itu berarti fungsinya buat yang

limit kiri x2 jadi nilainya 4 trus yang limit kanan 8-x jadi nilainya 6.”

P : “Kalau gitu, berarti nilai limit untuk x mendekati 2 berapa?”

S : “4 dan 6,mbak.”

P : “Kamu yakin?”

S : “Yakin to, mbak. Lha emang jawabannya itu.”

Siswa tetap salah dalam memahami konsep bahwa walaupun fungsi

tersebut nilai limit kiri dan kanannya berbeda, tetap memiliki nilai limit.

Petikan 4

P : “O ya, dek, balik lagi ke soal tadi. Jadi kalo nilai limit kanan dan limit kirinya

berbeda itu ada ya nilai limitnya? Buat bilangan itu?”

S : “Ada, mbak. Ya pokoknya kalau ada limit kirinya, sama limit kanannya ya

ada.”

Dalam petikan wawancara di atas, siswa tetap mempertahankan

konsepsinya bahwa syarat suatu fungsi memiliki nilai limit di suatu titik adalah

nilai limit kiri dan kanannya terdefinisi.

Petikan 5

P : “Ow, gitu. O ya, dek. Kalo kamu mau pelajaran matematika gitu biasanya

nyiapin dulu nggak? Misalnya blajar malemnya gitu yang kira–kira materi

buat besok?”

S : “Ya kalau ada PR, sama ulangan aja,mbak. Lha tugasnya banyak og.”

P : “Eh, Pak Wardi kalau buat yang limit kiri dan limit kanan ini diterangin secara

detail nggak, dek?”

S : “Eemmm. Bentar, mbak. Tak inget2 dulu. Diterangke sih, mbak. Dikasih

catatan juga. Tapi cuma beberapa soal.”

P : “Ow, gitu ya. Kalau ngajar pakai media gitu nggak?”

S : “Nggak,mbak. Paling catatan sama kertas soal gitu, mbak.”

Page 99: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Kesalahan konsep siswa terjadi karena siswa hanya mengandalkan

penjelasan dari guru di kelas, padahal guru sendiri kurang menekankan konsep

Limit kanan dan limit kiri.

(b) Soal Nomor 1b

Petikan 6

P : “Oke, kita lanjut ke no 1b. Tak tanya lagi, kenapa kamu ngerjain seperti itu?”

S : “Iya, mbak. Itu yang ngitung pakai pemfaktoran itu lho, mbak.jadi ketemunya

itu, 2, jadi ada limitnya.”

Dari petikan wawancara di atas, dapat diketahui bahwa siswa memiliki

konsepsi untuk mengerjakan limit bentuk tak tentu dengan cara memfaktorkan

(menghitung), tidak memiliki konsepsi yang berhubungan dengan menentukan

limit secara intuisi.

Petikan 7

P : “Emm. Coba dek kalo nggak pakai ngitung bisa,nggak, kamu? Tes nya kan

disediakan tabel sama grafik? Kok nggak dipakai sih?”

S : “Aku nggak bisa baca grafik, mbak. Tapi kalo tabel bisa.”

P : “Lhah nggak dipakai tabelnya.”

S : “Ribet,mbak. Ya udah sini tak baca tabelnya.”

Siswa memilih untuk tidak menentukan limit secara intuisi walaupun

sudah disediakan media karena menurut siswa menjadikan suatu kerepotan. Siswa

lebih memilih menggunakan rumus dan menghitung. Penyebab dari miskonsepsi

siswa adalah aspek praktis yang digunakan.

Petikan 8

P : “Perhatikan gimana nilai fungsi yang mendekati 1 dari kiri? Dari kanan juga

skalian?”

S : “Ya, dari kiri itu 1,99 nan ya mbak, trus yang dari kanan 2,00 nan mbak.”

P : “Trus, jadi punya limit nggak fungsi itu?”

S : “Punya,mbak. 2 itu to,mbak. Sama kan sama jawabanku.”

P : “Kok bisa 2?”

S : “Caranya gini mbak, 1,99999+2,0001:2 itu kan 2.gitu,mbak.”

P : “Ow, gitu?yakin?”

Page 100: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

S: “Iya,mbak. Yakin, kan dari kanan dan dari kiri.”

Dari petikan wawancara tersebut, siswa sebenarnya memahami

bagaimana menentukan limit secara intuisi, tetapi miskonsepsi saat mengaitkan

limit kiri dan kanan pada eksistensi limit suatu fungsi, yaitu menciptakan suatu

konsep baru bahwa setelah nilai limit kanan dan kiri ditentukan kemudian dirata-

rata.

Untuk mengetahui penyebabnya simak lanjutan petikan wawancara berikut.

Petikan 9

S : “Ya kan pakai cara didekati dari kanan dan dari kiri. Terus ya gitu mbak.

Dibagi 2.”

P : “Pak Wardi ngajarin gitu?”

S : “Bukan,mbak aku sendiri cari cara.”

Siswa mengalami miskonsepsi karena intuisi siswa yang salah, bukan dari

penjelasan guru. Siswa cenderung menganalisis informasi yang diterima lalu

diterjemahkan menurut jalan pikirnya atau dengan kata lain kacaunya pemikiran

humanistik.

Simak petikan wawancara selanjutnya di bawah ini.

Petikan 10

S : “Kalau 0/0 bukan limit.”

P : “Siapa yang ngajarin?”

S : “Heemmm. Tak artike sendiri.”

P : “Kalau bentuk – bentuk limit kamu nggak pernah tau nggak?”

S : “Hemm. Ndak begitu hafal mbak. Soalnya nggak pernah ditanyakan, jadi ya

menurutku nggak terlalu penting. Pokoknya aku titeni aja,mbak. Kalau 0/0 itu

bukan limit jadi harus pakai cara.”

Dari petikan wawancara tersebut, siswa salah dalam

mengklasifikasionalkan bentuk limit. Penyebab lain miskonsepsi yang dialami

siswa ini adalah salah dalam memaknai kata dan juga ketidakpedulian terhadap

konsep itu sendiri.ketidakpedulian ini karena guru juga tidak pernah mengajukan

soal yang menekankan siswa terhadap suatu konsep. Siswa juga cenderung

menghafalkan tipe soal yang sering dijumpai.

Page 101: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

(c) Soal Nomor 1c

Petikan 11

S : “Jadi itu gini mbak. Aku substitusi 1 ke fungsinya jadinya 2/0 jadi ketemunya

tak hingga.” (dalam tes siswa menulis ”∞”)

P : “Kalau tak hingga itu punya limit kah?”

S : “Punya,mbak.”

P: “Kamu yakin, itu dibaca tak hingga?”

S : “Iya, mbak soalnya bilangan kalau dibagi 0 itu tak hingga.”

P : “Kalau lambang itu (“∞”) bisa dibaca apalagi sih?”

S : “Tak hingga,mbak.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi bahwa untuk

menyelesaikan limit bentuk tak hingga adalah dengan menghitung. Dalam

wawancara tersebut, tampak siswa mengalami miskonsepsi yaitu dalam

memaknai lambang, sehingga mengakibatkan memberi kesimpulan yang salah

dalam soal tersebut.

Simak petikan jawaban siswa berikut saat siswa ditanya mengenai

perbedaan “tak hingga” dan “tak terdefinisi”.

Petikan 12

S : “Kalau menurutku, misalnya nie mbak, 0/1 itu tak terdefinisi. Kalau 1/0 itu tak

hingga.”

Ternyata siswa juga mengalami miskonsepsi dalam memaknai kata “tak

hingga” dan “tak terdefinisi”.

Petikan 13

P : “Gitu ya. O ya, kalau no 1c ini bentuk limit apa menurutmu?”

S : “Tak tentu,mbak.”

P : “Kok bisa?”

S : “Ya soale jawabane tak hingga to, jadinya nggak tentu.”

Petikan 14

P : “Lha, kamu tahu dari mana?”

Page 102: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

S : “Menurutku kok,mbak. Kan nggak penting juga. Yang penting jawabanku

bener. Heheh.”

Dari Petikan 13 dan 14, dapat diketahui bahwa siswa masih mengalami

miskonsepsi dalam memaknai kata “tak hingga”. Kekacauan pemikiran

humanistik menjadikan penyebab miskonsepsi. Siswa mencoba untuk memaknai

kata “tak hingga” itu sendiri, sehingga mengakibatkan salah mengklasifikasikan

bentuk limit fungsi itu ke dalam bentuk tak tentu.

Simak petikan wawancara berikut untuk mengetahui apakah siswa

memahami penentuan limit bentuk tak hingga sesuai dengan definisi limit secara

intuisi serta meyakinkan apakah siswa benar-benar mengalami miskonsepsi.

Petikan 15

S : “Dari kanan itu, naik terus.”

P : “Artinya?”

S : “Ya naik terus.”

P : “Berarti tambah besar nggak?”

S : “Iya, tambah besar,mbak.”

P : “Yang dari kiri?”

S : “Tambah turun, berarti tambah cilik.”

P : “Nhah, dari kanan gitu, dari kiri gitu. Jadinya fungsinya punya limit nggak di

titik 1?”

S : “Punya, mbak. kan tak berhingga.”

Siswa sebenarnya cukup mampu membaca grafik untuk membantu

menentukan limit secara intuisi. Namun, siswa masih salah memahami konsep

“tak hingga” yaitu bahwa walaupun suatu fungsi memiliki limit kanan

menunjukkan membesar tanpa batas dan limit kiri mengecil tanpa batas, tetap

memiliki nilai limit yaitu “tak hingga”. Oleh karena itu, siswa memberi

kesimpulan yang salah.

(d) Soal Nomor 1d

Petikan 16

P : “Kamu tulis di sini itu tidak punya limit.”

S : “Bener,mbak. Kan jawabane 0. Jadi “dia” nggak punya limit deh.”

Page 103: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

P : “Dek, itu yang ngajarin siapa?”

S : “Menurutku,mbak.”

P : “Memang Pak Wardi pernah bilang ya? Kalau 0 itu berarti nggak punya limit.”

S : “Emm.. (diem).. lupa,mbak. Pernah nggak ya. Tapi pak Wardi nggak pernah

kasih soal yang “ada limit,apa nggak ada limit” kan langsung jawabane gitu

ketemu berapa?”

Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi dalam

menyatakan fungsi yang memiliki nilai limit “0” adalah fungsi yang tidak

memiliki nilai limit. Penyebab miskonsepsi ini adalah guru yang menekankan

konsep bagaimana fungsi yang memiliki nilai limit ataupun tidak. Guru hanya

melulu memberikan soal-soal saja.

Untuk meyakinkan siswa mengalami kesalahan konsep, simak lanjutan

wawancara berikut.

Petikan 17

S : “Dari tabel aja deh, mbak. Kalau x nya makin kanan, berarti 0,00000... nya

banyak berarti 0. Trus yang makin ke kiri, -0,0000... juga makin banyak

berarti 0 juga. Berarti bener, mbak 0 kayak jawabanku cocok.”

P : “Berarti punya limit?”

S : “Ndak punya.”

Pada petikan wawancara tersebut, walaupun siswa memahami

menentukan limit secara intuisi. Namun, siswa mengalami sebagian konsep yang

salah yaitu dalam memberi kesimpulan yaitu fungsi yang memiliki nilai limit “0”

adalah fungsi yang tidak mempunyai nilai limit.

(b) Soal Nomor 2a

Petikan 18

S : “Ya gitu, mbak tak masukin langsung, kan diketahui nilai limitnya.”

P : “Tau, nggak kenapa gitu? Emang sama ya kayak substitusi nilai fungsi?”

S : “Kayaknya sama deh, mbak.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi mengenai

pemahaman teorema limit bahwa dalam pengerjaan suatu operasi limit hanya

Page 104: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

substitusi saja tidak memerlukan teorema yang ada. Siswa tidak mengetahui

teorema apa yang perlu digunakan.

Untuk mengetahui apakah siswa benar-benar mengalami miskonsepsi,

siswa diberikan beberapa pertanyaan dasar mengenai teorema limit.

Petikan 19

S : “Kalau yang ini limit x mendekati 3 dari 4 itu 0.”

P : “Kenapa?”

S : “Soalnya nggak ada x nya.”

P : “Kalau limit k mendekati 3 dari k berarti 3.”

S : “k yang ini apa?”

P : “Itu fungsi,mbak.”

S : “Kalau limit x mendekati 3 dari k?”

P : “Emmmm..(diam saja lama) nggak tau mbak bingung.”

S : “Lanjut aja ya, mbak. Kalau yang ini lim x mendekati 3 dari f(x) itu kan 10,

berarti kalau lim x mendekati 3 dari 2 f(x) itu 20. Kalau lim x mendekati 3

dari k f(x) itu 10k. Kalau lim x mendekati 3 dari x f(x) itu 30.”

P : “k nya itu apa? x nya itu apa?”

S : “k sama x nya itu konstanta.”

P : “Yakinkah?”

S : “Yakin,mbak.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi pada

beberapa hal mengenai pemahaman teorema limit yaitu pada limit x mendekati a

dari p adalah 0 karena tidak terdapat nilai x, selain itu dalam memahami konstanta

atau variabel.

(e) Soal Nomor 2b

Petikan 20

S : “Iya,mbak, jawabanku benar. Ya itu karena sifat asosiatif.”

P : “Kok bisa sifat asosiatif?”

S : “Itu lho, mbak kayak yang pas belajar aljabar gitu.”

P : “Ow yang a(b+c)=ab + ac, bukannya sifat distributif ya itu?”

S : “Iya,mbak. Owh itu sifat distributif ya itu? Berarti maksudku itu?”

Page 105: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

P : “Memang sama ya , sifat aljabar sama limit? Bisa diterapkan?”

S : “Bisa deh, mbak. Kan sama aja.”

P : “Pak Wardi yang ngajarin? Atau baca buku?”

S : “Bukan,mbak. Itu lho mbak dari pelajaran SMP. Pak Wardi nggak pernah

kasih yang kayak gitu.”

Dalam petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi

mengenai teorema limit yang didapatkan dari suatu sifat aljabar yaitu asosiatif.

Prakonsep siswa dan guru yang tidak pernah memberikan suatu permasalahan

mengenai teorema limit adalah penyebab dari miskonsepsi yang dialami siswa.

Petikan 21

P : “Kalau ngerjain soal seperti ini, perlu nggak sih, kita memperhatikan

fungsinya sama limit kiri dan kananya. Soalnya kan mirip tu ya yang no 1a.”

S : “Emmm.. menurutku tidak perlu, mbak. Kan itu teorema limit.”

P : “Yakinkah?”

S : “Yakin, mbak.”

Dari petikan tersebut, siswa tidak mampu menghubungkan konsep limit

kanan dan kiri dengan konsep teorema limit.

(a) Soal Nomor 2c

Petikan 22

P : “O ya, aku liat lambang limit x→∞, nya nggak kamu tulis ya.”

S : “Ya, mbak. Langsung tak substitusi. Jadi bisa hilang, mbak.”

P : “Sama ya itu?”

S : “Sama, mbak.”

Pada petikan 22, diketahui siswa mengalami miskonsepsi mengenai

penulisan lambang limit dalam menyelesaikan soal limit. Ini karena siswa salah

dalam memaknai teorema limit yang disamakan dengan substitusi nilai fungsi.

2) Subjek Penelitian II

(a) Soal Nomor 1a

Petikan 1

P : “No 1a. kenapa, dek kamu ngerjainnya seperti itu?”

S : (diam dan memperhatikan pekerjaannya) “Sik,mbak aku lupa kerjaanku.”

Page 106: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

P : “Ya diliat dulu. Ini soalnya yang lengkap.”

S : “Owh gini, mbak. Itu tak coba – coba. Kan limit x mendekati 1 jadinya aku

coba – coba nilainya yang mendekati 1. Itu tak liat dari grafik, mbak. Lha

terus aku bingung.”

P : “Bingung kenapa?”

S : “Ndak tau ada limitnya ndak.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa mencoba membaca grafik tetapi

tidak mampu untuk menghubungkan ke dalam konsep limit.

Petikan 2

S : “Nha terus akhirnya aku pakai teori limit kiri dan limit kanan. yang kiri ini dan

yang kanan ini.(sambil menunjukkan jawabannya.)”

P : “Lha terus yang menunjukkan limit kiri ini dan limit kanan yang ini itu

mana?” (sambil menunjuk karena tidak ditunjukkan dalam jawaban siswa)

S : “Lha ini tho, mbak udah aku tulis. “limit kiri” “limit kanan”.”

Siswa sebenarnya memahami konsep limit kiri dan kanan, tetapi

mengalami kesalahan konsep dalam menunjukkan limit kiri dan limit kanan,

konsepsi siswa menunjukkan nilai limit kiri dan kanan adalah dengan menuliskan

kata-katanya saja.

Untuk mengetahui, lebih lanjut mengenai kesalahan konsep yang dialami

siswa dalam penulisan limit kiri dan kanan, peneliti mengajukan penulisan limit

kiri dan kanan secara benar.

Simak petikan wawancara di bawah ini.

Petikan 3

S : “Bisa. mbak. Itu kan artinya limit g(x) mendekati 1 dari kanan, yang ini dari

kiri.”

P : “Lha kenapa kamu nggak menunjukkan nilai limit kiri dan kanannya seperti

itu?”

S : “Aku kira sama aja,mbak, kan yang penting fungsinya, sama udah tak kasih

tulisannya.”

P : “Ow jadi menurutmu sama, ditulis lambangnya (lambang limit kiri kanan)

sama nggak.”

Page 107: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

S : “Iya, mbak.”

Siswa benar–benar mengalami kesalahan konsep dalam penulisan limit

kiri dan kanan karena menganggap sama dengan penulisan lambang ataupun kata-

kata.

Petikan 4

P : “Dari mana kamu bisa tahu, kalau itu dianggap sama?”

S : “Ya aku kira sendiri sama, Pak Wardi juga tidak banyak memberikan banyak

soal tentang limit kiri dan kanan.”

Kesalahan konsep terjadi karena intuisi siswa yang salah dalam

mengartikan lambang dan kata dan guru yang kurang menekankan konsep

mengenai limit kiri dan kanan.

Petikan 5

P : “Jadi menurutmu, fungsi punya limit tuh gimana?”

S : “Gini, mbak, jika limit kiri dan kanannya tidak sama.”

Dalam petikan wawancara di atas, siswa tidak akurat dalam

mendefinisikan bagaimana eksistensi limit suatu fungsi. Siswa tidak dapat

menyatakan ulang sebuah konsep. Ini dikarenakan guru yang kurang menekankan

konsep ini.

(b) Soal Nomor 1b

Petikan 6

P : “Kita lanjut ke no 1b. Tak tanya lagi, coba jelasin ke aku kerjaanmu itu.”

S : “Itu yang ngitung pake difaktorkan itu lho,mbak.”

P : “Kenapa kamu ngitung pakai pemfaktoran nggak langsung disubstitusi saja?

Trus kan ketemu tuh jawabannya.”

S : “Emm. Kenapa ya? Ngitung aja,mbak.”

P : “Coba deh, kalau kamu substitusi, jadinya berapa?”

S : “(ngitung) Jadinya 0/0. O iya, kalau itu nggak boleh langsung dihitung.”

P: “Kenapa? Memang itu bentuk apa?”

S : “Itu bentuk tak hingga”

S : “Lha jawabe 0/0 itu kan bisa 1,2,3,4,5, dan masih banyak yang lain. Lha kan

tak hingga mbak.”

Page 108: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

P : “Ow, saya baru tau. Oke deh. Heheheh.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi bahwa dalam

mengerjakan soal memeriksa/menentukan nilai limit adalah dengan menghitung.

Siswa mengalami miskonsepsi bahwa menentukan limit dengan cara difaktorkan

karena bentuk 0/0 adalah bentuk limit yang tak boleh langsung dihitung. Dan

siswa mengalami miskonsepsi dalam memaknai kata “0/0”. Penyebabnya adalah

siswa salah dalam memaknai kata “0/0”,

Simak petikan wawancara selanjutnya, saat peneliti ingin mengetahui

apakh siswa memahami menentukan nilai limit secara intuisi.

Petikan 7

S : “Gini,mbak yang dari kanan kan 2,0001 terus dari kiri 1,9999 berarti jawabane

2.”

P : “Hemm.. kamu cuma ambil nilai fungsi yang ini? (nilai fungsi di tabel yang

paling dekat dengan 1)”

S : “Iya, mbak kan paling mendekati.”

P : “Jadi cukup ambil satu nilai fungsi dari kanan dan dari kiri? Yang lain nggak

berpengaruh? Kan juga dekat sama 1?”

S : “Iya, cukup. Yang lainnya ngikut.”

P : “Kok bisa ngikut? Kalau yang kirinya lagi itu nggak mendekati 2 misalnya

0.999 atau 0,88995 atau yang lain nggak mendekati 1 gitu gimana?”

S : “Ya, diambil paling deket aja.”

P : “Ow, gitu?yakin?”

S :”Iya, mbak yakin. Seyakin-yakinlah, mbak.”(ketawa)

Dari petikan wawancara tersebut, siswa dengan keyakinan yang tinggi

mengatakan bahwa menentukan nilai limit secara intuisi adalah mengambil nilai

fungsi satu titik saja yang paling dekat dalam tabel dengan titik limit, tanpa

memperhatikan nilai fungsi yang lain yang sebenarnya juga mendekati titik yang

dimaksud.

Untuk mengetahui penyebabnya, simak lanjutan petikan wawancara di bawah ini.

Petikan 8

P : “Pak Wardi ngajarin gitu?”

Page 109: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

S : “Bukan,mbak aku sendiri.”

Dengan memperhatikan petikan 7 dan petikan 8, penyebab miskonsepsi

siswa adalah dari kesalahan suatu pembacaan tabel yang biasanya ada untuk

membantu dalam penentuan limit secara intuisi. Titik yang ada dalam tabel

digunakan siswa benar–benar sebagai titik yang paling mendekati titik limit.

Kesalahan dalam membaca tabel benar-benar murni dari intuisi siswa yang salah

bukan dari orang lain.

(c) Soal Nomor 1c

Petikan 9

S : “Jadi itu gini mbak. Itu pakai cara turunan,mbak. Jadi fungsinya diturunkan.

Ketemunya itu deh 2.”

P : “Dapat cara darimana tuh, dek? Turunan?”

S : “Dari teman, mbak. Temenku katanya dari guru les. Lebih gampang jadi aku

pakai cara ini.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi bahwa

menentukan nilai limit bentuk tak hingga adalah dengan menghitung (salah

satunya teknik turunan).

Untuk mengetahui apakah siswa mengalami miskonsepsi, simak petikan

wawancara berikut.

Petikan 10

S : “Oke. Kalau didekati dari kiri itu -19998,0001 kalau yang kanan 20002,001.

Jadi nggak ada limitnya.”

P : “Kok beda ya sama jawabanmu itu?”

S : “Iya ya, mbak.”

P : “Coba deh ya, kamu liat lagi lewat tabel, makin ke kiri gimana nilai

fungsinya, makin besar apa makin kecil? Trus dari kanan gimana?”

S : “Dari kirinya 1 itu makin kecil, kalau yang kanan itu makin besar.”

P : “Terus kamu bisa menyimpulkan apa? punya limit nggak itu?”

S : “Hemm. Nggak, mbak, kan tak hingga to..hemm sekarang aku tau, makanya

kita harus ngitung pakai turunan.”

Page 110: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Siswa sebenarnya memahami bagaimana menentukan limit secara intuisi,

tetapi salah memaknai kata “tak hingga”, sehingga salah dalam memberikan

kesimpulan jawaban yaitu bahwa fungsi tidak mempunyai nilai limit jika hasilnya

adalah “tak hingga”. Siswa juga mengalami miskonsepsi bahwa menyelesaikan

dengan teknik turunan apabila menemukan hasil tak hingga.

Dari Petikan 9 dan 10, dapat diketahui penyebab miskonsepsi siswa ini

adalah kekacauan pemikiran humanistik dan konteks dari orang lain yang salah.

(d) Soal Nomor 1d

Petikan 11

P : “Oke kita lanjut ke no 1d, kenapa kamu ngerjain seperti itu?”

S : “Nirun,mbak. Heheh”

Petikan 12

P : “Waduh. Ya udah coba sekarang kamu pikir sendiri.”

S : “1/ ∞ berarti,mbak.”

P : “Terus berapa limitnya?”

S : “Nggak tau,mbak. Aku bingung. Mungkin 0 itu.”

P : “Emm. Jadi nggak mudeng ya. O y, kita menulis 1/∞ boleh ya.”

S : “Nggak tau,mbak. Aku nggak mudeng,mbak.”

Petikan 13

S : “Tabel aja ya,mbak. Jangan grafiknya.”

P : “Iya deh, tabel juga boleh.”

S : “Kalau x nya makin kanan, berarti 0,00000... nya banyak berarti 0. Trus yang

makin ke kiri, -0,0000... juga makin banyak berarti 0 juga. Berarti bener,

mbak.”

P : “Berarti punya limit?”

S : “Punya, mbak, 0.”

Dari Petikan 12 dan 13 di atas, diketahui bahwa siswa kurang memahami

soal mengenai limit di ketakhinggaan. Namun, saat siswa mencoba menggunakan

definisi limit secara intuisi siswa mampu memahaminya dan memberi kesimpulan

yang benar.

Page 111: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

(a) Soal Nomor 2a

Petikan 14

P : “Oke deh lanjut ke soal no 2a. Itu bisa jawab gitu kenapa?”

S : “Ya gitu, mbak tak substitusi langsung, kan diketahui nilai limitnya.”

P : “Tau, nggak kenapa gitu? Emang sama ya kayak subsitusi nilai fungsi?”

S : “Sama deh, mbak.”

Petikan 15

S : “ Kalau yang ini limit x mendekati 3 dari 4 itu 4.”

P : “Kenapa?”

S : “Ya memang kayak gitu,mbak. Kalau nggak ada fungsinya jadinya 4”

Petikan 16

S : “Lanjut aja ya, mbak. Kalau yang ini lim x mendekati 3 dari f(x) itu kan 10,

berarti kalau lim x mendekati 3 dari 2 f(x) itu 20. Kalau lim x mendekati 3 dari k

f(x) itu 10k. Kalau lim x mendekati 3 dari x f(x) itu 30.”

P : “k nya itu apa? x nya itu apa?”

S : “k itu konstanta, x nya itu fungsinya.”

Dari petikan 14, 15, dan 16, dapat diketahui bahwa siswa mengalami

sebagian konsep yang salah. Siswa mengalami miskonsepsi pada teorema limit x

mendekati a dari k adalah k dengan alasan karena tidak ada fungsinya, juga

miskonsepsi dalam menerapkan teorema limit adalah menganggap sama seperti

substitusi nilai fungsi.

(b) Soal Nomor 2b

Petikan 17

S : “Iya,mbak, jawabanku benar. Karena itu kan aturannya kan merupakan hasil

penjabaran. Jadinya 1 dan 1 sama deh.”

P : “Dijabarkan gimana?”

S : “Iya,mbak dijabarkan gitu lah,mbak. Nggak isa njelasinnya.”

P : “Ow apa yang a(b+c)=ab + ac”

S : “He’em kayak gitu dijabarkan.”

Page 112: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

Petikan 18

P : “Kalau ngerjain soal seperti ini, perlu nggak sih, kita memperhatikan

fungsinya sama limit kiri dan kananya. Soalnya kan mirip tu ya yang no 1a.”

S : “Emmm.. nggak tau,mbak.”

Dari petikan 17 dan 18, diketahui bahwa siswa mengalami miskonsepsi

yaitu teorema limit ini berasal dari sifat penjabaran yang dimaksud adalah sifat

distributif dalam aljabar. Siswa juga tidak paham untuk menghubungkan konsep

limit kiri dan limit kanan dengan konsep teorema limit ini.

Petikan 19

P : “Pak Wardi yang ngajarin? Atau baca buku?”

S : “Dikasih tau temenku yang pinter, mbak. Pak Wardi nggak pernah kasih soal

yang kayak gitu.”

Penyebab miskonsepsi dapat diketahui dari petikan wawancara di atas,

yaitu konteks dari penjelasan teman dan juga guru yang tidak pernah mengajukan

permasalahan mengenai teorema limit.

(c) Soal Nomor 2c

Petikan 20

P : “Oke, deh, kita lanjut yang ke 2c. Coba jelaskan!”

S : “Dari tadi njelasin terus to,mbak?”

P : “Ya dong.”

S : “Itu bagi pangkat tinggi trus dapatnya x/x.”

P : “Ada teorema atau aturan yang dipakai nggak itu?”

S : “Nggak ada. Ya dibagi pangkat tinggi aja. Aku nggak pernah tau teorema-

teorema gitu.”

P : “Nggak tau apa nggak memperhatikan?”

S : “Nggak begitu aku pedulikan,mbak. Kan nggak banyak ditanyakan.”

Dari petikan wawancara tersebut, tampak bahwa siswa tidak paham

bahwa dalam pembagian pangkat tertinggi tidak digunakan suatu teorema limit.

Penyebabnya adalah siswa tidak pernah menyelesaikan soal yang berhubungan

dengan teorema limit.

Page 113: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

3. Subjek Penelitian III

(a) Soal Nomor 1a

Petikan 1

S : “(memperhatikan pekerjaannya) Itu gini, mbak, kan ditanya limit mendekati 1,

karena fungsinya kepecah makanya diteliti limit kiri dan kanannya itu. Ini limit

krinya dan ini limit kanannya (sambil menunjuk pekerjaan).”

P : “Lhah mana yang menyatakan limit kiri kanannya?”

S : “Ini lho,mbak kan aku pilih dari kiri fungsinya yang lebih dari 1 itu 1+x2, terus

yang kanan x aku masukin 0,9999. Itu mbak, limit kiri kanannya.”

P : “Emm, jadi caranya menunjukkan limit kiri dan kanan itu dengan memilih

fungsi dan titik?”

S : “Iya, mbak.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa memahami kaitan konsep limit kiri

dan kanan dengan eksistensi limit di suatu titik, tetapi salah dalam pemahaman

konsep penulisan limit kiri dan limit kanan. Siswa memiliki konsepsi bahwa

menunjukkan limit kiri dan kanan dengan pemilihan fungsi dan titik.

Untuk mengetahui lebih lanjut, simak petikan wawancara di bawah ini.

Petikan 2

P : “Coba aku tulis kayak gini (peneliti menuliskan lambang limit x mendekati 1

dari kanan dan kiri). Artinya apa”

S : “Itu artinya limit g(x) mendekati 1 dari kanan, yang ini dari kiri. Trus, mbak?”

P : “Kok, kamu nggak mengekspresikan kayak gitu di pekerjaanmu?”

S : “Sama, mbak, kan aku sudah memilih fungsinnya sama titiknya.”

Dari petikan tersebut, siswa benar – benar mengalami miskonsepsi dalam

penulisan limit kiri dan kanan, karena siswa tetap mempertahankan konsepsinya

dan menganggap sama antara lambang limit kiri dan kanan dengan pemilihan titik

dan fungsi.

Petikan 3

P : “Ow, kamu ini yang limit kiri pilih titik 0,9999 kok yang kanan 1, kenapa? ”

S : “Limit kan mendekati to, mbak, jadi yang kiri 0,9999 kurang dari 1 mendekati

1.”

Page 114: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

P : “Kok yang dari kanan tetep pilih 1, nggak 1,1111.. atau 1,11112 atau berapa

gitu yang deket 1 tapi lebih dari 1, kan dari kanan?”

S : “Emmm, ya sama mbak, nanti kan jawabe 2 lebih jadinya dekat 2. Lha jadi

aku pilih 1 aja.”

P : “Lha yang tadi kan juga dekat 1 kenapa nggak pilih 1 saja, malah pilih

0,9999..”

S : “Lha, limit kan mendekati kan, mbak.”

P : “Lha yang dari kanan, nggak? ”

S : “Kan, fungsinya batasnya 1 nya masuk.”

P : “Jadi kalau limit itu, kalau batas daerah asalnya nggak sampai titik itu ambil

titiknya juga kurang dari atau lebih dari itu, terus kalau daerah asalnya sampai

titik itu boleh diambil untuk mendapat nilai limitnya?”

S : “Iya, mbak. Kan limit kan pendekatan.”

Dari petikan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa siswa salah

dalam memahami konsep pemilihan titik untuk mendapat nilai limit kiri dan

kanan karena alasan siswa kurang logis, yaitu jika daerah asal fungsi juga

mendekati titik limit yang dimaksud maka titik yang dipilih itu mendekati titik

limit yang dimaksud, dan jika dalam daerah asal fungsi terdapat titik limit yang

dimaksud maka titik yang dipilih adalah titik limit itu sendiri.

Petikan 4

P : “O ya, kesimpulannya kamu tulis nggak ada limit ya, kenapa,dek?”

S : “Soalnya kan nilai Limit kiri dan kanannya nggak sama.”

P : “Emm, jadi kalau fungsi punya dan tidak punya limit di suatu titik itu

bagaimana?”

S : “(berpikir lama) Fungsi punya limit itu kalau ketemu bilangannya, limit kiri

dan kanan sama, kalau tidak punya limit itu nggak ketemu bilangannya, terus

bentuk 0/0, 0/∞, gitu nggak ada limitnya.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami kesalahan konsep

dalam mendefinisikan limit suatu fungsi. Siswa tidak dapat menyatakan ulang

sebuah konsep.

Page 115: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Untuk mengetahui penyebab beberapa miskonsepsi yang dialami siswa,

simak lanjutan petikan wawancara di bawah ini.

Petikan 5

S : “Ya, dari baca buku, denger penjelasan guru, ya aku simpulkan sendiri.”

P : “Pak Wardi menjelaskan tentang limit kiri dan kanan secara detail nggak?”

S : “Ya, biasa aja. Cuma kasih catatan, tapi diterangke nya pas awal–awal itu, abis

itu nggak pernah dibahas lagi.”

Penyebab miskonsepsi yang dialami siswa ini adalah kekacauan

pemikiran siswa terhadap konsep tersebut karena berbagai informasi yang didapat

baik dari buku maupun penjelasan guru dan siswa tidak mampu

mengakomodasikan konsep. Penyebab lain adalah guru kurang menekankan

konsep mengenai limit kiri dan kanan.

(b) Soal Nomor 1b

Petikan 6

S : “Aku ngerjainnya difaktorkan dulu, mbak. Hasilnya 2 jadi limitnya ada.”

P : “Kenapa harus mengerjakan dengan difaktorkan?”

S : “Biar bisa dicoret – coret, mbak.”

P : “Ow, gitu, o ya katanya tadi ada limit kalau limit kanan kirinya hasilnya sama,

kok nggak kamu periksa tuh?”

S : “Ada cara cepatnya, mbak. Kita pakai cara cepat.”

P : “Jadi nggak perlu kita periksa, yakin dengan hasil hitung ya? ”

S : “Iya, mbak.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi bahwa dalam

menyelesaikan kasus limit bentuk 0/0 adalah dengan menghitung. Siswa

mengalami kesalahan konsep bahwa cara pemfaktoran dalam menentukan limit

adalah untuk dapat mengeliminasi suatu unsur tertentu, bukan karena bentuk limit

itu sendiri. Siswa juga mengalami miskonsepsi bahwa dalam penentuan limit

tidak memerlukan pemeriksaan limit kanan dan kiri atau sesuai definisi secara

intuisi. Penyebabnya adalah aspek praktis yang telah tersedia.

Page 116: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

(c) Soal Nomor 1c

Petikan 7

S : “Aku pakai cara turunan itu lho, mbak.”

P : “Kamu tau dari mana cara turunan untuk menghitung limit?”

S : “Dari guru les.”

P: “Kok bisa soal ini pakai turunan?”

S : “Lha, cara cepet aja, mbak, kalau soal kayak gini bisa pakai turunan.”

Pada petikan wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi untuk

menyelesaikan limit fungsi adalah dengan teknik turunan. Siswa cenderung lebih

memilih aspek praktis yang diketahui dari guru les.

Petikan 8

P : “Kalau misalnya aku substitusi 1 ketemu hasilnya apa sih memang?”

S : “Nggak boleh, mbak. Itu nggak ada yang bisa dicoret – coret jadi nggak bisa

disubstitusi.”

P : “Hah, gitu ya. Tapi kita coba dulu deh substitusi 1. Dapatnya apa ya? ”

(Peneliti dan Subyek mencoba menghitung bersama.)

S : “Dapatnya 2 / 0 mbak, tak terhingga jawabnya.

P : “Tak terhingga atau tak terdefinisi?”

S : “tak terdefinisi ding, mbak. Salah aku.”

P : “Bedanya apa sih?”

S : “Kalau tak terdefinisi itu nggak bisa didefinisikan, nggak ada gitu mbak. Tapi

kalau tak terhingga itu banyak gitu bilangannya.”

Petikan wawancara di atas, diketahui bahwa siswa mengalami

miskonsepsi bahwa apabila substitusi titik pendekatan pada limit tergantung pada

suatu bentuk fungsi tertentu, apabila bentuk fungsi tidak bisa dioperasikan, titik

tidak dapat disubstitusi. Dalam memaknai kata “tak hingga” siswa juga

mengalami sebagian konsep yang salah.

Petikan 9

P : “Oke, sesuai katamu tadi, kalau limitnya ada itu hasil limit kiri dan kanannya

sama. Kita periksa pakai grafik.”

S : “Aku nggak bisa baca grafik, mbak.”

Page 117: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

P : “Ya udah, tabel aja deh.”

S : “Kalau yang dari kanan nggak teratur tuh, mbak, yang dari kiri juga nggak

teratur tuh, mbak. Trus gimaan nih?”

P : “Gimana, coba hubungkan sama konsep fungsi punya limit.”

S : “Berarti nggak ada ya limitnya.”

P : “Iya, kok beda sama jawabanmu.”

S : “Nggak tau deh, mbak. Tapi lebih cepet pakai cara turunan. Bener punyaku

nih, mbak. Heheh.”

Pada petikan wawancara di atas, siswa sebenarnya memahami penentuan

limit secara intuisi dan dapat menghubungkannya dengan konsep apabila

eksistensi fungsi memiliki nilai limit. Namun, yang menarik adalah siswa tetap

mempertahankan konsepsinya yang sebenarnya salah. Sehingga dapat diketahui

siswa benar–benar mengalami miskonsepsi. Prakonsep yang dimiliki siswa

mengenai teknik turunan yang salah menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi.

(d) Soal Nomor 1d

Petikan 10

P : “Lanjut ke no 1d, kenapa kamu ngerjain seperti itu?”

S : “Ya, kata pak Wardi itu kalau mencari nilai limit x mendekati tak hingga itu

dibagi pangkat tertinggi dari variabel. Ya aku bagi pangkat tinggi, mbak

dapatnya 0.”

P : “Kalau 0 tu berarti ada limitnya?”

S : “Ada mbak, ya 0 itu limitnya.”

Dari petikan wawancara tersebut, diketahui siswa memiliki konsepsi

awal (prakonsep) mengenai menentukan limit tak hingga adalah dengan

menghitung yaitu dibagi pangkat tertinggi.

Petikan 11

P : “Coba kita periksa lagi nilai limit kanan dan kirinya.”

S : “Dari tabel aja ya, mbak. Itu dari kanan makin dekat sama 0 yang kiri juga ya,

mbak. Berarti 0 juga. Benar, mbak, aku.”

P : “Iya dong, dek.”

Page 118: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

S : “Eh, mbak tapi yang benar itu kalau mencari nilai limit mendekati tak hingga

itu dibagi pangkat yang tinggi setauku. Bukan limit kiri dan kanan.”

Pada petikan 11, siswa sebenarnya memahami menentukan limit secara

intuisi. Namun, siswa mengalami miskonsepsi karena prakonsep yang dimiliki

siswa. Ini mengakibatkan konsep untuk mencari nilai limit di ketakhinggaan

adalah dengan menghitung pembagian pangkat tertinggi.

Petikan 12

P : “Gitu ya. O ya, di tes kamu jawab 1 dibagi tak hingga, memang boleh, dek?”

S : “Boleh aja, kenapa memang.”

P : “Kamu tau, daerah asal limit fungsi?”

S : “R ya, mbak.”

P : “Iya, apa itu R?”

S : “Real kayaknya.”

P : “Lha terus tak hingga itu bilanga real nggak?”

S : “Aku nggak tau bilangan real, rodo ra mudeng. Aku taunya biasanya ditulis

gitu di buku-buku.”

Pada petikan wawancara di atas, diketahui siswa tidak paham makna dari

daerah asal limit fungsi yaitu bilangan real. Siswa tampak mempedulikan konsep

ini. Ini mengakibatkan siswa hanya asal saja mensubstitusikan lambang “∞” ke

dalam penyelesaian soal limit dalam tes.

(a) Soal Nomor 2a

Petikan 13

S : “Jadi itu limit f(x), g(x), dan h(x) nya dah ada, ya kan substitusi, lalu tak

operasikan.”

P : “Boleh ya, kita langsung substitusi?”

S : “Boleh, mbak. Kan itu aturannya yang misalnya lim (f(x).g(x))=limf(x).limg(x)

gitu- gitu lho, mbak.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa memahami teorema limit yang

dipakai dalam menyelesaikan soal tersebut hanya tidak dapat menyebutkan secara

detail.

Page 119: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

(b) Soal Nomor 2b

Petikan 15

P : “Kita lanjut ke nomor 2b ya. Coba, dek aku dijelasin kerjaanmu ini.”

S : “Ya itu karena sudah teorema limit jadi benar, mbak.”

P : “Ow, gara–gara itu. Tapi perlu nggak sih kita periksa nilai limit kiri dan

kanannya”

S : “Perlu, mbak.”

P : “Lha, mana kok nggak kamu periksa?”

S : “Sudah, mbak jadi itu yang ini (menunjuk ruas kiri) lho, mbak aku pilih fungsi

f(x) nya 0, g(x) nya x, yang ini (menunjuk ruas kanan) fungsi f(x) nya 0 trus

yang g(x) karena mendekati 1 tak masukin fungsi (x-1)2+1 dapatnya 1.”

P : “Mana sih, dek limit kiri dan kanannya , mbak jadi yang bingung.”

S : “ya yang ruas kiri itu limit kanan semua, mbak, yang ruas kiri limit kiri semua,

mbak.”

Dalam petikan 13, sangat tampak bahwa siswa mengalami miskonsepsi

dalam mengaitkan antara teorema limit dengan limit kanan dan limit kiri. Siswa

mencoba untuk mengaitkan antara kedua konsep tersebut, sehingga siswa dalam

pengerjaannya tetap memeriksa nilai limit kiri dan kanan fungsi tersebut dan

menerapkannya dalam teorema. Namun, karena kesalahan dalam menghubungkan

konsep tersebut, akhirnya memberi kesimpulan yang salah dalam jawaban.

Petikan 16

P : “Waduh kok bisa gitu? Kok nggak yang ruas kiri limit kiri dan ruas kanan

limit kanan aja?”

S : “Ruas kiri dan kanannya kan bisa tak balik to, mbak sama aja. Jadi kayak yang

mbak bilang.”

P : “Wee, lha kamu dapet dari mana teori kayak gitu.”

S : “Aku sendiri, mbak. Kan diperiksa tetep limit kanan dan kirinya. Soalnya aku

belum pernah ngerjain soal kayak gini. Pak Wardi nggak pernah kasih soal –

soal seperti ini.”

Pada petikan wawancara di atas, yang menjadi penyebab miskonsepsi

adalah kekacauan pemikiran humanistik dan juga ketidakmampuan siswa dalam

Page 120: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

mengakomodasikan konsep. Hal lainnya adalah guru yang tidak pernah

memberikan soal mengenai teorema limit.

(c) Soal Nomor 2c

Petikan 17

S : “Iya, mbak. Kan dibagi pangkat tertinggi. Jadi ya kayak gitu.”

P : “O ya, aku liat lambang limit x→∞, nya kamu tulis terus ya sampai dapat 1,

kenapa itu, dek?”

S : “Ya, karena kata Pak Wardi kalau belum ketemu hasilnya harus ditulis terus.”

P : “Ow, bukan dari kamu sendiri kan kali ini?”

S : “Bukan, mbak, yakin.”

Dalam petikan 15, siswa mengalami miskonsepsi bahwa penulisan

lambang limit dituliskan dalam penyelesaian soal karena memang harus ditulis

sampai ditemukan hasilnya, tidak dihubungkan dengan konsep teorema limit.

Penyebab miskonsepsi ini adalah penjelasan dari guru.

4. Subjek Penelitian IV

(a) Soal Nomor 1a

Petikan 1

P : “Iya, dek. Kenapa kamu bisa menyimpulkan tidak ada limit?”

S : “Jadi, itu kayak gini, mbak. Kita periksa dulu limit kiri dan kanannya. Ini limit

kiriku pakai fungsinya x terus titiknya yang deket 1 tapi kurang dari 1 aku

pilihnya 0,9999”

P: “Kok pilihnya 0,99999...”

S : “Ya, karena limit itu kan pendekatan, mbak.”

P: “Lanjut jelasin.”

S: “Trus yang ini limit kanan, mbak. Fungsinya 1+x2 , nhah aku pilih 1 buat

titiknya, mbak. ”

P : “Lho, kok 1 katanya tadi limit itu pendekatan?”

S : “Emm, sik bentar, mbak. Kok aku pilih 1 ya? (berpikir sebentar) oh, ini lho,

mbak kan kan batasnya sampai sama dengan 1. Jadi kalau batasnya nggak

sampai 1 ya nggak boleh. ”

Page 121: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Dari petikan wawancara di atas, dapat diketahui siswa memahami dengan

baik konsep limit kiri dan limit kanan, tetapi salah dalam memahami konsep

pemilihan titik untuk mendapat nilai limit kiri dan kanan. Siswa memiliki

konsepsi yaitu jika daerah asal fungsi juga mendekati titik limit yang dimaksud

maka titik yang dipilih itu mendekati titik limit yang dimaksud, dan jika dalam

daerah asal fungsi terdapat titik limit yang dimaksud maka titik yang dipilih

adalah titik limit itu sendiri.

Untuk mengetahui siswa benar-benar mengalami miskonsepsi, peneliti

mengajukan suatu pertanyaan. Simak lanjutan petikan wawancara berikut.

Petikan 3

P: “Oke, lha kerjaanmu yang menunjukkan itu limit kiri dan kanan mana?”

S : “Yang ini, mbak. Yang Limit kiri x+→1 yang limit kiri x

-→1”

P : “Kamu yakin, dek, menyatakan limit kiri dan kanannya seperti itu?”

S : “Hhmmm..cukup yakin, mbak. Memang salah ya, mbak?”

Petikan 4

S : (diam dan berpikir) “Sama saja menurutku, maksudnya sama, tapi sepertine

yang umum ditulis di buku kayak yang ditulis mbak dewi ya. Heheh. Tapi

maksudnya sama kok, mbak. Ya, aku ikut umumnya aja kalau gitu besok–

besok.”

P : “Lho, kok ikut umumya, lha kamu sendiri gimana?”

S : “Ya, menurutku tadi, mbak. Ya, kalau menurut umumnya itu biasanya lebih

bener. heheheheh ”

Dari Petikan 3 dan Petikan 4 di atas, dapat diketahui siswa juga

mengalami miskonsepsi dalam penulisan limit kiri dan kanan dengan menganggap

sama makna dari x+→1 dengan x→1

+ dan juga x

-→1 sama dengan x→1

-

Petikan 5

P : “Kamu bisa berpikir kalau itu sama itu gimana sih? Apa guru pernah bilang

kayak gitu?”

S : “Aku lupa, mbak. Pak Wardi udah pernah bilang atau belum, soalnya ini cuma

dibahas pas pelajaran awal. Aku sendiri deh mbak kayaknya yang berpikir

kayak gitu.”

Page 122: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Penyebab dari miskonsepsi siswa ini lebih dikarenakan siswa salah dalam

memaknai suatu simbol dan kurangnya penekanan guru dalam penanaman

konsep.

Petikan 6

S : “Fungsi punya limit? Gimana ya, mbak. Emm gini, Kalau ketemu bilangan,

mbak. Kalau ada limit kiri dan kanannya limitnya harus sama.”

P : “Terus ada lagi?”

S : “Oya, kalau bentuk 0/0 itu nggak boleh dikerjakan langsung, berarti itu belum

punya limit. Jadi harus dikerjakan pakai cara-cara.”

Dari petikan wawancara tersebut, siswa tidak dapat menyatakan ulang

sebuah konsep yaitu konsep mengenai definisi limit.

(b) Soal Nomor 1b

Petikan 7

S : “Aku pakai turunan,mbak. Yang pangkatnya diturunkan itu, lho, mbak. ”

P : “Kenapa soal ini harus dikerjakan dengan turunan?”

S : “Lebih cepat, mbak.”

P : “Emm, apa karena cuma supaya cepat aja. Nggak ada syarat lain kasus limit

dikerjakan pakai turunan? Misalnya karena bentuk tak tentu gitu. ”

S : “Iya, mbak kata guru lesku, ada cara yang cepat daripada pemfaktoran, gitu-

gitu, mbak.”

P : “Ow, jadi ini kamu tau dari guru lesmu ya, dek. ”

S : “Iya, mbak.”

Pada petikan wawancara di atas, diketahui bahwa prakonsep siswa yang

salah bahwa menyelesaikan adalah dengan teknik turunan. Siswa juga mengalami

miskonsepsi bahwa penyelesaian limit dengan turunan adalah aspek praktis saja,

tanpa melihat syarat apa yang harus dipenuhi jika menyelesaikan dengan teknik

turunan. Penyebab dari miskonsepsi ini adalah penanaman konsep yang salah dari

orang lain.

Page 123: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

Petikan 8

P : “O ya, di dalam tes kan disediakan tabel dan grafik, kamu tau nggak

maksudnya untuk apa?”

S : “Emm, buat periksa limit kanan dan kirinya ya, mbak. ”

P : “Kok, tidak dipakai memeriksa?”

S : “Ada cara yang lebih cepat, mbak. Kenapa harus yang susah?”

Siswa sebenarnya mengetahui bahwa adanya tabel dan grafik dalam tes

digunakan untuk menentukan limit secara intuisi. Namun, siswa merasa tidak

perlu karena ada cara praktis untuk menemukannya.

Untuk meyakinkan lagi, apakah siswa benar-benar mengalami

miskonsepsi atau tidak. Simak petikan wawancara berikut.

Petikan 9

P : “Wah, coba kalau ditanya, limit kirinya dari kasus ini, kamu gimana

nyelesainnya?”

S : “Turunkan aja, mbak. Sama aja. Nha kalau dari kanan juga gitu sama. Ntar kan

dapet bilangan sama, 2 juga. Lha karena limit kiri sama dengan limit kanan

jadinya ada limitnya.”

P : “Nha, katanya di no 1a tadi limit itu didekati, kok nggak didekati 1 dari kiri

sama dari kanan?”

S : “Kan nggak ada batasnya, mbak. Kalau no 1a tadi ada batasnya.”

Dari petikan tersebut, diketahui benar–benar mengalami miskonsepsi

dalam memahami definisi secara intuisi. Siswa menganggap bahwa definisi secara

intuisi hanyalah untuk bentuk soal tertentu saja dan tidak berlaku untuk yang lain.

Siswa salah dalam menghubungkan konsep limit secara intuisi dengan konsep

bentuk fungsi.

(c) Soal Nomor 1c

Petikan 10

P : “Ya sudah, kita lanjut yang no 1c aja deh ya. ”

S : “Itu aku kerjakan kayak yang nomor 1b, turunan biar lebih cepet.”

P : “Eh iya ya, jawabannya sama juga, padahal soalnya beda ya. Kok bisa ya?”

S : “Lha hasil turunannya sama kok, mbak.”

Page 124: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

P : “Kamu nggak periksa kanan dan kirinya juga karena terlalu lama ya.”

S : “Iya lah, mbak.”

Pada petikan wawancara di atas siswa memiliki konsepsi bahwa

menyelesaikan limit fungsi lebih mudah dengan teknik turunan dalam bentuk

apapun. Siswa juga tidak memeriksa nilai limit kiri dan kanan dengan alasan

membutuhkan waktu lama.

Untuk mengetahui siswa apakah memahami atau mengalami miskonsepsi

dalam penentuan limit secara intuisi, simak petikan wawancara berikut.

Petikan 11

S : “Jadi itu kalau limit kirinya makin negatif ya , mbak. Kalau limit kanannya

makin besar nilainya.”

P : “Kalau dari itu, berarti fungsinya itu punya limit nggak di titik x mendekati 1?”

S : “Nggak, mbak soalnya kan beda ya dari kanan dan kirinya. ”

P : “Lho, kok beda ya sama kerjaan mu pakai cara turunan?”

S : “(Bingung)... (Tiba–tiba menjawab dengan tegas) Tapi bener caraku, mbak,

pakai cara turunan.”

P : “Jadi salah kalau periksa limit kiri dan kanannya dulu sesuai definisi limit?”

S : “Bukannya salah, mbak. Tapi pokoknya bener caraku, soalnya aku biasanya

pakai cara ini.”

Dapat diketahui dari petikan tersebut, bahwa siswa benar–benar

mengalami miskonsepsi dalam menentukan nilai limit bentuk tak hingga.

Walaupun siswa sebenarnya memahami menentukan limit secara intuisi, siswa

tetap mempertahankan konsepsinya yang salah. Konteks dari orang lain dan aspek

praktis menjadi penyebab miskonsepsi yang dialami siswa ini.

(d) Soal Nomor 1d

Petikan 12

P : “Ya, no 1d, jelaskan.”

S : “Nha, itu Cuma aku substitusi, mbak.”

P : “Kok, nggak pakai turunan lagi?”

S : “Lha, bentuknya nggak kompleks kok, mbak, nggak ada kuadrat–kuadratnya.”

P : “O ya, kamu tau kan, kalau daerah asal fungsi anggota bilangan apa? ”

Page 125: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

S : “Bilangan real.”

P : “Kalau tak hingga itu bilangan real atau bukan? ”

S : “Nggak tau, mbak.”

P : “Coba, dek, kita periksa nilai limit kiri dan kanannya dari tabel atau grafik

yang ada.”

S : “Nggak perlu, mbak. Tidak perlu repot–repot nanti jawabannya pasti sama.”

Pada petikan wawancara tersebut, diketahui siswa menganggap bahwa

penentuan limit di tak kehinggaan ini tidak perlu menggunakan konsep limit kiri

dan kanan (secara intuisi). Siswa mengalami miskonsepsi bahwa penggunaan

teknik L’hopital karena bentuk fungsi yang kompleks. Penyebab miskonsepsi ini

adalah aspek praktis yang sudah biasa digunakan dalam penentuan nilai limit.

Simak petikan wawancara selanjutnya untuk mengetahui penyebab lain dari

miskonsepsi ini.

Petikan 13

S : “Nggak perlu, mbak, kata Pak Wardi kalau limit tak hingga itu dibagi pangkat

tinggi aja.”

P : “Kok, kamu soal ini nggak dibagi pangkat tertinggi?”

S : “Ya, nggak papa, mbak soalnya disubtitusi bisa.”

Penyebab lain dari miskonsepsi yang dialami oleh siswa adalah

penjelasan guru yang mengatakan bahwa dalam penentuan limit di tak kehinggaan

adalah dibagi pangkat tinggi. Guru tidak mengaitkan konsep definisi limit secara

intuisi dengan konsep limit di tak kehinggaan.

(a) Soal Nomor 2a

Petikan 14

S : “Substitusi aja, mbak.”

P : “Ada toremanya nggak sih? Apa langsung substitusi aja.”

S : “Nggak paham, mbak aku teorema apa.”

Dalam petikan wawancara tersebut, siswa ternyata tidak memahami apa

yang dimaksud dengan teorema limit. Siswa hanya asal saja mensubstitusikan

nilai limit fungsi ke dalam soal tanpa dasar teorema.

Page 126: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

Untuk meyakinkan apakah siswa benar tidak paham mengenai teorema

limit, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan dasar mengenai teorema limit.

Petikan 15

S : “Kalau yang ini lim x mendekati 3 dari f(x) itu kan 10, berarti kalau lim x

mendekati 3 dari 2 f(x) itu 20. Kalau lim x mendekati 3 dari k f(x) itu 10k.

Kalau lim x mendekati 3 dari x f(x) itu 30.

P : k nya itu apa? x nya itu apa?

S : k konstanta x nya itu fungsi.

P : “Yakinkah?”

S : “Yakin,mbak.”

Dalam menjawab pertanyaan dalam wawancara tersebut, siswa

sebenarnya memahami konsep teorema limit tetapi tidak tahu nama konsep itu

sendiri.

(b) Soal Nomor 2b

Petikan 16

P : “Oke deh, kita lanjut ke nomor 2b ya. Coba, dek aku dijelasin kerjaanmu ini.”

S : “Iya,mbak, jawabanku benar. Lha, kan teorema limit, mbak, jadi benar pasti.”

P : “Kamu tidak perhatikan fungsinya?”

S : “Udah, mbak, kan udah tak pilih itu fungsinya. Hasilnya sama kok 1.”

P : “Wah, kamu nggak periksa nilai limit kiri dan kanannya?”

S : “Nggak perlu, mbak.”

Pada petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi bahwa

teorema limit adalah selalu benar dalam bentuk fungsi tersebut. Oleh karena itu,

siswa merasa tidak perlu menghubungkan antara konsep limit kiri dan kanan suatu

fungsi dengan konsep teorema limit ini.

Petikan 17

P : “Coba jelaskan aja, kenapa pilih fungsi itu?”

S : “Lha kan yang sampai batasnya 1 untuk fungsi f(x) kan 0, kalau yang g(x) kan

x.”

P : “Emm, katanya kalau limit itu pendekatan, terus fungsinya itu mirip kan sama

no 1a. kenapa nggak pakai titik yang mendekati 1 dari kanan atau dari kiri? ”

Page 127: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

S : “Lhah, mbak, kan beda ini kasusnya, kita cuma buktikan teorema limit.”

Dalam petikan 17, semakin menguatkan bahwa tidak perlunya

menghubungkan antara konsep limit kiri dan kanan suatu fungsi dengan konsep

teorema limit ini. Siswa benar–benar mengalami miskonsepsi dalam pemahaman

teorema limit.

Untuk mengetahui penyebab miskonsepsi, simak petikan 18.

Petikan 18

S : “Aku sendiri, mbak. Aku belum pernah nemuin soal kayak gitu.”

Penyebab dari miskonsepsi yang dialami siswa adalah belum pernahnya

siswa menjumpai soal mengenai teorema limit. Siswa mencoba

mengakomodasikan konsep yang siswa miliki, tetapi dalam mengakomodasi

konsep tersebut salah. Ini juga menjadi penyebab siswa mengalami miskonspesi.

(c) Soal Nomor 2c

Petikan 19

P : “Kita lanjut yang ke 2c. Kenapa dek kayak gitu?”

S : “Iya, mbak. Limit x mendekati tak hingga jadi dibagi pangkat tinggi itu.

P : “O ya, lambang limit x→∞, nya nggak kamu tulis ya.”

S : “Aku lupa, mbak seharusnya ditulis terus sampai ketemu hasil limitnya.”

P : “Jadi beda ya, dek, kalau ditulis dan nggak ditulis.”

S : “Iya, kata pak Wardi gitu.”

P : “Tau nggak alasannya kenapa?”

S : “Nggak tau, mbak. Aku nggak terlalu ngerti, mbak.”

Pada petikan wawancara tersebut, siswa sebenarnya memahami perlunya

penulisan lambang limit dalam penyelesaian soal limit fungsi, tetapi siswa

mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi ini dalam hal lambang limit harus sampai

ditemukan hasilnya, bukan karena teorema limit yang ada. Ini disebabkan

penjelasan guru yang kurang jelas.

Page 128: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

5. Subjek Penelitian V

(a) Soal Nomor 1a

Petikan 1

P : “No 1a. Kenapa, dek kamu ngerjainnya seperti itu?”

S : “(diam dan memperhatikan pekerjaannya) gini, mba, itu kan limit x mendekati

1 ya. Ya karena fungsinya seperti itu aku bagi dulu ke limit kiri dan limit

kanan. yang limit kiri ini yang limit kanan ini.(sambil nunjuk jawaban).”

Dalam petikan wawancara di atas, diketahui siswa memahami dengan

baik kaitan limit kiri dan kanan terhadap eksistensi limit suatu fungsi.

Petikan 2

P : “O ya aku tertarik jawabanmu yang limit kanan. Kenapa bisa x mendekati 1+

x2?”

S : “Soalnya kan fungsinya pas lebih dari 1 kan itu.”

P : “Kok, yang dari kiri nggak?”

S : “O iya ya. Kok yang kiri nggak ya. Berarti belum, mbak. Harusnya x

mendekati x. Eh, kok mendekati x. Oh, itu kan fungsinya x jadi tak ganti 1

langsung.”

P : “Kok ada tanda 1-?”

S : “Kan biar tau dari kiri.”

P : “Lha kok yang kanan nggak?”

S : “Heemmm, kok nggak ya.heheh. bingung aku. Ow, soalnya kan keliatan

fungsinya.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi mengenai

pemahaman titik pendekatan limit kiri dan kanan. Siswa memiliki konsepsi bahwa

titik pendekatan pada limit diganti dengan fungsi yang mendekati titik tersebut

dari kanan dan kiri.

Simak lanjutan petikan wawancara berikut.

Petikan 3

S : “Bisa, mbak. Itu kan artinya limit g(x) mendekati 1 dari kanan, yang ini dari

kiri.”

P : “Nha, kok beda sama yang kamu kerjakan? Yang bener yang mana ya?”

Page 129: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

S: “Tempatnya mbak e ni kayaknya yang bener. Tapi kan maksudnya

sama,mbak.”

Siswa benar–benar mengalami miskonsepsi mengenai pemahaman titik

pendekatan limit kiri dan kanan dan menganggapnya sebagai pengekspresian

untuk menunjukkan limit kiri dan kanan, sehingga menganggap sama antara

lambang limit kiri dan kanan dengan hal tersebut.

Petikan 4

P : “Lha memangnya kamu nggak pernah menjumpai soal–soal kayak gini? ”

S : “Jarang,mbak. Makanya aku nggak terlalu memperhatikan.toh, juga Pak Wardi

nggak banyak kasih soal yang kayak gini to,mbak.”

Dari petikan wawancara di atas, penyebab miskonsepsi siswa adalah

kurangnya penekanan guru dalam penanaman konsep yang mengakibatkan siswa

cenderung tidak memperhatikan konsep limit itu sendiri.

(b) Soal Nomor 1b

Petikan 6

P : “Oke, kita lanjut ke no 1b. Jelasin dek, kerjaanmu.”

S : “Itu ngitung pakai pemfaktoran itu lho, mbak.jadi ketemunya itu, 2, jadi ada

limitnya.”

Petikan wawancara tersebut menunjukkan, siswa memiliki konsepsi

bahwa menentukan limit bentuk 0/0 adalah dengan cara menghitung.

Petikan 7

P : “Ow,gitu.. Tak tanya kalau gitu. Kenapa kamu harus ngitung seperti itu? Kok

harus difaktorin dulu?”

S : “Ya kan memang caranya gitu.”

P : “Kalau aku substitusi langsung boleh ndak?”

S : “Sik,bentar, tak coba dulu. Kalau disubstitusi langsung itu, jadinya 0/0. Nha,

kata Pak Wardi kalau kayak gini itu nggak boleh dikerjain langsung.”

P : “Kenapa ya kok gitu? Memang bentuk apa?”

S : “Kalau 0/0 limit bentuk tak tentu ya,mbak.”

Dari petikan di atas, siswa benar dalam memahami bahwa bentuk 0/0

adalah bentuk tak tentu, tetapi salah dalam memahami konsep mengapa bentuk

Page 130: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

tak tentu harus dengan cara pemfaktoran. Siswa menyatakan bahwa bentuk tak

tentu tidak boleh dikerjakan secara langsung. Penyebab miskonsepsi ini adalah

dari penjelasan guru.

Agar mengetahui apakah siswa mengalami miskonsepsi limit bentuk tak

tentu secara intuisi. Simak petikan wawancara berikut.

Petikan 7

S : “Ya, dari kiri itu 1,9999, trus yang dari kanan 2,00001 mbak. Jadi kalau

dibulatin dari kiri kanan itu 2.”

P : “Trus, jadi punya limit nggak fungsi itu?”

S : “Punya,mbak. 2 itu to,mbak. Sama kan sama jawabanku. Lebih praktis

caraku.”

Pada petikan wawancara di atas. Siswa bisa memahami dalam

menentukan limit secara intuisi.

(c) Soal Nomor 1c

Petikan 9

S : “Jadi gini mbak. Aku substitusi 1 ke fungsinya jadinya 2/0 jadi ketemunya tak

terhingga. (dalam tes siswa menulis ”∞”)”

P : “Kalau tak hingga itu punya limit kah?”

S : “Tidak punya,mbak.”

P : “Kamu yakin, itu dibaca tak hingga?”

S : “Iya, mbak.”

P : “Kalau lambang itu (“∞”) bisa dibaca apalagi sih?”

S : “Tak terdefinisi,mbak.”

P : “Nha kalau fungsi limitnya tak terdefinisi tu gimana?”

S : “Ya kalau misalnya tidak ketemu bilangan.”

S : “Tak hingga itu bilangan bukan?”

P : “Bilangan, mbak. Bilangan yang makin banyak.”

Dari wawancara di atas, siswa memiliki konsepsi awal dalam

menyelesaikan limit bentuk tak hingga adalah dengan menghitung. Siswa sudah

memahami bagaimana prosedur hitung limit. Siswa mengalami miskonsepsi

Page 131: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

dalam kata “tak hingga” yaitu dengan mendefinisikannya sebagai bilangan yang

makin banyak.

Petikan 10

S : “Dari kanan itu, makin gede terus. Yang dari kiri makin kecil terus.”

P : “Nhah, dari kanan gitu, dari kiri gitu. Jadinya fungsinya punya limit nggak di

titik 1?”

S : “Punya, mbak. Karena bilangannya ndak sama.”

P : “Lha kok beda sama jawabanmu ada limit tak hingga.”

S : “Tapi sepertinya yang betul tempatku lho,mbak. Aku ngitungnya dah bener

kok.”

Pada petikan wawancara di atas, sebenarnya siswa memahami konsep

limit secara intuisi dan memberi kesimpulan yang benar. Namun, siswa ini benar–

benar mengalami miskonsepsi karena tetap mempertahankan prakonsepnya

sendiri yang sebenarnya memberi kesimpulan yang salah.

(d) Soal Nomor 1d

Petikan 11

P : “Oke kita lanjut ke no 1d, jelasin ya?”

S : “Ya, itu cuma aku substitusi. Jadine jawabane “∞”.

P : “Berarti ada limitnya ya?”

S : “Ada, mbak. Ya tak terhingga itu.”

P : “Memangnya 1/∞ itu ∞ ya?”

S : “Iya kan kayak tadi ∞ itu kan makin gede to jadi ya 1 kalau dibagi ∞ ya tak

hingga juga.”

P : “Emm, kalau itu bentuk limit apa? ”

S : “Bentuk limit tak hingga, sama kayak no 1c.”

Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa siswa memiliki

prakonsep bahwa menentukan nilai limit di ke tak kehinggaan dengan prosedur

hitung. Siswa salah dalam memahami konsep limit di tak kehinggaan adalah limit

bentuk limit tak hingga. Siswa mengalami miskonsepsi dalam memaknai “1/∞”

adalah “∞”, siswa salah dalam memaknai arti lambang tersebut sehingga memberi

kesimpulan yang salah.

Page 132: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

Petikan 12

S : “Dari tabel aja deh, mbak. Kalau x nya makin kanan, berarti 0,00000... nya

banyak berarti 0. Trus yang makin ke kiri, -0,0000... juga makin banyak berarti

0 juga.”

P : “berarti punya limit?”

S : “0, mbak limitnya.”

P : “Kok beda? Mana yang bener?”

S : “Lebih benar dengan yang menghitung. Kalau cari nilai limit itu ya dihitung.

Itu kan Cuma berlaku kalau ditanya limit kiri dan kanan.”

Pada petikan tersebut, siswa sebenarnya memahami bagaimana

menentukan limit secara intuisi. Namun, siswa mengalami miskonsepsi karena

menganggap bahwa jawaban yang benar adalah dengan perhitungan. Penyebab

dari miskonsepsi adalah prakonsep atau konsepsi awal yang dimiliki siswa dalam

menentukan suatu limit di tak kehinggaan.

(a) Soal Nomor 2a

Petikan 13

P : “Oke deh lanjut ke soal no 2a. itu bisa jawab gitu kenapa?”

S : “Ya gitu, mbak tak substitusi langsung, kan diketahui nilai limitnya.”

P : “Tau, nggak kenapa gitu? Emang sama ya kayak subsitusi nilai fungsi?”

S : “Tidak tahu, mbak.”

Pada petikan wawancara di atas, siswa tidak paham dengan jawaban yang

ditulis mengapa demikian. Untuk mengetahui lebih lanjut, simak petikan14.

Petikan 14

S : “Kalau yang ini lim x mendekati 3 dari f(x) itu kan 10, berarti kalau lim x

mendekati 3 dari k f(x) itu 10k. Kalau lim x mendekati 3 dari 2 f(x) itu 20.

Kalau lim x mendekati 3 dari x f(x) itu 10x.”

P : “k nya itu apa? x nya itu apa?”

S : “x sama k nya itu konstanta.”

P : “Yakinkah?”

S : “Yakin,mbak.”

Page 133: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

Dalam jawaban siswa pada saat wawancara tersebut, sebenarnya siswa

sudah memahami pertanyaan dasar teorema limit, tetapi hanya tidak bisa

menghubungkan konsep dengan soal yang menerapkan teorema limit tersebut.

(b) Soal Nomor 2b

Petikan 14

S : “Iya,mbak, jawabanku benar. Ya itu karena udah aturannya to,mbak.”

P : “Kok bisa kamu memilih 1 + 1=2 di ruas kanan dan kiri itu gimana?”

S : “Ya kan, itu kan aturan limit jadi aku pilih yang fungsinya 1 semua, biar

terbukti benar.”

P : “Perlu nggak kita memperhatikan nilai limit kanan dan kirinya?”

S : “Nggak perlu, mbak. Kan sudah aturan itu.”

Pada petikan 14, siswa mengalami miskonsepsi yaitu siswa menganggap

teorema limit selalu berlaku benar. Oleh karena itu, siswa tampak memaksakan

suatu hasil dengan pemilihan fungsi agar hasilnya adalah terbukti benar.

Petikan 15

P : “Pak Wardi yang ngajarin? Atau baca buku?”

S : “Bukan,mbak. Pak Wardi nggak pernah kasih soal kayak gitu.”

Penyebab dari miskonsepsi tampak dari jawaban siswa pada petikan

wawancara di atas, bahwa siswa tidak pernah menjumpai soal mengenai

pemahaman teorema limit sehingga siswa mencari jalan keluar sendiri untuk

memahaminya.

(c) Soal Nomor 2c

Petikan 16

P : “Kita lanjut yang ke 2c. Dapat 1 dari mana?”

S : “Dari dibagi pangkat tinggi. Kan ketemunya nanti x/x dibagi x/x nah dicoret –

coret jadinya kan 1.”

P : “gitu ya. O ya, aku mau tanya aja kalau aku tulis kayak gini bener nggak?

(Peneliti menyodorkan 2 bentuk prosedur hitung yang pertama adalah dengan

menuliskan lambang limit di depan perhitungan yang satunya tidak). ”

S : “Bener, mbak dua–duanya. Nggak ada bedanya. Cuma penulisan aja. Tapi

maksudnya sama.”

Page 134: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

Pada petikan wawancara tersebut, siswa salah dalam memahami konsep

penulisan lambang limit dalam proses penyelesaian soal limit. Siswa menganggap

sama saja apabila lambang tersebut tidak dituliskan. Siswa dalam hal ini kurang

memahami teorema limit.

6. Subyek Penelitian VI

(a) Soal Nomor 1a

Petikan 1

P : “Kamu tulis tidak punya limit kenapa?”

S : “Lha, itu nilai dari limit kanan sama kirinya bedo tu, mbak. Jadi setauku nggak

punya nilai limit.”

P : “O ya, dek, itu tidak ada limit karena nilai limit kanan dan kirinya beda ya.

Berarti suatu fungsi dikatakan memiliki limit yang gimana.”

S : “Ya, nilai limit kiri dan kanannya mendekati nilai yang sama, mbak.”

Dari petikan wawancara tersebut, siswa dapat memahami dengan baik,

kaitan limit kanan dan limit kiri dengan eksistensi limit suatu fungsi.

Petikan 2

P : “Ow, karena itu ya. Di jawabanmu itu tertulis limit kiri yang ini, limit kanan

yang ini (menunjuk jawaban).”

S : “Iya, mbak untuk menunjukkan yang limit kanan mana yang limit kiri mana.

Itu caranya.”

P : “Bukan pakai lambang yang seperti ini ya? (menulis lambang limit kanan dan

kiri).”

S : “Ya, itu cara lain, mbak. Kalau pakai ditulis kata-kata kan lebih jelas. Nggak

ada bedanya juga, mbak.”

P : “Ya beda kan, dek. Yang satunya pakai lambang limit yang satunya seperti

mencari nilai fungsi. ”

S : “Lha justru itu, makanya ditulis mana limit kiri dan kanan, juga fungsinya

yang dipilih juga harus benar.”

Pada petikan 2 di atas, dapat diketahui siswa salah dalam memahami

konsep pernyataan limit kanan dan limit kiri adalah dengan menuliskan kata-kata.

Page 135: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

Untuk mengetahui penyebab dari miskonsepsi yang dialami siswa. Simak

baik-baik petikan wawancara berikut.

Petikan 3

S : “Diterangke kok, mbak tapi ya pas pertemuan pertama-pertama gitu, dah lama

banget tuh.”

P : “Lha, kamu bisa ngerti limit kiri dan kanan terus gimana punya limit itu pie?”

S : “Ya, Cuma dari penjelasan pak Wardi aja. Dibaca lagi catatannya gitu.”

P : “Ya, tadi kamu bisa bilang kalau limit kiri dan kanan itu ditulis pernyataannya

aja gimana. ”

S : “Lha kan maksudnya sama, mbak. Nggak ada yang kasih tau. Tak pikir-pikir

sendiri. Di soal-soal juga nggak pernah ditanyakan.”

Dari petikan wawancara tersebut, penyebab miskonsepsi yang dilakukan

siswa adalah karena aspek praktis siswa yang menganggap sama dalam hal

pernyataan kata-kata dengan lambang limit dan kurangnya guru dalam penanaman

konsep.

(b) Soal Nomor 1b

Petikan 4

S : “Iya, mbak. Nomor ini aku pakai cara difaktorkan dulu baru dicoret-coret terus

dapat 1+1=2. Jadi ada nilai limitnya.”

P : “Oke. Di dalam tes ini kan ada ya itu, grafik atau tabel untuk membantu kamu

biar nggak ngitung. Kok nggak dipakai ya? ”

S : “Lha males og, mbak.”

P : “Ya udah, coba yo, kalo pakai grafik atau tabel bisa nggak. ”

S :”Bisa, mbak. Itu kan dihubungkan sama limit kiri kanan to, mbak. Ya, kalau

aku baca dari tabel kita bisa limit kirinya sama 2 limit kanannya juga dekat

sama 2. Berarti sama-sama 2, mbak.”

P : “Lha, bagus gitu. Bisa tahu nilai limitnya nggak pakai ngitung.”

S : “Iya ya, mbak.”

Pada petikan wawancara di atas, siswa sebenarnya bisa menghubungkan

definisi konsep limit secara intuisi dengan konsep limit bentuk tak tentu.

Page 136: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

Petikan 5

S : “0/0, mbak. Oh ya, mbak aku inget sekarang, kan 0/0 itu kan limit fungsi yang

tidak bisa ketemu nilainya langsung.”

P : “Kok bisa?”

S : “Iya, kan kalau 0/0 itu nggak ketemu nilainya, jadi nggak bisa dikerjakan

langsung. Makanya tadi pakai pemfaktoran.”

P : “Oke.oke. kalau itu menurutmu.”

Pada petikan 5, siswa mengalami miskonsepsi bahwa limit 0/0 adalah

limit yang tidak memiliki jawaban secara langsung. Penyebab dari miskonsepsi

yang dialami siswa ini adalah konteks bahasa sehari-hari siswa dan kesalahan

siswa dalam memaknai kata.

Petikan 6

P : “Jadi, menurutmu yang bener itu pakai ngitung pemfaktoran atau yang

pendekatan limit kiri dan kanan.”

S : “Dua - duanya bener, kalau yang pakai tabel itu kayaknya malah dasar banget

ya, mbak. Nha, mungkin lebih cepet pakai ngitung.”

Dari petikan wawancara tersebut siswa dapat mengetahui dasar

penentuan limit bentuk tak tentu adalah sesuai definisi konsep limit.

(c) Soal Nomor 1c

Petikan 7

P : “Masuk ke nomor 1c. Dek, aku liat kamu pake pendekatan limit kiri dan kanan

ya?”

S : “Ya, aku coba aja mbak pakai limit kiri dan limit kanan.”

Dari petikan 7, diketahui siswa mencoba menghubungkan konsep limit

bentuk tak hingga dengan definisi konsep limit secara intuisi.

Petikan 8

P : “Aku pengen tahu, dek. Dari limit kiri kamu dekati ya pakai titik 0,99999 terus

yang kanan kok 1,99999 kan mendekati 1. Bukannya itu malah mendekati 2.”

S : “Bentar ya, mbak. Tak inget-inget dulu. O, iya, itu kan titik yang paling kanan,

mbak, yang paling jauh dari 1 gitu.”

P : “Loh, maksudnya gimana?”

Page 137: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

S : “Gini lho, mbak, limit kiri itu diambil adalah titik yang paling kiri dekat

dengan 1 kalau yang kanan adalah titik yang paling kanan sendiri dari 1.”

P : “Lhoh, bukannya misalnya kita ambil paling kanan itu ambil 1,000001 sekian

gitu dong. Kan itu paling dekat dengan 1 di sebelah kanan. ”

S : “Bukan itu, mbak maksudnya, paling kanan itu yang paling jauh di kanan.”

P : “Lha kok yang kiri bukan 0,0000001 sekian kan itu malah lebih jauh ke kiri

dari 1 daripada 0,9999? ”

S : “(diam lama) Berarti yang di tes itu, salah mbak aku salah ambil titik yang

kiri.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa salah dalam memahami konsep

pemilihan titik untuk limit kanan dan limit kiri. Siswa menganggap hanya titik

yang paling kanan dan kiri yang mempengaruhi nilai limit.

Petikan 9

P : “Kamu yakin seperti itu? Nggak kebalik ya, dek. Titik yang paling kiri itu ya

pas yang di sebelah kiri dan yang paling kanan itu ya yang pas di sebelah

kanan limit?”

S : “Ya bukan to, mbak.”

P : “Lha terus nilai fungsi yang lain di titik-titik sebelah kiri dan kanan nggak

berpengaruh sama nilai limitnya fungsi nanti?”

S : “Sepertinya sih nggak, mbak. Kan namanya juga limit kanan dan limit kiri.”

P : “Hhmm. Yakin, dek? ”

S : “Cukup yakin.”

Pada petikan 9, siswa mempertahankan konsepsinya mengenai titik untuk

menentukan limit kiri dan limit kanan.

Petikan 10

S : “Ya, aku mikir-mikir aja sendiri, mbak, pas baca buku gitu. Sama dikasih tau

teman. Kenapa, mbak salah ya?”

P : “Nggak, Cuma tanya aja kok, dek.”

Dari petikan wawancara tersebut, diketahui msikonsepsi adalah konteks

penjelasan orang lain dan kesalahan siswa dalam memaknai kata “limit kanan”

dan “limit kiri”.

Page 138: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

Petikan 11

S : “Limit apa ya? Emang bentuk apa aja to, mbak, aku nggak hafal.”

P : “Haduh, kamu itu. Ya aku bantuin deh. Limit bentuk tak tentu bukan?”

S : “Hmm... bukan, mbak itu kan yang no1b.”

P : “Limit bentuk tak hingga bukan?”

S : “Emm... bukan juga.”

P : “Lho, kenapa?”

S : “Kalau bentuk limit tak hingga itu berarti jawabannya selalu tak hingga.”

P : “Bener?”

S : “Lha bentuk limit tak hingga kan, mbak, jadinya jawabannya selalu tak

hingga.“

Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi bahwa

limit bentuk tak hingga adalah limit yang selalu bernilai tak hingga.

(d) Soal Nomor 1d

Petikan 12

P : “Bagus. Memang limit di tak kehinggaan itu apa ya?”

S : “Limit di tak kehinggaan itu limit yang hasilnya nanti 0 dan tak hingga.”

P : “Lhah. Kok bisa?”

S : “Nha, biasanya di soal gitu og, mbak.”

Dari petikan wawancara tersebut, siswa mengalami miskonsepsi bahwa

limit di tak kehinggaan adalah limit yang nantinya memiliki nilai 0 dan tak

hingga.

Untuk mengetahui lebih lanjut, simak petikan wawancara berikutnya.

Petikan 13

P : “Masa’ to dek?”

S : “Menurutku sih, mbak. Lha kan biasanya di soal gitu.”

P : “Coba kita loncat di no.2c itu juga sama lha kok jawabanmu 1?”

S : “Ow, iya ya. Salah aku, mbak. Berarti limit di tak kehinggaan itu limit yang

dibagi dengan pangkat tinggi dari variabelnya.”

P : “Ealah, dek.”

Page 139: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

Pada petikan 13, siswa menganggap salah pernyataan yang pertama.

Siswa mengalami kesalahan konsep bahwa limit di tak kehinggaan adalah limit

yang dibagi pangkat tertinggi dari variabel.

Petikan 14

P : “Pernah dijelasin guru seperti itu?”

S : “Aku lupa, Pak Wardi pernah diterangke belum. Tapi aku titeni dari soal-soal

yang aku biasanya kerjakan.”

Dalam petikan wawancara tersebut, penyebab miskonsepsi adalah

konteks soal-soal yang dijumpai siswa.

(a) Soal Nomor 2a

Petikan 15

S : “Ya 2a dulu aja, mbak.”

P : “Ya jelaskan dek.”

S : “Aku substitusi aja, mbak. Kan sama itu kalau kita cari nilai fungsi-fungsi

gitu.”

P : “Jadi bukan karena ada teoremanya?”

S : “Bukan.”

Dalam petikan wawancara tersebut, siswa mengalami tidak paham bahwa

ada hubungan teorema limit dengan penyelesaian soal limit.

(b) Soal Nomor 2b

Petikan 16

S : “Kalau yang no.2b itu aku jawab benar, mbak. Karena itu sudah teorema

limit.”

P : “Jadi kalau teorema limit itu mesti benar. Tidak kamu hubungkan dengan

fungsinya.”

S : “Sudah, mbak, kan terbukti sama ruas kanan dan kirinya. Berarti teoremanya

benar, mbak.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa salah dalam memperhatikan nilai

limit dari masing-masing fungsi pada soal. Namun, dalam hal ini tidak dapat

disimpulkan siswa tersebut mengalami miskonsepsi.

Page 140: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

Untuk mengetahui penyebab kesalahan yang dialami siswa dari petikan

15 dan 16, simak petikan wawancara berikut.

Petikan 17

S : “Aku nggak pernah nemukan soal-soal kayak gitu, mbak. Guru nggak pernah,

mbak memberikan soal-soal ini.”

P : “Terus kamu tau dari mana kalau gitu.”

S : “Aku hubungkan-hubungkan sendiri.”

Penyebab miskonsepsi yang dialami siswa adalah guru yang tidak pernah

memberikan permasalahan mengenai teorema limit.

(c) Soal Nomor 2c

Petikan 18

P : “Jelaskan,dek, nomor terakhir.”

S : “Itu bagi pangkat tinggi tadi kan soalnya limit di tak kehinggaan.”

P : “Terus aku liat kamu tulis terus ya, dek lambang limitnya , boleh nggak

dihilangkan lambangnya?”

S : “Nggak boleh, mbak. Kata guruku. Kalau belum ketemu limitnya itu nggak

boleh hilang.”

P : “Jadi lambangnya dihilangkan itu kalau udah ketemu nilainya?”

S : “Iya, mbak. Setauku dijelasin gitu.”

Dari petikan wawancara di atas, siswa mengalami miskonsepsi bahwa

penulisan lambang limit adalah jika nilai limit belum ditemukan maka lambang

limit harus ditulis. Penjelasan guru adalah penyebab miskonsepsi yang dialami

siswa.

3. Hasil Validasi dan Analisis Data

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap guru beserta siswa

dan wawancara yang dilakukan kepada siswa, dapat diketahui bagaimana metode

guru dalam menyampaikan materi pokok limit fungsi. Dari kedua hal ini juga

diketahui bagaimana siswa mengikuti proses pembelajaran dan mempelajari

materi pokok ini.

Page 141: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

Kegiatan pendahuluan terdiri dari 3 bagian yaitu apersepsi, motivasi, dan

menyampaikan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini guru sudah memenuhi ketiga

bagian tersebut dalam kegiatan pendahuluan. Namun, bagian apersepsi dan

motivasi hanya dilakukan pada pertemuan awal. Sebelum menjelaskan definisi

limit, guru menggunakan apersepsi yaitu ilustrasi tertentu yang dikaitkan dengan

limit fungsi. Guru juga mengaitkan dengan materi prasyarat yaitu nilai suatu

fungsi yang dipakai dalam tabel nilai fungsi untuk menjelaskan nilai limit suatu

fungsi. Pada beberapa pertemuan berikutnya guru tidak banyak memberikan

apersepsi sebelum memulai kegiatan inti.

Pada kegiatan inti, guru cenderung memakai metode ceramah

(ekspositori) yang di dalamnya terdapat kegiatan diskusi kelompok siswa dan

diskusi kelas. Media yang digunakan guru dalam memberikan materi pokok dan

konsep limit fungsi adalah hand out yang dibuat oleh guru sendiri. Hand out ini

diberikan kepada siswa sesuai sub materi pokok limit fungsi. Di dalam hand out

tersebut, berisi berbgai macam soal mengenai materi pokok ini. Hand out ini

dibuat dengan maksud agar siswa secara mandiri dapat mempelajari materi pokok.

Hand out semacam ini juga disenangi oleh siswa karena siswa dapat mengetahui

dan mengapikasikan pengetahuan mengenai materi pokok ke dalam berbagai jenis

soal.

Guru dalam penjelasan materi lebih banyak langsung mengaplikasikan

suatu konsep ke dalam soal yang ada dalam hand out. Guru tidak banyak

menanamkan konsep secara jelas kepada siswa. Namun di dalam penjelasan, guru

juga tidak mendominasi kelas selama pelajaran berlangsung. Guru tidak melulu

memberi contoh kepada siswa dengan mengerjakan suatu soal untuk dicatat, tetapi

guru memberi banyak kesempatan untuk siswa belajar mandiri. Dapat dikatakan

guru berhasil dalam kegiatan eksplorasi dan elaborasi. Guru juga memberi

konfirmasi kepada siswa terhadap hal-hal yang belum dipahami. Untuk

mengetahui seberapa jauh siswa memahami materi pokok, guru selalu berkeliling

kelas saat diskusi antar siswa dilakukan, sehingga terjadi komunikasi antara guru

dengan siswa secara personal.

Page 142: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

Kegiatan penutup yang biasa dilakukan guru adalah menyimpulkan

materi yang dibahas pada hari itu. Namun, guru tidak memberi evaluasi untuk

mengetahui bagaimana siswa dalam memahami konsep limit fungsi ini secara

individu. Hal ini seharusnya dilakukan agar guru dapat mengetahui apakah siswa

mengalami kesalahan dalam memahami konsep.

Di dalam pembelajaran, siswa tergolong aktif dalam mengikuti proses

tersebut. Saat guru mulai menjelaskan materi, perhatian siswa terpusat kepada

guru dan sebagian besar siswa senang untuk mencatat penjelasan guru. Siswa juga

mau menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Mengenai materi prasyarat, siswa

sudah memahaminya dengan baik, sehingga tidak mengalami kesulitan untuk

memulai materi pokok limit fungsi. Siswa lebih antusias mempelajari suatu materi

pokok dengan mengaplikasikannya ke dalam soal. Hal ini dapat diketahui

bagaimana semangat siswa dalam berdiskusi membahas soal pada hand out

dengan teman-temannya. Siswa satu dengan yang lainnya saling bertukar pikiran

dalam menyelesaikan soal.

Dapat diketahui, siswa sangat mandiri dalam mempelajari suatu materi

pokok. Kebanyakan siswa telah mempunyai prakonsep mengenai materi pokok

limit fungsi juga menyiapkan diri untuk mempelajari materi pokok ini. Siswa

tidak terlalu banyak mempedulikan dalam belajar konsep. Siswa tidak

memperdalam konsep mengenai limit fungsi. Dalam belajar konsep, siswa

mengalami kekacauan pemikiran asosiatif (pertautan konsep). Siswa juga belum

dapat menyatakan ulang sebuah konsep seperti bagaimana suatu fungsi dikatakan

memiliki limit di titik tertentu. Beberapa siswa juga masih salah dalam

mengklasifikasikan obyek-obyek menurut konsepnya. Di dalam menyajikan

konsep limit kiri dan kanan, beberapa siswa mengalami kesalahan. Kuatnya

konsep awal yang dimiliki siswa, pemikiran humanistik, serta informasi yang baru

diterima menyebabkan konsep yang dimiliki siswa menjadi kacau. Kekacauan ini

mengakibatkan miskonsepsi pada siswa. Selain itu, guru juga menjadi faktor

penyebab miskonsepsi siswa.

Page 143: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

a. Hasil Validasi Data

Dalam penelitian, dibutuhkan suatu data yang valid. Untuk mendapat

data yang valid ini dilakukan triangulasi data menurut metode yaitu metode tes,

wawancara, dan observasi.

Berikut disajikan hasil validasi dari subyek penelitian berdasarkan gaya

belajar yang dimiliki.

a). Gaya belajar visual

Siswa yang memiliki gaya belajar visual adalah subyek penelitian I dan II.

Berikut disajikan tabel hasil validasi siswa yang memiliki gaya belajar visual.

Tabel 4.9 Tabel hasil validasi data siswa yang memiliki gaya belajar visual

No.

Subyek

Hasil Validasi Data

9 1. Siswa mengalami miskonsepsi mengenai eksistensi limit suatu fungsi.

Penyebab dari miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru pada

konsep limit kanan dan kiri serta definisi limit secara intuisi.

2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan nilai limit

bentuk tak tentu adalah dengan prosedur hitung.

3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa nilai limit adalah hasil rata-rata

nilai limit kiri dan kanan.

Penyebabnya adalah aspek praktis dan kacaunya pikiran humanistik,

ketidakpedulian terhadap konsep.

4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan nilai limit

bentuk tak hingga adalah dengan prosedur hitung.

5. Siswa salah memaknai lambang “∞”, belum dapat membedakan

antara kata “tak hingga” dan “tak terdefinisi”.

Penyebab miskonsepsi adalah kekacauan pemikiran humanistik, salah

memaknai kata, dan guru yang tidak mengaitkan konsep limit bentuk

tak hingga dengan konsep definisi limit secara intuisi.

6. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan nilai limit di

tak kehinggaan adalah dengan prosedur hitung.

7. Siswa mengalami miskonsepsi dalam menyimpulkan jika nilai limit 0

Page 144: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

adalah tidak ada nilai limit untuk fungsi tersebut.

Penyebab miskonsepsi adalah salah memaknai kata/ simbol, guru

yang tidak menjelaskan kaitan antara konsep limit di tak kehinggaan

dan konsep definisi limit secara intuisi, serta hanya memberi soal –

soal mengenai limit di tak kehinggaan saja.

8. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dalam penerapan teorema limit

adalah sama dengan substitusi nilai fungsi.

Penyebab dari miskonsepsi adalah guru yang tidak pernah memberi

permasalahan mengenai teorema limit.

9. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa teorema limit berasal dari sifat

asosiatif.

Penyebab dari miskonsepsi adalah prakonsep siswa yang menganggap

sifat aljabar diterapkan dalam teorema limit. Guru yang tidak

menjelaskan mengenai teorema limit.

10. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa tidak perlu ada penulisan

lambang limit dalam penyelesaian soal limit.

Penyebabnya adalah guru tidak pernah memberikan permasalahan

mengenai teorema limit.

19 1. Siswa mengalami miskonsepsi dalam pernyataan limit kiri dan kanan

suatu fungsi.

2. Siswa mengalami miskonsepsi dalam hal bagaimana suatu fungsi

memiliki limit.

Penyebab dari miskonsepsi adalah intuisi siswa yang salah dalam

mengartikan lambang dan kata serta kurangnya guru dalam

penekanan konsep.

3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan nilai limit

bentuk tak tentu pada dasarnya adalah dengan prosedur hitung.

4. Siswa salah memahami konsep pengambilan titik dalam penentuan

nilai limit dengan definisi limit secara intuisi.

5. Siswa mengalami miskonsepsi dalam memaknai kata “0/0” .

Page 145: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

Penyebabnya adalah guru tidak mengaitkan antara konsep definisi

limit secara intuisi dengan limit bentuk tak tentu. Intuisi siswa yang

salah dalam membaca tabel dan kesalahan dalam memaknai kata.

6. Siswa memahami konsep limit di tak kehinggaan sesuai dengan

konsep definisi secara intuisi.

7. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dalam menentukan nilai limit

bentuk tak hingga dengan teknik L’hopital.

8. Siswa salah dalam memaknai kata “tak hingga” dan “tak terdefinisi”.

Penyebab adalah konteks dari orang lain yang salah, kekacauan

pemikiran, dan juga guru yang tidak menekankan suatu istilah/ kata,

serta mengaitkan konsep limit bentuk tak hingga dengan konsep

definisi limit secara intuisi.

9. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa teorema limit karena sifat

distributif aljabar.

Penyebab dari miskonsepsi adalah konteks orang lain yang salah, dan

guru yang tidak pernah memberi permasalahan mengenai teorema

limit.

10. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dalam menyelesaikan soal

limit tidak memerlukan menerapkan suatu teorema.

11. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dalam penerapan teorema limit

adalah sama dengan substitusi nilai fungsi.

Penyebab dari miskonsepsi adalah guru yang tidak pernah memberi

permasalahan mengenai teorema limit.

Page 146: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

b). Gaya belajar Auditorial

Siswa yang memiliki gaya belajar visual adalah subyek penelitian III dan IV.

Berikut disajikan tabel hasil validasi siswa yang memiliki gaya belajar audiorial.

Tabel 4.10 Tabel hasil validasi data siswa yang memiliki gaya belajar auditorial

No.Subyek Hasil Validasi Data

11 1. Siswa salah dalam pemahaman konsep penulisan limit kiri dan

limit kanan. Siswa memiliki konsepsi bahwa menunjukkan limit

kiri dan kanan dengan pemilihan fungsi dan titik.

2. Siswa mengalami kesalahan konsep dalam mendefinisikan limit

suatu fungsi.

Penyebabnya kekacauan pemikiran siswa terhadap konsep

tersebut karena berbagai informasi yang didapat baik dari buku

maupun penjelasan guru dan siswa tidak mampu

mengakomodasikan konsep, guru kurang menekankan konsep

mengenai limit kiri dan kanan.

3. Siswa mengalami kesalahan konsep bahwa cara pemfaktoran

dalam menentukan limit adalah untuk dapat mengeliminasi

suatu unsur tertentu.

4. Siswa juga mengalami miskonsepsi bahwa dalam penentuan

limit tidak memerlukan pemeriksaan limit kanan dan kiri atau

sesuai definisi secara intuisi.

Penyebabnya adalah aspek praktis dan penjelasan guru.

5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar dari penentuan nilai

limit bentuk tak hingga adalah dengan teknik l’hopital.

Siswa salah sebagian konsep dalam memaknai kata “tak

hingga”.

Penyebabnya adalah prakonsep siswa yang salah dan konteks

dari penjelasan guru les.

6. Siswa mengalami miskonsepsi dalam mengaitkan antara

teorema limit dengan limit kanan dan limit kiri.

Penyebab dari miskonsepsi ini adalah kekacauan pemikiran

Page 147: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

humanistik dan juga ketidakmampuan siswa dalam

mengakomodasikan konsep. Hal lainnya adalah guru yang tidak

pernah memberikan soal mengenai teorema limit.

7. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa penulisan lambang limit

dituliskan dalam penyelesaian soal karena memang harus ditulis

sampai ditemukan hasilnya.

Penyebab miskonsepsi adalah penjelasan dari guru.

16 1. Siswa salah dalam memahami konsep pemilihan titik untuk

mendapat nilai limit kiri dan kanan karena alasan tidak logis.

Penyebab dari miskonsepsi adalah intuisi siswa yang salah

dalam pengambilan titik untuk menentukan nilai limit.

2. Siswa juga mengalami miskonsepsi dalam penulisan limit kiri

dan kanan dengan menganggap sama makna dari x+→1 dengan

x→1+ dan juga x

-→1 sama dengan x→1

Penyebab dari miskonsepsi siswa ini lebih dikarenakan siswa

salah dalam memaknai suatu simbol dan kurangnya penekanan

guru dalam penanaman konsep.

3. Siswa salah dalam menghubungkan konsep limit secara intuisi

dengan konsep bentuk fungsi.

Penyebab dari miskonsepsi ini adalah prakonsep siswa yang

salah.

4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa cara untuk menentukan

limit bentuk tak tentu adalah dengan teknik turunan.

5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa cara untuk menentukan

limit bentuk tak hingga adalah dengan teknik turunan.

Penyebabnya adalah aspek praktis dan guru yang tidak

mengaitkan konsep limit secara intuisi dan konsep limit bentuk

tak hingga.

6. Siswa tidak paham “tak hingga” bilangan real atau bukan.

7. Siswa tidak paham bahwa penentuan limit di tak kehinggaan ini

Page 148: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

tidak perlu menggunakan konsep limit kiri dan kanan (secara

intuisi).

Penyebab miskonsepsi ini adalah aspek praktis yang sudah biasa

digunakan dalam penentuan nilai limit.

8. Siswa salah konsep bahwa jika nilai limit belum ditemukan

maka lambang limit harus ditulis.

Penyebabnya adalah penjelasan dari guru.

b). Gaya belajar Kinestetik

Siswa yang memiliki gaya belajar visual adalah subyek penelitian V dan VI.

Berikut disajikan tabel hasil validasi siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik.

Tabel 4.11 Tabel hasil validasi data siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik

No.Subyek Hasil Validasi Data

22 1. Siswa mengalami miskonsepsi mengenai titik pendekatan limit

kiri dan limit kanan.

Penyebab miskonsepsi adalah kurangnya penekanan guru dalam

penanaman konsep yang mengakibatkan siswa cenderung tidak

memperhatikan konsep limit itu sendiri.

2. Siswa mengalami miskonsepsi mengenai limit bentuk tak tentu

adalah limit yang tak boleh dikerjakan secara langsung.

Penyebab miskonsepsi adalah penjelasan dari guru.

3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan limit

bentuk tak hingga adalah dengan prosedur hitung.

4. Siswa mengalami miskonsepsi mengenai kata “tak hingga”.

Penyebab miskonsepsi adalah prakonsep siswa dan kurangnya

guru dalam penekanan konsep.

5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa dasar penentuan limit di tak

kehinggaan adalah dengan prosedur hitung.

6. Siswa salah dalam memahami konsep limit di tak kehinggaan

adalah limit bentuk limit tak hingga.

Page 149: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

7. Siswa mengalami miskonsepsi mengenai lambang “∞”.

Penyebab miskonsepsi siswa adalah kurangnya guru dalam

penekanan konsep dan selalu memberikan soal-soal hitung limit.

8. Siswa mengalami miskonsepsi dengan salah menghubungkan

konsep teorema limit dengan konsep nilai fungsi.

Penyebab miskonsepsi siswa adalah guru yang tidak pernah

memberikan permasalahan mengenai teorema limit.

9. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa jika dalam penyelesaian

soal limit belum ditemukan nilainya maka lambang limit harus

dituliskan.

26 1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa penulisan lambang limit

kanan dan kiri adalah dinyatakan dengan kata-kata.

Penyebab miskonsepsi adalah aspek praktis yang digunakan oleh

siswa, kurangnya guru dalam menekankan konsep limit kanan

dan limit kiri.

2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa limit 0/0 adalah limit yang

tidak memiliki jawaban secara langsung.

Penyebab miskonsepsi adalah konteks bahasa sehari-hari siswa

dan siswa salah memaknai kata.

3. Siswa mengalami miskonsepsi pada pemilihan titik untuk limit

kiri dan kanan.

Penyebab miskonsepsi adalah siswa salah dalam memaknai kata

“limit kanan” dan “limit kiri”.

4. Siswa mengalami miskonsepsi limit bentuk tak hingga adalah

limit yang nilai limitnya selalu nilai limit tak berhingga.

Penyebab miskonsepsi adalah guru yang tidak menekankan konsep

limit bentuk tak hingga.

5. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa limit di tak

kehinggaan adalah limit yang dibagi pangkat tinggi dari variabel-

variabel yang ada.

Penyebabnya adalah konteks dari soal-soal yang biasa dijumpai

Page 150: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

oleh siswa, serta guru yang tidak menekankan konsep limit di

tak kehinggaan.

6. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa penulisan lambang limit

adalah jika nilai limit belum ditemukan maka lambang limit harus

ditulis.

Penjelasan guru dan guru yang tidak pernah memberikan

permasalahan dan menekankan konsep teorema limit adalah

penyebab miskonsepsi yang dialami siswa.

b. Hasil Analisis Data

Berdasarkan hasil validasi data, siswa mengalami berbagai miskonsepsi

dalam materi pokok limit fungsi. Dari beberapa indikasi miskonsepsi yang ada,

dapat diketahui karakter miskonsepsi siswa ditinjau dari gaya belajar yang siswa

miliki. Hal-hal yang menjadi indikator miskonsepsi ditinjau dari gaya belajar

tersebut adalah miskonsepsi mengenai eksistensi limit fungsi dan kaitannya

dengan limit kiri dan limit kanan, miskonsepsi berbagai bentuk limit fungsi, dan

miskonsepsi mengenai teorema limit.

1. Miskonsepsi mengenai eksistensi limit fungsi dan kaitannya dengan limit

kiri dan limit kanan.

Berdasarkan hasil validasi data diperoleh beberapa miskonsepsi,

penyebab, dan karakternya dari setiap gaya belajar siswa dalam hal

miskonsepsi mengenai eksistensi limit fungsi dan kaitannya dengan limit kiri

dan limit kanan. Berikut disajikan tabel karakter dan uraian miskonsepsi

beserta penyebabnya dari setiap gaya belajar siswa.

Tabel 4.12 Tabel karakter miskonsepsi ditinjau dari gaya belajar dalam

hal konsep limit kanan dan limit kiri.

Gaya Belajar Siswa Karakter Miskonsepsi

Visual Klasifikasional

Auditorial Teoritikal

Kinestetik Teoritikal

Page 151: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

A. Gaya Belajar Visual

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar visual

adalah sebagai berikut.

1. Siswa salah dalam memahami konsep eksistensi limit suatu fungsi.

2. Siswa salah dalam memahami konsep nilai limit adalah hasil rata-rata

dari nilai limit kanan dan nilai limit kiri.

3. Siswa salah memahami konsep pengambilan titik dalam penentuan

nilai limit dengan definisi limit secara intuisi.

5. Siswa mengalami miskonsepsi dalam menyimpulkan jika nilai limit 0

adalah tidak ada nilai limit untuk fungsi tersebut.

Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya

belajar visual adalah sebagai berikut.

Penyebab dari guru yaitu :

1. guru kurang menekankan konsep definisi limit secara intuisi.

Penyebab dari siswa yaitu :

1. kacaunya pikiran humanistik dan ketidakpedulian terhadap konsep,

2. intuisi siswa yang salah membaca tabel dan salah dalam memaknai

tabel sebagai media untuk membantu menentukan nilai limit,

3. salah memaknai kata/ simbol.

B. Gaya Belajar Auditorial

Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang

memiliki gaya belajar auditorial adalah sebagai berikut.

1. Siswa salah dalam memahami konsep menyatakan limit kiri dan limit

kanan adalah dengan pemilihan fungsi dan titik.

2. Siswa salah dalam memahami penulisan lambang limit kiri dan limit

kanan.

3. Siswa salah dalam memahami konsep pengambilan titik untuk

menentukan nilai limit karena alasan yang kurang logis.

4. Siswa salah dalam memahami definisi konsep limit suatu fungsi.

Page 152: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya

belajar auditorial adalah sebagai berikut.

Penyebab dari guru yaitu :

1. kurangnya guru dalam menanamkan definisi konsep limit secara

intuisi juga konsep limit kiri dan limit kanan.

Penyebab dari siswa yaitu :

1. kekacauan pemikiran siswa terhadap konsep tersebut karena

berbagai informasi yang didapat baik dari buku maupun penjelasan

guru,

2. siswa tidak mampu mengakomodasikan konsep,

3. siswa salah dalam memaknai lambang limit.

C. Gaya Belajar Kinestetik

Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa

yang memiliki gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut.

1. Siswa salah dalam memahami konsep mengenai titik pendekatan limit

kiri dan limit kanan.

2. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa penulisan lambang limit

kanan dan kiri adalah dinyatakan dengan kata-kata.

Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya

belajar kinestetik adalah sebagai berikut.

Penyebab dari guru yaitu kurangnya penekanan guru dalam penanaman konsep

yang mengakibatkan siswa cenderung tidak memperhatikan konsep limit itu

sendiri.

Penyebab dari siswa yaitu aspek praktis yang digunakan oleh siswa.

2. Miskonsepsi berbagai bentuk limit fungsi

Berdasarkan hasil validasi data diperoleh beberapa miskonsepsi,

penyebab, dan karakternya dari setiap gaya belajar siswa dalam hal

miskonsepsi berbagai bentuk limit fungsi. Berikut disajikan tabel karakter dan

uraian miskonsepsi beserta penyebabnya dari setiap gaya belajar siswa.

Page 153: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

Tabel 4.13 Tabel karakter miskonsepsi ditinjau dari gaya belajar dalam

hal konsep berbagai bentuk limit fungsi.

Gaya Belajar Siswa Karakter Miskonsepsi

Visual Teoritikal

Auditorial Teoritikal

Kinestetik Klasifikasional

A. Gaya Belajar Visual

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar visual

adalah sebagai berikut.

1. Siswa salah dalam memahami konsep dasar penentuan nilai limit

bentuk tak tentu adalah dengan prosedur hitung.

2. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dasar penentuan nilai

limit bentuk tak hingga adalah dengan prosedur hitung, salah satunya

dengan teknik l’hopital.

3. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dasar penentuan nilai

limit bentuk di tak kehinggaan adalah dengan prosedur hitung.

Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya

belajar visual adalah sebagai berikut.

Penyebab dari guru yaitu :

1. guru yang tidak pernah mengaitkan konsep limit bentuk tak tentu

dengan definisi konsep limit,

2. guru yang tidak pernah mengaitkan konsep limit bentuk tak hingga

dengan definisi konsep limit.

3. guru yang tidak pernah mengaitkan konsep limit di tak kehinggaan

dengan definisi konsep limit

Penyebab dari siswa yaitu :

1. aspek praktis,

2. kekacauan pemikiran humanistik,

Page 154: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

3. salah memaknai lambang “∞” dengan kata “tak hingga”, “tak

terdefinisi”, dan pernyataan “0/0”.

Penyebab dari konteks yaitu penjelasan orang lain yang salah.

B. Gaya Belajar Auditorial

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar

auditorial adalah sebagai berikut.

1. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dasar penentuan limit

bentuk tak tentu adalah dengan prosedur hitung dan salah satunya

dengan teknik turunan.

2. Siswa mengalami kesalahan konsep bahwa cara pemfaktoran dalam

menentukan limit adalah untuk dapat mengeliminasi suatu unsur

tertentu.

3. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dasar penentuan limit

bentuk tak hingga adalah dengan teknik turunan.

4. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dalam penentuan limit di

tak kehinggaan adalah dengan teknik l’hopital dan tidak berkaitan

dengan definisi secara intuisi.

5. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa penentuan limit tidak

berkaitan dengan definisi limit secara intuisi.

Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya

belajar auditorial adalah sebagai berikut.

Penyebab dari guru yaitu :

1. guru yang tidak mengaitkan konsep limit bentuk tak tentu dengan

definisi konsep,

2. guru yang menjelaskan berbagai bentuk limit fungsi dengan langsung

mengaplikasikannya pada soal.

Penyebab dari siswa yaitu aspek praktis yang digunakan oleh siswa untuk

penyelesaian soal limit fungsi.

Penyebab dari konteks adalah penjelasan dari guru les yang keliru/salah.

Page 155: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

C. Gaya Belajar Kinestetik

Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa yang

memiliki gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut.

1. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa limit bentuk tak tentu

adalah bentuk limit yang tidak bisa dikerjakan secara langsung dan

tidak ada jawaban secara langsung.

2. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa limit bentuk tak hingga

adalah limit yang nilai limitnya selalu nilai limit tak berhingga.

3. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa limit di tak kehinggaan

adalah limit yang dibagi pangkat tinggi dari variabel-variabel yang

ada.

Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya

belajar kinestetik adalah sebagai berikut.

Penyebab dari guru yaitu guru yang tidak menekankan konsep limit bentuk

tak hingga dan memaknai kata “tak hingga” dan “tak terdefinisi” serta simbol

“∞”.

Penyebab dari siswa yaitu siswa salah dalam memaknai kata

Penyebab dari konteks yaitu bahasa sehari-hari siswa dan soal-soal yang biasa

dikerjakan siswa.

3. Miskonsepsi mengenai teorema limit

Berdasarkan hasil validasi data diperoleh beberapa miskonsepsi,

penyebab, dan karakternya dari setiap gaya belajar siswa dalam hal

miskonsepsi mengenai teorema limit.

Berikut disajikan tabel karakter dan uraian miskonsepsi beserta

penyebabnya dari setiap gaya belajar siswa.

Page 156: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

Tabel 4.14 Tabel karakter miskonsepsi ditinjau dari gaya belajar dalam

hal pemahaman teorema limit

Gaya Belajar Siswa Karakter Miskonsepsi

Visual Korelasional

Auditorial Korelasional

Kinestetik Korelasional

A. Gaya Belajar Visual

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar

visual adalah sebagai berikut:

1. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa dalam penerapan

teorema limit adalah sama dengan substitusi nilai fungsi.

2. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa teorema limit berasal

dari sifat distribusi sifat aljabar.

3. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa tidak perlu ada penulisan

lambang limit dalam penyelesaian soal limit.

4. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa menyelesaikan soal

limit tidak memerlukan menerapkan suatu teorema.

Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya

belajar visual adalah sebagai berikut.

Penyebab dari guru yaitu guru tidak pernah memberikan permasalahan

mengenai teorema limit, guru hanya memberi berbagai macam-macam soal

tanpa penekanan konsep teorema limit fungsi.

Penyebab dari siswa yaitu prakonsep siswa yang menganggap sifat aljabar

diterapkan dalam teorema limit

Penyebab dari konteks yaitu penjelasan orang lain yang keliru/salah.

Page 157: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

B. Gaya Belajar Auditorial

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar

auditorial adalah sebagai berikut.

1. Siswa salah konsep dalam mengaitkan antara teorema limit dengan

limit kanan dan limit kiri.

2. Siswa salah dalam memahami konsep bahwa jika nilai limit belum

ditemukan dalam penyelesaian maka lambang limit dituliskan.

Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang memiliki gaya

belajar auditorial adalah sebagai berikut.

Penyebab dari guru yaitu:

1. guru yang tidak pernah memberikan soal mengenai teorema limit,

2. penjelasan guru yang kurang tepat.

Penyebab dari siswa yaitu :

1. kekacauan pemikiran humanistik,

2. ketidakmampuan siswa dalam mengakomodasikan konsep.

C. Gaya Belajar Kinestetik

Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa yang

memiliki gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut.

Siswa mengalami miskonsepsi bahwa jika dalam penyelesaian soal limit

belum ditemukan nilainya maka lambang limit harus dituliskan.

Penyebab miskonsepsi adalah penjelasan guru, guru yang tidak pernah

memberikan permasalahan mengenai teorema limit.

Page 158: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

Dari hasil analisis data, dapat dirangkum mengenai karakter miskonsepsi.

Berikut disajikan tabel 4.15 mengenai karakter miskonsepsi secara menyeluruh

yang diambil dari hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya.

Tabel 4.15 Tabel karakter miskonsepsi dari masing-masing gaya belajar siswa

Karakter miskonsepsi

Topik miskonsepsi

Gaya Belajar Siswa

Visual Auditorial Kinestetik

Limit kiri dan kanan, eksistensi

limit suatu fungsi

Klasifikasional Teoritikal Teoritikal

Berbagai bentuk limit fungsi Teoritikal Teoritikal Klasifikasional

Teorema limit fungsi Korelasional Korelasional Korelasional

Page 159: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. SIMPULAN

Dari data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan sehingga

dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Berdasarkan gaya belajar yang dimiliki oleh siswa kelas XI IPA SMA Negeri

3 Surakarta, siswa mengalami miskonsepsi pada materi pokok limit fungsi

dalam beberapa hal yaitu miskonsepsi mengenai eksistensi limit fungsi dan

kaitannya dengan limit kiri dan kanan, miskonsepsi berbagai bentuk limit

fungsi, dan miskonsepsi mengenai teorema limit. Karakter miskonsepsi pada

setiap gaya belajar yang dimiliki siswa adalah

a. Siswa yang memiliki gaya belajar visual tidak memiliki kecenderungan

pada salah satu karakter miskonsepsi. Jadi pada gaya belajar visual, siswa

mengalami semua karakter miskonsepsi dalam beberapa hal pada materi

limit fungsi yang tersebut di atas.

b. Siswa yang memiliki gaya belajar auditorial cenderung memiliki karakter

miskonsepsi yaitu teoritikal.

c. Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik tidak memiliki kecenderungan

pada salah satu karakter miskonsepsi. Jadi pada gaya belajar kinestetik,

siswa mengalami semua karakter miskonsepsi dalam beberapa hal pada

materi limit fungsi yang tersebut di atas.

2. Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa ditinjau dari gaya belajar

siswa adalah sebagai berikut.

a. Penyebab miskonsepsi yang sama pada ketiga gaya belajar yaitu berasal

dari guru. Guru menjadi penyebab miskonsepsi karena guru kurang

menekankan konsep definisi limit secara intuisi, guru yang tidak pernah

mengaitkan konsep bentuk-bentuk limit fungsi dengan definisi konsep

limit, guru yang menjelaskan berbagai bentuk limit fungsi dengan

langsung mengaplikasikannya pada soal, penjelasan guru yang kurang

Page 160: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

tepat, dan guru tidak pernah memberikan permasalahan mengenai teorema

limit.

b. Penyebab lain dari miskonsepsi siswa yang memiliki gaya belajar visual

adalah berasal dari siswa dan konteks penjelasan orang lain yang

keliru/salah. Penyebab dari siswa antara lain:

1. kacaunya pikiran humanistik dan ketidakpedulian terhadap konsep,

2. intuisi siswa yang salah membaca tabel dan salah dalam memaknai

tabel sebagai media untuk membantu menentukan nilai limit,

3. salah memaknai kata/ simbol, lambang “∞” dengan kata “tak hingga”,

“tak terdefinisi”, dan pernyataan “0/0”,

4. aspek praktis,

5. prakonsep siswa yang menganggap sifat aljabar diterapkan dalam

teorema limit.

c. Penyebab lain dari miskonsepsi siswa yang memiliki gaya belajar

auditorial adalah berasal dari siswa dan konteks penjelasan guru les yang

keliru/salah. Penyebab dari siswa antara lain:

1) kekacauan pemikiran siswa terhadap konsep tersebut karena berbagai

informasi yang didapat baik dari buku maupun penjelasan guru,

2) siswa tidak mampu mengakomodasikan konsep,

3) siswa salah dalam memaknai lambang limit.

4) aspek praktis yang digunakan oleh siswa untuk penyelesaian soal limit

fungsi.

d. Penyebab lain dari miskonsepsi siswa yang memiliki gaya belajar

kinestetik adalah berasal dari siswa dan konteks bahasa sehari-hari siswa

dan soal-soal yang biasa dikerjakan oleh siswa. penyebab dari siswa yaitu

aspek praktis dan salah dalam memaknai kata.

Page 161: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

B. IMPLIKASI

Dengan diperolehnya kesimpulan tersebut, maka sebagai implikasi dari

penelitian ini adalah :

Secara Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, miskonsepsi siswa

dari masing-masing gaya belajar siswa memiliki karakter masing-masing,

walaupun terdapat kemiripan dalam beberapa hal pada materi pokok limit fungsi.

Hal ini menandakan bahwa gaya belajar siswa cukup mempengaruhi miskonsepsi

yang terjadi pada siswa. Dalam hal ini, belum terdapat teori yang menghubungkan

antara miskonsepsi yang terjadi pada siswa dengan gaya belajar. Untuk itu,

penelitian ini perlu dikembangakan lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana

hubungan antara miskonsepsi siswa dengan gaya belajar siswa serta faktor-faktor

yang mempengaruhinya.

Secara Praktis

Berdasarkan karakter miskonsepsi yang dimiliki siswa ditinjau dari gaya

belajar, diperlukan adanya suatu model dan metode pembelajaran di kelas yang

dapat menyesuaikan karakteristik siswa. Hal ini bertujuan agar dapat

mengkoordinasi siswa secara menyeluruh dalam memahami suatu konsep

sehingga dapat mengangani miskonsepsi yang terjadi pada siswa sesuai dengan

karakteristik yang siswa miliki yaitu gaya belajar.

C. SARAN

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti

mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :

Bagi Guru

1. Guru terus membekali diri dengan cara banyak belajar konsep. Selain

dengan terus belajar seorang guru dapat mengungkap miskonsepsi yang

mungkin juga guru sendiri alami, agar miskonsepsi tidak sampai kepada

siswa.

Page 162: 2. LIMIT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

2. Guru lebih memperhatikan konsepsi awal siswa saat akan memberikan

baru kepada siswa. agar konsepsi siswa yang salah tidak akan menjadi

penghambat bagi siswa dalam memahami materi selanjutnya.

3. Guru dapat menggunakan model dan metode pembelajaran yang dapat

menyesuaikan gaya belajar siswa sehingga dapat meminimalisasi

miskonsepsi yang terjadi pada siswa.

Bagi Siswa

1. Siswa harus lebih peduli dan memperhatikan terhadap suatu konsep pada

materi dalam pembelajaran matematika serta tidak hanya mementingkan

ketrampilan berhitung.

2. Siswa lebih belajar untuk mengaitkan antar konsep pada suatu materi dan

belajar untuk mengakomodasikan suatu konsep.

Bagi Peneliti Lain

Dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa tidak dapat terlepas dari

miskonsepsi baik siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditorial, dan

kinestetik. Maka dari itu, penelitian tentang miskonsepsi penting untuk

dikembangkan dan akan lebih baik jika ditinjau dari karakteristik yang dimiliki

siswa untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran konsep yang dilakukan

berdasarkan karakteristik tersebut.