164318610-Referat-DM-IPD

32
PENDAHULUAN Diabetes melitus ( DM ) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Pada beberapa orang DM dapat jelas terlihat dan disebabkan karena interaksi genetik, faktor lingkungan, dan gaya hidup. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. 1,2 World Health Organization ( WHO ) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute atau relatif dan gangguan fungsi insulin. 1 EPIDEMIOLOGI Di dunia insidensi DM sangat meningkat pada 20 tahun terakhir ini. Demikian juga insidensi rata-rata IFG meningkat. Meskipun di dunia insidensi DM tipe 1 dan 2 meningkat, di masa yang akan datang insidensi DM tipe 2 akan meningkat dengan cepat karena meningkatnya obesitas dan berkurangnya aktifitas. Peningkatan DM dengan usia, tahun 2000, jumlah DM berkisar 0,19% pada usia < 20 tahun dan 6,6% pada usia >20 tahun. Pada usia >65 tahun jumlah DM 20,1%. 1

description

dm

Transcript of 164318610-Referat-DM-IPD

Page 1: 164318610-Referat-DM-IPD

PENDAHULUAN

Diabetes melitus ( DM ) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Pada beberapa orang DM dapat jelas terlihat dan disebabkan karena

interaksi genetik, faktor lingkungan, dan gaya hidup. Hiperglikemia kronik pada diabetes

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ

tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.1,2

World Health Organization ( WHO ) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM

merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan

singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik

dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute atau

relatif dan gangguan fungsi insulin.1

EPIDEMIOLOGI

Di dunia insidensi DM sangat meningkat pada 20 tahun terakhir ini. Demikian

juga insidensi rata-rata IFG meningkat. Meskipun di dunia insidensi DM tipe 1 dan 2

meningkat, di masa yang akan datang insidensi DM tipe 2 akan meningkat dengan cepat

karena meningkatnya obesitas dan berkurangnya aktifitas. Peningkatan DM dengan usia,

tahun 2000, jumlah DM berkisar 0,19% pada usia < 20 tahun dan 6,6% pada usia >20

tahun. Pada usia >65 tahun jumlah DM 20,1%. Insidensi DM antara laki-laki dan

perempuan sama tetapi sedikit besar pada laki-laki usia >60 tahun.1

Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam

kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang

cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun, di lain pihak

penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif diantaranya diabetes

meningkat dengan tajam. Perubahan pola penyakit diduga ada hubungannya dengan cara

hidup yang berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola makan tradisional

yang banyak mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan ke barat-

baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak,

gula, garam dan mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti itu terutama

1

Page 2: 164318610-Referat-DM-IPD

terdapat pada makanan siap santap yang akhir-akhir ini sangat digemari terutama oleh

anak-anak muda.2

Selain itu cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai sore

bahkan kadang-kadang sampai malam hari duduk di belakang meja menyebabkan tidak

adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolah raga, apalagi bagi para eksekutif

hampir tiap hari harus lunch atau dinner dengan para relasinya dengan menu makanan

barat yang aduhai. Pola hidup beresiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya

kekerapan penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, diabetes, hiperlipidemia.2

Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit tidak

menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan

salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Perserikatan

Bangsa-bangsa ( WHO ) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap

diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun

kemudian pada tahun 2025 jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang.2

Dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan

peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86-138% yang

disebabkan oleh:

Faktor demografi: 1.) Jumlah penduduk meningkat; 2.) Penduduk usia lanjut

bertambah banyak; 3.) Urbanisasi makin tak terkendali.

Gaya hidup yang ke barat-baratan: 1.) Penghasilan perkapita tinggi; 2.) Restoran

siap santap; 3.) Teknologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerak

badan.

Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi.

Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih

panjang.2

2

Page 3: 164318610-Referat-DM-IPD

ETIOLOGI

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung

Insulin (DMTI) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin

disebabkan oleh destruksi sel ß pulau langerhans akibat proses autoimun. Sebagian besar

DM tipe 1 terjadi sebelum usia 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan

(mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal)

menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk

terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik.3,4

Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes

Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel ß dan

resistensi insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari

normal, tetapi tubuh membentuk kekebalan efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin

relatif. DM tipe 2 bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah

usia 30 tahun.3,4

Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh

hati. Sel ß tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi

defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin

pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahkan perangsang

sekresi insulin lain. Berarti sel ß pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.3

KLASIFIKASI ETIOLOGI DIABETES MELITUS (American Diabetes Association)

1. Diabetes Melitus Tipe I

( Destruksi sel ß, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

a. Melalui proses imunologik

b. Idiopatik

2. Diabetes Melitus Tipe 2

(Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai insulin relatif

sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin).

3. Diabetes Melitus Tipe Lain

3

Page 4: 164318610-Referat-DM-IPD

a. Defek genetik fungsi sel beta:

- Kromosom 12, HNF-1α ( dahulu MODY 3 )

- Kromosom 7, glukokinase ( dahulu MODY 2 )

- Kromosom 20, HNF-4α ( dahulu MODY 1 )

- Kromosom 13, insulin premoter factor-1 ( IPF-1, dahulu MODY 4 )

- Kromosom 17, HNF-1β ( dahulu MODY 5 )

- Kromosom 2, Neuro DI ( dahulu MODY 6 )

- DNA Mitochondria

- Lainnya

b. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, leprechaunism,

sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.

c. Penyakit Eksokrin pankreas: Pankreatitis, trauma/pankreatektomi,

neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus,

lainnya.

d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromatositoma,

hipertiroidisme somatostatioma, aldosteronoma, lainnya.

e. Karena obat/zat kimia: Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,

hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interferon

alfa, lainnya.

f. Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya.

g. Imunologi (jarang): sindrom “Stiff-man”, antibodi antireseptor insulin,

lainnya.

h. Sindroma genetik lain: Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom

Turner, Sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s, chorea Huntington,

Sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom

Prader Willi, lainnya.

4. Diabetes Kehamilan.1,2,3,5

DIABETES MELITUS TIPE LAIN

4

Page 5: 164318610-Referat-DM-IPD

Jenis ini sering ditemukan di daerah tropis dan Negara berkembang. Bentuk ini

biasanya disebabkan oleh adanya malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata.

Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong yang menjadi sumber

karbohidrat di beberapa kawasan Asia dan Afrika berperan dalam patogenesisnya. Dulu

jenis ini disebut Diabetes Terkait Malnutrisi (MRDM), tetapi oleh karena patogenesis

jenis ini tidak jelas maka jenis ini pada klasifikasi terakhir (1999) tidak lagi disebut

sebagai MRDM tetapi disebut Diabetes Tipe Lain.1,2

DIABETES MELITUS GESTASIONAL (GDM)

Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini meliputi

2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada

janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. Adam mendapatkan prevalensi

diabetes gestasi sebesar 2-2,6% dari wanita hamil. Diabetes gestasional terjadi kira-kira

4% kehamilan di US. Pada wanita post partum kadar glukosa dapat kembali normal,

tetapi dapat berisiko tinggi untuk berkembangnya DM kembali (30-60%).1,2

PATOFISIOLOGI

Sebagian besar gambaran patologik dari diabetes melitus dapat dihubungkan

dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut ini: 1) berkurangnya

pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa

darah sampai setinggi 300 sampai 1200 mg/dl; 2) sangat meningkatnya mobilisasi lemak

dari daerah penyimpanan lemak, sehingga menyebabkan terjadinya metabolisme lemak

yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah, yang

mengakibatkan timbulnya gejala arteriosclerosis, dan 3) berkurangnya protein dalam

jaringan tubuh.6

Hilangnya glukosa dalam urin penderita diabetes, bila jumlah glukosa yang

memasuki tubulus ginjal dalam filtrat glomerulus meningkat di atas kadar kritis, suatu

bagian kelebihan glukosa yang bermakna tidak dapat direabsorbsi dan sebaliknya

dikeluarkan ke dalam urin. Hal ini secara normal dapat timbul bila konsentrasi glukosa

darah meningkat di atas 180 mg/dl, suatu kadar yang disebut sebagai “nilai ambang”

darah untuk timbulnya glukosa dalam urin. Bila kadar glukosa darah meningkat menjadi

300 sampai 500 mg/dl, kadar yang umumnya dijumpai pada penderita diabetes berat yang

5

Page 6: 164318610-Referat-DM-IPD

tidak diobati, maka dalam urin setiap hari akan dilepaskan sebanyak 100 gram atau lebih

glukosa.6

Efek dehidrasi akibat kenaikan kadar glukosa darah pada diabetes. Pada penderita

diabetes berat yang tidak diobati, kadar glukosa darahnya dapat meningkat sampai

setinggi 1200 mg/dl, yakni 12 kali dari normal. Namun satu-satunya efek yang bermakna

akibat peningkatan glukosa tersebut adalah dehidrasi sel-sel jaringan. Hal ini terjadi

sebagian karena glukosa tidak dapat dengan mudah berdifusi melewati pori-pori

membran sel, dan naiknya tekanan osmotik dalam cairan ekstraseluler menyebabkan

timbulnya perpindahan osmotik air keluar sel.6

Selain efek dehidrasi seluler langsung akibat glukosa yang berlebihan, keluarnya

glukosa ke dalam urin akan menimbulkan keadaan diuresis osmotik. Diuresis osmotik

adalah efek osmotik dari glukosa dalam tubulus ginjal yang sangat mengurangi

reabsorbsi cairan tubulus. Efek keseluruhan adalah kehilangan cairan yang sangat besar

dalam urin, sehingga menyebabkan dehidrasi cairan ekstraseluler, yang selanjutnya

menimbulkan dehidrasi kompensatorik cairan intraseluler.6

Asidosis dan koma pada diabetes bergesernya metabolisme lemak, pada penderita

diabetes sumber energi tubuh seluruhnya bergantung pada lemak, maka kadar asam

asetoasetat asam keto dan asam β-hidroksibutirat dalam cairan tubuh mungkin akan

bertambah dari 1 mEq/liter menjadi 10 mEq/liter. Semua tambahan ini cenderung

menimbulkan asidosis.6

Efek kedua, yang bahkan jauh lebih penting dalam menyebabkan asidosis

daripada efek yang langsung meningkatkan asam keto dalam darah, adalah berkurangnya

konsentrasi natrium yang disebabkan oleh hal berikut ini: Asam keto mempunyai nilai

ambang yang rendah untuk diekskresikan oleh ginjal; oleh karena itu, bila pada diabetes

konsentrasi asam keto meningkat, maka setiap hari dalam urin dapat diekskresikan 100

sampai 200 gram asam keto. Oleh karena asam keto ini merupakan asam kuat, yang

pHnya sebesar 4,0 atau kurang, maka asam keto dalam jumlah kecil dapat diekskresikan

dalam bentuk asam; ternyata, asam keto diekskresikan dalam ikatan dengan natrium yang

dilepaskan dari cairan ekstraseluler. Akibatnya, konsentrasi natrium dalam cairan

ekstraseluler biasanya akan berkurang dan natrium digantikan oleh bertambahnya jumlah

ion hidrogen, jadi semakin memperberat asidosis.6

6

Page 7: 164318610-Referat-DM-IPD

Seluruh reaksi yang biasanya terjadi pada keadaan asidosis metabolik akan terjadi

juga pada asidosis diabetikum. Gejala meliputi pernapasan cepat dan dalam yang disebut

“pernapasan kussmaul” yang menyebabkan ekspirasi karbondioksida berlebihan dan

sangat berkurangnya jumlah bikarbonat dalam cairan ekstraseluler. Walaupun efek yang

ekstrem ini hanya terjadi pada kebanyakan kasus diabetes yang tidak terkontrol, keadaan

ini dapat menyebabkan timbulnya koma asidosis dan kematian dalam beberapa jam

setelah pH darah turun di bawah 7,0.6

GEJALA KLINIS

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang

tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai

urin. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk

mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan urin

dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang

banyak (poliuri). Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan

sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam urin,

penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini

penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan

selama melakukan olah raga.4,7

DM tipe 1, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat

ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di

dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula

tanpa insulin. Maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak

dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa

menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis

diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan

nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh

berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau

aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,

kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin,

7

Page 8: 164318610-Referat-DM-IPD

penderita diabetes tipe 1 bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali

penyuntikan insulin atau mengalami stress akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang

serius.4,7

DM tipe 2, bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika

kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih

dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi

(sampai lebih dari 1.000 mg/dl, biasanya terjadi akibat stress-misalnya infeksi atau obat-

obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan

kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-

hiperosmolar non-ketotik.4,7

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan risiko tinggi

untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi,

riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4000gr, riwayat

DM pada kehamilan, dan dislipidemia.3

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah

puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar.

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringannya negatif, perlu

pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Bagi pasien berusia >45 tahun tanpa faktor

risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan tiap 3 tahun.3

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan

penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

8

Page 9: 164318610-Referat-DM-IPD

Bukan DM Belum Pasti DM DM

Kadar Glukosa Darah Sewaktu

Plasma Vena < 110 110-199 > 200

Darah Kapiler < 90 90-199 > 200

Kadar Glukosa Darah Puasa

Plasma Vena < 110 110-125 > 126

Kapiler Darah < 90 90-109 > 110

Cara pemeriksaan TTGO adalah:

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.

2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.

3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4. Periksa glukosa darah puasa.

5. Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu

5 menit.

6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.

7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

WHO (1985) mengajurkan pemeriksaan standar seperti ini, tetapi kita hanya memakai

pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja.3,9

Pemeriksaan Laboratorium Untuk Pengelolaan DM:

a. Panel Evaluasi Awal

Dilakukan segera setelah didiagnosis DM

Tujuan Pemeriksaan:

- Menentukan penanganan yang tepat

- Deteksi risiko terjadinya komplikasi

Jenis Pemeriksaan:

9

Page 10: 164318610-Referat-DM-IPD

Glukosa puasa, Glukosa 2 jam PP, Hematologi rutin, Urine Rutin, HbA1c

(A1c), Mikroalbumin, Kreatinin, Albumin/Globulin, GPT, Cholesterol

Total, Cholesterol HDL, Cholesterol LDL-Direk, Trigliserida, Fibrinogen.

b. Panel Pemantauan 1

Dilakukan setiap 3 bulan sekali atau sesuai petunjuk dokter

Tujuan Pemeriksaan:

- Menilai pengendalian DM

- Menilai keberhasilan terapi

Jenis Pemeriksaan:

Glukosa Puasa, Glukosa 2 jam PP, HbA1c (A1c)

c. Panel Pemantauan 2

Dilakukan setiap 1 tahun sekali atau sesuai petunjuk dokter

Tujuan Pemeriksaan:

- Menilai pengendalian DM

- Menilai keberhasilan terapi

- Deteksi faktor risiko yang memicu terjadinya komplikasi

Jenis pemeriksaan:

Glukosa puasa, Glukosa 2 jam PP, HbA1c (A1c), Mikroalbumin,

Kreatinin, Albumin/Globulin, GPT, Cholesterol Total, Cholesterol HDL,

Cholesterol LDL-Direk, Trigliserida, Fibrinogen.8

DIAGNOSIS

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak

dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis

DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang

dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa

dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis

DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang

terpercaya (yang melakukan program pemantauan terkendali mutu secara teratur).

Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh

(whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria

10

Page 11: 164318610-Referat-DM-IPD

diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil

pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.9

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukan pasien adalah lemas, kesemutan, gatal,

mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika

keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl

juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM,

hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat

untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan

mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl,

kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi

glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥200 mg/dl.2,9

KOMPLIKASI

1. Akut

a. Koma hipoglikemia

b. Ketoasidosis

c. Koma hiperosmolar nonketotik

2. Kronik

a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

b. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil; retinopati diabetik,

nefropati diabetik.

c. Neuropati diabetik.

d. Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitis dan infeksi saluran

kemih.

e. Kaki diabetik.3,9,10

PENATALAKSANAAN

11

Page 12: 164318610-Referat-DM-IPD

Penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari: Pertama, terapi non farmakologi

yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang

dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai

masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan terus-menerus. Kedua,

terapi farmakologi, yang meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin.

Terapi farmakologi ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non farmakologis

yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang

diharapkan.2,3,9

Terapi Non Farmakologis:

1. Terapi Gizi Medis

Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status

gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:

a. Menurunkan berat badan

b. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic

c. Menurunkan kadar glukosa darah

d. Memperbaiki profil lipid

e. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin.

f. Memperbaiki sistem koagulasi darah.

Tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:

1. Kadar glukosa darah mendekati normal,

Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl

Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl

Kadar A1c < 7%

2. Tekanan darah < 130/80

3. Profil lipid:

Kolesterol LDL < 100 mg/dl

12

Page 13: 164318610-Referat-DM-IPD

Kolesterol HDL > 40 mg/dl

Trigliserida < 150 mg/dl

4. Berat badan senormal mungkin2,3

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola

makan diabetisi antara lain: tinggi badan, berat badan, status gizi, status kesehatan,

aktivitas fisik, dan faktor usia, faktor fisiologis seperti masa kehamilan, masa

pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lain-lain. Pada keadaan infeksi

berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian

nutrisi khusus. Masalah lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah masalah status

ekonomi, lingkungan, kebiasaan atau tradisi di dalam lingkungan yang bersangkutan serta

kemampuan petugas kesehatan yang ada.1,2,3,9

JENIS BAHAN MAKANAN

1. Karbohidrat (60-70%)

Sebagai sumber energi, karbodidrat yang diberikan pada diabetisi tidak boleh

lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh

rantai tunggal. (MUFA= monounsaturated fatty acid).

2. Protein (10-15%)

Jumlah kebutuhan protein yang di rekomendasikan sekitar 10-15% dari total

kalori perhari.

3. Lemak (20-25%)

Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori per gramnya.

Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida,

kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL,

sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA= polyunsaturated fatty

acid) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki

agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat

menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim

lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer,

sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL.2,3,9

13

Page 14: 164318610-Referat-DM-IPD

PERHITUNGAN JUMLAH KALORI

Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada atau tidaknya

stress akut, dan kegiatan jasmani

Penentuan Status Gizi Berdasarkan IMT

IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi

dengan tinggi badan (dalam meter).

Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT:

Berat badan kurang < 18,5

Berat badan normal 18,5-22,9

BB lebih ≥23,0

Dengan risiko 23-24,9

Obesitas I 25-29,9

Obesitas II ≥30

Penentuan Status Gizi Berdasarkan Rumus Broaca

Penentuan status gizi dihitung dari: (BB aktual : BB idaman) x 100%

Berat badan kurang BB < 90% BBI

Berat badan normal BB 90-110% BBI

Berat badan lebih BB 110-120% BBI

Gemuk BB > 120% BBI

Penentuan kebutuhan kalori tiap hari:

1. Kebutuhan basal:

Laki-laki : BB idaman (kg) X 30 kalori

Wanita : BB idaman (kg) X 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:

Umur diatas 40 tahun : - 5%

Aktivitas ringan : + 10%

14

Page 15: 164318610-Referat-DM-IPD

Aktivitas sedang : +20%

Aktivitas berat : +30%

Berat badan gemuk : -20%

Berat badan lebih : -10%

Berat badan kurus : +20%

3. Stres metabolik : + 10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori

5. Kehamilan trimester III dan menyusu : + 500 kalori.2,3,9

2. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan

diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dimaksud adalah jalan, bersepeda santai, jogging, berenang.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran

jasmani. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,

berkebun tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu lama kegiatan yang kurang

gerak seperti menonton televisi.

Prinsip Latihan Jasmani Bagi Diabetisi

Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur

3-5 kali perminggu

Intensitas : Ringan atau Sedang (60-70% Maximum Heart Rate)

Durasi : 30-60 menit

Jenis : Latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan

kemampuan kardio respirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda.2,3,9

Terapi Farmakologi 1,2,3,4,5,7,8,9

Macam-Macam Obat Anti Hiperglikemia Oral

Golongan Insulin Sensitizing

15

Page 16: 164318610-Referat-DM-IPD

1. BIGUANID

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin

terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi

secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Oleh karena itu metformin biasanya diberikan

dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended release.

Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk menghindarinya

sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal ( kreatinin

>1,3mg/dl pada perempuan dan >1,5mg/dl pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi hati

dan gagal jantung serta harus diberikan dengan hati-hati pada orang usia lanjut.

Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya

terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan

produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh usus sehigga

menurunkan glukosa darah dan menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan

makan. Setelah diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertingi dalam

darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh

2,5 jam.

Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan menyebabkan

hipoglikemia sehingga tidak dianggap sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat

antihiperglikemik. Metformin tidak meyebabkan kenaikan berat badan.

Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan kombinasi yang

rasional karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini dapat menurunkan

glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tuggal masing-masing, baik pada dosis

maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah.

Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan sejak awal

pengelolaan diabetes, berdasarkan hasil penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective

Diabetes Study) dan hanya 50 persen pasien DM tipe 2 yang kemudian dapat

dikendalikan dengan pengobatan tungal metformin atau sulfonylurea sampai dosis

maksimal.

Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangkan pada pasien gemuk

dengan glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi insulin dengan sulfonilurea lebih

16

Page 17: 164318610-Referat-DM-IPD

baik daripada kombinasi insulin dengan metformin. Penelitian lain ada yang

mendapatkan kombinasi metformin dan insulin lebih baik dibanding dengan insulin saja.

Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan

berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai monoterapi pada awal

pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat

merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan

kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain.

2. GLITAZONE

Merupakan obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan

sensitivitas insulin.

Mekanisme kerja Glitazone (Thiazolindione) merupakan agonist peroxisome

proliferators-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor

PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet

dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid,

diferensiasi adiposit dan kerja insulin.

Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2

jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar

antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazone.

Secara klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis

terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa puasa sampai 55 mg/dl dan A1C

sampai 1,5% dibandingkan dengan placebo. Sedang pioglitazone juga mempunyai

kemampuan menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai

terapi kombinasi dengan dosis sampai 45 mg/dl dosis tunggal.

Golongan Sekretagok Insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi

insulin oleh sel beta pankreas.

17

Page 18: 164318610-Referat-DM-IPD

1. SULFONILUREA

Digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an. Obat ini digunakan

sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama bila

konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Sulfonilurea

sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan

atau mempertahankan sekresi insulin.

Mekanisme kerja efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan merangsang

channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat

pada reseptor (SUR) pada channel tersebut maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini

menyebabkan penurunan permeabilitas K pada membran dan membuka channel Ca

tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat pada

Calmodilun dan menyebabkan eksositosis granul yang mengandung insulin.

Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk

melepaskan insulin yang tersimpan. Oleh karena itu hanya bermanfaat untuk pasien yang

masih mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat

dipakai pada diabetes mellitus tipe 1.

Pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

menghindari kemungkinan hipoglikemia. Pada keadaan tertentu dimana kadar glukosa

darah sangat tinggi, dapat diberikan sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan

perhatian khusus bahwa dalam beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas

dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna.

Bila konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dl, Sulfonilurea sebaiknya dimulai

dengan pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga

tercapai glukosa darah puasa 90-130mg/dl. Bila glukosa darah puasa > 200mg/dl dapat

diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum

makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali sehari

sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan makanan porsi terbesar.

2. GLINID

Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai struktur yang

mirip dengan sulfonilurea tetapi tidak mempunyai efek sepertinya.

18

Page 19: 164318610-Referat-DM-IPD

Repaglinid dan nateglinid kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah

pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga

diberikan 2 sampai 3 kali sehari.

Penghambat Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di

dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa

dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak

menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.

Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran pencernaan.

Acarbose mengalami metabolisme di dalam saluran pencernaan, metabolisme terutama

oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktifitas enzim pencernaan. Waktu

paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi

melalui feses.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hipoglikemi Oral:

a. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan

secara bertahap.

b. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping

obat-obat tersebut (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet,

karena lama kerjanya 24 jam).

c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya

interaksi obat.

d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah

menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada

insulin.

e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.

PENCEGAHAN 2,9

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau

tahap, yaitu:

19

Page 20: 164318610-Referat-DM-IPD

1. Pencegahan Primer:

Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada

individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

2. Pencegahan Sekunder:

Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan

terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang

sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat

dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi

masih reversible.

3. Pencegahan Tersier

Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi,

meliputi:

Mencegah timbulnya komplikasi

Mencegah progresi dari pada komplikasi agar tidak terjadi kegagalan

organ

Mencegah kecacatan tubuh

PROGNOSIS

Sekitar 60% pasien Diabetes Melitus Tergantung Insulin yang mendapat insulin

dapat bertahan hidup seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal

ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Powers C Alvin. Diabetes Mellitus. Harrison’s Principles Of Internal Medicine.

16th. Medical Publishing Division Mc Graw-Hill. North America: 2005; 2152-80.

2. Suryono Slamet. Diabetes Melitus Di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

4th . Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta: 2006; 1874-8.

20

Page 21: 164318610-Referat-DM-IPD

3. Gustaviani Reno. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. 4th . Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006; 1879-81.

4. Soegondo Sidartawan. Farmakoterapi Pada Pengendalian Glikemia Diabetes

Melitus Tipe 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th . Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta: 2006; 1882-5.

5. Yunir Em, Soebardi Suharko. Terapi Non Farmakologi Pada Diabetes Melitus.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th . Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006; 1886-9.

6. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji. Diabetes Melitus. Kapita Selekta Kedokteran.

3rd. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2001;

580-6.

7. http://www.medicastore.com .

8. Cahill F Goerge. Diabetes Mellitus. Cecil Textbook Of Medicine. 5 th. W.B.

Saunders Company. Philadelphia, London, Toronto: 1979; 1969; 1969-89.

9. Guyton C Arthur, Hall E John. Diabetes Melitus. Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. 9th. EGC. Jakarta: 1997; 1234-8.

10. http://www.merck.com

11. http://www.prodia.co.id

12. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus

Tipe 2 Di Indonesia. Semarang: 2002.

13. Davey Patrick. Diabetes Melitus. At a Glance Medicine. Erlangga. Jakarta: 266-

70.

21