Referat Penatalaksanaan Kaki DM
-
Upload
yuda-dwi-laksana -
Category
Documents
-
view
64 -
download
1
description
Transcript of Referat Penatalaksanaan Kaki DM
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes saat ini menjadi masalah kesehatan di negara maju dan
berkembang. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe2 di berbagai
penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang
diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan WHO dan International
Diabetes Foundation (IDF) menunjukkan akan ada peningkatan jumlah
penyandang DM sebanyak 2-3kali lipat pada tahun 2030. 24
Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Disease dari keseluruhan penderita diabetes, 15% menderita ulkus di
kaki, dan 12-14% dari yang menderita ulkus di kaki memerlukan amputasi.1
Setengah lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari komplikasi
ulkus diabetes, dan disertai dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi dan
amputasi kaki kontralateral. Bahkan setelah hasil perawatan penyembuhan luka
bagus, angka kekambuhan diperkirakan sekitar 66%, dan resiko amputasi
meningkat sampai 12%. 1
Untuk itu manajemen penatalaksanaan kaki pada penderita diabetes sangat
diperlukan untuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi, memperbaiki fungsi
dan kualitas hidup, mengcegah kekambuhan serta mengurangi biaya
pemeliharaan kesehatan.2,4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIABETES
a. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya. 24
Klasifikasi DM menurut PERKENI 2011
b. Patofisiologi
Pankreas adalah organ yang terletak dibelakang dan di bawah lambung
dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan
fungsi eksokrin.22,24
Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas,
memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke
dalam usus halus.
Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, yaitu: jaringan asini yang
mensekresi getah pencernaan ke dalam duodenum dan pulau langerhans
2
yang menyekresikan insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-
pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total
pankreas. Pulau langerhans berbentuk opoid dengan besar masing-
masing pulau berbeda.22,24
Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50µ, sedangkan yang
terbesar 300µ, terbanyak adalah yang besarnya 100-225µ. Jumlah semua
pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu
kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau
tersebut, yaitu: 22
Sel alfa, jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang
menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai
antiinsulin like activity.
Sel beta menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
Sel delta menyekresi somastatin, hormon penghalang hormon
pertumbuhan yang menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Sel F menyekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan
untuk fungsi yang belum jelas.
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,
dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila
ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian
disekresikan ke dalam darah sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk
keperluan regulasi glukosa darah. 25
Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa
memberikan rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat
melewati membran sel yang membutuhkan senyawa lain. Glucose
transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat dalam
berbagai sel yang berperan proses metabolisme glukosa. Fungsinya
sebagai "kenderaan" pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam
3
jaringan tubuh. Glucose transforter 2 ( GLUT 2) yang terdapat dalam sel
beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam
darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini merupakan langkah
penting, agar selanjutnya ke dalam sel, molekul glukosa tersebut dapat
mengalami proses glikolisis dan fosforilasi yang akan membebaskan
molekul ATP. Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk
mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat pada membran
sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan
depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan
Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca²⁺ sehingga meningkatkan kadar ion Ca²⁺ intrasel, suasana yang dibutuhkan
bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan
belum seutuhnya dapat dijelaskan.25,22
Pada Diabetes Tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena selsel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).24,25
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya
glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan
disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan
ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Pada Diabetes Tipe II terdapat 2 masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin kan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
4
intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. 24,25
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu,
ketoasidosis diabetik jarang terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak
sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur. 24,25,22
Diabetes Gestasional didefenisikan sebagai permulaan intoleransi
glukosa yang terjadi selama kehamilan
c. Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhanklasik
DM seperti di bawah ini: 24
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badanyangtidak dapat dijelaskan sebabnya
5
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita
Diagnosis DM dapat ditegakkan melaluitiga cara: 24
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya
keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban
75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat
dilihat pada bagan1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil
dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi
kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka
dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasaterganggu (GDPT). 24
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199
mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan
glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL(5,6 – 6,9
mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.
6
Kriteria diagnosis DM
7
d. Terapi
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas
hidup penyandang diabetes. Dalam jangka pendek menghilangkan
keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai
target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang: mencegah dan
menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan
neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil
lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatan mandiri dan perubahan perilaku. 24,25
Terapi diabetes tipe 2 pada dasarnya terapi diabetes meliputi edukasi,
terapi gizi, latihan jasmani, dan farmakologis. Edukasi meliputi tentang
penjelasan pasien terhadap penyakitnya, pengetahuan tentang
pemantauan glukosa darah mandiri, serat tanda dan gejala hipoglikemia
serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. 24,25
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan
jumlah makanan, ter utama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.22,24
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 4565% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan. Makanan
harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Gula
dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain. Sukrosa tidak
boleh lebih dari 5% total asupan energi. Pemanis alternatif dapat
digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman
konsumsi harian (AcceptedDaily Intake. Makan tiga kali sehari untuk
8
mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan
dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 2025% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7 %
kebutuhan kalori . Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya
dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu
dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak
trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
Protein
Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein
yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien dengan nefropati perlu
penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologiktinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur. Mereka yang
hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg. Sumber natrium
antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untukkesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah± 25 g/hari.
Pemanis alternative.
9
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis
tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan
fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol,
mannitol, sorbitol danxylitol. Dalam penggunaannya, pemanis
berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes
karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak berkalori yang
masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan
sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake /
ADI).
Kegiatan jasmani seharihari dan latihan jasmani secara teratur (34
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan seharihari seperti berjalan kaki
ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka
yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
10
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral24,25
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan
glinid
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang.
Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan
lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan
hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjur
kan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin
fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
- Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPARg), suatu reseptor
inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung kelas IIV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada
pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
11
pemantauan faal hati secara berkala. Golongan rosiglitazon sudah
ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.
- Penghambat glukoneogenesis (metformin)
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati,
serta pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian
metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan
memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat
tersebut
- Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah
kembung dan flatulens
- DPPIV inhibitor
Glucagon-like peptide-1(GLP1) merupakan suatu hormon peptida
yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi
oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam
saluran pencernaan. GLP1 merupakan perangsang kuat
penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP1 diubah oleh
enzim dipeptidyl peptidase4 (DPP4), menjadi metabolit GLP1-
(9,36)amide yang tidak
aktif.
12
2. Injeksi
- Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a) Penurunan berat badan yang cepat
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c) Ketoasidosis diabetic
d) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
g) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
h) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan
i) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j) Kontraindikasidan atau alergi terhadap OHO
- Jenis dan lama kerja insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
a) Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
b) Insulin kerja pendek (short acting insulin)
c) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
d) Insulin kerja panjang (long acting insulin)
e) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah
(premixed insulin).
- Efek samping terapi insulin
a) Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya
hipoglikemia.
b) Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab
komplikasi akut DM.
c) Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap
insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi
insulin.
- Agonis GLP-1
13
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP1 dapat
bekerja sebagai perangsang peng lepasan insulin yang tidak
menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun
sulfonilurea. Agonis GLP1 bahkan mungkin menurunkan berat
badan. Efek agonis GLP1 yang lain adalah menghambat
penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses
glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang
timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan
muntah.
14
15
Pemantauan dan keberhasilan terapi dapat dilihat dari dua cara
yaitu dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dan pemeriksaan
HbA1C. pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan secara
berkala sesuai dengan kebutuhan yaitu kadar glukosa darah puasa,
glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah sewaktu. Tes
hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai
glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai
A1C), merupakan cara yang digunakan untuk menilai
16
efekperubahan terapi 812 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat
digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.
Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2
ali dalam setahun.
Dapat pula diperiksa kadar glukosa urin apabila pasien tidak
dapat dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah dan
pemeriksaan badan keton untuk menghidari komplikasi yang
terjadi.
B. PENATALAKSANAAN KAKI DIABETIK
a. Definisi
Masalah pada kaki diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren,
merupakan penyebab umum perawatan di rumah sakit bagi para
penderita diabetes. Perawatan rutin ulkus, pengobatan infeksi, amputasi
dan perawatan di rumah sakit membutuhkan biaya yang sangat besar tiap
tahun dan menjadi beban yang sangat besar dalam sistem pemeliharaan
kesehatan.1,2,23
Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma,
deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit
vaskuler perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang
menyeluruh dan sistematik dapat membantu perawatan yang adekuat.
Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement,
offloading dan kontrol infeksi. Ulkus kaki pada pasien diabetes harus
mendapatkan perawatan karena ada beberapa alasan, misalnya untuk
mengurangi resiko infeksi dan amputasi, memperbaiki fungsi dan
kualitas hidup, dan mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.
Tujuan utama perawatan ulkus diabetes sesegera mungkin didapatkan
kesembuhan dan pencegahan kekambuhan setelah proses penyembuhan.
Dari beberapa penelitian, menunjukkan bahwa perkembangan ulkus
diabetes dapat dicegah.2,6
17
b. Patofisiologi
Neuropati Perifer2,8,5
Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan
diperkirakan merupakan akibat penyakit vaskuler yang menutupi
vasa nervorum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositol-perubahan
sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase,
hiperosmolaritas kronis, menyebabkan edema pada saraf tubuh serta
pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose.
Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama
sehingga menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik.
Peningkatan kadar sorbitol intraseluler, menyebabkan
mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi,
parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan,
kulit kering dan hilang rasa saraf membengkak serta terganggu
fungsinya. Penurunan kadar insulin sejalan dengan perubahan kadar
peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak, stres oksidatif,
perubahan kadar bahan vasoaktif seperti nitrit oxide
mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf.
Kadar glukosa yang tidak teregulasi meningkatkan kadar
advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada
molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit
pada ekstremitas superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal
tunnel). Kombinasi antara pembengkakan saraf yang disebabkan
berbagai mekanisme dan penyempitan kompartemen karena
glikosilasi kolagen menyebabkan double crush syndrome dimana
dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan
autonomik.
Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik
merupakan akibat langsung dari kelainan pada sistem persarafan
motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya fungsi sudomotor pada
neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis.
18
Kulit yang terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri dan
menimbulkan infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada
penonjolan tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi
dari luka-luka kecil pada kaki.
Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan
pembukaan arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling
sering mempengaruhi otot intrinsik kaki sebagai akibat dari tekanan
saraf plantaris medialis dan lateralis pada masing-masing
lubangnya (tunnel)
Penyakit Arterial
Penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes, kemungkinan
akan menderita penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan
sedang, misalnya pada aortailiaca, dan femoropoplitea. Alasan
dugaan bentuk penyakit arteri ini pada penderita diabetes adalah
hasil beberapa macam kelainan metabolik, meliputi kadar Low
Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein
(VLDL), peningkatan kadar faktor von Willbrand plasma, sintesis
prostasiklin, peningkatan kadar fibrinogen plasma, dan
peningkatan adhesifitas platelet. Secara keseluruhan, penderita
diabetes mempunyai kemungkinan besar menderita atherosklerosis,
terjadi penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan
proliferasi endotel.
Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul
berawal pada mernbran sel darah merah sejalan dengan
peningkatan aggregasi eritrosit, Karena sel darah merah
bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler, kekakuan pada
membran sel darah merah dapat menyebabkan hambatan aliran
dan kerusakan pada endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein
spectrin membran sel darah merah bertanggung jawab pada
kekakuan dan peningkatan aggregasi yang telah terjadi. Akibat
terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan viskositas darah.
19
Mekanisme glikosilasi hampir sama seperti yang terlihat dengan
hemoglobin dan berbanding lurus dengan kadar glukosa darah.
Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas memacu
meningkatkan kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga
akan meningkatkan transudasi melalui kapiler dan selanjutnya
akan meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer yang terjadi
lebih lanjut disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin
terglikolasi terhadap molekul oksigen. Efek merugikan oleh
hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan sangatlah
signifikan.
Deformitas Kaki6,8
Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan
kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait
biomekanik. Perubahan pada calcaneal pitch menyebabkan
regangan ligamen pada metatarsal, cuneiform, navicular dan
tulang kecil lainnya dimana akan menambah panjang lengkung pada
kaki. Perubahan degeneratif ini nantinya akan merubah cara berjalan
(gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban, dimana
menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan
kehilangan tungkai merupakan hasil yang sering didapatkan jika
proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal.
20
Tekanan2,6,23
Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa sistem
organ termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon
achiles dimana advanced glycosylated end product (AGEs)
berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga
menyebabkan hilangnya elastisitas dan bahkan pemendekan
tendon. Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki,
dengan kata lain arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan
tinggi dan lama karena adanya gangguan berjalan (gait).
Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang
berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya
hammertoes, callus , kelainan metatarsal, atau kaki Charcot; tekanan
yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan
lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan sepatu yang
salah, kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat
menyebabkan pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah
aliran darah yang buruk meningkatkan resiko kehilangan anggota
gerak pada penderita diabetes
21
c. Faktor Resiko dan Manifestasi Klinis
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus
menurut terdiri atas : 8,13,15,23
1) Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
Umur ≥60 tahun.
Lama DM ≥10 tahun.
2) Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah (termasuk kebiasaan dan
gaya hidup) :
Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
Obesitas.
Hipertensi.
Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang
disebabkan
o Kolesterol Total tidak terkontrol.
o Kolesterol HDL tidak terkontrol.
o Trigliserida tidak terkontrol.
o Kebiasaan merokok.
o Ketidakpatuhan Diet DM.
o Kurangnya aktivitas Fisik.
o Pengobatan tidak teratur.
o Perawatan kaki tidak teratur.
o Penggunaan alas kaki tidak tepat
22
Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Pada
beberapa orang bisa tidak dijumpai gejala. Kesemutan, tingling atau nyeri
pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan
kesemutan. Gejala bis amelibatkan sistem saraf sensoris atau motorik
ataupun sistem saraf otonom.
Gejala klinis dapat dibagi menjadi dua yaitu :
Gejala non-nyeri
Perasaan tebal atau kebas
Kaku
Kesemutan
Gejala nyeri
Seperti ditusuk jarum
Geli
Seperti disayat pisau
Tersetrum
Ditekan
Terbakar
Beku
23
Berdenyut
Hiperalgeia
d. Klasifikasi
Penilaian dan klasifikasi ulkus diabetes sangat penting untuk membantu
perencanaan terapi dari berbagai pendekatan dan membantu memprediksi
hasil. Beberapa sistem klasifikasi ulkus telah dibuat yang didasarkan
pada beberapa parameter yaitu luasnya infeksi, neuropati, iskemia,
keda laman atau luasnya luka, dan lokasi. Sistem klasifikasi yang
paling banyak digunakan pada ulkus diabetes adalah Sistem
Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman
luka dan terdiri dari 6 grade luka.
0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan
(ligament, tendon, fascia, dan kapsula sendi) tanpa abses atau
osteomielitis.
3. Ulkus dalam disertai abses yang melibatkan tulang, sendi.
4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh atau gangren terlokalisir
seperti pada ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit.
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh atau gangren pada seluruh kaki
University of Texas membagi ulkus berdasarkan dalamnya ulkus dan
membaginya lagi berdasarkan adanya infeksi atau iskemi. Adapun sistem
Texas ini meliputi
Berdasarkan Guideline The Infectious Disease of America,
mengelompokkan kaki diabetik yang terinfeksi dalam beberapa kategori,
yaitu:
24
Mild : terbatas hanya pada kulit dan jaringan subkutan
Moderate : lebih luas atau sampai jaringan yang lebih dalam
Severe :disertai gejala infeksi sistemik atau ketidakstabilan
metabolik
e. Pemeriksaan
Gejala neuropati perifer meliputi hipesthesia, hiperesthesia, paresthesia,
disesthesia, radicular pain dan anhidrosis. Sebagian besar orang yang
menderita penyakit atherosklerosis pada ekstremitas bawah tidak
menunjukkan gejala (asimtomatik). Penderita yang menunjukkan gejala
didapatkan claudicatio, nyeri iskemik saat istirahat, luka yang tidak
sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram, kelemahan dan rasa tidak
nyaman pada kaki sering dirasakan oleh penderita diabetes karena
kecenderungannya menderita oklusi aterosklerosis tibioperoneal.3
Berdasarkan gejala-gejala yang muncul dan riwayat diabetes maka
diperlukan beberapa pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan fisik pada
penderita dengan ulkus diabetes meliputi :12,15,23
o Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa
daerah yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area
kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari
pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena
pada daerah ini sering mendapatkan trauma. Kelainan-kelainan lain
yang ditemukan pada pemeriksaa fisik seperti callus hipertropik,
kuku yang rapuh/pecah, hammer toes, fissure.
o Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi
perifer dibawah level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan
dengan penyakit aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising
(bruit) pada arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya
rambut pada kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia,
25
kedua kaki pucat pada saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2
menit.
Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen
transkutan, anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki.
ABI merupakan pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah
dilakukan dengan menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan
dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada
brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian
dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali nadi
brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, dimana
cuff dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada arteri
dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. Ankle brachial index
(ABI) didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik
brachialis.
o Penilaian kemungkinan neuropati perifer.
26
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan
posisi, hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop,
atrofi otot, dan pemembentukan calus hipertropik khususnya
pada daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis
dapat diperiksa dengan menggunakan monofilament Semmes-
Weinsten untuk mengetahui apakah penderita masih memiliki
"sensasi protektif', Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika
penderita tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika
ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup sampai
monofilamen bengkok.
Alat pemeriksaan lain adalah garputala 128C, dimana dapat
digunakan untuk mengetahui sensasi getar penderita dengan
memeriksanya pada pergelangan kaki dan sendi
metatarsophalangeal pertama. Pada neuropati metabolik terdapat
gradien intensitas dan paling parah pada daerah distal. Jadi pada
pasien yang tidak dapat merasakan getaran pada pergelangan
ketika garputala dipindahkan dari ibu jari kaki ke pergelangan
menunjukkan gardien intensitas karena neuropati metabolik.
Pada umumnya, seseorang tidak dapat merasakan getaran garputala
pada jari tangan lebih dari 10 detik setelah pasien tidak dapat
merasakan getaran pada ibu jari kaki. Beberapa penderita
27
dengan sensasi normal hanya menunjukkan perbedaan antara
sensasi pada jari kaki dengan tangan pemeriksa kurang dari 3
detik.
Selain pemeriksaan secara fisik dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium seperti :
o Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya
abses atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka
dihambat oleh adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang
telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
o Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah,
glikohemoglobin dan kreatinin serum membantu untuk menentukan
kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal
o Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume
Recording (PVR),atau plethymosgrafi.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan yaitu :
o Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
o Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance
Imanging (MRI) dapat digunakan untuk membantu diagnosis
abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
o Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya
hasil false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir
menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda
(marker) untuk osteomielitis.
o Arteriografi konvensional dilakukan apabila direncanakan
pembedahan vaskuler atau endovaskuler, arteriografi diperlukan
untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit. atherosklerosis.
Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi
konvensional berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.
28
Alternatif selain angiografi konvensional Magnetic Resonance
Angiography (MRA) merupakan alternatif yang dapat digunakan
pada penderita resiko tinggi atau penderita yang alergi bahan
kontras. Kontras yang digunakan adalah Gadolinum chelates,
berpotensi menimbulkan 3 efek samping pada penderita dengan
insufisiensi renal: acute renal injury, pseudohipokalemia, dan
fibrosis nefrogenic sistemik.
Multidetector Computed Tomographic Angiography (MDCT)
menghindari penusukan arteri. Dengan menggunakan injeksi kontras
intravenous, CT scan multidetektor (16 atau 64 channel) dapat
meningkatkan resolusi gambar angiografi dan dengan kecepatan
relatif tinggi. Penggunaan kontras pada MDCT mempunyai resiko
yang sama.
Carbondioxide Angiography merupakan salah satu alternatif pada
penderita dengan insufisiensi renal, tetapi tidak secara luas dapat
digunakan dan masih membutuhkan bahan kontras iodium sebagai
tambahan gas karbondioksida untuk mendapatkan gambar yang baik.
Plain radiografi tidak digunakan untuk pemeriksaan rutin pada
penyakit arteri perifer oklusif. Hal ini disebabkan kalsifikasi
arteri yang terlihat pada plain radiografi bukan merupakan
indikator spesifik penyakit aterosklerosis. Kalsifikasi pada lapisan
media arteri bukan merupakan diagnosis aterosklerosis, bahkan
juga kalsifikasi pada lapisan intima yang merupakan diagnosis
aterosklerosis, tidak akan menyebabkan stenosis hemodinamik
yang signifikan.
f. Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetes adalah
penutupan luka. Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar
ditentukan oleh derajat keparahan ulkus, vaskularisasi dan adanya
29
infeksi. Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu
debridement, offloading dan kontrol infeksi.3,5,7
Regulasi glukosa darah perlu dilakukan, meskipun belum ada bukti
adanya hubungan langsung antara regulasi glukosa darah dengan
penyembuhan luka. Hal itu disebabkan fungsi leukosit terganggu pada
pasien dengan hiperglikemia kronik. Perawatan meliputi beberapa
faktor sistemik yang berkiatan yaitu hipertensi, hiperlipidemia,
penyakit jantung koroner, obesitas, dan insufisiensi ginjal.11,23
Debridement
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam
perawatan luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk
membuang jaringan nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan
mati yang dibuang sekitar 2 -3 mm dari tepi luka ke jaringan
sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan
yang membantu proses penyembuhan luka. Metode debridement
yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik, enzimatik,
kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia
hanya membuang jaringan nekrosis (debridement selektif),
sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan
jaringan hidup (debridement non selektif).12,17
Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus
diabetes dan metode yang paling efisien, khususnya pada luka
yang banyak terdapat jaringan nekrosis atau terinfeksi. Pada kasus
dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa
pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol infeksi
dan penutupan luka selanjutnya.12,23
Debridement enzimatis menggunakan agen topikal yang akan
merusak jaringan nekrotik dengan enzim proteolitik seperti
papain, colagenase, fibrinolisin-Dnase, papainurea, streptokinase,
streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan pada luka
sehari sekali, kem udian dibungkus dengan balutan tertutup.
30
Penggunaan agen topikal terseb ut tidak memberikan keuntungan
tambahan dibanding dengan perawatan terapi standar. Oleh karena
itu, penggunaannya terbatas dan secara umum diindikasikan untuk
memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan pada luka dengan
perfusi arteri terbatas.
Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan
nekrotik pada dasar luka. Teknik debridement mekanis yang
sederhana adalah pada aplikasi kasa basah-kering (wet-to-dry saline
gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka dan
dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa
dan secara mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa
dilepaskan.12
Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah
satu komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya
terjadi pada area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi.
Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi
tekanan tetapi sulit untuk dilakukan Total Contact Casting (TCC)
merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC dibuat dari
gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien
keluar dariarea ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk
berjalan selama perawatan dan bermanfaat untuk mengontrol
adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan luka.
Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada
luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian
TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi
dari gips dapat menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai
luka setiap harinya. 19,20
Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan
Cam Walker, removable cast walker, sehingga memungkinkan
untuk inspeksi luka setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi
31
infeksi dini. Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih
banyak digunakan Cam Walker, removable cast walker, sehingga
memungkinkan untuk inspeksi luka setiap hari, penggantian
balutan, dan deteksi infeksi dini.18
Penanganan Infeksi8,12,23
Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta
menimbulkan infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi
yang tinggi pada ulkus diabetes, maka diperlukan pendekatan
sistemik untuk penilaian yang lengkap. Diagnosis infeksi terutama
berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak,
hangat dan keluarnya nanah dari luka.
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The
Infectious Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3
kategori, yaitu:
o Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
o Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
o Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.
Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
o Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas
sampai tulang atau sendi.
o Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang
atau sendi, serta adanya infeksi sistemik.
Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus
diabetes masih sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada
pengalaman klinis. Terapi antibiotik harus didasarkan pada hasil
kultur bakteri dan kemampuan toksistas antibiotika tersebut.
Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening)
biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi
ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan pemberian
antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic,
moxifloxin atau clindamycin.
32
Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi
polimikroba, seperti staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae,
pseudomonas, enterokokus dan bakteri anaerob misalnya
bacteriodes, peptokokus, peptostreptokokus. Pada infeksi berat
harus dirawat dirumah sakit, dengan pemberian antibiotika yang
mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan
anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi
imipenem -cilastatin, B-lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam
dan piperacilintazobactam), dan cephalosporin spektrum luass.
Pembedahan 12,23
o Debridement
Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan
terinfeksi dari ulkus, callus hipertropik. Pada debridement juga
ditentukan kedalaman dan adanya tulang atau sendi yang
terinfeksi.
o Pembedahan Revisional
Pembedahan revisional dilakukan pada tulang untuk
memindahkan titik beban. Tindakan tersebut meliputi reseksi
metatarsal atau ostektomi
o Pembedahan Vaskuler
Indikasi pembedahan vaskuler apabila ditemukan adanya
gejala dari kelainan pembuluh darah, yaitu nyeri hebat, luka
yang tidak sembuh, adanya gangren.
o Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan
luka partial thickness.
o Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas
dan dalam dimana dasar luka tidak mencukupi untuk
dilakukannya autologus skin graft
o Jaringan pengganti kulit Dermagraft atau Apligraft
o Penutupan dengan flap
33
Perawatan luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang
penting untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang
optimal. Pendapat mengenai lingkungan sekitar luka yang bersih
dan lembab telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu
mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi
angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor
pertumbuhan dengan sel target. Pendapat yang menyatakan bahwa
keadaan yang lembab dapat meningkatkan kejadian infeksi tidak
pernah ditemukan.
Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka
serta didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika),
membantu debridement (enzim), dan mempercepat penyembuhan
luka.
Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku
perawatan luka. Selain itu dapat digunakan Platelet Derived
Growth Factor (PDGF), dimana akan meningkatkan penyembuhan
luka, PDGF telah menunjukan dapat menstimulasi kemotaksis dan
mitogenesis neutrofil, fibroblast dan monosit pada proses
penyembuhan luka.
Penggunaan pengganti kulit/dermis dapat bertindak sebagai balutan
biologis, dimana memungkinkan penyaluran faktor pertumbuhan
dan komponen matrik esktraseluler. Recombinant Human Platelet
Derived Growth Factors (rhPDGF-BB) (beclpermin) adalah satu-
satunya faktor pertumbuhan yang disetujui oleh US Food and
Drug Administration (FDA). Living skin equivalen (LSE)
merupakan pengganti kulit biologis yang disetujui FDA untuk
penggunaan pada ulkus diabetes.
Terapi tekanan negatif atau terapi oksigen hiperbarik
Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan diabetic
ulkus karena dapat mengurangi edema, membuang produk bakteri
dan mendekatkan tepi luka sehingga mempercepat penutupan luka.
34
Terapi oksigen hiperbarik juga dapat dilakukan, hal itu
dibuktikan dengan berkurangnya angka amputasi pada pasien dengan
ulkus diabetes.
Pencegahan4,12,17
o Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat
mencegah ulkus diabetes.
o Regulasi kadar gula darah dapat mencegah neuropati
perifer atau mencegah keadaan yang lebih buruk.
o Penderita diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari,
menjaga tetap bersih dengan sabun dan air serta menjaga
kelembaban kaki dengan pelembab topikal.
o Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk
mencegah adanya gesekan atau tekanan pada kaki.
o Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting
sehingga menuntut perhatian penuh.
o Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat
dengan menggunakan cermin.
o Kaki harus dilindungi dari kedinginan.
o Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas
dan api.
o Sepatu harus cukup lebar dan pas.
o Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.
o Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa
lipatan.
o Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.
o Lakukan perawatan kuku kaki secara teratur, Kuku dipotong
secara lurus.
o Berhenti merokok.
o Cuci dan keringkan kaki secara hati-hati setiap hari
o Gunakan bedak antijamur
35
o Jangan Berjalan tanpa alas kaki
o Jangan Menggunakan sepatu yang terlalu sempit
o Jangan Menggunakan botol berisi air panas
o Jangan Menyepelekan setiap trauma pada kaki
BAB III
KESIMPULAN
36
Diabetes saat ini menjadi masalah kesehatan di negara maju dan berkembang.
WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang
cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3
juta pada tahun 2030. Seiring peningkatan jumlah penderita diabetes maka akan
terjadi peningkatan komplikasi gangrene dan ulkus pada kaki penderira diabetes.
Untuk itu diperlukan upaya penatalaksanaan untuk mengurangi resiko infeksi
dan amputasi, memperbaiki fungsi dan kualitas hidup, dan mengurangi
biaya pemeliharaan kesehatan.
37