Referat Dm Fix
-
Upload
hilwy-al-hanin -
Category
Documents
-
view
54 -
download
3
description
Transcript of Referat Dm Fix
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kompleks yang dapat mengenai hampir semua
organ tubuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh American Diabetic Association
sendiri, saat ini 347 miliar orang di dunia didiagnosis dengan Diabetes Mellitus dan dan
sebagian besar kasus merupakan Diabetes Mellitus tipe-2.sumber?
Diabetes Mellitus menjadi salah satu penyakit yang diketahui memiliki berbagai
komplikasi akut dan kronik.Salah satu komplikasi kronik Diabetes Mellitus adalah Ulkus
Diabetikum.Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi yang
berkaitan dengan morbiditas akibat komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler oleh karena
diabetes mellitus.Ulkus diabetikum mengenai 15% orang dengan Diabetes dan 12-24% dari
individu dengan ulkus kaki berujung pada amputasi. Di Indonesia sendiri pada tahun 2003 di
RSUPN Cipto Mangoenkoesoemo, angka amputasi akibat ulkus diabetikum sebesar 25% dan
angka kematian akibat ulkus diabetikum sebesar 16%.sumber? ulkus DM tidak hanya pedis
ulkus lainya yg dimaksud?
Ulkus diabetikum ditandai oleh trias klasik yaitu neuropati, iskemia, dan infeksi. Hal
ini diakibatkan oleh adanya impaired (kalau mau bhs ingris pake italic, klo pake bhs indonesia
terjemahkan impaired) mekanisme metabolik pada diabetes mellitus yang menyebabkan
peningkatan risiko infeksi dan penyembuhan luka yang buruk akibat beberapa mekanisme,
termasuk berkurangnya respon sel (terhadap?) dan faktor pertumbuhan, berkurangnya aliran
darah perifer, dan berkurangnya angiogenesis lokal.sumber?
Keberhasilan strategi penatalaksanaan ulkus diabetikum meliputi pencegahan primer
dan pencegahan sekunder dengan pengelolaan holistik yang terdiri dari kontrol mekanik,
kontrol luka, kontrol infeksi, kontrol vaskular, control metabolik, dan kontrol edukasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ulkus diabetikum didefinisikan sebagai ulserasi pada kaki yang berkaitan
dengan neuropati dan atau penyakit arteri perifer pada tungkai bawah pasien dengan
diabtetes mellitus.
2.2 Epidemiologi
American Diabetes Association (ADA) melaporkan dari total populasi dengan
diabetes mellitus, terdapat sekitar 15% populasi mengalami ulkus diabetikum. ADA
juga menyebutkan bahwa sebanyak 14-24% populasi dengan ulkus diabetikum
memerlukan amputasi.Di Amerika Serikat sendiri, sekitar 15-20% populasi dengan
diabetes dirawat inap akibat komplikasi ulkus diabetikum. Di Indonesia, berdasarkan
data yang dilaporkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003, angka
kematian akibat ulkus diabetikum sebesar 16%, sedangkan angka amputasi akibat
ulkus diabetikum sebesar 25%. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca
amputasi dan sebanyak 37% meninggal 3 tahun pasca amputasi. Sebagian besar
penderita diabetes mellitus dirawat karena mengalami ulkus diabetikum. Berdasarkan
suvey yang dilakukan di Rumah Sakit Puri Hijau, Medan persentase pasien diabetes
mellitus yang dirawat inap periode Januari sampai Maret 2012 akibat ulkus
diabetikum sebesar 20% dengan angka amputasi mencapai 15% dan angka kematian
sebesar 9%.sumber? kenapa RS puri hijau yg diambil? alasannya?
Berdasarkan demografi usia, persoalan ulkus diabetikum jarang ditemukan
pada populasi usia <40 tahun dan sering dijumpai pada pasien berusia 50 tahun keatas.
Meskipun demikian, lamanya seseorang menderita diabetes mellitus dan pengendalian
diabetes adalah prediktor yang lebih akurat masalah ulkus diabetikum daripada usia
kronologis. sumber?
Berdasarkan status sosialekonomi, kejadian ulkus diabetikum memiliki angka
kejadian yang lebih tinggi pada populasi dengan status sosialekonomi yang rendah
dengan tingkat edukasi yang rendah.dibanding? sumber?
2.3 Faktor Risiko
Terjadinya ulkus diabetikum merupakan hasil kombinasi antara penyakit
vaskular perifer, neuropati perifer, dan infeksi. Faktor-faktor lain yang telah
diidentifikasi berperan dalam terjadinya ulkus diabetikum yaitu stress berulang
(jelaskan stress ) dan tekanan pada kaki yang tidak sensitive (jelaskan), control
glikemik yang buruk.
1. Neuropati diabetikum
Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes mellitus yang
sering terjadi.Beberapa studi menunjukkan bahwa neuropati perifer merupakan
faktor terkuat yang pencetuskan terjadinya ulkus diabetikum. sumber?
2. Neuropati sensorimotor kronik
Neuropati sensorimotor kronik mengenai setidaknya satu pertiga pasien diabetes
mellitus di inggris.Onset nya tersembunyi dan menyebabkan berkurangnya
sensasi, nyeri,dan stimulus termal. Pada beberapa kasus, proprioseptif ikut terlibat
sehingga berkembang menjadi ataxia sensorik.Neuropati motoric (sensorik?)
menyebabkan atrofi pada otot intrinsik pada kaki.Hal ini menyebabkan tidak
adaknya tahanan tarikan saat ekstensi dan fleksi yang menyebabkan clawing pada
jari-jari kaki dan penonjolan pada metatarsal.Perubahan anatomis ini menyebabkan
titik tekanan abnormal yang merupakan faktor predisposisi ulkus diabetikum.
sumber?
3. Neuropati autonom
Neuropati saraf simpatis memnyebabkan penurunan produksi kelenjar keringat,
menyebabkan kaki menjadi kering yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya
fisura yang akan menjadi tempat infeksi dan atau ulserasi. Efek lainnya yaitu
kegagalan respon vasoregulator untuk merubah temperatur. sumber?
4. Penyakit vaskular perifer
Pasien diabetes mellitus memiliki risiko aterosklerosis.Penyakit vaskular perifer
itu sendiri jarang menyebabkan ulserasi namun biasanya bersamaan dengan
neuropati perifer dan trauma minor menyebabkan kerusakan jaringan.Penyakit
vaskular perifer juga memiliki peran yang besar dalam penyembuhan luka yang
lambat dan terbentuknya gangren.
Penurunan tekanan oksigen transkutan (apa itu? jelaskan) pada tungkai bawah
(TcPO2) dan penurunan perfusi pembuluh darah besar berkaitan dengan
peningkatan risiko ulkus diabetikum.TcPO2 < 30 Hg merupakan presiktor kuat
untuk ulkus diabetikum.
5. Faktor biomekanik
Faktor mekanik berperan penting dalam berkembangnya ulkus neuropatik.
Glikosilasi non-enzimatik pada kolagen menyebabkan kekakuan jaringan ikat
disekitar sendi yang menyebabkan mobilisasi sendi terbatas. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan plantar selama proses berjalan. Tekanan yang tinggi ini
berkaitan dengan kejadian ulkus diabetikum. sumber?
6. Ulkus kaki sebelumnya
Beberapa studi menyimpulkan bahwa ulkus diabetikum sering terjadi pada pasien
dengan riwayat ulkus atau amputasi sebelumnya. sumber?
7. Kontrol glikemik yang buruk
Kontrol diabetes intensif mengurangi perkembangan beberapa komplikasi diabetes
mellitus termasuk neuropati.Hiperglikemia berat berkaitan dengan risiko tinggi
terjadinya ulkus diabetikum.Terbukti bahwa terdapat kegagalan fungsi leukosit
diabetes yang tidak terkontrol, meliputi abnormalitas migrasi, fagositosis,
intracellular killing, dan kemotaksis. (maksudnya terbukti? bukti dengan apa? )
Hal ini mengganggu proses penyembuhan luka.
8. Durasi diabetes mellitus
Pasien diabetes mellitus yang mengalami ulkus diabetikum telah menderita
diabetes mellitus yang cukup lama.berpa lama? rata-rata?
9. Ras
Ras kaukasia memiliki risiko lebih tinggi mengalami ulkus diabetikum
dibandingkan Asia, hal ini kemungkinan terkait dengan hipermobilitas sendi dan
perbedaan kultur dalam perawatan diri. (Ras hubungan dengan perawatan diri? ras
identik dengan genetik)
10. Merokok
Beberapa studi menunjukan baha merokok tidak menjadi faktor risiko terjadinya
ulkus diabetikum secara langsung. Di lain sisi, menunjukkan bahwa kejadian ulkus
diabetikum umumnya terjadi pada pasien usia muda yang merokok dengan odds
rasio 2.3. merokok adalah faktor risiko terjadinya penyakit arteri perifer, dimana
penyakit arteri perifer berkaitan dengan ulkus diabetikum. sumber?
11. Usia dan jenis kelamin
Berdasarkan data dari National Hospital Discharge Survey (NHDS) di Amerika
Serikat pada tahun 1987-1990 menunjukkan bahwa persentase tertinggi ulkus
diabetikum terjadi pada pasien berusia 45-64 tahun dan rendah pada pasien berusia
kurang dari 45 tahun.
Berdasarkan studi cross-sectional dengan 251 pasien, 70% subjek dengan ulkus
diabetikum adalah laki-laki.
2.4 Patofisiologi Ulkus Diabetikum
2.4.1 Neuropati Diabetikum
Terjadi ulkus kaki diabetes diawali dengan keadaan hipergikemia yang menyebabkan
neuropati diabetes mellitus. Neuropati yang terjadi, baik neuropati sensorik maupun
neuropati motorik dan autonomik akan berakibat pada perubahan struktur pada kulit, otot
maupun tulang. Hal tersebut menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki
dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Selain itu, adanya kecenderungan
untuk mudah terinfeksi menyebabkan infeksi meluas dengan cepat jika tidak dilakukan
perawatan luka yang baik dan benar.
Ada beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis terjadinya neuropati pada
pasien diabetes, faktor-faktor tersebut sebagai berikut :
1. Faktor MetabolikBerat dan lamanya diabetes melitus sangat berhubungan dengan
kejadian neuropati diabetik. Neuropati diabetik disebabkan oleh beberapa jalur antara lain peningkatan jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas, dan aktivasi protein kinase C (PKC). Beberapa jalur tersebut menyebabkan kurangnya vasodilatasi yang berujung pada aliran darah ke saraf yang menurun bersamaan dengan rendahnya mioinositol dalam sel dan terjadilah neuropati diabetik.
Hiperglikemia yang berkepanjangan mengakibatkan peningkatan jalur poliol, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Diperkirakan akumulasi sorbitol dan fruktosa dapat merusak sel saraf karena dapat menyebabkan keadaan hipertonik intraselular sehingga mengakibatkan edema saraf. Selain itu, sintesis sorbitol yang meningkat berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Hal ini dapat menimbulkan stres osmotik yang akan merusak mitokondria dan menstimulasi protein kinase C
(PKC) yang akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase. Kadar Na intraselular menjadi berlebihan dan mengakibatkan terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf
Reaksi jalur poliol juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf. NADPH saraf merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif yaitu untuk glutathion dan nitric oxide synthase (NOS). Kurangnya NADPH saraf membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO).
Hipergilkemia persisten juga menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs bersifat sangat toksik dan merusak protein tubuh, termasuk sel saraf. Terbentuknya AGEs dan sorbitol akan menurunkan sintesis dan fungsi NO yang mengakibatkan berkurangnya vasodilatasi. Aliran darah ke saraf akan menurun dan bersama dengan rendahnya mioinositol dalam sel saraf akan menyebabkan neuropati diabetik.
Kendali glikemik yang optimal dapat memulihkan kerusakan aksonal metabolik awal. Kerusakan struktural akson tidak dapat diperbaiki apabila kerusakan metabolik terus berlanjut menjadi kerusakan iskemik. sumber?
2. Kelainan vaskularHiperglikemia yang berkepanjangan merangsang produksi radikal
bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini dapat menyebabkan kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO. Hal ini akan menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Selain itu, terdapat pula penyebab kerusakan mikrovaskular lainnya yaitu penebalan membran basal, trombosis pada arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit, berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf serta peningkatan resistensi vaskular, stasis aksonal, dan pembengkakkan serta demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian seperti ini dapat dicegah dengan modifikasi faktor risiko seperti kadar gliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok, dan hipertensi. sumber?
3. Mekanisme imunSuatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari penderita DM tipe 1
memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% dari penderita DM tipe 2 juga memperlihatkan hasil yang positif. Antibodi tersebut diperkirakan berperan pada patogenesis neuropati diabeitik. apa perannya? Selain itu, adanya antineural antibodies pada serum sebagian penyadang DM juga mendukung peran antibodi dalam mekanisme patogenik neuropati diabetik. Autoantibodi ini beredar dan dapat merusak struktur saraf motorik secara langsung. Kerusakan tersebut dapat dideteiksi dengan imunofloresens indirek. Selain itu, adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun pada patogenesis neuropati diabetik. sumber?
4. Peran Nerve Growth FactorKadar Nerve Growth Factor (NGF) serum cenderung turun pada
penderita diabetes. NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf serta berperan dalam regulasi gen substance P dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptida ini memiliki efek pada vasodilatasi, motilitas intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami gangguan pada neuropati diabetik.
Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya neuropati. Jalur yang paling penting adalah terjadinya
stres oksidatif dan disfungsi dari endotel; bagan diatas merupakan patofisiologi neuropati
yang berasal dari faktor metabolisme dan mikrovaskular. EDGF= Endhotelium derived
hyperpolarizing factors, NBF= Nerve blood flow, NGF= Nerve Growth Factors, NVC= Nreve
velocity conduction, PXG= Glutathion Peroxidase, SOD= Superoxide dismutase.
Selain itu, fungsi yang penting dari mikrovaskular juga berhubungan pada kemampuan
refleks dari saraf. Misalnya pada stimulasi serabut saraf nosiseptif yang nantinya akan
berfungsi mensekresikan vasomodulator seperti substansi P, calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP), neuropeptida Y dan histamin sehingga terjadi vasodilatasi. Mekanisme ini dikenal dengan “Lewis Triple Flair Response”. Respon Lewis yaitu kemerahan pada permukaan kulit yang kapilernya berdilatasi,sedangkan dilatasi kapiler itu terjadi karena adanya rangsangan akson terkait.
Substansi yang paling penting adalah histamin dan peptida. Ketika luka atau trauma
terjadi pada pasien diabetes maka akan terjadi pengurangan atau penghilangan respon dari
substansi tersebut. apa responnya? Oleh karena itu, hal ini merupakan salah satu penyebab
terlambatnya penyembuhan luka pada pasien diabetes.
Berikut gambaran respon Lewis yang terjadi pasien normal dibandingkan dengan pasien
diabetes.
Gambar 2.2 Trauma dan Proses Inflamasi pada pasien normal dan pasien diabetes.
Refleks pada akson. Stimulasi dari serabut C-nosiseptif untuk menghasilkan vasomodulator
sehingga menimbulkan hiperemis selama terjadinya trauma atau inflamasi. Respon Lewis
Triple Flare tidak ada pada pasien diabetes sehingga mempengaruhi penyembuhan luka.
2.4.2 Perubahan Struktur dan Anatomi
Neuropati yang terjadi pada pasien diabetes menyerang 3 komponen saraf yaitu saraf
sensorik, motorik dan otonom sehingga menyebabkan perubahan struktur dan anatomi.
2.4.2.1 Neuropati Perifer Sensorik
Berdasarkan jumlah pasien diabetes, pasien dengan neuropati perifer sensorik
memiliki presentase sebesar 30-50 %. Neuropati sensorik merupakan faktor predileksi
terjadinya ulkus pada kaki pasien. Berdasarkan perkembangan ulkus kaki dilaporkan
sebanyak 78 % terjadi pada pasien diabetes dengan neuropati perifer sensorik. Neuropati
perifer sensorik, ditambah dengan neuropati perifer motorik dan otonom dapat
menyebabkan ulkus pada kaki. Pada situasi normal, orang akan berjalan atau merubah
postur berjalannya karena menerima stimulus dari saraf sensorik. Namun pada pasien
dengan kaki diabaetes, sensasi yang berasal dari stimulus yang diterima tersebut tidak
terjadi. Hal inilah yang menyebabkan pasien akan terus berjalan ketika terjadi trauma atau
luka di kakinya karena tidak merasakan sensasi nyeri yang ada, hal ini terjadi dalam waktu
yang lama sehingga terjadi keterlambatan pada penyembuhan daerah yang luka. Gangguan
dari sensasi merupakan “key element” dari perkembangan ulkus. sumber?
Gangguan dari neuropati perifer sensorik adalah adanya gangguan rasa nyeri. Ada 3
jenis nyeri yang ada pada neuropati perifer sensorik, yaitu :
a. Disestesia: berhubungan dengan peningkatan kerusakan atau keabnormalan yang terjadi
pada serabut saraf nosiseptif sehingga kelainannya berhubungan dengan kulit maupun
subkutan.
b. Paraestesia: terjadi karena beberapa faktor yang cukup besar seperti reaksi spontan yang
terjadi di dekat sel body yang rusak pada akson aferen pada ganglion dorsal, kehilangan
segmen mielin dari serabut saraf, adanya impuls ektopik dari bagian akson yang mielinnya
hilang dan terjadi peningkatan nyeri.
c. Muscular pain: nyeri sekunder yang terjadi karena kerusakan motor neuron.
Tabel 2.1 Deskripsi dari tipe nyeri pada neuropati perifer sensorik
Disestesia
Sensasi terbakar, tipe sunburn, gatal, rasa nyeri ketika disentuh
Paraestesia
Kesemutan, seperti disengat listrik, kebas tetapi gatal, rasa seperti membeku, shooting pain,
rasa seperti ditusuk.
Muscular Pain
Nyeri tumpul yang menetap/kronik, nigth cramp, drawing sensation, deep ache, spasme
2.4.2.2 Neuropati Perifer Motorik
Neuropati perifer motorik berhubungan dengan perubahan anatomi yaitu pada kaki
dan sendi, yang menyebabkan kelemahan dan pengurangan massa otot instrinsik. Hal
tersebut menyebabkan beberapa perubahan struktur pada gerakan fleksi dan ekstensi pada
kaki. Selain itu, terjadi ketidakseimbangan gait karena adanya ketidakmerataan distribusi
tekanan saat berdiri maupun berjalan, adanya tulang-tulang yang prominen. sumber?
Struktur yang paling penting dalam peranan kaki diabetes adalah plantar pedis. Pada
pasien diabetes, ketika sudah terjadi perubahan anatomi pada kaki menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan. Sedangkan seiring berjalannya waktu, pada plantar pedis akan terjadi
pengurangan secara signifikan terhadap jaringan lunaknya. Metatarsalgia merupakan salah
satu manifestasi yang akan terjadi, biasanya akan terjadi pada metatarso (MTT) phalangea
joint yang pertama.
Gambar 2.3 Perbedaan deformitas pada kaki diabetes yang berisiko. Ada 3tahap
perubahan arsitektur yang menyebabkan Hammer Toes dan kontraksi dari plantar fat yang
ampal lurus. Atas: Kaki Normal. Tengah: Deformitas awal. Akhir: Deformitas yang utuh.
Beberapa perubahan anatomi pada kaki adalah :
a. Clawing toes : hiperekstensi dari MTT phalange joint, biasanya diikuti dengan “cavus
foot” dan “calluses” pada permukaan dorsal dari jari dan permukaan plantar dari MTT
head atau ujung dari jari kaki.
b. Cavus Foot : Kondisi yang tidak normal dari bentuk kaki yang berubah bentuk menjadi
membujur seperti garis longitudinal pada bagian medial kaki yang diperluas dari kepala
MTT satu dan kalkaneus. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya kalus pada kaki depan
dan kaki belakang.
c. Equinus Deformation: pemendekan dari tendon Achilles (3 otot: lateral, internal
gastrocnemius dan soleus), kehilangan plantar fascia dan fasilitas untuk gerakan abduksi
dan adduksi dari kaki serta kehilangan kemampuan otot long fleksor dan tendon
ekstensor untuk gerakan dorsifleksi.
d. First toe rigid: kekakuan pada sendi MTT satu dan hilangnya kemampuan untuk
dorsifleksi akan menyebabkan permukaan plantar menopang tekanan lebih tinggi
sehinggan nantinya akan terbentuk kalus.
e. Joint stiffness: Keterbatasan gerak dari sendi disebabkan oleh peningkata produksi dari
glikosilasi kolagen dan penebalan dari struktur periartikular yang disebabkan oleh
deformitas yang terjadi dan peningkatan tekanan pada plantar pedis.
f. Deformity of the nail: penebalan atau deformitas pada kuku yang atrofi dan berbentuk
cembung dapat mengakibatkan tekanan kebelakang sehingga mengakibat “ingrown nail”.
The flange nail akan membentuk kalus dalam respon inflamasi dan tekanan. Sebagai
akibatnya jaringannya akan terkena trauma dan dapat menjadi ulkus serta dapat
terinfeksi. sumber?
2.4.2.3 Neuropati Perifer Otonom
Semua organ yang dipersarafi oleh saraf otonom dapat terpengaruhi oleh adanya
neuropati perifer otonom ini. Pada ekstremitas bawah, neuropati perifer otonom dapat
menyebabkan shunting arteriovenous sehingga menimbulkan dilatasi dari arteri kecil dan
distensi dari vena-vena kaki, dan tidak berkurang pada elevasi kaki. Akhirnya, edema
neuropati bisa menyembunyikan efek dari terapi diuretik. Kaki neuropati memiliki
kecenderungan untuk bengkak dan terasa hangat yang diakibatkan dari shunting
arteriovenous. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan penurunan inervasi saraf otonom
pada kelenjar keringat yang ada di jaringan kulit sehingga menimbulkan kulit kering dan
berkurangnya elastisitas kulit. Kulit kering dan kaku dapat mempermudah kulit pecah atau
fisura pada kulit dan pembentukan kalus pada daerah calcaneus, plantar medial an MTP
satu. sumber?
Gambar 2.4 Bagan mekanisme terbentuknya Ulkus kaki
Selain yang terlihat pada bagan, ada juga faktor lingkungan yang berperan dalam
terjadinya ulkus yang akut maupun kronik. Hal ini berawal dari lesi pada stratum corneum
pada kulit, jaringan subkutan, otot dan jaringan lemak. Lesi pada kulit dapat disebabkan
oleh trauma pada kaki yang tidak disadari oleh pasien. Oleh karena itu, ada beberapa hal
yang mempengaruhi terbentuknya ulkus diabetikus seperti yang terlihat pada gambar di
bawah ini :
Gambar 2.5 Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan ulkus kaki.
2.5 Klasifikasi
Terdapat beberapa sistem klasifikasi yang digunakan untuk ulkus diabetikum,
namun yang paling sering digunakan terutama di Amerika Serikat yaitu klasifikasi
Wagner (tabel 2.1) dan klasifikasi Texas (tabel 2.2).Klasifikasi Texas mengacu pada
grade ulkus berdasarkan kedalaman ulus dan stage berdasarkan ada atau tidaknya
infeksi dan iskemik.Grade terdiri dari grade 0 (lesi pre- atau post- ulkus yang tertutup
epitel secara sempurna) sampai III (keterlibatan tulang atau sendi) dan stage terdiri
dari A (tidak adanya infeksi dan iskemik), B (infeksi) ,C (iskemik), dan D (infeksi dan
iskemik). Kombinasi grade dan stage merupakan klasifikasi akhir. Pada kedua
klasifikasi tersebut, semakin tinggi derajatnya, semakin besar risiko amputasi dengan
masa penyembuhan yang panjang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Samson, et al mengatakan bahwa klasifikasi Texas merupakan prediktor outcome yang
baik.Meskipun demikian, kedua sistem klasifikasi tersebut tidak menunjukan derajat
keparahan infeksi.Sistem klasifikasi lain untuk ulkus diabetikum yang meliputi derajat
keparahan infeksi yaitu PEDIS.
Saat ini klasifikasi terbaru yang digunakan adalah klasifikasi PEDIS yang
dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot pada tahun 2003.
Klasifikasi ini mengacu pada beberapa aspek penilaian seperti Perfusion (Perfusi),
Extent (luas), Depth (kedalaman), Infection (infeksi), dan Sensation (sensasi) yang
dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropati
sehingga sasaran pengelolaan dapat tercapai dengan baik. Contohnya, suatu ulkus
dengan tanda-tanda adanya critical limb ischemic dengan skor P3 memerlukan
evaluasi untuk memperbaiki keadaan vaskular nya teerlebih dahulu.Sedangkan, jika
suatu ulkus menunjukan infeksi dengan skor I4 maka infeksi nya harus segera
ditangani dengan pemberian antibiotik yang adekuat.Berikut ini adalah kriteria
PEDIS yang dikutip dari International Working Group on The Diabetic Foot. sumber?
P-Perfusion (Perfusi) :
Derajat 1 : Tidak ada gejala maupun tanda penyakit arteri perifer pada kaki
yang terkena, dikombinasi dengan :
Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior yang teraba, atau
ABI 0,9-1,0, atau
Toe Brachial Index (TBI)>0,6, atau
Tekanan Oksigen Transkutan (TcPO2)>60 mmHg
Derajat 2 : Gejala atau tanda penyakit arteri perifer, namun belum mencapai
critical limb ischaemia (CLI)
Adanya klaudikasio intermitten (italic)
ABI<0,9, namun tekanan ankle > 50mmHg, atau
TBI < 0,6, namun tekanan darah sistolik ibu jari > 30 mmHg, atau
TcPO2 30-60 mmHg, atau
Ada kelainan lain pada uji noninvasive yang sesuai dengan penyakit
arteri perifer tapi bukan merupakan suatu CLI
Derajat 3: CLI
Tekanan sistolik ankle <50 mmHg, atau
Tekanan sistolik ibu jari <30 mmHg, atau
TcPO2<30 mmHg
E-Extent (Ukuran) :
Ukuran luka dalam sentimeter persegi.
D-Depth (Kedalaman) :
Derajat 1 :Ulkus tebal superfisial yang tidak menembus jaringan dibawah
dermis.
Derajat 2 : Ulkus dalam, menembus lapisan dibawah dermis hingga subkutan,
fascia, otot, atau tendon.
Derajat 3 : Meliputi seluruh lapisan jaringan pada kaki, termasuk tulang
dan/atau sendi (tulang terpapar, probing mencapai tulang).
I-Infection (Infeksi) :
Derajat 1 : Tidak ada tanda atau gejala infeksi
Derajat 2 : Infeksi hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan (tanpa
keterlibatan jaringan yang terletak lebih dalam dan tanpa disertai tanda
sistemik di bawah ini). Setidaknya terdapat dua temuan dibawah ini :
Pembengkakan atau indurasi lokal
Eritema 0,5-2 cm disekitar ulkus
Nyeri lokal
Hangat pada perabaan lokal
Duh purulen. Penyebab inflamasi lain seperti trauma, gout, charcot
neuro-osteoartropati akut, fraktur, thrombosis, stasis vena harus
disingkirkan.
Derajat 3 : Eritema > 2cm ditambah salah satu temuan diatas, atau adanya
infeksi yang melibatkan struktur dibawah kulit dan jaringan subkutan,
misalnya abses, osteomyelitis, artritis septik maupun fasciitis. Tidak ditemukan
respon inflamasi sistemik.
Derajat 4 : Infeksi kaki dengan tanda sindrom respon inflamasi sistemik
(SIRS), yaitu dua atau lebih dari keadaan dibawah ini :
Suhu < 36 atau > 38 derajat celcius.
Frekuensi denyut jantung >90x/menit
Frekuensi pernapasan >20x/menit
PaCO2 < 32mmHg
Hitung leukosit <4000 atau >12000 sel/mm3
10% bentuk imatur
S-Sensation (Sensasi) :
Derajat 1 : Tidak ada kehilangan sensasi protektif pada kaki yang terkena.
Derajat 2 : Terdapat kehilangan sensasi protektif pada kaki yang terkena.
Dalam hal ini berarti terdapat kehilangan persepsi pada salah satu
pemeriksaan dibawah ini :
Tidak adanya sensasi tekanan pada pemeriksaan monofilament 10 g
pada 2 dari 3 titik plantar penis.
Tidak adanya sensasi getar pada pemeriksaan garpu tala 128 Hz
atau ambang vibrasi > 25 V. Pemeriksaan dilakukan pada region
hallux.
Grade 0 No ulcer in high risk foot.
Grade 1 Superficial ulcer involving the full skin thickness but not
underlying tissues.
Grade 2 Deep ulcer, penetrating down to ligament and muscle, but no
bone involvement or abcess formation.
Grade 3 Deep ulcer with cellulitis or abces formation, often ith
osteomyelitis.
Grade 4 Localized gangrene.
Grade 5 Extensive gangrene involving the hole foot.
Tabel 2.1 Klasifikasi Wagner
Stag
e
Grade
0 I II III
A Pre- or post-
ulcerative completely
epithelized lesion
Superficial
wound
Wound
penetration
upto tendon
or capsule
Wound
penetration
upto bone or
joint
B Infection Infection Infection Infection
C Ischaemia Ischaemia Ischaemia Ischaemia
D Infection and
ischaemia
Infection
and
icchaemia
Infection
and
ischaemia
Infection and
ischaemia
Tabel 2.2 Klasifikasi Texas
2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang tepat sangat dibutuhkan pada semua pasien dengan
diabetes.Pada anamnesis yang sangat penting adalah mengetahui lamanya pasien
mengalami diabetes mellitus, gejala-gejala neuropati dan penyakit vaskular perifer,
riwayat ulkus sebelumnya atau amputasi, dan komplikasi lainnya dari diabetes
mellitus seperti retinopati. Gejala-gejala neuropatik diabetik yang sering ditemukan
adalah sering kesemutan, rasa panas di telapak kaki, keram, badan sakit semua
terutama malam hari. Gejala neuropati menyebabakan hilang atau berkurangnya rasa
nyeri dikaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak
merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki.
Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan pembuluh darah dengan
menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat aliran darah
ketungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten), ujung jari terasa dingin, nyeri
diwaktu malam, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan serta jika luka
yang sukar sembuh.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangnya produksi keringat. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari
kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami penekanan seperti pada
tumit. Adanya deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang
mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma
yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Bentuk ulkus perlu
digambarkan seperti; tepi, bau, dasar, ada atau tidak pus, eksudat, edema, kalus,
kedalaman ulkus.
Gambar 2.6 Pemeriksaan pada inspeksi dan palpasi
2) Palpasi
Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada
arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan terasa sebagai daerah yang tebal
dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta
tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada
daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Eksplorasi
dilakukan untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendon
serta tulang yang terlibat. sumber?
3) Pemeriksaan Sensorik
Pada penderita DM biasanya telah terjadi kerusakan neuropati sebelum
tebentuknya ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak adanya ulkus
namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus dapat
dicegah. Caranya adalah dengan pemakaian nilon monofilamen 10 gauge. Uji
monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif
untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah
mengalami gangguan neuropati sensoris perifer.Hasil tes dikatakan tidak normal
apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen.Bagian yang
dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit
dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal. cara pemeriksaan? yg
dimaksud positif bagaimana?)
4) Pemeriksaan Vaskular
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan test
vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen transkutaneus, ankle-
brachial index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI didapat dengan cara
membagi tekanan sistolik lengan yang terbesar dengan tekanan sistolik ankle
kanan dan kiri. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi
arteri
Gambar 2.7 Pemeriksaan sensorik
5) Pemeriksaan
Pada kasus ulkus diabetikum, sangat sulit untuk menilai kedalaman ulkus terutama
ketika terdapat pus yang produktif yang menutupi ulkus. X-ray membantu
menentukan kedalaman ulkus dan menilai adanya infeksi tulang atau
neuroartropati. MRI merupakan pemeriksaan yang banyak dilakukan untuk
mengetahui adanya masalah pada kaki. Pada pasien diabetes, sangat bermanfaat
untuk mendeteksi adanya infeksi dan charcot neuroartropati. Digunakan juga
sebagai evaluasi luasnya infeksi berdasarkan kedalaman ulkus, edema, akumulasi
local cairan pada jaringan lunak, sendi, dan tendon. sumber?
2.7 Diagnosis Banding
1. Ulkus Tropikum
Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada
tungkai bawah.Pada ulkus tropikum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya ulkus. Antara lain adanya trauma, hygiene yang kurang, gizi kurang dan
infeksi oleh Bacillus fusiformis. Pada trauma sekecil apapun sangat memudahkan
masuknya kuman apalagi dengan status gizi yang kurang sehingga luka akibat trauma
yang kecil dapat berkembang menjadi suatu ulkus.
Biasanya dimulai dengan luka kecil, kemudian terbentuk papula yang dengan
cepat meluas menjadi vesikel.Vesikel kemudian pecah dan terbentuklah ulkus
kecil.Setelah ulkus diinfeksi oleh kuman, ulkus meluas ke samping dan ke dalam dan
memberi bentuk khas ulkus tropikum.
2. Ulkus Varikosum
Ulkus varikosum adalah ulkus yang disebabkan karena gangguan aliran darah
vena pada tungkai bawah.Gangguan pada aliran vena dapat disebabkan karena
kelainan pada pembuluh darah seperti pada kelainan vena dan bendungan pada
pembuluh vena pada proksimal tungkai bawah.Daerah predileksi yaitu daerah antara
maleolus dan betis, tetapi cenderung timbul di sekitar maleolus medialis.Dapat juga
meluas sampai tungkai atas.Sering terjadi varises pada tungkai bawah.Ulkus yang
telah berlangsung bertahun-tahun dapat terjadi perubahan pinggir ulkus tumbuh
menimbul, dan berbenjol-benjol.Tanda yang khas dari ekstrimitas dengan insufisiensi
vena menahun adalah edema. Penderita sering mengeluh bengkak pada kaki yang
semakin meningkat saat berdiri dan diam, dan akan berkurang bila dilakukan elevasi
tungkai. Ulkus biasanya memilki tepi yang tidak teratur, ukurannya bervariasai, dan
dapat menjadi luas.Di dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa.Dapat
juga terlihat eksudat yang banyak.Kulit sekitarnya tampak merah kecoklatan akibat
hemosiderin. sumber?
2.8 Tata Laksana Ulkus Diabetikum
Tatalaksana pada ulkus diabetes memiliki tujuan utama yaitu penutupa pada
luka. Namun penatalkasanaan luka bergantung pada derajat keparahan ulkus,
vaskularisasi dan adanya infeksi.
Berdasarkan konsensus Pengelolaan dan Pencegaham Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesi tahun 2015, terdapat 6 komponen penting dalam penatalaksanaan kaki
diabetes yaitu :
a. Kontrol Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar gula darah
diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor
terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya
diperlukan insulin untuk menormalkan kadar gula darah. Status nutrisi harus
diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu penyembuhan
luka. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kadar Hb, albumin, kadar
oksigenenasi jaringan dan fungsi ginjal karena dapat berperan dalam proses
penyembuhan luka.
b. Kontrol Vaskular
Keadaan vaskular yang buruk akan menghambat penyembuhan luka.
Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara
sederhana seperti: warna dan suhu kulit, palpasi arteri Dorsalis Pedis dan
arteriTibialis Posterioir serta ditambah pengukuran tekanan darah. Selain itu,
disarankan untuk dilaukan pemeriksan pembuluh darah baik secara non invasif,
semiinvasif maupun invasif seperti ankle-brachial index, ankle pressure, toe
pressure, Tc PO2 dan pemeriksaan echodoppler lalu kemudian arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan
untuk kelainan pembuluh darah perifer, yaitu berupa :
1. Modifikasi faktor risiko
2. Terapi farmakologis
3. Revaskularisasi
c. Kontrol Luka
Perawatan lukan sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelag
debridement yang adekuat.
Saat ini terdapat berbagai jenis pembalut atau dresing yang masing-masing
dapat dimanfaatkan sesuai dengan luka dan juga letak luka tersebut. Dressing
yang mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated dressing, alginate
dressing akan bermanfaat bila digunakan pada keadaan luka yang masih
produktif. Demikian pula pada hydrophilic fiber dressing atau silver impragnated
dressing akan dapat bermanfaat untuk luka yang produktif dan teinfeksi.
Debridement yang adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik
yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian dapt mngurangi produksi
pus/cairan dari ulkus/gangren. Debridement merupakan salah satu tindakan
untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati
dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridemen dapat
meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan yang dapat membantu proses
penyembuhan luka.
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik,
enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia
hanya membuang jaringan nekrotik saja (debridement selektif), sedangakan
metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement
non selektif).
Berbagai topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka,
seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau yodine encer, senyawa silver
sebagai bagian dari dressing , dan lain lain.
Jika luka sudah terlihat lebih baik da tidak terinfeksi lagi, dressing seperti
hydrocolloid dressing yang dapat dipertahankan beberapa hari. Usahakan kondisi
sekitar luka merupakan kondisi yang optimal untuk penyembuhan luka. Oleh
karena itu, untuk menjaga suasana yang kondusif bagi kesembuhan luka dapat
dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. bagaimana kondisi optimal itu?
d. Kontrol Infeksi
Di RSCM data terakhir menunjukkan bahwa pada pasien yang datang dari luar,
umumnya didapatkan infeksi bakteri yang multipel, anaerob dan aerob.
Antibitiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman
dan resistensinya. Pada Penelitian tahun 2004 yang dilakukan di RSUPN Cipto
Mangunkusumo, umunya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran
gram positif dan gram negatif serta bakteri anaerob untuk luka yang berbau. Oleh
karena itu, untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik
spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan gram negatif serta
dikombinasikan dengan antibiotik untuk bakteri anaerob. sumber?
e. Kontrol Tekanan
Pengurangan tekanan pada kaki merupakan hal yang diperlukan dalam
penyembuhan kaki. Ulkus biasanya terjadi pada area kaki yang mendapatkan
tekanan tinggi dengan gangguan sensitivitas. Ada beberapa metode yang
digunakan untuk mengurangi tekanan pada kaki. Bedrest merupakan salah satucara
untukmengurangi tekanan pada kaki namun sulit dilakukan karena beberapa faktor
yang mempengaruhi.
Berbagaicara dilakukan untuk mencapa keadaan non weight bearing dapat
dilakukan dengan : (kenapa tiba2 ke non weight bearing?)
Removable cast walker
Total contact casting
Temporary shoes
Felt padding
Crutches
Wheelchair
Electric carts
Craddled insoles
f. Kontrol Edukasi
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan ulkus diabetes. Dengan
penyuluhan DM dan ulkus diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat
membantu untukmendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal.
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang dilaksanakan untuk
pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak adanya pencegahan terjadinya ulkus
sampai pada saat perawatan ulkus peran rehabilitasi sangat penting. sumber?
Ulkus diabetes merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan, oleh karena itu
sering terjadi infeksi. Adapun cir-ciri terjadi infeksi pada ulkus diabetes berdasarkan The
Consensus Development Conference on Diabetic Foot Wound Care adalah :
a. Terdapatnya dua atau lebih tanda-tanda inflamasi seperti eritema, edema, nyeri tekan,
hangat, atau terdapat sklerosis.
b. Adanya sekresi pus purulen
c. Pada luka kronik akan tampak gejala infeksi seperti eritema, nyerim edema, panas, dan
purulen.
d. Gejala spesifik dari luka sekunder bisa terlihat concurrent inflammation,
keterlambatan penyembuhan, perubahan warna dari jaringan granulasi, jaringan
granulasi rapuh, berbau tidak sedap dan luka meluas.
(sudah masuk tatalaksana kok masuk diagnosis lagi?)
Dengan demikian pemilihan antibiotik yang baik dalam pengobatan pasien ulkus
diabetes dengan infeksi sangat dibutuhkan. Berdasarkan American Academy of Familiy
Physicians tatalaksana pada ulkus dibetes adalah :
a. Terapi antibitik
b. Terapi Bedah
c. Manajemen Luka
d. Stabilisasi metabolik
a. Terapi Antibiotik
Pemilhan terapi antibiotik berdasarkan pada antibiotik empiris dan defenitif, rute
pemberian dan durasi pemberian obat.
Initial antibiotik yang diberikan harus berdasarkan pada derajat infeksi yang terjadi,
riwayat pemakain antibiotik sebelumnya, infeksi sebelumnya dengan resistensi antibiotik,
hasil kultur, jenis bakteri dan keadaan pasien. Pewarnaan gram bakteri yang berasal dari
sampel luka dapat membantu dalam memberikan terapi. Hasil dari pewarnaan gram memiliki
sensitivitas sebesar 70 % dalam mengidentifikasi bakteri. Antibiotik empiric yang digunakan
biasanya yang dapat melawan Staphulococcus aureus, termasuk MRSA jika diperlukan dan
Streptococcus.
Pasien harus diperiksa ulang stelah 24-72 jam setelah pemberian antibiotik empiric
untuk evaluasi respon dan untuk modifikasi regimen antibiotik, jika hasil kultur telah ada.
Penggunaan beberapa antibiotik telah terbukti efektif, namun belum ada yang menunjukkan
regimen yang paling unggul. Terapi antibiotik tidak diberikan pada ulkus diabetik yang tidak
disertai tanda-tanda infeksi. Kegagalan terapi antibiotik bergantung kepada kepatuhan pasien,
resistensi antibiotik, superinfeksi, abses dalam yang tidak terdiagnosis atau osteomielitis, atau
iskemik jaringan yang berat.
Prinsip terapi antibiotik pada pasien ulkus diabetik dengan infeksi adalah
1. Antibiotik empiric yang diberikan harus merupakan suatu regimen yang dapat
melawan Staphylococcus aureus, jika perlu ditambhakan agent yang dapat melawan
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus dan Streptococcus.
2. Untuk luka yang mengalami infeksi berat, infeksi kronik, atau infeksi yang tidak
berespon pada antibiotik yang telah diberikan dapat diberikan antibiotik gram negatif
yang bersifat aerob.
3. Pada luka yang terdapat jaringan nekrotik, gangren atau bau yang tidak sedap biasanya
digunakan antibiotik anaerob.
4. Terapi inisial antibiotik empiric dimodifikasi berdasarkan respon klinis dan dan hasil
kultur.
5. Organisme virulen, seperti S.aureus dan Streptocucci selalu disertai dengan infeksi
polimikroba.
6. Indikasi parenteral antibiotik diberikan pada pasien dengan infeksi sistemik, infeksi
berat, tidak dapat mentoleransi antibiotik oral, atau infeksi yang tidak peka terhadap
antibiotik oral.
7. Antibiotik oral digunakan untuk infeksi ringan sampai berat dan pergantian antibiotik
parenteral ke antibiotik oral harus sesuai dengan spektrum, bioavailabilitas dan
toleransi yang baik.
8. Antibiotik topikan dapat digunakan pada infeksi ulkus ringan namun tidak digunakan
secara rutin.
9. Penghentian antibiotik dapat dipertimbang ketika tanda dan gejala telah berkurang
meskipun luka belum sembuh.
10. Pemilihan terapi antibiotik harus mempertimbangkan “Cost”.
Tabel 2.3 Derajat infeksi pada ulkus diabetik dibagi menjadi :
Tabel 2.4 yang dapat digunakan untuk membedakan infeksi ringan dan berat pada pasien
ulkus diabetik
Tabel 2.5 Pemilihan Antibiotik Empirik berdasarkan derajat infeksi
Tabel 2.6 Pemilihan Antibiotik berdasarkan hasil kultur
b.
Manajemen Luka
Perawatan pada ulkus diabetikum terdiri dari :
1. Debridemen, tujuannya adalah membuang jaringan nekrotik, membersihkan debris,
eschar, dan kaus yang ada di sekitar luka.
2. Redistribusi tekanan pada luka dan seluruh permukaan weight-bearing kaki.
3. Pemilihan bahan untuk dressing luka dilakukan berdasarkan ukuran, kedalaman, dan
jenis luka baik luka kering, eksudatif atau purulen.
Tidak diperlukan antibiotik topikal pada luka yang tidak disertai denga tanda-tanda
infeksi. Selain itu, pada ulkus diabetikum tidak ada terapi adjuvant untuk meningkatkan
penyembuhan luka. Namun dapat dipertimbangkan penggunaan ‘bioengineered skin
equivalent, growth factor, granulocyte colony-stimulating factor, hyperbaric ooxygen therapy
atau negative pressure wound therapy.
c. Stabilisasi Metabolik
Koreksi cairan dan keseimbangan elektrolit, hiperglikemia, asidosis dan azotemia adalah
hal yang penting. Gula darah yang terkontrol dapat membantu eradikasi infeksi dan
meningkatkan proses penyembuhan luka. Semua pasien pada awalnya harus di periksan gula
darah dan kadah A1c. Beberapa kali dilakukan di rumah untuk mengontrol tekanan darahnya.
Terapi gula darah pada pasien ini harus menggunakan dosis maksimal.
Dibawah ini adalah bagan pendekatan terapi pada pasien dengan ulkus diabetikum
Gambar 2.8 Alur tatalaksana ulkus diabetikum
2.9 Prognosis
Angka mortalitas pada pasien diabetes dengan ulkus diabetikum berkaitan
dengan penyakit arteriosklerosis pada pembuluh darah besar yang melibatkan koroner
dan arteri renal. Ulkus diabetes merupakan etiologi amputasi non trauma terbanyak
dan 5 tahun setelahnya memiliki risiko amputasi kontralateral sebesar 50%. Pada
pasien diabetes dengan neuropati, meskipun telah ditatalaksana dengan baik dalam
penyembuhan ulkus, tingkat rekurensi nya 66% dan risiko amputasi 12%. Angka
mortalitas pasien ulkus diabetes setelah 1 tahun amputasi yaitu 32,8%, 5 tahun setelah
amputasi 68,1%, 91.6% 10 tahun setelah amputasi. sumber?
KESIMPULAN
Ulkus diabetikum merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus. Saat ini
klasifikasi terbaru yang digunakan adalah klasifikasi PEDIS yang dianjurkan oleh
International Working Group on Diabetic Foot pada tahun 2003. Klasifikasi ini mengacu
pada beberapa aspek penilaian seperti Perfusion (Perfusi), Extent (luas), Depth (kedalaman),
Infection (infeksi), dan Sensation (sensasi).
Keberhasilan strategi penatalaksanaan ulkus diabetikum meliputi pengelolaan yang
holistik salah satunya yaitu kontrol infeksi. Pemilihan antibiotik pada pasien dengan ulkus
kaki diabetikum dilakukan berdasarkan ada tidaknya tanda infeksi, derajat infeksi yang
terjadi, riwayat pemakain antibiotik sebelumnya, infeksi sebelumnya dengan resistensi
antibiotik, hasil kultur, jenis bakteri dan keadaan pasien.
Selain itu, penggunaan antibiotik diberikan secara empiris dan defenitif, rute
pemberian dan durasi pemberian obat.
Pemberian antibiotik empiric dapat diberikan dengan antibiotik yang dapat melawan
Staphylococcus aureus, MRSA jika perlu dan Streptococcus. Selain itu, bakteri gram negatif
baik aerob maupun anaerob.
Pemberian antibiotik defenitif dilakukan apabila hasil kultur telah keluar.
DAFTAR PUSTAKA
Singh Simerjit, Pai R Dinker, et al. Diabetic Foot Ulcer – Diagnosis and
Management. Clinical Research of Foot and Ankle. Malaysia. 2013.
Malik Abida, Ahmad Jamal, et al. Diabetic Foot Ulcer: A Review. American Journal
of Internal Medicine. 2015.
Boulton AJ, Krisner RS, et al. Neuropathic Diabetic Foot Ulcers. N Engl J Med. 2004.
AruW Sudoyo, dkk. Kaki Diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarte:Interna Publishing.2010.
Imam,Subekti. Neuropati Diabetik. Dalam “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi V’. Interna Publishing : Jakarta.2009.
Rebelledo, Aguilar. et al. Global Perspective on Diabetic Foot Ulcerations. InTech:
Europe.2011.
Doupis J, Veves A. Classification, Diagnosis, and Treatment of Diabetic Foot Ulcers.
Wound.2008
Mazen, et al. Diabetic Foot Infection. ”American Association of Family Physician”.
Vol 78 No 1. 2008
Benjamin A, et al. Infectious Disease Society of America Clinical Practice Guideline
for Diagnosis and Treatmen of Diabetic Foot Infections. IDSA Guideline for Diabetic
Foot Infection. Clinical Infectious Diseases 2012;54(12):132–173. Published by
Oxford University Press on behalf of the Infectious Diseases Society of America.
2012.
Lipsky, A. Medical Treatment of Diabetic Foot Infections. Clinical Infectious
Diseases; 39:S104–14. 2004. Akses by http://cid/ooxfordjournals.org/ tanggal 19
Oktober 2015.