156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

32
KATA PENGANTAR Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya referat ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “Keratitis superfisial”, merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Universitas Pelita Harapan yang sedang menjalani program kepaniteraan klinik di departemen mata Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto. Dalam proses penyusunan referat yang membahas keratitis superfisial ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam- dalamnya kami sampaikan kepada pembimbing kami : dr. Agah Gadjali, Sp.M dr. Hermansyah, Sp.M dr. Gartati Ismail, Sp.M, dr. Mustafa K.S, Sp.M dr. Henry A.W, Sp.M Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak keterbatasan.Akhir kata semoga referat ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca sekalian. i

description

keratitis

Transcript of 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

Page 1: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena

berkat kemurahanNya referat ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah

ini kami membahas “Keratitis superfisial”, merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel

radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss

Universitas Pelita Harapan yang sedang menjalani program kepaniteraan klinik di departemen

mata Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto.

Dalam proses penyusunan referat yang membahas keratitis superfisial ini, tentunya kami

mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-

dalamnya kami sampaikan kepada pembimbing kami :

dr. Agah Gadjali, Sp.M

dr. Hermansyah, Sp.M

dr. Gartati Ismail, Sp.M,

dr. Mustafa K.S, Sp.M

dr. Henry A.W, Sp.M

Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak

keterbatasan.Akhir kata semoga referat ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca

sekalian.

Jakarta, 24 Mei 2011

Penyusun

i

Page 2: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA.......................................................................................3

PATOFISIOLOGI........................................................................................................................7

GEJALA UMUM.........................................................................................................................7

KLASIFIKASI.............................................................................................................................8

1. Keratitis Superfisial nonulseratif.............................................................................................8

1.1 Keratitis Pungtata Superfisial dari Fuchs......................................................................8

1.2 Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer...................................................................9

1.3 Keratitis Disiformis dari Westhoff................................................................................9

1.4 Keratokonjungtivitis Epidemika..................................................................................10

2. Keratitis Superfisial Ulseratif.................................................................................................11

2.1 Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa.........................................................................11

2.2 Keratokonjungtivitis Flikten.............................................................................................11

2.3 Keratitis Herpetika...........................................................................................................12

2.4 Keratokonjungtivitis Sika.................................................................................................15

2.5 Rosasea Keratitis..............................................................................................................16

PENATALAKSANAAN...............................................................................................................17

1. Keratitis Superfisial nonulseratif...........................................................................................17

1.1 Keratitis Pungtata Superfisial dari Fuchs....................................................................17

1.2 Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer......................................................................17

1.3 Keratitis Disiformis dari Westhoff...................................................................................17

1.4 Keratokonjungtivitis Epidemika.......................................................................................17

ii

Page 3: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

2. Keratitis Superfisial Ulseratif.................................................................................................18

2.1 Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa.........................................................................18

2.2 Keratokonjungtivitis Flikten.............................................................................................18

2.3 Keratitis Herpetika...........................................................................................................18

2.4 Keratokonjungtivitis Sika.................................................................................................18

2.5 Rosasea Keratitis..............................................................................................................19

PROGNOSIS.................................................................................................................................20

KESIMPULAN..............................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................22

iii

Page 4: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

PENDAHULUAN

Keratitis adalah infeksi pada kornea yang ditandai dengan timbulnya infiltrat pada lapisan

kornea, biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis

superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau

interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.¹ Keratitis

superfisial adalah radang kornea yang mengenai lapisan epitel dan membran bowman, keratitis

dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Kornea merupakan salah satu media refraksi

penglihatan dan berperan besar dalam pembiasan cahaya diretina. Oleh karena itu setiap kelainan

pada kornea termasuk infeksi dapat menyebabkan terganggunya penglihatan, terganggunya

penglihatan biasanya karena terjadi kekeruhan pada kornea akibat keberadaan infiltrat pada

lapisan kornea. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun

beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada

mata dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan

mekanisme pertahanan kornea.

Beberapa etiologi yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis antara lain:

perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, trauma,

keracunan obat, infeksi jamur, bakteri, virus, alergi, defisiensi vitamin A, kekebalan tubuh yang

menurun karena penyakit lain. Keratitis dapat menimbulkan gejala pada mata berupa tajam

penglihatan menurun, tanda radang pada kelopak mata, rasa nyeri, mata merah, fotofobia, mata

berair, sensasi benda asing didalam mata.²

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan

ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama

disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus dan bila terlambat di

diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan

meninggalkan jaringan parut yang luas.

Antibiotik, anti jamur dan anti virus dapat digunakan tergantung organism penyebab.

Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi bila hasil laboratorium sudah

menentukan organisme penyebab, pengobatan dapat diganti. Terkadang, diperlukan lebih dari

1

Page 5: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

satu macam pengobatan. Terapi bedah, misalnya transplantasi kornea biasa dilakukan pada

kasus yang tidak dapat membaik dengan terapi medikamentosa.4 Pengobatan yang inadekuat

atau salah dapat menyebabkan perburukan gejala, misalnya kortikosteroid topikal dapat

menyebabkan perburukan kornea pada pasien dengan keratitis akibat virus herpes simplex.

Kontrol rutin ke dokter mata dapat membantu mengetahui perbaikan dari keadaan mata,

hal ini disertai dengan diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat memberikan prognosis yang

baik. Pengobatan keratitis meliputi pemberian antiviral topikal, antibiotik topikal, kortikosteroid

topikal, dan suplemen untuk dapat mencegah infeksi sekunder.

Referat ini akan membahas secara menyeluruh mengenai keratitis superfisial yang

terdiri dari ulseratif dan non-ulseratif . Tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai syarat

kelulusan dalam kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata Rumah Sakit Bhayangkara tingkat I

Raden Said Sukanto.

2

Page 6: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

Gambar 1. Kornea

(Sumber: http://img.webmd.com/dtmcms/live/webmd/consumer_assets/site_images/articles)

Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata

yang tembus cahaya.² Kornea transparan (jernih), bentuknya hampir sebagian lingkaran dengan

diameter vertikal 10-11mm dan horizontal 11-12mm, tebal 0,6-1mm terdiri dari 5

lapis .Kemudian indeks bias 1,375 dengan kekutan pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat

ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesens

atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea, yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif

pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel

dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada

cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat transparan hilang dan

edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat karena akan

menghilang seiring dengan regenerasi epitel.

Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensoris terutama saraf siliaris longus, saraf

nasosiliaris, saraf ke V saraf siliaris longus berjalan supra koroid , masuk kedalam stroma

kornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel

dipersarafi sampai kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi

3

Page 7: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

dingin ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus

terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan

system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea.

Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

Gambar 2. Lapisan Kornea

(Sumber: Vaughan & Asbury's General Ophthalmology Textbook, 17th edn)

Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis:²

1. Epitel

Bentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Bersifat fat soluble substance. Ujung saraf

kornea berakhir di epitel oleh karena itu kelaianan pada epitel akan menyebabkan gangguan

sensibilatas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi cukup besar, perbaikan

dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut. Tebalnya 50um, terdiri atas sel epitel

tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis

sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel

4

Page 8: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui desmosom dan makula okluden;

ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel

basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan

menjadi erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.2

2. Membrana Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun

tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Mempertahankan bentuk

kornea Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi. Kerusakan akan berakhir dengan

terbentuknya jaringan parut.2

3. Stroma

Lapisan yang paling tebal dari kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri atas jaringan

kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur

sedang dibagian perifer serat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang menarik

air, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel. Gangguan

dari susunan serat kornea terlihat keruh. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan

waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea

yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah

trauma.2

4. Membran Descemet

Lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat dan tidak berstruktur dan bening terletak dibawah

stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah. Merupakan

membrane selular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan. sel endotel dan

merupakan membrane basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40um.2

5. Endotel

Satu lapis sel terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea, mengatur cairan didalam

stroma kornea, tidak mempunyai daya regenerasi, pada kerusakan bagian ini tidak akan

normal lagi. Dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intra okuler

dan usia lanjut jumlah mulai berkurang. Berasal dari mesotalium, berlapis satu bentuk

5

Page 9: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

heksagonal besar 20-40um. Endotel melekat pada mebran descemet melalui hemi desmosom

dan zonula okluden.2

6

Page 10: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

TINJAUAN PUSTAKA

PATOFISIOLOGI

Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera datang.

Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera bekerja sebagai makrofag baru

kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagi injeksi

perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang tampak sebagi bercak bewarna kelabu, keruh,

dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea

yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada perdangan yang hebat, toksin dari

kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran descemet dan endotel

kornea. Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di cairan

COA, disusul dengan terbentuknya hipopion. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak

mengenai membran descemet dapat timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat

atau descementocele. Pada peradangan dipermukaan kornea, penyembuhan dapat berlangsung

tanpa pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang lebih dalam, penyembuhan berakhir

dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila

ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endoftalmitis,

panoftalmitis, dan berakhir dengan ptisis bulbi.

GEJALA UMUM

Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau, epiforia, nyeri, kelilipan, dan

penglihatan menjadi sedikit kabur. Jika penyebabnya adalah sinar ultraviolet, maka gejala-gejala

biasanya munculnya agak lambat dan berlangsung selama 1-2 hari. Jika penyebabnya adalah

virus, maka kelenjar getah bening di depan telinga akan membengkak dan nyeri bila

ditekan.Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah mata terasa perih, gatal dan

mengeluarkan kotoran.

KLASIFIKASI

Keratitis Superfisial dapat dibagi menjadi keratitis superfisial nonulseratif dan keratitis

superfisial ulseratif.

7

Page 11: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

1. Keratitis Superfisial nonulseratif

1.1 Keratitis Pungtata Superfisial dari Fuchs

Merupakan suatu peradangan akut, yang mengenai satu, kadang-kadang dua mata, mulai

dengan konjungitivitis kataral, disertai dengan infeksi dari traktus respiratorius bagian atas.

Disusul dengan pembentukan infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua permukaan

membran Bowman. Infiltrat tersebut dapat besar atau kecil dan dapat timbul hingga berratus-

ratus. Infiltrat ini di dapatkan di bagian superfisial dari stroma, sedang epitel di atasnya tetap

licin sehingga tes fluoresin (-) oleh karena letaknya di subepitelial.

Gambar 3. Keratitis pungtata superfisial

(Sumber: http://www.optometric.com/article.aspx?article=102268)

Penyebabnya adalah infeksi virus, bakteri, parasit, neurotropik, dan nutrisial.

8

Page 12: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

1.2 Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer

Gambar 4. Keratitis Numularis

(Sumber: Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit mata edisi III)

Keratitis numularis bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrat yang bundar

berkelompok dengan inti jernih dan warna putih disekelilingnya berbatas tegas sehingga

memberikan gambaran halo. Tes fluoresen (-). Bila sembuh akan menyebabkan sikatrik

ringan.

1.3 Keratitis Disiformis dari Westhoff

Gambar 5. Keratitis disiformis

(Sumber: http://www.sarawakeyecare.com/Atlasofophthalmology/anteriorsegment/Anteriorsegment27disciformkeratitis.htm)

Disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan peradangan kornea yang banyak di

negeri persawahan basah. Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang.

Pada anamnesa umumnya ada riwayat trauma dari lumpur sawah. Pada mata tanda radang tidak

jelas, mungkin terdapat injeksi silier. Apabila disertai dengan infeksi sekunder, mungkin timbul

9

Page 13: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

tanda-tanda konjungtivitis. Pada kornea tampak infiltrat yang bulat-bulat, di tengahnya lebih

padat dari pada di tepi dan terletak subepitelial. Tes Fluoresin (-).3 Terletak terutama dibagian

tengah kornea. Umumnya menyerang orang-orang berumur 15-30 tahun.

1.4 Keratokonjungtivitis Epidemika

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata saja,

dan biasanya mata pertama lebih parah. Kekeruhan subepitel bulat. Sensasi kornea normal.

Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hiperemia

konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48

jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan

simbelfaron. 2, 4

Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama terdapat

di pusat kornea, bukan di tepi, dan menetap berbulan-bulan namun tidak meninggalkan jaringan

parut ketika sembuh. 4 Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian

luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti

demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.4 Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan

oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini

dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva

menampakkan reaksi radang mononuklear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat

banyak neutrofil. 2

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari tangan

dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang

terkontaminasi. Larutan mata, terutama anastetika topikal, mungkin terkontaminasi saat ujung

penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan

dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran. 2,4

Kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan memakai penetes steril pribadi atau

memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan

dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya tonometer.

Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alkohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan

air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4

10

Page 14: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

2. Keratitis Superfisial Ulseratif

2.1 Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa

Penyakit ini didahului oleh konjungtivitis kataral, akibat stafilokok ataupun pneumokok.

Tes fluoresin (+).4

2.2 Keratokonjungtivitis Flikten

Gambar 6. Keratokonjungtivitis flikten

(Sumber: http://imaging.ubmmedica.com/shared/zone5/0808IIMREIF2.jpg)

Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang mungkin sel

mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada mata terdapat flikten yaitu

berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan yang terdapat pada lapisan superfisial

kornea dan menonjol di atas permukaan kornea. 2,5

Bentuk keratitis dengan gambaran bermacam-macam, dengan ditemukannya infiltrat dan

neovaskularisasi pada kornea. Gambaran karakteristiknya adalah dengan terbentuknya papul dan

pustula pada kornea ataupun konjungtiva. Pada mata terdapat flikten pada kornea berupa

benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan, dengan atau tanpa neovaskularisasi yang

menuju kearah benjolan tersebut. Biasanya bersifat bilateral yang dimulai dari daerah limbus.

Pada gambaran klinis akan terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia konjungtiva,

kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam

penglihatan yang berkurang. Pada limbus di dapatkan benjolan putih kemerahan dikelilingi

daerah konjungtiva yang hyperemia. Bila terjadi penyembuhan akan terjadi jaringan parut

dengan noevaskularisasi pada kornea.

11

Page 15: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

Pada anak-anak keratitis flikten disertai gizi buruk dapat berkembang menjadi tukak

kornea karena infeksi sekunder. Tukak flikten sering ditemukan berbentuk sebagai benjolan abu-

abu, yang pada kornea terlihat sebagai:

- Ulkus fasikular, berbentuk ulkus yang menjalar melintas kornea dengan pembuluh darah

jelas dibelakangnya.

- Flikten multipel di sekitar limbus

- Ulkus cincin, yang merupakan gabungan ulkus.

2.3 Keratitis Herpetika

Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh infeksi virus

herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat

bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise,

limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis

epitelial. Kebanyakan kasus bersifat unilateral, walaupun dapat terjadi bilateral khususnya pada

pasien-pasien atopi.

Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel,

berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap

keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus,

keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan

keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya

fotofobia.

Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu paska infeksi primer dengan

mekanisme yang tidak jelas. Virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion otonom.

Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion nervus trigeminus, dan ganglion siliaris

berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea

sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks6.

12

Page 16: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

Gambar 7. Keratitis dendritik

(Sumber: Ophthalmology. A pocket textbook atlas 2nd edition 2006 by G Lange)

Keratitis superfisial dapat berupa pungtata, dendritik, dan geografik. Keratitis dendritika

merupakan proses kelanjutan dari keratitis pungtata yang diakibatkan oleh perbanyakan virus

dan menyebar sambil menimbulkañ kematian sel serta membentuk defek dengan gambaran

bercabang. Keratitis dendritika dapat berkembang menjadi keratitis geografika, hal ini terjadi

akibat bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid. Dengan demikian

gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki cabang mengelilingi ulkus.

Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes zoster, pada

herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang dikelilingi mucus plaques;

selain itu, bentuk dendriform lebih kecil.

Keratitis epitelial dapat berkembang menjadi ulkus metaherpetik, dalam hal ini terjadi

perobekan membrana basalis. Ulkus metaherpetik bersifat steril, deepitelisasi meluas sampai

stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran beberapa milimeter dan bersifat

tunggal. Pada kasus ini dapat dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai lipatan

membrana descemet. Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan akibat adanya hipestesia. Reflek

lakrimasi berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relatif tidak cukup. Ulkus metaherpetik

13

Page 17: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Untuk penyembuhannya

memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 minggu.

Klasifikasi Diagnosis:

Hogan dkk. (1964) membuat klasifikasi diagnosis keratitis herpes simpleks sebagai berikut:

1. Superfisial, dibedakan atas bentuk dendritika, dendritika dan stroma, geografika.

2. Profunda, dibedakan atas stroma dan disciform, stroma dan penyembuhan, stroma dan

ulserasi.

3. Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal ini keratouveitis dibedakan

atas bentuk ulserasi dan non ulserasi.

Klasifikasi tersebut ternyata kurang sempurna, karena bentuk keratitis pungtata yang

merupakan awal keratitis dendnitik tidak dimasukkan. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat

ternyata dijumpai glaukoma sekunder yang diakibatkan oleh radang jaringan trabekulum.

Untuk membuat diagnosis, sekarang ini dianut kiasifikasi yang dibuat oleh Pavan-

Langston (1983) sebagai berikut:

1. Ulserasi epitelial, dibedakan atas bentuk pungtata, dendritika,

dendrogeografika, geografika.

2. Ulserasi trophik atau meta herpetika.

3. Stroma, dibedakan atas bentuk keratitis disciform, keratitis interstitialis.

4. Uveitis anterior dan trabekulitis.

Klasifikasi menurut Pavan-Langston inipun belum sempurna, mengingat sangat jarang

ditemukan kasus uveitis anterior maupun trabekulitis yang berdiri sendiri tanpa melibatkan

adanya keratitis.

2.4 Keratokonjungtivitis Sika

14

Page 18: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

Gambar 8. Keratokonjungtivitis sika

(Sumber: http://odlarmed.com/?p=3709)

Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan

konjungtiva. Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan :

1. Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya: blefaritis menahun, distikiasis dan akibat

pembedahan kelopak mata.

2. Defisiensi kelenjar air mata: sindrom Sjogren, sindrom Riley Day, alakrimia congenital,

aplasi congenital saraf trigeminus, sarkoidosis limfoma kelenjar air mata, obat-obat

diuretik kimia, atropin dan usia tua.

3. Defisiensi komponen musin: benign ocular pemphigoid, defisiensi vitamin A, trauma

kimia, sindrom Stevens Johnson, penyakit-penyakit yang mengakibatkan cacatnya

konjungtiva.

4. Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neroparalitik, hidup di gurun

pasir, keratitis lagoftalmus.

5. Karena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovili kornea.

Pada keratokonjungtivitis sika terdapat rasa gatal pada mata. Pada mata didapatkan sekresi

mukus yang berlebihan. Sukar menggerakkan kelopak mata. Mata kering karena dengan erosi

kornea.

Pada pemeriksaan lama celah didapatkan miniskus air mata pada tepi kelopak mata bawah

hilang, edema konjungtiva bulbi, filamen (benang-benang) melekat di kornea.1

2.5 Rosasea Keratitis

15

Page 19: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

Gambar 9. Keratitis rosasea

(Sumber: http://www.nyee.edu/digitalatlas.html)

Didapat pada orang yang menderita akne rosasea, yaitu penyakit dengan kemerahan

dikulit, disertai akne diatasnya, yang merupakan komplikasi dari akne rosasea dan lebih sering

terjadi pada orang dengan kulit putih. Hiperemi yang terjadi berlangsung beberapa lama dan

diikuti dengan dilatasi pembuluh darah kecil yang tetap, terutama di daerah hidung. Bagian

dalam dari kulit menebal, terutama di daerah hidung. Hipertrofi kulit hidung menimbulkan

lipatan yang disebut rinofima. Penyakit ini timbul pada dewasa muda dan hilang pada usia lanjut.

Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, namun mungkin ada hubungan dengan makanan,

kelainan pencernaan, kebanyakan alkohol, dan gastric achlorida.

Lebih dari 50% menunjukkan blefaritis, konjungtivitis, yang mungkin disebabkan oleh

infeksi sekunder, dengan stafilokok. Dapat terjadi kerusakan kornea apabila akne mengenai

kornea. Pada pemeriksaan mikroskopik, perifer kornea dapat mengalami ulserasi dan

vaskularisasi, dan keratitis memiliki dasar yang sempit pada daerah limbus dan infiltrat yang luas

pada bagian sentral.4

Penyakit rosasea adalah penyakit yang menahun dan sering menimbulkan kekambuhan

serta memberikan respon yang jelek terhadap pengobatan. Pada setiap serangan penglihatan

bertambah buruk.

PENATALAKSANAAN

16

Page 20: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

1. Keratitis Superfisial nonulseratif

1.1 Keratitis Pungtata Superfisial dari Fuchs

Pengobatan yang dapat diberikan pada keratitis pungtata superfisial dari Fuchs adalah

pengobatan lokal, yaitu salep antibiotik atau sulfa untuk mencegah terjadinya infeksi

sekunder, dan dapat dikombinasi dengan kortikosteroid.

1.2 Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer

Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap penyakit ini. Obat-obatan hanya

diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk terapi lokal diberikan salep antibiotika

yang dapat dikombinasi dengan kortikosteroid.

1.3 Keratitis Disiformis dari Westhoff

Untuk keratitis Disiformis dari Westhoff dapat diberikan salep mata antibiotik

yang dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada keratitis ini, biasanya perjalanan

penyakit lama hingga berbulan-bulan.3

1.4 Keratokonjungtivitis Epidemika

Pengobatan pada keadaan akut sebaiknya diberikan kompres dingin dan

pengobatan penunjang lainnya. Lebih baik diobati secara konservatif. Bila terjadi

kekeruhan pada kornea yang menyebabkan penurunan visus yang berat dapat diberikan

steroid tetes mata 3 kali sehari.2 Antibiotik sebaiknya diberikan apabila terdapat

superinfeksi bakteri.

17

Page 21: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

2. Keratitis Superfisial Ulseratif

2.1 Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa

Salep antibiotika atau sulfa yang sesuai dengan kumannya yang didapatkan atau memakai

obat antibiotika yang berspektrum luas.

2.2 Keratokonjungtivitis Flikten

Pengobatan keratokonjungtivitis flikten adalah dengan memberi steroid lokal maupun

sistemik. Flikten kornea dapat menghilang tanpa bekas namun apabila telah terjadi ulkus akibat

infeksi sekunder dapat terjadi parut kornea. Dalam keadaan yang berat dapat terjadi perforasi

kornea.

2.3 Keratitis Herpetika

Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh spontan atau dapat

sembuh dengan melakukan debridement. Dapat juga dengan memberikan obat antivirus topikal

dan antibiotika topikal. Antivirus seperti IDU 0.1% diberikan setiap 1 jam atau asiklovir.

Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.

Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk

menghilangkan sawar epitelial sehingga antiviral lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga

untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik.

Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial sehingga reaksi

radang akan cepat berkurang.

2.4 Keratokonjungtivitis Sika

Pengobatan harus langsung bertujuan untuk mempertahankan lapisan air mata dengan

menggantinya dengan air mata buatan. Pada keratokonjungtivitis yang berhubungan dengan

Sjogren sindrom pemberian kortikosteroid dosis rendah dan topikal siklosporin menunjukkan

keefektifan.

Pengobatan juga tergantung dari penyebabnya:

a. Pemberian air mata tiruan bila yang kurang adalah komponen air mata

b. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang

c. Penutupan pungtum lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan

18

Page 22: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

2.5 Rosasea Keratitis

Pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari makan makanan pedas dan panas

serta minuman beralkohol yang dapat menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah di wajah.

Adanya infeksi stafilokokus harus diobati dengan oral tetrasiklin atau doksisiklin. Dosis

maintenen dapat diadministrasikan untuk mengontrol penyakit ini.

19

Page 23: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

PROGNOSIS

Prognosis pada setiap kasus tergantung pada beberapa faktor, termasuk luas dan

dalamnya lapisan kornea yang terlibat, ada atau tidaknya perluasan ke jaringan orbita lain, status

kesehatan pasien (contohnya immunocompromised), virulensi patogen,ada atau tidaknya

vaskularisasi dan deposit kolagen pada jaringan tersebut, waktu penegakkan diagnosis klinis

yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang seperti kultur pathogen di laboratorium.

Pasien dengan infeksi ringan dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis

yang baik; bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau

struktur intraokular sangat sulit. Diagnosis awal dan terapi tepat dapat membantu mengurangi

kejadian hilangnya penglihatan. Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus ini

karena diketahui reaksi imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon terhadap virus

ataupun bakteri. Pada keratitis superfisialis pungtata penyembuhan biasanya berlangsung baik

meskipun tanpa pengobatan.

20

Page 24: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

KESIMPULAN

Keratitis adalah peradangan pada kornea yang ditandai dengan adanya infiltrat di lapisan

kornea. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, yaitu superfisial, interstisial dan

profunda. Keratitis superfisial adalah radang kornea yang mengenai lapisan epitel dan membran

bowman. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Keratitis dapat memberikan

gejala mata merah, rasa silau, epifora, nyeri, kelilipan, dan penglihatan menjadi sedikit kabur.

Keratitis superfisial dapat dibagi menjadi :

Keratitis superfisial nonulseratif, yang terdiri atas:

1. Keratitis pungtata superfisial dari Fuchs

2. Keratitis numularis dari Dimmer

3. Keratitis disiformis dari Westhoff

4. Keratokonjungtivitis epidemika

Keratitis superfisial ulseratif, yang terdiri atas :

1. Keratitis pungtata superfisial ulserativa

2. Keratitis flikten

3. Keratitis herpertika

4. Keratitis sika

5. Rosasea keratitis

Setiap etiologi menunjukan gejala yang berbeda – beda tergantung dari jenis pathogen

dan lapisan kornea yang terkena. Diagnosis keratitis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan

lampu celah. Dengan pemeriksaan lampu celah, penatalaksanaan keratitis dapat dilakukan

dengan tepat dan sesuai dengan etiologi penyebabnya.

Prognosis pada setiap kasus tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya dan

kedalaman lapisan kornea yang terlibat, ada atau tidak nya perluasan ke jaringan orbita lain,

status kesehatan pasien (contohnya immunocompromised), virulensi patogen, ada atau tidaknya

vaskularisasi dan deposit kolagen pada jaringan tersebut, waktu penegakkan diagnosis klinis

yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang lainnya seperti kultur pathogen, dan

diagnosis serta pengobatan yang diberikan.

21

Page 25: 156541579 93574505 Referat Keratitis Superfisial Final

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G et al. 2002. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya Medika.

Hal: 129 – 152

2. Ilyas, S (2009) Ilmu Penyakit Mata, 3rd edn., Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

3. Nungraheni K. (2010) Presus mata "keratitis", Available at:

file:///C:/Users/win7/Desktop/Refrat%20keratitis/index.php.htm (Accessed: 9 Mei

2011).

4. Vaughan & Asbury's (2008) General Ophthalmology, 17th edn., United States of

America: McGraw-Hill.

5. Dinas kesehatan Propinsi Jawa Tengah., 2001. Buku Pedoman Kesehatan Mata,

Telinga, dan Jiwa. Jawa Tengah

6. Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence for herpes

simplex viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991; 75: 195200

7. Suhardjo, Agni AN. Penggunaan asiklovir salep mata 3% untuk pengobatan keratitis

herpetika, Medika 1992; 11: 258

8. Suhardjo (1995) Diagnosis dan PenatalaksanaanKeratitis Herpes Simpleks , Available

at: file:///C:/Users/win7/Desktop/Refrat%20keratitis/keratitis%20herpetik.html

(Accessed: 9 Mei 2011).

22