INFEKSI JAMUR SUPERFISIAL

download INFEKSI JAMUR SUPERFISIAL

of 43

description

infeksi jamur

Transcript of INFEKSI JAMUR SUPERFISIAL

INFEKSI JAMUR SUPERFISIAL: Dermatofitosis, Onikomikosis,

INFEKSI JAMUR SUPERFISIAL: Dermatofitosis, Onikomikosis,Tinea Nigra, PiedraMIKOLOGIInfeksi jamur dapat superfisial, subkutaneus atau sistemik tergantung karakteristik organisme dan host-nya. Bab ini khusus membahas mengenai infeksi jamur superfisial yang terbatas pada stratum korneum, rambut dan kuku. Infeksi ini dapat dibagi lagi menjadi infeksi yang menginduksi suatu respon inflamasi, seperti yang disebabkan oleh dermatofita dan infeksi yang secara minimal sampai tidak menginduksi terjadinya respon inflamasi, seperti yang disebabkan oleh piedra. DERMATOFITA

Dermatofita adalah suatu kelompok taksonomi yang dihubungkan dengan jamur. Kemampuannya untuk membentuk ikatan molekuler terhadap keratin dan menggunakannya sebagai sumber makanan menyebabkan mereka mampu berkolonisasi pada jaringan keratin, termasuk stratum korneum epidermis, rambut, kuku dan jaringan keratin hewan. Infeksi superfisial yang disebabkan oleh suatu dermatofita disebut dermatofitosis, sedangkan dermatomikosis mengacu pada infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur apapun.Aspek HistoriEpidemiologi

Terdapat sejumlah jalur klasifikasi jamur superfisial, termasuk habitat dan gambaran infeksi. Organisme geofilik (earthloving) berasal dari tanah dan menginfeksi manusia secara sporadis biasanya melalui kontak langsung dengan tanah. Infeksi ini biasanya menyebar melalui spora yang dapat hidup bertahun-tahun di selimut dan peralatan kuda. Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini biasanya menimbulkan inflamasi. Strain Microsporum gypseum, patogen geofilik tersering yang dapat dikultur dari manusia, bersifat lebih virulen dari patogen lainnya yang berasal dari tanah, menjelaskan penyebaran epidemi berkala pada kondisi yang sesuai.

Spesies zoofilik (animal-loving) biasanya ditemukan pada binatang tetapi juga dapat ditransmisikan ke manusia. Binatang dan hewan peliharaan biasanya merupakan sumber infeksi ini pada daerah perkotaan (misalnya M.canis pada kucing dan anjing). Transmisi dapat terjadi melalui kontak langsung dengan satu spesies binatang tertentu atau secara tidak langsung pada saat rambut binatang yang terinfeksi terbawa di pakaian atau bangunan yang terkontaminasi atau makanan. Daerah terpapar seperti kulit kepala, jenggot, wajah dan kedua lengan merupakan tempat infeksi yang disukai. Meskipun infeksi pada manusia karena zoofil sering supuratif, infeksi pada binatang dapat tanpa gejala klinis menunjukkan adaptasi jamur yang unik terhadap binatang sebagai host-nya. Dermatofitosis dengan peradangan paling sering disebabkan oleh dermatofita zoofilik.

Spesies antropofilik (man-loving) beradaptasi dengan manusia sebagai host. Tidak seperti infeksi geofilik dan zoofilik yang sporadis, infeksi antropofilik sering epidemik di alam. Spesies ini ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung atau perantara. Infeksi oleh spesies ini dapat bervariasi dari asimtomatis sampai ditandai dengan peradangan karena variabilitas virulensi sesuai dengan kepekaan host. Terbentuknya kerion, supurasi atau manifestasi lain peradangan tinea membantu dalam menentukan diagnosis awal. Sebaliknya, infeksi tanpa peradangan menyebabkan suatu kondisi karier tanpa adanya gambaran klinis yang menyebabkan keterlambatan diagnosis dan penyebaran infeksi.

Variabilitas host juga mempengaruhi manifestasi klinis. Individu imunokompromais lebih peka untuk mengalami dermatofitosis yang berat atau sukar disembuhkan dan kemajuan dalam kemoterapi serta transplantasi meningkatkan terjadinya infeksi oportunistik oleh dermatofita yang sebelumnya tidak patogenik. Menariknya, hanya tingkat keparahan dermatofitosis yang ditingkatkan oleh penyakit human immunodeficiency virus, bukan prevalensinya. Umur, jenis kelamin dan ras adalah faktor epidemiologi penyerta yang penting, seperti halnya infeksi dermatofita yang lima kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan. Akan tetapi, tinea kapitis karena Trichophyton tonsurans lebih sering pada perempuan dewasa dibandingkan laki-laki dewasa dan paling sering pada anak-anak Amerika Afrika. Tidak ada bukti sampai saat ini yang mendukung hubungan kepekaan terhadap dermatofita dengan beberapa kelompok ABO, begitu juga bukti bahwa penderita diabetes sangat peka terhadap infeksi ini, tetapi bagaimanapun diabetes dapat mempengaruhi perjalanan infeksi yang telah terjadi.

Gambaran mengenai perjalanan manusia yang dapat mempengaruhi secara cepat distribusi jamur endemis, diilustrasikan oleh T.tonsurans. Seperempat abad yang terakhir, T.tonsurans telah digantikan oleh M.audounii sebagai penyebab terbanyak tinea kapitis di Amerika Serikat, mempunyai hubungan yang jelas dengan imigrasi populasi Mexico dan Karibia. Resistensi relatif T.tonsurans terhadap griseofulvin juga berkontribusi terhadap hal ini.

Akhirnya. Kebiasaan maupun budaya lokal juga mempengaruhi jumlah dermatofitosis. Sebagai contoh, penggunaan alas kaki yang tertutup menyebabkan tinea pedis dan onikomikosis yang lebih banyak terjadi di negara-negara industri.

Prosedur Diagnostik

Suatu diagnosis klinis infeksi dermatofita dapat dipastikan dengan pemeriksaan mikroskopis atau kultur. Meskipun pemeriksaan mikroskopis dapat membuktikan infeksi jamur dalam beberapa menit, sering tidak menunjukkan spesies atau untuk identifikasi profil kepekaan agen infeksius. Pemeriksaan mikroskop juga dapat memberikan hasil negatif palsu dan sebaiknya dilakukan kultur jamur bila terdapat kecurigaan infeksi dermatofita secara klinis.

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS. RambutPemeriksaan lesi yang melibatkan kulit kepala atau jenggot dengan lampu wood dapat menampakkan fluoresen pteridine dari patogen yang sebenarnya (Tabel 188-1). Rambut yang berpendar sebaiknya dipilih untuk pemeriksaan selanjutnya. Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa meskipun organisme ektotriks M.canis dan M.audouinii akan berpendar pada pemeriksaan lampu wood, organisme endotriks T.tonsurans tidak akan berpendar. Trichophyton tonsurans yang saat ini diketahui sebagai penyebab tersering tinea kapitis di Amerika Serikat memberikan hasil terbatas pada pemeriksaan lampu wood. Rambut mesti dicabut, tidak dipotong, diletakkan di atas sebuah kaca mikroskop dengan potasium hidroksida (KOH) 10 sampai 20%, ditutup dengan penutup kecil dan sedikit dihangatkan. Mikroskop kekuatan rendah akan menunjukkan dua kemungkinan gambaran infeksi (Gb.188-1):1. Ektotriksartrokonidia kecil atau besar membentuk suatu lapisan di sekitar pembungkus batang rambut; atau2. endotriks artrokonidia dalam batang rambut

Tabel 188-1Karakteristik Laboratorium Dermatofita yang Menyebabkan Tinea Kapitis

Gambar 188-1. Ektotriks (kiri) dan endotriks pada rambut yang terkena

Kulit dan Kuku Spesimen kulit sebaiknya diambil dengan cara pengerokan bagian luar tepi lesi menggunakan bagian tumpul pisau bedah. Spesimen kuku harus didapat dengan menggunting seluruh ketebalan kuku yang distrofik, seproksimal mungkin dari tepi distal kuku.

Pada sediaan KOH 10 sampai 20 persen, dermatofita tampak hifa bersepta dan bercabang tanpa penyempitan (Gb.188-2); akan tetapi kultur perlu dilakukan untuk menentukan spesiesnya karena semua spesies dermatofita tampak identik.

Gambar 188-2. Pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit (skuama) memperlihatkan hifa

bersepta dan bercabangTabel 188-2. Karakteristik Dermatofita yang Paling Sering

PROSEDUR KULTUR Penentuan spesies jamur superfisial berdasarkan karakteristik makroskopis, mikroskopis dan metabolik organisme. Sabourauds dextrose agar (SDA) merupakan medium isolasi yang paling sering digunakan dan menjadi dasar bagi kebanyakan deskripsi morfologi, akan tetapi saprobes (organisme yang hidup dari bahan-bahan yang busuk atau sudah mati) kontaminan tumbuh cepat pada medium ini, menutupi organisme patogen sesungguhnya sehingga memerlukan penambahan sikloheksamid (0,5 g/L) dan kloramfenikol (0,05 g/L) untuk membuat medium menjadi sangat selektif untuk isolasi dermatofita. Versi komersil agar ini telah tersedia. Media pemeriksaan dermatofita mengandung indikator pH phenol red; yang warnanya tetap kekuningan pada pertumbuhan kebanyakan saprofit, tetapi berubah menjadi merah bila aktivitas proteolitik dermatofita meningkatkan pH menjadi 8 atau lebih. Jamur nondermatofita memberikan warna kuning pada media karena keasaman yang disebabkan oleh produk-produknya. Identifikasi jamur yang diisolasi dipermudah dengan penggunaan potato dextrose agar yang merangsang produksi konidia dan pigmen. Akhirnya, spesies Trichophyton sering dibedakan berdasarkan kebutuhan nutrisinya, ditunjukkan pada jumlah agar Trichophyton satu sampai tujuh.

Sangat penting bagi masing-masing laboratorium untuk menggunakan media standar dimana tersedia beberapa varian komersial. Kultur diinkubasi pada suhu kamar (260C (78,80F)) selama 4 minggu sebelum dibuang oleh karena tidak ada pertumbuhan. Dengan mengetahui adanya dermatofita sebanyak lebih dari 40, identifikasi yang baik membutuhkan sumber acuan yang sesuai. Tabel 188-2 memuat karakteristik patogen yang paling sering didapatkan.Patogenesis

Dermatofita dapat bertahan hidup semata-mata dari stratum korneum manusia yang menyediakan sumber makanan untuk dermatofita dan pertumbuhan miselia jamur. Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melalui dan di antara sel-sel serta terbentuknya suatu respon host.

PERLEKATAN Jamur superfisial harus mengatasi beberapa hambatan dengan membentuk artrokonidia, suatu elemen infeksius, untuk melekat dengan jaringan keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar ultraviolet, suhu dan kelembaban yang bervariasi, kompetisi dengan flora normal dan sphingosine yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak diproduksi oleh kelenjar sebasea dan bersifat fungistatik, khususnya asam lemak dengan panjang rantai 7,9,11 dan 13. Adanya asam lemak ini pada anak-anak pascapubertas bermakna dalam menurunkan secara dramatis infeksi tinea kapitis setelah pubertas.

PENETRASI Setelah perlekatan, spora jamur berbiak dan berpenetrasi ke dalam stratum korneum melebihi kecepatan deskuamasi. Penetrasi dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim musinolitik yang juga menyediakan makanan untuk jamur. Trauma dan maserasi juga mempermudah penetrasi dan merupakan faktor penting dalam patogenesis tinea pedis. Mannan jamur pada dinding sel dermatofita juga menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul apabila lapisan epidermis yang lebih dalam tercapai, termasuk kompetisi dengan besi oleh transferrin tak jenuh dan kemungkinan hambatan pertumbuhan jamur oleh progesteron.TERBENTUKNYA SUATU RESPON HOST Derajat inflamasi dipengaruhi baik oleh status imun penderita maupun organisme yang terlibat. Deteksi imun dan kemotaksis sel-sel radang dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Beberapa jamur menghasilkan faktor kemotaktik molekul berat rendah seperti yang diproduksi bakteri, sedangkan yang lainnya mengaktivasi komplemen melalui jalur alternatif, membentuk faktor kemotaktik derivat komplemen.

Pembentukan antibodi tampaknya tidak memberikan perlindungan pada infeksi jamur, seperti pada penderita dengan infeksi yang luas memiliki titer antibodi yang tinggi. Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau delayed-type hypersensitivity (DTH) memainkan peranan sangat penting pada perlawanan terhadap dermatofitosis. Bagian imunitas seluler ini dipertahankan oleh sekresi interferon- dari limfosit T helper tipe 1. Pada penderita tanpa paparan dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan peradangan minimal dan tes kulit trichophytin negatif. Infeksi menyebabkan eritema ringan dan skuama sebagai hasil peningkatan turnover keratinosit. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel Langerhans epidermal dan dipresentasikan kepada limfosit T di kelenjar limfe lokal. Kemudian limfosit T mengalami proliferasi klonal dan bermigrasi ke tempat infeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi meradang dan barier epidermal menjadi permiabel terhadap transferrin dan sel-sel bermigrasi. Jamur segera dimusnahkan dan lesi menghilang secara spontan. Tes kulit trichophytin menjadi positif dan menghilangnya suatu infeksi sekunder akan lebih cepat.

Reaks dermatofitid yang terjadi pada 4 sampai 5% penderita merupakan suatu reaksi alergi kulit berupa peradangan eksematous pada tempat yang jauh dari infeksi jamur primer. Tidak seperti lesi primer, pemeriksaan KOH dan kultur memberikan hasil negatif. Reaksi ini dapat berbentuk papul folikuler, eritema nodosum, id vesikuler pada telapak tangan dan kaki, seperti erisipelas, erythema annular centrifugum, atau urtikaria (lihat bab 17). Meskipun mekanismenya yang jelas tidak diketahui, reaksi ini berhubungan dengan respon DTH terhadap tes trichophytin dan melibatkan suatu respon DTH lokal terhadap antigen jamur yang diabsorbsi secara sistemik.GenetikKesakitan dalam rumah tangga pada kasus-kasus yang disebabkan oleh T.concentricum dan T.rubrum, anggota keluarga relatif lebih sering terinfeksi dibandingkan pasangan suami istri pada paparan jamur yang sama. Faktor-faktor spesifik yang mempermudah infeksi tidak diketahui.DERMATOFITOSIS

Tinea kapitisTinea kapitis adalah suatu dermatofitosis pada kulit kepala serta rambut, disebabkan oleh beberapa dermatofita patogenik dari genus Trichophyton and Microsporum kecuali T.concentricum. Penyebab tersering di seluruh dunia adalah M.canis, sedangkan di Amerika Serikat penyebab terbanyak adalah T.tonsurans diikuti oleh M.canis.

EPIDEMIOLOGI Insiden tinea kapitis tidak diketahui, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak berumur 3 sampai 14 tahun dan jarang ditemukan pada dewasa. Tinea kapitis lebih sering pada anak-anak keturunan Afrika dengan alasan yang tidak jelas. Transmisi meningkat pada higiene perorangan yang rendah, padat penghuni dan status ekonomi yang rendah. Organisme penyebab tinea kapitis dikultur dari bahan-bahan perantara seperti sisir, topi, sarung bantal, mainan dan tempat duduk bioskop. Setelah terjadi penyebaran lengkap, rambut dapat menyembunyikan organisme yang infeksius lebih dari satu tahun. Sering terdapat karier asimtomatik sehingga eradikasi sulit dilakukan.PATOGENESIS Dermatofita ektotriks (lihat Table 188-1) khasnya menyebabkan infeksi pada stratum korneum perifolikuler, menyebar ke sekitarnya dan memasuki batang rambut pada fase pertengahan sampai lanjut anagen sebelum turun ke folikel kemudian menembus korteks rambut. Artrokonodia kemudian mencapai korteks rambut dan disebarkan ke permukaan rambut. Secara mikroskopis, hanya artrokonidia ektotriks yang dapat dilihat pada rambut yang dicabut meskipun hifa intrapilari juga dapat ditemukan.

Patogenesis infeksi endotriks adalah sama kecuali bahwa artrokonidia tetap berada di dalam batang rambut, menggantikan keratin intrapilari dan meninggalkan korteks yang utuh. Akibatnya rambut sangat rapuh dan patah pada permukaan kulit kepala dimana tidak terdapat sokongan dinding folikuler sehingga meninggalkan sebuah titik hitam kecil (black dot). Demikian, ditemukan tinea kapitis tipe black dot.TEMUAN KLINIS

Gambaran klinis tinea kapitis tergantung pada penyebabnya (Tabel 188-3).Tabel 188-3. Organisme yang Berkaitan dengan Tipe Klinis Tinea Kapitis*

* Satu organisme dapat memberikan presentasi lebih dari satu

Tipe Noninflamasi, Manusia atau Epidemi Gambaran tinea kapitis noninflamasi paling sering tampak dengan organisme antropofilik ektotriks seperti M.audouinii atau M.canis. Bentuk tinea kapitis ini juga dikenal sebagai bentuk seboroik karena skuamanya yang mencolok. Peradangan yang terjadi minimal. Rambut di area yang terkena menjadi abu-abu dan kurang berkilau karena adanya artrokonidia pada selubung rambut dan terputus tepat pada kulit kepala (Gb.188-3). Seringkali tidak ditemukan adanya rambut rontok secara nyata. Akan tetapi, seringnya lesi ini tampak berbatas tegas, hiperkeratotik bulat, daerah alopesia berskuama oleh karena patahnya rambut (tipe gray patch; Gb.188-4). Gambarannya adalah seperti lapangan gandum. Rambut dan skuama yang tersisa menunjukkan fluoresensi hijau di bawah lampu wood (lihat Tabel 188-1). Lesi biasanya terjadi pada daerah occiput.

Gambar 188-3. Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouinii

Gambar 188-4. Tinea kapitis tipe gray patch. Suatu plak hiperkeratotik bulat, besar dari alopesia karena batang rambut yang terputus menutupi permukaan memberikan gambaran lapangan gandum yang dipotong oleh mesin pemotong rumput pada kulit kepala seorang anak. Rambut yang tersisa dan skuama memberikan fluoresen hijau bila diperiksa dengan lampu wood. Microsporum canis dapat diisolasi pada kultur.Tipe Inflamasi Tinea kapitis tipe inflamasi biasanya tampak dengan patogen zoofilik atau geofilik, contoh yang sering adalah M.canis dan M.gypseum. Peradangan pada tinea kapitis merupakan hasil reaksi hipersensitivitas terhadap infeksi. Spektrum inflamasi mulai dari folikulitis pustular sampai kerion (Gb.188-5) dengan tumpukan massa bercampur dengan rambut patah dan orifisium folikuler yang berdarah dengan pus. Peradangan seperti ini biasanya meninggalkan alopesia sikatrisial. Lesi yang meradang biasanya gatal dan dapat disertai nyeri, limfadenopati servikal posterior, demam dan lesi tambahan pada kulit tidak berambut.

Gambar 188-5. Kerion pada kulit kepala

Tinea Kapitis Black Dot

Tinea kapitis tipe black dot disebabkan oleh organisme antropofilik endotriks T.tonsurans dan T.violaceum merupakan bentuk tinea kapitis dengan peradangan minimal. Kerontokan rambut dapat terjadi atau tidak. Bila ini terjadi rambut patah setinggi kulit kepala menimbulkan kelompok bintik-bintik hitam (black dot) pada daerah alopesia (Gb.188-6). Biasanya terdapat skuama difus yang khas, tetapi peradangan bervariasi dari minimal sampai folikulitis pustular atau lesi menyerupai furunkel sampai kerion. Daerah yang terkena biasanya multipel atau poligonal dengan batas tidak tegas, tepi menyerupai jari tangan. Rambut normal biasanya tetap ada dalam bercak alopesia.

Gambar 188-6 Tinea kapitis tipe Black dot disebabkan oleh Trichophyton tonsuransDIAGNOSIS BANDING (Kotak 188-1)

HISTOPATOLOGI Pada tinea kapitis, pengecatan methenamin silver dan periodic acid-Schiff (PAS) menunjukkan hifa di sekitar dan di dalam batang rambut. Dermis menunjukkan suatu infiltrat perifolikuler yang terdiri dari campuran limfosit, histiosit, sel plasma dan eosinofil. Gangguan folikuler memudahkan terjadinya suatu reaksi foreign-body giant cell.

Lesi dengan peradangan seperti kerion ditandai dengan infiltrat yang lebih padat dari abses lekosit polimorfonuklear di dalam dermis dan folikel. Organisme sulit dilihat tetapi antigen jamur dapat dideteksi dengan teknik imunofluoresen.

Tinea FavosaTinea favosa atau favus (Latin, honey comb) adalah suatu infeksi dermatofita kronis pada kulit kepala, kulit tidak berambut dan atau kuku yang ditandai oleh krusta tebal berwarna kuning (skutula) dalam folikel rambut yang menyebabkan alopesia sikatrisial.

EPIDEMIOLOGI Favus biasanya didapat sebelum remaja dan dibawa sampai dewasa, berhubungan dengan malnutrisi dan higiene yang buruk, terbatas secara geografik pada abad sebelumnya, seperti yang terlihat eksklusif di Afrika, Timur Tengah dan beberapa bagian Amerika Selatan. Di daerah ini pula, insiden favus menurun secara dramatis.ETIOLOGI T.Schoenleinii adalah penyebab terbanyak favus pada manusia, sedangkan T.violaceum dan M.gypseum merupakan isolat terjarang. Meskipun favus terdapat pada unggas, tikus dan kuda, terdapat sedikit sekali laporan pada literatur bahwa favus pada manusia disebabkan oleh organisme penyebab favus pada binatang.TEMUAN KLINIS Favus dini (biasanya 3 minggu pertama infeksi) ditandai dengan adanya bercak eritema folikuler dengan skuama perifolikuler ringan dan rambut yang sedikit menggumpal. Invasi hifa yang progresif menyebabkan folikel membesar, pertama-tama menimbulkan papul merah kekuningan kemudian krusta kekuningan yang cekung, di tengahnya sering terdapat sehelai rambut kering dan kusam (Gb.188-7) yang kurang rapuh dibandingkan pada infeksi endotriks. Skutula dapat mencapai diameter 1 cm, meliputi rambut di sekelilingnya dan bergabung dengan skutula lain membentuk lempeng besar yang melekat dengan bau seperti tikus atau keju yang tidak mengenakkan. Setelah beberapa tahun, lesi meluas ke perifer meninggalkan bagian tengah berupa alopesia yang bersih dan atrofi.

Gambar 188-7. Favus disebabkan oleh Trichophyton schoenleinii. Tampak sejumlah skutula berwarna kuningPEMERIKSAAN LABORATORIUM T.schoenleinii menunjukkan fluoresensi hijau keabu-abuan sepanjang keseluruhan rambut pada pemeriksaan lampu wood. Mikroskopis dengan sediaan KOH menunjukkan hifa tersusun sepanjang rambut, di sekitar dan di dalam batang rambut, sedikit artrokonidia dan ruang hampa udara.

Tinea Barbae

EPIDEMIOLOGI Berdasarkan definisi, tinea barbae hanya terjadi pada laki-laki. Sebelumnya sebagian besar transmisi terjadi melalui pisau cukur yang terkontaminasi, tetapi meningkatnya sanitasi telah menurunkan insidennya. Pada saat ini tinea barbae lebih sering terjangkit melalui paparan langsung terhadap sapi, kuda atau anjing dan lebih banyak terdapat di daerah pedesaan di antara petani dan peternak.ETIOLOGI Tinea barbae paling sering disebabkan oleh organisme zoofilik T.mentagrophytes dan T.verrucosum dan jarang disebabkan oleh M.canis. Di antara organisme antropofilik, T.megninii, T.schoenleinii dan T.violaceum dapat menyebabkan tinea barbae di daerah endemis, sedangkan T.rubrum merupakan penyebab yang jarang.

TEMUAN KLINIS Tinea barbae khasnya unilateral dan lebih sering mengenai daerah janggut dibandingkan kumis atau bibir atas. Tinea barbae terdapat dalam tiga bentuk.

Tipe Inflamasi Biasanya disebabkan oleh T.mentagrophytes dan T.verrucosum, tinea barbae tipe inflamasi (Gb.188-8) analog dengan terjadinya kerion pda tinea kapitis. Lesi noduler dan ditutupi oleh krusta yang berasal dari cairan seropurulen. Rambut pada daerah ini suram, rapuh dan mudah dilepaskan untuk menunjukkan massa purulen pada akarnya. Pustulasi perifolikuler dapat bergabung membentuk sinus dan kumpulan pus yang menyerupai abses berakhir menjadi alopesia sikatrisial.Tipe Superfisial Disebabkan oleh antropofil yang kurang menyebabkan peradangan. Bentuk tinea barbae ini sangat mirip dengan folikulitis bakterial dengan eritema ringan yang difus dan papul perifolikuler serta pustula (Gb.188-8B). Rambut yang pudar dan rapuh mengesankan infeksi endotriks dengan T.violaceum lebih condong sebagai penyebab dibandingkan T.rubrum.Tipe Sirsinata Seperti kebanyakan tinea sirsinata pada kulit yang tak berambut, tinea barbae menunjukkan tepi vesikulopustuler yang meluas, aktif dengan central scaling dan rambut yang relatif jarang (Gb.188-9) Gambar 188-8A. Tinea barbae, kerion. Nodul merah berbatas tegas dengan pustul multipel kekuningan. Permukaannya edematosa dan basah. Rambut tampak menghilang dari nodul ini. B. Tinea barbae superfisial. Papul dan pustul folikuler yang tersebar dan mudah dikelirukan dengan folikulitis Staphylococcus aureus

Gambar 188-9. Tinea barbae sirsinata memiliki batas yang melebar dengan papul kecil, vesikel dan skuama.

DIAGNOSIS BANDING (Kotak 188-2)

Tinea Korporis (Tinea Sirsinata)Tinea korporis menggambarkan seluruh dermatofitosis pada kulit tak berambut kecuali telapak tangan, telapak kaki dan pelipatan paha.EPIDEMIOLOGI Tinea korporis dapat ditularkan secara langsung dari manusia terinfeksi atau binatang, melalui perantara atau autoinokulasi dari reservoir seperti kolonisasi T.rubrum pada kaki. Anak-anak tampaknya lebih mudah terkena patogen zoofilik, terutama M.canis dari anjing atau kucing. Pakaian tertutup dan iklim yang hangat serta berkelembaban tinggi dikaitkan dengan erupsi yang lebih sering dan berat.

Pakaian tertutup, seringnya kontak kulit dengan kulit dan trauma minor (luka bakar) yang mengganggu kompetisi alami, menciptakan lingkungan yang baik untuk perkembangan dermatofita. Beberapa kali terjadi wabah tinea corporis gladiatorum, paling sering disebabkan oleh T.tonsurans.

Tinea imbrikata yang disebabkan oleh T.consentricum secara klinis tampak sebagai plak yang terdiri dari cincin-cincin eritematosa konsentris. Tinea ini terbatas dengan luas pada daerah Timur Jauh, Pasifik Selatan serta Amerika Selatan dan Tengah.

ETIOLOGI Meskipun semua dermatofita dapat menyebabkan tinea korporis, penyebab tersering adalah T.rubrum, T.mentagrophytes, M.Canis dan T.tonsurans juga sering sebagai patogen. T.rubrum dan T.verrucosum merupakan kandidat yang paling mungkin pada kasus dengan keterlibatan folikuler. Tinea imbrikata disebabkan oleh T.concentricum.

TEMUAN KLINIS Tabel 188-4 menunjukkan berbagai macam varian tinea korporis. Gambaran klasiknya berupa lesi anular dengan skuama yang dikelilingi tepi eritematosa. Tepinya seringkali berbentuk vesikuler (Gb.188-10) dan berkembang secara sentrifugal. Bagian tengah lesi biasanya berskuama, namun dapat juga bersih. Lesi dapat serpiginous dan anular (ring-worm-like; Gb.188-11). Cincin vesikuler yang konsentrik menunjukkan tinea inkognito yang disebabkan oleh T.rubrum, dimana cincin konsentrik dari tinea imbrikata menunjukkan sedikit atau tidak ada vesikulasi. Infeksi T.rubrum juga dapat dalam bentuk yang luas dengan plak polikistik atau psoriasiformik yang berkonfluen (Gb.188-12).Tabel 188-4. Variasi Tinea Korporis

Granuloma Majocchi adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh T.rubrum, terjadi bila hifa jamur menginvasi rambut dan folikel rambut. Secara klinis tampak pada perempuan yang mencukur rambut tungkainya dan tampak sebagai papul-papul folikulosentris yang meradang.

Gambar 188-10. Tinea corporis anular pada paha. Tampak lesi anular konfluen, multipel dengan skuama dan sebagian tepi vesikuler. Tipe lesi ini biasanya tampak pada infeksi dermatofitik zoofilik.

Gambar 188-11. Tinea korporis dengan konfigurasi khas ringworm-likeGambar 188-12. Pola polisiklik dari tinea korporis yang menyerupai psoriasis

DIAGNOSIS BANDING (Kotak188-3)

Tinea Kruris

Tinea kruris merupakan dermatofitosis yang sering ditemukan pada kulit lipat paha, genitalia, daerah pubis, perineum, dan perianal. Penamaan penyakit ini merupakan istilah yang tidak cocok, karena dalam bahasa Latin kruris berarti kaki. Penyakit ini merupakan dermatofitosis terbanyak kedua yang sering ditemukan.

EPIDEMIOLOGI Seperti halnya tinea korporis, tinea kruris menyebar melalui kontak langsung ataupun kontak dengan peralatan yang terkontaminasi, dan dapat mengalami eksaserbasi karena adanya oklusi dan lingkungan yang hangat, serta iklim yang lembab. Kelainan ini terjadi tiga kali lebih sering pada pria bila dibandingkan dengan wanita, dan orang dewasa lebih sering menderita penyakit ini bila dibandingkan dengan anak-anak. Sekali lagi, autoinfeksi dari sumber penularan yang jauh letaknya seperti halnya tinea pedis yang disebabkan oleh T. rubrum atau T. mentagrophytes sering kali terjadi. ETIOLOGI Kebanyakan tinea kruris disebabkan oleh T. rubrum dan Epidermophyton floccosum, dimana E. floccosum merupakan spesies yang paling sering menyebabkan terjadinya epidemi. T. mentagrophytes dan T. verrucosum jarang menyebabkan tinea kruris. TEMUAN KLINIS Tinea kruris biasanya tampak sebagai papulovesikel eritematosa yang multipel dengan batas tegas dan tepi meninggi. Pruritus sering ditemukan, seperti halnya nyeri yang disebabkan oleh maserasi ataupun infeksi sekunder. Tinea kruris yang disebabkan oleh E. floccosum paling sering menunjukkan gambaran central clearing, dan paling sering terbatas pada lipatan genitokrural dan bagian pertengahan paha atas. Sebaliknya, infeksi oleh T. rubrum sering memberikan gambaran lesi yang bergabung dan meluas sampai ke pubis, perianal, pantat, dan bagian abdomen bawah (Gbr. 188-13). Secara khas tidak terdapat keterlibatan pada daerah genitalia.

Gambar 188-13. Tinea kruris. Plak eritematosa berskuama dengan batas tegas pada daerah lipat paha dan pubis.DIAGNOSIS BANDING (Kotak 188-4)

Tinea Pedis dan Tinea Manus

Tinea pedis merupakan dermatofitosis pada kaki, sedangkan tinea manus mengenai daerah telapak tangan dan interdigitalis tangan.

EPIDEMIOLOGI Penyakit ini tersebar luas, tinea pedis dan tinea manus merupakan dermatofitosis yang paling sering ditemukan. Prevalensi tinea pedis adalah sekitar 10 persen, secara primer diakibatkan oleh penggunaan sepatu modern yang tertutup rapat, walaupun peningkatan perjalanan ke seluruh dunia telah diperkirakan menjadi faktor yang mempengaruhi. Insiden tinea pedis lebih tinggi pada orang-orang yang menggunakan tempat mandi umum, pancuran umum ataupun kolam renang.

Tinea manus dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi ataupun binatang yang terinfeksi, kontak dengan tanah, ataupun autoinokulasi. Bagaimanapun, tinea manus hampir selalu dihubungkan dengan adanya tinea pedis dan kejadiannya paling sering terjadi pada tangan yang digunakan untuk menggaruk kaki.

ETIOLOGI Tinea pedis dan tinea manus terutama disebabkan oleh T. rubrum (paling sering), T. mentagrophytes, dan E. floccosum. TEMUAN KLINIS Tinea pedis dapat memberikan empat gambaran klinis, ataupun dapat berupa kombinasi dari keempat gambaran klinis tersebut.Tipe Intertriginosa Kronis (Tipe Interdigitalis) merupakan gambaran tinea pedis yang paling sering ditemukan, kelainan ini dimulai sebagai skuama, erosi, dan eritema pada kulit interdigitalis dan subdigitalis kaki, terutama diantara tiga jari kaki yang paling lateral. Pada keadaan yang sesuai, infeksi ini akan menyebar ke telapak kaki yang berdekatan, tetapi jarang meluas sampai ke punggung kaki. Adanya oklusi dan koinfeksi dengan bakteri dapat dengan segera menyebabkan terjadinya maserasi pada daerah interdigitalis, pruritus dan bau yang tidak enak yang disebut dengan dermatofitosis kompleks atau athletes foot (Gbr. 188-14).

Gambar 188-14. Tinea pedis, interdigital. Area yang terkena megalami maserasi dan memiliki skuama putih yang buram dan beberapa erosi.Tipe Hiperkeratotik Kronis Biasanya terdapat secara bilateral yang ditandai oleh adanya bercak ataupun skuama yang difus, terbatas pada kulit yang tebal, telapak kaki, dan bagian lateral dan medial kaki. Kelainan ini juga dikenal sebagai tinea pedis tipe moccasin (Gbr. 188-15). T. rubrum, merupakan penyebab utama kelainan ini, menyebabkan terbentuknya vesikel dalam beberapa menit, yang kemudian meninggalkan collarettes dengan skuama yang berdiameter kurang dari 2 mm. Eritema dapat ditemukan.

Gambar 18-15. Tinea pedis. Distribusi skuama putih superfisial pada tipe Moccasin. Tampak skuama dengan pola arsiner yang khasTinea manuum unilateral sering terjadi pada tinea pedis tipe hiperkeratotik, yang menyebabkan timbulnya suatu keadaan yang disebut dengan sindroma dua kaki satu tangan (Gbr. 188-16). Ketika tinea manus meluas sampai punggung tangan, keadaan ini sering dianggap sebagai pola klinis dari tinea korporis (lihat Gbr. 118-16.1 pada edisi on line). Antijamur oral sering dibutuhkan sebagai pengobatan karena tingginya terdapatnya onikomikosis yang menyertai kelainan ini dan tingginya kekambuhan.

Gambar 18-16. Gambaran dua kaki-satu tangan dari Trichophyton rubrumTipe Vesikulo-Bulosa Tinea pedis tipe vesikulo-bulosa, secara khas disebabkan oleh T. mentagrophytes, memberikan gambaran berupa vesikel berukuran lebih besar dari 3 mm yang berdinding tegang, vesikulopustul, ataupun bula pada kulit telapak kaki yang tipis dan pada daerah sekitar telapak kaki (Gbr. 188-17). Kelainan ini jarang dilaporkan terjadi pada masa anak, tetapi spesies jamur yang paling sering menjadi penyebab pada anak adalah T. rubrum.

Gambar 188-17. Tinea pedis: tipe bullous. Vesikel-vesikel yang pecah, bula, eritema dan erosi pada bagian plantar ibu jari kaki. Hifa dapat ditemukan dengan pemeriksaan potasium hidroksida yang diambil dari dari atap bula bagian dalam. Pada beberapa kasus, onikomikosis superfisial yang berwarna putih juga dapat terlihat pada infeksi Trichophyton mentagrophytes.Tipe Ulserasi Akut Koinfeksi dengan bakteri, paling sering dengan bakteri gram negatif berkombinasi dengan T.mentagrophytes, menyebabkan terbentuknya gambaran vesikulopustul dan ulserasi purulen yang luas pada permukaan plantar pedis. Selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan demam sering terjadi pada penyakit ini.

Tipe vesikulo-bulosa dan ulserasi akut sering menyebabkan terbentuknya reaksi id tipe vesikular, dimana distribusinya dapat ditemukan sebagai lesi yang menyerupai dishidrosis pada tangan atau pada bagian lateral kaki atau jari kaki.

DIAGNOSIS BANDING (Kotak 188-5)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada lesi tipe vesikulo-bulosa, pemeriksaan pada atap vesikel dan bula dapat memberikan tingkat kepositifan yang tinggi pada pemeriksaan KOH.PATOLOGI Secara histopatologi, tinea pedis tipe hiperkeratotik ataupun tinea manuum ditandai oleh akantosis, hiperkeratosis, dan terdapat infiltrat perivaskuler pada dermis superfisial yang jarang, kronis. Tipe vesikulo-bulosa membentuk gambaran spongiosis, parakeratosis, dan vesikulasi intraepitelial spongiotik serta vesikulasi sub-korneal. Pada kedua tipe, kadangkala dapat terlihat fokus neutrofil pada stratum korneum. Pada pemeriksaan dengan menggunakan pengecatan PAS atau methenamine silver dapat menunjukkan adanya gambaran jamur penyebab. ONIKOMIKOSIS

Onikomikosis merupakan setiap infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita, jamur nondermatofita ataupun yeast. Tinea unguium menunjukkan infeksi dermatofita pada lempeng kuku. Onikomikosis merupakan kelainan kuku yang paling sering terjadi dan terjadi sekitar 50 persen dari seluruh kelainan kuku. Terdapat empat gambaran klinis onikomikosis yaitu : (1) distal subungual onychomycosis, (2) proximal subungual onychomycosis (PSO), (3) white superficial onychomycosis (WSO), dan (4) candidal onychomycosis.

Epidemiologi

Onikomikosis merupakan suatu infeksi yang sering terjadi, dengan perkiraan prevalensi di populasi berdasarkan suatu penelitian adalah sekitar 2 persen sampai 8 persen, yang mungkin masih merupakan suatu perkiraan yang terlalu rendah. Proyek Achilles memperkirakan prevalensi onikomikosis di Eropa adalah sekitar 27 persen dan penelitian di Amerika Utara menunjukkan bahwa insidennya sebesar 13,8 persen. Peningkatan prevalensi penyakit ini mungkin merupakan kelainan sekunder yang disebabkan oleh pemakaian sepatu ketat, peningkatan jumlah individu yang mengalami imunosupresi dan peningkatan penggunaan tempat penyimpanan barang secara bersamaan. Kejadian onikomikosis juga meningkat pada anak, diperkirakan sekitar 20 persen dari mikosis superfisial yang didiagnosis pada anak dalam suatu penelitian.

Dermatofitosis pada umumnya dimulai sebagai tinea pedis sebelum meluas ke dasar kuku, sehingga membuat eradikasinya menjadi lebih sulit. Area ini akan berperan menjadi sumber infeksi kulit ulangan, terutama pada keadaan lingkungan hangat dan lembab yang disebabkan oleh oklusi ataupun iklim tropis.

Etiologi

Dermatofita merupakan penyebab terbanyak terjadinya onikomikosis. T. rubrum menyebabkan sekitar 71 persen dari seluruh kasus tinea unguium, dan T. mentagrophytes menjadi penyebab sekitar 20 persen kasus lainnya. T. tonsurans dan E. floccosum juga diketahui sebagai agen penyebab. Tabel 188-5 mengkategorikan dermatofita sebagai penyebab terbanyak berdasarkan pola terjadinya infeksi yang bersamaan pada area lain.

Tabel 188-5. Organisme Penyebab yang berhubungan dengan Pola Anatomi

Ragi merupakan sumber dari sekitar 5 persen onikomikosis (lihat bab 189), yang sebagian besar disebabkan oleh Candida albicans dan kejadiannya dihubungkan dengan terjadinya kandidiasis mukokutaneus kronis. Kapang nondermatofita seperti Acremonium, Aspergillus, Fusarium, Onychocola canadensis, Scopulariopsis brevicaulis, dan Scytalidium dimidiatum terjadi pada sekitar 4 persen onikomikosis, dengan S. brevicaulis sebagai penyebab yang paling sering diidentifikasi sebagai kapang patogen. Kapang nondermatofita tampaknya memiliki predileksi sebagai penyakit yang mendahului atau pada kuku yang telah tua.

Temuan Klinis

Bentuk onikomikosis yang paling sering terjadi dapat disebabkan oleh organisme yang terdapat pada daftar di bawah ini. Kelainan ini dapat dimulai oleh adanya invasi pada stratum korneum hiponikium dan distal dasar kuku yang menyebabkan terbentuknya warna keputihan sampai kuning kecoklatan pada bagian distal ujung kuku (Gbr. 188-18). Infeksi kemudian menyebar kebagian proksimal dasar kuku menuju bagian ventral lempeng kuku. Terjadi hiperproliferasi dasar kuku sebagai respon terhadap adanya infeksi yang menyebabkan terbentuknya hiperkeratosis subungual, dan invasi yang progresif pada lempeng kuku menyebabkan terjadinya peningkatan distrofi kuku.

Gambar 188-18. Onikomikosis subungual distalPSO (Gbr. 188-19) secara primer disebabkan oleh infeksi T. rubrum dan T. megnii pada lipatan kuku proksimal dan dibuktikan dengan terdapatnya warna putih sampai abu-abu pada bagian proksimal lempeng kuku. Warna ini kemudian secara bertahap akan melebar sehingga mengenai seluruh kuku dan selain itu dapat juga terlihat adanya hiperkeratosis subungual, leukonikia, onikolisis proksimal dan destruksi seluruh unit kuku. T. rubrum merupakan penyebab terbanyak PSO pada orang-orang yang terinfeksi HIV. WSO (Gbr. 188-20) merupakan invasi langsung pada lempeng kuku dorsal yang menyebabkan terbentuknya bercak dengan batas tegas berwarna putih sampai kuning dan tidak mengkilap yang bisa terdapat pada bagian manapun dari permukaan kuku kaki. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh T. mentagrophytes, walaupun kapang nondermatofita seperti Aspergillus, Scopulariopsis, dan Fusarium merupakan penyebab yang juga telah diketahui. Spesies Candida menginvasi melalui epitel hiponikial yang kemudian mengenai seluruh ketebalan dari lempeng kuku.

Gambar 188-19. Onikomikosis subungual proksimal pada penderita dengan sindrom imunodefisiensi yang didapat; Sarkoma Kaposi juga tampak pada jari kaki kempat.

Gambar 188-20. Onikomikosis berwarna putih yang superfisial

Diagnosis Banding (Kotak 188-6)

Pemeriksaan Laboratorium

Karena onikomikosis merupakan penyebab sekitar 50 persen kejadian distrofi kuku, maka konfirmasi diagnostik laboratorium dapat membantu sebelum dilakukannya pengobatan dengan menggunakan obat anti jamur. Pemeriksaan KOH, biopsi kuku, dan kultur jamur pada SDA (dengan dan tanpa antimikroba) merupakan pemeriksaan yang sangat berguna. Bagaimanapun, pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop sering memberikan hasil negatif bahkan ketika kecurigaan secara klinis yang besar terhadap adanya onikomikosis dan pemeriksaan kuku dengan mikroskop yang memberikan hasil positif seringkali memberikan hasil pemeriksaan kultur negatif. Negatif palsu paling sering disebabkan oleh kesalahan di dalam pengambilan sampel. Langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan hasil adalah dengan cara memaksimalkan ukuran sampel dan pengumpulan sampel yang berulang.

Pada akhirnya, karena terdapatnya kesulitan di dalam membedakan patogen dengan kontaminan, maka panduan dibawah ini harus diikuti : (1) jika dermatofita dapat diisolasi pada kultur, maka hal ini merupakan patogen; (2) jika suatu kapang nondermatofita ataupun ragi dapat dikultur, maka hal ini dapat dipertimbangkan sebagai suatu hal yang signifikan hanya jika terlihat hifa, spora, atau sel ragi pada pemeriksaan mikroskopik, dan (3) konfirmasi adanya suatu infeksi oleh nondermatofita membutuhkan isolasi berulang yang secara klasik dapat ditegaskan paling tidak pada 5 dari 20 inokula tanpa terdapatnya isolasi dermatofita secara bersamaan. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa pemeriksaan PAS dari potongan kuku merupakan tes diagnostik yang paling sensitif untuk onikomikosis, sementara kultur merupakan tes diagnostik yang paling spesifik.

Histopatologi

Hifa terlihat berada di antara lamina kuku dan terletak paralel dengan permukaan kuku, dengan predileksi terdapat di bagian ventral kuku dan stratum korneum dasar kuku. Tampak spongiosis dan parakeratosis fokal pada epidermis dan terdapat respon inflamasi yang minimal pada dermis. Pada WSO, organisme terdapat pada bagian superfisial dorsum kuku dan memperlihatkan gambaran perforating organ dan eroding fronds yang unik. Pada onikomikosis kandida menunjukkan adanya invasi pseudohifa disepanjang keseluruhan lempeng kuku, berdekatan dengan kutikula, stratum granulosum, stratum spinosum dasar kuku dan stratum korneum hiponikium.

PENGOBATAN DERMATOFITOSIS (Kotak 188-7)

Tinea Kapitis/Favus

Terdapat beragam antijamur sistemik dan topikal yang efektif dalam pengobatan infeksi yang disebabkan oleh dermatofita. Infeksi yang mengenai kulit berambut mengharuskan penggunaan antijamur oral karena dermatofita masuk ke dalam folikel rambut. Griseofulvin telah digunakan sebagai standar pengobatan tinea kapitis di Amerika Serikat. Golongan triazol oral (itrakonazol, flukonazol) dan alilamin (terbinafin) juga menunjukkan kemanan, keefektifan dan juga menunjukkan keuntungan sebagai pengobatan jangka pendek.

GRISEOFULVIN (Lihat Bab 233). Griseofulvin masih merupakan satu-satunya pengobatan oral yang disetujui oleh FDA Amerika Serikat untuk pengobatan tinea kapitis. Dosis anak-anak yang direkomendasikan adalah sekitar 10 sampai 20 mg/kg/hari selama 6 sampai 8 minggu yang dimakan bersamaan dengan makanan berlemak untuk memudahkan penyerapan. Namun telah terdapat adanya laporan mengenai tingkat kegagalan yang tinggi dengan pengobatan ini sehinga menyebabkan sekarang banyak ahli merekomendasikan dosis sebanyak 20 sampai 25 mg/kg/hari dengan menggunakan griseofulvin bentuk mikrosize dan dosis sebanyak 15 mg/kg/hari dengan menggunakan griseofulvin bentuk ultramicrosize selama 8 minggu, walaupun rekomendasi ini tidak didasarkan atas uji klinis.

Kerugian dari griseofulvin adalah rendahnya tingkat kepatuhan minum obat yang disebabkan oleh harga dan panjangnya waktu pengobatan, rasanya yang pahit jika diberikan dalam bentuk cairan, menimbulkan fotosensitifitas, sakit kepala, dan terdapatnya efek samping pada gastrointestinal. Obat ini juga berpotensi menginduksi enzim sitokrom P450. Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan selama pengobatan tinea kapitis.

FLUKONAZOL (Lihat Bab 233). Obat ini tersedia dalam bentuk tablet dan cairan yang tidak terasa pahit, dan dosis flukonazol 6 mg/kg/hari yang diberikan selama 20 hari menunjukkan keefektifan sebesar 89 persen dalam pengobatan tinea kapitis yang disebabkan oleh T. tonsurans. Dosis lain yang juga menunjukkan keefektifan adalah pemberian dosis 8 mg/kg sekali seminggu selama 8 sampai 16 minggu dan 6 mg/kg selama 2 minggu yang kemudian diikuti oleh satu minggu tambahan terapi 4 minggu kemudian, jika secara klinis mengindikasikan pemberiannya.

Absorbsi flukonazol tidak dipengaruhi oleh makanan dan terdapat efek samping pada gastrointestinal tetapi hal ini tidak sering terjadi. Telah dilaporkan terjadinya hepatitis tetapi tidak sering terjadi bila dibandingkan dengan penggunaan ketokonazol.

ITRAKONAZOL (Lihat Bab 233). Dengan dosis 3 sampai 5 mg/kg/hari, itrakonazol efektif didalam mengeradikasi tinea kapitis yang disebabkan oleh spesies Microsporum ataupun Trichophyton dalam 4 sampai 6 minggu. Terapi denyut dengan dosis 5 mg/kg/hari selama 1 minggu/bulan sebanyak satu sampai tiga denyut juga bersifat efektif.

Efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan itrakonazol adalah gangguan pada gastrointestinal, timbulnya diare pada penggunaan itrakonazol bentuk cairan, dan edema perifer, terutama jika digunakan bersamaan dengan calcium channel blockers. Seperti halnya flukonazol, obat ini juga bersifat hepatotoksik tetapi dalam tingkat yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ketokonazol. Bagaimanapun, terdapat laporan mengenai terjadinya kegagalan ginjal pada pasien yang telah diobati dengan menggunakan itrakonazol. Itrakonazol juga jarang dihubungkan dengan terjadinya gagal jantung kongestif.

TERBINAFIN (Lihat Bab 233). Dengan dosis 3 sampai 6 mg/kg/hari terbinafin dapat mengobati tinea kapitis yang disebabkan oleh Trichophyton yang digunakan selama 2 sampai 4 minggu, tetapi dibutuhkan waktu pengobatan selama 4 sampai 8 minggu untuk mengeradikasi Microsporum. Suatu penelitian perbandingan acak antara penggunaan terbinafin selama 4 minggu dengan penggunaan griseofulvin selama 8 minggu menunjukkan tidak terdapatnya perbedaan signifikan secara statistik diantara kedua obat. Infeksi yang disebabkan oleh subkelompok Trichophyton memberikan respon yang lebih baik terhadap terbinafin, sedangkan infeksi yang disebabkan oleh M. audouinii memberikan respon yang lebih baik dengan penggunaan griseofulvin.

Terbinafin juga menyebabkan terjadinya efek samping pada gastrointestinal dan meski jarang dapat menimbulkan terjadinya hepatitis. Walaupun obat ini lebih sedikit menimbulkan efek yang disebabkan oleh sitokrom P450 bila dibandingkan dengan obat antijamur lainnya, efek toksik antidepresan trisiklik dapat terjadi bila digunakan bersamaan dengan terbinafin yang disebabkan oleh penghambatan sistem CYP2D6. Seperti halnya itrakonazol, terdapat juga laporan adanya gangguan fungsi hati pada pasien yang menggunakan obat ini.

TERAPI TAMBAHAN (Lihat Bab 219). Sejumlah shampoo telah menunjukkan memberikan bantuan untuk mengeradikasi dermatofita dari kulit kepala berambut pada anak-anak dan penggunaan regimen ini telah disetujui oleh para ahli. Selenium sulfide (1 persen dan 2,5 persen), zinc pyrithione (1 persen dan 2 persen), povidone iodine (2,5 persen), dan ketokonazol (2 persen) juga sering digunakan. Rekomendasi yang biasa diberikan pada penggunaan shampoo ini adalah diberikan 2 sampai 4 kali seminggu selama 2 sampai 4 minggu. Pada tinea kapitis tipe inflamasi, pemberian glukokortikoid oral dapat mengurangi insiden terbentuknya jaringan parut. Walaupun tidak terdapat bukti yang sesuai terhadap tingkat penyembuhan yang berbeda, penggunaan glukokortikoid oral memberikan keuntungan dalam mengurangi nyeri dan pembengkakan yang terjadi. Dosis prednison yang biasa digunakan adalah 1 sampai 2 mg/kg setiap pagi dalam minggu pertama pengobatan.

Penularan serumah dapat dicegah melalui pengobatan anggota keluarga ataupun binatang yang terinfeksi dan juga melalui desinfeksi lingkungan rumah. Penggunaan shampoo ketokonazol 2 persen ataupun selenium sulfide 2,5 persen oleh seluruh anggota keluarga sebanyak tiga kali seminggu juga mengurangi proses transmisi dengan cara mengurangi pelepasan spora.

Tinea Barbae

Seperti halnya tinea kapitis, antijamur oral juga merupakan hal penting dalam pengobatan tinea barbae. Griseofulvin dengan dosis 1 gram sehari, itrakonazol dengan dosis 200 mg sehari selama 2 sampai 4 minggu, terbinafin dengan dosis 250 mg sehari selama 2 sampai 4 minggu, atau flukonazol dengan dosis 200 mg sehari selama 4 sampai 6 minggu merupakan rencana pengobatan yang efektif pada tinea barbae. Infeksi yang bersifat inflamasi yang disebabkan oleh T. verrucosum, T. mentagrophytes, M. canis biasanya sembuh tanpa menggunakan pengobatan selama 2 sampai 4 minggu. Glukokortikoid sistemik digunakan pada lesi inflamasi yang berat.

Tinea Korporis/Tinea Kruris

Untuk lesi yang terisolasi pada kulit tak berambut, agen topikal seperti alilamin, imidazol, tolnaftat, butenafin, ataupun siklopiroks merupakan obat yang efektif. Kebanyakan obat tersebut diberikan dua kali sehari selama 2 sampai 4 minggu. Antijamur oral diberikan pada infeksi yang luas ataupun lesi yang lebih inflamasi. Penelitian perbandingan pada orang dewasa menunjukkan bahwa pemberian flukonazol dengan dosis 150 mg setiap minggu selama 4 sampai 6 minggu, itrakonazol dengan dosis 100 mg setiap hari selama 15 hari, dan terbinafin dengan dosis 250 mg setiap hari selama 2 minggu, merupakan pengobatan yang memiliki keefektifan serupa dengan griseofulvin dosis 500 mg setiap hari selama 2 sampai 6 minggu, dengan efek samping yang tidak berbeda secara signifikan. Regimen pengobatan yang aman dan efektif pada anak-anak adalah griseofulvin dengan dosis 10 sampai 20 mg/kg/hari selama 6 minggu, itrakonazol dengan dosis 5mg/kg/hari selama 1 minggu, dan terbinafin dengan dosis 3 sampai 6 mg/kg/hari selama 2 minggu.

Tinea Pedis

Tinea pedis interdigitalis yang ringan tanpa terdapatnya keterlibatan bakteri dapat diobati secara topikal dengan menggunakan golongan alilamin, azol, siklopiroks, benzylmin, tolnaftat, ataupun undecenoic acid. Terbinafin topikal selama 1 minggu juga memberikan keefektifan sebesar 66 persen.

Antijamur oral terbaru juga telah menggantikan griseofulvin sebagai pilihan pengobatan pada tinea pedis yang berat dan sukar disembuhkan ketika terjadi bersamaan dengan onikomikosis. Jadwal pemberian terbinafin adalah dengan dosis 250 mg setiap hari selama 2 minggu. Regimen itrakonazol yang efektif pada orang dewasa adalah 200 mg dua kali sehari selama 1 minggu, 200 mg setiap hari selama 3 minggu, ataupun 100 mg setiap hari selama 4 minggu, sementara itu pada anak-anak harus diberikan dengan dosis 5 mg/kg/hari selama 2 minggu. Flukonazol dengan dosis 150 mg setiap minggu selama 3 sampai 4 minggu atau 50 mg setiap hari selama 30 hari juga merupakan terapi yang efektif. Onikomikosis yang sering terjadi, jika ada, harus diobati untuk mencegah terjadinya kekambuhan tinea pedis.

Maserasi, denudasi, pruritus dan bau yang tidak enak merupakan tanda yang mewajibkan kita untuk mencari adanya koinfeksi bakteri melalui pemeriksaan pengecatan gram dan kultur. Antibiotika harus segera diberikan bila kita menemukan adanya infeksi bakteri dan pemilihannya harus didasarkan atas uji sensitivitas.

Akhirnya, tinea pedis tipe vesikulo-bulosa yang disebabkan oleh reaksi imun yang dimediasi oleh sel T, penggunaan kortikosteroid topikal ataupun sistemik dapat diberikan pada awal pengobatan antijamur untuk mengurangi gejala yang ada.

Onikomikosis

Pengobatan onikomikosis tergantung pada derajat beratnya keterlibatan kuku dan jamur penyebabnya. Onikomikosis dapat dibagi menjadi kasus dengan dan tanpa adanya keterlibatan matriks kuku. Pada kasus tanpa adanya keterlibatan matriks kuku, pemberian pengobatan topikal saja sudah cukup, sementara pengobatan oral dan kombinasi direkomendasikan pada kasus yang mengalami keterlibatan matriks. Siklopiroks kadang dapat dipakai sebagai pengobatan topikal yang efektif didalam pengobatan tinea unguium (8 persen dalam bentuk cat kuku) yang diberikan setiap hari selama 48 minggu. Ketika digunakan untuk penyakit yang ringan sampai sedang, siklopiroks 7 persen efektif didalam mencapai kesembuhan secara mikologis dan klinis. Regimen ini juga dapat digunakan didalam pengobatan terhadap Candida sp. dan beberapa kapang. Walaupun regimen ini kurang manjur bila dibandingkan dengan antijamur oral terbaru, penggunaan siklopiroks topikal dapat menghindari resiko terjadinya interaksi obat, yang merupakan suatu pertimbangan penting di dalam pengobatan kronis terutama pada kebanyakan pasien yang berusia lebih tua. Amorolfin merupakan regimen spesifik lainnya yang dipersiapkan dalam bentuk cat kuku. Regimen ini merupakan anggota pertama dari kelas obat antijamur yang lebih baru, yaitu derivat morfolin. Regimen ini memiliki aktifitas melawan ragi, dermatofita dan kapang yang dapat menyebabkan onikomikosis dan telah menunjukkan kemanjuran ketika digunakan sekali seminggu.

Antijamur oral dapat digunakan pada onikomikosis yang sulit diobati, berat ataupun onikomikosis yang disebabkan oleh nondermatofita, atau ketika dibutuhkan regimen pengobatan jangka pendek atau adanya kesempatan yang besar untuk terjadinya kesembuhan. Pemilihan suatu antijamur secara utama harus didasarkan pada organisme penyebab, potensi terjadinya efek samping obat, dan adanya resiko terjadi interaksi obat.

Terbinafin bersifat fungisidal dalam melawan dermatofita, Aspergillus, dan Scopulariopsis, tetapi menunjukkan aktivitas yang beragam didalam melawan Candida sp. Terbinafin dengan dosis 250 mg setiap hari selama 6 minggu efektif digunakan pada kebanyakan infeksi kuku jari tangan, sementara itu pemberian minimum selama 12 minggu dibutuhkan untuk pengobatan infeksi pada kuku jari kaki. Efek samping yang paling banyak terjadi adalah gangguan gastrointestinal, dan adanya interaksi dengan sitokrom P450 tidak signifikan. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa pemberian berkelanjutan regimen ini secara oral selama 3 bulan bersifat sangat efektif untuk pengobatan infeksi kuku kaki jari oleh jamur pada saat ini.

Itrakonazol bersifat fungistatik didalam melawan dermatofita, kapang nondermatofita, dan ragi. Jadwal pemberian obat yang aman dan efektif meliputi dosis denyut sebanyak 400 mg setiap hari selama seminggu per bulan atau dosis berkelanjutan dari dosis 200 mg setiap hari, dimana dibutuhkan waktu selama 2 bulan untuk pengobatan kuku jari tangan dan waktu selama paling tidak 3 bulan untuk pengobatan kuku jari kaki. Dosis anak-anak adalah 5 mg/kg/hari. Peningkatan enzim liver terjadi pada 0,3 persen sampai 5,0 persen pasien dan kembali menjadi normal dalam 12 minggu setelah penghentian obat. Walaupun itrakonazol bersifat spektrum luas bila dibandingkan dengan terbinafin, banyak penelitian telah menunjukkan tingkat kesembuhan lebih rendah secara signifikan dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan terbinafin.

Flukonazol bersifat fungistatik didalam melawan dermatofita, beberapa kapang nondermatofita, dan Candida. Dosis yang biasa diberikan adalah 150 sampai 300 mg per minggu selama 3 sampai 12 bulan, walaupun dosis 450 mg setiap minggu dapat digunakan pada onikomikosis yang sukar diobati.

Griseofulvin tidak lagi dipertimbangkan sebagai standar pengobatan untuk onikomikosis karena efek samping yang ditimbulkan, interaksi obat, penggunaan obat yang lama, dan tingkat kesembuhan yang rendah. Pilihan terakhir untuk kasus yang sukar diobati adalah pengangkatan kuku secara bedah ataupun kimia dengan menggunakan senyawa urea 40 persen yang dikombinasikan dengan regimen antijamur topikal maupun oral.

Terapi kombinasi telah menunjukkan kesembuhan yang lebih efektif bila dibandingkan dengan penggunaan regimen oral ataupun topikal saja. Terbinafin oral yang dikombinasikan dengan cat kuku siklopiroks dalam suatu penelitian telah menunjukkan adanya peningkatan kesembuhan secara mikologis yaitu sebanyak 65% bila menggunakan terbinafin saja menjadi 88 persen terhadap kombinasi. Suatu penelitian serupa mengenai penggunaan terbinafin dan cat kuku amorolfin telah menunjukkan adanya perbaikan tingkat kesembuhan dari 37 persen pada penggunaan terbinafin saja menjadi 72 persen pada terapi kombinasi.

TINEA NIGRATinea nigra merupakan dermatomikosis superfisialis, yang biasanya terdapat pada stratum korneum telapak tangan, disebabkan oleh Hortaea werneckii (sebelumnya diberi nama Phaeoannellomyces werneckii dan Exophiala werneckii).Epidemiologi

Tinea nigra biasanya terjadi pada daerah yang tropis ataupun subtropis, termasuk Amerika Tengah dan Selatan, Afrika dan Asia. Penyakit ini jarang terjadi Amerika Serikat dan Eropa. Kira-kira 150 kasus telah dilaporkan terjadi di Amerika Utara sejak tahun 1950, sebagian besar dihubungkan dengan perjalanan ke daerah tropis. Fokus endemis terdapat pada daerah pantai di bagian tenggara Amerika Serikat dan Texas. Jarang terjadi penularan antar manusia. Perbandingan kejadian tinea nigra pada wanita dan pria adalah 3:1.

Etiologi

Penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh H. werneckii, selain itu jamur dematiaceous lainnya seperti Stenella araquata dapat menghasilkan gambaran klinis yang sama. Jamur dematiaceous seperti itu sering ditemukan pada tanah, saluran air, dan tumbuh-tumbuhan yang membusuk. Tinea nigra tumbuh setelah terjadinya inokulasi lebih lanjut pada trauma dan memiliki periode inkubasi yang khas yaitu selama 2 sampai 7 minggu.

Temuan Klinis

Tinea nigra sebaliknya ditemukan pada orang yang sehat dan terdapat sebagai suatu makula yang tidak bergejala, dengan bintik-bintik yang berwarna coklat sampai hitam kehijauan dengan skuama yang sedikit atau tidak terdapat sama sekali (Gbr. 188-21). Penyakit ini sering salah didiagnosis sebagai lentiginosa melanoma akral. Makula ini tidak terasa sakit dan menyebar dan tepinya sering berwarna lebih hitam.

Gambar 188-21. Tinea nigra palmaris. Suatu makula hitam kecoklatan, tidak teratur pada telapak tangan, disebabkan oleh Hortae werneckii (atas ijin Stuart Salasche,MD)

Diagnosis Banding (Kotak 188-8)

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan KOH dari kerokan lesi menunjukkan hifa bercabang yang tebal dan berwarna seperti minyak zaitun dan sel ragi yang berbentuk oval sampai kumparan tunggal ataupun berpasangan dengan terdapatnya septum transversal pada bagian pertengahannya. Dapat dilakukan kultur dengan SDA yang ditambahkan dengan sikloheksamid dan kloramfenikol dan tumbuh dalam waktu 1 minggu. Pertumbuhan diawali oleh pertumbuhan yang menyerupai ragi dan berwarna coklat sampai hitam berkilat, tampak sebagai dua sel ragi yang khas di bawah pemeriksaan mikroskop. Dengan berjalannya waktu, maka pertumbuhan miselia menjadi lebih dominan, sebagaimana hifa aerial membentuk koloni berbulu halus berwarna hitam sampai abu-abu.

Pengobatan

Tinea nigra berespon baik dengan penggunaan terapi topikal yang mengandung keratolitik (salep Whitfield, asam salisilat 2 persen), yodium tingtur, ataupun antijamur golongan azol. Pengobatan harus dilanjutkan selama 2 sampai 4 minggu setelah terjadinya perbaikan secara klinis untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Penggunaan ketokonazol dua kali setiap hari dapat memberikan kesembuhan, namun terapi sistemik jarang diindikasikan.

PIEDRA

Piedra merupakan infeksi jamur asimptomatis pada batang rambut yang juga dikenal sebagai trichomycosis nodularis. Piedra hitam disebabkan oleh Piedraia hortae, sementara piedra putih disebabkan oleh spesies patogen genus Trichosporon, yaitu Trichosporon asahii, T. asteroids, dan T. cutaneum.

Epidemiologi

Piedra hitam sering terlihat pada manusia dan primata yang terdapat di daerah tropis seperti Amerika Selatan, Kepulauan Pasifik, dan Timur Jauh, dan jarang terjadi di Afrika dan Asia. Rambut pada kulit kepala merupakan rambut yang sering terkena. Pada beberapa kebudayaan infestasi jamur ini dianjurkan untuk alasan keagamaan dan estetika. P. hortae terdapat di tanah dan pada air yang menggenang dan hasil panen.

Piedra putih paling sering ditemukan pada daerah yang beriklim sedang dan semi tropis seperti di Amerika Selatan dan Asia, Timur Tengah, India Afrika, dan Jepang serta jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Penyakit ini paling sering mengenai rambut wajah, ketiak, dan genitalia bila dibandingkan dengan rambut kulit kepala. Jarang terjadi penularan antar manusia, dan infeksi tidak dihubungkan dengan adanya perjalanan ke daerah yang endemis. T. inkin lebih sering ditemukan pada rambut pubis dan T. ovoides sering ditemukan pada rambut kepala. T. asahii dapat berada di tanah, udara, air, tanaman, sputum dan pada permukaan tubuh. Temuan Klinis

Piedra hitam ditandai oleh nodul berwarna coklat-hitam pada batang rambut yang memiliki ukuran bervariasi dari yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop sampai beberapa milimeter, dengan perlekatan yang kuat, keras, dan pada perabaan memberikan sensasi seperti pasir. Piedra hitam dapat melemahkan batang rambut, sering menyebabkan rambut menjadi patah. Rambut pada kulit kepala sering terlibat dan nodul merupakan gambaran klinis yang paling sering terlihat pada kulit kepala bagian depan.

Piedra putih berbentuk nodul, terdiri dari bagian yang lebih lunak dan kurang melekat serta berwarna keputih-putihan dan abu-abu, dapat tersebar ataupun bergabung membentuk suatu struktur menyerupai sarung. Kadangkala terdapat rambut yang patah tetapi jarang terjadi bila dibandingkan dengan piedra hitam. Piedra putih dapat dengan mudah dilepaskan dari batang rambut karena jamur ini melekat pada lapisan lipid terluar batang rambut.

Diagnosis

Pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop dapat dengan segera membedakan piedra dengan telur kutu, hair cast, defek pertumbuhan batang rambut, dan trikomikosis aksilaris. Sebagai tambahan, nodul trikimikosis aksilaris biasanya berukuran lebih kecil dan dapat berpendar ketika diperiksa dengan menggunakan lampu Wood.

Pemeriksaan Laboratorium

Nodul piedra hitam yang diperiksa dengan menggunakan KOH menunjukkan gambaran hifa tersusun lurus pada bagian perifer dan hifa yang terangkai bersama pada bagian pertengahan dan kadangkala disebut dengan pseudoparenkim. Nodul ini kebanyakan terdapat pada bagian luar batang rambut. P. hortae dapat tumbuh dengan baik, walaupun pertumbuhannya berjalan lambat, pada kebanyakan media pertumbuhan dan pertumbuhan jamur ini tidak dihambat oleh sikloheksamid.

Nodul piedra putih kurang terorganisir dan terdapat lebih intrapilar bila dibandingkan dengan nodul piedra hitam, dengan hifa yang tersusun tegak lurus terhadap batang rambut. T. asahii dapat tumbuh dengan baik pada SDA dan pertumbuhannya dapat dihambat oleh sikloheksamid.

Pengobatan

Mencukur rambut yang terinfeksi sering memberikan kesembuhan dan merupakan pengobatan terbaik pada piedra putih dan hitam. Pencukuran yang disertai dengan pemberian antijamur topikal golongan azol dapat menambah tingkat kesembuhan. Karena tingginya tingkat kekambuhan dan terdapatnya bukti yang menyatakan bahwa terdapat organisme intrafolikular pada piedra putih, beberapa peneliti menyarankan penggunaan antijamur sistemik sebagai tambahan terapi pada penyakit ini seperti penggunaan itrakonazol oral.

Dermatofita : Jamur yang mampu berkolonisasi pada jaringan keratin

Dermatofita dapat dibagi menjadi organisme

geofilik, zoofilik dan antropofilik

Dermatofita berasal dari genus Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton

Tinea kapitis, tinea barbae, tinea korporis, tinea manuum, tinea pedis, tinea cruris dan

onikomikosis, semuanya disebabkan oleh

dermatofita

Antijamur oral termasuk griseofulvin,

itrakonazol, flukonazol dan terbinafine

Tinea nigra adalah infeksi dermatofita superfisial yang menyerupai melanoma lentiginous akral

Piedra yang terdiri dari 2 bentuk putih dan hitam adalah suatu infeksi jamur asimtomatis pada batang rambut

Kotak 188-1

Diagnosis Banding Tinea Kapitis

Sangat mirip

Dermatitis seboroik, dermatitis atopik, impetigo dan

psoriasis plak atau pustular, pioderma bakteri,

folliculitis decalvans dan perifolikulitis kapitis yang

bernanah dan lunak

Dipertimbangkan

Alopesia areata, trikotilomania, pseudopelade

Disingkirkan

Sifilis, lupus eritematosus

Kotak 188-2

Diagnosis Banding Tinea Barbae

Sangat mirip

Folikulitis bakterial (sycosis vulgaris), dermatitis

perioral, folikulitis kandida, pseudofolikulitis barbae,

akne vulgaris/rosasea, dermatitis kontak

Disingkirkan

Halogenoderma, herpes simpleks

Kotak 188-3

Diagnosis Banding Tinea Korporis

Sangat mirip

Erythema annulare centrifugum, dermatitis numularis,

granuloma annulare

Dipertimbangkan

Psoriasis, liken planus, dermatitis seboroik, pitiriasis

rosea, pitiriasis rubra pilaris, polymorphous light

eruption, dermatitis kontak, akne rosasea

Disingkirkan

Mikosis fungoides, sifilis sekunder, lupus

erythematosus, dermatomiositis, infeksi jamur kandida

atau dalam, infeksi mycobacterial atau blastomikosis

Kotak 188-4

Diagnosis Banding Tinea Kruris

Sangat mirip

Psoriasis, dermatitis seboroik, kandidiasis, eritrasma,

liken simpleks kronikus

Dipertimbangkan

Familial benign pemphigus, Darier-White disease

Kotak 188-5

Diagnosis Banding Tinea Manus dan Pedis

Sangat mirip

Interdigital: Psoriasis, soft corns, koinfeksi bakteri, kandidiasis,

eritrasma

Hiperkeratotik: Psoriasis, keratoderma telapak tangan dan kaki

yang didapat atau herediter

Vesiculo-bullous: psoriasis pustular, pustulosis palmoplantar,

pioderma bakteri

Dipertimbangkan

Pitiriasis rubra pilaris, dermatitis kontak, dermatitis peridigital,

dermatitis atopik

Disingkirkan

Sindrom Reiter

Kotak 188-6

Diagnosis Banding Onikomikosis

Sangat mirip

Psoriasis, hand eczema

Dipertimbangkan

Pachyonychia congenital, Darier disease, liken planus,

leukonikia kongenital dan didapat, onychogryphosis

Disingkirkan

Dermatitis eksfoliativa, skabies norwegia, sindrom Reiter

Kotak 188-7

Pengobatan Dermatofitosis

Kotak 188-8

Diagnosis Banding Tinea Nigra

Sangat mirip

Junctional nevus, melanoma

Dipertimbangkan

Paparan bahan kimia

Disingkirkan

Addison disease, sifilis, pinta, melanoma

PAGE 40