Penyakit Akibat Infeksi Jamur
-
Upload
nita-prawitasari -
Category
Documents
-
view
164 -
download
24
description
Transcript of Penyakit Akibat Infeksi Jamur
I. DERMATOFITOSIS
A. Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat tanduk, seperti
kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis, yang disebabkan oleh golongan
jamur dermatofita.
B. Etiologi
Berdasarkan sifat morfologi makro dan mikro, dermatofita dibagi menjadi genera
Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Yang terbanyak ditemukan di
Indonesia adalah T. Rubrum. Dermatofita yang lain adalah E. Floccosum, T.
Mentagrophy, M. Canis, M. Gypseum, T. Cocentricum, T. Schoenleini, dan T.
Tonsurans.
C. Gambaran klinik
Golongan jamur dermatifia dapat menyebabkan beberapa bentuk klinis yang khas. Satu
jenis dermatofita dapat menghasilkan bentuk klinis yang berbeda, bergantung pada
lokalisasi anatominya. Bentuk-bentuk klinis tersebut adalah tinea kapitis, tinea korporis,
tinea kruris, tinea manus et pedis, tinea unguium, tinea imbrikata, dan tinea barbae
1. Tinea Kapitis
a. Definisi
Adalah kelainan kulit pada daerah kepala berambut
yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofia.
b. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofia dari
genera Trichophyton dan Microsporum, misalnya T.
Violaceum, T. Gourvulii, T. Mentagrophytes, T.
Tonsurans, M. Audonii, M. Canis, M. Ferrugineum
c. Gambaran Klinik
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak, yang dapat ditularkan dari binatang
peliharaannnya misalnya kucing dan anjing. Keluhan penderita berupa bercak
pada kepala, gatal, dan sering disertai rontoknya rambut ditempat lesi tersebut.
Ada 3 bentuk klinis dari tinea kapitis.
1. "Grey patch ringworm" merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan
oleh genus Microsporum dan ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini
biasanya dimulai dengan timbulnya papula merah kecil disekitar folikel
rambut. Papula ini kemudian melebar dan memebentuk bercak pucat karena
adanya sisik. Penderita mengeluh gatal, warna rambut menjadi abu-abu, tidak
berkilat lagi. Rambut menjadi mudah patah dan juga mudah terlepas dari
akarnya. Pada daerah yang terserang oleh jamur terbentuk alopesia setempat
dan terlihat sebagai "grey patch". Bercak abu-abu ini sulit terlihat batas-
batasnya dengan pasti, bila tidak menggunakan lampu Wood yang
memberikan fluoresensi kehijau-hijauan sehingga batas-batas yang sakit dapat
terlihat jelas.
1
2. Kerion merupakan tinea kapitis yang disertai dengan reaksi peradangan yang
hebat. Lesi berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan serbukan
sel radang disekitarnya. Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang
menetap. Biasanya disebabkan jamur zoolifik dan geofilik.
3. Black dot ringdown adalah tinea kapitis dengan gambaran berupa titik-titik
hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang terinfeksi tepat di muara
folikel. Ujung rambut yang patah penuh dengan spora terlihat sebagai titik
hitam. Biasanya disebabkan oleh genus Trichophyton.
d. Pengobatan
Pada anak biasanya diberikan per oral dengan griseofulvin 10-25 mg/kg berat
badan per hari selama 6 minggu. Dosis pada orang dewasa adalah 500 mg per hari
selama 6 minggu. Griseofulbin 'fine particle' diminum bersama minuman yang
mengandung lemak, misalnya denga susu. Penggunaan antijamur topikal dapat
mengurangi penularan pada orang yang ada disekitarnya. Selain antijamur, pada
bentuk kerion, kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek. Misalnya
prednison 20 mg sehari selama 5 hari dengan pertimbangan bahwa obat tersebut
dapat mempercepat resolusi dan menghindarkan terjadinya reaksi Id.
e. Pencegahan
Waspadalah terhadap risiko kurap dari orang atau hewan yang
terinfeksi.Ajarkan anak anda mengenai kurap dan bagaimana menghindari
infeksinya.
Cuci rambut anda secara teratur, khusus setelah mencukur rambut.
Jagalah kebersihan.Salah satunya dengan mencuci tangan secara teratur.
Jika anda melihat hewan yang memiliki kebotakan pada bagian tubuhnya,
hindarilah hewan tersebut.
Jangan pinjam meminjam perlengkapan pribadi.
2. Tinea Favosa
a. Definisi
Adalah infeksi jamur kronis, terutama oleh T. Schoenleini, Tm violaceum, dan
M. Gypseum. Penyakit ini merupakan bentuk lain tinea kapitis, yang ditandai oleh
skutula berwarna kekuningan dan bau seperti tikus pada kulit kepala. Biasanya,
lesinya menjadi sikatrik alopesia permanen. Kadang, kulit halus dan kuku dapat
terkena
b. Gambaran Klinik
Mulai dari gambaran ringan, berupa kemerahan pada kulit kepala dan
terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan, hingga skutula dan kerontokan
rambut, serta lesi menjadi lebih merah dan lebih luas. Setelah itu terjadi
kerontokan rambut, kulit mengalami atrofi, dan sembuh dengan jaringan parut
permanen. Terdiagnosis dengan menemukan miselium 'air bubles yang bentuknya
2
tidak teratur. Pemeriksaan lampu wood tampak fluoresensi hijau pudar 'dull
green’.
c. Terapi
Prinsip pengobatan sama dengan pengobatan tinea kapitis. Untuk
menghilangkan skutula dan debris gygine harus dijaga dengan baik.
3. Tinea Korporis
a. Definisi
Adalah infeksi jamur dermatofia pada kulit halus
(glaborous skin) didaerah muka, badan, lengan, dan
glutea.
b. Etiologi
Penyebabnya adalah T.rubrum dan T.
Mentagrophytebs
c. Gambaran Klinik
Bentuk klinik biasanya berupa lesi yang terdiri atas bermacam-macam
efloresensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar, atau polisiklik.
Bagian tepi lebih aktif dengan tanda peradangan yang lebih jelas. Daerah sentral
biasanya menipis dan terjadi penyembuhan sementara di tepi lesi makin meluas
ke perifer. Kadang-kadang bagian tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga
menjadi bercak yang besar.
Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak
menunjukkan tanda-tanda radang yang akut. Kelainan ini biasanya terjadi pada
bagian tubuh dan tidak jarang bersama-sama dengan tunea kruris. Bentuk kronik
yang disebabkan oleh T. Rubrum kadang terlihat bersama dengan tinea unguium
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan lokasinya, serta
pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskop langsung dengan larutan KOH 10-
20% untuk melihat hifa atau spora jamur.
d. Pengobatan
Pengobatan sistemik berupa griseofulvin dosis 500 mg sehari selama 3-4 minggu
dapat juga ketokonazol 200 sehari selama 3-4 minggu; itrakonazol 100 mg sehari
selama 2 minggu; atau terbinafin 250 mg sehari selama 2 minggu. Pengobatan
topikal dengan salep Whitfield masih cukup baik hasilnya. Dapat juga diberikan
tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol, dan naftifin HCl.
4. Tinea Imbrikata
a. Definisi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita yang
memberikan gambaran khas berupa kulit bersisik dengan sisik yang melingkar-
lingkar dan terasa gatal.
b. Etiologi
3
Penyebabnya jamur dermatofita T. Concentricum
c. Gambaran Klinik
Penyakit ini dapat menyerang seluruh permukaan kulit halus, sehingga sering
digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula eritematosa yang
gatal, kemudian timbul skuama yang agak tebal dan terletak konsentris dengan
susunan seperti genting. Lesi makin lama makin melebar tanpa meninggalkan
penyembuhan dibagian tengah.
d. Pengobatan
Pengobatan sistemik : griseofulvin dengan dosis 500 mg sehari selama 4
minggu. Sering terjadi kambuh setelah pengobatan, sehingga memerlukan
pengobatan ulang yang lebih lama. Obat sistemik yang lain adalah
ketokonazol 200 mg sehari, itrakonazol 100 mg sehari, dan terbinafin 250
mg sehari selama 4 minggu.
Pengobatan topikal tidak begitu efektif karena daerah yang terserang luas.
Dapat diberikan preparat yang menganduk keratolitik kuat dan
antimikotok, misalnya salep Whitfield, Castellani paint, atau campuran
salisilat 5% dan sulfur presipitatum 5%, serta obat-obatan antimikotik
berspektrum luas.
5. Tinea Krusis
a. Definisi
Adalah penyakit terinfeksi jamur dermatofita didaerah lipat
paha, genitalia, dan sekitar anus , yang dapat meluas ke
bokong dan perut bagian bawah.
b. Etiologi
Penyebabnya biasanya adalah E. Floccosum, kadang-
kadang dapat juga disebabkan oleh T. Rubrum. Keluhan
penderita adalah rasa gatal di daerah lipat paha sekitar
anogenital.
c. Gambaran Klinik
Adalah lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri. Mulanya lesi ini berupa bercak
eritematosa dan gatal, yang lama kelamaan meluas sehingga dapat meliputi
skrotum, pubis, glutea bahkan sampai paha. Tepi lesi aktif, polisiklis, ditutupi
skuama dan kadang disertai vesikel-vesikel kecil.
d. Pengobatan
Secara sistemik menggunakan griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 minggu.
Obat yang lain adalah ketokonazol. Pengobatan topikal memakai salep
Whutfueld, tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol dan
naftifin HCl.
4
6. Tinea Manus et Pedis
a. Definisi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita di daerah kulit
telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari tangan dan kaki serta
daerah interdigital.
b. Etiologi
Penyebab yang sering adalah T. Rubrum, T. Mentagrophytes, E. Floccosum
c. Gambaran Klinik
Terjadi pada orang dewasa yang setiap hari memakai sepatu tertutup atau yang
bekerja ditempat yang
basah, mencuci,
disawah, dan
sebagainya. Keluhan
bervariasa dari mulai
tanpa keluhan hingga
mengeluh sangat gatal
dan nyeri karena infeksi sekunder. Dikenal 3 bentuk klinis yang sering dijumpai:
1. Bentuk intertriginosa
Manifestasinya berupa maserasi, deskuamasi, dan erosi pada sela jari. Tampak
warna keputihan basah dan dapat terjadi fisura yang terasa nyeri bila
tersentuh. Bentuk klinik dapat berlangsung bertahun-tahun tanpa keluhan
sama sekali.
2. Bentuk vesikular akut
Ditandai dengan vesikula dan bula yang terletak agak dalam dibawah kulit
dan sangat gatal. Lokasi yang sering adalah telapak kaki bagian tengah dan
kemudian melebar serta vesikulanya memecah.
3. Bentuk moccasin foot.
Seluruh kaki dari telapak tepi sampai punggung kaki, terlihat kulit menebal
dan berskuama. Eritem biasanya ringan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
d. Patofisiologi
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi
jaringan keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar ultraviolet, variasi suhu
dan kelembaban, persaingan dengan flora normal, asam lemak fungistatik, dan
sphingosinesis yang diproduksi oleh keratinosit.
Setelah proses adheren, spora harus tumbuh dan menembus stratum
korneumdengan kecepatan lebih cepat daripada proses proses deskuamasi. Proses penetrasi
inidilakukan melalui sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang juga
memberikannutrisi. Trauma dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi.
Mekanisme pertahanan baru muncul setelah lapisan epidermis yang lebih
dalam telah dicapai, termasuk kompetisidengan zat besi oleh transferin tidak
tersaturasi dan juga penghambatan pertumbuhan jamur oleh progesteron. Di
5
tingkat ini, derajat peradangan sangat tergantung pada aktivasi sistem kekebalan
tubuh.
Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran penting dalam
pertumbuhan jamur. Selain itu hiperhidrosis, akrosianosis dan maserasi sela jari
merupakan factor predisposisi timbulnya infeksi jamur pada kulit. Sekitar 60-80%
dari seluruh penderita dengangangguan sirkulasi (arteri dan vena) kronik akibat
onikomikosis dan/atau tinea pedis.
e. Pengobatan
Cukup topikal saja dengan obat antijamur untuk bentuk interdigital dan
vesikular. Lama pengobatan 4-6 minggu. Bentuk moccasin foot yang kronik
memerlukan pengobatan yang lebih lama, apalagi bila disertai dengan tinea unguium,
pengobatan diberikan paling sedikit 6 minggu dan kadang-kadang memerlukan
antijamur peroral, misalnya griseofulvin, intrakonazol, atau terbenafin. Bentuk klinik
akut yang disertai selulitis memerlukan pengobatan antibiotik, misalnya penisilin
prokain, penisilin V, fluklosasilin, eritromisin atau spiramisin dengan dosis yang
adekuat. Pengobatan tradisional yang bisa dilakukan di rumah yakni dengan:
1. Tea tree oil mempunyai kandungan antifungal. Tea tree oil dapat digunakan
secara langsung pada kulit tiga kali sehari, pada bagian yang terinfeksi.
2. Ekstrak biji grapefruit dilaporkan mempunyai kandungan antifungal. Gunakan
pada kaki dua sampai tiga kali perhari.
3. Gunakan bawang putih yang sudah ditumbuk pada area yang terinfeksi.
4. Merendam kaki pada campuran 2 sendok teh garam per liter dari air hangat.
Lakukan selama 5-10 menit setiap kali dan ulangi sampai dengan infeksinya
membaik.
5. Ambil 1 sendok makan baking soda dan tambahkan sedikit air hangat-hangat
kuku, kemudian gosokkan pada bagian yang terinfeksi, kemudian cuci dan
keringkan. Sesudah itu taburi dengan tepung jagung atau bedak
7. Tinea Unguium
a. Definisi
Adalah kelainan kuku yang disebabkan
oleh infeksi jamur dermatofita.
b. Etiologi
Penyebabnya adalah t. Mentagrophytes, T.
Rubrum
c. Gambaran Klinik
Penyakit ini biasanya menyertai tinea
perdis atau tinea manus. Keluhan penderita berupa kuku menjadi rusak dan
warnanya menjadi suram. Bergantung penyebabnya, destruksi kuku dapat mulai
dari distal, lateral, ataupun keseluruhan. Bila disertai paronikia, sekitar kuku akan
6
terasa nyeri dan gatal. Pada umumnya tinea unguiun berlangsung kronik dan
sukar penyembuhannya. Dikenal tiga bentuk gejala klinis, yaitu:
1. Bentuk subungual distalis. Dimulai dari tepi distal atau distolateral kuku.
Penyakit akan menjalar ke proksimal dan dibawah kuku terbentuk sisa kuku
yang rapuh.
2. Leukonikia trikofita atau leukonikia mikofita. Bercak keputihan dipermukaan
kuku dapat dikerok untuk membuktikan adanya elemen jamur.
3. Bentuk subungual proksimal. Kuku bagian distal masih utuh namun bagian
proksimal rusak. Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku tangan
d. Pengobatan
Pengobatan infeksi kuku memerlukan ketekunan, pengertian, kerjasama, dan
kepercayaan antara penderita dan petugas kesehatan. Kelainan kuku merupakan
kelainan yang banyak penyebabnya. Diagnosis harus ditegakkan dengan
pemeriksaan mikroskopik sebelum pengobatan spesifik diberikan. Pengobatannya
sendiri sulit dan lama. Pemberian griseofulvin 500 mg sehari selama 3-6 bulan
untuk kuku jari tangan dan selama 9-12 bulan untuk kuku jari kaki merupakan
pengobatan standar. Pemberian itrakonazol atau terbenafin per oral selama 3-6
bulan juga memberikan hasil yang baik. Bedah skapel tidak dianjurkan terutama
untuk kuku jari kaki, karena kalau residif akan mengganggu pengobatan
berikutnya. Obat topikal dapat diberikan dalam bentuk losio atau kombinasi krim
bifonazol dengan urea 40% dengan bebat.
8. Tinea Barbae
a. Etiologi
Penyebab utama penyakit ini adalah Trichophyton rubrum, T. Mentagrophytes,
dan T. Violaceum.
b. Manifestasi Klinis
Penderita tinea barbae mengeluh gatal didaerah jenggot, jambang, dan kumis,
yang disertai putusnya rambut didaerah itu. Bentuk tinea barbae ada 2 macam,
yaitu: superfisialis dan kerion.
Superfisialis
Gejala-gejala eritem, papul, dan skuama, yang mula-mula kecil
selanjutnya ke arah luar dan memberi gambaran polisiklik, dengan bagian
tepi yang agak aktif. Gambaran tersebut menyerupai tinea korporis.
Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematosa dengan ditutupi krusta
atau abses kecil dengan permukaan yang basah karena erosi.
7
II. KANDIDIASIS
A. Definisi
Kandidiasis adalah penyakit jamur teratas diantara jamur lainnya yang bersifat
akut atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans.
Jamur ini dikenal sebagai organism komensal disaluran pencernaan dan mukotan dan
sering dikenal sebagai jamur oportunistik yang dapat mengenai mulut, vagina, kulit,
kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis,
atau meningitis.(Mansjoer,2000) Kandidiasis adalah sebuah penyakit dimana sering juga
disebut sebagai: Dermatocandidiasis, Bronchomiosis, Mioticvulvoginitis Mugeuet,
Candidosis, Moniliasis Oidiomycosis ,Trush.
B. Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-
laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit.
Gejalanya bermacam-macam sehingga tidak dapat diketahui data-data penyebarannya
dengan tepat. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insiden diduga lebih
tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah
yang tergenang air.
C. Etiologi
Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang
lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C.
pseudotropicalis, C. lusitaneae.
Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun eksogen,
antara lain :
1. Faktor Endogen :
a. Perubahan fisiologik
Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
Kegemukan, karena banyak keringat
Debilitas
Iatrogenik
Endokrinopati, gangguan gula darah kulit
Penyakit kronik : tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum
yang buruk.
b. Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.
c. Imunologik : penyakit genetik.
2. Faktor Eksogen :
a. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
b. Kebersihan kulit
c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi
dan memudahkan masuknya jamur.
8
d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.
D. Patofisiologi
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans
serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya
perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa semu
dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan
dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan
serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi
adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase.
Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan
di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik
dalam biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat
dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau
sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih
lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan ditemukannya
Candida albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua
bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu
percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan
bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa. Rippon
(1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi
pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi. Dengan proses
tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut biasanya hanya terdapat
blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan miselium. Kandidosis di permukaan
alat dalam biasanya hanya mengandung blastospora yang berjumlah besar, pada stadium
lanjut tampak hifa.
Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil pemeriksaan bahan klinik,
misalnya dahak, urin untuk menunjukkan stadium penyakit. Kelainan jaringan yang
disebabkan oleh Candida albicans dapat berupa peradangan, abses kecil atau granuloma.
Pada kandidosis sistemik, alat dalam yang terbanyak terkena adalah ginjal, yang dapat
hanya mengenai korteks atau korteks dan medula dengan terbentuknya abses kecil-kecil
berwarna keputihan. Alat dalam lainnya yang juga dapat terkena adalah hati, paru-paru,
limpa dan kelenjar gondok. Mata dan otak sangat jarang terinfeksi. Kandidosis jantung
berupa proliferasi pada katup-katup atau granuloma pada dinding pembuluh darah
koroner atau miokardium. Pada saluran pencernaan tampak nekrosis atau ulkus yang
kadang-kadang sangat kecil sehingga sering tidak terlihat pada pemeriksaan. Manifestasi
klinik infeksi Candida albicans bervariasi tergantung dari organ yang diinfeksinya.
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang komplek
antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.11,12 Faktor penentu patogenitas
kandida adalah :
9
1. Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat
menyebabkan proses pathogen pada manusia. C. albicans adalah kandida yang paling
tinggi patogenitasnya.
2. Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang germtube
melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat adalah suatu
glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu
lingkungan.
3. Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam kultur
sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat dalam patogenitas
kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan
mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk
hifa yang melakukan invasi.
4. Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik.
Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion dalam kolonisasi jamur.
Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi bila C. albicans dirusak secara
mekanik.
5. Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan oleh C.
albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.
Mekanisme pertahanan pejamu :
1. Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida. Kerusakan
mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi terjadinya kandidiasis.
2. Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan cairan dalam
mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non spesifik menghambat atau
membunuh mikroba.
3. Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk
memakan dan membunuh spesies kandida merupakan mekanisme yang sangat penting
untuk menghilangkan atau memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida
yang siap difagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah
difagosit. Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium kandida. Makrofag berperan
dalam melawan kandida melalui pembunuhan intraseluler melalui system mieloperoksidase
(MPO).
4. Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan melawan
infeksi kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas seluler pada
penderita kandidiasi mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita dengan
infeksi HIV. Sistem imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang
memperlihatkan titer antibodi antikandida yang tinggi dapat menghambat fagositosis.
b. Mekanisme imun seluler dan humoral : tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit
adalah menempelnya kandida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi antara
glikoprotein permukaan kandida dengan sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan
zat keratinolitik (fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel.
10
Bentuk pseudohifa kandida juga mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam
jaringan kandida mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan
reaksi radang akut. Lapisan luar kandida mengandung mannoprotein yang bersifat
antigenik sehingga akan mengaktifasi komplemen dan merangsang terbentuknya
imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigen-antibobi di
permukaan sel kandida, yang dapat melindungi kandida dari fungsi imunitas tuan
rumah. Selain itu kandida juga akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan
fagosit lain.
c.Mekanisme non imun : interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.
d. Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat mutlak untuk
berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara
mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel
mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-
molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil
yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif.
Pada umumnya Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan
infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu.
E. Klasifikasi
Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut:
1. Kandidosis selaput lendir : Kandidosis oral (thrush)ZXD, Perleche, Vulvovaginitis,
Balanitis atau balanopostitis, Kandidosis mukokutan kronik, dan Kandidosis
bronkopulmonar dan paru.
2. Kandidosis kutis : Daerah Intertriginos, Daerah Perianal, Generalisata, Paronikia dan
onikomikosis, dan Kandidiasis kutis granulomatosa.
3. Kandidosis sistemik : Endokarditis, Meningitis, Pielonefritis, dan Septikemia
4. Reaksi id = reaksi alergi.
F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang terlihat bervariasi tergantung dari bagian tubuh mana yang terkena,
dapat dilihat sebagai berikut :
1. Kandidiasis intertriginosa : Kelainan ini sering terjadi pada orang-orang gemuk,
menyerang lipatan-lipatan kulit yang besar. Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha,
intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilikalis, berupa
bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh
satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah
meninggalkan daerah yang erosif dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi
primer.
2. Kandidiasis perianal : Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit
ini menimbulkan pruritus ani.
3. Kandidiasis kutis generalisata : Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga pada lipat
payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis dan paronikia. Lesi
11
berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat
pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau mungkin karena
gangguan imunologik.
4. Paronikia dan onikomikosis : infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitarnya ini
menyebabkan rasa nyeri dan peradangan sekitar kuku. Kadang-kadang kuku rusak dan
menebal. Hal ini sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan
air.
5. Diaper rush : sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti
yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejala sisa
dermatitis oral dan perianal.
6. Kandidisiasis kutis granulomatosa : Kelainan ini merupakan bentuk yang jarang dijumpai.
Manifestasi kulit berupa pembentukan granuloma yang terjadi akibat penumpukan krusta
serta hipertrofi setempat. Kelainan ini banyak menyerang anak-anak, lesi berupa papul
kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada
dasarnya. Krusta ini dapat menimbulkan tanduk sepanjang 2 cm, lokasinya sering terdapat
di muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan faring.
7. Thrush merupakan infeksi jamur di dalam mulut. Bercak berwarna putih menempel pada
lidah dan pinggiran mulut, sering menimbulkan nyeri. Bercak ini bisa dilepas dengan
mudah oleh jari tangan atau sendok. Thrush pada dewasa bisa merupakan pertanda adanya
gangguan kekebalan, kemungkinan akibat diabetes atau AIDS. Pemakaian antibiotik yang
membunuh bakteri saingan jamur akan meningkatkan kemungkinan terjadinya thrush.
Gambar 1. Kandidiasis. Plak putih yang terdapat
pada mukosa bukal dan dibawah permukaan lidah
yang menggambarkan thrust. Ketika terhapus maka
plak akan meninggalkan area erosi kemerahan
8. Perléche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang menyebabkan retakan dan
sayatan kecil. Bisa berasal dari gigi palsu yang letaknya bergeser dan menyebabkan
kelembaban di sudut mulut sehingga tumbuh jamur.
Gambar 2. Kandidiasis intertriginosa.
Gambar 2. Kandidiasis. Eritem, maserasi dan pustule satelit disertai gatal. Hal tersebut
merupakan bentuk kandidiasis intertrigo.
12
G. Pemeriksaan Penunjang
Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu dengan adanya pemeriksaan
penunjang, antara lain :
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10 % atau
dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat
pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol ) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37 0C, koloni
tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans
dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.
Gambar 3.
keterangan :
Pemeriksaan
mikroskopis
dengan KOH.
Dikutip dari
kepustakaan nomer 6.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk kandidiasis antara lain :
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
2. Topikal
Obat topical untuk kandidiasis meliputi:
a. Larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2
kali selama 3 hari,
b. Nistatin: berupa krim, salap, emulsi,
c. Amfoterisin B,
d. Grup azol antara lain:
1) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
2) Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
3) Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
4) Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
5) Antimikotik yang lain yang berspektrum luas.
3. Sistemik
a. Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini tidak
diserap oleh usus.
13
b. Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik
c. Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam dosis
tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan
itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
d. Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x
100 mg sehari selama 3 hari.
4. Khusus
a. Kandidiasis intertriginosa : pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit tetap kering
dengan penambahan bedak nistatin topikal, klotrimazol atau mikonazol 2 kali sehari.
Pasien dengan infeksi yang luas ditambahkan dengan flukonazol oral 100 mg selama 1-
2 minggu atau itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu.
b. Diaper disease : Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi panas dan lembab.
Pengeringan udara, sering mengganti diaper dan selalu menggunakan bedak bayi atau
pasta zinc oxide merupakan tindakan pencegahan yang adekuat. Terapi topikal yang
efektif yaitu dengan nistatin, amfoterisin B, mikonazol atau klotrimazol.
c. Paronikia : pengobatan dengan obat topikal biasanya tidak efektif tetapi dapat dicoba
untuk paronikia kandida yang kronis. Solusio kering atau solusio antifungi dapat
digunakan.Terapi oral yang dianjurkan dengan itrakonazol atau terbinafin.
G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Riwayat kesehatan dan observasi langsung memberikan infomasi mengenai persepsi klien
terhadap penyakitnya, bagaimana kelainan kulit dimulai?, apa pemicu?, apa yang meredakan
atau mengurangi gejala?, termasuk masalah fisik/emosional yang dialami klien?. Pengkajian
fisik harus dilakukan secara lengkap.
Dari pengkajian didapat data-data sebagai berikut:
Data objektif:
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari
tangan atau kaki, glans penis, dan umbilicus, berupa bercak yang berbatas tegas,
bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-
vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang
erosive, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.
Hasil pemeriksaan kerokan kulit didapat candida
Data subjektif:
-Riwayat memakai popok /diaper
-Mengeluh gatal-gatal
-Orang tua mengeluh anaknya rewel.
b. Analisa Data
N
NODATA
KEMUNGKINAN
PENYEBABMASALAH
11
1
DS: Anak mengatakan Gatal-gatal pada Kelembaban kulit yang
berlebihan
Kerusakan
Integritas
14
1
lipatan paha
Ibu mengatatakan anaknya mengalami
gatal-gatal sejak 2 hari lalu
DO: Lipatan paha klien tampak kemerahan,
Tampak lesi pada daerah lipatan paha
Kulit
2 DS: Anak mengatakan nyeri pada sudut
bibirnya Ibu mengatakan anaknya sulit
makan karena adanya lesi pada
mulutnya
DO: tampak ada plak berwarna putih di
sudut bibirnya,mulut tampak kering,
Lesi didaerah sudut bibir
Immunosupresi Kerusakan
membrane
mukosa oral
3
3
DS: Anak mengatakan nyeri didaerah
mulut
DO:Anak tampak rewel,Skala nyeri 3
Agen Injuri Biologis Nyeri Akut
4
4
DS: Anak mengatakan nyeri disudut
bibirnya,Ibu mengatakan anaknya sulit
makan
DO: Tampak lesi pada sudut bibirnya,
makan habis 1/3 porsi
Ketidakmampuan
dalam memasukan
makanan oleh karena
adanya trust
Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
5
5
DS: Anak mengatakan nyeri pada sudut
bibirnya
DO: Tampak lesi pada sudut bibirnya
Pertahanan primer
tidak adekuat
Risiko
infeksi
6
6
DS: Ibu mengatakan tidak tau penyebab
gatal-gatal dan luka pada sudut
bibiranaknya
DO: Ibu klien tampak cemas
Tidak mengenal
sumber informasi
Kurang
pengetahuan
c. Diagnosa Keperawatan yang Muncul Pada Askep Kandidiasis
1. Kerusakan membrane mukosa oral berhubungan dengan Immunosupresi.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injuri Biologis
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidakmampuan dalam memasukan makanan oleh karena adnya trust
4. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Kelembapan kulit
5. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat
6. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan Tidak mengenal sumber
informasi
d. Perencanaan
1) Kerusakan membrane mukosa oral berhubungan dengan Infeksi/Immunosupresi/
imunokompromise
15
Tujuan : setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kerusakan
membrane mukosa dapat berkurang s/d hilang
Kriteria Hasil :
Menunjukan membrane mukosa utuh, berwarna merah jambu, bebasdari ulserasi dan
inflamasi.
Menunjukan teknik memperbaiki/mempertahankan keutuhan mukosa oral.
Intervensi :
a. Kaji membran mukosa oral/lesi oral perhatikan keluhan nyeri, bengkak, sulit
mengunyah/menelan
b. Berikan perawatan oral setiap hari dan setelah makan
c. Rencanakan diet untuk menghindari garam, pedas, gesekan dan
makanan/minuman asam
d. Dorong pemasukan oral sedikitnya 2500 ml/hari
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti jamur
f. Kolaborasi dengan dokter untuk dilakukan pemeriksaan specimen cultur lesi
2) Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injuri Biologis
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Nyeri
dapat berkurang s/d hilang/ terkontrol
Kriteria Hasil :
Mengatakan tidak nyeri lagi
Ekspresi wajah tampak relax
Skala nyeri 0-1
Intervensi :
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas(Skala 1-10), frekwensi dan waktu
2) Berikan perawatan oral setiap hari
3) Berikan aktifitas hiburan misalnya: menonton TV, Menggambar/mewarnai
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidakmampuan dalam memasukan makanan oleh karena adnya trust
Tujuan : setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kebutuhan
nutrisi klien dapat terpenuhi secara adekuat
Kriteria Hasil :
Menunjukan pemasukan nutrisi secara adekuat
Mempertahan berat badan
Intervensi :
g. Kaji kemampuan untuk mengunyah,menelan
h. Timbang BB sesuai kebutuhan
i. Berikan perawatan mulut setiap hari, hindari obat kumur yang mengandung
alcohol
16
j. Rencanakan diet dengan klien atau orang terdekat, sediakan makanan yang sedikit
tapi sering berupa makanan padat nutrisi yang tidak bersifat asam dan juga
minuman yang disukai pasien.
k. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet klien
4) Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Kelembapan kulit.
Tujuan : setelah dilakukan Asuhankeperawatan selama 1x24 jam diharapkan integritas
kulit kembali normal.
Kriteria Hasil :
Menunjukan tingkah laku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Menunjukan kemajuan pada luka/ penyembuhan lesi
Intervensi :
1) Kaji kulit setiap hari,catat warna, turgor, sirkulasi, sensasi, gambaran lesi dan
amati perubahan
2) Bantu atau instruksikan dalam kebersihan kulit misalnya membasuh dan
mengeringkan dengan hati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan
lotion atau krim
3) Bersihkan area perianal dengan membersihkan menggunakan air dan air mineral,
hindari penggunaan kertas toilet jika timbul vesikel
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan topical / sistemik sesuai
indikasi
5) Kolaborasi untuk pemeriksaan kultur dari lesi kulit terbuka
5) Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan infeksi
tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Mencapai masa penyembuhan luka atau lesi
Mengidentifikasi/ikut serta dalam prilaku yang mengurangi resio infeksi
Intervensi :
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah dilakukan perawatan dan instruksikan
pasien/orang terdekat untuk mencuci tangan sesuai indikasi
2) Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik
3) Pantau tanda-tanda vital
4) Periksa kulit dan membrane mukosa oral terhadap bercak putih atau lesi
5) Kolaborasi untuk pemeriksaan kultur/ sensitivitas lesi
6) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat anti jamur
6) Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan Tidak mengenal sumber informasi
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 2x30 menit diharapkan
kurangnya pengetahuan klien/orang tua dapat teratasi
17
Kriteria Hasil :
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
Memulai perubahan gaya hidup yang perlu dan ikut serta dalam aturan perawatan
Melakukan prosedur yang perlu dengan benar menjelaskan alasan tindakan
Intervensi :
1) Kaji ulang proses penyakit apa yang menjadiharapandimasa depan
2) Tentukan tingkat ketergantungan dan kondisi fisik,catat tingkatperawatan dan
dukungan yang tersedia dari keluarga/orang terdekat dan kebutuhan akan pemberi
perawatan lainnya
3) Tekankan perlunya kebutuhan perawatan kulit harian, termasuk memeriksa
lipatan kulit dan menyediakan pembersih serta tindakanperlindungan adekuat
misalnya salep
4) Tinjau ulang kebutuhan akan diet (protein dan kalori tinggi)
5) Diskusikan aturan obat-obatan, interaksidan efek samping
6) Tekankan perlunya melanjutkan perawatan kesehatan dan evaluasi
7) Identifikasi sanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis misalnya lesi
pada kulit
8) Identifikasi sumber-sumber komunitas misalnya rumah sakit/pusat perawatan
H. Pendidikan Kesehatan yang Perlu Diberikan Pada Pasien dan Keluarga
1. Memberikan penjelasan tentang proses penyakit dan penatalaksanaannya
2. Penkes pada ibu hamil untuk pengobatan infeksi pada vagina(Kandidiasis)untuk
mencegah bayi lahir dengan trush (lidah,palatum mole,pipi bagian dalam dan
permukaan rongga mulut lainnya)
3. Penkes pada orang tua yang menggunakan pempers pada anaknya untuk
menggantikan pempers bila basah(tidak berlama-lama)
4. Penkes pada orang tua dan anak usia sekolah untuk menjaga kebersihan anak (mandi
dengan air bersih2x sehari, sikat gigi sesudah makan dan sebelum tidur, menjaga
kebersihan tangan,kaki, kuku setelah bermain dan hindari mengisap jempol
5. Penkes pada orang tua tentang pengobatan yang tepat : tidak menunda pengobatan
untuk mencegah infeksi sistemik, kasiat dan penggunaan obat anti jamur yang
diberikan dan efek samping obat.
6. Menganjurkan intake nutrisi yang adekuat
18
III. PITIRIASIS VERSIKOLOR
A. Definisi
Pitiriasis versikolor adalah suatu
penyakit jamur kulit yang kronik
dan asimtomatik serta ditandai
dengan bercak putih sampai coklat
yang bersisik.Kelainan ini
umumnya menyerang badan dan
kadang-kadang terlihat di ketiak,
sela paha, tungkai atas, leher, muka
dan kulit kepala.
B. Epidemiologi
Pitiriasis versikolor distibusi seluruh dunia, tetapi pada daerah tropis dan daerah
subtropis.Didaerah tropis insiden dilaporkan sebanyak 40%, sedangkan pada daerah yang
lebih dingin angka insiden lebih rendah, sekitar 3% pasien mengunjungi dermatologis. Di
Inggris, insiden dilaporkan sekitar 0,5% sampai 1% diantara penyakit kulit. Pitiriasis
versikolor kebanyakan menyerang orang muda.Grup umur yang terkena 25-30 tahun pada
pria dan 20-25 pada wanita.
C. Patofisiologi
Pitiriasis Versikolor disebabkan oleh organisme dimorfik, lipofilik yaitu Malassezia
furfur, yang dibiakkan hanya pada media kaya asam lemak rantai C12-C14.Pityrosporon
orbiculare, pityrosporon ovale, dan Malassezia furfur merupakan sinonim dari M. Furfur. M.
Furfur merupakan flora normal kutaneus manusia., dan ditemukan pada 18% bayi dan 90-
100% dewasa.
Pada pasien dengan stadium klinis jamur tersebut dapat ditemukan dalam bentuk spora dan
dalam bentuk filamen (hifa). Faktor-faktor yang menyebabkan berkembang menjadi parasit
sebagai berikut:
1. Endogen: kulit berminyak, hiperhidrosis, genetika, imunodefisiensi, sindrom Cushing,
malnutrisi
2. Eksogen: kelembaban dan suhu tinggi, higiene, oklusi pakaian, penggunaan emolien yang
berminyak
Beberapa faktor menyumbang peranan penting dalam perkembangan dan manifestasi
klinik dari Pitiriasis versikolor. Lemak kulit memiliki pengaruh, pityrosporum merupakan
jamur yang lipofilik dan bergantung kepada lemak sehingga memiliki kaitan erat dengan
dengan trigliserida dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea. Ketergantungan
terhadap lemak menjelaskan bahwa pitiriasis versikolor memiliki predileksi pada kulit secara
fisiologik kaya akan kelenjar sebasea, dan tidak muncul pada tangan dan tapak kaki. Pitiriasis
versikolor jarang pada anak-anak dan orang tua karena kulit mereka rendah akan konsentrasi
19
lemak, berbeda dengan orang muda. Sekresi keringat, pada daerah tropikal endemik pitiriasis
versikolor, suhu akan mengakibatkan peningkatan sekresi keringat yang mempengaruhi
komposis lapisan lemak kulit dan berhubungan dengan inisiasi pitiriasis versikolor. Faktor
hormonal, dilaporkan bahwa kasus pitiriasis versikolor meningkat pada iatrogenik Cushing’s
syndrome yang diakibatkan perubahan-perubahan stratum kulit, juga pada kehamilan dan
akne vulgaris.
Proses depigmentasi kulit pada pitiriasis versikolor bersifat subyektif yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, ras, paparan matahari, inflamasi kulit dan efek langsung
Pityrosporum pada melanocytes. Studi histologi, menunjukkan kehadiran sejumlah
melanocytes pada daerah noda lesi degeneratif dari pitiriasis versikolor.Hal ini memberikan
petunjuk terjadinya penurunan produksi melanin, penghambatan transfer melanin pada
keratinocytes, kedua hal tersebut menimbulkan kekurangan melanin pada kulit. Pendapat lain
bahwa lesi hipopigmentasi terjadi karena mekanisme penyaringan sinar matahari oleh jamur,
sehingga lesi kulit menjadi lebih terang dibanding dengan kulit sekitar lesi yang lebih gelap.
Namun pendapat ini kurang tepat untuk menjelaskan hipopigmentasi pada pitiriasis
versikolor karena beberapa kasus hipopigmentasi pada pitiriasis versikolor tanpa terpapar
oleh sinar matahari.
D. Manifestasi Klinis
Kelainan kulit Pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di
badan.Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur
sampai teratur, batas jelas sampai difus.Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat
dengan lampu Wood.Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan
biasanya asimtomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit
tersebut .
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan
berobat.Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh
tokis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita.Penyakit ini sering
dilihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari
infeksi.Menurut BURKE (1961) ada beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi, yaitu
faktor herediter, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan
nutrisi.
Pitiriasis versikolor muncul dengan 3 bentuk:
1. Papulosquamous
Paling sering bermanifestasi dalam gambaran bersisik, batas jelas, banyak,
makulabulat sampai oval yang tersebar pada batang tubuh, dada, leher, ekstrimitas
dan kadang pada bagian bawah perut.
Makula cenderung untuk menyatu, membentuk area pigmentasi irreguler. Area yang
terinfeksi dapat menjadi gelap atau menjadi lebih terang dari kulit sekitar
Kondisi ini akan lebih terlihat pada musim panas dimana perbedaan warna akan lebih
menonjol
2. Inverse Pityriasis versicolor
20
Bentuk kebalikan dari Pitiriasis versikolor pada keadaan distribusi yang berbeda,
kelainan pada regio flexural, wajah atau area tertentu pada ekstrimitas. Bentuk ini
lebih sering terlihat pada pasien yang mengalami gangguan imunodefisiensi.
Bentuk ini dapat dibingungkan dengan kandidiasis, dermatitis seborrhoik, psoriasis,
erythrasma dan infeksi dermatophyte.
3. Folliculitis
Bentuk ketiga dari infeksi M. furfur pada kulit melibatkan folikel rambut. Kondisi ini
biasanya terjadi pada area punggung, dada dan ekstrimitas
Bentuk ini secara klinik sulit dibedakan dengan folikulitis bakterial. Infeksi akibat
Pityrosporum folliculitis berupa papula kemerahan atau pustula.
Faktor predisposis diantaranya diabetes, kelembapan tinggi, terapi steroid atau
antibiotika dan terapi immunosupresan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa M.
furfur memiliki peran dalam dermatitis seborrhoik.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan mikologis kerokan kulit
Pengambilan bahan dapat dengan kerokan biasa atau dengan menggunakan cellotape
yang ditempel pada lesi. Setelah diambil, bahan diletakkan di atas gelas obyek lalu
diteteskan larutan KOH 20% atau campuran 9 bagian KOH 20% dengan 1 bagian tinta
parker blueback superchrome X akan lebih memperjelas pembacaan karena memberi
tampilan warna biru yang cerah pada elemen-elemen jamur.
Hasil positif:
Hifa pendek, lurus, bengkok (seperti huruf i, v, j) dan gerombolan spora budding
yeast yang berbentuk bulat mirip seperti sphagetti with meatballs.
Hasil negatif:
Bila tidak ada lagi hifa, maka berarti bukan pitiriasis versikolor walaupun ada spora.
2. Lampu Wood
Untuk membantu menegakkan diagnosis dan untuk menentukan luasnya lesi dapat
dilakukan pemeriksaan dengan penyinaran lampu Wood pada seluruh tubuh penderita
dalam kamar gelap. Hasilnya positif apabila terlihat fluoresensi berwarna kuning emas
pada lesi tersebut.
F. Penatalaksanaan
1. Pengobatan topikal
Selenium sulfide (2,5%) losion atau shampo; digunakan pada daerah selama 10
sampai 15 menit, diikuti dengan mandi, dipakai selama 1 minggu.
Propylene glycol 50% solution; dua kali sehari selama 2 minggu.
Shampo ketokonazole dikombinasikan dengan shampo selenium sulfide
Krim azole (ketokonazole, econazole, miconazole, clotrimazole); dipakai 4 kali
atau 2 kali sehari selama 2 minggu.
2. Terapi Sistemik
Ketoconazole: 200 mg perhari selama 7 sampai 14 hari
21
Ketoconazole (400 mg) atau fluconazole (400 mg dosis sekali), diulang setelah 1
minggu.
Itraconazole: 200 mg dua kali sehari pada satu hari; 200 mg untuk 5 hari
Terapi profilaksis
Shampo ketokonazole sekali atau dua kali seminggu. Lotion atau shampo sulfide
(2,5%). Sabun asam salisilat/sulfur. Pyrithion Zinc (sabun atau shampo).
Propylene glycol 50% solution sekali sebulan (Fizpatrick et al, 1997).
G. Prognosis
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Pengobatan
harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu Wood dan
sediaan langsung negatif .
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Keluhan utama :
Bercak-bercak putih yang tidak gatal di dada dan punggung kanan atas bertambah
banyak sejak sejak 1 bulan yang lalu. (PQRST)
Pengkajian fisik harus dilakukan secara lengkap.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit akibat pitiriasis vesikolor.
2. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pitiriasis vesikolor
c. Intervensi Keperawatan
1) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit akibat pitiriasis vesikolor
Intervensi :
1. Kaji keadaan kulit
Rasional : Mengetahui dan mengidetifikasi kerusakan kulit untuk melakukan intervensi
yang tepat.
2. Kaji keadaan umum dan observasi TTV.
Rasional : Mengetahui perubahan status kesehatan pasien.
3. Kaji perubahan warna kulit.
Rasional : Megetahui keefektifan sirkulasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
4. Pertahankan agar daerah yang terinfeksi tetap bersih dan kering.
Rasional : Membantu mempercepat proses penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan.
Oleskan salep pada kulit yang telah bersih, setelah mandi atau sebelum tidur, meskipun
lesinya telah hilang. Menghentikan pengobatan dengan salep dapat menimbulkan
kekambuhan. Pasalnya jamur belum terbasmi dengan tuntas.
22
Bila lesinya minimal atau terbatas, dapat diberikan secara topikal dengan golongan
imidazol, misalnya ketoconazole dalam bentuk krim. Pengobatan harus dilakukan
menyeluruh, tekun, dan konsisten, karena penyakit panu sering kambuh dan untuk
mencegah serangan ulang.
2) Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Intervensi :
1. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan
prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasionalisasi: dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta
penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif
2. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan
kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Rasionalisasi: pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan
kimia atau komponen pelembut pakaian.
3. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang
tertinggal.
Rasionalisasi: bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat
menyebabkan iritasi.
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit akibat pitiriasis
vesikolor
Intervensi :
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri
sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata
bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2. Kaji perubahan perilaku pasien seperti menutup diri, malu berhadapan dengan orang lain.
Rasional : Mengetahui tingkat ketidakpercayaan diri pasien dalam menentukan intervensi
selanjutnya.
3. Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan pasien.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara perawat-pasien.
4. Berikan penguatan positif terhadap kemajuan.
Rasional : Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif.
5. Dorong interaksi keluarga.
Rasional : Mempertahankan garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus
pada pasien.
23
d. Evaluasi Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit teratasi
2. Gatal hilang/berkurang
3. Komplikasi dan keparahan tidak terjadi
4. Pasien percaya diri
IV. SPOROTRIKOSIS
A. Definisis
Sporotrikosis adalah infeksi jamur kronis
pada kutis atau subkutis dengan ciri khas lesi
berupa nodus yang supuratif sepanjang aliran
getah bening.
B. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Sprotrichum
schenkii yang dapat hidup di tanah, hewan,
tumbuh-tumbuhan, dan sayuran yang telah
membusuk. Spora jamur masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka pada kulit dan
sangat jarang melalui inhalasi. Keadaan imunitas seseorang sangat berperan dalam
mendapatkan infeksi sporotrikosis. Penyakit ini dapat mengenai organ lain seperti paru,
tulang, sendi, selaput lendir, dan susunan saraf pusat.
C. Gambaran Klinik
Terdapat 3 tipe sporotrikosis:
a) Tipe limfokutan
Bentuk ini paling sering dijumpai. Bentuk klasik dimulai dengan papula merah
muda dan tidak sakit, pustula dan nodus yang kemudian mengalami ulserasi
dengan dasar nekrotis di daerah inokulasi. Infeksi kemudian meluas mengikuti
aliran getah bening secara asenden dan membentuk satu rantai nodus subkutan
yang keras seperti tali dalam waktut beberapa minggu.
b) Fixed cutaneus sprotrichosis
Infeksi hanya terbatas pada daerah inokulasi dan tidak melibatkan pembuluh
getah bening. Gambaran klinis sangat bervariasi, antara lain dapat berupa krusta
tebal yang menutupi ulkus, erosi, pioderma, papula yang mengalami infiltrasi dan
plakat menyerupai sarkoid, plakat verukosa, plakat psoriasis dan selulitis muka.
c) Sprotrikosis diseminata
Bentuk ini jarang dijumpai dan dapat mengenai sendi, mukosa, dan susunan saraf
pusat.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur : sediaan diambil dari lesi atau bahan eksudat dengat kuret dan dibiakkan
dalam agar Sabouraud.
24
2. Pemeriksaan histopatologik : organism jarang ditemukan pada jaringan, sehingga cara
ini sulit digunakan.
3. Tes imunofluresensi langsung : dengan cara ini cepat terdiagnosis sporotrikosis
karena tes ini sensitif dan spesifik.
4. Tes sporotrikin : untuk memastikan adanya pajanan terhadap jamur.
5. Tes darah rutin.
E. Pengobatan
Larutan Kl merupakan obat pilihan. Pemberian peroral dalam bentuk larutan jenuh
dengan dosis awal 3x5 tetes seharidan dinaikkan sampai mencapai dosis toleransi antara
3x30-40 tetes sehari. Lama pemberian 4-6 minggu atau sampai lesi menghilang.
25
Daftar Pustaka
Brunner 7 Suddarth vol 3 , 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGG.
Conny Riana Tjampakasari. Karakteristik Candida albicans. Dalam : Cermin Dunia Kedokteran,
Vol.151, 2006 ; 33-5
Dermatomikosis superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2005 ; 55-66.
Doenges M E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan dokumentasi
perawatan pasien edisi 3 , Jakarta : EGC.
Fatta Madani. Kandidosis, Dalam : Marwali Harahap. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan I,
Hipokrates, Jakarta, 2000. Pp:81-2.
G, Emmy M. Understanding Athlete's Foot. Web MD. 2013.
Hasan Rusepno 2005 , Ilmu Keperawatan Anak , Jakarta : FKUI.
Jawetz, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, 612-613, EGC, Jakarta.
Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
2006. Pp:103-6.
Lies Marlysa Ramali, Sri Wardani. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam: Harahap.
Marwali 2000 , Ilmu Penyakit Kulit , Jakarta : Hipokrates.
Mulja, Budi, 1987, Mikosis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 84-88, FK UI,
Jakarta.
Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F. Kusmarinah. Mekanisme Pertahanan
Pejamu pada Infeksi Kandida. Dalam : Media Dermato-venereologica Indonesiana,
Jakarta, 2000 ; 187-92.
Siregar,R.S. 2004. Penyakit Jamur Kulit. Jakarta: EGC.
SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin. Airlangga University Press, 2007. Pp:86-92.
Anonim, 2008, http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/5/23/ink1.html, diakses
tanggal 12 Mei 2008
Anonim, 2008, http://www.galenium.com/News.aspx?ArtID=199&id=detail&article
=detail, diakses tanggal 12 Mei 2008
Anonim, 2008, http://images.google.co.id/images?hl=id&q=tinea%20pedis&um=1&ie
=UTF8&sa=N&tab=wi, diakses tanggal 12 Mei 2008
Anonim, 2008, http://www.medicastore.com/apotik_online/obat_kulit/obat_jamur_
26
kulit.htm, diakses tanggal 12 Mei 2008
Anonim, 2008, http://www.suarapembaruan.com/News/2007/11/18/Kesehata/kes01.htm,
diakses tanggal 12 Mei 2008
Anonim, 2008, http:// library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelial.pdf, diakses tanggal 12 Mei
2008
http://health.detik.com/read/2010/06/22/075552/1383337/763/parasit-yang-berkembang-biak-di-
kulit
http://id.astellas.co.id/content/view/information/123/infeksi-jamur-sistemik
27