Post on 26-Jan-2023
LAPORAN PRAKTIKUMRANSUM RUMINANSIA
SILASE
OLEH:KELOMPOK III
Ekadara Larasati I111 12 276Ibrahim I111 12 278Ayu Angga Reny I111 12 280Miswar Yakub I111 12 282Kasmita I111 12 284M. Asfar Syafar I111 12 286Setiawan Halim I111 12 288Muh. Arman DB I111 12 290Nopi Pertiwi I111 12 292Nirwana I111 12 294
Irene F Pasino I111 12 296Kurniawan Akbar I111 12 298Muh Fajriansyah I111 12 300Rudi Nal Adiatma I111 12 304Vina Nur Isra I111 12 306Irmayanti I111 12 308Rafidah I111 12 310St. Nurfadillah S I111 12 312
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2014BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kekurangan hijauan segar sebagai pakan ternak sudah
lama dirasakan oleh peternak di Indonesia. Seringkali
peternak menanggulanginya dengan cara memberikan pakan
seadanya yang diperoleh dengan mudah dari lingkungan di
sekitarnya. Pemberian pakan ternak yang seadanya sangat
mempengaruhi produktivitas ternak, terlihat dari lambatnya
pertumbuhan atau minimnya peningkatan berat badan (BB)
bahkan sampai mengalami sakit. Pembuatan silase merupakan
salah satu cara yang sangat berguna untuk tetap
menggunakan materi tanaman dengan kualitas nutrisi yang
tinggi sebagai pakan ternak di sepanjang waktu, tidak
hanya untuk musim kemarau (Syamsu, 2003).
Pengawetan hijauan segar atau yang disebut silase
diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hijauan
segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat
memperbaiki produktivitas ternak. Produktivitas ternak
merupakan fungsi dari ketersediaan pakan dan kualitasnya.
Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor di
antaranya suhu harian, iklim, dan ketersediaan air tanah.
Faktor tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan hijauan
pakan ternak yang diharapkan kontinyu sepanjang tahun
(Syamsu, 2003).
Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan
optimal apabila pada saat proses ensilase diberi
penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum
bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut.
Fungsi dari penambahan akselerator adalah untuk
menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air
silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat
proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk
dan jamur, merangsang produksi asam laktat dan untuk
meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Komar, 1984).
Hal inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Praktikum
Ilmu Ransum Ruminansia mengenai Pembuatan Silase.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya praktikum mengenai pembuatan
silase adalah untuk mengetahui proses pembuatan silase,
dan melakukan uji bau, warna, tekstur, pH dan ada tidaknya
jamur untuk menilai kualitas silase yang dibuat.
Kegunaaan dilaksanakannya praktikum mengenai
pembuatan silase adalah agar praktikan dapat membuat
silase yang baik dan benar.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Jerami Padi
Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup
besar untuk dapat digunakan sebagai makanan ternak.
Karakteristik limbah tanaman pangan secara umum dengan
kualitas nutrisi yang rendah sehingga memiliki
keterbatasan dalam penggunaannya sebagai pakan ternak
(Shanahan et al. 2004).
Jerami padi merupakan salah satu limbah tanaman
pangan yang terdapat dalam jumlah melimpah dan mudah
diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai makanan ternak.
Karakteristik jerami padi ditandai dengan tingginya
kandungan serat kasar dan rendah kandungan nitrogen,
kalsium serta fosfor. Hal ini mengakibatkan daya cerna
jerami padi rendah dan konsumsi menjadi terbatas, akan
tetapi masih potensial digunakan sebagai sumber energi
(Leng 1980).
Upaya meningkatkan nilai manfaat jerami padi sebagai
pakan telah dilaporkan beberapa peneliti. Ternak sapi yang
mendapat pakan dengan perlakuan jerami padi ditambahkan
urea 4% menunjukkan pertambahan berat badan dan konversi
ransum nyata lebih baik dibandingkan dengan pakan jerami
dengan penambahan kombinasi 2% urea dan 3% kapur (Xuan et
al. 2001).
Teknologi peningkatan nilai nutrisi jerami padi
dengan perlakuan penambahan urea sebagai pakan ternak sapi
pada kondisi peternakan rakyat dapat meningkatkan
produktivitas ternak dengan tingkat konsumsi dan
pertambahan berat badan yang lebih baik dibandingkan
dengan jerami padi tanpa penambahan urea. Tingkat adopsi
peternak dan penerapan teknologi tersebut dipengaruhi oleh
aspek sosial ekonomi seperti pola pikir dan perilaku
peternak, selain itu pemahaman terhadap manfaat yang dapat
diperoleh dengan menerapkan teknologi tersebut. Pola pikir
peternak terkait penggunaan urea sebagai pakan ternak
perlu diperbaiki sehingga teknologi ini dapat lebih banyak
lagi diadopsi oleh peternak (Xuan, 2004).
Penelitian penggunaan jerami padi sebagai pakan
ternak ruminansia dilaporkan Bestari et al. (1999), bahwa
pemberian pakan hijauan silase jerami padi yang
ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan
ongole jantan yang sedang tumbuh dapat memberikan nilai
gizi dan nilai manfaat ransum yang lebih baik daripada
jerami padi tanpa pengolahan, dan setara dengan pakan
hijauan rumput gajah. Pemberian pakan silase jerami padi
yang ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan
ongole jantan yang sedang tumbuh memberikan pengaruh yang
terbaik terhadap nilai kecernaan bahan kering, bahan
organik, protein kasar dan NDF bila dibandingkan dengan
pakan hijauan rumput gajah maupun jerami padi.
Pengolahan jerami padi yang difermentasi dengan
starbio menunjukkan komposisi nutrien jerami padi
mengalami peningkatan kualitas dibanding jerami padi yang
tidak difermentasi. Dibanding dengan jerami padi tanpa
fermentasi, jerami padi yang difermentasi dengan probiotik
starbio mengalami peningkatan kandungan protein kasar.
Komposisi serat jerami padi tanpa fermentasi nyata lebih
tinggi dibanding dengan jerami padi yang difermentasi
dengan starbio (Syamsu 2001a).
Dalam aplikasi di lapangan pada peternakan rakyat
menunjukkan rata-rata konsumsi bahan kering pakan terdapat
perbedaan nyata antara jerami padi fermentasi (4.41
kg/ekor/hari) dengan jerami padi tanpa fermentasi (3.35
kg/ekor/hari) pada ternak sapi Bali. Hal ini menunjukkan
bahwa jerami padi yang difermentasi dengan probiotik
mempunyai palatabilitas yang lebih tinggi dibanding dengan
jerami padi tanpa fermentasi. Pertambahan berat badan sapi
dipengaruhi oleh faktor kualitas pakan, serta kemampuan
ternak untuk memanfaatkan pakan tersebut. Rataan
pertambahan berat badan harian menunjukkan bahwa sapi Bali
yang diberi jerami padi fermentasi memberikan respon
pertambahan berat badan harian yang lebih tinggi (0.37 kg)
dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi (0.25 kg).
Pertambahan berat badan yang lebih tinggi pada jerami
fermentasi dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang juga
tinggi (Syamsu et al. 2003).
Teknologi fermentasi jerami padi dengan litter ayam
dapat meningkatkan kualitas protein kasar jerami padi,
konsumsi bahan kering dan pertambahan berat badan ternak
sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi
yang difermentasi dengan urea (Quoc dan Duc, 2001). Dilain
pihak, Syamsu (2001b) menyatakan bahwa penambahan manure
ayam memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein
kasar jerami padi. Kadar protein kasar antara tanpa
penambahan manure ayam dan 10% manure ayam tidak
menunjukkan perbedaan, tetapi kedua perlakuan tersebut
lebih rendah dibanding dengan penambahan manure ayam 20
dan 30 %. Protein kasar jerami padi dapat meningkat dengan
penambahan manure ayam sebagai starter (Suryani, 1994).
Perlakuan biologis dapat menyebabkan ikatan lignoselulose
dan lignohemiselulose pada jerami padi merenggang dan
akhirnya putus (Komar, 1984) dan putusnya ikatan tersebut
disebabkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada manure
ayam (Laconi, 1992).
Haryanto et al. (2004) menyatakan bahwa peningkatan
nilai nutrisi jerami padi dapat dilakukan melalui
bioproses fermentasi menggunakan probiotik sebagai pemacu
pemecahan komponen lignosellulosa di dalam jerami padi
tersebut. Pemberian jerami padi fermentasi dengan probion
sebagai pakan domba dapat meningkatkan produktivitas domba
dibandingkan dengan pemberian pakan secara tradisional.
Dilain pihak, Martawidjaja dan Budiarsana (2004)
melaporkan bahwa jerami padi yang difermentasi dengan
probion dapat menggantikan rumput raja sebagai pakan dasar
untuk ternak kambing PE betina fase pertumbuhan. Pemberian
jerami padi fermentasi secara terpisah dari konsentrat
menghasilkan respon pertumbuhan dan konversi pakan yang
lebih baik dibandingkan dengan bentuk ransum komplit.
Teknologi pengolahan jerami padi dapat dilakukan
dengan pengolahan secara fisik, kimiawi dan biologis.
Secara umum teknologi pengolahan limbah pertanian
khususnya jerami padi dilakukan dengan tujuan untuk : a).
memperbaiki nilai nutrisi dan kecernaan, serta
meningkatkan fermentasi ruminal dengan menambahkan elemen
yang kurang, b). mengoreksi defisiensi jerami dengan
menambahkan nitrogen atau mineral, c). meningkatkan
konsumsi dengan cara memperbaiki palatabilitas, d).
meningkatkan ketersediaan energi, serta e). mengurangi
sifat amba dari jerami padi. Peningkatan produksi ternak
ruminansia memerlukan penyediaan pakan dalam jumlah yang
besar, terutama sumber serat yang murah. Salah satu sumber
pakan ternak ruminansia yang potensial adalah limbah hasil
pertanian. Umumnya jerami/limbah pertanian mempunyai
kualitas yang kurang baik, dengan kandungan lignoselulosa
yang tinggi. Upaya peningkatan kualitas limbah pertanian
baik secara fisik, kimia dan biologis telah banyak
direkomendasikan salah satunya adalah teknologi amoniasi
jerami padi (Komar,1984).
Jerami padi adalah bagian batang tubuh tanaman padi
yang telah dipanen bulir-bulir buah bersama atau tidak
dengan tangkainya dikurangi akar dan bagian yang
tertinggal setelah disabit (Komar, 1984). Karakteristik
jerami padi ditandai dengan rendahnya kandungan nitrogen
dan mineral esensial, sedang serat kasarnya yang tinggi
sehingga kecernaannya hanya mencapai 37 %. Dengan
pengolahan, daya cerna jerami padi dapat ditingkatkan
hingga 70 % dan kandungan proteinnya dapat mencapai 5 - 8
% (Djajanegara, 1983).
Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak di
Indonesia baru mencapai 31 - 39 %, sedangkan yang dibakar
atau dikembalikan ke tanah sebagai pupuk 36 - 62 %, dan
sekitar 7 - 16 % digunakan untuk keperluan industri
(Komar, 1984). Faktor penghambat utama dalam penggunaan
jerami sebagai makanan ternak adalah rendahnya koefisien
cerna dan nilai gizinya. Hal ini disebabkan karena ikatan
intermolekuler hidrogen, terjadinya kristalisasi daripada
lignin dan silika (Friss, 1982).
Menurut Hann (1978) nilai gizi jerami tergantung dari
ketersediaan zat makanan dan juga sifat-sifat kimia
jerami. Sifat kimia tersebut meliputi lignifikasi,
silifikasi dan kristalisasi selulosa. Akibatnya daya cerna
jerami padi menjadi rendah, hanya 30 %.
Dinyatakan pula oleh Jackson (1978) bahwa serat
jerami padi mengandung silika dalam gugus organik sebanyak
12 - 16 % dari bahan kering. Sutrisno (1983) menguraikan
bahwa silika merupakan kristal yang terdapat dalam dinding
sel yang mengisi ruang antar sel. Kristal silika ini tidak
larut dalam cairan rumen, dengan demikian merupakan
hambatan bagi mikroba rumen dan enzim yang dihasilkan
untuk mencerna jerami padi. Kemampuan ruminansia dalam
memanfaatkan jerami padi tergantung mikroba rumen untuk
mensuplai enzim yang mampu mencerna serat kasar dalam
jerami padi (Shiere dan Ibrahim, 1989).
Untuk membantu kegiatan mikroba rumen mencerna jerami
padi dilakukan berbagai cara seperti dikemukakan oleh
Ibrahim (1983), yaitu : 1) pra perlakuan secara fisik ;
dipotong-potong, digiling, direndam, direbus, dibuat
pellet dan gamma irradiasi. Perlakuan ini akan memecahkan
lapisan kulit seperti lignin dan memperluas permukaan
partikel makanan sehingga mikroorganisme dapat langsung
mencerna selulosa. Dengan demikian kecepatan fermentasi
akan meningkat, waktu retensi makanan akan menurun dan
konsumsi pakan meningkat, 2) pra perlakuan secara kimia,
menggunakan bahan kimia antara lain NaOH, Ca(OH)2, amonium
hidroksida atau anhidrat amonia, urea amonia, sodium
karbonat, sodium klorida, gas klor, sulfur dioksida.
Larutan basa dapat mengurangi ikatan hidrogen antar
molekul selulosa, 3) pra perlakuan fisik-kimia ; melakukan
gabungan kedua cara di atas seperti pemotongan dengan
NaOH, dibuat pellet dan NaOH, dan sebagainya, 4) pra
perlakuan biologi ; dilakukan dengan penambahan enzim,
menumbuhkan jamur dan bakteri, fermentasi anaerob.
Perlakuan terhadap jerami sebelum diberikan ke ternak
bertujuan untuk meningkatkan kecernaan dengan jalan
meningkatkan tingkat kelarutan lignin atau mengurangi
ikatan hidrogen antara lignin atau komponen fenolik dan
fraksi dinding sel jerami padi terutama selulosa.
Selanjutnya ikatan tersebut akan terurai pada derajat
keasaman yang ekstrim, yaitu kurang dari 8.0 atau lebih,
dengan demikian tingkat kelarutan fraksi tersebut
meningkat yang akhirnya meningkatkan nilai gizi (Ibrahim,
1983).
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa mengingat
karakteristik jerami padi, maka untuk tujuan meningkatkan
nilai manfaat jerami padi diperlukan upaya yang diarahkan
untuk memperkecil faktor pembatas pemanfaatannya, sehingga
potensinya yang besar sebagai pakan ternak dapat
ditingkatkan, sehingga perlu adanya sentuhan teknologi
dalam pengolahan jerami padi. Teknologi yang diterapkan
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut mudah dan
praktis serta ekonomis, jerami padi yang telah diolah
harus lebih murah atau minimal tidak lebih mahal dengan
pakan lain dengan nilai gizi yang setara, peralatan yang
digunakan tidak mahal ataupun yang telah dimiliki oleh
peternak, serta bahan yang digunakan harganya tidak mahal
(Komar, 1984).
Gambaran Umum Daun Murbei
Murbei (Morus sp) adalah sebuah genus yang terdiri
dari 10–16 spesies pohon tertentu yang asli berasal dari
daerah panas sedang dan subtropis di Asia, Afrika dan
Amerika. Mayoritas spesies asli murbei berasal dari Asia.
Salah satu daerah di Indonesia yang terkenal adalah di
desa Andaleh, kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar,
Sumatera Barat. Usia murbei di sana telah mencapai lebih
dari 120 tahun. Murbei tumbuh cukup cepat pada saat masih
muda, namun kemudian tumbuh melambat dan tingginya jarang
ada yang melebihi 10-15 m. Daun murbei merupakan daun
sederhana berbentuk cuping dan menggergaji di bagian tepi.
Buah murbei merupakan buah majemuk dengan panjang 2-3 cm,
berwarna merah bila masih mudah dan ungu tua bila matang,
dan dapat dimakan.murbei terutama terkenal karena
dedaunannya digunakan sebagai makanan ulat sutra. Selain
itu, andalas (Morus macroura), adalah salah satu spesies
murbei,yang kayunya sering digunakan untuk bahan pembuat
lantai rumah atau mebel karena kuat dan keras (Anonima,
2011).
Informasi potensi produksi tanaman murbei telah
banyak dilaporkan namun informasi tersebut terkait dengan
kebutuhan daun murbei sebagai pakan ulat sutra. Penelitian
pemanfaatan murbei sebagai pakan ternak baru dijumpai
sebagian kecil di India, Jepang dan Korea. Percobaan
pemanfaatan daun murbei sebagai pengganti konsentrat
unggas di Jepang telah dilaporkan oleh Machii et al. (2002),
sedangkan untuk bahan pakan ternak ruminansia penelitian
telah dilakukan oleh Singh dan Makkar (2002), yang
melakukan pengujian secara in vitro.
Tanaman Murbei dapat di perbanyak dengan biji, stek
dan okulasi. Perbanyakan dengan biji relatif lebih mahal,
tetapi menghasilkan tanaman yang lebih baik dibandingkan
dengan perbanyakan melalui stek. Perbanyakan tanaman
dengan stek membutuhkan 75.000 sampai 120.000 stek/ha,
sedangkan perbanyakan dengan okulasi membutuhkan 4000
tanaman/hektar. Tekhnik perbanyakan tanaman dengan okulasi
secara eksklusif dilakukan di Jepang (Machii el al., 2002).
Tanaman murbei mempunyai potensi sebagai bahan pakan
yang berkualitas karena potensi produksi, kandungan
nutrien dan daya adaptasi tumbuhnya yang baik (Singh dan
Makkar, 2002). Produksi daun murbei sangat bervariasi
tergantung pada varietas, lahan, ketersediaan air dan
pemupukan. Martin et al., (2002), melaporkan produksi
biomassa murbei dengan interval defoliasi 90 hari akan
mencapai 25 ton BK/ha/thn dan produksi daun sebesar 16 ton
BK/ha/thn sedangkan Boschini (2002) melaporkan produksi
daun sebesar 19 ton BK/ha/thn. Potensi produksi tersebut
lebih tinggi dibanding dengan leguminosa lain seperti
gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7-9
ton BK/ha/tahun (Horne et al. 1995).
Kandungan nutrien daun murbei meliputi 22-23% PK, 8-
10% total gula, 12-18% mineral, 35% ADF, 45,6% NDF, 10-40%
hemiselulosa, 21,8% selulosa (Datta et al.2002). Kandungan
nutrien daun beberapa varietas murbei disajikan pada tabel
1 . Kualitas daun murbei yang tinggi juga ditandai oleh
kandungan asam aminonya yang lengkap. Rata-rata komposisi
asam amino daun murbei yang di analisis dari 119 varietas
murbei disajikan pada tabel 3 (Machii et al.2002). Tanaman
murbei juga teridentifikasi mengandung asam askorbat,
karoteinase, vitamin B1, asam folat dan provitamin D
(Singh, 2002).
Tabel 1. Komposisi nutrien daun murbei
KomposisiNutrien
Varietas Murbei
MorusAlba
MorusNigra
MorusMulticau
lus
MorusCathaya
na
MorusAustral
isAir (%)Potein Kasar(%)Serat Kasar(%)Lemak Kasar(%)Abu (%)
82.2720.1513.273.6210.58
83.1720.0616.193.6310.77
77.1115.5112.553.6410.97
79.5518.5312.893.6914.84
83.8919.4412.824.1010.63
Sumber : Samsijah (1992)
Komposisi nutrien yang lengkap serta produksi daun
yang tinggi, menjadikan tanaman murbei potensial dijadikan
bahan pakan ternak, menggantikan konsentrat khususnya
untuk ternak ruminansia (Doran et al, 2006). Sedangkan
menurut Sancez (2002), melaporkan bahwa di Indonesia,
tanaman murbei baru digunakan sebagai pakan ulat sutra,
sedangkan penelitian atau pemanfaatan murbei sebagai pakan
ternak belum dijumpai. Kondisi yang berbeda terjadi di
negara-negara bagian Amerika, dimana daun murbei telah
digunakan sebagai bahan pakan ternak. Di Indonesia dikenal
beberapa spesies murbei yang potensial untuk pakan ulat
sutera atau sumber bahan baku pakan ayam, antara lain
Morus alba, Morus nigra, Morus multicaulis, Morus astralis, Morus cathayana,
Morus mierovra, Morus alba var. Macrophylla, dan Morus bombycis
Atmosoedarjo et al. (2000). Doran et al. (2006), menyatakan
daun murbei potensial menjadi sumber pakan di wililayah
tropis.
Gambaran Umum Konsentrat
Konsentrat adalah pakan ternak yang mengandung serat
kasar rendah energi dan BETN yang tinggi serta mudah
dicerna oleh ternak (Tillman et al., 1998). Konsentrat dapat
pula diartikan sebagai bahan pakan penguat yang
dipergunakan bersama bahan pakan lain, untuk meningkatkan
gizi dan dimasukan untuk disatukan dan dicampur sebagai
suplemen atau pakan pelengkap (Hartadi et al., 1997).
Konsentrat meliputi biji-bijian (jenis padi-padian,
kacang-kacangan) hasil ikutan dari penggilingan dan biji-
bijian antara lain dedak padi, dedak jagung, dedak gandum
dan lain-lain. Konsentrat dikelompokan menjadi 2 yaitu
Proteinaceous concentrate dan Carbonaceous concentrate. Carbonaceous
concentrate adalah konsentrat yang mengandung energi tinggi,
sedangkan Proteinaceous concentrate adalah konsentrat yang kaya
protein (Lubis, 1992).
Konsentrat sumber energi disebut juga Carbonaseous
yaitu pakan yang berenergi tinggi, proteinya rendah,
contohnya yaitu bebijian, dan hasil ikutannya. Secara umum
berenergi tinggi yaitu kandungan TDN atau NE berserat
rebdah (< 18%) kualitas protein bervariasi biasanya rendah
(<20%). Untuk mineralnya P cukup tinggi dan Ca rendah
sreta untuk vitamin; vitamin D rendah, vitamin B1 dan
Niacin tinggi, Riboflavin, vitamin B12, dan Pantotanik
rendah dan untuk vitamin E juga rendah (Utomo, 1999).
Konsentrat sumber protein atau disebut juga
proteinaseous, kualitas proteinya bervariasi ditentukan oleh
jumlah dan ratio asam amino sanagat berpengaruh pada
ruminansia karena sanagat membutuhkan asam amino dari
bahan pakan, non protein nitrogen pada ruminansia dapat
dimanfaatkan. Protein suplemen dapat berasal dari: tanaman
beruap biji legum dan legum, dan dari hewan serta ikan.
Selain itu konsentrat dapat berasal dari limbah hasil
proses industri bahan pangan seperti jagung giling,
tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa,
tetes (molasses) dan umbi (Utomo dan Soejono, 1999).
Bahan pakan konsentrat mempunyai karakteristik umum
yaitu : 1) Carbonaceus concentrat adalah bahan pakan yang
berenergi tinggi, terdapat pada biji-bijian yang hasil
ikutannya berserat rendah kurang dari 18 % . Kualitas
protein bervariasi tetapi biasanya rendah kurang dari 20 %
mengandung phosfor cukup tinggi tetapi kalsium dan vitamin
D rendah, namun vitamin B tinggi. 2) Proteinaceous adalah
protein yang bervariasi ditentukan oleh jumlah dan rasio
asam amino esensial yang berada dalam pakan., 3)
Proteinaceous Roughages adalah pada umumnya berupa legum dengan
karakteristik dapat memproduksi pakan yang palatable dalam
jumlah banyak per hektar. Kandungan protein dan kalsium
tinggi. Kandungan phosphor tinggi , kandungan vitamin A
tinggi , dapat menaikkan kesuburan tanah dan dapat
dikombinasikan dengan rumput, 4) Carbonaceous Roughages ,
termasuk bahan ini adalah corn dan sorgum silages, sorgum
pasture, corn cabs, corn slover, cain stalk dan straw atau
jerami dan 5) adalah aditif material yaitu nutrien yang
terdiri antibiotik hormon (Kamal, 1994).
Gambaran Umum Urea
Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari
unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus
CO(NH2)2. Urea juga dikenal dengan nama carbamide yang
terutama digunakan di kawasan Eropa. Nama lain yang juga
sering dipakai adalah carbamide resin, isourea, carbonyl
diamide dan carbonyldiamine. Senyawa ini adalah senyawa
organik sintesis pertama yang berhasil dibuat dari senyawa
anorganik, yang akhirnya meruntuhkan konsep vitalisme.
Strategi untuk meningkatkan konsumsi pakan oleh ternak
pada kondisi pemeliharaan tradisional ialah dengan
memberikan suplemen yang tersusun dari kombinasi bahan
ilmiah sumber protein dengan tingkatan jumlah tertentu
yang secara efisien dapat mendukung pertumbuhan,
perkembangan dan kegiatan mikroba secara efisien didalam
rumen. Selanjutnya produktivitas hewan dapat ditingkatkan
dengan memberikan sumber N protein dan/ atau non protein
serta mineral tertentu. Suplementasi secara keseluruhan
diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik melalui
peningkatan protein mikrobial, peningkatan daya cerna dan
peningkatan konsumsi pakan hingga diperoleh keseimbangan
yang lebih baik antara amino dan energi di dalam zat-zat
makanan yang terserap (Van Soest, 2006).
Pengolahan bahan pakan dengan penambahan urea
merupakan proses pengolahan yang umum dilakukan terhadap
bahan pakan berserat kasar tinggi, seperti jerami padi dan
jerami jangung. Urea sering digunakan untuk meningkatkan
kecernaan pakan berserat melalui proses amoniasi (Van
Soest, 2006). Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak
digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah
diperoleh, harganya murah dan sedikit efek keracunan yang
diakibatkannya dibandingkan dengan biuret. Secara fisik
urea berbentuk kristal padat berwarna putih dan
higroskopis. Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti
mempunyai pengaruh yang baik terhadap pakan. Setelah
terurai menjadi NH3 dan CO2, dengan adanya molekul air, NH3
akan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH-. Gugus OH
dapat memutus ikatan hidrogen antara oksigen pada karbon
nomor 2 molekul glukosa satu dengan oksigen karbon nomor 6
molekul glukosa lain yang terdapat pada ikatan selulosa,
lignoselulosa dan lignohemiselulosa. Dengan demikian pakan
akan memuai dan lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen
(Van Soest, 2006).
Proses amoniasi dengan menggunakan urea lebih mudah,
murah dan lebih aman dibandingkan proses alkali lainnya
dan dapat meningkatkan kadar N (nitrogen) untuk mensuplai
kebutuhan bagi mikroba rumen (Van Soest, 2006). Hasil-
hasil pengolahan bahan pakan berserat kasar tinggi melalui
proses amoniasi terhadap peningkatan kadar protein (PK)
disajikan pada Tabel 2.
Selain untuk pengolahan bahan pakan, urea sering
ditambahkan dalam ransum sebagai suplemen. Urea mampu
meningkatkan PK ransum karena urea mengandung sekitar 45%
N atau equivalen dengan 284% PK. Seperti yang pernah
dilaporkan bahwa penambahan urea sebanyak 0,99% dalam
ransum mampu meningkatkan kadar PK ransum dari 15,99%
menjadi 17,85% (Puastuti dan Mathius, 2008) dan penambahan
urea sebanyak 0,4 – 1% dalam ransum meningkatkan kadar PK
ransum dari 15,0% menjadi 17,9 – 18,4% (Puastuti et al.,
2009). Penggunaan urea dalam ransum sapi sebanyak 0,88 –
1,96% dari bahan kering meningkatkan kadar PK dari 8,87%
menjadi 11,11 – 14,13% (Shain et al., 1998).
Tabel 2. Hasil-hasil pengolahan bahan pakan melalui
proses amoniasi
PenambahanEfek terhadap PK(%)
Bahan pakan Bahan lain PustakaTanpa Ditambahureaurea urea
Jerami padi 5% - 3,4 7,5 Wanapat (2001)
Jerami jagung 80 g/100 kg - 3,9 8,5Sharma et al. (2004)
Jerami padi 80 g/100 kg - 4,3 8,1Sharma et al. (2004)
Jerami padi2,5 kg/ton
BK2,5 kgprobion 3,5 7,0 Haryanto (2003)
Tongkol jagung 3% - 2,6 4,6 Oji et al. (2007)Tongkol jagung 3% - 2,9 8,9 Yulistiani et al.
(2009)Kulit buah kakao 1,5% - 6,79 10,01
Puastuti et al. (2009)
Gambaran Umum Molases
Molases adalah hasil ikutan dari limbah perkebunan
tebu yang berwarna hitam kecoklatan kandungan gizi yang
cukup baik didalamnya sangat baik digunakan sebagai bahan
tambahan pakan ternak, selain itu molases juga mengandung
vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi
ternak seperti kobalt, boron, jodium, tembaga, mangan dan
seng, namun molases memiliki kelemahan yakni kadar
kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare bila
dikonsumsi terlalu banyak. Keuntungan penggunaan molases
untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60%
sebagai gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak
(Yudith, 2010).
Tabel 3. Kandungan zat gizi molases
Kandungan Zat Nilai giziBahan kering 67.50Protein Kasar 3.40Serat kasar 0.38Lemak kasar 0.08Kalsium 1.50Fosfor 0.02TDN 56.70
Sumber : Parulian 2009.
Menurut Parakkasi (1999) bila sapi mula-mula
diberikan molases, pada umumnya menyukainya namun bila
diberikan secara ad libitum, konsumsinya akan menurun menjadi
sekitar 1-1,5 kg/ekor/hari. Tetes juga akan menyebabkan
kehausan pada ternak jika diberikan dalam jumlah banyak
sehingga ternak banyak minum namun, pemberian ½-1
kg/ekor/hari peningkatan konsumsi air dapat diatasi. Lebih
lanjut penelitian Lofgreen dan Otogaki (1960) dalam
Parakkasi (1999) menjelaskan bahwa hewan yang mendapat 10%
tetes, pertambahan bobot badannya lebih cepat 10% dari
perlakuan kontrol.
Gambaran Umum Silase
Silase merupakan pengawetan bahan pakan melalui
fermentasi yang menghasilkan kadar air yang tinggi yang
biasa digunakan pada hijauan sebagai pakan ruminansia atau
pakan yang berasal dari tanaman serealia yang
penggunaannya sebagai biofuel. Bahan untuk pembuatan
silase adalah segala macam hijauan dan bahan dari
tumbuhan lainnya yang disukai oleh ternak ruminansia,
seperti rumput, sorghum, jagung, biji - bijian kecil,
tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu,
batang nanas dan jerami padi dan lain-lain. Silase adalah
pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan baku
yang berupa tanaman hijauan, limbah industri pertanian,
serta bahan pakan alami lainya, dengan kandungan air
pada tingkat tertentu kemudian di masukan dalam sebuah
tempat yang tertutup rapat kedap udara, yang biasa disebut
dengan Silo, selama sekitar tiga minggu. Didalam silo
tersebut tersebut akan terjadi beberapa tahap proses
anaerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana bakteri asam
laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan
baku, sehingga terjadilah proses fermentasi. Silase yang
terbentuk karena proses fermentasi ini dapat di simpan
untuk jangka waktu yang lama tanpa banyak mengurangi
kandungan nutrisi dari bahan bakunya (Anonimb, 2011).
Silase yang berkualitas baik mempunyai ciri-ciri
teksturnya tidak berubah, tidak menggumpal, berwarna hijau
seperti daun direbus dan berbau asam. Silase merupakan
hijauan yang diawetkan dengan cara fermentasi dalam
kondisi kadar air yang tinggi (40-80%) . Keunggulan pakan
yang dibuat silase adalah pakan awet (tahan lama), tidak
memerlukan proses pengeringan, meminimalkan kerusakan zat
makanan/gizi akibat pemanasan serta mengandung asam-asam
organik yang berfungsi menjaga keseimbangan populasi
mikroorganisme pada rumen (perut) sapi. Pembuatan silase
perlu ditambahkan bahan pengawet agar terbentuk suasana
asam dengan derajat keasaman optimal. Bau asam dapat
dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan
proses ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase
harus dalam suasana asam dan secara anaerob
(Febrisiantosa, 2007).
Udara (oksigen) dapat masuk, populasi yeast dan jamur
akan meningkat dan menyebabkan panas dalam silase karena
proses respirasi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemadatan
bahan baku silase terkait dengan ketersediaan oksigen di
dalam silo, semakin padat bahan, kadar oksigen semakin
rendah sehingga proses respirasi semakin pendek. Kualitas
silase dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : asal atau
jenis hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan
sebelum pembuatan silase, tingkat kematangan atau fase
pertumbuhan tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan,
dan kepadatan hijauan dalam silo (Regan, 1997).
Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk
memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat
pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa di
disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di
berikan sebagai pakan bagi ternak, sehingga dapat
mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada
musim kemarau. Sayangnya fermentasi yang terjadi didalam
silo (tempat pembuatan silase), sangat tidak terkontrol
prosesnya, akibatnya kandungan nutrisi pada bahan yang di
awetkan menjadi berkurang jumlahnya.. Maka untuk
memperbaiki berkurangnya nutrisi tersebut, beberapa jenis
zat tambahan (additive) harus digunakan agar kandungan
nutrisi dalam silase tidak berkurang secara drastis,
bahkan bisa meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi
ternak yang memakannya. Pembuatan silase dapat juga
menggunakan bahan tambahan, yang kegunaannya tergantung
dari bahan tambahan yang akan di pergunakan. Adapun
penggunaan bahan tambahan sangat tergantung dari kebutuhan
hasil yang ingin dicapai (Anonim, 2011c).
Menurut Cullison (1975) dan Utomo (1999), bahwa
karakteristik silase yang baik adalah :
1. Warna silase, silase yang baik umumnya berwarna hijau
kekuningan atau kecoklatan. Sedangkan warna yang kurang
baik adalah coklat tua atau kehitaman.
2. Bau, sebaiknya bau silase agak asam atau tidak tajam.
Bebas dari bau manis, bau amonia dan bau H2S.
3. Tekstur, kelihatan tetap dan masih jelas. Tidak
menggumpal, tidak lembek dan tidak berlendir.
4. Keasaman, kualitas silase yang baik mempunyai pH 4,5
atau lebih rendah dan bebas jamur.
BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil pembuatan silase yang telah
dilaksanakan, dapat diperoleh hasil seperti pada tabel
berikut :
Tabel 4. Hasil Uji Kualitas Silase
Bau Warna Tekstur pH Jamur
Khas KuningKecoklatan
Lembut danUtuh Asam Ada
Sumber: Data Hasil Praktikum Ilmu Ransum Ruminansia,
2014.
Pembahasan
Berdasarkan hasil uji kualitas silase pada parameter
bau dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan memiliki
bau yang khas berupa bau amoniak yang cukup tajam. Bau
amoniak yang muncul pada hasil akhir pembuatan silase
disebabkan karena adanya penambahan urea pada jerami yang
dibuat silase. Dimana urea akan dimanfaatkan oleh mikroba
dalam proses fermentasi yang akan menghasilkan gas
amoniak. Hal ini sesuai
dengan pendapat Van Soest (2006) bahwa pengolahan bahan
pakan dengan penambahan urea merupakan proses pengolahan
yang umum dilakukan terhadap bahan pakan berserat kasar
tinggi, seperti jerami padi dan jerami jagung. Urea sering
digunakan untuk meningkatkan kecernaan pakan berserat
melalui proses amoniasi, urea merupakan bahan padat yang
disintesis dengan menggabungkan amoniak dan CO2. Urea
mengandung enzim urease yang dapat diuraikan menjadi
amoniak dan CO2.
Berdasarkan hasil uji kualitas silase dengan
parameter warna dapat dilihat bahwa silase yang dihasilkan
berwarna kuning kecoklatan. Hal ini dipengaruhi oleh warna
dari bahan dasar yang yang digunakan dalam pembuatan
silase yaitu jerami padi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Cullinson (1975) menyatakan bahwa silase yang baik
memiliki warna yang tidak jauh berbeda dengan warna bahan
dasar itu sendiri, memiliki pH rendah dan baunya asam.
Berdasarkan hasil uji kualitas silase pada parameter
tekstur dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan
memiliki tekstur yang lembut dan masih utuh. Dari segi
tekstur dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan
tergolong berkualitas baik karena pada saat dibuka silase
tersebut masih utuh, remah dan lembut namun apabila
melihat parameter lainnya maka secara keseluruhan kualitas
silase yang dihasilkan tidak begitu baik. Hal ini sesuai
dengan Cullison (1975) yang menyatakan bahwa silase yang
berkualitas baik mempunyai ciri-ciri tekstur, kelihatan
tetap dan masih jelas, tidak menggumpal, tidak lembek dan
tidak berlendir.
Berdasarkan hasil uji kualitas silase pada parameter
pH dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan memiliki
pH yang asam. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi keasaman
pada silase yang dibuat telah tercapai, yang mana silase
yang baik harus dalam suasana atau kondisi asam akibat
terjadinya proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anonimb (2011) yang menyatakan bahwa pada
pembuatan silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar
terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal.
Rasa asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat
keberhasilan proses ensilase, sebab untuk keberhasilan
proses ensilase harus dalam suasana asam. Ditambahkan oleh
Utomo (1999) bahwa salah satu ciri-ciri silase yang baik
yaitu memiliki tingkat keasaman pada pH 4,5 atau lebih
rendah dan bebas jamur.
Berdasarkan hasil uji kualitas silase pada ada
tidaknya jamur dapat diketahui bahwa silase yang
dihasilkan ditumbuhi oleh jamur. Hal ini menunjukkan bahwa
silase yang telah dibuat memiliki kualitas rendah,
pertumbuhan jamur pada silase ini dapat disebabkan karena
kondisi lingkungan yang mempunyai kelembapan tinggi,
adanya aliran udara didalam silo, maupun kadar air hijauan
yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Regan (1997)
yang menyatakan bahwa apabila udara (oksigen) masuk maka
populasi yeast dan jamur akan meningkat dan menyebabkan
panas dalam silase karena proses respirasi. Dijelaskan
lebih lanjut bahwa pemadatan bahan baku silase terkait
dengan ketersediaan oksigen di dalam silo, semakin padat
bahan kadar oksigen semakin rendah sehingga proses
respirasi semakin pendek. Kadar air hijauan berpengaruh
besar pada kualitas silae yang dihasilkan. Kadar air yang
berlebihan dapat menyebabkan tumbuhnya jamur dan
menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam
butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan suhu menjadi
lebih tinggi sehingga akan dihasilkan tekstur yang kasar
dan keras.
BAB IVPENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan silase dapat
disimpulkan bahwa dalam pembuatan silase dengan
perbandingan jerami plus dan konsentrat 60:40 diperlukan
2,04 kg jerami plus dan 0,96 kg konsentrat. Berdasarkan
hasil uji kualitas silase yang telah dibuat diketahui
bahwa silase memiliki bau yang khas berupa aroma amoniak,
dengan warna yang kuning kecoklatan, sedangkan dari segi
tekstur silase yang telah dibuat bertekstur lembut dan
utuh, dengan pH asam namun ditumbuhi jamur. Berdasarkan
hasil yang didapat secara umum dapat diketahui bahwa dari
segi warna, bau dan tekstur silase menunjukkan kualitas
yang baik, namun akibat ditumbuhi oleh jamur maka secara
umum disimpulkan bahwa silase yang dibuat berkualitas
buruk.
Saran
Sebaiknya dalam pengukuran tingkat keasaman pada
silase digunakan pH meter sehingga dapat diketahui secara
pasti tingkat keasaman pada silase yang dibuat. Selain itu
pengujian hasil silase yang dibuat secara langsung pada
ternak perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat
palatabilitas ternak terhadap silase yang dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011a. Khasiat Buah Murbei.http://lifestyle.infospesial.net/read/
1005/khasiat-buah-murbei.html. Diakses pada tanggal 28Mei 2014.
______, 2011b. Pembuatan Silase.http://www.lestarimandiri.org/id/peternakan/pakan-ternak/155-pembuatan-silase.html. Diakses padatanggal 28 Mei 2014.
______, 2011c. Pengawetan Pakan Dengan pembuatan Silase. http://tonysapi.multiply.com/journal/item/18?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. Diakses padatanggal 28 Mei 2014.
Atmosoedarjo S et al. 2000. Sutra Alam Indonesia. Jakarta;Yayasan Sarana Jaya.
Bestari J, Thalib A, Hamid H, Suherman D. 1999. Kecernaanin vivo ransum silase jerami padi dengan penambahanmikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole. JurnalIlmu Ternak dan Veteriner 4 (4) : 237 242.
Boschini CF. 2002. Nutronal quality of mulberrycultivation for ruminant feeding. Di dalam Sanchaz MD,editor Mulberry for Animal Production proceedings of anelectronic conference carried out, May and August 2000.Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147, hal173-182.
Cullison, A. E. 1975. Feed And Feding. University Of GeorgeReston Publishing Company Inc. Virginia.
Datta RK. 2002. Mulberry Cultivation and Utilization inIndia. Di dalam Sanchez MD, editor. Mulberry for Animalproduction. Proceedings of an electronic conferencecarried out, May and August. Roma: FAO AnimalProduction and Health Paper 147, hal 45-62.
Djajanegara, A. 1983. Tinjauan ulang mengenai evaluasisuplemen pada jerami padi. Pros. Seminar pemanfaatanlimbah pangan dan limbah pertanian untuk makananternak. LKN LIPI, Bandung
Doran MP, Laca EA and Sianz RD. 2006. Foliage (MorusAlba), Alfalfa Hay And Oat Hay And Sheep. J Anifeed Sci2006:11.016.
Febrisantosa, S. 2007. Silase Komplit Untuk Pakan Ternak.http://jiwocore. wordpress.com. Diakses pada tanggal28 Mei 2014
Friss, V.K. 1982. Effect of processing on nutrien contentof feed : Alkali treatment. Handbook of nutritive valueof processed feed. Vol. II Animal Feedstuff. CRC Press,Boca Rotan
Hann, Y.W. 1978. Microbial utilization of straw ( AReview). Adv. Appl. Microbial 23 : 144-145
Hartadi H., S. Reksohadiprojo, AD. Tilman. 1997. TabelKomposisi Pakan Untuk Indonesia. Cetakan Keempat,Gadjah Mada Uivesity Press, Yogyakarta.
Haryanto, B. 2003. Jerami padi fermentasi sebagai ransumdasar ternak ruminansia. Warta Penelitian danPengembangan Pertanian. 25(3): 1 – 2.
Haryanto B, Supriyati, Jarmani SN. 2004. Pemanfaatanprobiotik dalam bioproses untuk meningkatkan nilainutrisi jerami padi untuk pakan domba. ProsidingSeminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.Bogor 4-5 Agustus 2004. Bogor: Puslitbang PeternakanDepartemen Pertanian. hlm 298-304.
Horne, P.M.,K.R.Pond and L.P.Batubara, 1995. Sheep UnderRubber: Prospects and Research Proirieties inIndonesia.In: Mullan, B.F and H.H Shelton (ed),Integration of Ruminants into Plantation Systems inSoutheast Asia p. 58-64.
Ibrahim, M.N.M. 1983. Physical, chemical, physico-chemicaland biological treatment of crop residues. An OverlineI Workshop AFAR, Los BanosJackson, M.G. 1978. Rice straw as livestock feed inruminant nutrition. Selectet articles from the WorldAnim. Rev. 12 : 34-40
Jackson W. 1978. Microbial utilization of straw ( AReview). Adv. Appl. Microbial 23 : 144-145
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Laboratorium MakananTernak Jurusan Nutrisi Makanan Ternak. FakultasPeternakan UGM. Yogyakarta.
Komar, A. 1984. Tehnologi pengolahan jerami sebagaimakanan ternak. Yayasan Dian Grahita, Jakarta
Laconi EB. 1992. Pemanfaatan manure ayam sebagai suplemennon protein nitrogen (NPN) dalam pembuatan silasejerami padi untuk ternak kerbau. [tesis]. Bogor:Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Leng RA. 1980. Principles and Practices of FeedingTropical Crops and By-Products to Ruminant. Armidale:Department of Biochemistry and Nutrition, University ofNew England
Lofgreen, G.P. & Otagaki, K.K. 1960. The net energy ofblack-strap molasses for lactating dairy cows. J. DairySci., 43: 200.
Lubis, D.A.1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan Kedua. PTPembangunan. Jakarta
Machii H, Koyama A, Yamanouchi H. 2002. Mulberry Breeding,Cultivation and Utilization in Japan. Sanchez MD,editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings ofan electronic conference carried out, May and August2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147.Hlm 63-72.
Martawidjaja M, Budiarsana IGM. 2004. Pengaruh pemberianjerami padi fermentasi dalam ransum terhadap performankambing peranakan etawah betina. Prosiding SeminarNasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 4-5Agustus 2004. Bogor: Puslitbang Peternakan DepartemenPertanian. hlm 407-415.
Martin G, Reyes F, Hernandez I, Milera M. 2002. AgronomicStudies with Mulberry In Cuba. Di dalam sanchez MD,editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings ofan electronic conference carried out, May and August2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147.Hlm 103-114.
Oji, U.I., H.E. Etim and F.C. Okoye. 2007. Effects of ureaand aqueous ammonia treatment on the composition andnutritive value of maize residues. Small Rum. Res. 69:232 – 236.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan TernakRuminant. UI Press. Jakarta.
Parulian S. T. 2009. Efek Pelepah Daun Sawit dan LimbahIndustrinya Sebagai Pakan Terhadap Pertumbuhan SapiPeranakan Ongole Pada Fase Pertumbuhan. DepartemenPeternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra UtaraMedan.
Puastuti, W. dan I.W. Mathius. 2008. Respon domba jantanmuda pada berbagai tingkat substitusi hidrolisat buluayam dalam ransum. JITV 13(2): 95 – 102.
Puastuti, W., D. Yulistyani. 2009. Ransum berbasis kulitbuah kakao diperkaya mineral: Tinjauan pada kecernaan
dan fermentasi rumen in vitro. Pros. Seminar NasionalTeknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13 – 14Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 442 –448.
Quoc Viet T, Duc Kien D. 2001. Dried rice straw-chickenlitter and urea-treated rice straw as main fodderresources for local cattle in the dry season. LivestockResearch for Rural Development 13 (2).http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd13/2/trach132.htm.Diakses pada tanggal 28 Mei 2014.
Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet/ DryTropics for Small Landholder Farmers. Thesis.Facultyof Science, Nothern Territory University, DarwinAustalia.
Samsijah. 1992. Pemilihan Tanaman murbei (morus sp.) yangsesuai dengan daerah Sindang Resmi Sukabumi, JawaBarat. Bul Penelitian Hutan. 547:45-59.
Sanchez MD. 2002. World Distribution And Utilization OfMulberry And Its Potential For Animal Feeding. Didalam: Sanchez MD, editor Mulberry for AnimalProduction. Proceedings of an electronic conferencecarried out, May and Augusts 2000. Roma: FAO AnimalProduction and Health Paper 147, hal 1-11.
Shain, D.H., R.R. Stock, T.J. Klopfenstein and D.W.Herold. 1998. Effect of degradable intake protein levelon finishing cattle performance and ruminal metabolism.J. Anim. Sci. 76: 242 – 248.
Shanahan JF, Smith DH, Stanton TL, Horn BE. 2004. CropResidues for Livestock Feed. Colorado: CSU CooperativeExtension - Agriculture, Colorade State University.http://www.ext.colostate.edu/pubs/ crops/00551.html.Diakses pada tanggal 28 Mei 2014.
Sharma, K. N. Dutta and U. Naulia. 2004. An on-farmappraisal of feeding urea-treated straw to buffaloes
during late pregnancy and lactation in mixed farmingsyatem. Livestock Research for Rural Development.16(11). www.Irrd.org/ Irrd16/11/shar16091.htm. Diaksespada tanggal 28 Mei 2014.
Shiere, J.B and M.N.M. Ibrahim. 1989. Feeding of ureaamonia treated rice straw. Pudoc Wageningen
Singh B, Makkar HPS. 2002. The Potensial of Mulberryfoliage as a feed supplement in India. Di dalam :Sanchez MD. Editor Mulberry for Animal Production.Proceedings of an electronic conference carried out,May and August 2000. FAO Animal Production and HealthPaper 147. Hal 139-156.
Suryani NN. 1994. Pengaruh manure ayam pada wastelagejerami padi dalam ransum terhadap fermentasi rumen[tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor.
Sutrisno, C.I. 1983. Pengaruh minyak nabati dalammengatasi defisiensi Zn pada sapi yang memperolehransum berbahan dasar jerami padi. Disertasi. ProgramPascasarjana IPB, Bogor
Syamsu JA. 2001a. Fermentasi jerami padi dengan probiotiksebagai pakan ternak ruminansia. Jurnal Agrista 5(3) :280-283.
______, 2001b. Kualitas jerami padi yang difermentasidengan manure sebagai pakan ruminansia. Jurnal ProduksiTernak 3(2) : 62-66.
Syamsu, J.A., L.A.Sofyan, K.Mudikdjo dan E.Gumbira Sa'id.2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakanternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13(1) : 30-37
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. PrawiroKusuma, dan S. Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu MakananTernak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. FakultasPeternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Utomo, R dan Soedjono, M. 1999. Bahan Pakan dan FormulasiRansum. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Van Soest, P.J. 2006. Rice straw the role of silica andtreatment to improve quality. J. Anim. Feed Sci. Tech.130: 137 – 171
Wanapat M. 2001. Swamp buffalo rumen ecology and itsmanipulation. Proc. Buffalo Workshop December 2001.http://www.mekarn.org/procbuf/wanafat.htm. Diakses padatanggal 28 Mei 2014.
Xuan Trach N, Magne M, Xuan Dan C. 2001. Effects oftreatment of rice straw with lime and/or urea onresponses of growing cattle. Livestock Research forRural Development 13 (5). http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd13/5/trach 135.htm. Diakses pada tanggal 28 Mei2014.
Xuan Trach N. 2004. An evaluation of adoptability ofalkali treatment of rice straw as feed for growing beefcattle under smallholders' circumstances. LivestockResearch for Rural Development 16 (7).http://www.cipav.org.co/cipav/pubs/index.htm. Diaksespada tanggal 28 Mei 2014.
Yudith Taringan A., 2010. Pemamfaatan Pelepah sawit danHasil Ikutan Industri Kelapa Sawit TerhadapPertumbuhan Sapi Peranakan Simental Fase Pertumbuhan.Departemen Pendidikan Fakultas Sumatra Utara.
Yulistiani dan Supriyanti. 2009. Ransum berbasis kulitbuah kakao diperkaya mineral: Tinjauan pada kecernaandan fermentasi rumen in vitro. Pros. Seminar NasionalTeknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13 – 14Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 442 –448.
LAMPIRAN
Perhitungan
Bahan yang digunakan:
a.Jerami plus : 60 %
b.Konsentrat : 40 %
Kadar Bahan
Bahan Kadar BK Kadar AirJerami Plus 40% 60%Konsentrat 85% 15%
Nilai Keuntungan/ Koefisien Bahan
a. Jerami plus : 50×10040=125
b. Konsentrat : 50×10085=58,8
Σ Koefisien Bahan : 125 + 58,8
: 183,8