Post on 17-Feb-2023
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Perkembangan dari Akuntansi Biaya Hingga Manajemen Biaya Strategic
Ouna memenuhi kepentingan eksteraal, bagaimanapun, suatu unit usaha
harus menggunakan akuntansi biaya untuk mengukur income dan penilaian atas
investasi berdasarkan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang
menjadi patokan dalam akuntansi keuangan. Pizzey (1989:4) mendefinisikan
akuntansi biaya sebagai berikut. "Cost accounting is the set of techniques
whereby transactions are recorded, and cost are ascertained, classified and
allocated to products or activities within the business." Namun sejalan dengan
perkembangan dan tuntutan jaman, akuntansi biaya yang semula dianggap
sebagai sistem akuntansi yang terbaik, perlahan-lahan mulai dianggap usang dan
mulai ditinggalkan. Hal ini disebabkan sistem ini dirasakan tidak lagi dapat
memberikan dukungan terhadap proses manajemen yaitu pengambilan keputusan
dan banyak hal-hal lainnya yang dianggap sebagai kelemahan akuntansi biaya
tersebut
Dalam tiga puluh tahun terakhir, transisi dari akuntansi biaya menjadi
analisis biaya manajerial, merupakan satu penyelesaian utama Transisi ini telah
membawa kepada kemajuan akuntansi manajemen dalam industri, perniagaan,
dan akademik. Sekitar tahun 1980-an dan 1990-an, banyak yang menyadari
10
bahwa akuntansi manajemen tradisional tidak lagi memenuhi kebutuhan
manajerial. Beberapa mengklaim bahwa keberadaan sistem akuntansi manajemen
sudah usang dan tidak berguna lagi. Product costing yang akurat dan input yang
lebih detail dan berguna dibutuhkan untuk memberikan kebebasan kepada
manajer dalam mengimprovisasi kualitas, produktivitas, dan menekan biaya
Menyadari kegagalan sistem akuntansi manajemen tradisional, upaya dalam
mengembangkan sistem akuntansi manajemen yang baru dilakukaa Horngren
dan Sundem (1993:3) mengemukakan pengertian akuntansi manajemen sebagai
berikut: "Management accounting refers to accounting information developed
for managers within an organization. In other words, management accounting is
the process of identifying, measuring, accumulating, analyzing, preparing,
interpreting, and communicating information that help managers to fulfill
organizational objectives."
Perkembangan selanjutnya disebutkan oleh Shank dan Govindarajan
(1993:4) sebagai berikut: "The transition from managerial cost analysis to what
is called strategic cost management is one primary challenge looking forward."
Kesuksesan dalam transisi berikutnya ini akan membantu dalam memantapkan
kemajuan manajemen biaya di masa yang akan datang.
Bagaimana manajemen biaya strategik berbeda? Shank dan Govindarajan
(1993:6) menjawab: "It is cost analysis in a broader context, where the strategic
elements become more conscious, explicit, and formal." Disini, data-data biaya
digunakan untuk mengembangkan strategi-strategi superior dalam rangka
mencapai keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Pengertian yang rumit
dari sebuah struktur biaya perusahaan dapat dengan mudah mengikuti pencarian
11
keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Inilah yang disebut sebagai
manajemen biaya strategik.
Lebih jauh lagi, Shank dan Govindarajan (1993:8) menyatakan bahwa ada
tiga tema kunci dalam manajemen biaya strategik, yaitu: "(J) Value chain
analysis, (2) Strategic positioning analysis, and (3) Cost driver analysis."
Manajemen biaya strategik mencakup ide-ide kunci yang konsisten
dengan paradigma akuntansi yang sayangnya belum diimplementasikan dengan
baik {activity based costing), ide-ide yang jauh diluar lingkup paradigma
konvensional (cost of quality), dan juga ide-ide yang tidak konsisten dengan
paradigma konvensional {full cost lebih disukai daripada variable cost).
Implementasi tema kunci pertama, value chain akan memberikan kerangka yang
jelas sehingga memudahkan analisis aktivitas nilai. Sementara itu, analisis
perilaku biaya yang didasarkan pada analisis cost driver akan memperjelas faktor
yang menyebabkan variasi biaya yang terjadi di tiap aktivitas. Pemanfaatan kedua
analisis tersebut akan menjadi dasar bagi penempatan perusahaan pada posisi
yang tepat di pasar {strategic positioning). Analisis strategic positioning akan
memberikan pedoman strategis bagi perusahaan untuk bersaing di pasar.
Apakah terlalu berlebihan menggambarkan manajemen biaya strategik
sebagai sebuah paradigma bam? Dengan pengakuan penuh atas keterbatasan
yang mungkin timbul, masing-masing dari ketiga tema kunci manajemen biaya
strategik bisa dibandingkan dengan tema paralel akuntansi manajemen. Dalam
perspektif ini, masing-masing dari ketiga tema kunci dihubungkan dengan
pertanyaan dasar dimana jawaban yang dimiliki akuntansi manajemen dengan
12
manajemen biaya strategik cenderung berbeda. Tabel 2.1 akan menunjukkan
pandangan yang berbeda dari kedua paradigma ini.
Tabel 2.1 The Management Accounting Versus the Strategic Cost Paradigm
What is the most useful way to analize costs?
What is the objective of cost analysis?
How should we try to understand cost behavior?
The Management Accounting Paradigm
In terms of: products, customers, and functions.
With a strongly internal focus.
Value-added is a key concept.
Three objectives all apply, without regard to the strategic context: score keeping, attention directing, and problem solving.
Cost is primarily a function of output volume: variable cost, step cost, mixed cost.
The Strategic Cost Management Paradigm
In terms of the various stages of the overall value chain of which the firm is a part.
With a strongly external focus.
Value-added is seen as dangerously narrow concept.
Although the three objectives are always present, the design of cost management systems changes dramatically depending on the basic strategic positioning of the firm: either under a cost leadership strategy, or under a product differentiation strategy.
Cost is function of strategic choices about the structure of how to compete and managerial skill in executing the strategic choices: in terms of structural cost drivers and executional cost drivers.
Sumber: Shank, John K. and Vijay Govindarajan, 1993, 27.
13
2.1.2 Tiga Tenia Kunci Manajemen Biaya Strategik
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, munculnya manajemen biaya
strategik diakibatkan oleh suatu perkembangan dari tiga tema kunci, yang diambil
dari literatur manajemen strategik, yaitu:
1. Analisis Value Chain
2. Analisis Strategic Positioning
3. Analisis Cost Drivers
Berikut ini penjelasan mengenai ketiga tema kunci dalam manajemen biaya
strategik diatas.
2.1.2.1 Analiih Value Chain
Tema pertama yang menggarisbawahi kinerja manajemen biaya strategik
menitikberatkan pada fokus dari upaya manajemen biaya Dalam kerangka kerja
manajemen biaya strategik, mengelola biaya dengan efisien meminta fokus yang
lebih luas, yaitu lingkungan eksternal perusahaan. Porter (1992:31) menyebutnya
sebagai l<value chain". Shank dan Govindarajan (1993:13) mendefinisikan value
chain sebagai berikut: "The value chain for any business is the linked set of
value-creating activities all the way from basic raw material sources for
component suppliers through to the ultimate end-use product delivered into the
final consumer's hands." Value chain memilah-milah suatu perusahaan ke dalam
berbagai kegiatan yang secara strategis relevan guna memahami perilaku biaya
serta sumber diferensiasi yang ada dan yang potensial. Perusahaan memperoleh
14
keunggulan kompetitif dengan melakukan kegiatan yang secara strategis relevan
ini lebih murah atau lebih baik dibandingkan para pesaingnya.
Kebalikannya, akuntansi manajemen seringkali mengadopsi fokus yang
lebih banyak mengarah pada internal perusahaan - pembeliannya, prosesnya,
fungsi-fungsinya, produknya, dan konsumennya. Dengan kata lain, akuntansi
manajemen menggunakan perspektif value-added dengan memulainya pada
pembayaran kepada pemasok (pembelian), dan berhenti pada pembebanan
kepada konsumen (penjualan). Tema kunci dalam perspektif ini adalah
memaksimumkan selisih {the value added) antarapembelian dan penjualan.
Tetapi, konsep value chain pada dasarnya berbeda dari konsep value-
added. Shank dan Govindarajan (1993:14) mengemukakan alasannya: "From a
strategic perspective, the value-added concept has two big problems; it starts too
late and it stops too soon." Memulai analisis biaya dari pembelian akan
menghilangkan seluruh kesempatan dalam menggali hubungan dengan
perusahaan pemasok. Kesempatan ini bisa menjadi penting sekali artinya bagi
perusahaan. Misalnya, keputusan pemasok untuk mengubah spesifikasi
produknya, jika tidak ditanggapi dengan baik oleh perusahaan, dapat
menghambat operasi produksi apabila produk dengan spesifikasi baru tersebut
tidak dapat diolah dengan fasilitas pabrik yang ada di perusahaan.
Selain itu, menghentikan analisis biaya pada penjualan akan
menghilangkan seluruh kesempatan dalam menggali hubungan dengan
perusahaan konsumen. Padahal rantai konsumen dapat sama pentingnya dengan
rantai pemasok. Menggali hubungan dengan rantai konsumen adalah kunci di
balik konsep life cycle costing. Life cycle costing secara eksplisit menangani
15
hubungan antara apa yang dibayarkan konsumen untuk sebuah produk dan total
biaya yang dikeluarkan oleh konsumen selamadaur hidup dalam produk tersebut
Perapektif life cycle costing pada rantai konsumen dalam value chain dapat
membawa perusahaan kepada peningkatan profltabilitas. Perhatian eksplisit pada
biaya-biaya postpurchase oleh konsumen dapat membawa perusahaan kepada
segmentasi pasar yang lebih efektif dan product positioning. Atau, mendesain
produk untuk menekan biaya-biaya dari konsumen dapat menjadi senjata yang
ampuh dalam meraih keunggulan kompetitif.
2.1.2.2 Analisis Strategic Positioning
Tema kunci kedua yang menggarisbawahi kinerja manajemen biaya
strategik menitikberatkan pada kegunaan informasi akuntansi manajemen. Tema
manajemen biaya strategik ini dapat ditetapkan dengan singkat dan jelas. Dalam
manajemen biaya strategik, rangkaian analisis biaya berbeda dalam beberapa cara
tergantung pada bagaimana suatu perusahaan memilih dalam bersaing. Suatu unit
usaha dapat bersaing baik dengan cara memiliki keunggulan biaya (cost
leadership) atau dengan menawarkan produk yang superior (product
differentiation).
Keunggulan biaya barangkali merupakan strategi generik yang paling
jelas di antara kedua strategi generik yang disebutkan diatas. Dalam strategi ini,
perusahaan berusaha menjadi produsen berbiaya rendah dalam industrinya.
Sumber keunggulan biaya bermacam-macam dan tergantung pada struktur
industri. Menurut Ellis dan Williams (1993:24), sumber tersebut dapat diperoleh
dengan: "Costs may be reduced by a variety of management actions including
16
concentrating production on a smaller number of sites, investment to increase
efficiency by substituting capital for labour and the introduction of flexible
manufacturing systems, allowing companies to benefit from the automation and
flexibility of production."
Status sebagai produsen berbiaya rendah tidak sekedar menuntut
perusahaan untuk menjalani atau mengikuti kurva belajar (learning curve).
Produsen berbiaya rendah harus mencari dan memanfaatkan semua sumber
keunggulan biaya Produsen berbiaya rendah biasanya menjual produk standar
atau produk yang tidak banyak perniknya (no-frill product) dan memusatkan
perhatian pada usaha mencapai keunggulan biaya dari semua sumber yang ada
Jika sebuah perusahaan dapat mencapai dan mempertahankan keunggulan
biaya menyeluruh, perusahaan ini akan menjadi perusahaan yang prestasinya di
atas rata-rata dalam industrinya jika ia dapat mengatur agar harganya setingkat
atau mendekati harga rata-rata dalam industri. Dengan harga setara atau sedikit
lebih rendah daripada harga para pesaingnya, posisi biaya rendah dari perusahaan
yang unggul biaya ini akan terwujud dalam bentuk laba yang lebih tinggi. Tetapi,
perusahaan yang unggul biaya ini tidak boleh mengabaikan basis diferensiasi.
Jika produknya tidak dipandang setara dengan produk pesaing oleh konsumen,
perusahaan unggul biaya ini akan terpaksa menekan harganyajauh dibawah harga
pesaing untuk dapat menjualnya Ini dapat meniadakan keunggulan karena posisi
biayanya yang rendah.
Logika strategis dari keunggulan biaya biasanya menuntut bahwa
perusahaan harus merupakan satu-satunyapemimpin biaya (corf lead), dan bukan
salah satu dari beberapa perusahaan yang memburu posisi ini. Banyak perusahaan
17
melakukan kekeliruan strategis karena tidak menyadari hal ini. Bilamana terdapat
lebih dari satu pemburu posisi unggul biaya, persaingan di antara mereka
biasanya akan sangat tajarn karena setiap persen bagian pasar akan dipandang
sangat penting. Kecuali jika satu perusahaan manipu mencapai keunggulan biaya
dan 'meyakinkan' perusahaan lainnya untuk meninggalkan strategi mereka,
konsekuensinya terhadap kemampu-labaan (dan terhadap struktur industri dalam
jangka panjang) dapat sangat merugikan. Jadi, keunggulan biaya merupakan
strategi yang sangat tergantung pada 'siapa cepat, dia dapat', kecuali jika terjadi
perubahan besar dalam teknologi yang memungkinkan suatu perusahaan untuk
secararadikal mengubah posisi biayanya.
Strategi generik yang kedua adalah diferensiasi. Ellis dan Williams
(1993:23) menyatakan bahwa: "Applying the dimension of differentiation reflects
the firm's intention to be unique in some way witkin its chosen product market."
Perusahaan memilih satu atau beberapa atribut yang oleh banyak pembeli dalam
industri ini dipandang penting, dan menempatkan dirinya secara unik untuk
memenuhi kebutuhan ini. Karena posisi yang unik (khas) itu, perusahaan merasa
layak untuk menetapkan harga premium (premium price). Cara melakukan
diferensiasi berbeda untuk setiap industri. Diferensiasi dapat didasarkan pada
produk itu sendiri, sistem pengiriman produk, ancangan pemasaran, serta
berbagai cara lain.
Perusahaan yang dapat mencapai dan melestarikan diferensiasinya akan
menjadi perusahaan di atas rata-rata dalam industrinya jika harga premium yang
ditetapkannya melebihi biaya tambahan yang dikeluarkan untuk memperoleh
keunikan. Perusahaan diferensiator tidak boleh mengabaikan posisi biayanya,
IS
karena harga premiumnya akan menjadi tidak berarti jika posisi biayanya sangat
buruk. Dasar pemikiran strategi diferensiasi menuntut perusahaan untuk memilih
atribut yang dapat membedakan dirinya dari para pesaing. Atribut yang dipilih
hendaklah berbeda dari atribut yang dipilih pesaing. Perusahaan harus benar-
benar unik agar dapat menikmati harga premium. Tetapi, berbeda dengan strategi
keunggulan biaya, ada lebih dari satu strategi diferensiasi yang akan berhasil
dalam satu industri jika terdapat banyak atribut yang secara luas dipandang
penting oleh konsumen.
2.1.23 Analish Cost Drivers
Tema kunci ketiga yang menggarisbawahi kinerja manajemen biaya
strategik adalah analisis cost drivers. Dalam manajemen biaya strategik, sudali
diketahui bahwa biaya disebabkan, atau dipicu, oleh banyak faktor yang
berhubungan dalam cara-cara yang kompleks. Dalam akuntansi manajemen,
biaya adalah suatu fungsi, dimana hanya ada satu pemicu biaya, yaitu output
volume. Konsep biaya berhubungan dengan output volume yang meresap dalam
pemikiran dan tulisan tentang biaya, yaitu fixed dan variable costt average dan
marginal cost, cost-volume-profit analysis, break even analysis, dan lain
sebagainya. Dalam manajemen biaya strategik, output volume terlihat tidak dapat
memberikan kontribusi yang cukup dalam mengungkapkan perilaku biaya.
Pemicu biaya (cost driver) dibagi menjadi dua kategori. Kategori cost
driver yang pertama adalah structural cost driver. Dari perspektif ini, sedikitnya
ada lima pilihan strategik yang menggarisbawahi struktur ekonomi yang memicu
posisi biaya untuk suatu produk, yaitu:
19
1. Scale : seberapa besar investasi yang harus dibuat dalam manufaktur,
penslitian, dan pengembangan serta sumber daya pemasaran?
2. Scope : derajat integrasi vertikal, sementara integrasi horizontal lebih terkait
dengan skala
3. Experience : berapa kali hal yang sudah dilakukan perusahaan dilakukan lagi
sekarang?
4. Technology : teknologi proses apa yang dipakai di tiap tahap rantai nilai
perusahaan?
5. Complexity : seberapa luas lini produk atau jasa yang ditawarkan kepada
pelanggan?
Sementara itu, kategori cost driver yang kedua adalah executional cost
driver. Executional cost driver merupakan faktor-fektor penentu posisi biaya
perusahaan yang didasarkan pada kemampuannya untuk dilaksanakan dengan
baik. Berbeda dengan yang struktural, executional cost driver direncanakan
dengan kinerja yang monoton. Kalau dalam struktural selalu diupayakan untuk
'selalu lebih baik9, sementara bagi executional cost driver, bisa jadi yang lebih
kompleks bukan yang lebih penting daripada yang kurang kompleks. Terlalu
banyak 'pengalaman' bisajadi malah merugikan dalam lingkungan yang dinamis.
Daftar pemicu executional meliputi:
1. Keterlibatan angkatan kerja (partisipasi) yang berkelanjutan.
2. Total manajemen mutu (keyakinan dan prestasi berdasarkan kualitas produk
dan prosesnya).
3. Pemanfaatan kapital (pilihan skala tertentu pada konsumsi pabrik).
20
4. Efisiensi layout pabrik (seberapa efisienkah layout dibandingkan dengan
norma saat ini?).
5. Konilgurasi produk (apakah desain atau formulasi efektif?).
6. Menggali hubungan dengan pemasok dan konsumen di tiap rantai nilai
perusahaaa
Tidak semua strategic cost driver sama pentingnya di setiap waktu,
namun beberapa (lebih dari satu) mungkin arnat penting di setiap masalah.
Misalnya, bisa jadi skala efisiensi minimum dan pengalaman merupakan
strategic driver bagi perusahaan yang satu, namun bagi perusahaan yang lain,
mutu justru merupakan inti strategi untuk kesuksesannya
2.1 J Manfaat Analisis Value Chain
Setiap perusahaan merupakan sekumpulan kegiatan yang dilakukan untuk
mendesain, memproduksi, memasarkan, menyampaikan, dan mendukung
produknya Semua kegiatan ini dapat digambarkan dengan menggunakan rantai
nilai, seperti diperiihatkan pada Gambar 2.1. Value chain suatu perusahaan serta
cara perusahaan menyelenggarakan setiap kegiatannya merupakan cerminan dari
riwayat, strategi, dan ancangan perusahaan dalam mengimplementasikan
strateginya, serta keadaan ekonomi yang melandasi kegiatan itu sendiri. Shank
dan Govindarajan (1993:50) memberikan pengertian tentang kerangka kerja value
chain sebagai berikut: "The value chain framework is a method for breaking
down the chain - from basic raw materials to end-use customers - into
21
strategically relevant activities in order to understand the behavior of costs and
the sources of differentiation. "
Cam bar 2.1 Sistem Nilai Perusahaan
Pcrusahaan Industri Tunggal
Rantai Nilai Konsumen
Rantai Nilai Unit. IlRaha>
Rantai Nilai Pemasok
Perusahaan Terdiversifikasi
Rantai Nilai
Perusahaan
Rantai Nilai Unit Usaha
Rantai Nilai Unit Usaha
j
Sumber: Porter, Michael E., 1992, 33.
£
Rantai Nilai Konsumen
Tingkat yang relevan untuk menyusun value chain adalah kegiatan
perusahaan dalam suatu industri tertentu (unit usaha). Meskipun perusahaan-
perusahaan dalam industri yang sama mungkin memiliki rantai yang sama, rantai
nilai para pesaing seringkali berbeda. Perbedaan di antara value chain para
pesaing merupakan sumber penting keunggulan kompetitif. Value chain suatu
22
perusahaan dalam suatu industri dapat sedikit berbeda untuk macam produk yang
berbeda dalam lini produknya, atau untuk pembeli yang berbeda, wilayah
geografis yang berbeda, atau saluran distribusi yang berbeda Tetapi, value chain
untuk sub-subkelompok ini akan sangat berkaitan erat, dan hanya dapat dipahami
dalam konteks rantai unit usaha Lebih jauh lagi, Shank dan Govindarajan
(1993:53) menjelaskan sebagai berikut: "Each value activity has a set of unique
cost drivers that explain variations in costs in that activity. Thus, each value
activity has its unique sources of competitive advantage."
Rantai nilai perusahaan ditanamkan dalam suatu sistem yang luas, dimana
rantai nilai pemasok dan konsumen jugatermasuk didalamnya Suatu perusahaan
dapat meningkatkan profitabilitasnya tidak hanya dengan jalan mengerti rantai
nilainya sendiri - dimuiai dari desain hingga distribusi - tetapi juga dengan
mengerti bagaimana aktivitas nilai perusahaan itu dapat cocok dan sejalan dengan
rantai nilai pemasok dan konsumen.
Value chain menggambarkan nilai total, dan terdiri atas aktivitas nilai
(value activities) dan marjin. Aktivitas nilai adalah kegiatan fisik dan teknologis
yang diselenggarakan perusahaan. Ini merupakan batu-batu pembangun (building
blocks) yang digunakan perusahaan untuk menciptakan produk yang bemilai bagi
para konsumennya Marjin adalah selisih antara nilai total dan biaya kolektif
untuk menyelenggarakan aktivitas nilai. Marjin dapat diukur dengan berbagai
cara Value chain pemasok dan penyalur juga mengandung suatu marjin yang
penting untuk dikenali guna memahami sumber posisi biaya perusahaan, karena
marjin pemasok dan penyalur merupakan bagi an dari total biaya yang dipikul
konsumen.
23
Walaupun aktivitas nilai merupakan batu pembangun (building blocks)
keunggulan kompetitif, value chain bukanlah sekedar sekumpulan aktivitas yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu sistem aktivitas yang sating
bergantung. Aktivitas nilai berhubungan satu sama lain dalam value chain .
Keterkaitan (linkage) ini menggambarkan hubungan antara pelaksanaan suatu
aktivitas nilai dengan biaya atau kinerja aktivitas lain.
Cara melakukan masing-masing aktivitas dan seberapa efisien
melakukannya akan menentukan apakah suatu perusahaan berbiaya tinggi atau
rendah dibandingkan dengan pesaingnya Bagaimana masing-masing aktivitas
nilai dilakukan juga akan menentukan kontribusinya terhadap kebutuhan
konsumen dan karenanya juga diferensiasi. Memperbandingkan rantai nilai
pesaing akan mengungkapkan perbedaan yang menentukan keunggulan
kompetiti£
Anaiisis terhadap rantai nilai (value chain) dan bukan terhadap nilai
tambahlah (value-added) yang merupakan cara yang tepat untuk menelaah
keunggulan kompetitif Nilai tambah (harga jual dikurangi dengan biaya bahan
baku yang dibeli) kadang-kadang digunakan sebagai titik fokus untuk anaiisis
biaya karena dipandang sebagai bidang tempat perusahaan dapat mengendalikan
biaya Tetapi, nilai tambah bukanlah dasar yang layak untuk anaiisis biaya karena
secara keliru membedakan bahan baku dengan masukan lain yang juga dibeli
perusahaan untuk menyelenggarakan kegiatannya Juga, perilaku biaya dari
kegiatan tidak bisa dipahami tanpa sekaiigus menelaah biaya masukan yang
digunakan untuk melakukannya Tambahan lagi, nilai tambah tidak mampu
24
menunjukkan keterkaitan antara perusahaan dengan para pemasoknya yang dapat
menekan biaya atau raeningkatkan diferensiasi.
Struktur industri menentukan bentuk value chain suatu perusahaan dan
sekaligus merupakan cerminan dari value chain kolektif para pesaing. Struktur
industri menentukan hubungan tawar-menawar dengan konsumen dan pemasok
yang tercermin baik dalam konfigurasi value chain suatu perusahaan maupun
dalam segmentasi marjin di antara perusahaan, konsumen, pemasok, dan mitra
koalisi. Lele (1992:50-55) menjelaskan bagaimana kekuatan konsumen dan
pemasok dapat mempengaruhi posisi keunggulan kompetitif suatu perusahaan:
"Powerful buyers can prevent industry consolidation by keeping the various participants fragmented. By integrating backwards, they can create "poor" competitors who are willing /able to accept lower returns. Potentially powerful buyers may be successfully neutralized by using appropriate strategies and tactics. Supplier power is the mirror image of buyer power. Powerful suppliers can influence industry structure by preventing or slowing down industry consolidation, integrating forward and thereby creating "poor" competitors, and lowering industry profitability by raising the prices of inputs."
Komposisi value chain para peserta persaingan, pada gilirannya,
merupakan landasan bagi banyak unsur struktur industri. Ekonoini skala dan
kurva pengalaman, misalnya, bersumber dari teknologi yang digunakan dalam
value chain para peserta persaingan. Kebutuhan dana untuk bersaing dalam suatu
industri merupakan hasil dari dana kolektif yang dibutuhkan dalam rantai.
Demikian pula, diferensiasi produk industri bersumber dari cara penggunaan
produk perusahaan dalam value chain konsumen. Jadi, banyak unsur struktur
industri yang dapat didiagnosis dengan menganalisis rantai nilai para pesaing
dalam suatu industri.
25
2.1.4 Metodologi Value Chain
Metodologi untuk mengkonstruksi dan menggunakan value chain
meliputi beberapa langkah berikut ini:
1. Mengidentifikasi rantai nilai industri dan menghitung biaya-biaya,
pendapatan, dan aset dalam setiap aktivitas nilai.
2. Mendiagnosis cost drivers dalam setiap aktivitas nilai.
3. Mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan, baik
melalui pengendalian terhadap cost driver yang lebih baik daripada yang
dilakukan oleh pesaing atau dengan melalui rekonfigurasi value chain.
Langkah-langkah ini akan dijelaskan lebih lanjut.
2.1.4.1 Mengidentifikasi Rantai Nilai dan Menghitung Biaya-biaya. Pendapatan, dan Aict Pada Tiap Tahapan Rantai Nilai
Mengidentifikasi rantai nilai dengan melakukan pemilahan aktivitas
merupakan langkah pertama dalam metodologi value chain. Dimulai dengan
mengenali rantai generik setiap aktivitas nilai yang ada dalam perusahaan.
Masing-masing kelompok generik dapat dibagi-bagi ke dalam beberapa aktivitas
yang terpisah.
rgantung pada sifat ekonomis aktivitas
dan tujuan analisis rantai nilai. Prinsip dasarnya adalah memisah-misahkan
aktivitas yang (1) mempunyai sifat ekonomis berbeda, (2) mempunyai dampak
yang mungkin besar terhadap diferensiasi, atau (3) mengambil proporsi biaya
yang cukup besar atau cenderung menjadi makin besar. Shank dan Govindarajan
(1993:58) mengemukakan bahwa aktivitas seharusnya dipisahkan jika: "They
Tingkat pemilahan yang
26
represent a significant percentage of operating costs; or the cost behavior of the
activities (or the cost drivers) is different; or they are performed by competitors
in different ways; or they have a high potential for creating differentiation."
Dalam menggunakan rantai nilai, pemilahan yang semakin halus atas beberapa
aktivitas tertentu dilakukan jika analisis ini mengungkapkan adanya perbedaan
yang penting di antara aktivitas tersebut bagi keunggulan kompetitif; aktivitas
yang lain mungkin bahkan digabung karena mereka terbukti tidak penting bagi
keunggulan kompetitif atau dipengaruhi oleh keadaan ekonomi yang sama
Setiap aktivitas dalam rantai nilai mencakup biaya operasional dan aset
dalam bentuk modal tetap dan modal kerja. Masukan yang dibeli menjadi bagian
dari biaya setiap aktivitas nilai, dan dapat menyumbang pada biaya operasional
(masukan operasional yang dibeli) dan aset (aset yang dibeli). Perlunya
menetapkan aset bagi aktivitas nilai mencerminkan fakta bahwa jumlah aset
dalam suatu aktivitas dan efisiensi pendayagunaannya seringkali merupakan hal
yang penting bagi biaya aktivitas.
Aktivitas sebaiknya dipisahkan apabila ia mewakili persentase biaya
operasional atau harta yang penting atau berkembang dengan cepat. Meskipun
perusahaan umumnya dengan mudah dapat mengenaii sejumlah komponen biaya
yang besar, mereka seringkali mengabaikan aktivitas nilai yang lebih kecil tetapi
semakin berkembang yang akhirnya dapat mengubah struktur biaya mereka
Aktivitas yang mewakili persentase biaya atau aset yang kecil dan tidak berubah
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori yang lebih luas.
Aktivitas juga harus dipilah-pilah apabila memiliki cost driver yang
berbeda Aktivitas dengan cost driver serupa dapat dikelompokkan bersama
27
Setiap aktivitas yang dimanfaatkan bersama suatu unit usaha lainnya sebaiknya
juga diperlakukan sebagai aktivitas nilai terpisah karena kondisi di unit usaha
lainnya akan mempengaruhi perilaku biayanya. Logika yang sama berlaku bagi
setiap aktivitas yang memiliki hubungan penting dengan aktivitas lainnya. Dalam
praktek, kita tidak selamanya mengetahui cost driver pada awal suatu analisis;
yang karenanya upaya mengenali aktivitas nilai cenderung perlu dilakukan
berulang-ulang. Selanjutnya penjabaran awal dapat digabungkan atau dipisahkan
pada saat analisis lebih lanjut menyingkapkan perbedaan atau persamaan perilaku
biaya. Biasanya value chain yang digabungkan lebih dulu dianalisis, dan
kemudian aktivitas nilai tertentu yang terbukti penting dikaji secara lebih terinci.
Langkah terakhir memisahkan aktivitas nilai adalah perilaku pesaing.
Aktivitas penting sebaiknya dikaji secara terpisah apabila pesaing melakukannya
dengan cara yang berbeda Kriteria tambahan dalam melakukan pemilahan
aktivitas dijelaskan oleh Shank dan Govindarajan (1993:58-59) sebagai berikut:
"For intermediate value activities, revenues should be assigned by adjusting
internal transfer prices to competitive market prices. With this information, it
should be possible to calculate return on assets for each value activity."
Setelah mengenali rantai nilainya, perusahaan hams menetapkan biaya
operasional dan aset {operating cost and assets) pada aktivitas nilai. Biaya
operasional sebaiknya ditetapkan pada aktivitas yang memerlukannya Aset
sebaiknya ditetapkan pada aktivitas yang menggunakan, mengendalikan, atau
paling mempengaruhi penggunaannya. Penetapan biaya operasional pada
prinsipnya tidak sulit, sekalipun mungkin memerlukan waktu tidak sedikit
28
Karena aset mahal serta pemilihan dan penggunaannya seringkali
melibatkan kompromi dengan biaya operasional, aset hams ditetapkan pada
aktivitas nilai sedemikian rupa sehingga memungkinkan analisis perilaku biaya
Penetapan aset pada aktivitas lebih rurnit daripada penetapan biaya operasional.
Perhitungan aset biasanya harus dikelompokkan kembali agar sesuai dengan
aktivitas, dan aset harus dinilai secara konsistea Ada dua pendekatan luas untuk
menetapkan aset Aset dapat ditetapkan atas dasar nilai buku atau penggantian
(book or replacement value) dan dibandingkan dengan biaya operasional dalam
bentuk ini, atau nilai buku atau pcnggantian dapat ditetapkan menjadi biaya
operasional melalui biaya modal. Pendekatan valuasi manapun yang diterapkan
selalu ada kesulitan. Nilai buku mungkin tidak ada artinya karena peka terhadap
penetapan waktu pembelian awal dan terhadap kebijakan akuntansi. Perhitungan
nilai penggantian juga seringkali merupakan tugas sulit Sama halnya, jadwal
penyusutan seringkali ditetapkan begitu saja, seperti halnya biaya modal dan aset
tetap dan lancar (fixed and current assets). Metode tertentu yang dipilih untuk
menilai aset sebaiknya mencerminkan karakteristik, yang pada gilirannya akan
menentukan bias yang paling penting dalam data dan pertimbangan praktis dalam
mengumpulkannya Analisisnya harus memperhitungkan bias yang selalu ada
dalam setiap metode yang digunakan.
Penting diingat bahwa penetapan biaya dan aset tidak memerlukan
ketepatan yang diperlukan bagi tujuan pelaporan keuangan. Estimasi seringkali
lebih dari cukup untuk menyoroti berbagai isu biaya yang strategik, dan dapat
digunakan dalam menetapkan biaya dan aset untuk menilai aktivitas dimana
upaya menetapkan gambaran biaya yang akurat akan mengharuskan pengeluaran
29
besar. Pada saat analisis berlanjut dan aktivitas nilai tertentu terbukti penting bagi
keunggulan biaya, upaya selanjutnya dapat dilakukan lebih cermat Akhirnya,
perusahaan mungkin menemukan bahwa pesaing melakukan penetapan biaya
operasional dan aset secara berbeda Cara pesaing mengukur biayanya merupakan
hal yang penting karena akan mempengaruhi perilakunya. Bagian dari tugas
analisis biaya pesaing adalah berupaya mendiagnosis praktek penetapan biaya
yang dilakukan pesaing.
2.1.4.2 Mendiagnosis Cost Drivers dalam Setiap Tahapan Rantai Nflai
Langkah kedua dalam metodologi value chain adalah mendiagnosis cost
drivers dalam setiap aktivitas nilai. Langkah ini akan menjelaskan variasi-variasi
biaya yang timbul dalam setiap aktivitas nilai. Mengerti mengenai apa yang
menyebabkan biaya atas aktivitas, sangat penting artinya dalam mengeloia
aktivitas-aktivitas tersebut Setiap aktivitas pasti mempunyai input dan output
Input aktivitas adalah sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut dalam
memproduksi outputnya. Sedangkan output aktivitas adalah hasil atau produk
dari suatu aktivitas. Misalnya, jika aktivitasnya adalah membuat program
komputer, inputnya pasti programmer, komputernya, printernya, kertas
komputer, dan disket Sedang outputnya pasti berupa program komputer.
Pengukur output aktivitas (activity output measure) adalah jumlah waktu selama
aktivitas tersebut berjalan. Pengukur yang dipakai adalah pengukur yang
menggunakan ukuran kuantitatif pada output yang bersangkutan. Contohnya,
«
30
jumlah program komputer merupakan pengukur output daiam membuat program.
Pengukur output inilah yang sering disebut sebagai cost driver.
Aktivitas itu sendiri dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu value-
added activities dan nonvalue-added activities. Value-added activities adalah
aktivitas-aktivitas yang rnemang perlu dan bahkan harus dilakukan oleh
perusahaan dalam mempertahankan bisnisnya. Misalnya, aktivitas penghalusan
batu kapur dalam industri semen yang harus dilakukan untuk mendapatkan bahan
baku yang halus agar sempurna dalam pencampurannya dengan bahan baku yang
lain dalam menghasilkan produk semen yang berkualitas. Ketika suatu aktivitas
terjadi dan teridentifikasi, pasti akan timbul biaya atas aktivitas tersebut yang
disebut sebagai value-added cost. Hansen dan Mowen (1997:397) mendefinisikan
value-added cost sebagai berikut: "Value-added costs are the costs to perform
value-added activities with perfect efficiency.".
Kelompok aktivitas yang kedua adalah nonvalue-added activities yang
merupakan kebalikan dari value-added activities, yaitu aktivitas-aktivitas yang
seringkali dilakukan oleh perusahaan tetapi bukan merupakan aktivitas yang
sifatnya sangat essensial bagi kegiatan operasional perusahaan. Aktivitas ini
sebaiknya sedapat mungkin dikurangi secara optimal karena hanya akan
menambah biaya tanpa memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan.
Contoh nonvalue-added activities ini antara lain adalah aktivitas rework,
penanganan keluhan konsumen, moving, penyimpanan, dan lain-lain. Biaya yang
timbul dari aktivitas ini adalah nonvalue-added cost yang didefinisikan oleh
Hansen dan Mowen (1997:394) sebagai berikut: "Nonvalue-added costs are costs
31
that are caused either by nonvalue-added activities or the inefficient performance
ofvalue-added activities."
2.1.4.3 Mengembangkan Keunggulan Kompetitif yang Berkesinambungan
Langkah ketiga adalah mengembangkan keunggulan kompetitif yang
berkesinambungan, baik melalui pengendalian terhadap cost driver yang lebih
baik daripada yang dilakukan oleh pesaing atau dengan melalui rekonfigurasi
value chain. Apabila perusahaan telah mengenali value chain-ttya. dan telah
mendiagnosis cost driver aktivitas nilai yang penting, keunggulan kompetitif
timbul dari upaya mengendalikan pemicu itu secara lebih baik dibandingkan
dengan peaaing. Perusahaan kemungkinan besar dapat mencapai posisi lebih
unggul dalam kaitannya dengan cost driver aktivitas manapun dalam value chain
yang bersangkutan. Aktivitas yang mewakili proporsi biaya yang penting atau
yang sedang berkembang akan menawarkan potensi terbesar untuk meningkatkan
posisi biaya relatif Meskipun cost driver yang tepat akan berbeda-beda bagi
setiap aktivitas, beberapa generalisasi tentang cara mengendalikan setiap cost
driver yang dapat menimbulkan keunggulan kompetitif dalam suatu aktivitas
adalah dengan mengendalikan skala, pemelajaran, antar aktivitas, dan lain
sebagainya
Rekonfigurasi value chain dapat menimbulkan keunggulan kompetitif
karena dua alasaa Pertama, rekonfigurasi seringkali merupakan peluang untuk
menata kembali biaya perusahaan secara mendasar, daripada hanya melakukan
peningkatan tambahan disana-sini. Value chain yang baru itu mungkin terbukti
lebih efisien dibandingkan dengan yang lama
32
Kedua, dilakukan dengan mengubali dasar persaingan dengan cara yang
menguntungkan kekuatan perusahaan. Rekonfigurasi value chain itu mengubali
cost driver yang penting yang menguntungkan perusahaan. Melakukan suatu
aktivitas secara berbeda dapat mengubali kerentanannya terhadap ekonomi skala,
antar hubungan, dampak lokasi, dan pada dasarnya terhadap semua cost driver
lainnya.
Untuk mengenali value chain yang baru, perusahaan harus mengkaji
segala sesuatu yang dilakukannya, termasuk value chain pesaingnya, dalam
upaya mencari pilihan kreatif untuk melakukan usaha dengan cara berbeda
Perusahaan sebaiknya mengajukan pertanyaan seperti yang berikut ini untuk
setiap aktivitas:
• Bagaimana aktivitas itu dapat dilakukan dengan cara yang berbeda atau
bahkan meniadakannya?
• Bagaimana sekelompok aktivitas nilai yang berkaitan dapat disusun atau
dikelompokkan kembali?
• Bagaimana koalisi dengan perusahaan lain dapat memperendah atau
meniadakan biaya?
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian ini pernah dilakukan oleh Dian Lir Widhiati, alumni mahasiswa
Universitas Airlangga tahun 1995, berjudul "Analisis Value Chain Dalam
Manajemen Biaya Strategik PT. "X"." Permasalahan yang diajukan dalam
penelitian tersebut adalah bagaimanakah analisis value chain digunakan dalam
33
perusahaan untuk me-manage biaya dalam kaitannya dengan manajemen biaya
strategik di FT. "X". Hasil yang diperoleh menunjukkan baliwa penggunaan
analisis value chain bisa membantu perusahaan me-manage biaya aktivitas
internalnya dan menentukan pilihan strategisnya dengan memasukkan aktivitas
eksternal (hubungan perusahaan dengan pemasok dan konsumen) dalam analisis
mi.
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, pada dasamya hampir sama
dengan penelitian ini. Perbedaannya hanya terletak pada perusahaan yang
menjadi obyek penelitian.
2.3 Model Analisis
Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metodologi value
chain yang pertama dengan langkah-Iangkah seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.2 berikut ini.
34
Gambar 2.2 Langkah-langkah dalam Metodologi Value Chain yang Pertama
Lakukan pemilahan aktivitas ke dalam tahapan rantai nilai
Kriteria: • Aktivitas-aktivitas tersebut mcvvakili persentase biaya yang cukup penting
dalam biaya produksi di PT Semen Gresik (Persero) Tbk. • Aktivitas-aktivitas tersebut diperlakukan secara berbeda oleh pesaing dalam
batasan struktural dan eksekusional. • Aktivitas-aktivitas tersebut ditimbulkan oleh cost drivers yang berbeda. • Ada external market untuk produk yang muncul pada tiap aktivitas.
I Menghitung Beban Pokok Penjualan, penjualan, dan profit tiap aktivitas
Langkah ini dilakukan untuk: • Menganalisis hubungan antar aktivitas. • Menganalisis biaya yang terjadi dalam tiap aktivitas yang mungkin kurang
efisien.
I Menetapkan Identifiable Assets dan menghitung Return On Assets tiap aktivitas
Langkah ini dilakukan untuk menganalisis efisiensi biaya dalam memanfaatkan aset Sumber: data diolah
Kemudian akan dilanjutkan dengan metodologi value chain yang kedua dan
ketiga.