7 2. LANDASAN TEORI 2.1 Store Layout 2.1.1 Pengertian ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of 7 2. LANDASAN TEORI 2.1 Store Layout 2.1.1 Pengertian ...
7 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1 Store Layout
2.1.1 Pengertian Store Layout
Pemilihan jenis tata letak (Elbers, 2016) toko harus bisa menyampaikan
gambaran toko ritel apa yang konsumen masuki (Elbers, 2016). Setiap jenis toko
ritel memiliki klasifikasi bentuk tata letak masing-masing sesuai dengan
kebutuhannya. Tata letak akan lebih baik dibentuk bervariasi agar dapat membuat
pelanggan memutari keseluruhan isi toko. Tata letak dengan bentuk bervariasi
dimaksud agar pelanggan tidak hanya membeli produk yang sudah direncanakan
saja lalu pulang, namun diharapkan dengan tata letak yang bervariasi dapat
merangsang keinginan pelanggan memutari toko secara keseluruhan.
Tata letak akan mempengaruhi pengalaman dan kecepatan pelanggan
dalam berbelanja (Goswami et al., 2013). Bentuk dan pengaturan tata letak yang
tepat dan baik akan mempermudah alur pelanggan dalam sirkulasi di dalam toko,
dan menghindari kesesakan. Tata letak akan mempengaruhi langsung pada
pengalaman pelanggan dalam berbelanja dengan tata letak toko seperti apa yang
akan memuaskan atau mengecewakan pelanggan. Jadi, pola lalu lintas internal
dan efisiensi operasional toko menurut Elbers (2016) bergantung pada rancangan
tata letak toko yang baik. Termasuk pintu, penempatan barang dagang, orientasi
rak, musik, check-out konter, dekorasi interior, sikap staf, pencahayaan, dan lokasi
yang memuat fasilitas toko.
Salah satu masalah yang harus dihindari adalah kesesakan di dalam toko,
karena akan berpengaruh secara negatif bagi emosi maupun kepuasan pelanggan
(Goswami et al., 2013). Dikarenakan menurut Goswami et al. (2013), indera
penglihatan seringkali mengesampingkan indera lainnya. Indera penglihatan
memiliki kekuatan untuk membujuk kita konsumen dalam mengambil keputusan
atau beragumen. Perancang tata letak juga menjadikan hal tersebut sebagai poin
stress dalam merangsang konsumen untuk memperpanjang waktu belanja. Agar
konsumen lebih banyak mengambil produk atau jasa yang akan dibeli.
8 Universitas Kristen Petra
Tampilan dan tata letak berdampak besar terhadap apa yang akan dibeli
oleh pelanggan, memberikan kontribusi dalam kepuasaan konsumen (Elbers,
2016), dan dapat mengubah keinginan juga selera yang dimiliki konsumen
(Elbers, 2016). Misalnya, menempatkan produk hedonis (produk yang dapat
secara langsung mempengaruhi selera beli seseorang) di depan pintu masuk atau
daerah toko yang dapat meningkatkan pembelian secara implusif (secara tiba-tiba
atau menuruti gerak hati) (Goswami et al., 2013). Tidak kalah penting Elbers
(2016) menyatakan efisiensi dalam merancang tata letak toko harus memberikan
kontribusi untuk penjualan produk dan profitabilitas toko.
2.1.2 Faktor dan Jenis Store Layout
Berman & R.evans (2001) menyatakan store layout direncanakan sesuai
kebutuhan ruang, dimana setiap toko memiliki luas lantai berbeda yang terpenting
adalah bagaimana pembagian antara alokasi ruang lantai, klasifikasi yang
diberikan toko, penentuan arus lalu lintas, penentuan kebutuhan ruang, pemetaan
lokasi di dalam toko, dan penataan produk secara individu.
1. Alokasi Ruang Lantai
Toko harus memiliki data total luas lantai, membagi antara penjualan, barang,
dagangan personil, dan pelanggan.
a. Selling Space adalah area men-display barang dagangan, terjadinya
interaksi dan transaksi antara penjual dan pembeli, dan demonstrasi.
Memiliki konsep self service, selling space memberikan ruang yang luas
dari total ruangan.
b. Merchandise Space adalah area penyimpanan barang atau stok. Toko
biasanya memiliki wilayah penyimpanan barang yang cukup besar dari
total keseluruhan ruangan.
c. Customer Space adalah area untuk membangun suasana hati pembeli
melalui lounge, bangku, toilet, dan tempat parkir gang yang lebar. Toko
kelas atas biasanya menyediakan ruang yang cukup luas untuk
konsumennya, sedangkan toko diskon lebih berhemat dalam penggunaan
ruangan.
9 Universitas Kristen Petra
d. Personel Space adalah area karyawan untuk berganti seragam maupun
istirahat dan makan. Area ini dikhususkan untuk karyawan dan biasanya
area tidak terlihat atau terjangkau oleh konsumen.
Pada penelitian ini, responden adalah pengunjung THE HARVEST maka
untuk alokasi ruang lantai hanya berfokus pada selling space dan customer space
saja. Disebabkan, personel space dan merchandise space hanya diketahui oleh
pihak toko dan konsumen tidak dapat memberikan penilaian.
2. Klasifikasi yang Diberikan Toko
Toko mengkategorikan produk-produk ke dalam beberapa kelompok.
Terdapat empat tipe kelompok yaitu:
a. Berdasarkan Fungsi Produk, mengkategorikan barang berdasarkan
pengguna akhir.
b. Berdasarkan Motivasi Pembelian Produk, menunjukkan sifat konsumen
saat membeli, meliputi jumlah yang dibeli pembelian dilakukan secara
mendadak atau direncanakan. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak
waktu konsumen untuk berbelanja.
c. Berdasarkan Segmen Pasar, menempatkan produk sesuai dengan target
pasar.
d. Berdasakan Tempat Penyimpanan yang Digunakan, produk yang
memerlukan penanganan khusus, toko menyediakan freezer dan
retrigerator.
THE HARVEST, barang dikelompokkan berdasarkan tempat penyimpanan
yang digunakan. THE HARVEST memiliki produk-produk yaitu; bread, ice
cream, cake & specials (whole cake, french pastries, ice cream cakes, cup cakes,
macarons), gifts & hampers, dan chocolates. THE HARVEST menempatkan
produk bread, macarons, dan gift & hampers pada rak dan meja dengan suhu
ruangan. Semua jenis cake (kecuali ice cream cakes, macarons) dan beberapa
chocolates diletakkan pada display retrigerator. Sedangkan, ice cream dan ice
cream cakes diletakkan pada display freezer.
3. Penentuan Arus Lalu Lintas
Terdapat dua pola arus lalu lintas yaitu;
10 Universitas Kristen Petra
a. Pola Curving (free flowing) adalah display, gang yang ditempat secara
bebas. Keuntungannya tercipta atmosfer yang menyenangkan, konsumen
tidak terburu-buru, akan melihat sekeliling, mendorong konsumen berjalan
dengan petunjuk yang disediakan, dan meningkatkan impulse buying.
Kerugiannya konsumen menjadi bingung, memakan banyak ruang lantai,
kesulitan dalam pengawasan persediaan produk dan keamanan, dan
menghabiskan dana lebih banyak.
Gambar 2.1 Pola Curving (Free Flowing)
b. Pola Straight atau Berjalan (gridion), display dan gang dengan pola
persegi. Pola ini berorientasi pada kenyamanan. Keuntungannya konsumen
dapat berbelanja dengan mudah, pengawasan persediaan dan keamanan
lebih mudah, self service menjadi lebih mudah, menekan jumlah
pengeluaran untuk pegawai, dan lebih banyak ruang lantai untuk display
produk. Kerugiannya atmosfer tidak bersahabat, pencarian terbatas oleh
konsumen, keterbatasan hubungan dengan pelanggan, dan menciptakan
perilaku berbelanja yang terburu –buru.
11 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.2 Pola Straight (Gridion)
THE HARVEST dapat dinyatakan memiliki pola lalu lintas curving, dimana
display dan gang ditempatkan secara bebas. Konsumen dalam berbelanja dapat
bersantai dan berkeliling-keliling. Dalam hal kerugian yang muncul dari pola lalu
lintas curving, THE HARVEST hanya memiliki 1 lantai untuk segala proses jual-
beli, jadi tidak akan membingungkan konsumen, menyulitkan dalam pengawasan
persediaan produk dan keamanan toko.
4. Penentuan Kebutuhan Ruang
Terdapat dua metode pendekatan yaitu;
a. The Model Stock, dimana jumlah penggunaan ruang lantai yang
dibutuhkan dalam menampilkan berbagai merchandise dengan tepat.
b. Space Productivity, memberi ruang lantai atas dasar penjualan dan
keuntungan. Produk yang memberi profit besar akan mendapatkan ruang
yang besar, dan sebaliknya produk yang hanya memberi profit kecil akan
mendapatkan ruang yang kecil.
THE HARVEST menggunakan metode space productivity, dimana ruang
untuk kategori cake lebih memiliki banyak ruang dibandingkan bakery, dan
chocolate.
5. Pemetaan Lokasi di dalam Toko
a. Barang apa yang harus diletakkan sesuai bagiannya.
12 Universitas Kristen Petra
b. Dimana seharusnya impulse product diletakkan berhubungan dengan
barang yang memang direncanakan dibeli.
c. Dimana seharusnya convenience product ditempatkan.
d. Dimana barang new arrivals dan off season ditempatkan.
e. Dimana barang kategori furniture ditempatkan.
f. Seberapa dekat produk display dan store inventory.
g. Apakah pola berbelanja diikuti konsumsi ketika pertama kali konsumen
masuk toko?
h. Bagaimana garis konsumen dekat kasir dapat dihindari dan bagaimana
penampilan keseluruhan toko yang penuh dapat dihindari?
i. Penataan Produk secara Individual
Langkah terakhir dalam tata letak adalah menata produk yang berdiri secara
individu untuk menyatu. Item yang menguntungkan dapat diletakkan pada lalu
lintas konsumen yang menguntungkan. Posisi akhir lorong, eye level, dan counter
yang tepat akan meningkatkan penjualan untuk item individu.
2.1.3 Indikator Store Layout
Menurut Turley & Milliman (2000) untuk mengukur store layout dengan
indikator berikut ini:
1. Alokasi luas ruangan yang tepat, dalam mengatur luas ruang pengecer harus
mengetahui dan menyesuaikan kebutuhan ruang per bagian, bagian mana yang
memerlukan ruang lebih luas atau lebih kecil.
2. Penempatan meja/kursi yang tepat, mengatur daerah meja/kursi pengecer harus
menempatkannya di bagian yang tidak membuat area berjalan bentrok atau
terganggu dengan area meja/kursi. Memilih area yang tepat, santai dan nyaman
untuk konsumen duduk dan menikmati suasana toko.
3. Lokasi penempatan ruangan yang baik, yaitu untuk menciptakan suasana yang
ingin ditampilkan pengecer tentang toko.
13 Universitas Kristen Petra
2.2 Food Quality
2.2.1 Pengertian Food Quality
Menurut Shaharudin et al. (2011) kualitas makanan adalah sangat penting
kunci bahwa pelanggan akan selalu mencari untuk memenuhi kebutuhan dan
harapan mereka terhadap restoran mereka memilih. Dalam rangka untuk
memenangkan persaingan di pasar saat ini, pemilik restoran telah mengambil
upaya untuk menawarkan baik nilai makanan mereka dan menyediakan pelanggan
dengan suasana yang menguntungkan (Shaharudin et al., 2011). Menjamin
permintaan terus menerus jika nilai produk melebihi harapan dan kepuasan
pelanggan (Shaharudin et al., 2011).
Dalam memilih makanan biasanya, pelanggan akan membentuk nilai
mereka sendiri dan harapan pada berbagai macam sesaji pasar (Shaharudin et al.,
2011). Mereka mengharapkan dan menuntut lebih dari pasokan makanan. Di
antara hal-hal yang diminta oleh konsumen jenis makanan, kualitas,
nutritiousness, makanan aman dan dengan biaya yang wajar.
Operator toko makanan takut tentang pertumbuhan kekhawatiran dari
harapan pelanggan di tahun ke depan (Shaharudin et al., 2011). Mencari atribut
yang terlihat pada pelanggan dapat membantu manajemen untuk mengurangi
kemungkinan kegagalan dalam bisnis makanan-layanan. Pelanggan memiliki
alasan sendiri untuk mengunjungi atau kembali pada setiap toko pengecer. Di
antara atribut yang mereka cari terus-menerus adalah: quality (kualitas), value and
rejuvenating (nilai dan meremajakan), dan comfortable enviroment (lingkungan
yang nyaman). Bagi mereka, menawarkan makanan dan layanan yang baik tidak
cukup untuk menarik dan mempertahankan konsumen yang ada. Seperti yang
disebutkan oleh Shaharudin et al. (2011), kualitas makanan adalah sangat penting
dan menjadi kunci bahwa pelanggan akan selalu mencari untuk memenuhi
kebutuhan dan harapan mereka terhadap toko makanan yang mereka pilih. Untuk
memenangkan persaingan di pasar saat ini, pengecer harus mengambil upaya
untuk menawarkan nilai baik dari makanan mereka dan menyediakan suasana
yang baik bagi pelanggan (Shaharudin et al., 2011). Hal tersebut akan menjamin
permintaan secara terus-menerus, jika nilai produk melebihi harapan dan
kepuasan pelanggan (Shaharudin et al., 2011).
14 Universitas Kristen Petra
2.2.2 Dimensi Food Quality
Dimensi food quality menurut Kivela, 1999 sebagai berikut:
1. Temperature (suhu) merupakan elemen sensorik kualitas makanan. Menurut
Rozekhi et al. (2016), pengaruh suhu bagaimana untuk mendapatkan rasa
makanan yang telah disediakan; akan berinteraksi dengan sifat-sifat sensorik
lainnya seperti rasa, bau dan penglihatan. Kemudian, suhu bisa dianggap
sebagai salah satu penentu kesenangan mempesona dalam pengalaman
makanan.
2. Presentation (penampilan) dari makanan adalah salah satu fitur faktor makanan
dalam pemodelan kepuasan makan dan pelanggan kembali. Selain itu,
presentasi makanan juga sebagai salah satu faktor produk / layanan.
3. Menu variety (variasi) toko makanan terus-menerus mengembangkan menu
baru untuk menarik pengunjung dan banyak proaktif pemilik restoran telah
menciptakan berbagai macam persembahan makanan dan minuman. Variasi
item menu adalah atribut penting kualitas makanan dalam menciptakan
kepuasan makan.
THE HARVEST Surabaya memiliki variasi item menu sebagai berikut:
1. FRENCH PASTRIES (18 item)
- Avocado Genoa
- Black Forest
- Blueberry CheeseCake
- Chocolate Brownie Cheese
- Chocolate Crunchy
- Chocolate Devil
- Chocolate Emotion
- Chocolate Mousse
- Chocolate Tiramisu
- Madeline Rose
- Mango Mango
- Mix Fruit CheeseCake
- Opera
15 Universitas Kristen Petra
- Strawberry CheeseCake
- Tiramisu
- Toffee Caramel
- Triple Chocolate
- Vanilla Fruits
2. WHOLE CAKES (27 item)
- Avocado Genoa
- Black Forest
- Blueberry Cheese
- Chocolate Brownie Cheese
- Chocolate CheeseCake
- Chocolate Curd
- Chocolate Devil
- Chocolate Emotion
- Chocolate Tiramisu
- Chocomaltine CheeseCake
- Green Tea Cold CheeseCake
- Lapis Legit Prune
- Lapis Legit Plain
- Lapis Surabaya
- Madeline Rose Strawberry Mango
- Mango Mango
- Milk Chocolate
- Mix Fruit Cheese
- Opera
- Oreo CheeseCake
- Peanut Butter Chocolate Cake
- Red Velvet
- Strawberry CheeseCake
- Tiramisu
- Toffee Caramel
- Triple Chocolate
16 Universitas Kristen Petra
- Vanilla Fruits
4. Tastiness (rasa) dianggap sebagai atribut kunci dalam makanan dalam
pengalaman bersantap. Banyak pelanggan menjadi cerdas dalam hal makanan,
sehingga rasa pada makanan di restoran menjadi hal yang semakin penting
(Rozekhi et al., 2016). Rasa biasanya diyakini mempengaruhi restoran
kepuasan pelanggan dan niat perilaku masa depan.
2.2.3 Indikator Food Quality
Indikator food quality menurut Rozekhi et al. (2016) sebagai berikut:
1. Temperature (suhu)
Temperatur dari makanan satu dengan lainnya memiliki variasi tersendiri.
Temperatur akan mempengaruhi rasa.
2. Presentation (penampilan)
Makanan harus menarik dan baik untuk dilihat. Kesegaran dan kebersihan dari
makanan yang akan disajikan sangat penting dan memperngaruhi penampilan
makanan baik atau tidak baik untuk dinikmati.
3. Menu Variety (variasi)
Menu dari makanan harus memiliki aneka ragam variasi agar pelanggan tidak
mudah bosan dan terus menerus explore menu makanan yang baru.
4. Tastiness (rasa)
Titik perasa adalah lidah, mampu mendeteksi rasa seperti; manis, asin, asam,
pahit. Keempat rasa tersebut jika digabungkan dalam makanan akan menjadi
sebuah rasa yang unik dan menarik untuk dinikmati.
2.3 Customer Satisfaction
2.3.1 Pengertian Customer Satisfaction
Pengecer harus proaktif dalam mendefinisikan dan mengukur kepuasaan
pelanggan (Silva & Giraldi, 2010) untuk dapat bertahan di dunia bisnis. Tidak
dapat dipungkiri persaingan dunia bisnis sangat tinggi, siapa yang lebih mampu
membuat pelanggan merasa puas dialah yang akan dipilih pelanggan. Kepuasan
pelanggan menurut Al-Msallam (2015) adalah peranan yang penting dalam dunia
pemasaran, untuk memprediksi perilaku pembelian seperti; minat beli ulang,
17 Universitas Kristen Petra
minat beli, pemilihan merek, perubahan perilaku. Kepuasaan seseorang dapat
dilihat dari kesenangan atau kekecewaan berdasarkan hasil yang dirasakan dari
produk atau jasa apakah sesuai dengan yang diharapkan oleh pelanggan.
Kesimpulannya, kepuasan pelanggan berpengaruh pada proses saat pelanggan
memilih, membeli, setelah membeli, dan apakah akan melakukan pembelian
ulang.
Menurut Silva & Giraldi (2010) mengetahui kepuasaan dan
ketidakpuasaan terhadap produk maupun jasa melalui pengalaman pengguna
bukan hal yang mudah. Pelanggan yang merasa puas, akan memberi dampak baik
bagi toko dan kemungkinan pelanggan berpindah ke pesaing sangatlah kecil.
Sedangkan pelanggan yang merasa tidak puas, sangat besar berpeluang untuk
berpindah ke pesaing. Biasanya pengecer dengan pelanggan yang merasa puas,
lebih memiliki harga yang baik dalam pasar.
Kepuasaan pelanggan merupakan umpan balik untuk mengidentifikasi
masalah dan peluang yang ada. Mengidentifikasi masalah seperti produk atau jasa,
layanan servis, tata letak, merchandise atau hal-hal apa saja yang membuat
konsumen tidak merasa puas terhadap pengecer. Peluang apa saja yang muncul
dengan kemajuan, perubahan, dan harapan dari konsumen. Pengecer selalu
berupaya dan peduli akan kesejahteraan maupun nilai-nilai yang ditujukan bagi
pelanggan. Sedangkan menurut Al-Msallam (2015) kepuasan juga dianggap
“evaluasi secara keseluruhan setelah melakukan pembelian”.
2.3.2 Dimensi Customer Satisfaction
Dimensi kepuasan pelanggan dipengaruhi karyawan yang ramah,
karyawan sopan, karyawan berpengetahuan, karyawan yang membantu, akurasi
tagihan, harga yang kompetitif, kualitas layanan, nilai yang baik, dan layanan
cepat. Menurut Lu (2011), konsentrasi pada sembilan dimensi kepuasan
pelanggan yaitu;
1. Location (lokasi)
Lokasi berarti kenyamanan dan aksesibilitas. Terdapat dua pendapat, jika
lokasi dekat dengan rumah maka biaya transaksi seperti biaya transportasi dan
waktu yang dikeluarkan berkurang (Martinez-Ruiz et al (2010:280), 2011).
18 Universitas Kristen Petra
Sedangkan, pendapat lainnya masyarakat yang tinggal jauh akan lebih tertarik
untuk datang ke toko-toko yang lebih besar dan berada di pusat kota, dimana
toko tersebut menawarkan banyak koleksi barang atau jasa (Craig et al (1984),
2011).
2. Additional Services (layanan tambahan) seperti: kartu keanggotaan, area parkir,
area bayi, dan pengiriman barang.
Pelanggan selalu mencari kenyamanan dan manfaat dalam lingkungan, layanan
tambahan sangat penting dalam bisnis ritel dan berperan dalam kepuasan
pelanggan melalui kenyamanan yang diperoleh (Martinez-ruiz et al (2010),
2011).
3. Product Quality (kualitas produk)
a. Features (fitur)
b. Conformance (kesesuaian)
c. Reliability (keandalan)
d. Durability (daya tahan)
e. Serviceability (kemampuan melayani)
f. Aesthetics (estetika)
g. Customer perceived quality (kualitas yang dirasakan pelanggan)
h. Variety (variasi)
4. Facilities (fasilitas)
Terdiri dari tiga elemen untuk mengukur efek dari fasilitas terhadap kepuasan
pelanggan yaitu;
a. Display
b. Musik
c. Suasana yang bersih dan luas
5. Reliability (keandalan)
Mengacu kepada kepercayaan yan dapat diberikan oleh pegawai atau pengecer
terhadap pelanggan. Keandalan mengacu kepada janji-janji yang diberikan
toko. Jika toko tidak dapat menepati atau mematahkan janji tersebut, pelanggan
akan kecewa dan menimbulkan world of mouth (WOM) yang negatif.
Sebaliknya, ketika perusahaan mampu menepati janji, akan meningkatkan
19 Universitas Kristen Petra
kepercayaan pelanggan, menciptakan kepuasan pelanggan dan loyalitas (Yuen
& Chan 2010:236, 2011).
6. Process (proses)
Proses terdiri dari tiga elemen pengukuran yaitu;
a. Checkout counter / express counter checkout (meja kasir)
b. Opening hours (jam buka)
c. Queue waiting time at counters (antrian menunggu waktu di konter)
Kepuasan pelanggan yang lebih besar diperoleh jika waktu tunggu lebih
pendek, maka pengecer harus bisa mengelola antrian panjang dengan baik
(Taylor (1994), 2011).
7. Value of Money (nilai uang)
Nilai pelanggan untuk uang adalah penilaian keseluruhan untuk kegunaan
produk berdasarkan persepsi yang diterima dan apa yang diberikan (Zeithaml
(1988b), 2011). Jadi, pengecer harus fokus dalam berbagai komponen yang
mempengaruhi nilai produk mereka seperti kualitas, layanan, gizi,
kenyamanan, kesegaran, dan fasilitas.
8. Staff (pegawai)
Pegawai adalah unsur yang penting dalam menjalankan stratgei pemasaran
perusahaan. Dua unsur penting yaitu ramah dalam membantu, dan
berpengetahuan dan cepat dalam menjelaskan. Tingkat kehangatan pribadi staff
dalam melayani pelanggan berkaitan secara signifikan dan positif pada persepsi
kualitas dan kepuasan pelanggan (Lemmink & Mattson (1998), 2011).
9. Personnel Service (layanan personil)
Kualitas layanan yang dapat diukur dengan menggunakan layanan personil,
staf yang ramah, sopan dan berpengetahuan. Mereka yang mampu mengenali
pelanggan yang sering berbelanja di toko, bahkan menyambut pelanggan
dengan nama pelanggan.
2.3.3 Indikator Customer Satisfaction
Indikator-indikator kepuasan pelanggan (Zeithaml, Bitner, & D.Gremler,
n.d.) yaitu:
20 Universitas Kristen Petra
1. Fulfillment, kepuasan atau rasa yang muncul akan kebutuhan yang telah
terpenuhi.
2. Pleasure, kepuasan dengan perasaan senang untuk layanan yang membuat
konsumen merasa baik atau bahagia.
3. Delight, kepuasaan dimana konsumen merasa terkejut dengan cara yang positif.
4. Relief, penghapusan hal negatif mengarah ke kepuasan.
5. Ambivalence, ketika adanya campuran pengalaman positif dan negatif terkait
dengan produk atau jasa.
2.3.4 Alat Ukur Customer Satisfaction
Menurut Kotler (1997) menyatakan beberapa metode untuk mengukur
kepuasan konsumen, yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
Adanya kotak saran dan keluhan, customer hot lines, petugas khusus untuk
mengumpulkan pendapat atau keluhan pelanggan, sehingga pelanggan leluasa
dalam menyampaikan keluhan maupun saran terhadap toko. Melalui metode
ini, perusahaan akan lebih cepat dan tanggap untuk menyelesaikan masalah.
2. Survey kepuasan konsumen
Survey dengan menyebarkan kusioner, e-mail, fax, menelepon, maupun
wawancara langsung. Perusahaan akan memperoleh tanggapan atau umpan
balik secara langsung dari pelanggan. Melalui metode tersebut, pelanggan lebih
akan merasa bahwa perusahaan aware terhadap pelanggannya.
3. Ghost Shopping (belanja siluman)
Perusahaan mempekerjakan beberapa orang berperan sebagai konsumen di
tempat pesaing untuk mengamati pesaing. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
perbandingan kekuatan dan kelemahan produk dan pelayanan dari perusahaan
sendiri dan pesaing.
4. Lost Customer Analysis (analisa kehilangan pelanggan)
Metode ini dengan menghubungi mantan konsumen, menanyakan alasan
mereka berhenti atau pindah ke produk pesaing, sehingga perusahaan dapat
memperbaiki diri.
21 Universitas Kristen Petra
2.4 Minat Beli Ulang (Repurchase Intention)
2.4.1 Pengertian Minat Beli Ulang (Repurchase Intention)
Minat beli ulang merupakan suatu tindakan nyata konsumen dalam
mengambil keputusan untuk kembali terlibat pada kegiatan di masa depan dengan
pengecer (Ibzan et al., 2016). Terdapat dua bentuk minat beli ulang yaitu; niat
untuk membeli kembali dan niat untuk terlibat positif dalam World of Mouth
(WOM) atau memberikan rekomendasi kepada orang lain. Kedua hal tersebut
akan terjadi, jika konsumen telah melakukan pembelian sebelumnya, dan
merasakan manfaat produk atau jasa yang sesuai dengan harapan pelanggan.
Minat beli ulang akan terjadi, jika pengecer dapat membangun dan
mengelola hubungan baik dengan pelanggan. Pengecer harus selalu beradaptasi
dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada pelanggan, terus memberikan
nilai-nilai dan selalu berusaha meningkatkan kepuasan pelanggan. Ketika
pengecer bertujuan meningkatkan niat atau minat beli ulang pelanggan, dapat
ditempuh dengan aktivitas promosi yang berbeda-beda dari promosi yang pernah
dilakukan sebelumnya. Cobalah untuk memprovokasi pelanggan untuk selalu
berkomitmen baik dengan pengecer.
Perilaku konsumen dalam minat beli ulang seringkali diawali dan
dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan yang ada dari luar dirinya (seperti;
rangsangan pemasaran maupun rangasangan dari lingkungan). Menciptakan
kondisi ruangan yang menyenangkan pada lingkungan toko akan merangsang
jumlah dan pengeluaran produk yang dibeli (Varga, Dlačić, & Vujičić, 2014).
Juga merangsang konsumen untuk eksplorasi produk-produk yang dijual oleh
toko. Secara keseluruhan, akan meningkatkan niat beli kembali pada diri
konsumen. Suasana toko juga memberi pengaruh berapa lama waktu yang akan
dihabiskan pelanggan di toko, serta suasana hati konsumen. Keadaan emosional
dan kenikmatan mempengaruhi kerelaan seseorang untuk kembali datang atau
tidak ke toko. Gairah dan kesenangan memiliki pengaruh positif pada jumlah uang
yang akan dihabiskan seseorang di toko. Karena kondisi emosional pelanggan
juga menjadi salah satu pengacu untuk merangsang pembelian dan minat beli
ulang pelanggan.
22 Universitas Kristen Petra
2.4.2 Indikator Minat Beli Ulang (Repurchase Intention)
Menurut Kurniawati (2009) minat beli ulang (repurchase intention)
sebagai berikut;
1. Minat Transaksional, seseorang cenderung selalu membeli ulang produk yang
telah dikonsumsinya.
2. Minat Referensial, seseorang cenderung mereferensikan produk yang sudah
dibeli, agar juga dibeli orang lain, dengan referensi pengalaman konsumsinya.
3. Minat Preferensial, perilaku seseorang yang selalu memiliki preferensi utama
pada produk yang pernah dikonsumsi. Hanya akan mengganti produk jika
terjadi sesuatu dengan produk preferensinya.
4. Minat Eksploratif, seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk
yang diminati dan informasi mendukung sifat-sifat positif dari produk
langganannya.
2.5 Hubungan Antar Konsep
2.5.1 Hubungan antara Store Layout dengan Customer Satisfaction pada THE
HARVEST Surabaya
Sihombing & Djatikusuma (2014) melakukan penelitian pada Carrefour
Palembang Square Mall, mengenai pengaruh citra toko terhadap kepuasan
konsumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variable tata letak (layout)
berpengaruh secara positif signifikan terhadap kepuasan konsumen.
Arshad, Sabir, & Zia (2014) melakukan penelitian penentu dalam
kepuasan pelanggan pada Super Store di Pakistan. Dimensi Retail Service Quality
Scale (RSQS) berisikan bagaimana toko ritel akan terlihat seperti apa dan jenis
tata letak dan lingkungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek fisik
penentu pertama dari kepuasan pelanggan, dimana mayoritas responden setuju
bahwa aspek fisik dari toko harus baik secara tampilan, struktur fisik nyaman,
bersih, dan tata letak harus memudahkan pelanggan bergerak di sekitar toko. Juga
tata letak toko harus membantu dan memudahkan pelanggan dalam menemukan
produk yang diinginkan.
Jadi, dapat disimpulkan adanya hubungan positif antara store layout terhadap
kepuasan pelanggan.
23 Universitas Kristen Petra
H1: Adanya hubungan yang positif antara store layout dengan customer
satisfaction pada THE HARVEST Surabaya
2.5.2 Hubungan antara Food Quality dengan Customer Satisfaction pada
THE HARVEST Surabaya
Penelitian berjudul “The Influence of Food Quality on Customer
Satisfaction in Fine Dining Restaurant: Case in Penang” (Rozekhi et al., 2016).
Hasil penelitian menyatakan jelas terungkap dan ditemukan mirip dengan hasil
studi pariwisata dengan Baker dan Crompton (2000), kualitas makanan dan
kepuasan memainkan peranan penting dalam menentukan kepuasan pelanggan
terhadap restoran. Memang, jelas dari hasil yang diperoleh, sebagian besar
responden setuju fine dining restaurant memberi mereka lebih banyak kepuasan
dan pengalaman bersantap yang baik. Oleh karena itu, manajer restoran harus
memahami pentingnya peningkatan kualitas makanan dan kepuasan, yang
berkontribusi langsung ke hasil yang baik melalui peningkatan kembali ke
restoran.
Penelitian berjudul “Testing the Effects of Food Quality, Price Fairness,
and Physical Environment on Customer Satisfaction on Fast Food Restaurant
Industry” (Hanaysha, 2016). Hasil penelitian menyatakan bahwa dukungan yang
lebih besar dilaporkan dari penelitian sebelumnya yang menegaskan kualitas
makanan sebagai salah satu pendorong utama kepuasan pelanggan. Manajer
restoran disarankan untuk menempatkan penekanan pada atribut kunci dari
kualitas makanan yang dapat merangsang kepuasan pelanggan dalam konteks
industri restoran. Misalnya, pelanggan cenderung untuk mengevaluasi kualitas
makanan berdasarkan faktor-faktor seperti: kesegaran yang tepat, suhu yang
wajar, variasi, kualitas rasa, dan menarik secara presentasi. Menurut Canny
(2014), kualitas makanan dianggap sebagai produk utama restoran. Maka, manajer
restoran harus fokus pada kualitas makanan untuk memenuhi mereka pelanggan
dan menjaga nilai-nilai mereka pada jangka panjang.
Penelitian berjudul “The Influence of Service Quality and Food Quality
Towards Customer Fulfillment and Revisit Intention:” (Nor Fadillah Binti Ahmad
24 Universitas Kristen Petra
Shariff et al., 2015). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa selain kualitas
pelayanan, beberapa faktor penentu lain dari kepuasan pelanggan dengan Chinese
Muslim restaurants. Sebab, layanan bukan satu-satunya komponen yang terlibat
ketika makan di restoran. Kualitas makanan juga menentukan kepuasan pelanggan
di restoran.
Jadi, dapat disimpulkan adanya hubungan positif antara food quality
terhadap kepuasan pelanggan.
H2: Adanya hubungan yang positif antara food quality dengan customer
satisfaction pada THE HARVEST Surabaya
2.5.3 Hubungan antara Customer Satisfaction dengan Minat Beli Ulang
(Repurchase Intention) pada THE HARVEST Surabaya
Menurut Francis Buttle, tingkat kepuasan pelanggan mengalami kenaikkan
akan meningkat pula kecenderungan pelanggan untuk memiliki minat beli ulang
pada produk yang ditawarkan (Veronica, 2015).
Menurut Ibzan et al. (2016) hubungan satisfaction repurchase
menampilkan tiga alasan utama variabilitas. Pertama, mencakup batas kepuasan
dimana konsumen yang puas memiliki berbagai tingkat pembelian kembali karena
karakteristik yang berbeda. Kedua, respon bias (penuh prasangka) berarti
peringkat yang diperoleh dari survey mungkin tidak mewakili gambaran yang
sebenarnya karena karakteristik konsumen yang berbeda. Ketiga, non-linear (tidak
sebanding) berarti bahwa fungsi kepuasan-pembelian kembali mungkin non-linear
dan berbeda untuk konsumen yang berbeda.
Membangun hubungan antara kepuasan pelanggan dengan minat beli
ulang, tidaklah mudah untuk dilakukan oleh banyak perusahaan. Selain itu,
hubungan kepuasan pelanggan dan minat beli ulang terpengaruh oleh karakteristik
konsumen. Meskipun peringkat identic dengan kepuasan, dan perbedaan yang
signifikan diamati melalui perilaku pembelian kembali, hal ini dikaitkan dengan
perbedaan usia, pendidikan, status, jenis kelamin, dan wilayah keresidenan
konsumen.
25 Universitas Kristen Petra
Rumusan Masalah
1. Apakah store layout berpengaruh terhadap customer satisfaction THE
HARVEST Surabaya?
2. Apakah food quality berpengaruh terhadap customer satisfaction THE
HARVEST Surabaya?
3. Apakah customer satisfaction berpengaruh terhadap minat beli ulang konsumen
THE HARVEST Surabaya?
Food Quality (Kualitas Makanan)
Temperature (suhu)
Presentation (penampilan)
Menu Variety (variasi)
Tastiness (rasa)
Store Layout (Tata Letak)
Alokasi luas ruangan yang tepat
Penempatan meja/kursi yang tepat
Lokasi penempatan ruangan yang baik
Jadi, dapat disimpulkan adanya hubungan positif antara kepuasan
pelanggan terhadap minat beli ulang.
H3: Adanya hubungan yang positif antara customer satisfaction dengan minat
beli ulang pada THE HARVEST Surabaya.
2.6 Kerangka Berpikir
Latar Belakang Masalah
Peluang bisnis ritel di Indonesia tumbuh sangat pesat, dibuktikan dengan
pertumbuhan bisnis kuliner yang mencengangkan khususnya bidang pastry.
Banyak bisnis pastry yang berubah bentuk menjadi bentuk kafe, dengan
store layout yang terkonsep, menarik dan nyaman dan food quality dilihat dari
suhu, penampilan, variasi produk, dan rasa yang tersedia. Sekarang faktor store
layout dan food quality menjadi hal yang penting.
Didukung dengan store layout dan food quality akan menciptakan kepuasan
pelanggan, dan terjadinya minat beli ulang.
26 Universitas Kristen Petra
Repurchase Intention (Minat Beli Ulang)
Minat transaksional
Minat referensial
Minat preferensial
Minat eksploratif
Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian: Deskriptif Kausal
Populasi: Seluruh penduduk wilayah Surabaya dan masyarakat yang pernah
melakukan pembelian di THE HARVEST Surabaya.
Sampel: Responden yang pernah melakukan pembelian di THE HARVEST
Surabaya
Teknik penggalian data: Kusioner
Jumlah sampel : 100 responden
Alat analisa: Path Analysis (PLS)
Analisa Pembahasan
Kesimpulan
Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan)
Location (lokasi)
Additional Services (layanan tambahan)
Product Quality (kualitas produk)
Facilities (fasilitas)
Reliability (keandalan)
Process (proses)
Value of Money (nilai uang)
Staff (pegawai)
Personnel Service (layanan personil)