BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Perkembangan dari Akuntansi Biaya Hingga Manajemen Biaya Strategic Ouna memenuhi kepentingan eksteraal, bagaimanapun, suatu unit usaha harus menggunakan akuntansi biaya untuk mengukur income dan penilaian atas investasi berdasarkan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang menjadi patokan dalam akuntansi keuangan. Pizzey (1989:4) mendefinisikan akuntansi biaya sebagai berikut. "Cost accounting is the set of techniques whereby transactions are recorded, and cost are ascertained, classified and allocated to products or activities within the business." Namun sejalan dengan perkembangan dan tuntutan jaman, akuntansi biaya yang semula dianggap sebagai sistem akuntansi yang terbaik, perlahan-lahan mulai dianggap usang dan mulai ditinggalkan. Hal ini disebabkan sistem ini dirasakan tidak lagi dapat memberikan dukungan terhadap proses manajemen yaitu pengambilan keputusan dan banyak hal-hal lainnya yang dianggap sebagai kelemahan akuntansi biaya tersebut Dalam tiga puluh tahun terakhir, transisi dari akuntansi biaya menjadi analisis biaya manajerial, merupakan satu penyelesaian utama Transisi ini telah membawa kepada kemajuan akuntansi manajemen dalam industri, perniagaan, dan akademik. Sekitar tahun 1980-an dan 1990-an, banyak yang menyadari

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Perkembangan dari Akuntansi Biaya Hingga Manajemen Biaya Strategic

Ouna memenuhi kepentingan eksteraal, bagaimanapun, suatu unit usaha

harus menggunakan akuntansi biaya untuk mengukur income dan penilaian atas

investasi berdasarkan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang

menjadi patokan dalam akuntansi keuangan. Pizzey (1989:4) mendefinisikan

akuntansi biaya sebagai berikut. "Cost accounting is the set of techniques

whereby transactions are recorded, and cost are ascertained, classified and

allocated to products or activities within the business." Namun sejalan dengan

perkembangan dan tuntutan jaman, akuntansi biaya yang semula dianggap

sebagai sistem akuntansi yang terbaik, perlahan-lahan mulai dianggap usang dan

mulai ditinggalkan. Hal ini disebabkan sistem ini dirasakan tidak lagi dapat

memberikan dukungan terhadap proses manajemen yaitu pengambilan keputusan

dan banyak hal-hal lainnya yang dianggap sebagai kelemahan akuntansi biaya

tersebut

Dalam tiga puluh tahun terakhir, transisi dari akuntansi biaya menjadi

analisis biaya manajerial, merupakan satu penyelesaian utama Transisi ini telah

membawa kepada kemajuan akuntansi manajemen dalam industri, perniagaan,

dan akademik. Sekitar tahun 1980-an dan 1990-an, banyak yang menyadari

10

bahwa akuntansi manajemen tradisional tidak lagi memenuhi kebutuhan

manajerial. Beberapa mengklaim bahwa keberadaan sistem akuntansi manajemen

sudah usang dan tidak berguna lagi. Product costing yang akurat dan input yang

lebih detail dan berguna dibutuhkan untuk memberikan kebebasan kepada

manajer dalam mengimprovisasi kualitas, produktivitas, dan menekan biaya

Menyadari kegagalan sistem akuntansi manajemen tradisional, upaya dalam

mengembangkan sistem akuntansi manajemen yang baru dilakukaa Horngren

dan Sundem (1993:3) mengemukakan pengertian akuntansi manajemen sebagai

berikut: "Management accounting refers to accounting information developed

for managers within an organization. In other words, management accounting is

the process of identifying, measuring, accumulating, analyzing, preparing,

interpreting, and communicating information that help managers to fulfill

organizational objectives."

Perkembangan selanjutnya disebutkan oleh Shank dan Govindarajan

(1993:4) sebagai berikut: "The transition from managerial cost analysis to what

is called strategic cost management is one primary challenge looking forward."

Kesuksesan dalam transisi berikutnya ini akan membantu dalam memantapkan

kemajuan manajemen biaya di masa yang akan datang.

Bagaimana manajemen biaya strategik berbeda? Shank dan Govindarajan

(1993:6) menjawab: "It is cost analysis in a broader context, where the strategic

elements become more conscious, explicit, and formal." Disini, data-data biaya

digunakan untuk mengembangkan strategi-strategi superior dalam rangka

mencapai keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Pengertian yang rumit

dari sebuah struktur biaya perusahaan dapat dengan mudah mengikuti pencarian

11

keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Inilah yang disebut sebagai

manajemen biaya strategik.

Lebih jauh lagi, Shank dan Govindarajan (1993:8) menyatakan bahwa ada

tiga tema kunci dalam manajemen biaya strategik, yaitu: "(J) Value chain

analysis, (2) Strategic positioning analysis, and (3) Cost driver analysis."

Manajemen biaya strategik mencakup ide-ide kunci yang konsisten

dengan paradigma akuntansi yang sayangnya belum diimplementasikan dengan

baik {activity based costing), ide-ide yang jauh diluar lingkup paradigma

konvensional (cost of quality), dan juga ide-ide yang tidak konsisten dengan

paradigma konvensional {full cost lebih disukai daripada variable cost).

Implementasi tema kunci pertama, value chain akan memberikan kerangka yang

jelas sehingga memudahkan analisis aktivitas nilai. Sementara itu, analisis

perilaku biaya yang didasarkan pada analisis cost driver akan memperjelas faktor

yang menyebabkan variasi biaya yang terjadi di tiap aktivitas. Pemanfaatan kedua

analisis tersebut akan menjadi dasar bagi penempatan perusahaan pada posisi

yang tepat di pasar {strategic positioning). Analisis strategic positioning akan

memberikan pedoman strategis bagi perusahaan untuk bersaing di pasar.

Apakah terlalu berlebihan menggambarkan manajemen biaya strategik

sebagai sebuah paradigma bam? Dengan pengakuan penuh atas keterbatasan

yang mungkin timbul, masing-masing dari ketiga tema kunci manajemen biaya

strategik bisa dibandingkan dengan tema paralel akuntansi manajemen. Dalam

perspektif ini, masing-masing dari ketiga tema kunci dihubungkan dengan

pertanyaan dasar dimana jawaban yang dimiliki akuntansi manajemen dengan

12

manajemen biaya strategik cenderung berbeda. Tabel 2.1 akan menunjukkan

pandangan yang berbeda dari kedua paradigma ini.

Tabel 2.1 The Management Accounting Versus the Strategic Cost Paradigm

What is the most useful way to analize costs?

What is the objective of cost analysis?

How should we try to understand cost behavior?

The Management Accounting Paradigm

In terms of: products, customers, and functions.

With a strongly internal focus.

Value-added is a key concept.

Three objectives all apply, without regard to the strategic context: score keeping, attention directing, and problem solving.

Cost is primarily a function of output volume: variable cost, step cost, mixed cost.

The Strategic Cost Management Paradigm

In terms of the various stages of the overall value chain of which the firm is a part.

With a strongly external focus.

Value-added is seen as dangerously narrow concept.

Although the three objectives are always present, the design of cost management systems changes dramatically depending on the basic strategic positioning of the firm: either under a cost leadership strategy, or under a product differentiation strategy.

Cost is function of strategic choices about the structure of how to compete and managerial skill in executing the strategic choices: in terms of structural cost drivers and executional cost drivers.

Sumber: Shank, John K. and Vijay Govindarajan, 1993, 27.

13

2.1.2 Tiga Tenia Kunci Manajemen Biaya Strategik

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, munculnya manajemen biaya

strategik diakibatkan oleh suatu perkembangan dari tiga tema kunci, yang diambil

dari literatur manajemen strategik, yaitu:

1. Analisis Value Chain

2. Analisis Strategic Positioning

3. Analisis Cost Drivers

Berikut ini penjelasan mengenai ketiga tema kunci dalam manajemen biaya

strategik diatas.

2.1.2.1 Analiih Value Chain

Tema pertama yang menggarisbawahi kinerja manajemen biaya strategik

menitikberatkan pada fokus dari upaya manajemen biaya Dalam kerangka kerja

manajemen biaya strategik, mengelola biaya dengan efisien meminta fokus yang

lebih luas, yaitu lingkungan eksternal perusahaan. Porter (1992:31) menyebutnya

sebagai l<value chain". Shank dan Govindarajan (1993:13) mendefinisikan value

chain sebagai berikut: "The value chain for any business is the linked set of

value-creating activities all the way from basic raw material sources for

component suppliers through to the ultimate end-use product delivered into the

final consumer's hands." Value chain memilah-milah suatu perusahaan ke dalam

berbagai kegiatan yang secara strategis relevan guna memahami perilaku biaya

serta sumber diferensiasi yang ada dan yang potensial. Perusahaan memperoleh

14

keunggulan kompetitif dengan melakukan kegiatan yang secara strategis relevan

ini lebih murah atau lebih baik dibandingkan para pesaingnya.

Kebalikannya, akuntansi manajemen seringkali mengadopsi fokus yang

lebih banyak mengarah pada internal perusahaan - pembeliannya, prosesnya,

fungsi-fungsinya, produknya, dan konsumennya. Dengan kata lain, akuntansi

manajemen menggunakan perspektif value-added dengan memulainya pada

pembayaran kepada pemasok (pembelian), dan berhenti pada pembebanan

kepada konsumen (penjualan). Tema kunci dalam perspektif ini adalah

memaksimumkan selisih {the value added) antarapembelian dan penjualan.

Tetapi, konsep value chain pada dasarnya berbeda dari konsep value-

added. Shank dan Govindarajan (1993:14) mengemukakan alasannya: "From a

strategic perspective, the value-added concept has two big problems; it starts too

late and it stops too soon." Memulai analisis biaya dari pembelian akan

menghilangkan seluruh kesempatan dalam menggali hubungan dengan

perusahaan pemasok. Kesempatan ini bisa menjadi penting sekali artinya bagi

perusahaan. Misalnya, keputusan pemasok untuk mengubah spesifikasi

produknya, jika tidak ditanggapi dengan baik oleh perusahaan, dapat

menghambat operasi produksi apabila produk dengan spesifikasi baru tersebut

tidak dapat diolah dengan fasilitas pabrik yang ada di perusahaan.

Selain itu, menghentikan analisis biaya pada penjualan akan

menghilangkan seluruh kesempatan dalam menggali hubungan dengan

perusahaan konsumen. Padahal rantai konsumen dapat sama pentingnya dengan

rantai pemasok. Menggali hubungan dengan rantai konsumen adalah kunci di

balik konsep life cycle costing. Life cycle costing secara eksplisit menangani

15

hubungan antara apa yang dibayarkan konsumen untuk sebuah produk dan total

biaya yang dikeluarkan oleh konsumen selamadaur hidup dalam produk tersebut

Perapektif life cycle costing pada rantai konsumen dalam value chain dapat

membawa perusahaan kepada peningkatan profltabilitas. Perhatian eksplisit pada

biaya-biaya postpurchase oleh konsumen dapat membawa perusahaan kepada

segmentasi pasar yang lebih efektif dan product positioning. Atau, mendesain

produk untuk menekan biaya-biaya dari konsumen dapat menjadi senjata yang

ampuh dalam meraih keunggulan kompetitif.

2.1.2.2 Analisis Strategic Positioning

Tema kunci kedua yang menggarisbawahi kinerja manajemen biaya

strategik menitikberatkan pada kegunaan informasi akuntansi manajemen. Tema

manajemen biaya strategik ini dapat ditetapkan dengan singkat dan jelas. Dalam

manajemen biaya strategik, rangkaian analisis biaya berbeda dalam beberapa cara

tergantung pada bagaimana suatu perusahaan memilih dalam bersaing. Suatu unit

usaha dapat bersaing baik dengan cara memiliki keunggulan biaya (cost

leadership) atau dengan menawarkan produk yang superior (product

differentiation).

Keunggulan biaya barangkali merupakan strategi generik yang paling

jelas di antara kedua strategi generik yang disebutkan diatas. Dalam strategi ini,

perusahaan berusaha menjadi produsen berbiaya rendah dalam industrinya.

Sumber keunggulan biaya bermacam-macam dan tergantung pada struktur

industri. Menurut Ellis dan Williams (1993:24), sumber tersebut dapat diperoleh

dengan: "Costs may be reduced by a variety of management actions including

16

concentrating production on a smaller number of sites, investment to increase

efficiency by substituting capital for labour and the introduction of flexible

manufacturing systems, allowing companies to benefit from the automation and

flexibility of production."

Status sebagai produsen berbiaya rendah tidak sekedar menuntut

perusahaan untuk menjalani atau mengikuti kurva belajar (learning curve).

Produsen berbiaya rendah harus mencari dan memanfaatkan semua sumber

keunggulan biaya Produsen berbiaya rendah biasanya menjual produk standar

atau produk yang tidak banyak perniknya (no-frill product) dan memusatkan

perhatian pada usaha mencapai keunggulan biaya dari semua sumber yang ada

Jika sebuah perusahaan dapat mencapai dan mempertahankan keunggulan

biaya menyeluruh, perusahaan ini akan menjadi perusahaan yang prestasinya di

atas rata-rata dalam industrinya jika ia dapat mengatur agar harganya setingkat

atau mendekati harga rata-rata dalam industri. Dengan harga setara atau sedikit

lebih rendah daripada harga para pesaingnya, posisi biaya rendah dari perusahaan

yang unggul biaya ini akan terwujud dalam bentuk laba yang lebih tinggi. Tetapi,

perusahaan yang unggul biaya ini tidak boleh mengabaikan basis diferensiasi.

Jika produknya tidak dipandang setara dengan produk pesaing oleh konsumen,

perusahaan unggul biaya ini akan terpaksa menekan harganyajauh dibawah harga

pesaing untuk dapat menjualnya Ini dapat meniadakan keunggulan karena posisi

biayanya yang rendah.

Logika strategis dari keunggulan biaya biasanya menuntut bahwa

perusahaan harus merupakan satu-satunyapemimpin biaya (corf lead), dan bukan

salah satu dari beberapa perusahaan yang memburu posisi ini. Banyak perusahaan

17

melakukan kekeliruan strategis karena tidak menyadari hal ini. Bilamana terdapat

lebih dari satu pemburu posisi unggul biaya, persaingan di antara mereka

biasanya akan sangat tajarn karena setiap persen bagian pasar akan dipandang

sangat penting. Kecuali jika satu perusahaan manipu mencapai keunggulan biaya

dan 'meyakinkan' perusahaan lainnya untuk meninggalkan strategi mereka,

konsekuensinya terhadap kemampu-labaan (dan terhadap struktur industri dalam

jangka panjang) dapat sangat merugikan. Jadi, keunggulan biaya merupakan

strategi yang sangat tergantung pada 'siapa cepat, dia dapat', kecuali jika terjadi

perubahan besar dalam teknologi yang memungkinkan suatu perusahaan untuk

secararadikal mengubah posisi biayanya.

Strategi generik yang kedua adalah diferensiasi. Ellis dan Williams

(1993:23) menyatakan bahwa: "Applying the dimension of differentiation reflects

the firm's intention to be unique in some way witkin its chosen product market."

Perusahaan memilih satu atau beberapa atribut yang oleh banyak pembeli dalam

industri ini dipandang penting, dan menempatkan dirinya secara unik untuk

memenuhi kebutuhan ini. Karena posisi yang unik (khas) itu, perusahaan merasa

layak untuk menetapkan harga premium (premium price). Cara melakukan

diferensiasi berbeda untuk setiap industri. Diferensiasi dapat didasarkan pada

produk itu sendiri, sistem pengiriman produk, ancangan pemasaran, serta

berbagai cara lain.

Perusahaan yang dapat mencapai dan melestarikan diferensiasinya akan

menjadi perusahaan di atas rata-rata dalam industrinya jika harga premium yang

ditetapkannya melebihi biaya tambahan yang dikeluarkan untuk memperoleh

keunikan. Perusahaan diferensiator tidak boleh mengabaikan posisi biayanya,

IS

karena harga premiumnya akan menjadi tidak berarti jika posisi biayanya sangat

buruk. Dasar pemikiran strategi diferensiasi menuntut perusahaan untuk memilih

atribut yang dapat membedakan dirinya dari para pesaing. Atribut yang dipilih

hendaklah berbeda dari atribut yang dipilih pesaing. Perusahaan harus benar-

benar unik agar dapat menikmati harga premium. Tetapi, berbeda dengan strategi

keunggulan biaya, ada lebih dari satu strategi diferensiasi yang akan berhasil

dalam satu industri jika terdapat banyak atribut yang secara luas dipandang

penting oleh konsumen.

2.1.23 Analish Cost Drivers

Tema kunci ketiga yang menggarisbawahi kinerja manajemen biaya

strategik adalah analisis cost drivers. Dalam manajemen biaya strategik, sudali

diketahui bahwa biaya disebabkan, atau dipicu, oleh banyak faktor yang

berhubungan dalam cara-cara yang kompleks. Dalam akuntansi manajemen,

biaya adalah suatu fungsi, dimana hanya ada satu pemicu biaya, yaitu output

volume. Konsep biaya berhubungan dengan output volume yang meresap dalam

pemikiran dan tulisan tentang biaya, yaitu fixed dan variable costt average dan

marginal cost, cost-volume-profit analysis, break even analysis, dan lain

sebagainya. Dalam manajemen biaya strategik, output volume terlihat tidak dapat

memberikan kontribusi yang cukup dalam mengungkapkan perilaku biaya.

Pemicu biaya (cost driver) dibagi menjadi dua kategori. Kategori cost

driver yang pertama adalah structural cost driver. Dari perspektif ini, sedikitnya

ada lima pilihan strategik yang menggarisbawahi struktur ekonomi yang memicu

posisi biaya untuk suatu produk, yaitu:

19

1. Scale : seberapa besar investasi yang harus dibuat dalam manufaktur,

penslitian, dan pengembangan serta sumber daya pemasaran?

2. Scope : derajat integrasi vertikal, sementara integrasi horizontal lebih terkait

dengan skala

3. Experience : berapa kali hal yang sudah dilakukan perusahaan dilakukan lagi

sekarang?

4. Technology : teknologi proses apa yang dipakai di tiap tahap rantai nilai

perusahaan?

5. Complexity : seberapa luas lini produk atau jasa yang ditawarkan kepada

pelanggan?

Sementara itu, kategori cost driver yang kedua adalah executional cost

driver. Executional cost driver merupakan faktor-fektor penentu posisi biaya

perusahaan yang didasarkan pada kemampuannya untuk dilaksanakan dengan

baik. Berbeda dengan yang struktural, executional cost driver direncanakan

dengan kinerja yang monoton. Kalau dalam struktural selalu diupayakan untuk

'selalu lebih baik9, sementara bagi executional cost driver, bisa jadi yang lebih

kompleks bukan yang lebih penting daripada yang kurang kompleks. Terlalu

banyak 'pengalaman' bisajadi malah merugikan dalam lingkungan yang dinamis.

Daftar pemicu executional meliputi:

1. Keterlibatan angkatan kerja (partisipasi) yang berkelanjutan.

2. Total manajemen mutu (keyakinan dan prestasi berdasarkan kualitas produk

dan prosesnya).

3. Pemanfaatan kapital (pilihan skala tertentu pada konsumsi pabrik).

20

4. Efisiensi layout pabrik (seberapa efisienkah layout dibandingkan dengan

norma saat ini?).

5. Konilgurasi produk (apakah desain atau formulasi efektif?).

6. Menggali hubungan dengan pemasok dan konsumen di tiap rantai nilai

perusahaaa

Tidak semua strategic cost driver sama pentingnya di setiap waktu,

namun beberapa (lebih dari satu) mungkin arnat penting di setiap masalah.

Misalnya, bisa jadi skala efisiensi minimum dan pengalaman merupakan

strategic driver bagi perusahaan yang satu, namun bagi perusahaan yang lain,

mutu justru merupakan inti strategi untuk kesuksesannya

2.1 J Manfaat Analisis Value Chain

Setiap perusahaan merupakan sekumpulan kegiatan yang dilakukan untuk

mendesain, memproduksi, memasarkan, menyampaikan, dan mendukung

produknya Semua kegiatan ini dapat digambarkan dengan menggunakan rantai

nilai, seperti diperiihatkan pada Gambar 2.1. Value chain suatu perusahaan serta

cara perusahaan menyelenggarakan setiap kegiatannya merupakan cerminan dari

riwayat, strategi, dan ancangan perusahaan dalam mengimplementasikan

strateginya, serta keadaan ekonomi yang melandasi kegiatan itu sendiri. Shank

dan Govindarajan (1993:50) memberikan pengertian tentang kerangka kerja value

chain sebagai berikut: "The value chain framework is a method for breaking

down the chain - from basic raw materials to end-use customers - into

21

strategically relevant activities in order to understand the behavior of costs and

the sources of differentiation. "

Cam bar 2.1 Sistem Nilai Perusahaan

Pcrusahaan Industri Tunggal

Rantai Nilai Konsumen

Rantai Nilai Unit. IlRaha>

Rantai Nilai Pemasok

Perusahaan Terdiversifikasi

Rantai Nilai

Perusahaan

Rantai Nilai Unit Usaha

Rantai Nilai Unit Usaha

j

Sumber: Porter, Michael E., 1992, 33.

£

Rantai Nilai Konsumen

Tingkat yang relevan untuk menyusun value chain adalah kegiatan

perusahaan dalam suatu industri tertentu (unit usaha). Meskipun perusahaan-

perusahaan dalam industri yang sama mungkin memiliki rantai yang sama, rantai

nilai para pesaing seringkali berbeda. Perbedaan di antara value chain para

pesaing merupakan sumber penting keunggulan kompetitif. Value chain suatu

22

perusahaan dalam suatu industri dapat sedikit berbeda untuk macam produk yang

berbeda dalam lini produknya, atau untuk pembeli yang berbeda, wilayah

geografis yang berbeda, atau saluran distribusi yang berbeda Tetapi, value chain

untuk sub-subkelompok ini akan sangat berkaitan erat, dan hanya dapat dipahami

dalam konteks rantai unit usaha Lebih jauh lagi, Shank dan Govindarajan

(1993:53) menjelaskan sebagai berikut: "Each value activity has a set of unique

cost drivers that explain variations in costs in that activity. Thus, each value

activity has its unique sources of competitive advantage."

Rantai nilai perusahaan ditanamkan dalam suatu sistem yang luas, dimana

rantai nilai pemasok dan konsumen jugatermasuk didalamnya Suatu perusahaan

dapat meningkatkan profitabilitasnya tidak hanya dengan jalan mengerti rantai

nilainya sendiri - dimuiai dari desain hingga distribusi - tetapi juga dengan

mengerti bagaimana aktivitas nilai perusahaan itu dapat cocok dan sejalan dengan

rantai nilai pemasok dan konsumen.

Value chain menggambarkan nilai total, dan terdiri atas aktivitas nilai

(value activities) dan marjin. Aktivitas nilai adalah kegiatan fisik dan teknologis

yang diselenggarakan perusahaan. Ini merupakan batu-batu pembangun (building

blocks) yang digunakan perusahaan untuk menciptakan produk yang bemilai bagi

para konsumennya Marjin adalah selisih antara nilai total dan biaya kolektif

untuk menyelenggarakan aktivitas nilai. Marjin dapat diukur dengan berbagai

cara Value chain pemasok dan penyalur juga mengandung suatu marjin yang

penting untuk dikenali guna memahami sumber posisi biaya perusahaan, karena

marjin pemasok dan penyalur merupakan bagi an dari total biaya yang dipikul

konsumen.

23

Walaupun aktivitas nilai merupakan batu pembangun (building blocks)

keunggulan kompetitif, value chain bukanlah sekedar sekumpulan aktivitas yang

berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu sistem aktivitas yang sating

bergantung. Aktivitas nilai berhubungan satu sama lain dalam value chain .

Keterkaitan (linkage) ini menggambarkan hubungan antara pelaksanaan suatu

aktivitas nilai dengan biaya atau kinerja aktivitas lain.

Cara melakukan masing-masing aktivitas dan seberapa efisien

melakukannya akan menentukan apakah suatu perusahaan berbiaya tinggi atau

rendah dibandingkan dengan pesaingnya Bagaimana masing-masing aktivitas

nilai dilakukan juga akan menentukan kontribusinya terhadap kebutuhan

konsumen dan karenanya juga diferensiasi. Memperbandingkan rantai nilai

pesaing akan mengungkapkan perbedaan yang menentukan keunggulan

kompetiti£

Anaiisis terhadap rantai nilai (value chain) dan bukan terhadap nilai

tambahlah (value-added) yang merupakan cara yang tepat untuk menelaah

keunggulan kompetitif Nilai tambah (harga jual dikurangi dengan biaya bahan

baku yang dibeli) kadang-kadang digunakan sebagai titik fokus untuk anaiisis

biaya karena dipandang sebagai bidang tempat perusahaan dapat mengendalikan

biaya Tetapi, nilai tambah bukanlah dasar yang layak untuk anaiisis biaya karena

secara keliru membedakan bahan baku dengan masukan lain yang juga dibeli

perusahaan untuk menyelenggarakan kegiatannya Juga, perilaku biaya dari

kegiatan tidak bisa dipahami tanpa sekaiigus menelaah biaya masukan yang

digunakan untuk melakukannya Tambahan lagi, nilai tambah tidak mampu

24

menunjukkan keterkaitan antara perusahaan dengan para pemasoknya yang dapat

menekan biaya atau raeningkatkan diferensiasi.

Struktur industri menentukan bentuk value chain suatu perusahaan dan

sekaligus merupakan cerminan dari value chain kolektif para pesaing. Struktur

industri menentukan hubungan tawar-menawar dengan konsumen dan pemasok

yang tercermin baik dalam konfigurasi value chain suatu perusahaan maupun

dalam segmentasi marjin di antara perusahaan, konsumen, pemasok, dan mitra

koalisi. Lele (1992:50-55) menjelaskan bagaimana kekuatan konsumen dan

pemasok dapat mempengaruhi posisi keunggulan kompetitif suatu perusahaan:

"Powerful buyers can prevent industry consolidation by keeping the various participants fragmented. By integrating backwards, they can create "poor" competitors who are willing /able to accept lower returns. Potentially powerful buyers may be successfully neutralized by using appropriate strategies and tactics. Supplier power is the mirror image of buyer power. Powerful suppliers can influence industry structure by preventing or slowing down industry consolidation, integrating forward and thereby creating "poor" competitors, and lowering industry profitability by raising the prices of inputs."

Komposisi value chain para peserta persaingan, pada gilirannya,

merupakan landasan bagi banyak unsur struktur industri. Ekonoini skala dan

kurva pengalaman, misalnya, bersumber dari teknologi yang digunakan dalam

value chain para peserta persaingan. Kebutuhan dana untuk bersaing dalam suatu

industri merupakan hasil dari dana kolektif yang dibutuhkan dalam rantai.

Demikian pula, diferensiasi produk industri bersumber dari cara penggunaan

produk perusahaan dalam value chain konsumen. Jadi, banyak unsur struktur

industri yang dapat didiagnosis dengan menganalisis rantai nilai para pesaing

dalam suatu industri.

25

2.1.4 Metodologi Value Chain

Metodologi untuk mengkonstruksi dan menggunakan value chain

meliputi beberapa langkah berikut ini:

1. Mengidentifikasi rantai nilai industri dan menghitung biaya-biaya,

pendapatan, dan aset dalam setiap aktivitas nilai.

2. Mendiagnosis cost drivers dalam setiap aktivitas nilai.

3. Mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan, baik

melalui pengendalian terhadap cost driver yang lebih baik daripada yang

dilakukan oleh pesaing atau dengan melalui rekonfigurasi value chain.

Langkah-langkah ini akan dijelaskan lebih lanjut.

2.1.4.1 Mengidentifikasi Rantai Nilai dan Menghitung Biaya-biaya. Pendapatan, dan Aict Pada Tiap Tahapan Rantai Nilai

Mengidentifikasi rantai nilai dengan melakukan pemilahan aktivitas

merupakan langkah pertama dalam metodologi value chain. Dimulai dengan

mengenali rantai generik setiap aktivitas nilai yang ada dalam perusahaan.

Masing-masing kelompok generik dapat dibagi-bagi ke dalam beberapa aktivitas

yang terpisah.

rgantung pada sifat ekonomis aktivitas

dan tujuan analisis rantai nilai. Prinsip dasarnya adalah memisah-misahkan

aktivitas yang (1) mempunyai sifat ekonomis berbeda, (2) mempunyai dampak

yang mungkin besar terhadap diferensiasi, atau (3) mengambil proporsi biaya

yang cukup besar atau cenderung menjadi makin besar. Shank dan Govindarajan

(1993:58) mengemukakan bahwa aktivitas seharusnya dipisahkan jika: "They

Tingkat pemilahan yang

26

represent a significant percentage of operating costs; or the cost behavior of the

activities (or the cost drivers) is different; or they are performed by competitors

in different ways; or they have a high potential for creating differentiation."

Dalam menggunakan rantai nilai, pemilahan yang semakin halus atas beberapa

aktivitas tertentu dilakukan jika analisis ini mengungkapkan adanya perbedaan

yang penting di antara aktivitas tersebut bagi keunggulan kompetitif; aktivitas

yang lain mungkin bahkan digabung karena mereka terbukti tidak penting bagi

keunggulan kompetitif atau dipengaruhi oleh keadaan ekonomi yang sama

Setiap aktivitas dalam rantai nilai mencakup biaya operasional dan aset

dalam bentuk modal tetap dan modal kerja. Masukan yang dibeli menjadi bagian

dari biaya setiap aktivitas nilai, dan dapat menyumbang pada biaya operasional

(masukan operasional yang dibeli) dan aset (aset yang dibeli). Perlunya

menetapkan aset bagi aktivitas nilai mencerminkan fakta bahwa jumlah aset

dalam suatu aktivitas dan efisiensi pendayagunaannya seringkali merupakan hal

yang penting bagi biaya aktivitas.

Aktivitas sebaiknya dipisahkan apabila ia mewakili persentase biaya

operasional atau harta yang penting atau berkembang dengan cepat. Meskipun

perusahaan umumnya dengan mudah dapat mengenaii sejumlah komponen biaya

yang besar, mereka seringkali mengabaikan aktivitas nilai yang lebih kecil tetapi

semakin berkembang yang akhirnya dapat mengubah struktur biaya mereka

Aktivitas yang mewakili persentase biaya atau aset yang kecil dan tidak berubah

dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori yang lebih luas.

Aktivitas juga harus dipilah-pilah apabila memiliki cost driver yang

berbeda Aktivitas dengan cost driver serupa dapat dikelompokkan bersama

27

Setiap aktivitas yang dimanfaatkan bersama suatu unit usaha lainnya sebaiknya

juga diperlakukan sebagai aktivitas nilai terpisah karena kondisi di unit usaha

lainnya akan mempengaruhi perilaku biayanya. Logika yang sama berlaku bagi

setiap aktivitas yang memiliki hubungan penting dengan aktivitas lainnya. Dalam

praktek, kita tidak selamanya mengetahui cost driver pada awal suatu analisis;

yang karenanya upaya mengenali aktivitas nilai cenderung perlu dilakukan

berulang-ulang. Selanjutnya penjabaran awal dapat digabungkan atau dipisahkan

pada saat analisis lebih lanjut menyingkapkan perbedaan atau persamaan perilaku

biaya. Biasanya value chain yang digabungkan lebih dulu dianalisis, dan

kemudian aktivitas nilai tertentu yang terbukti penting dikaji secara lebih terinci.

Langkah terakhir memisahkan aktivitas nilai adalah perilaku pesaing.

Aktivitas penting sebaiknya dikaji secara terpisah apabila pesaing melakukannya

dengan cara yang berbeda Kriteria tambahan dalam melakukan pemilahan

aktivitas dijelaskan oleh Shank dan Govindarajan (1993:58-59) sebagai berikut:

"For intermediate value activities, revenues should be assigned by adjusting

internal transfer prices to competitive market prices. With this information, it

should be possible to calculate return on assets for each value activity."

Setelah mengenali rantai nilainya, perusahaan hams menetapkan biaya

operasional dan aset {operating cost and assets) pada aktivitas nilai. Biaya

operasional sebaiknya ditetapkan pada aktivitas yang memerlukannya Aset

sebaiknya ditetapkan pada aktivitas yang menggunakan, mengendalikan, atau

paling mempengaruhi penggunaannya. Penetapan biaya operasional pada

prinsipnya tidak sulit, sekalipun mungkin memerlukan waktu tidak sedikit

28

Karena aset mahal serta pemilihan dan penggunaannya seringkali

melibatkan kompromi dengan biaya operasional, aset hams ditetapkan pada

aktivitas nilai sedemikian rupa sehingga memungkinkan analisis perilaku biaya

Penetapan aset pada aktivitas lebih rurnit daripada penetapan biaya operasional.

Perhitungan aset biasanya harus dikelompokkan kembali agar sesuai dengan

aktivitas, dan aset harus dinilai secara konsistea Ada dua pendekatan luas untuk

menetapkan aset Aset dapat ditetapkan atas dasar nilai buku atau penggantian

(book or replacement value) dan dibandingkan dengan biaya operasional dalam

bentuk ini, atau nilai buku atau pcnggantian dapat ditetapkan menjadi biaya

operasional melalui biaya modal. Pendekatan valuasi manapun yang diterapkan

selalu ada kesulitan. Nilai buku mungkin tidak ada artinya karena peka terhadap

penetapan waktu pembelian awal dan terhadap kebijakan akuntansi. Perhitungan

nilai penggantian juga seringkali merupakan tugas sulit Sama halnya, jadwal

penyusutan seringkali ditetapkan begitu saja, seperti halnya biaya modal dan aset

tetap dan lancar (fixed and current assets). Metode tertentu yang dipilih untuk

menilai aset sebaiknya mencerminkan karakteristik, yang pada gilirannya akan

menentukan bias yang paling penting dalam data dan pertimbangan praktis dalam

mengumpulkannya Analisisnya harus memperhitungkan bias yang selalu ada

dalam setiap metode yang digunakan.

Penting diingat bahwa penetapan biaya dan aset tidak memerlukan

ketepatan yang diperlukan bagi tujuan pelaporan keuangan. Estimasi seringkali

lebih dari cukup untuk menyoroti berbagai isu biaya yang strategik, dan dapat

digunakan dalam menetapkan biaya dan aset untuk menilai aktivitas dimana

upaya menetapkan gambaran biaya yang akurat akan mengharuskan pengeluaran

29

besar. Pada saat analisis berlanjut dan aktivitas nilai tertentu terbukti penting bagi

keunggulan biaya, upaya selanjutnya dapat dilakukan lebih cermat Akhirnya,

perusahaan mungkin menemukan bahwa pesaing melakukan penetapan biaya

operasional dan aset secara berbeda Cara pesaing mengukur biayanya merupakan

hal yang penting karena akan mempengaruhi perilakunya. Bagian dari tugas

analisis biaya pesaing adalah berupaya mendiagnosis praktek penetapan biaya

yang dilakukan pesaing.

2.1.4.2 Mendiagnosis Cost Drivers dalam Setiap Tahapan Rantai Nflai

Langkah kedua dalam metodologi value chain adalah mendiagnosis cost

drivers dalam setiap aktivitas nilai. Langkah ini akan menjelaskan variasi-variasi

biaya yang timbul dalam setiap aktivitas nilai. Mengerti mengenai apa yang

menyebabkan biaya atas aktivitas, sangat penting artinya dalam mengeloia

aktivitas-aktivitas tersebut Setiap aktivitas pasti mempunyai input dan output

Input aktivitas adalah sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut dalam

memproduksi outputnya. Sedangkan output aktivitas adalah hasil atau produk

dari suatu aktivitas. Misalnya, jika aktivitasnya adalah membuat program

komputer, inputnya pasti programmer, komputernya, printernya, kertas

komputer, dan disket Sedang outputnya pasti berupa program komputer.

Pengukur output aktivitas (activity output measure) adalah jumlah waktu selama

aktivitas tersebut berjalan. Pengukur yang dipakai adalah pengukur yang

menggunakan ukuran kuantitatif pada output yang bersangkutan. Contohnya,

«

30

jumlah program komputer merupakan pengukur output daiam membuat program.

Pengukur output inilah yang sering disebut sebagai cost driver.

Aktivitas itu sendiri dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu value-

added activities dan nonvalue-added activities. Value-added activities adalah

aktivitas-aktivitas yang rnemang perlu dan bahkan harus dilakukan oleh

perusahaan dalam mempertahankan bisnisnya. Misalnya, aktivitas penghalusan

batu kapur dalam industri semen yang harus dilakukan untuk mendapatkan bahan

baku yang halus agar sempurna dalam pencampurannya dengan bahan baku yang

lain dalam menghasilkan produk semen yang berkualitas. Ketika suatu aktivitas

terjadi dan teridentifikasi, pasti akan timbul biaya atas aktivitas tersebut yang

disebut sebagai value-added cost. Hansen dan Mowen (1997:397) mendefinisikan

value-added cost sebagai berikut: "Value-added costs are the costs to perform

value-added activities with perfect efficiency.".

Kelompok aktivitas yang kedua adalah nonvalue-added activities yang

merupakan kebalikan dari value-added activities, yaitu aktivitas-aktivitas yang

seringkali dilakukan oleh perusahaan tetapi bukan merupakan aktivitas yang

sifatnya sangat essensial bagi kegiatan operasional perusahaan. Aktivitas ini

sebaiknya sedapat mungkin dikurangi secara optimal karena hanya akan

menambah biaya tanpa memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan.

Contoh nonvalue-added activities ini antara lain adalah aktivitas rework,

penanganan keluhan konsumen, moving, penyimpanan, dan lain-lain. Biaya yang

timbul dari aktivitas ini adalah nonvalue-added cost yang didefinisikan oleh

Hansen dan Mowen (1997:394) sebagai berikut: "Nonvalue-added costs are costs

31

that are caused either by nonvalue-added activities or the inefficient performance

ofvalue-added activities."

2.1.4.3 Mengembangkan Keunggulan Kompetitif yang Berkesinambungan

Langkah ketiga adalah mengembangkan keunggulan kompetitif yang

berkesinambungan, baik melalui pengendalian terhadap cost driver yang lebih

baik daripada yang dilakukan oleh pesaing atau dengan melalui rekonfigurasi

value chain. Apabila perusahaan telah mengenali value chain-ttya. dan telah

mendiagnosis cost driver aktivitas nilai yang penting, keunggulan kompetitif

timbul dari upaya mengendalikan pemicu itu secara lebih baik dibandingkan

dengan peaaing. Perusahaan kemungkinan besar dapat mencapai posisi lebih

unggul dalam kaitannya dengan cost driver aktivitas manapun dalam value chain

yang bersangkutan. Aktivitas yang mewakili proporsi biaya yang penting atau

yang sedang berkembang akan menawarkan potensi terbesar untuk meningkatkan

posisi biaya relatif Meskipun cost driver yang tepat akan berbeda-beda bagi

setiap aktivitas, beberapa generalisasi tentang cara mengendalikan setiap cost

driver yang dapat menimbulkan keunggulan kompetitif dalam suatu aktivitas

adalah dengan mengendalikan skala, pemelajaran, antar aktivitas, dan lain

sebagainya

Rekonfigurasi value chain dapat menimbulkan keunggulan kompetitif

karena dua alasaa Pertama, rekonfigurasi seringkali merupakan peluang untuk

menata kembali biaya perusahaan secara mendasar, daripada hanya melakukan

peningkatan tambahan disana-sini. Value chain yang baru itu mungkin terbukti

lebih efisien dibandingkan dengan yang lama

32

Kedua, dilakukan dengan mengubali dasar persaingan dengan cara yang

menguntungkan kekuatan perusahaan. Rekonfigurasi value chain itu mengubali

cost driver yang penting yang menguntungkan perusahaan. Melakukan suatu

aktivitas secara berbeda dapat mengubali kerentanannya terhadap ekonomi skala,

antar hubungan, dampak lokasi, dan pada dasarnya terhadap semua cost driver

lainnya.

Untuk mengenali value chain yang baru, perusahaan harus mengkaji

segala sesuatu yang dilakukannya, termasuk value chain pesaingnya, dalam

upaya mencari pilihan kreatif untuk melakukan usaha dengan cara berbeda

Perusahaan sebaiknya mengajukan pertanyaan seperti yang berikut ini untuk

setiap aktivitas:

• Bagaimana aktivitas itu dapat dilakukan dengan cara yang berbeda atau

bahkan meniadakannya?

• Bagaimana sekelompok aktivitas nilai yang berkaitan dapat disusun atau

dikelompokkan kembali?

• Bagaimana koalisi dengan perusahaan lain dapat memperendah atau

meniadakan biaya?

2.2 Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian ini pernah dilakukan oleh Dian Lir Widhiati, alumni mahasiswa

Universitas Airlangga tahun 1995, berjudul "Analisis Value Chain Dalam

Manajemen Biaya Strategik PT. "X"." Permasalahan yang diajukan dalam

penelitian tersebut adalah bagaimanakah analisis value chain digunakan dalam

33

perusahaan untuk me-manage biaya dalam kaitannya dengan manajemen biaya

strategik di FT. "X". Hasil yang diperoleh menunjukkan baliwa penggunaan

analisis value chain bisa membantu perusahaan me-manage biaya aktivitas

internalnya dan menentukan pilihan strategisnya dengan memasukkan aktivitas

eksternal (hubungan perusahaan dengan pemasok dan konsumen) dalam analisis

mi.

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, pada dasamya hampir sama

dengan penelitian ini. Perbedaannya hanya terletak pada perusahaan yang

menjadi obyek penelitian.

2.3 Model Analisis

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metodologi value

chain yang pertama dengan langkah-Iangkah seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.2 berikut ini.

34

Gambar 2.2 Langkah-langkah dalam Metodologi Value Chain yang Pertama

Lakukan pemilahan aktivitas ke dalam tahapan rantai nilai

Kriteria: • Aktivitas-aktivitas tersebut mcvvakili persentase biaya yang cukup penting

dalam biaya produksi di PT Semen Gresik (Persero) Tbk. • Aktivitas-aktivitas tersebut diperlakukan secara berbeda oleh pesaing dalam

batasan struktural dan eksekusional. • Aktivitas-aktivitas tersebut ditimbulkan oleh cost drivers yang berbeda. • Ada external market untuk produk yang muncul pada tiap aktivitas.

I Menghitung Beban Pokok Penjualan, penjualan, dan profit tiap aktivitas

Langkah ini dilakukan untuk: • Menganalisis hubungan antar aktivitas. • Menganalisis biaya yang terjadi dalam tiap aktivitas yang mungkin kurang

efisien.

I Menetapkan Identifiable Assets dan menghitung Return On Assets tiap aktivitas

Langkah ini dilakukan untuk menganalisis efisiensi biaya dalam memanfaatkan aset Sumber: data diolah

Kemudian akan dilanjutkan dengan metodologi value chain yang kedua dan

ketiga.