2. LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Gudang ...

24
5 FAKULTAS TEKNIK UNJANI 2. LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi dan operasi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut, maka harus dilakukan pengelolaan pergudangan secara benar atau yang sering disebut dengan manajemen pergudangan (Priyambodo, 2007). Pergudangan adalah segala upaya pengelolaan gudang yang meliputi penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian dan pemusnahan, serta pelaporan material dan peralatan agar kualitas dan kuantitas terjamin (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009). Agar dapat menjalankan fungsinya dengan benar, maka gudang harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam cara pembuatan obat yang baik (CPOB), diantaranya: 1. Harus ada prosedur tetap (protap) yang mengatur tata cara kerja bagian gudang termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan barang, penyimpanan, dan distribusi barang atau produk. 2. Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur. 3. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar atau mudah meledak (misalnya alkohol atau pelarut-pelarut organik). 4. Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam status ‘karantina’ dan ‘ditolak’. 5. Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sampling room) dengan kualitas ruangan seperti ruang produksi (grey area). 6. Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out) (Priyambodo, 2007).

Transcript of 2. LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Gudang ...

5 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

2. LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi dan operasi

industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan

obat jadi yang belum didistribusikan. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut,

maka harus dilakukan pengelolaan pergudangan secara benar atau yang sering

disebut dengan manajemen pergudangan (Priyambodo, 2007). Pergudangan adalah

segala upaya pengelolaan gudang yang meliputi penerimaan, penyimpanan,

pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian dan pemusnahan, serta pelaporan

material dan peralatan agar kualitas dan kuantitas terjamin (Badan Nasional

Penanggulangan Bencana, 2009).

Agar dapat menjalankan fungsinya dengan benar, maka gudang harus

memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam cara pembuatan

obat yang baik (CPOB), diantaranya:

1. Harus ada prosedur tetap (protap) yang mengatur tata cara kerja bagian

gudang termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan

barang, penyimpanan, dan distribusi barang atau produk.

2. Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam

keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur.

3. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah

terbakar atau mudah meledak (misalnya alkohol atau pelarut-pelarut

organik).

4. Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam status ‘karantina’

dan ‘ditolak’.

5. Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sampling room)

dengan kualitas ruangan seperti ruang produksi (grey area).

6. Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO (First In First Out)

atau FEFO (First Expired First Out) (Priyambodo, 2007).

6 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Umumnya gudang di industri farmasi diklasifikasikan berdasarkan suhu dan

jenis penyimpanan bahan atau produk. Berikut klasifikasi gudang pada industri

farmasi:

1. Berdasarkan suhu penyimpanan, yaitu:

a. Gudang suhu kamar (≤ 30 oC).

b. Gudang dengan tata udara (≤ 25 oC).

c. Gudang dingin (2-8 oC).

d. Gudang beku (<0 oC).

2. Berdasarkan jenis, yaitu:

a. Gudang bahan baku: gudang bahan padat, dan bahan cair.

b. Gudang bahan pengemas.

c. Gudang bahan beracun.

d. Gudang bahan mudah meledak/mudah terbakar (gudang api).

e. Gudang bahan yang ditolak.

f. Gudang karantina obat jadi.

g. Gudang obat jadi (BPOM, 2009).

Penyimpanan bahan baku obat membutuhkan sistem yang dirancang khusus

agar bahan baku tersebut tidak cepat rusak. Pada penyimpanan yang dibutuhkan

temperatur ruangan 2 sampai 8 °C, maka penyimpanan tersebut dapat menggunakan

cold room (CPOB-PPOP, 2012).

2.1.1. Cold room

Cold room atau yang biasa juga disebut cold storage adalah suatu ruangan

pendingin untuk penyimpanan produk dengan temperatur yang terkontrol. Cold

storage biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mendinginkan atau

mengawetkan makanan seperti daging, sayuran dan buah-buahan begitu juga

dengan minuman. Adapun penggunaan cold storage di industri biasa digunakan

untuk mendinginkan bahan baku atau bahan jadi dari suatu produk. Salah satu

tujuan cold storage adalah untuk memperpanjang umur penyimpanan dengan cara

pendinginan (Rais R., 2015).

7 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

2.1.2. Komponen utama pada cold room

Mesin cold room terdiri atas berbagai alat yang satu sama lain saling terkait.

Peralatan yang saling terkait tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Kompresor

Peralatan ini merupakan komponen inti dan berfungsi untuk

menghisap dan menekan refrigeran (bahan pendingin) sehingga beredar ke

seluruh unit tersebut. Kompresor bergerak atau berputar karena adanya

motor penggerak. Salah satu jenis kompresor dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kompresor Bitzer semi-hermetic reciprocating

(Sumber : Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

2. Kondensor

Kondensor digunakan untuk membuang kalor refrigeran ke

lingkungan. Untuk memperlancar sistem pendinginan dan sirkulasi udara

pada kondensor, ada dua cara yang biasanya diterapkan, bisa menggunakan

sistem pendinginan dengan air dan bisa juga dengan udara melalui balikan

kipas. Jadi dapat dikatakan bahwa kondensor ini digunakan untuk

membuang kalor dari refrigeran ke lingkungan, sehingga refrigeran akan

kehilangan panas dan berubah fasanya dari gas ke cair. Salah satu jenis

kondensor dapat dilihat pada gambar 2.2.

8 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Gambar 2.2. Kondensor

(Sumber : Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

3. Katup ekspansi

Katup ekspansi berfungsi untuk menurunkan tekanan refrigerant

yang berasal dari kondensor sehingga tekanan akan turun dan temperaturnya

akan ikut turun juga. Temperaturnya turun jauh dibawah suhu lingkungan,

kabin dan produk. Salah satu jenis katup ekspansi dapat dilihat pada gambar

2.3.

Gambar 2.3. Katup ekspansi thermostatik

(Sumber : Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

9 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

4. Evaporator

Bentuk bagian evaporator hampir sama dengan kondensor.

Perbedaannya adalah pipa yang digunakan biasanya berdiameter lebih besar

dibanding kondensor. Fungsi utamanya adalah menyerap kalor dari beban

atau produk yang akan didinginkan. Salah satu jenis evaporator dapat dilihat

pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Evaporator

(Sumber : Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

5. Refrigeran

Bahan pendingin adalah media pendingin yang berbentuk cairan

maupun gas dan memiliki titik didih sangat rendah pada tekanan 1 Atm.

Belakangan ini perhatian ilmuan beralih pada zat kimia yang dibuat oleh

manusia, yaitu Clorofluoro Carbon (CFC). Dampak penipisan ozon sangat

berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia, kehidupan tumbuh–

tumbuhan, dan binatang. Selain itu, juga berdampak negatif terhadap iklim,

yaitu meningkatkan suhu rata - rata dan perubahan iklim global serta

pencemaran udara (Sumanto, 2004). Sumanto (2004) mengatakan bahwa,

bahan pendingin dibagi menjadi dua yaitu :

a. Amonia (R-717 atau NH3)

Amonia (R-717) digunakan secara luas pada mesin refrigerasi

yang besar (industri). Titik didih normalnya adalah 33 ºC. Amonia

mempunyai karakteristik bau meskipun pada konsentrasi yang kecil di

10 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

udara. Tidak dapat terbakar, tetapi meledak ketika bercampur dengan

udara dengan presentase volume 13:28. Karena efek korosi dari amonia,

maka tembaga atau campuran tembaga harus tidak digunakan pada

mesin–mesin yang menggunakan amonia.

b. Fluorinated ( CFC )

Fluorinated adalah refrigeran yang aman dan tidak beracun

yang banyak dipakai sekarang ini. Adapun di pasaran dikenal dengan

Freon, genetron, frigen, areton, isotron, asahi frond dan lain-lain. Jenis

refrigeran ini terdiri dari :

1) R-11 ( Tricloromono fluoro metane = CCI3F)

2) R-12 ( Dichloro difluoro methane = CCL2F2 )

3) R-22 ( Monochloro difluoro methane = CHCLF2 )

4) R-502(Campuran antara CCL2F2 - CF3 = 51.2 % dan CHCLF2 =

48.8 %)

c. Syarat–syarat bahan pendingin ( Refrigeran )

Sumanto (2002) mengatakan bahwa, untuk keperluan suatu

jenis pendinginan (misal untuk pendinginan udara atau pengawetan

beku) diperlukan refrigeran dengan karakteristik termodinamika yang

tepat. Adapun syarat – syarat umum untuk refrigeran adalah :

1) Tidak beracun dan tidak berbau menyengat.

2) Tidak dapat terbakar atau meledak bila bercampur dengan udara,

pelumas, dan sebagainya

3) Tidak menyebabkan korosi terhadap bahan logam yang dipakai

pada sistem pendingin

4) Bila terjadi kebocoran mudah dicari

5) Mempunyai titik didih dan tekanan kondensasi yang rendah

6) Mempunyai susunan kimia yang stabil, tidak terurai setiap kali

dimampatkan, diembunkan, dan diuapkan

7) Perbedaan antara tekanan penguapan dan tekanan pengembunan

(kondensasi) harus sekecil mungkin

8) Mempunyai panas laten penguapan yang besar, agar panas yang

diserap evaporator dapat maksimal

11 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

9) Tidak merusak tubuh manusia

10) Konduktivitas thermal yang tinggi

11) Viskositas dalam fasa cair maupun fasa gas rendah, agar tahanan

aliran refrigeran dalam pipa sekecil mungkin

12) Konstanta dielektrika dari refrigeran yang kecil, tahanan listrik

yang besar, serta tidak menyebabkan korosi pada material isolator

listrik

13) Harganya tidak mahal dan mudah diperoleh.

d. Refrigeran R404A

Refrigerant R-404A merupakan refrigeran yang dikembangkan

sebagai pengganti R-502 yang telah banyak digunakan untuk peralatan

pendingin komersial (Daikin, Mei 2009). Refrigerant R404 merupakan

refrigerant campuran dari HFC-125,HFC-143A, dan HFC-134A.

Refrigerant R-404A biasanya digunakan sebagai refrigerant untuk

sistem pendinginan dari temperatur sedang ke temperatur rendah (cold

storage, freezer dan lain-lain).Untuk melihat data refrigerant dari R-

404A dapat dilihat ditabel 2.1 :

Tabel 2.1 Perbandingan Refrigerant R404A dan R502

R-404A R-502

Components HFC-125/143a/134a HCFC-22/CFC-115

Blend Ratio 44/52/4 48.8/51.2

Boiling Point (°C) -46.1 -45.6

Saturated Vapor Pressure (Mpa,

°C) 1.25 1.16

Range of Flammability (vol

% in air) Non Flammable Non Flammable

Ozone Depletion Potential

0 0.33

Global Warming Potential

3920 4660

12 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

2.1.3. Komponen pendukung pada cold room

Mesin cold room terdiri atas berbagai komponen pendukung sistem yang

saling terkait. Komponen pendukung yang saling terkait tersebut secara garis besar

adalah sebagai berikut:

1. Akumulator

Akumulator berfungsi untuk menampung sementara refrigeran

berwujud cair yang belum sempat menjadi uap di evaporator. Salah satu

jenis akumulator dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut :

Gambar 2.5. Accumulator

(Sumber : Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

2. High Low Pressurestat (HLP)

High Low Pressurestat berfungsi untuk melindungi sistem

refrigerasi dari tekanan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Pressurestat

dihubungkan dengan saluran refrigeran pada sisi tekanan tinggi dan tekanan

rendah. Ada tiga macam pressurestat yaitu:

1) High pressure cut-off switch (high pressurestat)

2) Low pressure cut-off switch (low pressurestat)

3) High and low cut-off switch (high low pressurestat)

Salah satu jenis dari high low pressurestat dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. High low pressurestat (HLP)

(Sumber : Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

13 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

3. Thermostat

Thermostat berfungsi mengatur atau mengendalikan temperatur

udara dalam ruangan, yaitu dengan membuka atau menutup kontak listrik

yang biasanya dihubungkan seri ke kompresor secara otomatis. Salah satu

jenis thermostat dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Thermostat

(Sumber : Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

4. Solenoid valve

Solenoid valve berfungsi sebagai katup elektris cairan refrigeran

dalam sistem refrigerasi. Salah satu jenis solenoid valve dapat dilihat pada

gambar 2.8.

Gambar 2.8. Solenoid valve

(Sumber : Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

5. Liquid receiver

Liquid receiver berfungsi sebagai penampung cairan refrigeran yang

berasal dari kondenser sehingga refrigeran yang mengalir ke liquid line telah

dipastikan menjadi cair seutuhnya. Salah satu jenis liquid receiver dapat

dilihat pada gambar 2.9.

14 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Gambar 2.9. Liquid receiver

(Sumber : Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

6. Filter dryer

Filter dryer berfungsi untuk menyaring refrigeran dari kotoran dan

mengeringkan refrigeran dengan cara menyerap uap air yang terkandung

dalam refrigeran. Salah satu jenis filter dryer dapat dilihat pada gambar 2.10

Gambar 2.10. Filter dryer

(Sumber : Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

7. Sight glass

Sight glass dipasang setelah filter dryer dan berguna untuk melihat

apakah wujud refrigeran sebagai pemberi keterangan fasa refrigeran.

Indikator warna biru atau hijau artinya dry dan indikator warna merah

muda/kuning artinya wet. Salah satu jenis sight glass dapat dilihat pada

gambar 2.11

15 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Gambar 2.11. Sight glass

(Sumber: Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

2.1.4. Komponen kelistrikan pada cold room

Mesin cold room terdiri atas berbagai komponen kelistrikan sistem yang

saling terkait. Komponen kelistrikan yang saling terkait tersebut secara garis besar

adalah sebagai berikut:

1. Mini circuit breaker (MCB)

MCB adalah alat yang digunakan untuk pengamanan terhadap beban

berlebih atau arus hubungan singkat. Jika terjadi arus berlebih atau

hubungan singkat. MCB akan bekerja memutuskan rangkaian tegangan,

sehingga sistem menjadi aman dari kerusakan sistem kelistrikan. Salah satu

jenis MCB dapat dilihat pada gambar 2.12

Gambar 2.12. Mini circuit breaker

(Sumber: Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

2. Kontaktor

Kontaktor merupakan komponen listrik yang berfungsi melewatkan

arus menuju komponen yang dituju dengan menggunakan saklar ON/OFF

sebagai prinsip kerjanya. Kerja kontaktor ini berdasarkan pada suatu

kumparan yang dialiri arus, yang mana saklar N/O (Normally Open) atau

N/C (normally closed) akan membuka atau menutup sesuai dengan ada atau

tidaknya arus yang masuk didalamnya. Salah satu jenis kontaktor dapat

dilihat pada gambar 2.13.

16 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Gambar 2.13. Kontaktor

(Sumber: Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

3. Selector switch

Selector switch merupakan komponen pendukung kelistrikan yang

berfungsi untuk menghidupkan dan mematikan sistem secara manual. Salah

satu jenis selector switch dapat dilihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.14. Selector switch

(Sumber: Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

4. Pilot lamp

Pilot lamp digunakan sebagai indikator bahwa sistem atau

komponen yang dihubungkan paralel dengannya sudah bekerja. Salah satu

jenis pilot lamp dapat dilihat pada gambar 2.15.

Gambar 2.15. Pilot Lamp

(Sumber: Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

17 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

5. Time delay relay (TDR)

Time delay relay sering disebut juga relay timer atau relay penunda

batas waktu. Fungsi dari peralatan kontrol ini adalah sebagai pengatur waktu

bagi peralatan yang dikendalikannya. Salah satu jenis time delay relay dapat

dilihat pada gambar 2.16.

Gambar 2.16. Time delay relay

(Sumber: Dokumentasi cold room PT. Combiphar)

2.2. Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

Sistem refrigerasi kompresi uap ideal mengacu kepada konsep carnot yaitu

energi masuk yang digunakan akan sama dengan energi yang dibuang untuk

dimanfaatkan. Pada kondisi semacam ini tidak ada perubahan berarti yang

mempengaruhi unjuk kerja sistem. Akan tetapi siklus ideal ini dapat menghasilkan

efisiensi yang tinggi, yang tidak dapat dilampaui oleh siklus refrigerasi kompresi

uap aktual. Siklus refrigerasi kompresi uap ideal ini perlu diketahui karena :

1. Sebagai siklus refrigerasi standar.

2. Sebagai pemberi petunjuk bahwa temperatur-temperatur siklus refrigerasi

perlu dijaga agar menghasilkan efisiensi maksimum.

Siklus refrigerasi kompresi uap terdiri dari 4 proses. Gambar 2.17 berikut

merupakan titik proses pada skematik sistem refrigerasi

1. Proses kompresi

2. Proses kondensasi

3. Proses ekspansi

4. Proses evaporasi

18 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Gambar 2.17. Skematik alat

Keempat poses tersebut digambarkan pada diagram p-h seperti pada

gambar 2.18.

Gambar 2.18. Siklus refrigerasi kompresi uap pada diagram p-h

Prinsip–prinsip utama dari Gambar 2.18, yaitu :

1. Proses 1–2 : Proses kompresi

Roy J Dossat (1981) Proses ini berlangsung di kompresor. Kondisi

awal refrigeran pada saat masuk di kompresor adalah uap jenuh bertekanan

rendah (kondisi ideal). Setelah dikompresi maka refrigeran menjadi uap

superheat bertekanan tinggi. Besarnya kerja kompresi persatuan massa

refrigeran dapat dihitung dengan menggunakan rumus sesuai dengan hukum

termodinamika 1 bahwa energi yang masuk sama dengan energi yang

keluar.maka kerja kompresi dinyatakan dalam gambar 2.19 dan persamaan

2.1 sebagai berikut

1

2 3

4

19 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Gambar 2.19. Simbol energi pada kompresor

ΣE = 0

𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑜𝑢𝑡 = 0

𝑄𝑖𝑛 = 𝑄𝑜𝑢𝑡

𝑤 + ℎ1 = ℎ2

𝑤 = ℎ2 − ℎ1 (2.1)

Keterangan:

w = besarnya kerja kompresi yang dilakukan (kJ/kg)

h1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)

h2 = entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)

Sedangkan rasio kompresi dapat dihitung dengan persamaan 2.2 sebagai

berikut:

Rasio kompresi :

𝑅𝑐 = 𝑃𝑑

𝑃𝑠 (2.2)

Keterangan:

Pd = Tekanan discharge (Bar)

Ps = Tekanan suction (Bar)

2. Proses 2 –3: Proses kondensasi

Roy J Dossat (1981) Proses ini berlangsung di kondensor. Refrigeran

yang bertekanan dan bertemperatur tinggi keluaran dari kompresor akan

membuang kalor sehingga fasa akan berubah menjadi cair. Hal ini berarti

bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor antara refrigeran dengan media

(air atau udara), sehingga kalor berpindah dari refrigeran ke fluida

pendingin udara lingkungan atau air sehingga akhirnya refrigeran

mengembun menjadi qc.

W

h1

h2

20 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Besarnya kalor yang dilepas oleh kondensor dinyatakan oleh hukum

termodinamika 1 yang berbunyi kalor yang masuk sama dengan energi yang

keluar.maka kalor yang dilepas oleh kondensor dinyatakan dalam gambar

2.20 persamaan 2.3 sebagai berikut :

Gambar 2.20. Simbol energi pada condensor

ΣE = 0

𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑜𝑢𝑡 = 0

𝑄𝑖𝑛 = 𝑄𝑜𝑢𝑡

ℎ2 = 𝑞𝑐 + ℎ3

𝑞𝑐 = ℎ2− ℎ3 (2.3)

Keterangan:

qc = besarnya kalor yang dilepas di kondensor (kJ/kg)

h2 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)

h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)

3. Proses 3–4 : Proses ekspansi

Roy J Dossat (1981) Proses penurunan tekanan terjadi pada alat

ekspansi yang berfungsi sekaligus untuk mengatur laju aliran refrigeran dan

menurunkan tekanan serta temperatur. Proses ini berlangsung secara iso-

entalpi, dimana hal ini berarti tidak terjadi penambahan atau pengurangan

entalpi tetapi terjadi penurunan tekanan dan penurunan temperatur.

4. Proses 4–1 : Proses evaporasi

Roy J Dossat (1981) Proses evaporasi berlangsung di evaporator.

Refrigeran berfasa campuran yang mayoritas dalam wujud cair bertekanan

rendah akan menyerap kalor dari benda/produk di ruangan yang akan

didinginkan sehingga wujud refrigeran akan berubah menjadi uap

bertekanan rendah. Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator seuai

dengan hukum termodinamika 1 yang menyatakan kalor yang masuk sama

21 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

dengan kalor yang keluar. Maka kalor yg diserap evaporator dinyatakan

dalam gambar 2.21 dan persamaan 2.4:

Gambar 2.21. Simbol Energi Pada Evaporator

ΣE = 0

𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑜𝑢𝑡 = 0

𝑄𝑖𝑛 = 𝑄𝑜𝑢𝑡

ℎ4+ 𝑞𝑒 = ℎ1

𝑞𝑒 = ℎ1− ℎ4 (2.4)

Keterangan:

qe = kalor yang diserap di evaporator (kJ.kg)

h1 = entalpi keluaran evaporator (kJ/kg)

h4 = entalpi masukan evaporator (kJ/kg)

Sedangkan penarikan kalor spesifik disebut efek refrigerasi, dinyatakan

sebagai berikut : 𝑞𝑒 = ℎ1− ℎ4

Yunus A. Cengel (2005) COP refrigerasi dihitung menggunakan

persamaan 4.4 berikut:

COPref.=𝑄𝑜𝑢𝑡

𝑊𝑖𝑛 (2.5)

Dimana,

𝑄𝑜𝑢𝑡 = Kapasitas Pendinginan Maksimum (kW)

𝑊𝑖𝑛 = Power input mesin (kW)

Roy J Dossat (1981) Untuk menghitung besarnya COP dapat digunakan

persamaan sebagai berikut:

1) COPrefrigerasi adalah perbandingan efek refrigerasi terhadap kerja

kompresi dinyatakan oleh persamaan 2.5 sebagai berikut:

𝐶𝑂𝑃𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 =𝑞𝑒

𝑤 (2.5)

h4 h1

qe

22 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

2) COPheat adalah perbandingan temperatur evaporasi dengan selisih

temperatur kondensasi dan evaporasi dinyatakan oleh persamaan 2.6

sebagai berikut:

𝐶𝑂𝑃ℎ𝑒𝑎𝑡 = 𝑇𝑒

𝑇𝑐−𝑇𝑒 (2.6)

3) Efisiensi refrigerasi adalah perbandingan antara COPheat dinyatakan

oleh persamaan 2.7 sebagai berikut:

𝜂𝑟𝑒𝑓. = 𝐶𝑂𝑃𝑟𝑒𝑓𝑟𝑖𝑔𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖

𝐶𝑂𝑃ℎ𝑒𝑎𝑡× 100% (2.7)

4) Tinjau kembali entropi (s) pada masing-masing alat thermal

(kompresor, kondensor, evaporator, dan alat ekspansi) yang didapatkan

dari diagran p-h refrigeran sesuai yang dipakai pada mesin refrigerasi

pada kondisi ideal maupun aktual.

2.3. Diagram Pressure dan Entalphy (p-h)

Diagram p-h merupakan diagram dengan sumbu x menunjukan enthalpy (h)

dan dan sumbu y menunjukkan tekanan (p). Seperti terlihat dalam gambar 2.22.

Biasanya diagram p-h juga dilengkapi dengan garis-garis besaran lain, seperti garis

suhu, entropi, dan volume jenis. Selain garis-garis besaran terebut diatas, terdapat

pula kubah saturasi (ditunjukkan dengan garis merah). Kubah ini merupakan kubah

yang menunjukkan fasa zat. Didalam kubah merupakan daerah dimana fasa dari zat

berupa campuran gas dan cair.

Di bagian kanan terdapat garis saturasi gas (gas jenuh). Di garis ini zat

dalam keadaan tepat jenuh gas. Jika sedikit saja ke kiri maka sudah ada bagian yang

mencair dan jika sedikit saja ke kanan maka sudah terjadi superheated. Superheated

adalah keadaan dimana pada saat suatu zat yang sudah dalam keadaan gas jenuh,

kemudian mengalami kenaikan suhu.

23 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Gambar 2.22. Diagram p-h

(Sumber : http://www.jsrae.or.jp/jsrae/stady/Eng%20saikuru.htm)

Di bagian kiri terdapat garis saturasi (jenuh) cair. Di garis ini zat dalam

keadaan tepat cair jenuh. Jika sedikit saja ke kanan maka sebagian zat akan

menguap menjadi gas dan sedikit saja ke kiri maka zat akan menjadi keadaan

subcooled, adalah keadaan pada saat suatu zat yang sudah menjadi cair jenuh

kemudian mengalami penurunan suhu. Garis lurus kearah kanan dimulai dari

sebelah kiri kubah atau dengan kata lain awalnya zat dalam keadaan subcooled.

Berikut langkah proses dari sistem refrigerasi kompresi uap pada diagram p-h.

1. Proses 1 ke 2, zat dalam keadaan subcooled tersebut menerima kalor

sehingga terjadi keniakan suhu sampai zat menjadi saturasi cair. Enthalpy

pada zat tersebut naik. Pada titik 2 zat dalam keadaan saturasi cair.

2. Proses 2 ke 3, zat tersebut menerima kalor akibatnya enthalpy naik. Dalam

tahap ini kalor yang diterima tidak mengubah suhu zat, melainkan merubah

fasa menjadi gas. Zat yang tadinya berupa saturasi cair mulai berubah

menjadi gas (menguap). Antara titik 2 dan titik 3 berfasa campuran.

Semakin dekat dengan titik 3 semakin banyak zat yang berfasa gas.

Sebaliknya semakin dekat dengan titik 2, semakin banyak zat yang berfasa

cair. Di titik 3 keadaan zat menjadi saturasi gas (gas jenuh) di mana semua

zat berfasa gas.

1 2 3 4

Subcooled Superheated

24 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

3. Proses 3 ke 4, setelah berfasa saturasi gas, zat tersebut menerima kalor

akbatnya entalphy terus naik. Pada proses ini terjadi kenaikan suhu sehingga

zat menjadi keadaan superheated.

4. Proses 1→2→3→4 terjadi pada tekanan (p) yang sama. Dalam diagram p-

h ini juga dapat mengGambarkan proses-proses lain sehingga diketahui

besaran-besaran yang ada pada proses tersebut.

Untuk setiap zat memiliki diagram p-h masing-masing. Biasanya diagram

p-h digunakan untuk sistem thermodnamika seperti sistem rankin, sistem refigerasi

dan lain-lain.

2.4. Perhitungan Beban Pendinginan

W. Stoecker dalam bukunya Refrigerasi dan Pengkondisian Udara 1989,

menyatakan perpindahan kalor melalui suatu selubung bangunan dipengaruhi oleh

jenis bahan yang digunakan; oleh faktor geometris seperti ukuran, bentuk dan

orientasinya. Adanya sumber-sumber kalor dalam, dan faktor iklim. Dalam

merancang suatu sistem, masing-masing faktor ini perlu diperhitungkan, begitu

juga dampak reaksinya.

Sumber beban pendinginan pada cold room dapat berasal dari luar maupun

dari dalam ruangan itu sendiri. Adapun sumber-sumber beban yaitu beban dari luar

(beban eksternal) , beban dari dalam (beban internal). Perhitungan beban

menggunakan persamaan yang dikutip dari W. Stoecker dalam bukunya Refrigerasi

dan Pengkondisian Udara 1989.

2.4.1. Beban Eksternal

Pada beban kalor eksternal yang terjadi pada cold storage, terdapat 3 faktor

perhitungan beban eksternal yaitu, beban transmisi, beban panas matahari, dan

beban infiltrasi. Perhitungan beban kalor pada dinding, atap dan lantai merupakan

yang menyumbang panas terhadap cold storage tersebut, maka beban kalor tersebut

harus dihitung (Stoecker W.F, 1989).

Beban Transmisi, transmisi yaitu kehilangan kalor atau perolehan kalor

yang disebabkan oleh beda suhu antara kedua sisi elemen bangunan. Seperti yang

terjadi pada dinding, lantai dan atap. Seperti analogi yang digambarkan pada

gambar 2.23

25 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Lapisan udara luar

Lapisan udara dalam T1

T2

Ro Ri

R1 R2 R3

q q

Gambar 2.23 Perpindahan panas pada bidang datar

Persamaan perpindahan kalor yang terjadi pada bidang datar menurut

analogi listrik dapat diperhitungkan dengam persamaan berikut:

q = ∆T

R*T

(2.8)

Dimana:

q = Laju aliran energi kalor, (Watt)

RT* = Hambatan termal (K/W)

T = Beda temperatur udara luar dan udara dalam (K)

Maka untuk ketiga macam perpindahan kalor menjadi:

𝐿

𝑘𝐴 konduksi

𝑅∗𝑇

1

ℎ𝑐𝐴 konveksi

1

ℎ𝑟𝐴 radiasi (2.9)

Dengan gambaran rangkaian hambatan perpindahan kalor yang terjadi pada

bidang datar seperti pada gambar 2.24

Gambar 2.24 Rangkaian perpindahan panas pada bidang datar

Maka hambatan total dapat dicari dengan persamaan:

1

Rtotal=

1

R0+

1

R1+

1

R2+

1

R3+

1

Ri (2.10)

Ri

26 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Dimana:

Rtot = Hambatan (K/W)

Ri = Hambatan lapisan udara dalam (W/m² K)

Ro = Hambatan lapisan udara luar (W/m² K)

Dari persamaan hambatan diatas maka untuk menghitung besarnya beban

transmisi melalui dinding atap dan dinding dapat dihitung dengan persamaan :

q = U ∙ A ∙ ∆T (2.11)

Dimana:

q = Laju aliran energi kalor, (Watt)

U = Koefisien perpindahan panas meyeluruh, (W/m².K)

T = Beda temperatur udara luar dan udara dalam (K)

A = Luas penampang (m²)

Nilai U bisa dicari dengan cara :

U ∙ A = 1

Rtot∙A

U =1

Ro+R1+R2+R3+R4+…+Ri=

1

Rtot (2.12)

2.4.2. Beban Internal

Beban intenal merupakan sumber kalor yang terjadi di dalam cold room

tersebut. Sumber beban internal yang terjadi pada cold room, terdapat beban pada

produk. Beban manusia, lampu, peralatan, dan wadah nilainya diabaikan.

Cold room dirancang untuk dapat mendinginkan produk dengan temperatur

yang sudah di tentukan, maka produk merupakan beban kalor yang paling besar

yang terjadi pada sistem pendingin cold storage tersebut. Roy J. Dossat 1981 dalam

bukunya beban pendinginan pada produk ini dapat dihitung dengan persamaan:

qp = m ∙ Cp ∙ T (2.13)

Dimana :

qp = beban kalor yang terjadi pada produk (W)

m = Massa produk (kg)

Cp = Kalor spesifik produk (kJ/kg.K)

T = Beda perubahan temperatur produk (K)

Cp produk dapat dicari dengan tabel 10-8 Roy J. Dossat

27 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

Dengan kalor produk per satuan waktu :

q = qp

n ∙ 3600 (2.14)

Dimana :

q = Kalor penurunan temperatur + pembekuan (W)

n = Chilling time

Dari persamaan diatas beban yang merata untuk setiap jam, namun dalam

kenyataan beban terkonsentrasi diawal pendinginan (beban pendingin jam pertama

akan lebih besar dari jam kedua dan selanjutnya). Agar kapasitas peralatan mampu

menangani beban di awal pendinginan, maka dalam perhitungan beban produk

terutama “chilling room” digunakan faktor koreksi yang disebut “chilling rate

factor” dengan persamaan:

q = qp

n∙3600∙Rf (2.15)

Dimana :

Rf = chilling rate factor

Nilai Rf didapat dari tabel 10-8 s/d 10-11, Roy J.Dossat

2.5. Bahan Baku Pembuatan Obat

Kementrian perindustrian (Kemenperin) mengakui industri farmasi

Indonesia masih ketergantungan bahan baku obat dari luar negri dengan 90 persen

impor. Bahkan nilai impor pada 2014 lebih besar dari nilai export 6.68 persen.

Tahun 2013 nilai export USD532 juta tumbuh 16.98 persen dari 2012. Meskipun

demikian farmasi masih dikuasai produk impor, nilai impor lebih besar dari nilai

export (http://www.kemenperin.go.id, 2015).

Untuk mengurangi ketergantungan bahan baku obat, perlu ditumbuhkan

industri bahan baku obat di tamah air, dimana pemerintah perlu membuat rencana

strategis berupa roadmap pengembangan bahan baku obat di Indonesia serta

menetapkan starting point dan strategi yang harus ditempuh dalam mewujudkan

peningkatan kemandirian bahan baku obat di Indonesia.

Ada tiga stake holder utama yang memiliki peran sentral dalam

pengembangan dan penyediaan bahan baku obat. Yaitu :

1. Industri farmasi yang memiliki tanggung jawab dalam hal pengembangan

bahan baku obat dalam negeri.

28 FAKULTAS TEKNIK UNJANI

2. Peneliti dan akademisi yang memiliki kapasitas untuk pengembangan bahan

baku obat.

3. Pemerintah yang harus memiliki “Political will” untuk melaksanakan

peningkatan kemandirian bahan baku obat ini.

Pada saat ini ada beberapa pendapat untuk memasukan lembaga

pembiayaan keuangan seperti bank, koperasi dan lain – lain sebagai salah satu stake

holder penting dalam pengembangan indutri bahan baku obat.

Macam – macam bahan baku obat :

1. Bahan baku kimia adalah semua bahan atau material berupa unsur, senyawa

tunggal, dan atau campuran yang berwujud padat, cair, atau gas.

2. Bahan baku obat herbal adalah baku obat alami yang berasal dari sumber

daya alam biotik maupun abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik,

flora dan fauna serta biota laut, sedangkan sumber daya abiotik, meliputi

sumber daya daratan, perairan dan angkasa dan mencangkup kekayaan atau

potensi yang ada di dalamnya.

3. Bahan baku sediaan biologik adalah bahan berupa vaksin, serta (anti sera)

dan bahan diagnostika biologik. Vaksin adalah sediaan biologik yang

digunakan untuk menimbulkan kekebalan terhadap satu penyakit hewan.

Sedangkan sera adalah sediaan biologik berupa serum darah yang

mengandung zat kebal berasal dari hewan dipergunakan untuk mencegah,

menyembuhkan atau mendiagnosa penyakit pada hewan.