6 2. LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya ...

25
6 Universitas Kristen Petra 2. LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Sumber daya manusia Menurut Suit-Almasdi (1996) yang dikutip dalam Ardana, Mujiati dan Utama (2012, p.5) sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir dan berkarya manusia yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu digali, dibina serta dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi menurut Ndraha (1999) adalah sumber daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif tetapi juga nilai kompetitif-generatif-inovatif dengan menggunakan energi tertinggi seperti: intelligence, creativity, dan imagination, tidak lagi semata-mata menggunakan energi kasar, seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga otot, dan sebagainya (dalam Sutrisno, 2005, p.4). Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia memiliki kemampuan, pengetahuan, dan kreatifitas untuk melaksanakan suatu kegiatan baik bersifat teknis maupun manajerial. 2.1.2 Peranan Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat menentukan hidup matinya suatu perusahaan. Apabila sumber daya manusia bermoral baik, disiplin, loyalitas dan produktif maka perusahaan dapat hidup berkembang dengan baik (Ardana, Mujiati dan Utama, 2012, p.6). Peranan tersebut dibedakan menjadi tiga: a. Sumber daya manusia pengemban misi perusahaan Semua perusahaan pasti memiliki visi, misi, sasaran dan tujuan. Visi dan misi tidak akan tercapai tanpa diemban oleh sumber daya manusia. Sumber daya manusia perlu memiliki keunggulan dan kesungguhan dalam bekerjasama mencapai tujuan. b. Sumber daya manusia sebagai pimpinan/manajer perusahaan

Transcript of 6 2. LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya ...

6 Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1 Pengertian Sumber daya manusia

Menurut Suit-Almasdi (1996) yang dikutip dalam Ardana, Mujiati dan

Utama (2012, p.5) sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir dan berkarya

manusia yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu digali, dibina serta

dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan

manusia.

Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi menurut Ndraha (1999)

adalah sumber daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif

tetapi juga nilai kompetitif-generatif-inovatif dengan menggunakan energi tertinggi

seperti: intelligence, creativity, dan imagination, tidak lagi semata-mata

menggunakan energi kasar, seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga otot, dan

sebagainya (dalam Sutrisno, 2005, p.4).

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia

memiliki kemampuan, pengetahuan, dan kreatifitas untuk melaksanakan suatu

kegiatan baik bersifat teknis maupun manajerial.

2.1.2 Peranan Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat menentukan hidup

matinya suatu perusahaan. Apabila sumber daya manusia bermoral baik, disiplin,

loyalitas dan produktif maka perusahaan dapat hidup berkembang dengan baik

(Ardana, Mujiati dan Utama, 2012, p.6). Peranan tersebut dibedakan menjadi tiga:

a. Sumber daya manusia pengemban misi perusahaan

Semua perusahaan pasti memiliki visi, misi, sasaran dan tujuan. Visi dan

misi tidak akan tercapai tanpa diemban oleh sumber daya manusia. Sumber

daya manusia perlu memiliki keunggulan dan kesungguhan dalam

bekerjasama mencapai tujuan.

b. Sumber daya manusia sebagai pimpinan/manajer perusahaan

7 Universitas Kristen Petra

Pimpinan/manajer dalam perusahaan terbagi atas tiga tingkatan, yakni

pimpinan puncak, pimpinan menengah, dan pimpinan tingkat bawah.

Peranan pimpinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan perusahaan

karena pimpinan yang menentukan dan memegang kunci dalam

pengambilan keputusan setiap kebijakan perusahaan. Dalam menjalankan

peranannya, setiap pimpinan melakukan banyak kegiatan, yaitu membuat

perencanaan, memberi perintah/petunjuk, mengawasi pelaksanaan

pekerjaan, menilai hasil kerja dan memberi nasehat.

c. Sumber daya manusia sebagai pekerja

Peranan pekerja dalam perusahaan demikian penting sehingga semua unsur

yang ada di dalamnya tidak akan berfungsi tanpa manusia. Peranan seorang

pekerja dalam perusahaan dapat bermanfaat secara optimal apabila memiliki

kemampuan dan diberikan kesempatan. Kemampuan tanpa kesempatan tidak

menghasilkan apa-apa. Sebaliknya, kesempatan tanpa dukungan

kemampuan, hasilnya tidak akan memadai.

2.1.3 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses pemanfaatan sumber

daya manusia secara efektif dan efisien melalui kegiatan perencanaan, penggerakan

dan pengendalian semua nilai yang menjadi kekuatan manusia untuk mencapai

tujuan. Manajemen sumber daya manusia adalah proses pendayagunaan manusia

sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar semua potensi fisik dan psikis yang

dimilikinya berfungsi maksimal untuk mencapai tujuan (Ardana, Mujiati dan

Utama, 2012, p.5) .

Manajemen sumber daya manusia didefinisikan sebagai suatu pengelolaan

dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai). Pengelolaan

dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam dunia kerja

untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai

(Mangkunegara, 2013, p.2).

Berdasarkan definisi manajemen sumber daya manusia diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan manajemen sumber daya manusia

8 Universitas Kristen Petra

adalah perencanaan, pengelolaan dan pengendalian segala potensi yang dimiliki

sumber daya manusia secara efektif dan efisien demi mencapai tujuan organisasi.

2.1.4 Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia

Ardana, Mujiati dan Utama mengumukakan dua tantangan manajemen

sumber daya manusia (2012,p.14), yaitu:

2.1.4.1 Tantangan Eksternal

Tantangan eksternal adalah kekuatan dari luar yang mempengaruhi

kegiatan perusahaan dan kegiatan manajemen sumber daya manusia, baik

secara langsung maupun tidak langsung (Ardana, Mujiati, dan Utama,

2012,p.14). Tantangan eksternal meliputi:

a. Teknologi: Dampak kemajuan teknologi pada manajemen sumber daya

manusia memiliki dua cara yaitu: 1) melalui pengaruh teknologi yang

merubah industri secara keseluruhan sehingga perlu merancang kegiatan

pendayagunaan manajemen sumber daya manusia untuk mengetahui

perkembangan operasi perusahaan akibat inovasi teknologi; 2)

otomatisasi adalah kemajuan teknologi yang mempengaruhi manajemen,

seperti perkembangan penggunaan komputer yang mengubah kebutuhan

tipe sumber daya manusia. Program penarikan dan pelatihan sumber daya

manusia perlu dirombak dan disesuaikan dengan program komputerisasi

perusahaan.

b. Tantangan ekonomi: Sejalan dengan perkembangan kondisi

perekonomian, permintaan akan sumber daya manusia dan program

pelatihan tumbuh dan berkembang, yang selanjutnya memberikan

tekanan pada peningkatan upah dan perbaikan kondisi kerja.

c. Tantangan situasi politik dan pemerintah: Stabilitas politik dan peraturan

pemerintah merupakan pertimbangan utama bagi manajer dalam

melaksanakan fungsi departemen sumber daya manusia.

d. Tantangan kondisi sosial budaya: kondisi ini berkenan dengan nilai-nilai,

sikap, pandangan dan pola atau gaya hidup yang berkembang di

masyarakat sesuai dengan dinamika budaya, agama, dan pendidikannya.

9 Universitas Kristen Petra

e. Tantangan demografis dan geografis: Demografis menggambarkan

komposisi angkatan kerja seperti tingkat pendidikan, umur, kelamin dan

karakteristik lain. Kondisi geografis mencerminkan lokasi perusahaan

yang berada di lingkungan yang aman, nyaman, dan bersih dengan

berbagai fasilitas yang tersedia serta bisa dengan mudah dan murah

dijangkau oleh karyawan dan masyarakat.

f. Tantangan kondisi pasar tenaga kerja: Reputasi perusahaan adalah

masalah pokok yang tercermin pada kemampuan perusahaan untuk

memuaskan kebutuhan karyawan baik jangka pendek maupun jangka

panjang. Hal ini tercermin dari kebijakan kompensasi, kesejahteraan

karyawan, pengakuan perusahaan terhadap karyawannya.

g. Tantangan para pesaing: Perusahaan pesaing untuk memperoleh sumber

daya manusia yang berkualitas banyak menempuh jalan pintas, mudah

dan murah yaitu dengan membajak karyawan perusahaan lain.

h. Tantangan globalisasi: Pada akhir abad 20 dan memasuki abad 21 terdapat

kecenderungan perkembangan ke arah bisnis yang global dan

perdagangan bebas. Dari sudut manajemen sumber daya manusia berarti

mengharuskan dilakukan usaha untuk mengantisipasi pengaruh

perkembangan bisnis global tersebut dengan menyiapkan sumber daya

manusia yang mampu bersaing unggul di pasar internasional, mampu

mengatasi gejolak resesi atau kenaikan/penurunan nilai tukar uang

terhadap nilai uang negara lain. Disamping itu, sumber daya manusia

harus mampu menganalisis setiap kebijakan dan peraturan perundangan

yang berbeda bahasa dalam bisnis global/bisnis internasional dan dapat

menyesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat internasional.

i. Perubahan yang cepat: Bisnis merupakan aspek kehidupan yang sangat

dinamis dan mengalami perubahan yang tidak jelas batas-batasnya. Oleh

karena itu, perusahaan yang sukses dan unggul harus mampu

mengadaptasi dan mengantisipasi setiap perubahan lingkungan dan iklim

bisnis dengan memberikan respons yang cepat, tepat, efektif dan efisien.

10 Universitas Kristen Petra

2.1.4.2 Tantangan Internal

Tantangan internal yang timbul dalam perusahaan untuk mencapai

tujuan, baik dalam bidang pemasaran, produksi, keuangan, sumber daya

manusia dan bidang akuntansi (Ardana, Mujiati dan Utama, 2012, p.16).

Tantangan internal meliputi:

a. Karakter organisasi/perusahaan: Setiap perusahaan memiliki sifat yang unik

dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Karakter organisasi merupakan

ciri organisasi dengan orang-orangnya, tujuan-tujuannya, teknologinya,

peraturannya dan kebijakannya. Tantangan bagi manajemen sumber daya

manusia adalah menyesuaikan kegiatan sumber daya manusia secara

produktif dengan karakter organisasi.

b. Serikat pekerja: Setiap perjanjian kerja yang mengatur persyaratan kerja

ditandatangani manajemen dan serikat pekerja. Perjanjian itu akan

membatasi kegiatan departemen sumber daya manusia.

c. Sistem informasi: Departemen sumber daya manusia memerlukan informasi

yang terinci dan kemampuan untuk memperoleh informasi tersebut

merupakan tantangan bagi sumber daya manusia. Oleh karena itu,

perusahaan perlu mengembangkan sistem informasi sumber daya manusia

dengan komputer, yang dapat merekam, menyimpan dan menyiapkan

informasi tentang sumber daya manusia sesuai kebutuhan perusahaan.

d. Perbedaan individu karyawan dan sistem nilai: Sumber daya manusia

memiliki perbedaan dalam sikap, perasaan, pikiran, karakteristik.

Kepribadian yang berbeda tersebut harus diperhatikan oleh manajemen agar

tidak terjadi konflik dalam perusahaan.

e. Produktivitas sumber daya manusia: Ukuran tingkat kemampuan karyawan

secara individual dalam menghargai hasil kerjanya dan partisipasinya dalam

menghasilkan barang atau jasa. Penghargaan tersebut dilihat dari kualitas

dan kuantitas output yang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan,

dan memuaskan konsumen. Oleh karena itu, karyawan secara individu

berpengaruh besar terhadap produktivitas perusahaan.

11 Universitas Kristen Petra

2.1.5 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Hasibuan (2016) fungsi manajemen sumber daya manusia (p.22)

meliputi:

a. Perencanaan: merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar

sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam mencapai tujuan. Perencanaan

dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian yang meliputi,

pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan,

kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan

pemberhentian karyawan.

b. Pengorganisasian: kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan

menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi, wewenang,

integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi.

c. Pengarahan: kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja

sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan

perusahaan , karyawan dan masyarakat.

d. Pengendalian: kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati

peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila

terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan perbaikan dan

penyempurnaan rencana.

e. Pengadaan: proses penarikan, seleksi, penempatan, dan orientasi untuk

mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan perusahaan.

f. Pengembangan: proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis,

konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.

Pendidikan dan pelatihan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa

kini maupun masa depan.

g. Kompensasi: pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, uang atau

barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada

perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai

dengan prestasi kerja dan layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primer

serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah.

h. Pengintegrasian: kegiatan mempersatukan kepentingan perusahaan dan

kebutuhan karyawan agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling

12 Universitas Kristen Petra

menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba sedangkan karyawan dapat

memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya.

i. Pemeliharaan: kegiatan memelihara atau meningkatkan kondisi fisik,

mental, dan loyalitas karyawan agar mereka tetap mau bekerja sama sampai

pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan

yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan.

j. Kedisiplinan: merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang

terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik

sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan

kesadaran untuk mentaati peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.

k. Pemberhentian: putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan.

Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan

perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya.

2.2 Pelatihan Sumber Daya Manusia

2.2.1 Pengertian Pelatihan

Menurut Sikula (1981) pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan

jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan teroganisir dimana

pegawai non managerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam

tujuan terbatas. Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai

pelaksana dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis

(dalam Mangkunegara, 2013, p.44).

Menurut Suparyadi (2015) pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses

pembelajaran secara sistematis yang mencakup penguasaan pengetahuan,

meningkatkan keterampilan, serta perubahan sikap dan perilaku guna

meningkatkan kinerja karyawan (p.185).

Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah proses

pembelajaran jangka pendek pada karyawan non managerial guna menguasai

pengetahuan, meningkatkan keterampilan, serta terjadi perubahan sikap dan

perilaku karyawan.

13 Universitas Kristen Petra

2.2.2 Metode Pelatihan

Suparyadi (2015, p.205) mengemukakan dua bentuk metode pelatihan yaitu

On the Job Training dan Off the Job Training.

2.2.2.1 Metode On the Job Training (OJT)

Metode ini merupakan salah satu metode yang paling baik untuk

memberikan keterampilan atau kecakapan yang tinggi kepada karyawan

karena metode ini direncanakan, diorganisasikan, dan dilakukan di tempat

kerja serta para karyawan dilatih bagaimana mereka melakukan tugas

pekerjaannya. Menurut Mangkunegara (2013), hampir 90% dari

pengetahuan pekerjaan diperoleh melalui metode on the job training.

Metode on the job training sangat tepat, cocok untuk mengajarkan

pengetahuan, skill dapat dipelajari dalam beberapa hari atau beberapa

minggu (p. 53). Metode ini mampu memberikan gambaran nyata baik dari

aspek situasi dan kondisi lingkungan kerja sehari-hari maupun dari aspek

perilaku kerja yang harus ditampilkan oleh setiap karyawan.

Pelaksanaan metode On the Job Training dapat didasarkan pada empat

metode (Suparyadi, 2015, p.205) sebagai berikut:

a. Coaching: metode dimana atasan atau seorang ahli memberikan arahan

kepada bawahan atau instruksi bagaimana bawahan itu harus melakukan

tugas-tugas pekerjaannya.

b. Demonstration: metode penyajian materi pelatihan dengan cara

memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta pelatihan tentang

suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya

sekedar tiruan. Dalam metode ini pelatih memiliki peran sentral. Ia aktif

memperagakan atau mempertunjukkan tentang proses, situasi, atau

benda tertentu secara konkret kepada peserta pelatihan.

c. Job rotation: karyawan diberi beberapa pekerjaan yang berbeda dengan

memindahkan mereka dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Dengan

demikian, karyawan dapat memperoleh pengalaman yang lebih luas

sehingga mereka dapat melakukan beberapa tipe pekerjaan yang

berbeda.

14 Universitas Kristen Petra

d. Projects: metode ini memberikan penyadaran kepada peserta pelatihan

tentang adanya masalah. Mereka harus merumuskan masalah apa yang

sedang terjadi, mengumpulkan data, mengonstruksi berbagai ilmu

pengetahuan yang mereka miliki guna membuat suatu hipotesis untuk

dibuktikan sehingga mereka dapat mencapai produk nyata.

2.2.2.2 Metode Off the Job Training

Suatu metode pelatihan yang berada di suatu tempat tertentu yang

didesain untuk melaksanakan suatu pelatihan, baik itu merupakan fasilitas

pelatihan yang dimiliki sendiri oleh perusahaan, maupun yang dimiliki oleh

suatu lembaga pelatihan lain (Suparyadi, 2015, p.208). Pelatihan

dilaksanakan dimana karyawan dalam keadaan tidak bekerja dengan tujuan

agar terpusat pada kegiatan pelatihan saja (Bangun, 2012, p. 211). Metode

off the job training memiliki beberapa bentuk, sebagai berikut:

a. Lectures: perkuliahan merupakan suatu penyajian secara lisan yang

dimaksudkan untuk menjelaskan informasi atau mengajarkan suatu

subjek tertentu, seperti yang dilakukan di universitas. Penyajian lisan ini

dimaksudkan pula untuk menjelaskan informasi penting, sejarah, suatu

latar belakang, teori dan sebagainya. Kritik pada metode ini terutama

karena praktik komunikasinya yang hanya searah dan tidak melibatkan

partisipasi peserta secara signifikan.

b. Simulation: simulasi merupakan aktivitas pelatihan di mana para peserta

ditempatkan pada lingkungan buatan yang mencerminkan kondisi kerja

yang sebenarnya. Simulasi dapat diterapkan dalam area tugas atau

pelatihan situasional dengan maksud untuk memungkinkan orang

mengantisipasi situasi tertentu dan dapat siap untuk bereaksi atau

bertindak. Latihan simulasi mencakup role playing, vestibule training,

dan experiential learning.

c. Role playing: disebut juga sebagai sosiodrama atau psikodrama adalah

suatu metode pelatihan tentang interaksi yang mencakup perilaku yang

realistik dalam suatu situasi khayalan. Role playing merupakan salah

satu metode paling efektif guna meningkatkan keterampilan karyawan.

Dalam metode ini, peserta diberi peran berbeda dalam situasi tertentu.

15 Universitas Kristen Petra

Para pemeran harus cepat bertindak untuk menanggapi situasi yang

berubah dan bereaksi seperti dalam peran yang sebenarnya.

d. Vestibule training: pelatihan dimana para peserta mempelajari

pekerjaan dalam suatu keadaan yang didesain mendekati lingkungan

pekerjaan yang sebenarnya. Tipe metode pelatihan ini digunakan

apabila penggunaan peralatan yang sebenarnya oleh karyawan yang

tidak terlatih dapat menimbulkan risiko. Metode pelatihan ini

memberikan keuntungan bahwa peserta dilatih seperti melakukan

pekerjaan yang sebenarnya dan karena biasanya peserta sedikit, maka

setiap pertanyaan dapat segera memperoleh jawaban dari pelatih.

Namun, metode ini mahal karena harus menyediakan peralatan khusus

dan pesertanya hanya sedikit. Menurut Ardana, Mujiati, Utama (2012,

p.99), pelatihan ini untuk meningkatkan keterampilan, terutama yang

besifat teknikal, di tempat pekerjaan, tanpa menganggu kegiatan

organisasi sehari-hari.

e. Experiential learning: metode pelatihan di mana para peserta pelatihan

memperoleh pemahaman tentang materi pelatihan (baik keterampilan

maupun pengetahuan) melalui praktik secara langsung. Dengan

demikian peserta akan memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang

senyatanya. Untuk memperoleh ini para peserta harus terlibat secara

aktif, merenungkan pengalamannya, memiliki dan menggunakan

kecakapan analitik guna mengonseptualisasikan pengalaman yang

diperoleh dan memiliki kecakapan untuk membuat keputusan dan

memecahkan masalah dengan maksud untuk menggunakan gagasan-

gagasan baru yang diperoleh dari pengalaman.

f. Audio visual: metode pelatihan yang menggunakan peralatan audio

(misalnya mikrofon dan tape recorder), dan visual (misalnya kamera,

proyektor film, CD, DVD players) sebagai media utama. Hal ini berarti

melibatkan indra pendengaran dan penglihatan dari para peserta

pelatihan.

g. Case study: para peserta diminta untuk menganalisis secara mendalam

untuk menemukan dan memecahkan suatu kasus atau masalah tertentu,

16 Universitas Kristen Petra

baik masalah yang sebenarnya atau yang disimulasikan. Para peserta

baik secara individual maupun secara kelompok diminta untuk

menganalisis dan memecahkan masalah-masalah seperti proyek,

kebijakan, strategi, persaingan bisnis, kelembagaan, dan lain-lain.

Metode ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan analitik,

pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

2.2.3 Tujuan Pelatihan

Menurut Kasmir (2016, p.131), beberapa tujuan dari pelatihan, yaitu:

a. Menambah pengetahuan baru

Dengan bertambahnya pengetahuan karyawan, maka secara tidak langsung

akan mengubah perilakunya dalam bekerja.

b. Mengasah kemampuan karyawan

Karyawan yang semula belum optimal, setelah dilatih diharapkan menjadi

optimal.

c. Meningkatkan keterampilan

Disamping memiliki pengetahuan karyawan juga diharapkan lebih terampil

untuk mengerjakan pekerjaannya.

d. Meningkatkan rasa tanggung jawab

Dengan adanya rasa tanggung jawab, karyawan akan bekerja lebih serius,

sehingga hasil pekerjannya menjadi lebih baik.

e. Meningkatkan ketaatan

Biasanya karyawan akan diberitahu tentang segala suatu kebijakan dan

aturan perusahaan. Karyawan juga diberitahukan tentang sanksi-sanksi

yang diberikan apabila melanggar.

f. Meningkatkan rasa percaya diri

Karyawan akan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang lebih setelah

mengikuti pelatihan sehingga karyawan merasa percaya diri untuk

menjalankan pekerjaannya.

g. Memperdalam rasa memiliki perusahaan

Dengan tumbuhnya rasa memiliki kepada perusahaan, maka akan dapat

meningkatkan produktivitas kerja atau prestasi kerja menjadi lebih baik.

17 Universitas Kristen Petra

h. Memberikan motivasi kerja

Karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja berkat dorongan yang

diberikan perusahaan.

i. Menambah loyalitas

Kesetiaan karyawan kepada perusahaan meningkat, akan mengurangi turn

over karyawan.

j. Memahami lingkungan kerja

Saat mengikuti pelatihan, karyawan sudah dilatih kerja sama dengan

karyawan lain, mengenal alat-alat kerja, dan prosedur kerja.

k. Memahami budaya perusahaan

Karyawan dapat memahami dan mengamalkan norma-norma atau

kebiasaan yang berlaku dalam perusahaan karena di dalam pelatihan materi

tentang budaya perusahaan juga harus diajarkan.

l. Membentuk team work

Karyawan mampu menghindari diri dari sikap individual dan menekankan

kepentingan bersama.

2.2.4 Manfaat Pelatihan

Menurut Suparyadi (2015, p. 185), manfaat pelatihan sebagai berikut:

a. Meningkatkan kemandirian

Karyawan yang menguasai pengetahuan dan memiliki keterampilan di

bidang pekerjaannya akan lebih mandiri dan hanya sedikit memerlukan

bantuan atasan untuk melaksanakan pekerjaannya.

b. Meningkatkan motivasi

Dengan menguasai pengetahuan dan keterampilan, karyawan menjadi lebih

yakin dan percaya diri mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik,

serta karyawan sadar bahwa dirinya menjadi bagian dan diperlukan

kontribusinya, sehingga mereka merasa dihargai oleh organisasi.

c. Menumbuhkan rasa memiliki

Rasa diakui keberadaannya dan kontribusinya serta pemahaman tentang

tujuan-tujuan organisasi yang diperoleh selama pelatihan dapat

18 Universitas Kristen Petra

menumbuhkan rasa tanggung jawab pada setiap karyawan terhadap masa

depan dan eksistensi organisasi.

d. Mengurangi keluarnya karyawan

Karyawan yang merasa nyaman dengan pekerjaan dan organisasinya akan

merasa puas, sehingga mereka tidak berpikir untuk keluar dari pekerjaannya

dan mencari pekerjaan di perusahaan lain.

e. Meningkatkan laba perusahaan

Karyawan yang terlatih dengan baik akan mampu memproduksi barang dan

atau jasa yang dapat memuaskan pelanggan, sehingga hal ini dapat

mendorong pelanggan menjadi setia atau loyal. Dengan demikian sangat

mungkin penjualan menjadi lebih banyak, sehingga laba perusahaan dapat

meningkat.

Sedangkan menurut Kasmir (2016, p.133), manfaat pelatihan meliputi:

a. Perencanaan karir

Dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya akan memberikan

nilai tambah guna peningkatan karir

b. Kompensasi

Dengan kemampuan yang meningkat, biasanya karyawan juga akan

memperoleh kompensasi yang lebih baik.

c. Alat negosiasi

Karyawan yang telah mengikuti pelatihan, akan memiliki tambahan

kemapuan dan keterampilan yang dapat menjadi nilai tawar dalam hal

penawaran jabatan atau kompensasi yang diinginkan.

d. Memiliki kepuasan tersendiri

Memiliki rasa kepuasan sendiri dalam bekerja setelah mengikuti pelatihan,

sangat dibutuhkan agar karyawan dapat bekerja dengan baik.

e. Refreshing

Pelatihan mampu menyegarkan kembali semangat dalam bekerja, sehingga

kondisi kerja dan prestasi kerja dapat ditingkatkan kembali.

19 Universitas Kristen Petra

2.2.5 Karyawan yang Membutuhkan Pelatihan

Menurut Suparyadi (2015, p. 198), karyawan-karyawan yang memerlukan

pelatihan sebagai berikut:

a. Karyawan baru: karyawan baru hasil seleksi terhadap pelamar eksternal

biasanya masih mengalami kekurangan dalam kecakapan dasar untuk

melaksanakan pekerjaannya sehingga mereka memerlukan pelatihan untuk

melaksanakan tugas-tugas pada pekerjaan yang dipangkunya itu.

b. Karyawan lama yang mendapatkan pekerjaan baru/mutasi lintas fungsi:

karyawan yang mendapatkan pekerjaan baru ada kalanya masih

memerlukan pelatihan, terutama apabila tugas-tugas yang harus dilakukan

pada pekerjaan baru itu sangat berbeda dengan pekerjaan lama.

c. Karyawan yang berkinerja rendah: karyawan yang berkinerja rendah dapat

menghambat pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan organisasi,

sehingga perlu dilatih agar memiliki kinerja yang diperlukan untuk

melaksanakan strategi tersebut.

d. Karyawan yang mengoperasikan teknologi baru: karyawan yang ditugasi

untuk mengoperasikan teknologi baru perlu mendapatkan pelatihan

terlebih dahulu agar teknologi tersebut dapat memberikan manfaat yang

optimal bagi operasi perusahaan.

e. Karyawan yang akan ditugaskan ke luar negeri: pelaksanaan tugas-tugas di

luar negeri memiliki banyak perbedaan dengan pelaksanaan tugas-tugas di

dalam negeri, seperti adanya perbedaan dalam budaya, sistem politik dan

hukum, dan lain-lain, sehingga karyawan perlu dilatih agar mampu

mengelola perbedaan itu dengan baik dan memberi manfaat yang besar

bagi perusahaan.

f. Karyawan yang terlibat pengembangan bisnis: pengembangan bisnis,

seperti produk baru, memasuki pasar baru, atau pengembangan unit bisnis

baru selalu berisiko perlunya meningkatkan kemampuan dan/atau

keterampilan karyawan yang dilibatkan dalam pengembangan bisnis

tersebut.

g. Karyawan yang terkait dengan keluhan pelanggan: keluhan pelanggan

adalah isyarat negatif terhadap bisnis yang harus segera direspons oleh

20 Universitas Kristen Petra

perusahaan untuk melakukan perbaikan agar pelanggan tetap puas. Oleh

karena itu, karyawan yang kinerjanya dapat membuat pelanggan kecewa

harus dilatih sehingga dapat memenuhi keinginan pelanggan.

2.3 Tahapan Pelatihan Sumber Daya Manusia

Noe et al. (2006) mengemukakan bahwa program pelatihan bagi karyawan

perlu diawali dengan melakukan beberapa analisis terhadap aspek-aspek yang

terkait dengan pelatihan itu sendiri (dalam Suparyadi, 2015, p. 192). Analisis ini

dilakukan guna memastikan apakah program pelatihan memang perlu diadakan,

siapa peserta pelatihannya, dan untuk melakukan tugas-tugas apa saja karyawan

tersebut butuh dilatih.

Menurut Sinambela (2016, p.182), terdapat tahapan dalam proses pelatihan,

yang dimulai dari penilaian kebutuhan, memastikan kesiapan para pegawai untuk

pelatihan, mengondisikan lingkungan pembelajaran, memilih metode pelatihan dan

mengevaluasi program pelatihan.

2.3.1 Mengidentifikasi Kebutuhan Pelatihan

Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan mengacu pada proses yang

digunakan untuk menentukan apakah pelatihan itu diperlukan. Penilaian kebutuhan

biasanya meliputi analisis organisasi, analisis individu, dan analisis tugas. Di dalam

praktiknya, ketiga hal tersebut tidak dilakukan dengan urutan tertentu. Namun,

karena analisis organisasi berhubungan dengan mengidentifikasi apakah pelatihan

sesuai dengan tujuan strategi organisasi dan apakah organisasi ingin mencurahkan

waktu dan uang untuk pelatihan, maka biasanya dilakukan terlebih dahulu.

Sedangkan analisis individu dan tugas sering kali dilakukan pada saat yang

bersamaan (Sinambela, 2016, p.183).

a. Analisis organisasi/ Organizational analysis

Para manajer harus memperhatikan tiga faktor sebelum memilih pelatihan

sebagai pemecahan masalah dari titik tekanan apapun, yakni arah strategis

organisasi, sumber-sumber pelatihan yang tersedia, serta dukungan dari

para manajer dan rekan kerja terhadap aktivitas-aktivitas pelatihan. Sikap

positif di antara rekan kerja dan manajer tentang keterlibatannya pada

21 Universitas Kristen Petra

aktivitas-aktivitas pelatihan, kesediaan para manajer dan rekan kerja untuk

memberikan pengetahuan, mengajarkan keterampilan dan perilaku adalah

salah satu faktor dari keberhasilan pelatihan. Pelatihan juga harus

membantu organisasi untuk mengimplementasikan strategi bisnis yang

ditetapkan. Sumber-sumber pelatihan juga harus diidentifikasi seperti

apakah organisasi memiliki anggaran, waktu dan keahlian dalam pelatihan.

Apabila kurang waktu dan keahlian, organisasi dapat memutuskan untuk

menyerahkan pelatihan kepada konsultan. Menurut Ardana, Mujiati dan

Utama (2012,p.94), cara untuk memperoleh informasi ini dapat melalui

angket, wawancara atau pengamatan.

b. Analisis tugas/ task analysis

Analisis tugas adalah suatu kegiatan mengidentifikasi berbagai kondisi

pelaksanaan tugas-tugas yang telah ditetapkan. Berbagai kondisi tersebut

mencakup pengidentifikasian peralatan dan lingkungan dimana pegawai

bekerja, kendala waktu, pertimbangan keamanan atau standar kinerja. Hasil

dari analisis tugas merupakan uraian dari berbagai aktivitas pekerjaan

meliputi tugas-tugas yang dilakukan organisasi dan pengetahuan,

keterampilan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

tugas-tugasnya. Langkah pertama analisis tugas yaitu dengan memilih

pekerjaan yang akan dianalisis, mengembangkan daftar awal tugas-tugas

yang akan dilakukan pada pekerjaan dengan mewawancarai dan mengamati

organisasi dan para manajer, serta berbicara dengan orang lain yang

melakukan analisis tugas, yang ketiga menetapkan daftar awal tugas-tugas

yang membutuhkan keikutsertaan para manajer sebagai ahli subjek materi.

Terakhir, mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan atau kemampuan apa

yang diperlukan dalam setiap tugas. Menurut Ardana, Mujiati dan Utama

(2012,p.94), untuk memperoleh informasi tersebut dapat dilakukan tes

personal, wawancara, rekomendasi, dan evaluasi rekan sekerja.

c. Analisis individu/ person analysis

Analisis individu membantu manajer dalam mengidentifikasi apakah

pelatihan sesuai dan pegawai membutuhkan pelatihan. Faktor yang

mempengaruhi kinerja pegawai merupakan karakteristik individu, masukan,

22 Universitas Kristen Petra

keluaran, akibat dan umpan balik. Karakteristik individu mengacu pada

pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan sikap pegawai. Masukan

berhubungan dengan berbagai pengajaran yang memberitahukan tentang

apa, bagaimana, dan kapan harus bekerja, selain itu juga mengacu pada

dukungan yang diberikan dalam bekerja. Keluaran mengacu pada standar-

standar kinerja organisasi. Akibat merupakan insentif yang diterima

pegawai karena bekerja dengan baik. Umpan balik merupakan informasi

yang diterima pegawai ketika bekerja.

2.3.2 Memastikan Kesiapan Para Pegawai untuk Pelatihan

Kesiapan terhadap pelatihan mengacu pada: apakah pegawai memiliki

karakteristik pribadi, khusunya tentang kemampuan, sikap, keyakinan, dan

motivasi yang diperlukan untuk mempelajari isi program dan menerapkannya di

tempat kerja? Dan kedua, apakah lingkungan pekerjaan akan mempermudah

pembelajaran sehingga kinerja tidak terganggu. Motivasi untuk belajar merupakan

keinginan dari setiap orang yang dilatih untuk mempelajari isi program pelatihan.

2.3.3 Mengondisikan Lingkungan Pembelajaran

Para psikolog pendidikan dan industri, serta ahli perencanaan pengajaran

telah mengidentifikasi beberapa kondisi dimana organisasi dapat belajar dengan

baik.

Tabel 2.1. Kondisi Pembelajaran dan Rekomendasi Penerapan pada Pelatihan

Berbagai kondisi

pembelajaran Rekomendasi dan penerapannya pada pelatihan

Harus mengetahui

alasan mereka belajar

Organisasi harus memahami maksud dan tujuan pelatihan agar

membantunya memahami alasan dibutuhkan pelatihan.

23 Universitas Kristen Petra

Materi pelatihan yang

bermakna

Motivasi belajar akan meningkat ketika pelatihan dikaitkan untuk

membantu pembelajaran (seperti yang berkaitan dengan tugas

pekerjaan, masalah, peningkatan keterampilan saat ini atau

berhadapan dengan pekerjaan atau perubahan pada organisasi).

Berbagai peluang

praktik

Orang yang dilatih harus menunjukkan hal-hal yang telah dipelajari

agar menjadi lebih nyaman menggunakannya dan dapat

memasukkan ke dalam ingatan.

Mengamati

pengalaman dan

berinteraksi dengan

orang lain

Memperoleh berbagai sudut pandang baru dan wawasan tentang

bekerja dengan orang lain.

Koordinasi dan

administrasi program

yang baik

Menghilangkan berbagai gangguan perhatian yang dapat

menghambat proses pembelajaran, seperti panggilan telpon seluler.

Memastikan ruang dikelola secara tepat, nyaman dan sesuai dengan

metode pelatihan. Orang yang dilatih harus menerima berbagai

pemberitaan tentang tujuan, tempat, jam dan setiap materi diterima

sebelum pelatihan dimulai seperti kasus atau bacaan.

Memasukkan materi

pelatihan ke dalam

ingatan

Mempermudah mengingat materi pelatihan setelah mengikuti

pelatihan, seperti mengajarkan kata-kata kunci

Sumber: Sinambela (2016, p. 188)

2.3.4 Memilih Metode Pelatihan

Pemilihan metode pelatihan baik on the job training maupun off the job

training dapat membantu para pegawai dalam memperoleh pengetahuan,

keterampilan dan perilaku yang baru.

2.3.5 Mengevaluasi Program Pelatihan

Menurut Mangkunegara (2013, p.59), terdapat empat kriteria yang dapat

digunakan sebagai pedoman dari ukuran kesuksesan pelatihan, yaitu:

24 Universitas Kristen Petra

a. Pendapat: didasarkan bagaimana pendapat peserta pelatihan mengenai

program pelatihan yang telah dilakukan. Hal ini dapat diungkapkan melalui

kuisioner. Bagaimana pendapat peserta mengenai materi yang diberikan,

pelatih, metode yang digunakan, situasi pelatihan.

b. Belajar: diperoleh dengan menggunakan tes pengetahuan, tes keterampilan

yang mengukur skill, dan kemampuan peserta.

c. Perilaku: diperoleh dengan menggunakan tes keterampilan kerja. Sejauh

mana ada perubahan peserta sebelum pelatihan dan setelah pelatihan.

d. Hasil: dihubungkan dengan hasil yang diperoleh seperti menekan turnover,

berkurangnya tingkat absen, meningkatnya produktivitas, meningkatnya

penjualan, meningkatnya kualitas kerja dan produksi.

2.4 Perbedaan antara Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia

Menurut Gómez-Mejía, Balkin, Cardy (2010, p.274), pelatihan memiliki

fokus pada tuntutan pekerjaan masa kini sedangkan pengembangan fokus pada

masa kini dan di masa depan (memenuhi kebutuhan jangka panjang), dengan

maksud ingin mempersiapkan karyawan untuk memegang tanggung jawab

pekerjaan yang lebih besar. Ruang lingkup pelatihan individual, sedangkan ruang

lingkup pengembangan adalah kelompok kerja atau organisasi. Pelatihan untuk

mengatasi kinerja yang bermasalah, berbeda dengan pengembangan yang

menekankan pada pengembangan keterampilan dan fleksibilitas tenaga kerja.

Tabel 2.2. Training Versus Development

Training Development

Focus Current job Current and future jobs

Scope Individual employees Work group or

organization

Time frame Immediate Long term

Goal Fix current skill deficit Prepare for future work

demands

Sumber: Gómez-Mejía, Balkin, Cardy (2010, p.274)

25 Universitas Kristen Petra

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Nama dan Judul

penelitian

Metode Tujuan Hasil penelitian

Sun, Ross, Liu (2011).

Evaluating

Management Training

and Development in a

Cross-cultural Context

pada Journal of chinese

Human Resources

management.

Kualitatif dengan

focus group

interview dan

document reviews

(China)

Mengevaluasi

pelatihan dan

pengembangan

manajemen di

China dengan

pelatihan lintas

budaya.

Manajer di China mendapat

pengetahuan baru dan

perubahan pola pikir melalui

pelatihan. Fokus pertemuan

kelompok disarankan untuk

mengumpulkan informasi

pasca pelatihan dengan

narasumber terutama oleh

mantan trainee dan manajer

lini. Masuknya evaluasi pra-

kursus membantu

mengklarifikasi

kesalahpahaman yang tidak

jelas, program yang tidak

memadai, yang ditemukan

sebagai masalah utama.

Hassi, Storti,

Azennoud (2011).

Corporate Trainer’s

Credibility and

Cultural Values pada

Cross Cultural

Management: An

International Journal

Kualitatif dengan

wawancara

mendalam dan

grounded theory

(Canada dan

Morocco)

Menentukan

kredibilitas apa

yang harus dimiliki

sebagai pelatih di

Kanada dan

Moroko

Kesamaan muncul tentang

beberapa faktor penentu

dalam kedua budaya seperti

kualifikasi dan kompetensi.

Namun, informan Kanada

menekankan pelatih pada

kinerja, keadilan dan

kepercayaan diri, sementara

Maroko menekankan nilai

kebijaksanaan, kejujuran,

kepercayaan dan pelatih akan

menjadi panutan.

26 Universitas Kristen Petra

Dirani (2012),

Professional Training

as a Strategy for Staff

Development pada

European Journal of

Training and

Development,

Kualitatif dengan

observasi dan

wawancara semi

terstruktur

(Lebanon)

Mengeksplorasi

persepsi peserta

pelatihan tentang

program pelatihan

profesional pada

pengembangan

keterampilan.

HRD diminta meningkatkan

keahlian dengan memberi

wawasan yang lebih baik

serta membuat strategi dan

prosedur yang terkait dengan

misi organisasi. Strategi

HRD yaitu mengintegrasikan

pembelajaran karyawan

dengan bisnis saat ini, fokus

pada pengembangan karir

karyawan, dan menciptakan

budaya responsif. Dukungan

manajemen penting bagi

keberhasilan pelatihan

profesional.

Andrioni dan Popp

(2012). Plea for the

Development of

Human Resources

Through Professional

Training in Romania

pada Procedia Social

and Behavioral

Sciences

Kualitatif dengan

wawancara semi

terstruktur

(Romania)

Memberikan

kontribusi terhadap

tercapainya tujuan

Uni Eropa untuk

meningkatkan

tingkat kerja

perempuan yang

dikarenakan wanita

Roma tidak dilatih

secara professional.

Meningkatkan kesadaran

tentang kemampuan dan

bakat pribadi untuk

mengatasi hambatan akan

kurangnya kompetensi di

bidang penggunaan

komputer, kursus pelatihan

bagi perempuan Roma

melalui kegiatan non-formal

dan informal untuk

keterampilan komputer dan

kompetensi digital dapat

dilakukan. Pelatihan

profesional diperlukan dalam

transisi menuju ekonomi

pasar yang kompeten.

27 Universitas Kristen Petra

Mohotti, Chandana,

Teare (2013).

Responding to the

Tourism Industry

Training and Human

Resource Challenges

in Sri Lanka pada

Worldwide Hospitality

and Tourism Themes.

Kualitatif dengan

wawancara

(Srilanka)

Melihat tantangan

pengembangan

sumber daya

manusia dari

perspektif

Kementerian

Pembangunan

Ekonomi yang

didanai Sri Lanka

Institute of Tourism

and Hotel

Management

Tantangan utama adalah

pertumbuhan pariwisata

sehingga membutuhkan 500

ribu karyawan lima tahun ke

depan, baik dari segi

kuantitas dan kualitas,

mengingat keterbatasan dan

inefisiensi yang sering

menjadi ciri negara

berkembang, maka institut

fokus pada pelatihan untuk

posisi manajemen puncak

dan menengah dilengkapi

dengan program kursus

singkat.

Vinesh (2014). Role of

Training &

Development in an

Organizational

Development pada

International Journal

of Management and

International Business

Studies.

Kualitatif dengan

observasi dan

wawancara

(India)

Mengetahui

dampak dari

pelatihan dan

pengembangan

pada organisasi

Pelatihan dan pengembangan

dapat meningkatkan

efektifitas dan produktifitas

organisasi serta

meningkatkan kualitas

manajemen sumber daya

manusia. Organisasi

membuat rencana pelatihan

dan pengembangan dengan

tujuan agar karyawan dapat

memberi layanan berkualitas

tinggi.

Dragomiroiu, Hurloiu,

Mihai (2014).

Induction Staff

Training pada

Procedia Economics

and Finance

Kualitatif dengan

wawancara

(Romania)

Mendeskripsikan

pengalaman

pelatihan karyawan

baru dalam

hubungannya

dengan organisasi

Induksi diselenggarakan

mengurangi efek negatif dari

perubahan lingkungan dan

gaya hidup yang drastis, dan

mempercepat adaptasi

karyawan baru. Tujuan dari

pelatihan induksi adalah

28 Universitas Kristen Petra

dan lingkungan

kerja

penyesuaian sosial dan

psikologis yang

mempermudah adaptasi

karyawan baru di lingkungan

organisasi. Berbagi

pegetahuan antara rekan

kerja, pelatihan dan

pendidikan adalah dasar dari

setiap pengembangan

karyawan organisasi modern.

Uddin, Solaiman,

Mowla (2014). Human

Resources

Development Through

Training: A Study on

Business Teachers of

Bangladesh pada

Advances in

Environmental Biology

Kualitatif

dengan wawancara

(Bangladesh)

Mengidentifikasi

metode pelatihan

guru yang efektif

untuk menciptakan

lulusan bisnis yang

produktif

Metode pelatihan untuk guru

dapat dengan membentuk

kelompok kecil, diskusi,

investigasi, studi kasus,

konsultasi, penelitian,

presentasi, dan seminar.

Training of Teachers (TOT)

dapat berkontribusi pada

pelatihan guru dengan

menciptakan lingkungan

belajar yang menyenangkan

sehingga akan menjadi alat

yang efektif untuk membagi

pengetahuan, pengalaman,

sumber daya demi mencapai

efektifitas dan efisiensi

pelatihan guru.

Erina, Ozola, Sarkane

(2015). The

Importance of

Stakeholders in

Human Resource

Training Projects pada

Kualitatif dengan

wawancara

(Latvia)

Melihat model

evaluasi yang

dilakukan

stakeholders dalam

proyek-proyek

pelatihan sumber

daya manusia.

Mengevaluasi sejauh mana

penerapan pengetahuan dan

keterampilan dalam

menjalankan pekerjaan dan

apakah ada perubahan sikap

di tempat kerja, dipandang

sebagai faktor positif untuk

organisasi yang sukses. Hasil

29 Universitas Kristen Petra

Procedia Social and

Behavioral Sciences

penelitian juga menunjukkan,

proyek pelatihan harus sesuai

memenuhi kepentingan

pribadi dan kepentingan

professional.

Detsimas, Coffey,

Sadiqi, dan Mei

(2016). Workplace

Training and Generic

and Technical Skill

Development in the

Australian

Construction Industry

pada Journal of

Management

Development,

Kualitatif dengan

wawancaera

(Queensland,

Austalia)

Mengetahui

penyebab

kesenjangan

keterampilan teknis

dan generik dalam

industri konstruksi

di Queensland,

Australia dan

pelatihan apa yang

dibutuhkan

Karyawan perlu memiliki

baik pengetahuan praktis dan

teoritis untuk menjadi

kompeten. Pengetahuan

diperoleh dari kesempatan

pelatihan formal dan

informal yang seimbang.

Partisipasi dalam pelatihan

kerja tinggi, tetapi

lingkungan pelatihan kerja

saat ini tidak mendorong

pengembangan keterampilan

yang seimbang. Tidak

adanya arus mekanisme

pelatihan formal dan

seimbang, membuat pekerja

konstruksi berinisiatif

melakukan pengembangan

diri sendiri untuk

mengembangkan

pengetahuan teoritis.

Sumber: Sun, et al (2011); Hassi, et al (2011); Dirani (2012); Andrioni dan

Popp (2012); Mohotti, et al (2013); Vinesh (2014); Dragomiroiu, et al

(2014); Uddin, et al (2014); Erina, et al (2015); Detsimas, et al (2016)

30 Universitas Kristen Petra

2.6 Kerangka Berpikir Penelitian

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian

Sumber: Sinambela (2016), Suparyadi (2015), Mangkunegara (2013) telah

diolah kembali oleh penulis

PT Restu Baru Indonesia

Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan:

a. Analisis organisasi

b. Analisis tugas

c. Analisis individu

Memastikan kesiapan pegawai untuk pelatihan

Mengondisikan lingkungan pembelajaran

Memilih metode pelatihan

Mengevaluasi program pelatihan:

a. Pendapat

b. Belajar

c. Perilaku

d. Hasil

Off the Job Training:

a. Lectures

b. Simulation

c. Role playing

d. Vestibule training

e. Experiential learning

f. Audio visual

g. Case study

Pelatihan Sumber Daya Manusia

On the Job Training:

a. Coaching

b. Demonstration

c. Job rotation

d. Projects