6 2. LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of 6 2. LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya ...
6 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Sumber daya manusia
Menurut Suit-Almasdi (1996) yang dikutip dalam Ardana, Mujiati dan
Utama (2012, p.5) sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir dan berkarya
manusia yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu digali, dibina serta
dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan
manusia.
Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi menurut Ndraha (1999)
adalah sumber daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif
tetapi juga nilai kompetitif-generatif-inovatif dengan menggunakan energi tertinggi
seperti: intelligence, creativity, dan imagination, tidak lagi semata-mata
menggunakan energi kasar, seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga otot, dan
sebagainya (dalam Sutrisno, 2005, p.4).
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia
memiliki kemampuan, pengetahuan, dan kreatifitas untuk melaksanakan suatu
kegiatan baik bersifat teknis maupun manajerial.
2.1.2 Peranan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat menentukan hidup
matinya suatu perusahaan. Apabila sumber daya manusia bermoral baik, disiplin,
loyalitas dan produktif maka perusahaan dapat hidup berkembang dengan baik
(Ardana, Mujiati dan Utama, 2012, p.6). Peranan tersebut dibedakan menjadi tiga:
a. Sumber daya manusia pengemban misi perusahaan
Semua perusahaan pasti memiliki visi, misi, sasaran dan tujuan. Visi dan
misi tidak akan tercapai tanpa diemban oleh sumber daya manusia. Sumber
daya manusia perlu memiliki keunggulan dan kesungguhan dalam
bekerjasama mencapai tujuan.
b. Sumber daya manusia sebagai pimpinan/manajer perusahaan
7 Universitas Kristen Petra
Pimpinan/manajer dalam perusahaan terbagi atas tiga tingkatan, yakni
pimpinan puncak, pimpinan menengah, dan pimpinan tingkat bawah.
Peranan pimpinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan perusahaan
karena pimpinan yang menentukan dan memegang kunci dalam
pengambilan keputusan setiap kebijakan perusahaan. Dalam menjalankan
peranannya, setiap pimpinan melakukan banyak kegiatan, yaitu membuat
perencanaan, memberi perintah/petunjuk, mengawasi pelaksanaan
pekerjaan, menilai hasil kerja dan memberi nasehat.
c. Sumber daya manusia sebagai pekerja
Peranan pekerja dalam perusahaan demikian penting sehingga semua unsur
yang ada di dalamnya tidak akan berfungsi tanpa manusia. Peranan seorang
pekerja dalam perusahaan dapat bermanfaat secara optimal apabila memiliki
kemampuan dan diberikan kesempatan. Kemampuan tanpa kesempatan tidak
menghasilkan apa-apa. Sebaliknya, kesempatan tanpa dukungan
kemampuan, hasilnya tidak akan memadai.
2.1.3 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses pemanfaatan sumber
daya manusia secara efektif dan efisien melalui kegiatan perencanaan, penggerakan
dan pengendalian semua nilai yang menjadi kekuatan manusia untuk mencapai
tujuan. Manajemen sumber daya manusia adalah proses pendayagunaan manusia
sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar semua potensi fisik dan psikis yang
dimilikinya berfungsi maksimal untuk mencapai tujuan (Ardana, Mujiati dan
Utama, 2012, p.5) .
Manajemen sumber daya manusia didefinisikan sebagai suatu pengelolaan
dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai). Pengelolaan
dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam dunia kerja
untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai
(Mangkunegara, 2013, p.2).
Berdasarkan definisi manajemen sumber daya manusia diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan manajemen sumber daya manusia
8 Universitas Kristen Petra
adalah perencanaan, pengelolaan dan pengendalian segala potensi yang dimiliki
sumber daya manusia secara efektif dan efisien demi mencapai tujuan organisasi.
2.1.4 Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia
Ardana, Mujiati dan Utama mengumukakan dua tantangan manajemen
sumber daya manusia (2012,p.14), yaitu:
2.1.4.1 Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal adalah kekuatan dari luar yang mempengaruhi
kegiatan perusahaan dan kegiatan manajemen sumber daya manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung (Ardana, Mujiati, dan Utama,
2012,p.14). Tantangan eksternal meliputi:
a. Teknologi: Dampak kemajuan teknologi pada manajemen sumber daya
manusia memiliki dua cara yaitu: 1) melalui pengaruh teknologi yang
merubah industri secara keseluruhan sehingga perlu merancang kegiatan
pendayagunaan manajemen sumber daya manusia untuk mengetahui
perkembangan operasi perusahaan akibat inovasi teknologi; 2)
otomatisasi adalah kemajuan teknologi yang mempengaruhi manajemen,
seperti perkembangan penggunaan komputer yang mengubah kebutuhan
tipe sumber daya manusia. Program penarikan dan pelatihan sumber daya
manusia perlu dirombak dan disesuaikan dengan program komputerisasi
perusahaan.
b. Tantangan ekonomi: Sejalan dengan perkembangan kondisi
perekonomian, permintaan akan sumber daya manusia dan program
pelatihan tumbuh dan berkembang, yang selanjutnya memberikan
tekanan pada peningkatan upah dan perbaikan kondisi kerja.
c. Tantangan situasi politik dan pemerintah: Stabilitas politik dan peraturan
pemerintah merupakan pertimbangan utama bagi manajer dalam
melaksanakan fungsi departemen sumber daya manusia.
d. Tantangan kondisi sosial budaya: kondisi ini berkenan dengan nilai-nilai,
sikap, pandangan dan pola atau gaya hidup yang berkembang di
masyarakat sesuai dengan dinamika budaya, agama, dan pendidikannya.
9 Universitas Kristen Petra
e. Tantangan demografis dan geografis: Demografis menggambarkan
komposisi angkatan kerja seperti tingkat pendidikan, umur, kelamin dan
karakteristik lain. Kondisi geografis mencerminkan lokasi perusahaan
yang berada di lingkungan yang aman, nyaman, dan bersih dengan
berbagai fasilitas yang tersedia serta bisa dengan mudah dan murah
dijangkau oleh karyawan dan masyarakat.
f. Tantangan kondisi pasar tenaga kerja: Reputasi perusahaan adalah
masalah pokok yang tercermin pada kemampuan perusahaan untuk
memuaskan kebutuhan karyawan baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Hal ini tercermin dari kebijakan kompensasi, kesejahteraan
karyawan, pengakuan perusahaan terhadap karyawannya.
g. Tantangan para pesaing: Perusahaan pesaing untuk memperoleh sumber
daya manusia yang berkualitas banyak menempuh jalan pintas, mudah
dan murah yaitu dengan membajak karyawan perusahaan lain.
h. Tantangan globalisasi: Pada akhir abad 20 dan memasuki abad 21 terdapat
kecenderungan perkembangan ke arah bisnis yang global dan
perdagangan bebas. Dari sudut manajemen sumber daya manusia berarti
mengharuskan dilakukan usaha untuk mengantisipasi pengaruh
perkembangan bisnis global tersebut dengan menyiapkan sumber daya
manusia yang mampu bersaing unggul di pasar internasional, mampu
mengatasi gejolak resesi atau kenaikan/penurunan nilai tukar uang
terhadap nilai uang negara lain. Disamping itu, sumber daya manusia
harus mampu menganalisis setiap kebijakan dan peraturan perundangan
yang berbeda bahasa dalam bisnis global/bisnis internasional dan dapat
menyesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat internasional.
i. Perubahan yang cepat: Bisnis merupakan aspek kehidupan yang sangat
dinamis dan mengalami perubahan yang tidak jelas batas-batasnya. Oleh
karena itu, perusahaan yang sukses dan unggul harus mampu
mengadaptasi dan mengantisipasi setiap perubahan lingkungan dan iklim
bisnis dengan memberikan respons yang cepat, tepat, efektif dan efisien.
10 Universitas Kristen Petra
2.1.4.2 Tantangan Internal
Tantangan internal yang timbul dalam perusahaan untuk mencapai
tujuan, baik dalam bidang pemasaran, produksi, keuangan, sumber daya
manusia dan bidang akuntansi (Ardana, Mujiati dan Utama, 2012, p.16).
Tantangan internal meliputi:
a. Karakter organisasi/perusahaan: Setiap perusahaan memiliki sifat yang unik
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Karakter organisasi merupakan
ciri organisasi dengan orang-orangnya, tujuan-tujuannya, teknologinya,
peraturannya dan kebijakannya. Tantangan bagi manajemen sumber daya
manusia adalah menyesuaikan kegiatan sumber daya manusia secara
produktif dengan karakter organisasi.
b. Serikat pekerja: Setiap perjanjian kerja yang mengatur persyaratan kerja
ditandatangani manajemen dan serikat pekerja. Perjanjian itu akan
membatasi kegiatan departemen sumber daya manusia.
c. Sistem informasi: Departemen sumber daya manusia memerlukan informasi
yang terinci dan kemampuan untuk memperoleh informasi tersebut
merupakan tantangan bagi sumber daya manusia. Oleh karena itu,
perusahaan perlu mengembangkan sistem informasi sumber daya manusia
dengan komputer, yang dapat merekam, menyimpan dan menyiapkan
informasi tentang sumber daya manusia sesuai kebutuhan perusahaan.
d. Perbedaan individu karyawan dan sistem nilai: Sumber daya manusia
memiliki perbedaan dalam sikap, perasaan, pikiran, karakteristik.
Kepribadian yang berbeda tersebut harus diperhatikan oleh manajemen agar
tidak terjadi konflik dalam perusahaan.
e. Produktivitas sumber daya manusia: Ukuran tingkat kemampuan karyawan
secara individual dalam menghargai hasil kerjanya dan partisipasinya dalam
menghasilkan barang atau jasa. Penghargaan tersebut dilihat dari kualitas
dan kuantitas output yang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan,
dan memuaskan konsumen. Oleh karena itu, karyawan secara individu
berpengaruh besar terhadap produktivitas perusahaan.
11 Universitas Kristen Petra
2.1.5 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2016) fungsi manajemen sumber daya manusia (p.22)
meliputi:
a. Perencanaan: merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam mencapai tujuan. Perencanaan
dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian yang meliputi,
pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan,
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan
pemberhentian karyawan.
b. Pengorganisasian: kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi, wewenang,
integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi.
c. Pengarahan: kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja
sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan
perusahaan , karyawan dan masyarakat.
d. Pengendalian: kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati
peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila
terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan perbaikan dan
penyempurnaan rencana.
e. Pengadaan: proses penarikan, seleksi, penempatan, dan orientasi untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan perusahaan.
f. Pengembangan: proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis,
konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa
kini maupun masa depan.
g. Kompensasi: pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, uang atau
barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada
perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai
dengan prestasi kerja dan layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primer
serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah.
h. Pengintegrasian: kegiatan mempersatukan kepentingan perusahaan dan
kebutuhan karyawan agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling
12 Universitas Kristen Petra
menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba sedangkan karyawan dapat
memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya.
i. Pemeliharaan: kegiatan memelihara atau meningkatkan kondisi fisik,
mental, dan loyalitas karyawan agar mereka tetap mau bekerja sama sampai
pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan
yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan.
j. Kedisiplinan: merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang
terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik
sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan
kesadaran untuk mentaati peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.
k. Pemberhentian: putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan.
Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan
perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya.
2.2 Pelatihan Sumber Daya Manusia
2.2.1 Pengertian Pelatihan
Menurut Sikula (1981) pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan
jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan teroganisir dimana
pegawai non managerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam
tujuan terbatas. Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai
pelaksana dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis
(dalam Mangkunegara, 2013, p.44).
Menurut Suparyadi (2015) pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses
pembelajaran secara sistematis yang mencakup penguasaan pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, serta perubahan sikap dan perilaku guna
meningkatkan kinerja karyawan (p.185).
Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah proses
pembelajaran jangka pendek pada karyawan non managerial guna menguasai
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, serta terjadi perubahan sikap dan
perilaku karyawan.
13 Universitas Kristen Petra
2.2.2 Metode Pelatihan
Suparyadi (2015, p.205) mengemukakan dua bentuk metode pelatihan yaitu
On the Job Training dan Off the Job Training.
2.2.2.1 Metode On the Job Training (OJT)
Metode ini merupakan salah satu metode yang paling baik untuk
memberikan keterampilan atau kecakapan yang tinggi kepada karyawan
karena metode ini direncanakan, diorganisasikan, dan dilakukan di tempat
kerja serta para karyawan dilatih bagaimana mereka melakukan tugas
pekerjaannya. Menurut Mangkunegara (2013), hampir 90% dari
pengetahuan pekerjaan diperoleh melalui metode on the job training.
Metode on the job training sangat tepat, cocok untuk mengajarkan
pengetahuan, skill dapat dipelajari dalam beberapa hari atau beberapa
minggu (p. 53). Metode ini mampu memberikan gambaran nyata baik dari
aspek situasi dan kondisi lingkungan kerja sehari-hari maupun dari aspek
perilaku kerja yang harus ditampilkan oleh setiap karyawan.
Pelaksanaan metode On the Job Training dapat didasarkan pada empat
metode (Suparyadi, 2015, p.205) sebagai berikut:
a. Coaching: metode dimana atasan atau seorang ahli memberikan arahan
kepada bawahan atau instruksi bagaimana bawahan itu harus melakukan
tugas-tugas pekerjaannya.
b. Demonstration: metode penyajian materi pelatihan dengan cara
memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta pelatihan tentang
suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya
sekedar tiruan. Dalam metode ini pelatih memiliki peran sentral. Ia aktif
memperagakan atau mempertunjukkan tentang proses, situasi, atau
benda tertentu secara konkret kepada peserta pelatihan.
c. Job rotation: karyawan diberi beberapa pekerjaan yang berbeda dengan
memindahkan mereka dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Dengan
demikian, karyawan dapat memperoleh pengalaman yang lebih luas
sehingga mereka dapat melakukan beberapa tipe pekerjaan yang
berbeda.
14 Universitas Kristen Petra
d. Projects: metode ini memberikan penyadaran kepada peserta pelatihan
tentang adanya masalah. Mereka harus merumuskan masalah apa yang
sedang terjadi, mengumpulkan data, mengonstruksi berbagai ilmu
pengetahuan yang mereka miliki guna membuat suatu hipotesis untuk
dibuktikan sehingga mereka dapat mencapai produk nyata.
2.2.2.2 Metode Off the Job Training
Suatu metode pelatihan yang berada di suatu tempat tertentu yang
didesain untuk melaksanakan suatu pelatihan, baik itu merupakan fasilitas
pelatihan yang dimiliki sendiri oleh perusahaan, maupun yang dimiliki oleh
suatu lembaga pelatihan lain (Suparyadi, 2015, p.208). Pelatihan
dilaksanakan dimana karyawan dalam keadaan tidak bekerja dengan tujuan
agar terpusat pada kegiatan pelatihan saja (Bangun, 2012, p. 211). Metode
off the job training memiliki beberapa bentuk, sebagai berikut:
a. Lectures: perkuliahan merupakan suatu penyajian secara lisan yang
dimaksudkan untuk menjelaskan informasi atau mengajarkan suatu
subjek tertentu, seperti yang dilakukan di universitas. Penyajian lisan ini
dimaksudkan pula untuk menjelaskan informasi penting, sejarah, suatu
latar belakang, teori dan sebagainya. Kritik pada metode ini terutama
karena praktik komunikasinya yang hanya searah dan tidak melibatkan
partisipasi peserta secara signifikan.
b. Simulation: simulasi merupakan aktivitas pelatihan di mana para peserta
ditempatkan pada lingkungan buatan yang mencerminkan kondisi kerja
yang sebenarnya. Simulasi dapat diterapkan dalam area tugas atau
pelatihan situasional dengan maksud untuk memungkinkan orang
mengantisipasi situasi tertentu dan dapat siap untuk bereaksi atau
bertindak. Latihan simulasi mencakup role playing, vestibule training,
dan experiential learning.
c. Role playing: disebut juga sebagai sosiodrama atau psikodrama adalah
suatu metode pelatihan tentang interaksi yang mencakup perilaku yang
realistik dalam suatu situasi khayalan. Role playing merupakan salah
satu metode paling efektif guna meningkatkan keterampilan karyawan.
Dalam metode ini, peserta diberi peran berbeda dalam situasi tertentu.
15 Universitas Kristen Petra
Para pemeran harus cepat bertindak untuk menanggapi situasi yang
berubah dan bereaksi seperti dalam peran yang sebenarnya.
d. Vestibule training: pelatihan dimana para peserta mempelajari
pekerjaan dalam suatu keadaan yang didesain mendekati lingkungan
pekerjaan yang sebenarnya. Tipe metode pelatihan ini digunakan
apabila penggunaan peralatan yang sebenarnya oleh karyawan yang
tidak terlatih dapat menimbulkan risiko. Metode pelatihan ini
memberikan keuntungan bahwa peserta dilatih seperti melakukan
pekerjaan yang sebenarnya dan karena biasanya peserta sedikit, maka
setiap pertanyaan dapat segera memperoleh jawaban dari pelatih.
Namun, metode ini mahal karena harus menyediakan peralatan khusus
dan pesertanya hanya sedikit. Menurut Ardana, Mujiati, Utama (2012,
p.99), pelatihan ini untuk meningkatkan keterampilan, terutama yang
besifat teknikal, di tempat pekerjaan, tanpa menganggu kegiatan
organisasi sehari-hari.
e. Experiential learning: metode pelatihan di mana para peserta pelatihan
memperoleh pemahaman tentang materi pelatihan (baik keterampilan
maupun pengetahuan) melalui praktik secara langsung. Dengan
demikian peserta akan memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang
senyatanya. Untuk memperoleh ini para peserta harus terlibat secara
aktif, merenungkan pengalamannya, memiliki dan menggunakan
kecakapan analitik guna mengonseptualisasikan pengalaman yang
diperoleh dan memiliki kecakapan untuk membuat keputusan dan
memecahkan masalah dengan maksud untuk menggunakan gagasan-
gagasan baru yang diperoleh dari pengalaman.
f. Audio visual: metode pelatihan yang menggunakan peralatan audio
(misalnya mikrofon dan tape recorder), dan visual (misalnya kamera,
proyektor film, CD, DVD players) sebagai media utama. Hal ini berarti
melibatkan indra pendengaran dan penglihatan dari para peserta
pelatihan.
g. Case study: para peserta diminta untuk menganalisis secara mendalam
untuk menemukan dan memecahkan suatu kasus atau masalah tertentu,
16 Universitas Kristen Petra
baik masalah yang sebenarnya atau yang disimulasikan. Para peserta
baik secara individual maupun secara kelompok diminta untuk
menganalisis dan memecahkan masalah-masalah seperti proyek,
kebijakan, strategi, persaingan bisnis, kelembagaan, dan lain-lain.
Metode ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan analitik,
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
2.2.3 Tujuan Pelatihan
Menurut Kasmir (2016, p.131), beberapa tujuan dari pelatihan, yaitu:
a. Menambah pengetahuan baru
Dengan bertambahnya pengetahuan karyawan, maka secara tidak langsung
akan mengubah perilakunya dalam bekerja.
b. Mengasah kemampuan karyawan
Karyawan yang semula belum optimal, setelah dilatih diharapkan menjadi
optimal.
c. Meningkatkan keterampilan
Disamping memiliki pengetahuan karyawan juga diharapkan lebih terampil
untuk mengerjakan pekerjaannya.
d. Meningkatkan rasa tanggung jawab
Dengan adanya rasa tanggung jawab, karyawan akan bekerja lebih serius,
sehingga hasil pekerjannya menjadi lebih baik.
e. Meningkatkan ketaatan
Biasanya karyawan akan diberitahu tentang segala suatu kebijakan dan
aturan perusahaan. Karyawan juga diberitahukan tentang sanksi-sanksi
yang diberikan apabila melanggar.
f. Meningkatkan rasa percaya diri
Karyawan akan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang lebih setelah
mengikuti pelatihan sehingga karyawan merasa percaya diri untuk
menjalankan pekerjaannya.
g. Memperdalam rasa memiliki perusahaan
Dengan tumbuhnya rasa memiliki kepada perusahaan, maka akan dapat
meningkatkan produktivitas kerja atau prestasi kerja menjadi lebih baik.
17 Universitas Kristen Petra
h. Memberikan motivasi kerja
Karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja berkat dorongan yang
diberikan perusahaan.
i. Menambah loyalitas
Kesetiaan karyawan kepada perusahaan meningkat, akan mengurangi turn
over karyawan.
j. Memahami lingkungan kerja
Saat mengikuti pelatihan, karyawan sudah dilatih kerja sama dengan
karyawan lain, mengenal alat-alat kerja, dan prosedur kerja.
k. Memahami budaya perusahaan
Karyawan dapat memahami dan mengamalkan norma-norma atau
kebiasaan yang berlaku dalam perusahaan karena di dalam pelatihan materi
tentang budaya perusahaan juga harus diajarkan.
l. Membentuk team work
Karyawan mampu menghindari diri dari sikap individual dan menekankan
kepentingan bersama.
2.2.4 Manfaat Pelatihan
Menurut Suparyadi (2015, p. 185), manfaat pelatihan sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemandirian
Karyawan yang menguasai pengetahuan dan memiliki keterampilan di
bidang pekerjaannya akan lebih mandiri dan hanya sedikit memerlukan
bantuan atasan untuk melaksanakan pekerjaannya.
b. Meningkatkan motivasi
Dengan menguasai pengetahuan dan keterampilan, karyawan menjadi lebih
yakin dan percaya diri mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik,
serta karyawan sadar bahwa dirinya menjadi bagian dan diperlukan
kontribusinya, sehingga mereka merasa dihargai oleh organisasi.
c. Menumbuhkan rasa memiliki
Rasa diakui keberadaannya dan kontribusinya serta pemahaman tentang
tujuan-tujuan organisasi yang diperoleh selama pelatihan dapat
18 Universitas Kristen Petra
menumbuhkan rasa tanggung jawab pada setiap karyawan terhadap masa
depan dan eksistensi organisasi.
d. Mengurangi keluarnya karyawan
Karyawan yang merasa nyaman dengan pekerjaan dan organisasinya akan
merasa puas, sehingga mereka tidak berpikir untuk keluar dari pekerjaannya
dan mencari pekerjaan di perusahaan lain.
e. Meningkatkan laba perusahaan
Karyawan yang terlatih dengan baik akan mampu memproduksi barang dan
atau jasa yang dapat memuaskan pelanggan, sehingga hal ini dapat
mendorong pelanggan menjadi setia atau loyal. Dengan demikian sangat
mungkin penjualan menjadi lebih banyak, sehingga laba perusahaan dapat
meningkat.
Sedangkan menurut Kasmir (2016, p.133), manfaat pelatihan meliputi:
a. Perencanaan karir
Dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya akan memberikan
nilai tambah guna peningkatan karir
b. Kompensasi
Dengan kemampuan yang meningkat, biasanya karyawan juga akan
memperoleh kompensasi yang lebih baik.
c. Alat negosiasi
Karyawan yang telah mengikuti pelatihan, akan memiliki tambahan
kemapuan dan keterampilan yang dapat menjadi nilai tawar dalam hal
penawaran jabatan atau kompensasi yang diinginkan.
d. Memiliki kepuasan tersendiri
Memiliki rasa kepuasan sendiri dalam bekerja setelah mengikuti pelatihan,
sangat dibutuhkan agar karyawan dapat bekerja dengan baik.
e. Refreshing
Pelatihan mampu menyegarkan kembali semangat dalam bekerja, sehingga
kondisi kerja dan prestasi kerja dapat ditingkatkan kembali.
19 Universitas Kristen Petra
2.2.5 Karyawan yang Membutuhkan Pelatihan
Menurut Suparyadi (2015, p. 198), karyawan-karyawan yang memerlukan
pelatihan sebagai berikut:
a. Karyawan baru: karyawan baru hasil seleksi terhadap pelamar eksternal
biasanya masih mengalami kekurangan dalam kecakapan dasar untuk
melaksanakan pekerjaannya sehingga mereka memerlukan pelatihan untuk
melaksanakan tugas-tugas pada pekerjaan yang dipangkunya itu.
b. Karyawan lama yang mendapatkan pekerjaan baru/mutasi lintas fungsi:
karyawan yang mendapatkan pekerjaan baru ada kalanya masih
memerlukan pelatihan, terutama apabila tugas-tugas yang harus dilakukan
pada pekerjaan baru itu sangat berbeda dengan pekerjaan lama.
c. Karyawan yang berkinerja rendah: karyawan yang berkinerja rendah dapat
menghambat pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan organisasi,
sehingga perlu dilatih agar memiliki kinerja yang diperlukan untuk
melaksanakan strategi tersebut.
d. Karyawan yang mengoperasikan teknologi baru: karyawan yang ditugasi
untuk mengoperasikan teknologi baru perlu mendapatkan pelatihan
terlebih dahulu agar teknologi tersebut dapat memberikan manfaat yang
optimal bagi operasi perusahaan.
e. Karyawan yang akan ditugaskan ke luar negeri: pelaksanaan tugas-tugas di
luar negeri memiliki banyak perbedaan dengan pelaksanaan tugas-tugas di
dalam negeri, seperti adanya perbedaan dalam budaya, sistem politik dan
hukum, dan lain-lain, sehingga karyawan perlu dilatih agar mampu
mengelola perbedaan itu dengan baik dan memberi manfaat yang besar
bagi perusahaan.
f. Karyawan yang terlibat pengembangan bisnis: pengembangan bisnis,
seperti produk baru, memasuki pasar baru, atau pengembangan unit bisnis
baru selalu berisiko perlunya meningkatkan kemampuan dan/atau
keterampilan karyawan yang dilibatkan dalam pengembangan bisnis
tersebut.
g. Karyawan yang terkait dengan keluhan pelanggan: keluhan pelanggan
adalah isyarat negatif terhadap bisnis yang harus segera direspons oleh
20 Universitas Kristen Petra
perusahaan untuk melakukan perbaikan agar pelanggan tetap puas. Oleh
karena itu, karyawan yang kinerjanya dapat membuat pelanggan kecewa
harus dilatih sehingga dapat memenuhi keinginan pelanggan.
2.3 Tahapan Pelatihan Sumber Daya Manusia
Noe et al. (2006) mengemukakan bahwa program pelatihan bagi karyawan
perlu diawali dengan melakukan beberapa analisis terhadap aspek-aspek yang
terkait dengan pelatihan itu sendiri (dalam Suparyadi, 2015, p. 192). Analisis ini
dilakukan guna memastikan apakah program pelatihan memang perlu diadakan,
siapa peserta pelatihannya, dan untuk melakukan tugas-tugas apa saja karyawan
tersebut butuh dilatih.
Menurut Sinambela (2016, p.182), terdapat tahapan dalam proses pelatihan,
yang dimulai dari penilaian kebutuhan, memastikan kesiapan para pegawai untuk
pelatihan, mengondisikan lingkungan pembelajaran, memilih metode pelatihan dan
mengevaluasi program pelatihan.
2.3.1 Mengidentifikasi Kebutuhan Pelatihan
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan mengacu pada proses yang
digunakan untuk menentukan apakah pelatihan itu diperlukan. Penilaian kebutuhan
biasanya meliputi analisis organisasi, analisis individu, dan analisis tugas. Di dalam
praktiknya, ketiga hal tersebut tidak dilakukan dengan urutan tertentu. Namun,
karena analisis organisasi berhubungan dengan mengidentifikasi apakah pelatihan
sesuai dengan tujuan strategi organisasi dan apakah organisasi ingin mencurahkan
waktu dan uang untuk pelatihan, maka biasanya dilakukan terlebih dahulu.
Sedangkan analisis individu dan tugas sering kali dilakukan pada saat yang
bersamaan (Sinambela, 2016, p.183).
a. Analisis organisasi/ Organizational analysis
Para manajer harus memperhatikan tiga faktor sebelum memilih pelatihan
sebagai pemecahan masalah dari titik tekanan apapun, yakni arah strategis
organisasi, sumber-sumber pelatihan yang tersedia, serta dukungan dari
para manajer dan rekan kerja terhadap aktivitas-aktivitas pelatihan. Sikap
positif di antara rekan kerja dan manajer tentang keterlibatannya pada
21 Universitas Kristen Petra
aktivitas-aktivitas pelatihan, kesediaan para manajer dan rekan kerja untuk
memberikan pengetahuan, mengajarkan keterampilan dan perilaku adalah
salah satu faktor dari keberhasilan pelatihan. Pelatihan juga harus
membantu organisasi untuk mengimplementasikan strategi bisnis yang
ditetapkan. Sumber-sumber pelatihan juga harus diidentifikasi seperti
apakah organisasi memiliki anggaran, waktu dan keahlian dalam pelatihan.
Apabila kurang waktu dan keahlian, organisasi dapat memutuskan untuk
menyerahkan pelatihan kepada konsultan. Menurut Ardana, Mujiati dan
Utama (2012,p.94), cara untuk memperoleh informasi ini dapat melalui
angket, wawancara atau pengamatan.
b. Analisis tugas/ task analysis
Analisis tugas adalah suatu kegiatan mengidentifikasi berbagai kondisi
pelaksanaan tugas-tugas yang telah ditetapkan. Berbagai kondisi tersebut
mencakup pengidentifikasian peralatan dan lingkungan dimana pegawai
bekerja, kendala waktu, pertimbangan keamanan atau standar kinerja. Hasil
dari analisis tugas merupakan uraian dari berbagai aktivitas pekerjaan
meliputi tugas-tugas yang dilakukan organisasi dan pengetahuan,
keterampilan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya. Langkah pertama analisis tugas yaitu dengan memilih
pekerjaan yang akan dianalisis, mengembangkan daftar awal tugas-tugas
yang akan dilakukan pada pekerjaan dengan mewawancarai dan mengamati
organisasi dan para manajer, serta berbicara dengan orang lain yang
melakukan analisis tugas, yang ketiga menetapkan daftar awal tugas-tugas
yang membutuhkan keikutsertaan para manajer sebagai ahli subjek materi.
Terakhir, mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan atau kemampuan apa
yang diperlukan dalam setiap tugas. Menurut Ardana, Mujiati dan Utama
(2012,p.94), untuk memperoleh informasi tersebut dapat dilakukan tes
personal, wawancara, rekomendasi, dan evaluasi rekan sekerja.
c. Analisis individu/ person analysis
Analisis individu membantu manajer dalam mengidentifikasi apakah
pelatihan sesuai dan pegawai membutuhkan pelatihan. Faktor yang
mempengaruhi kinerja pegawai merupakan karakteristik individu, masukan,
22 Universitas Kristen Petra
keluaran, akibat dan umpan balik. Karakteristik individu mengacu pada
pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan sikap pegawai. Masukan
berhubungan dengan berbagai pengajaran yang memberitahukan tentang
apa, bagaimana, dan kapan harus bekerja, selain itu juga mengacu pada
dukungan yang diberikan dalam bekerja. Keluaran mengacu pada standar-
standar kinerja organisasi. Akibat merupakan insentif yang diterima
pegawai karena bekerja dengan baik. Umpan balik merupakan informasi
yang diterima pegawai ketika bekerja.
2.3.2 Memastikan Kesiapan Para Pegawai untuk Pelatihan
Kesiapan terhadap pelatihan mengacu pada: apakah pegawai memiliki
karakteristik pribadi, khusunya tentang kemampuan, sikap, keyakinan, dan
motivasi yang diperlukan untuk mempelajari isi program dan menerapkannya di
tempat kerja? Dan kedua, apakah lingkungan pekerjaan akan mempermudah
pembelajaran sehingga kinerja tidak terganggu. Motivasi untuk belajar merupakan
keinginan dari setiap orang yang dilatih untuk mempelajari isi program pelatihan.
2.3.3 Mengondisikan Lingkungan Pembelajaran
Para psikolog pendidikan dan industri, serta ahli perencanaan pengajaran
telah mengidentifikasi beberapa kondisi dimana organisasi dapat belajar dengan
baik.
Tabel 2.1. Kondisi Pembelajaran dan Rekomendasi Penerapan pada Pelatihan
Berbagai kondisi
pembelajaran Rekomendasi dan penerapannya pada pelatihan
Harus mengetahui
alasan mereka belajar
Organisasi harus memahami maksud dan tujuan pelatihan agar
membantunya memahami alasan dibutuhkan pelatihan.
23 Universitas Kristen Petra
Materi pelatihan yang
bermakna
Motivasi belajar akan meningkat ketika pelatihan dikaitkan untuk
membantu pembelajaran (seperti yang berkaitan dengan tugas
pekerjaan, masalah, peningkatan keterampilan saat ini atau
berhadapan dengan pekerjaan atau perubahan pada organisasi).
Berbagai peluang
praktik
Orang yang dilatih harus menunjukkan hal-hal yang telah dipelajari
agar menjadi lebih nyaman menggunakannya dan dapat
memasukkan ke dalam ingatan.
Mengamati
pengalaman dan
berinteraksi dengan
orang lain
Memperoleh berbagai sudut pandang baru dan wawasan tentang
bekerja dengan orang lain.
Koordinasi dan
administrasi program
yang baik
Menghilangkan berbagai gangguan perhatian yang dapat
menghambat proses pembelajaran, seperti panggilan telpon seluler.
Memastikan ruang dikelola secara tepat, nyaman dan sesuai dengan
metode pelatihan. Orang yang dilatih harus menerima berbagai
pemberitaan tentang tujuan, tempat, jam dan setiap materi diterima
sebelum pelatihan dimulai seperti kasus atau bacaan.
Memasukkan materi
pelatihan ke dalam
ingatan
Mempermudah mengingat materi pelatihan setelah mengikuti
pelatihan, seperti mengajarkan kata-kata kunci
Sumber: Sinambela (2016, p. 188)
2.3.4 Memilih Metode Pelatihan
Pemilihan metode pelatihan baik on the job training maupun off the job
training dapat membantu para pegawai dalam memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang baru.
2.3.5 Mengevaluasi Program Pelatihan
Menurut Mangkunegara (2013, p.59), terdapat empat kriteria yang dapat
digunakan sebagai pedoman dari ukuran kesuksesan pelatihan, yaitu:
24 Universitas Kristen Petra
a. Pendapat: didasarkan bagaimana pendapat peserta pelatihan mengenai
program pelatihan yang telah dilakukan. Hal ini dapat diungkapkan melalui
kuisioner. Bagaimana pendapat peserta mengenai materi yang diberikan,
pelatih, metode yang digunakan, situasi pelatihan.
b. Belajar: diperoleh dengan menggunakan tes pengetahuan, tes keterampilan
yang mengukur skill, dan kemampuan peserta.
c. Perilaku: diperoleh dengan menggunakan tes keterampilan kerja. Sejauh
mana ada perubahan peserta sebelum pelatihan dan setelah pelatihan.
d. Hasil: dihubungkan dengan hasil yang diperoleh seperti menekan turnover,
berkurangnya tingkat absen, meningkatnya produktivitas, meningkatnya
penjualan, meningkatnya kualitas kerja dan produksi.
2.4 Perbedaan antara Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Menurut Gómez-Mejía, Balkin, Cardy (2010, p.274), pelatihan memiliki
fokus pada tuntutan pekerjaan masa kini sedangkan pengembangan fokus pada
masa kini dan di masa depan (memenuhi kebutuhan jangka panjang), dengan
maksud ingin mempersiapkan karyawan untuk memegang tanggung jawab
pekerjaan yang lebih besar. Ruang lingkup pelatihan individual, sedangkan ruang
lingkup pengembangan adalah kelompok kerja atau organisasi. Pelatihan untuk
mengatasi kinerja yang bermasalah, berbeda dengan pengembangan yang
menekankan pada pengembangan keterampilan dan fleksibilitas tenaga kerja.
Tabel 2.2. Training Versus Development
Training Development
Focus Current job Current and future jobs
Scope Individual employees Work group or
organization
Time frame Immediate Long term
Goal Fix current skill deficit Prepare for future work
demands
Sumber: Gómez-Mejía, Balkin, Cardy (2010, p.274)
25 Universitas Kristen Petra
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu
Nama dan Judul
penelitian
Metode Tujuan Hasil penelitian
Sun, Ross, Liu (2011).
Evaluating
Management Training
and Development in a
Cross-cultural Context
pada Journal of chinese
Human Resources
management.
Kualitatif dengan
focus group
interview dan
document reviews
(China)
Mengevaluasi
pelatihan dan
pengembangan
manajemen di
China dengan
pelatihan lintas
budaya.
Manajer di China mendapat
pengetahuan baru dan
perubahan pola pikir melalui
pelatihan. Fokus pertemuan
kelompok disarankan untuk
mengumpulkan informasi
pasca pelatihan dengan
narasumber terutama oleh
mantan trainee dan manajer
lini. Masuknya evaluasi pra-
kursus membantu
mengklarifikasi
kesalahpahaman yang tidak
jelas, program yang tidak
memadai, yang ditemukan
sebagai masalah utama.
Hassi, Storti,
Azennoud (2011).
Corporate Trainer’s
Credibility and
Cultural Values pada
Cross Cultural
Management: An
International Journal
Kualitatif dengan
wawancara
mendalam dan
grounded theory
(Canada dan
Morocco)
Menentukan
kredibilitas apa
yang harus dimiliki
sebagai pelatih di
Kanada dan
Moroko
Kesamaan muncul tentang
beberapa faktor penentu
dalam kedua budaya seperti
kualifikasi dan kompetensi.
Namun, informan Kanada
menekankan pelatih pada
kinerja, keadilan dan
kepercayaan diri, sementara
Maroko menekankan nilai
kebijaksanaan, kejujuran,
kepercayaan dan pelatih akan
menjadi panutan.
26 Universitas Kristen Petra
Dirani (2012),
Professional Training
as a Strategy for Staff
Development pada
European Journal of
Training and
Development,
Kualitatif dengan
observasi dan
wawancara semi
terstruktur
(Lebanon)
Mengeksplorasi
persepsi peserta
pelatihan tentang
program pelatihan
profesional pada
pengembangan
keterampilan.
HRD diminta meningkatkan
keahlian dengan memberi
wawasan yang lebih baik
serta membuat strategi dan
prosedur yang terkait dengan
misi organisasi. Strategi
HRD yaitu mengintegrasikan
pembelajaran karyawan
dengan bisnis saat ini, fokus
pada pengembangan karir
karyawan, dan menciptakan
budaya responsif. Dukungan
manajemen penting bagi
keberhasilan pelatihan
profesional.
Andrioni dan Popp
(2012). Plea for the
Development of
Human Resources
Through Professional
Training in Romania
pada Procedia Social
and Behavioral
Sciences
Kualitatif dengan
wawancara semi
terstruktur
(Romania)
Memberikan
kontribusi terhadap
tercapainya tujuan
Uni Eropa untuk
meningkatkan
tingkat kerja
perempuan yang
dikarenakan wanita
Roma tidak dilatih
secara professional.
Meningkatkan kesadaran
tentang kemampuan dan
bakat pribadi untuk
mengatasi hambatan akan
kurangnya kompetensi di
bidang penggunaan
komputer, kursus pelatihan
bagi perempuan Roma
melalui kegiatan non-formal
dan informal untuk
keterampilan komputer dan
kompetensi digital dapat
dilakukan. Pelatihan
profesional diperlukan dalam
transisi menuju ekonomi
pasar yang kompeten.
27 Universitas Kristen Petra
Mohotti, Chandana,
Teare (2013).
Responding to the
Tourism Industry
Training and Human
Resource Challenges
in Sri Lanka pada
Worldwide Hospitality
and Tourism Themes.
Kualitatif dengan
wawancara
(Srilanka)
Melihat tantangan
pengembangan
sumber daya
manusia dari
perspektif
Kementerian
Pembangunan
Ekonomi yang
didanai Sri Lanka
Institute of Tourism
and Hotel
Management
Tantangan utama adalah
pertumbuhan pariwisata
sehingga membutuhkan 500
ribu karyawan lima tahun ke
depan, baik dari segi
kuantitas dan kualitas,
mengingat keterbatasan dan
inefisiensi yang sering
menjadi ciri negara
berkembang, maka institut
fokus pada pelatihan untuk
posisi manajemen puncak
dan menengah dilengkapi
dengan program kursus
singkat.
Vinesh (2014). Role of
Training &
Development in an
Organizational
Development pada
International Journal
of Management and
International Business
Studies.
Kualitatif dengan
observasi dan
wawancara
(India)
Mengetahui
dampak dari
pelatihan dan
pengembangan
pada organisasi
Pelatihan dan pengembangan
dapat meningkatkan
efektifitas dan produktifitas
organisasi serta
meningkatkan kualitas
manajemen sumber daya
manusia. Organisasi
membuat rencana pelatihan
dan pengembangan dengan
tujuan agar karyawan dapat
memberi layanan berkualitas
tinggi.
Dragomiroiu, Hurloiu,
Mihai (2014).
Induction Staff
Training pada
Procedia Economics
and Finance
Kualitatif dengan
wawancara
(Romania)
Mendeskripsikan
pengalaman
pelatihan karyawan
baru dalam
hubungannya
dengan organisasi
Induksi diselenggarakan
mengurangi efek negatif dari
perubahan lingkungan dan
gaya hidup yang drastis, dan
mempercepat adaptasi
karyawan baru. Tujuan dari
pelatihan induksi adalah
28 Universitas Kristen Petra
dan lingkungan
kerja
penyesuaian sosial dan
psikologis yang
mempermudah adaptasi
karyawan baru di lingkungan
organisasi. Berbagi
pegetahuan antara rekan
kerja, pelatihan dan
pendidikan adalah dasar dari
setiap pengembangan
karyawan organisasi modern.
Uddin, Solaiman,
Mowla (2014). Human
Resources
Development Through
Training: A Study on
Business Teachers of
Bangladesh pada
Advances in
Environmental Biology
Kualitatif
dengan wawancara
(Bangladesh)
Mengidentifikasi
metode pelatihan
guru yang efektif
untuk menciptakan
lulusan bisnis yang
produktif
Metode pelatihan untuk guru
dapat dengan membentuk
kelompok kecil, diskusi,
investigasi, studi kasus,
konsultasi, penelitian,
presentasi, dan seminar.
Training of Teachers (TOT)
dapat berkontribusi pada
pelatihan guru dengan
menciptakan lingkungan
belajar yang menyenangkan
sehingga akan menjadi alat
yang efektif untuk membagi
pengetahuan, pengalaman,
sumber daya demi mencapai
efektifitas dan efisiensi
pelatihan guru.
Erina, Ozola, Sarkane
(2015). The
Importance of
Stakeholders in
Human Resource
Training Projects pada
Kualitatif dengan
wawancara
(Latvia)
Melihat model
evaluasi yang
dilakukan
stakeholders dalam
proyek-proyek
pelatihan sumber
daya manusia.
Mengevaluasi sejauh mana
penerapan pengetahuan dan
keterampilan dalam
menjalankan pekerjaan dan
apakah ada perubahan sikap
di tempat kerja, dipandang
sebagai faktor positif untuk
organisasi yang sukses. Hasil
29 Universitas Kristen Petra
Procedia Social and
Behavioral Sciences
penelitian juga menunjukkan,
proyek pelatihan harus sesuai
memenuhi kepentingan
pribadi dan kepentingan
professional.
Detsimas, Coffey,
Sadiqi, dan Mei
(2016). Workplace
Training and Generic
and Technical Skill
Development in the
Australian
Construction Industry
pada Journal of
Management
Development,
Kualitatif dengan
wawancaera
(Queensland,
Austalia)
Mengetahui
penyebab
kesenjangan
keterampilan teknis
dan generik dalam
industri konstruksi
di Queensland,
Australia dan
pelatihan apa yang
dibutuhkan
Karyawan perlu memiliki
baik pengetahuan praktis dan
teoritis untuk menjadi
kompeten. Pengetahuan
diperoleh dari kesempatan
pelatihan formal dan
informal yang seimbang.
Partisipasi dalam pelatihan
kerja tinggi, tetapi
lingkungan pelatihan kerja
saat ini tidak mendorong
pengembangan keterampilan
yang seimbang. Tidak
adanya arus mekanisme
pelatihan formal dan
seimbang, membuat pekerja
konstruksi berinisiatif
melakukan pengembangan
diri sendiri untuk
mengembangkan
pengetahuan teoritis.
Sumber: Sun, et al (2011); Hassi, et al (2011); Dirani (2012); Andrioni dan
Popp (2012); Mohotti, et al (2013); Vinesh (2014); Dragomiroiu, et al
(2014); Uddin, et al (2014); Erina, et al (2015); Detsimas, et al (2016)
30 Universitas Kristen Petra
2.6 Kerangka Berpikir Penelitian
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian
Sumber: Sinambela (2016), Suparyadi (2015), Mangkunegara (2013) telah
diolah kembali oleh penulis
PT Restu Baru Indonesia
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan:
a. Analisis organisasi
b. Analisis tugas
c. Analisis individu
Memastikan kesiapan pegawai untuk pelatihan
Mengondisikan lingkungan pembelajaran
Memilih metode pelatihan
Mengevaluasi program pelatihan:
a. Pendapat
b. Belajar
c. Perilaku
d. Hasil
Off the Job Training:
a. Lectures
b. Simulation
c. Role playing
d. Vestibule training
e. Experiential learning
f. Audio visual
g. Case study
Pelatihan Sumber Daya Manusia
On the Job Training:
a. Coaching
b. Demonstration
c. Job rotation
d. Projects