9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berikut ...

27
9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berikut adalah penelitian sebelumnya yang merupakan penelitian sejenis dengan penelitian yang penulis lakukan. Tabel 2.1 Kajian Pustaka No. Judul Penelitian Penulis Teori Metode Lokasi Hasil 1. PENGARUH FILM REALITA CINTA DAN ROCK N ROLL TERHADAP GAYA BERPAKAIAN ANAK IPS SMAN 6 JAKARTA ANGKATAN 2012 Mahesa kultivasi Kuantitatif SMAN 6, Jakarta penulis menyimpulkan bahwa, ada pengaruh film realita cinta dan rock n roll terhadap gaya berpakaian anak IPS SMAN 6 JAKARTA Angkatan 2012, sebesar 0,978 2. PENGARUH TAYANGAN GOSSIP GIRL DI WARNER TV TERHADAP FASHION STYLE REMAJA (Studi Kasus Terhadap Siswi SMA Al-Azhar 3 Jakarta) Nabila Mecadinisa S-O-R kuantitatif SMA al- azhar 3 Tayangan Gossip Girl mempengaruhi Gaya Berbusana Siswi SMA sebesar 61,9% sedangkan sisanya (100% - 61,9% = 38,1%) di pengaruhi oleh sebab-sebab lain

Transcript of 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berikut ...

9

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Berikut adalah penelitian sebelumnya yang merupakan penelitian sejenis

dengan penelitian yang penulis lakukan.

Tabel 2.1

Kajian Pustaka

No. Judul Penelitian

Penulis Teori Metode Lokasi Hasil

1. PENGARUH FILM REALITA CINTA DAN ROCK N ROLL TERHADAP GAYA BERPAKAIAN ANAK IPS SMAN 6 JAKARTA ANGKATAN 2012

Mahesa kultivasi Kuantitatif SMAN 6, Jakarta

penulis menyimpulkan bahwa, ada pengaruh film realita cinta dan rock n roll terhadap gaya berpakaian anak IPS SMAN 6 JAKARTA Angkatan 2012, sebesar 0,978

2. PENGARUH TAYANGAN GOSSIP GIRL DI WARNER

TV TERHADAP FASHION

STYLE REMAJA (Studi Kasus

Terhadap Siswi SMA Al-Azhar 3

Jakarta)

Nabila Mecadinisa

S-O-R kuantitatif SMA al-azhar 3

Tayangan Gossip Girl mempengaruhi Gaya Berbusana Siswi SMA sebesar 61,9% sedangkan sisanya (100% -61,9% = 38,1%) di pengaruhi oleh sebab-sebab lain

10

3 PENGARUH PROGRAM ACARA “KOKI CILIK” DI TRANS 7 TERHADAP MINAT ANAK UNTUK BELAJAR MEMASAK.

Resky

Satyawati

Kognitif

sosial

kuantitatif SDN

11

RSBI

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa variabel Tayangan Program Koki Cilik di Trans 7 mempunyai pengaruh sebesar 47.3%

2.2 Landasan Teori

Pada landasan teori ini penulis akan membahas teori-teori dasar yang

berkaitan dengan tema skripsi ini yaitu content analisis program siaran televisi /

radio. Teori-teori yang akan dibahas secara spesifik pada landasan teori ini adalah

teori-teori dari para ahli di bidang ilmu komunikasi, komunikasi massa dan media

massa. Pada landasan teori ini juga akan dibahas pendapat para pakar komunikasi

sehubungan dengan tema yang diangkat pada penelitian ini.

2.2.1 Pengertian Komunikasi

Kata komunikasi berasal dari bahasa lain, “communis”, yang berarti

kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar

katanya “communis” adalah communico”, yang artinya berbagi (Stuart, 1983, dalam

Vardiansyah, 2004 : 3 ).

Menurut Webester New Collegiate Dictionary (Riswandi, 2008 : 1),

komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui

system lambing-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.

11

Menurut Carl I Hovland (Mulyana, 2005 : 62), komunikasi adalah proses

yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan untuk

mengubah perilaku orang lain.

Menurut Everett M Rogers (Mulyana, 2005 : 62), komunikasi adalah proses

suatu ide dialihkan dari satu sumber kepada satu atau banyak penerima dengan

maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Menurut Harold Laswell (Mulyana, 2005 : 62), Laswell mengungkapkan

bahwa cara terbaik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab

pertanyaan “Siapa Mengatakan Apa dengan Saluran Apa Kepada Siapa dengan

Akibat Apa?” (Who says What in Which Channel to Whom with What Effect?) Dari

pendapat Laswell tersebut dapat disimpulkan lima unsur komunikasi sebagai berikut;

1. Siapa yang mengatakan (who says?) : Sumber (source) atau awal mula

terbentuknya pesan. Dalam hal ini sumber dapat dinyatakan sebagai

komunikator atau orang yang menjadi subjek penyampaian pesan, yang

menyatakan pesan secara verbal maupun nonverbal.

2. Mengatakan apa (says what?) : ide, pesan atau informasi (message) yang

hendak disampaikan oleh sumber kepada penerima. Pesan ini dapat

disampaikan melalui symbol-simbol verbal maupun nonverbal.

3. Saluran apa (which channel?) : media (channel) yang digunakan oleh sumber

untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pemilihan media

komunikasi ini dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan penyampaian pesan.

4. Kepada siapa (to whom) : penerima pesan (receiver) yang disampaikan oleh

sumber. Penerima pesan atau komunikan dapat merupakan perorangan atau

sekelompok orang.

12

5. Efek (what effect) : akibat yang ditimbulkan dari pesan yang disampaikan

oleh sumber kepada penerima. Akibat ini dapat berupa berbagai bentuk,

seperti pemahaman tentang suatu hal, perubahan sikap, ataupun umpan balik

atau feedback.

Berdasarkan pendapat tentang komunikasi dari beberapa ahli yang telah

disebutkan, penulis menarik kesimpulan bahwa komunikasi adalah tahapan-tahapan

penyampaian pesan, melalui sebuah media yang menghasilkan dampak bagi

penerima pesan.

2.2.2 Proses Komunikasi

Ada pun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses komunikasi

(Burhan Bungin, 2006 : 255) adalah sebagai berikut :

1. Ideation : penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi

untuk dikomunikasikan. Merupakan suatu pesan yang akan disampaikan.

2. Encoding : sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud

kata, tanda atau lambang. Mengekspresikan gagasan dalam bentuk bahasa

lisan, bahasa tertulis ataupun perilaku nonverbal, seperti bahasa isyarat,

ekspresi wajah, atau gambar-gambar.

3. Encode : penyampaian pesan yang telah disandi kepada penerima dengan

cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan

tertentu. Yang dapat dikenal dengan istilah channel, yaitu alat-alat untuk

menyampaikan suatu pesan.

4. Decoding : memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang

disampaikan kepadanya. Penerimalah yang akan menentukan bagaimana

memahami suatu pesan dan bagaimana pula respons terhadap pesan tersebut.

13

5. Feedback : umpan balik. Mempertimbangkan kembali pesan yang telah

disampaikannya kepada penerima dan dapat dijadikan landasan untuk

mengevaluasi efektivitas komunikasi.

Gambar 2.1 Proses Komunikasi

Sementara menurut Sasa Djuarsa Sendjaja dalam bukunya “Pengantar ilmu

Komunikasi”, menyebutkan bahwa proses komunikasi terdiri dari dua cara, yaitu :

1. Proses cara primer

Proses cara primer adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan

seseorang pada orang lain dengan menggunakan simbol sebagai media.

Lambang media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat,

gambar, warna, dan lain sebagainya, yang secara langsung mampu

menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.

2. Proses secara sekunder

Proses secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang

kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana media kedua setelah

memakai lambang sebagai media pertama (Sendjaja, 2004 :113)

Media

Message

Sender Encoding Receiver Decoding

feedback Response

Noise

14

2.2.3 Jenis-jenis Komunikasi

Pada dasarnya komunikasi dapat dikelompokkan menjadi empat macam,

yaitu komunikasi tertulis, lisan, nonverbal, satu arah, dan dua arah. Berikut

penjelasannya :

1. Komunikasi Tertulis, yaitu komunikasi yang disampaikan secara tertulis.

Keuntungannya dapat dipersiapkan terlebih dahulu secara baik, dapat dibaca

berulang-ulang. Sedangkan kekurangannya memerlukan dokumentasi yang

cukup banyak, kadang-kadang tidak jelas, umpan balik yang diminta cukup

lama.

2. Komunikasi Lisan, yaitu komunikasi yang dilakukan secara lisan. Dapat

dilakukan secara langsung berhadapan atau tatap muka dan dapat pula

melalui telepon.

3. Komunikasi Nonverbal, yaitu komunikasin dengan menggunakan mimik,

pantomime, dan bahasa isyarat.

4. Komunikasi satu arah, yaitu komunikasi yang bersifat koersif dapat

berbentuk perintah, instruksi, dan bersifat memaksa dengan menggunakan

sanksi-sanksi.

5. Komunikasi dua arah, yaitu lebih bersifat informatif dan persuasif dan

memerlukan hasil (feedback).

Sementara Mulyana (2005 : 72), membagi komunikasi berdasarkan jumlah

komunikannya. :

1. Komunikasi intrapribadi

2. Komunikasi antar pribadi

3. Komunikasi kelompok

4. Komunikasi publik

15

5. Komunikasi organisasi

6. Komunikasi massa

2.2.4 Komunikasi Massa

Komunikasi massa menurut Gerbner (dalam Rakhmat (2009 : 188), adalah

produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dam lembaga dari arus pesan

yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.

Selain itu, Kurt Lang & Gladys Engel Lang melalui jurnal dengan judul

“Mass Society, Mass Culture, and Mass Communication: The Meaning of Mass”

mengatakan bahwa

We begin with a quick look back at how “mass communication” came to denote characteristics that today most everyone takes for granted. When people speak of the media, they usually have in mind corporate bodies or government agencies whose access to modern technology enables them to disseminate the same uniform content to a geographically dispersed multitude. At first, this capability was confined to cheap print, and then later expanded to motion-pictures, both of which were still dependent on physical transport. This limitation did not extend to either radio or television, which, given their wide reach, were destined to become the media of mass communication par excellence. But to develop into mass communication, the new technology had to be employed to reach a large audience. As late as the end of the 1920s, Ernest W. Burgess (1886-1966), a University of Chicago sociologist whose interest was mostly in human ecology, could still write about the conquest of space by new forms of transportation and communication, such as the automobile, the motion picture, the airplane, and the radio, without even a single reference to the expansion in the size of audiences and its consequences (1929, p. 1072). Two years later, David O. Woodbury devoted a book (1931) to “communication at a distance,” grouping mass media with personal communication forms, such as letters that rely on carriers, or with those which do not.

Dari jurnal diatas dapat disimpulkan setelah diartikan secara bebas bahwa,

komunikasi massa telah mempermudahkan pekerjaan setiap orang. Melalui komunikasi

massa, kita dipermudah dengan tidak hanya mendapatkan referensi berdasarkan satu sumber

16

saja. Perkembangan teknologi juga telah menjadikan komunikasi massa dapat menjangkau

khalayak secara lebih luas.

Dari pengertian tentang komunikasi massa diatas, dapat kita simpulkan

komunikasi massa berbeda dari jenis komunikasi lainnya. Menurut Wright (dalam

Ardianto, 2007 : 4), berikut adalah karakteristik yang membedakan komunikasi

massa dengan jenis komunikasi lainnya :

1. Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim

2. Pesan disampaikan secara terbuka

3. Pesan diterima secara serempak pada waktu yang sama dan bersifat sekilas

(khusus untuk media melektronik)

4. Komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisasi yang

kompleks yang melibatkan biaya besar.

Komunikasi massa dapat dilakukan bila memiliki ciri-ciri yaitu :

komunikator terlembagakan, pesan bersifat umum, komunikan heterogen, adanya

keserempakan, mengutamakan isi daripada hubungan, bersifat satu arah, umpan balik

tertunda dan stimulasi alat indra terbatas (Elvinaro dan Lukiati, 2004 : 7-8)

Menurut Nurudin, M. Si. Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa

(2007:65), Fungsi komunikasi massa antara lain :

1. Menginformasikan (to inform)

Komponen yang paling penting untuk mengetahui fungsi informasi ini adalah

berita-berita yang disajikan. Unsur 5W + 1H merupakan bagian terpenting

untuk menyampaikan informasi kepada khalayak.

2. Menghibur (to entertaint)

Fungsi hiburan untuk media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi

dibandingkan dengan fungsi0fungsi yang lainnya. Saat ini masyarakat kita

masih menjadikan televisi sebagai media hiburan.

17

3. Mengajak (to persuade)

Fungsi persuasif komunikasi massa tidak kalah pentingnya dengan fungsi

informasi dan hiburan. Banyak bentuk tulisan yang kalau diperhatikan sekilas

hanya berupa informasi, tetapi jika diperhatikan secara lebih jeli ternyata

terdapat fungsi persuasi. Komunikasi juga diadakan untuk mempengaruhi

pihak-pihak tertentu.

4. Pengawasan

Menurut Laswell, komunikasi massa mempunyai fungsi pengawasa. Artinya,

menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-

kejadian yang ada di sekitar kita.

5. Pendidikan (to educate)

Yakni membuka kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik

untuk pendidikan formal di sekolah maupun untuk di luar sekolah. Juga

meningkatkan kualitas penyajian materi yang baik, menarik, dan

mengesankan

2.2.5 Media Massa

Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan

penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara masal

(Bungin, 2006 : 7).

Sementara menurut Hafied Cangara, media massa adalah alat yang digunakan

dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan

menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan

televisi. (Cangara, 2006 : 122)

18

Media massa memiliki pengaruh besar di dalam segala aspek kehidupan

masyarakat dewasa ini. Banyak perubahan di lingkungan masyarakat yang

merupakan pengaruh dari media massa. Steven M. Chaffie (dalam Ardianto, 2007 :

50-58), membedakan efek media massa menjadi dua, yaitu efek yang ditimbukan

oleh kehadiran media massa itu sendiri dan efek yang ditimbulkan dari pesan yang

disampaikan oleh media massa tersebut. Dari dua kategori tersebut Chaffie

menjelaskan efek media massa sebagai berikut :

1. Efek kehadiran media massa

a. Efek ekonomi

Dengan kehadiran media massa maka terciptalah lapangan kerja, dimana

stasiun televisi, radio, dsb, tentunya membutuhkan sumber daya manusia

untuk bekerja di dalamnya.

b. Efek sosial

Kehadiran media massa berpengaruh pada struktur dan interaksi sosial di

masyarakat. Kebutuhan akan media massa tertentu menjadi pembeda

dalam struktur sosial di masyarakat.

c. Penjadwalan sehari-hari

Hal yang paling sering terlihat di kehidupan sehari-hari adalah kebiasaan

membaca koran di pagi hari. Membaca koran di pagi hari menjadi seperti

sebuah ritual yang dilakukan orang sebelum beraktifitas.

d. Efek hilangnya perasaan tidak nyaman

Dalam hal ini media massa dapat membantu masyarakat apabila terjadi

situasi yang kurang nyaman seperti pada saat sendirian atau kesepian.

19

Pada saat sendirian atau kesepian orang bisa memanfaatkan untuk

mendengarkan radio, atau membaca koran.

e. Efek menunbuhkan perasaan tertentu

Pengalaman seseorang dengan media massa tertentu, dapat menyebabkan

seseorang lebih memilih satu media massa dibanding media massa yang

lain.

2. Efek pesan

a. Efek kognitif

Efek kognitif adalah akibat dari sebuah pesan yang disampaikan media

massa, dimana komunikan mendapatkan informasi atau pengetahuan yang

belum diketahui.

b. Efek afektif

Efek afektif adalah dimana komunikan bukan hanya mendapatkan

informasi dari pesan yang disampaikan, tetapi juga ikut terlibat secara

emosional ke dalam pesan yang disampaikan.

c. Efek behavioral

Efek behavioral adalah terjadinya perubahan sikap atau tingkah laku yang

merupakan dampak pengetahuan yang didapatkan dari media tersebut.

Selain efek yang disampaikan Steven M. Chaffie diatas, banyak pendapat ahli

yang muncul berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan oleh media massa,

sehingga muncul teori-teori tentang dampak media massa seperti teori kultivasi, teori

uses and gratification, teori agenda setting, dll

Kini bentuk media massa sudah semakin berkembang dan beragam. Berikut

ini beberapa contoh media massa dari paradigma paradigma baru (Nurudin, 2007 :

13) :

20

Gambar 2.2 Media Massa dari Paradigma Baru

Namun secara garis besar media massa dapat dikategorikan menjadi tiga

jenis, yaitu (Nurani, 2010 : 200) :

1. Media Cetak, yang contohnya adalah surat kabar. Yang memiliki ciri-ciri

sebagai berikut :

a. Pesan yang disampaikan memuat unsur reproduksi utama : simbol verbal

gambar dan warna

b. Relatif nyaman, mudah dibawa kemana-mana

c. Unsur umpan balik yang ada juga bersifat verbal

d. Sumber kehidupan industri media cetak adalah iklan dan penjualan

2. Media audio, misalnya adalah radio. Yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Unsur reproduksinya adalah suara

b. Secara relatif bisa dibawa kemana-mana

c. Tidak bisa dinikmati berulang-ulang alias tidak dapat didengar kembali

d. Pesan bersifat serempak

e. Proses komunikasinya menggunakan unsur umpan balik, baik verbal dan

nonverbal

Media

Massa

TV

Radio

Surat

Kabar

Tabloit

Internet

Majalah

21

3. Media audio-visual, misalnya Televisi. Yang memiliki ciri-ciri sebagai

berikut :

a. Unsur reproduksinya bersifat verbal, gambar, warna, suara dan gerakan.

b. Tidak portable karena tidak bisa dibawa kemana-mana

c. Pesan tidak bisa diulang karena tampilan pesan sekilas sehingga cepat

berlalu.

d. Bersifat serempak

e. Umpan balik : verbal dan nonverbal

2.2.6 Televisi

Kata televisi diadopsi dari bahasa inggris yaitu television. Dimana kata

television sendiri berasal dari dua kata yaitu tele dan visio. Kata tele berasal dari

bahasa yunani yang berarti jauh, sementara visio berasal dari bahasa lain yang

artinya pandangan atau pengelihatan.

Menurut ensiklopedia indonesia (dalam Parwadi, 2004 : 28), televisi adalah

sistem elektronis yang menyampaikan suatu isi pesan dalam bentuk audio visual

gerak dan merupakan sistem pengambilan gambar, penyampaian dan

penyuguhankembali gambar melalui tenaga listik, gambar tersebut ditangkap dengan

kamera televisi, diubah menjadi sinyal listrik, dan dikirim langsung lewat kabel

listrikkepada pesawat penerima.

Seperti media massa yang lain, televisi memiliki kelebihan dan kekurangan

tersendiri dalam proses penyampaian informasi. Kelebihan televisi antara lain

(Syahputra 2006 : 70) :

22

1. Menguasai jarak dan waktu, karena teknologi televisi menggunakan

elektromagnetik, kabel-kabel dan fiber yang dipancarkan transmisi melalui

satelit.

2. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa cukup besar, nilai aktualitas

terhadap suatu liputan atau pemberitaan cukup cepat

3. Daya rangsang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh

kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak (ekspresif)

4. Informasi atau berita-beritayang disampaikan lebih singkat, jelas dan

sistematis.

Sedangkan kekurangan televisi sebagai media massa, yaitu (Syahputra, 2006

: 70) :

1. Media televisi terikat waktu tontonan

2. Televisi tidak bisa melakukan kritik sosial dan pengawasan sosial secara

langsung dan vulgar

3. Pengaruh televisi lebih cenderung menyentuh aspek psikologis massa.

Bersifat “transitory”, karena sifat ini membuat isi pesannya tidak dapat

dimemori oleh pemirsanya. Lain halnya dengan media cetak, informasi dapat

disimpan dalam bentuk kliping.

Selain itu, berikut pendapat Tunjung Riyadi dalam artikelnya pada jurnal

Humaniora mengenai televisi dalam media massa.

“Mengupas televisi dari sisi media massa berarti berfokus pada aspek audiens yang menjadi kajiannya. Membandingkan media televisi dengan media lain merupakan salah satu jalan termudah untuk memahami karakteristiknya. Penonton televisi mempunyai karakteristik yang unik. Mereka tersebar dimana-mana dan mempunyai selera yang beragam. Mereka punya pilihan menonton saluran yang disukai. Hal ini beda dengan penonton film di bioskop. Sekali datang ke biokop mereka harus berkonsentrasi penuh dalam ruang yang benar-benar disiapkan untuk menonton dalam kondisi

23

senyaman mungkin. Dengan menyadari berbagai macam sifat para penonton ini, perancang program dituntut mampu memenuhi kebutuhan semua khalayak. Strategi yang dilakukan biasanya adalah menentukan satu sasaran pemirsa yang memiliki banyak kesamaan keinginan. Ini tercermin dari kesamaan usia penonton, gender, tingkat ekonomi dan insight psikografinya. Lebih mudahnya mengetahui target audien dari sisi geografi, demografi dan psikografi.”

2.2.7 Program Televisi

Secara teknis program televisi diartikan sebagai penjadwalan atau

perencanaan siaran televisi dari hari ke hari (horizontal programming) dari jam ke

jam (vertical programming) setiap harinya (Soenarto, 2007 :1)

Program-program yang ditayangkan oleh stasiun televisi dibuat untuk

menarik perhatian penonton. Demi memenuhi kebutuhan penontonnya stasiun

televisi saling berlomba untuk membuat program yang menarik. Menurut morissan

(2008 : 7) pada dasarnya program televisi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

1. Program informasi

Program informasi adalaha segala jenis program yang tujuannya

menambah pengetahuan (informasi) kepada khalayak audien. Program

informasi terbagi menjadi dua bagian yaitu :

a. Berita keras (hard news)

Berita keras atau hard news adalah berita yang sajiannya berisi segala

informasi penting dan menarik yang harus disiarkan oleh media penyiaran

karena sifatnya yang harus segera diketahui khalayak.

b. Berita lunak (soft news)

Berita lunak atau soft news adalah program berita yang menyajikan

program informasi yang penting dan menarik yang disampaikan secara

mendalam (indepth) namun tidak bersifat harus segera ditayangkan.

24

2. Program hiburan

Segala bentuk siaran yang ditujukan untul menghibur audiens dalam

bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan.

Sementara Soenarto, membagi program hiburan menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Program Drama

Program siaran drama berisi cerita fiksi. Istilah ini juga disebut sinetron

cerita. Untuk membedakannya dengan sinetron non cerita adalah format

sinetron yang terdiri dari beberapa jenis yaitu : sinetron drama modern,

sinetron drama legenda, sinetron drama komedi, sinetron drama saduran

dan sinetron yang dikembangkan dari cerita atau buku novel, cerita

pendek dan sejarah (Soenarto, 2007 : 62-63)

b. Program non Drama

Program non-drama merupakan bentuk acara yang tidak disertai bumbu

cerita. Acara non-drama diolah seperti apa adanya. Program jenisa

dokumenter termasuk program nondramatik ini bisa didaptnkan dari

keadaan senyatanya, bisa mengenai alam, budaya manusia, ilmu

pengetahuan dan kesenian. (Soenarto :62-63)

2.2.8 Film televisi

Film televisi berbeda dengan film layar lebar, film televisi yang dimaksud

disini adalah film yang diproduksi oleh sebuah stasiun televisi atau rumah produksi

khusus untuk ditayangkan di televisi. Film televisi biasanya ditayangkan dalam

durasi 120 sampai 180 menit. Proses pembuatan film televisi tidak serumit proses

pembuatan film layar lebar, karena film televisi biasanya tidak terlalu mementingkan

25

kualitas gambar namun lebih fokus kepada isi cerita film tersebut. Terdapat beberapa

hal yang membedakan film televisi dengan film layar lebar, berikut penjelasannya :

1. Film televisi dibuat khusus untuk ditayangkan di televisi.

2. Proses produksi film televisi lebih singkat daripada film layar lebar.

3. Biaya produksi film televisi relatif lebih murah daripada film layar lebar.

4. Karna ditayangkan lewat televisi, dalam penayangan film televisi terdapat

jeda iklan komersial.

Walaupun ditujukan untuk televisi, tidak sedikit film televisi yang diangkat

ke layar lebar di masa sekarang ini, seperti film “Brian’s Song” (1971) yang

diproduksi ulang ke dalam bentuk layar lebar pada tahun 2001. Begitu pula

sebaliknya, ada beberapa film layar lebar yang dibuat sekuelnya dalam bentuk film

televisi, seperti “Parent Trap”. Di indonesia hanya ada beberapa stasiun televisi

yang memproduksi dan menayangkan film televisi, contohnya SCTV dan Trans TV .

Di SCTV terdapat slot program Gala Sinema, sementara di RCTI terdapat slot

program Bioskop Trans TV. Di negara lain, film televisi sudah menjadi perhatian

sejak awal kemunculannya. Film televisi yang pertama kali ditayangkan di dunia

adalah “The Pied Piper of Hamelin”, film ini merupakan film musikal yang di

produksi di amerika pada tahun 1957. Film televisi mulai digemari ketika salah satu

stasiun televisi di amerika membuat program “NBC Saturday Night at The Movies”,

yaitu sebuah program yang menayangkan berbagai jenis film di setiap minggunya.

Ada beberapa film televisi yang berhasil meledak di masyarakat bahkan

mendapatkan penghargaan, seperti “The Day After” (1983), “Duel” (1971), “If Wall

Could Walk” (1990), dan film televisi yang diteliti oleh penulis yaitu “Temple

Grandin”.

(http://zeeupik.blogspot.com/pengertian-drama-televisi-film.html, 7/10/2013)

26

2.3 Landasan Konseptual

Pada teori khusus ini yang Berhubungan dengan Topik / Judul yang dibahas,

peneliti akan membahas kerangka teori dari perilaku dan teori dasar agenda setting

berdasarkan teori yang sudah ada ataupun dari narasumber dan sumber – sumber

lainnya yang lengkap, relevan, dan berhubungan dengan pokok bahasan.

2.3.1 Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat

diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo 2003 :

114).

Perilaku juga berarti apa yang orang lakukan dan katakan (Raymond

G.Miltenberger 2004 : 2). Perilaku menunjang apa yang akan manusia lakukan. Jika

anda mengatakan bahwa seseorang marah, anda tidak dapat mengindentifikasi

perilaku orang tersebut. Tetapi jika anda mengindentifikasi apa yang orang lakukan

dan katakan saat sedang marah, maka anda telah mengindentifikasi perilakunya

sebagai orang yang marah.

.Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat

diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Perilaku dianggap sebagai

sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu

tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan

sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi,

karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang

lain.

Menurut Edward E. Sampson, terdapat perspektif yang berpusat pada persona

dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada persona

27

mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif,

kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia.

Secara garis besar terdapat dua faktor (Jalaludin Rakhmat, 2008 : 32) :

1. Faktor Biologis

Biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan

faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh

aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia.

Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia.

a. Faktor Sosiopsikologis

- Komponen Kognitif

Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.

- Komponen Afektif

Merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan

karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.

b. Komponen Konatif

Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan

bertindak.

Perilaku diatur oleh prinsip dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada

hubungan antara perilaku manusia dengan peristiwa lingkungan. Perubahan perilaku

dapat diciptakan dengan merubah peristiwa didalam lingkungan yang menyebabkan

perilaku tersebut.

Dari pengertian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa perilaku

merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati,

digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.

28

2.3.2 Teori Kognitif Sosial

Teori kognitif sosial merupakan sebuah penamaan baru dari teori belajar

sosial (social learning theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Nama baru

dengan nama teori kognitif sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ide

pokok dari pemikiran Bandura juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan

Dollard tentang belajar meniru (imitative learning). Bandura telah mengelaborasi

proses belajar sosial dengan factor-faktor kognitif dan behavioral yang

mempengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial.Teori ini memiliki peran dalam

mempelajari pengaruh dari isi media massa terhadap masyarakat luas.

Baranowski, Perry, dan Parcel (1997 : 161) menyatakan bahwa

“ reinforcement is the primary construct in the operant form of learning”. Proses

penguatan merupakan bentuk utama dari cara belajar seseorang. Proses penguatan

juga merupakan konsep sentral dari proses belajar sosial.

Di dalam teori kognitif sosial, penguatan bekerja melalui proses efek

menghalangi (inhibitory effects) dan efek membiarkan (disinhibitory effects).

Inhibitory Effects terjadi ketika seseorang melihat seorang model yang diberi

hukuman karena perilaku tertentu. Sebagai contoh pada tayangan film “Temple

Grandin” diberi gambaran apabila seorang pengidap autisme tidak diperlakukan

dengan baik maka emosinya menjadi meledak-ledak. Sebaliknya, Disinhibitory

Effects terjadi ketika seseorang melihat model yang diberi penghargaan atau imbalan

untuk suatu perilaku tertentu, misalnya pada tayangan film “Temple Grandin”, tokoh

Temple Grandin mendapatkan gelar professor dikarenakan kerja kerasnya serta

dibantu dengan dukungan dan bantuan dari keluarga dan orang-orang disekitarnya.

29

Efek-efek yang dikemukakan di atas tidak tergantung pada imbalan dan

hukuman yang sebenarnya, tetapi dari penguatan atas apa yang dialami orang lain

tapi dirasakan seseorang sebagai pengalamannya sendiri (vicarious reinforcement).

Menurut Bandura, vicarious reinforcement terjadi karena adanya konsep

pengaharapan hasil (outcome expectations) dan harapan hasil (outcome

expectancies). Outcome expectancies menunjukkan bahwa ketika kita melihat

seseorang model diberi penghargaan dan dihukum, kita akan berharap mendapatkan

hasil yang sama jika kita melakukan perilaku yang sama dengan model. Dalam hal

ini, dapat dilihat pada tayangan film “Temple Grandin” yang merupakan kisah nyata

dari perjalanan hidup seseorang yang mengidap autisme, hal itu dialami oleh diri

tokoh itu sendiri.

Seperti dikatakan oleh Baronowski dkk (1997 : 162), “People develop

expectations about a situation and expectations for outcomes of their behavior before

they actually encounter the situations”, orang akan mengembangkan pengharapan

tentang suatu situasi dan pengharapan suatu hasil dari perilakunya sebelum benar-

benar mengalami situasi tersebut. Selanjutnya, seseorang mengikat nilai dari

pengharapan tersebut dalam bentuk outcome expectancies (harapan akan hasil).

Harapan-harapan ini mempertimbangkan sejauh mana penguatan tertentu yang

diamati itu dipandang sebagai sebuah imbalan atau pengharapan atau hukuman.

Konsep-konsep yang telah dikemukakan merupakan proses dasar dan

pembelajaran dalam teori kognitif sosial. Meskipun demikian, terdapat beberapa

konsep lain yang dikemukakan teori ini yang akan mempengaruhi sejauh mana

belajar sosial berperan. Salah satu tambahan yang penting bagi teori ini adalah

konsep identifikasi (indentification) dengan model di dalam media. Secara khusus

teori kognitif sosial menyatakan bahwa jika seseorang merasakan hubungan

30

psikologis yang kuat dengan sang model, proses belajar sosial akan lebih terjadi.

Menurut White (1972 : 252) identifikasi muncul mulai dari ingin menjadi hingga

berusaha menjadi seperti model dengan beberapa kualitas yang lebih besar.

Teori Kognitif Sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan sang

“pengamat” untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan yang

dipunyainya untuk menampilkan perilaku tersebut. Menurut Bandura (1977:191)

self-efficacy atau efikasi diri dan hal ini dipandang sebagai sebuah prasyarat kritis

dari perubahan perilaku. Misalnya dalam tayangan film “Temple Grandin”,

diceritakan bahwa penderita autisme juga dapat menerima pendidikan selayaknya

orang normal. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa tak semua penderita autisme

diberikan pendidikan selayaknya orang normal oleh orangtuanya. Dalam hal ini

orangtua tersebut dianggap tidak mempunyai tingkat efikasi diri yang cukup untuk

memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak penderita autisme.

Teori Kognitif Sosial memberikan sebuah penjelasan tentang bagaimana

perilaku bisa dibentuk melalui pengamatan pada model-model yang ditampilkan oleh

media massa. Efek dari pemodelan ini meningkat melalui pengamatan tentang

imbalan dan hukuman yang dijatuhkan pada model, melalui identifikasi dari

khalayak pada model tersebut, dan melalui sejauh mana khalayak memiliki efikasi

diri tentang perilaku yang dicontohkan di media.

Konsep Kognitif Sosial adalah penonton belajar dari apa yang mereka lihat

(observational learning). Di dalam hal ini penonton “Temple Grandin” yang

sebagian besar adalah orang-orang yang memiliki hubungan dengan penderita

autisme sudah dapat di prediksi melakukan proses identification, yaitu penonton

31

Variabel independen (X)

Tayangan film “Temple Grandin”

Variabel dependen (Y)

Perilaku Orangtua murid SLB Santa Lusia

merasa ada kedekatan psikologis dan berusaha meniru yang dilakukan atau

dipaparkan oleh model tersebut.

2.4 Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran penelitian ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini

menggunakan 2 variabel yakni : variabel Independen (X) yang terdiri dari variabel

tayangan film televisi Temple Grandin, serta variabel dependent (Y) yaitu variabel

perilaku orangtua murid SLB Santa Lusia. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa

masing-masing variabel independen berpengaruh secara serempak terhadap variabel

dependen.

Tujuan penelitian, seperti halnya tujuan teori, adalah menjelaskan dan

memprediksikan fenomena. Penjelasan dan prediksi fenomena secara sistematis

digambarkan dengan variabelitas variabel-variabel dependen yang dijelaskan atau

dipengaruhi oleh variabel-variabel independen. Bentuk hubungan antara variabel-

variabel Independen dengan variabel-variabel dependen, dapat berupa hubungan

korelasional dan hubungan sebab- akibat. Sesuai dengan fenomena sosial yang

dijelaskan, bentuk hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

dapat bersifat positif atau negative.

Gambar 2.3 Pengaruh variabel X terhadap variabel Y

Keterangan :

32

Variabel Independen :

a. Tayangan film televisi Temple Grandin merupakan variabel

Independen (X) yang mempengaruhi variabel dependen (Y)

Variabel Dependen :

b. Perilaku orangtua murid SLB Santa Lusia yang dipengaruhi oleh

tayangan film Temple Grandin Menjadi (X) merupakan variabel

dependen (Y)

Variabel-varaibel ini yang nantinya akan menentukan apakah hipotesis dapat

dibuktikan dalam penelitiaan ini

Rancangan uji hipotesis penelitian ini disajikan berdasarkan tujuan penelitian.

Tingkat kepercayaan adalah 90%, jadi tingkat presisi atau batas ketidak akuratan

sebesar α = 10% = 0,1.

Variabel X : Tayangan Film “Temple Grandin”

Variabel Y : Perilaku Orangtua murid SLB Santa Lusia

Permasalahan :

Adakah Pengaruh Film Televisi “Temple Grandin” Terhadap Perilaku Orangtua

Murid SLB Santa Lusia?

Hipotesis :

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tayangan film Televisi “Temple

Grandin” terhadap perilaku orangtua SLB Santa Lusia

33

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara tayangan film Televisi “Temple

Grandin” terhadap perilaku orangtua SLB Santa Lusia

Dasar pengambilan keputusan :

Sig > 0,1 Maka H0 diterima, H1 ditolak

Sig < 0,1 Maka H1 diterima, H0 ditolak

34

2.5 Operasionalisasi Konsep

2.2 Tabel Operasionalisasi Konsep

Variabel Dimensi Indikator Skala

Pengukuran

Tayangan film

televisi Temple Grandin

Tema - Tayangan film Temple Grandin menceritakan tentang kehidupan seorang yang menderita autisme (observational learning)

- Secara keseluruhan Tayangan film Temple Grandin menceritakan tentang seorang penderita autisme yg berhasil menjadi seorang profesor (disinhibitory effect)

- Film Temple Grandin diangkat dari sebuah kisah nyata (vicarious reinforcement)

Skala Likert

5 = Sangat setuju

4 = Setuju

3 = Ragu-ragu

2 = Tidak Setuju

1 = Sangat tidak

setuju

Alur - Film Temple Grandin menayangkan proses proses perjuangan penderita autisme secara bertahap (disinhibitory effect)

- Dalam film Temple Grandin ditayangkan kejadian yg akan terjadi apabila penderita autisme diabaikan (inhibitory effect)

- Film Temple Grandin menjelaskan pentingnya peranan orang tua (observational learning)

- Tayangan film Temple Grandin memberi pengetahuan tentang bagaimana mendidik anak penderita autisme?

35

Tokoh - Dalam film Temple Grandin diceritakan tokoh memiliki emosi yang sangat tidak stabil (inhibitory effect)

- Tokoh Temple Grandin memberi motivasi dan inspirasi (Self afficacy)

- Tokoh Temple Grandin mengajak untuk lebih perduli terhadap penderita autisme (Self Afficacy)

Perilaku Orangtua Murid SLB Santa Lusia

Kognitif - Mengerti isi cerita dari film Temple Grandin

- Memahami pesan yang ada dalam Film Temple Grandin

- Menjadi mengerti tentang autisme setelah menonton film Temple Grandin

Skala Likert

5 = Sangat setuju

4 = Setuju

3 = Ragu-ragu

2 = Tidak Setuju

1 = Sangat tidak

setuju Afektif - Menyukai isi cerita film Temple Grandin

- Mengubah persepsi tentang autisme

- Timbul perasaan simpati

- termotivasi setelah menonton film Temple Grandin

Konatif - Terjadi perubahan sikap terhadap anak

- Terjadi perubahan pola didik terhadap anak

- Lebih semangat dalam memperjuangkan pendidikan anak