Post on 19-Jul-2016
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN NYERI
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2006, hlm.214).
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang
tidak dapat di bagi dengan orang lain (Berman, hlm 414)
Nyeri adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, bersifat subjektif dan
berhubungan dengan panca indera, serta merupakan suatu pengalaman emosional
yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan baik actual maupun potensial, atau
digambarkan sebagai suatu kerusakaan/cedera (The International Association for the
Study of Pain dalam Potter & Perry, 2009, hlm.214)
2. Anatomi Fisiologi
3. Patofisiologi
Proses fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat fase
(Mubarak & Chayatin, 2007, hlm.204), yakni:
a. Transduksi
Pada fase transduksi, stimulus atau rangsangan yang membahayakan (misal bahan
kimia, suhu, listrik atau mekanis) memicu pelepasan mediator biokimia (misal
prostaglandin, bradikinin, histamine, substansi P) yang mensensitisasi nosiseptor
(ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit bermielin).
b. Transmisi
Fase transmisi nyeri terdiri atas 3 bagian. Pada bagian pertama, nyeri merambat
dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Dua jenis serabut nosiseptor yang
terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang mentransmisikan nyeri
tumpul daan menyakitkan, serta serabut A-Delta yang mentransmisikan nyeri
yang tajam dan terlokalisasi. Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medulla
spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus
[spinothalamic tract (STT)]. STT merupakan suatu sistem diskriminatif yang
membawa informasi mengenai sifat dan lokasi stimulus ke thalamus. Selanjutnya,
pada bagian ketiga, sinyal tersebut diteruskan ke korteks senserik somatic (tempat
nyeri dipersepsikan). Impuls yang ditransmisikan melalui STT mengaktifkan
respons otonom dan limbik.
c. Persepsi
Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya persepsi nyeri
tersebut terjadi di struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya berbagai
strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri.
d. Modulasi
Fase ini disebut juga “system desenden”. Pada fase ini, neuron di batang otak
mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut desenden
tersebut melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang
akan menghambat impuls asenden yang membahayakan di bagian dorsal medulla
spinalis.
4. Etiologi
Factor-faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter & Perry (2009, hlm.224)
adalah sebagai berikut:
a. Factor fisiologis
1) Usia
Usia dapat mempengaruhi nyeri, terutama pada bayi dan dewasa akhir.
Perbedaan tahap perkembangan yang di temukan da antara kelompok umur
tersebut mempengaruhi bagaimana anak-anak dan dewasa akhir berespon
terhadap nyeri. Anak-anak memiliki kesulitan dalam mengenal/memahami nyeri
dan prosedur-prosedur yang diberikan oleh perawat yang menyebabkan nyeri.
Anak-anak yang kemampuan kosakatanya belum berkembang memiliki kesulitan
dalam menggambarkan dan mengekspresikan nyeri secara verbal kepada orang
tuanya atau petugas kesehatan.
Kemampuan orang dewasa dalam menafsirkan nyeri yang dirasakan
sangat sukar. Mereka terkadang menderita banyak penyakit dengan gejala yang
samar-samar/tidak jelas yang terkadang mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang
sama.
2) Kelemahan (fatigue)
Kelemahan meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan menurunkan
kemampuan untuk mengatasi masalah. Apabila kelemahan terjadi di
sepanjang waktu istirahat, persepsi terhadap nyeri akan lebih besar. Nyeri
terkadang jarang dialami setelah tidur/istirahat cukup.
3) Gen
Pembentukan sel-sel genetik kemungkinan dapat menentukan ambang nyeri
seseorang atau toleransi terhadap nyeri.
4) Fungsi Neurologis
Fungsi neurologis klien mempengaruhi pengalaman nyeri. Cedera medulla
spinalis, neuropatik perifer, atau penyakit-penyakit syaraf dapat
mempengaruhi kesadaran dan respon klien terhadap nyeri.
b. Factor social
1) Perhatian
Tingkatan di mana klien memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri yang
dirasakan mempengaruhi persepsi nyeri.
2) Pengalaman sebelumnya
Setiap orang belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya. Adanya pengalaman
sebelumnya bukan berarti seseorang tersebut akan lebih mudah menerima rasa
nyeri di masa yang akan datang.
3) Keluarga dan dukungan social
Orang dengan nyeri terkadang bergantung kepada anggota keluarga yang lain
atau teman dekat untuk dukungan, bantuan, atau perlindungan. Meski nyeri
masih terasa tetapi kehadiran keluarga ataupun teman terkadang dapat
membuat pengalaman nyeri yang menyebabkan nyeri sedikit berkurang.
c. Factor psikologis
1) Kecemasan
Kecemasan terkadang meningkatkan persepsi terhadap nyeri, tetapi nyeri juga
menyebabkan perasaan cemas.
2) Teknik koping
Teknik koping mempengaruhi kemampuan untuk mengatasi nyeri. Seseorang
yang memiliki kontrol terhadap situasi internal merasa bahwa mereka dapat
mengontrol kejadian-kejadian dan akibat yang terjadi dalam hidup mereka,
seperti nyeri.
d. Factor budaya
1) Arti dari nyeri
Sesuatu yang diartikan seseorang sebagai nyeri akan mempengaruhi
pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang beradaptasi terhadap kondisi
tersebut.
2) Suku bangsa
Nilai-nilai dan kepercayaan terhadap budaya mempengaruhi bagaimana
seorang individu mangatasi rasa sakitnya.
5. Klasifikasi
Klasifikasi nyeri secara umum menurut Hidayat (2006, hlm.215) di bagi menjadi dua,
yaitu:
a. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,
yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot.
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.
6. Manifestasi (Kozier, Erb, Berman, et.al, 2010, hlm.689;a. Nyeri akut
1) Peningkatan denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah.2) Diaforesis3) Dilatasi pupil4) Umumnya tampak adanya cidera jaringan.5) Klien tampak gelisah dan cemas.
6) Klien melaporkan rasa nyeri.7) Klien menunjukkan perilaku yang mengindikasikan rasa nyeri misalnya
menangis, menggosok area nyeri, memegang area nyeri.
b. Nyeri kronik1) Umumnya tanda vital dalam batas normal.2) Kulit kering, hangat.3) Pupil bisa normal maupun dilatasi.4) Nyeri yang dirasakan terus berlanjut setelah penyembuhan.5) Klien tampak depresi dan menarik diri.6) Klien sering kali tidak menyebutkan rasa nyeri kecuali ditanya.7) Perilaku nyeri seringkali tidak muncul.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nyeri menurut Hidayat (2006, hlm.220) sebagai berikut:
a. Farmakologi
Pemberian obat analgesic, yang dilakukan guna mengganggu atau memblok
transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi
kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesic yang digunakan adalah:
1) Jenis obat analgesic narkotika
Jenis obat ini digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan
depresi pada fungsi vital seperti respirasi. Jenis obat analgesic narkotika
diantaranya morphin sulfat, kodein sulfat, hydromorphone hydrochloride,
meperidine hydrochloride, methadone, pentazocine.
2) Jenis obat analgesic bukan narkotika
Golongan aspirin digunakan untuk memblok rangsangan pada sentral dan
perifer. Golongan asetaminofen dan jenis nonsteroid anti inflammatory drug
(NSAID), juga dapat menghambat prostaglandin dan dosis rendah dapat
berfungsi sebagai analgesic. Kelompok obat ini meliputi ibuprofen,
mefanamic acid, fenoprofen, naprofen, zomepirac.
b. Non farmakologi
1) Teknik latihan pengalihan
a) Menonton televisi
b) Berbincang-bincang dengan orang lain
c) Mendengarkan musik
2) Teknik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik nafas dalam
3) Stimulasi kulit
Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
A. Konsep Askep
A. PengkajianPengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yaitu (Mubarak & Chayatin, 2005,
hlm.212-215):
1. Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien, meliputi:a. Lokasi nyeri/region
Untuk menentukan lokasi nyeri yang apesifik, minta klien menunjukkan area
nyerinya. Apabila klien mengalami kesulitan, pengkajian bisa dilakukan dengan
menggunakan bagian tubuh dan klien bisa menandai bagian tubuh yang
mengalami nyeri.
b. Intensitas nyeri/severity/scaleSkala nyeri menurut McGill (McGill Scale) mengukur intensitas nyeri dengan
menggunakan lima angka, yaitu 0 = tidak nyeri, 1 = nyeri ringan, 2 = nyeri
sedang, 3 = nyeri berat, 4 = nyeri sangat berat, dan 5 = nyeri hebat.
Sedangkan skala nyeri menurut Hayward tertera dalam tabel di bawah ini.
Tabel II.A.1Skala Keterangan
01-34-67-9
10
Tidak nyeriNyeri ringanNyeri sedangSangat nyeri, tetapi masih bisa dikontrol dengan aktivitas yang biasa dilakukanNyeri tidak tertahankan
Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker Faces rating
Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas
nyerinya melalui angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu
berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan
komunikasi.
0 1 2 3 4 5 Tidak Sedikit Sedikit Lebih Sangat Paling
sakit sakit lebih sakit sakit sakit sakit
c. Kualitas nyeri/qualityTerkadang nyeri bisa dirasakan seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”.
Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan
nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan
etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.
d. Pola nyeriPola nyeri meliputi awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
e. Faktor presipitasiPerawat mengkaji segala hal dari pasien yang dapat memicu timbulnya nyeri
(misal aktivitas/lingkungan).
f. Gejala ynag menyertaiMeliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan oleh
awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hariPerawat mengkaji sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas sehari-hari klien.
Terkait dengan hal tersebut, perawat dapat mengkaji beberapa aspek seperti tidur,
nafsu makan, konsentrasi, perkerjaan, hubungan interpersonal, hubungan
pernikahan, aktivitas di rumah, aktivitas di waktu senggang, serta status
emosional.
h. Sumber kopingPerawat mengkaji strategi koping yang digunakan untuk mengatasi nyeri secara
individual.
i. Respon afektifPerawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau
perasaan gagal pada diri klien.
2. Observasi respons perilaku dan fisiologisa. Respon non verbal: menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar,
menggigit bibir bawah, seringai wajah.b. Respon vokalisasi: erangan, menangis, berteriak.c. Imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri.d. Gerakan tubuh tanpa tujuan: menendang-nendang, membolak-balik tubuh di atas
kasur.e. Pada awal awitan nyeri akut: tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernafasan
meningkat, diaforesis, dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis. Jika nyeri telah berlangsung lama, dan sistem saraf simpatis telah beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang bahkan tidak ada. Untuk itu, perawat juga perlu mengkaji lebih dari 1 respon fisiologis.
B. Diagnosa KeperawatanMenurut Herdman (2012, hlm.604) diagnosa keperawatan untuk klien yang mengalami
nyeri atau ketidaknyamanan adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (missal, biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
2. Nyeri Kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik kronis, ketunadayaan psikososial kronis
C. Intervensi1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (missal, biologis, zat kimia, fisik,
psikologis)Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan … × … jam, nyeri dapat berkurang
atau hilang.
Kriteria Hasil (Taylor, 2010, hlm.315):
a. Pasien mengidentifikasi karakteristik khusus nyeri
b. Pasien mengungkapkan pengurangan nyeri dalam jangka waktu yang ditetapkan
c. Pasien menggunakan teknik pengendalian nyeri alternatif
Rencana tindakan (Taylor, 2010, hlm.315):
a. Minta pasien untuk menggambarkan nyerinya dan kaji gejala-gejala fisiknya yang
mengidentifikasi nyeri
R: pengkajian kembali yang kontinyu memungkinkan modifikasi rencana
perawatan yang diperlukan
b. Berikan obat yang dianjurkan
R: untuk mengurangi nyeri
c. Rencanakan aktivitas untuk mendistraksi pasien, seperti membaca, menonton
televisi, dan kunjungan keluarga
R: untuk membantu menghindarkan pasien dari memfokuskan pada nyeri
d. Ajarkan pasien teknik pengendalian nyeri alternative, seperti hipnotis diri, umpan
balik biologis, dan relaksasi
R: untuk mengurangi ketergantungan terhadap analgesic
2. Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik kronis, ketunadayaan psikososial kronisTujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan … × … jam, nyeri dapat berkurang.
Kriteria Hasil (Taylor, 2010, hlm.317):
a. Pasien mengungkapkan perasaan tentang nyeri
b. Pasien mengidentifikasi sumber-sumber nyeri
c. Pasien mengidentifikasi factor yang mempengaruhi kejadian atau keparahan nyeri
Rencana tindakan (Taylor, 2010, hlm.318):
a. Tentukan waktu khusus untuk berbicara dengan pasien tentang nyeri dan efek
psikologis dan emosinya
R: untuk menentukan hubungan saling percaya, saling mendukung, dan untuk
menumbuhkan komunikasi terbuka
b. Ajarkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, music atau terapi dalam
mengurangi nyeri
R: untuk menimbulkan ketidaktergantungan pada obat
c. Berikan obat yang dianjurkan
R: untuk mengurangi nyeri
d. Rencanakan aktivitas untuk mendistraksi pasien, seperti membaca, menonton
televisi, dan kunjungan keluarga
R: untuk membantu menghindarkan pasien dari memfokuskan pada nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul, (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Berman, Audrey; Snyder, Shirlee; Kozier, Barbara; Erb, Glenora. (2009). Buku ajar praktik
keperawatan klinis edisi 5. Jakarta: EGC.
Potter, Patricia A dan Perry, Anne G. (2009). Fundamental keperawatan edisi 7 buku 3. Jakarta:
Salemba Medika.
Mubarak, Wahit Iqbal dan Chayatin, Nurul. (2007). Buku ajar kebutuhan dasar manusia: teori
dan aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Taylor, Cynthia M. (2010). Diagnosa keperawatan: dengan rencana asuhan. Jakarta: EGC