lp snh.docx

32
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BP “S” DENGAN STROKE NON HEMORARGIK DI UNIT STROKE RSUP DR SARDJITO Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah IV Disusun oleh : Dita Amanda Sakti P07120111008 Feri Suhindra P07120111015 Fery Agustina P07120111016 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

description

kmb iv

Transcript of lp snh.docx

Page 1: lp snh.docx

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BP “S” DENGAN STROKE

NON HEMORARGIK DI UNIT STROKE RSUP DR SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah IV

Disusun oleh :

Dita Amanda Sakti P07120111008

Feri Suhindra P07120111015

Fery Agustina P07120111016

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

2013

Page 2: lp snh.docx

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Stroke

1. Pengertian

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik

mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah

melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006)

Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-

tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal

(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain

vaskuler.

2. Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (SH) dan

stroke non hemoragik (SNH).

a. Stroke Hemoragik

Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke

jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak

atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan

gangguan serabut saraf otak. Stroke hemoragik biasanya terjadi saat

melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat

istirahat.

Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di

otak (aneurisma,mikroaneurisma,kelainan pembuluh darah

congenital) pecah atau robek.Keadan penderita stroke hemoragik

umumnya lebih parah .Kesadaran umumnya menurun. Mereka

berada dalam keadaan somnolen, spoor, atau koma pada fase akut.

b. Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia

akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama

beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi

perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan

Page 3: lp snh.docx

selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008)

Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik

dan proses patologik (kausal):

1) Berdasarkan manifestasi klinik:

a) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran

darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

b) Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu

lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

c) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)

Gejala neurologik makin lama makin berat.

d) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang

lagi.

2) Berdasarkan Kausal

a) Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan

pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada

pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil.

Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat

aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah

yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh

tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein

(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik

terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil

terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan

indikator penyakit aterosklerosis.

b) Stroke Emboli/Non Trombotik

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung

atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi

penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah

tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

Page 4: lp snh.docx

3. Etiologi

a. Trombosis yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat

menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak:

Ateroskelosis, hiperkoagulasi pada polisetimia, arthritis dan emboli

b. Embolisme Serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak

oleh bekuan darah, lemak, dan udara.

4. Faktor Risiko Stroke

Faktor risiko yang dapat dikendalikan:

a. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi

meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali.

Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena

terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga

memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak

70% dari orang yang terserang stroke mempunyai tekanan darah

tinggi.

b. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak

sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya

aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat

sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. Risiko terjadinya

stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan

dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.

c. Penyakit Jantung

Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah

fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya

penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat

pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner,

kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung

juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati

meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.

Page 5: lp snh.docx

d. Transient Ischemic Attack (TIA)

Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1

kali serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati

dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan

mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan

sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan

pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima

tahun.

e. Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan

diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%.

Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan

aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan

terkena serangan stroke.

f. Hiperkolesterolemia

Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor

risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah

dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang

tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak

di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik

di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl

meningkatkan risikostroke 1,31-2,9 kali.

g. Merokok

Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh

tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok

mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan

menyebabkan darah mudah menggumpal.

h. Alkohol

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme

tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi

berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi,

saraf otak dan lainlain. Semua ini mempermudah terjadinya stroke.

Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3

kali.

Page 6: lp snh.docx

i. Stres

Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial

dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor

risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau

hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan

risiko terkena stroke sebesar 2 kali.

j. Penyalahgunaan Obat

Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis

suntikan akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan

kerusakan dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba

itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah

terserang stroke.

Bisa dikendalikan

Potensial

bisa

dikendalikan

Tidak bisa

Dikendalikan

- Hipertensi

- Penyakit jantung

- Fibrilasi atrium

- Endokarditis

- Stenosis mitralis

- Infark jantung

- Merokok

- Konsumsi alkohol

- Stress

- Anemia sel sabit

- Transient Ischemic Attack (TIA)

- Stenosis karotis asimtomatik

- Kontrasepsi oral (khususnya

dengan disertai hipertensi,

merokok, dan kadar estrogen

tinggi),

- Kolesterol tinggi,

- Diabetes

Militus

- Hiperhomo

sisteinemia

- Hipertrofi

ventrikel kiri

- Umur

- Jenis

kelamin

- Herediter

- Ras dan

etnis

- Geografi

Page 7: lp snh.docx

- Penyalahgunaan obat (kokain),

- Makanan lemak dan faktor usia.

5. Patofisiologi

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir

ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan

komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan

komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan

menimbulkan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang bila berlanjut

akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian.

Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang

subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak

dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah

berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

Pathway Stroke: Lampiran Gambar 3

6. Manifestasi Klinis

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran

darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh

darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-

gejala tersebut adalah:

a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.

1) Buta mendadak (amaurosis fugaks).

2) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan

(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.

3) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis

kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi

sumbatan.

b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.

1) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih

menonjol.

2) Gangguan mental.

3) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.

Page 8: lp snh.docx

4) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.

5) Bisa terjadi kejang-kejang.

c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.

1) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih

ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.

2) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.

3) Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).

d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.

1) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.

2) Meningkatnya refleks tendon.

3) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.

4) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),

kepala berputar (vertigo).

5) Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

6) Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara

sehingga pasien sulit bicara (disatria).

7) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran

secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,

kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).

8) Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia),

gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),

penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,

kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri

kedua mata (hemianopia homonim).

9) Gangguan pendengaran.

10) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior

1) Koma

2) Hemiparesis kontra lateral.

3) Ketidakmampuan membaca (aleksia).

4) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur

1) Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia

dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk

Page 9: lp snh.docx

berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,

sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap

baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti

pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan

perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak

memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.

2) Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan

otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara

kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca

kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah

ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca

kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global

alexia.

3) Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya

kerusakan otak.

4) Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal

angka setelah terjadinya kerusakan otak.

5) Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah

sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti

penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau

menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering

bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh

menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak

boleh melihat jarinya).

6) Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya

kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang

berhubungan dengan ruang.

7) Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku

akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari

hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan

bicara.

8) Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada

trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi

pengangkatan massa di otak.

Page 10: lp snh.docx

9) Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup

sejumlah kemampuan.

7. Komplikasi

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,

antara lain:

a. Perdarahan ulang

b. Vasospasme

c. Kelumpuhan total

d. Dekubitus

e. Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada

daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

f. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung,

dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh

g. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dansakit kepala.

h. Hidrocephalus

i. Peningkatan tekanan intrakranial

j. Herniasi

k. Deteorisasi

l. Disabilitas Permanen

8. Pemeriksaan Penunjang

(Doenges E, Marilynn,2000)

a. CT Scan

Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya

infark.

b. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

perdarahan atau obstruksi arteri.

c. Pungsi Lumbal

Menunjukan adanya tekanan normal, peningkatan tekanan dan adanya

cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.

d. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

Page 11: lp snh.docx

e. EEG (Electroencephalography)

Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik

f. Ultrasonografi Dopler

Mengidentifikasi penyakit arteriovena

g. Sinar X Tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

h. Pemeriksaan kimia darah

Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat

mencapai 250 mg didalam serum.

9. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Fase Akut

Penatalaksanaan awal selama fase akut adalah mempertahankan

jalan nafas dan ventilasi adekuat adalah prioritas dalam fase ini.

1) Pasien ditempatkan pada posisi lateral dengan kepala tempat tidur

agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang

2) Intubasi endotrakel dan ventilasi mekanik perlu untuk paien

dengan stroke massif, karena henti nafas biasanya factor yang

mengancam kehidupan pada situasi ini

3) Pantau adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis,

pneumonia)

4) Pantau ukuran dan irama jantung serta tanda gagal jantung

kongestif

5) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan

hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik

6) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih

yang dapat meningkatkan TIK

7) Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika

kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya

dipasang NGT

8) jika penderita tidak mampu menggunakan anggota gerak,

gerakkan tiap anggota gerak secara pasif seluas geraknya.

Page 12: lp snh.docx

b. Perawatan pasca stroke oleh keluarga di rumah

1) Fisioterapi mutlak dilakukan secara rutin baik oleh fisoterapis

maupun keluarga dirumah sesering mungkin yang masih bisa

ditoleransi oleh penderita dengan penuh kesabaran dan jangan

lupa kasih sayang, memang waktu yang diperlukan cukup panjang

dengan hasil yang sangat lambat namun banyak keluarga pasien

yang sabar dengan prosedur ini mendapatkan level fungsional

yang cukup baik (Pambudi, 2010).

2) Beberapa pasien stroke terkadang mengalami kesulitan menelan

dan keluarga menganggap pasien tidak mau makan dan

membiarkannya sehingga pasien jatuh dalam kondisi gizi buruk

bahkan dehiderasi yang dapat mengganggu pemulihan, pasien-

pasien ini dapat dibantu dengan sonde di rumah sambil dilatih

untuk dapat menelan dan seringkali hal ini berhasil.

3) Penderita stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi,

pendampingan dan dukungan keluarga serta semangat dari

keluarga akan sangat menolong pemulihan.

c. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Medis Stroke Iskemik (Non Hemoragik)

Beberapa obat – obatan lain yang diberikan dalam penatalaksanaan

stroke iskemik meliputi :

1) RTPA (Recombinant Tissue Plasminogen Activator): Alteplase,

Streptokinase

Diberikan secara intravena digunakan untuk menghancurkan

bekuan darah yang terbentuk. Hanya digunakan dengan

syarat:

a) kurang lebih 3-6 jam setelah serangan,

b) jangan diberikan bila ada tanda – tanda trombosis vena

serebral

c) tidak pernah ada riwayat operasi kepala

d) hipertensi ≥185 mmHg

e) Dapat menimbulkan efek samping yang cukup tinggi seperti

terjadinya perdarahan otak.

Page 13: lp snh.docx

2) Anti Koagulan : Heparin, Warfarin, Enoxaparin Digunakan

untuk mencegah terbentuknya emboli atau mencegah bila ada

bekuan baru, hanya sebatas untuk kasus pada stroke dengan

fibrilasi atrium

3) Anti Platelet : Aspirin, Tidopidine, Clopidogrel

4) Neuroprotector : Citikolin

5) Anti Hipertensi : Labetolol, Nicardipine, Enalapril, Sodium

Nitropruside Untuk beberapa kasus kegawatdaruratan tidak

dianjurkan pemberian vasodilator cepat (Nitrogliserin,

Hydralazin) karena dapat memperburuk keadaan. Pada stroke

sumbatan, penurunan tekanan darah tidak dianjurkan terlalu

agresif, bahkan tekanan darah dibiarkan tinggi kecuali bila

diatas 220/120 mmHg maka harus segera diturunkan.

Penurunan tekanan darah yang dianjurkan ≤ 20%. Penurunkan

tekanan Intrakranial dapat dengan terapi manitol.

6) Obat lambung : Antasid (untuk mencegah ulcer dan refluks

lambung) hanya diberikan sesuai dengan indikasi tertentu.

Di beberapa negara sudah dilakukan “Primary Prevention”

dimana aspirin dikonsumsi tidak hanya saat terjadi serangan

namun dikonsumsi secara terus menerus pada wanita setelah

menopause dan pria dengan faktor resiko seperti Hiperlipidemik,

Diabetes, Hipertensi, dan Obesitas sehingga dapt mencegah

terjadinya stroke..

Page 14: lp snh.docx

B. Asuhan Keperawatan1. Pengkajian

(Doenges E, Marilynn,2000)

a. Pengkajian Primer

1) Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan

sekret akibat kelemahan reflek batuk

2) Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya

pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar

ronchi /aspirasi

3) Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,

takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan

membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

b. Pengkajian Sekunder

1) Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

a) kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi

atau paralysis.

b) mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )

Data obyektif:

a) Perubahan tingkat kesadaran

b) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis

( hemiplegia ) , kelemahan umum.

c) gangguan penglihatan

2) Sirkulasi

Data Subyektif:

Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal

jantung, endokarditis bacterial ), polisitemia.

Data obyektif:

a) Hipertensi arterial

b) Disritmia, perubahan EKG

c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi

Page 15: lp snh.docx

d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

3) Integritas ego

Data Subyektif:

a) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

b) Data obyektif:

c) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,

kegembiraan

d) kesulitan berekspresi diri

4) Eliminasi

Data Subyektif:

a) Inkontinensia, anuria

b) distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak

adanya

c) suara usus( ileus paralitik )

d) Makan/ minumData Subyektif:

e) Nafsu makan hilang

f) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK

g) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia

h) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

Data obyektif:

a) Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan

faring )

b) Obesitas ( factor resiko )

5) Sensori neural

Data Subyektif:

a) Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )

b) nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan

sub arachnoid.

c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat

seperti lumpuh/mati

d) Penglihatan berkurang

e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada

ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )

f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Page 16: lp snh.docx

Data obyektif:

a) Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan

, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang)

dan gangguan fungsi kognitif

b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada

semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,

berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral )

c) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )

d) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,

kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif /

kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari

keduanya.

e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,

pendengaran, stimuli taktil

f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi

pada sisi ipsi lateral

6) Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif:

Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Data obyektif:

Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

7) Respirasi

Data Subyektif: Perokok ( factor resiko )

8) Keamanan

Data obyektif:

a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

b) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat

objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

c) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang

pernah dikenali

d) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan

regulasi suhu tubuh

Page 17: lp snh.docx

e) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap

keamanan, berkurang kesadaran diri

9) Interaksi social

Data obyektif: Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

2. Diagnosa Keperawatana. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya

aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, spasme pembuluh darah

serebral dan edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan

neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/ paralysis hipotonik,

paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan

sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskular, kehilangan tonus,

kelemahan/kelelahan umum. 

3. Intervensi Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah,

gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serevral dan edema serebral

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya atau membaik, fungsi

kognitif dan motorik sensori.

2) Menunjukkan TTV stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi Rasional

MANDIRI

1. Menentukan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian

/ penyebab khusus selama

koma / penurunan perfusi

serebral dan potensial

terjadinya peningkatan TIK.

2. Memantau dan mencatat

status neurologis sesering

 

1. Mempengaruhi penetapan

intervensi.

2. Mengetahui kecenderungan

tingkat kesadaran dan potensial

Page 18: lp snh.docx

mungkin dan bandingkan

dengan keadaan normal atau

standar

3. Pantau TTV, Seperti : adanya

hipertensi, frekuensi dan irama

jantung, auskultasi adanya

murmur, catat pola irama dari

pernapasan.

4. Evaluasi pupil, catat ukuran,

bentuk, kesamaan, dan

reaksinya terhadap cahaya.

5. Catat perubahan dalam

penglihatan seperti adanya

kebutaan, gangguan lapang

pandang dan persepsi.

6. Letakkan kepala dengan posisi

agak ditinggikan dan dalam

posisi anatomis.

7. Pertahankan keadaan tirah

baring, ciptakan lingkungan

yang tenang, batasi

pengunjung atau aktivitas klien

sesuai indikasi.

8. Cegah terjadinya mengedan

saat defekasi

KOLABORASI

1. Memberikan oksigen sesuai

indikasi

peningkatan TIK dan mengetahui

lokasi, luas dan kemajuan /

resolusi kerusakan SSP. TIA

merupakan tanda terjadi

trombosis baru

3. Memantau dan mengidentifikasi

jika terjadi perubahan yang tiba-

tiba atau signifikan

4. Reaksi pupil diatur oleh saraf

kranial okulomotor dan berguna

dalam menentukan apakah

batang otak tersebut masih baik

5. Gangguan penglihatan yang

spesifik mencerminkan daerah

otak yang terkena.

Mengidentifikasikan keamanan

yang harus mendapat perhatian.

6. Menurunkan tekanan arteri

dengan meningkatkan drainase

dan meningkatkan sirkulasi /

perfusi serebral.

7. Aktivitas yang kontinu dapat

meningkatkan TIK.

8. Valsava manuver dapat

meningkatkan TIK

Menurunkan hipoksia yang dapat

menyebabkan vasodilatasi serebral

Page 19: lp snh.docx

2. Memantau pemeriksaan

laboratorium sesuai indikasi,

seperti masa protrombin,

kadar dilantin

dan tekanan meningkat

Memberikan informasi tentang

keefektifan pengobatan / kadar

terapetik  

b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,

parestesia, flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan

perceptual / kognitif.

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan posisi optimal dari fungsi

2) Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh

3) Mempertahankan integritas kulit

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Mengkaji kemampuan secara

fungsional / luasnya kerusakan

awal dengan cara yang benar.

Klasifikasikan melalui skala

0-4

2. Ubah posisi minimal setiap 2

jam (telentang, miring) dan

sebagainya

3. Melakukan latihan gerak aktif

dan pasif pada semua pada

saat masuk. Menganjurkan

melakukan latihan seperti

latihan quadrisep/gluteal,

meremas bola karet,

melebarkan jari-jari dan

telapak tangan

4. Gunakan penyangga lengan

1. Mengidentifkasikan kekuatan /

kelemahan dan dapat memberikan

informasi mengenai pemulihan.

Membantu dalam pemilihan

intervensi

2. Menurunkan resiko terjadinya

trauma/iskemia jaringan dan

kerusakan pada kulit

3. Meminimalkan atrofi otot,

meningkatkan sirkulasi dan

membantu mencegah terjadinya

kontraktur.

4. Penggunaan penyanggga dapat

Page 20: lp snh.docx

ketika pasien berada dalam

posisi tegak

5. Tinggikan tangan dan kepala

Kolaborasi

Memberikan tempat tidur dengan

matras bulat sesuai indikasi

Konsultasikan dengan ahli

fisioterapi secara aktif, latihan

resistif dan ambulasi pasien

menurunkan resiko terjadinya

sublukasio lengan dan sindrom

bahu-lengan

5. Meningkatkan aliran balik vema

dan membantu mencegah

terbentuknya edema.

Meningkatkan distribusi merara berat

badan yang menurunkan tekanan

pada tulang-tulang tertentu dan

membantu untuk mencegah

kerusakan kulit/terbentuknya

dekubitus.

Program yang khusus dapat

dikembangkan untuk menemukan

kebutuhan yang berarti / menjaga

kekurangan tersebut dalam

keseimbangan, koordinasi dan

kekuatan

c. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan sirkulasi serebral,

kerusakan neuromuskular, kehilangan tonus, kelemahan/kelelahan

umum. 

Kriteria hasil :

1) Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi

2) Menerima pesan-pesan melalui metode-metode alternatif

3) Memperlihatkan peningkatan kemampuan untuk mengerti

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Mengkaji tipe/ derajat disfungsi

seperti pasien tidak tampak

1. Membantu menentukan daerah

atau derajat kerusakan serebral

Page 21: lp snh.docx

memahami kata atau

mengalami kesulitan berbicara

atau membuat pengertian

sendiri.

2. Memperhatikan kesalahan

dalam komunikasi dan berikan

umpan balik

3. Meminta pasien untuk

mengikuti perintah sederhanan

ulangi dengan kata atau

kalimat sederhana

4. Menunjukkan objek dan

meminta pasien untuk

menyebutkan nama tersebut

5. Menganjurkan

pengunjung/orang terdekat

mempertahankan usahanya

untuk berkomunikasi dengan

pasien, seperti membaca

surat, diskusi tentang hal-hal

yang terjadi pada keluarga.

KOLABORASI

Konsultasikan kepada ahli terapi

wicara

yang terjadi dan kesulitan pasien

dalam beberapa atau seluruh

tahap proses komunikasi

2. Klien mungkin kehilangan

kemampuan untuk memantau

ucapan yang keluar dan tidak

menyadari bahwa komunikasi

yang diucapkannya tidak nyata.

3. Melalukan penilaian terhadap

adanya kerusakan sensorik

4. Melalukan penilaian terhadap

adanya kerusakan motorik

5. Mengurangi isolasi sosial pasien

dan meningkatkan pencipataan

komunikasi yang efektif.

Pengkajian secara individual

kemampuan bicara dan sensori,

motorik dan kognitif berfungsi untuk

mengidentifikasi kekurangan atau

kebutuhan terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Page 22: lp snh.docx

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC

Herdman, Heather. 2010. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit: EGC

Harsono. 1996. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada university press

Hudaya, Prasetya. 2003. Patologi Umum. Surakarta: Politeknik Keseshatan Suarkarta Jurusan fisioterapi.

Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Pudiastuti, Ratna D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika

Smeltzer, S. dan Bare, B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. Jakarta: Penerbit EGC