LP Diabetes/ lp dm
-
Upload
utik-desy-pariani -
Category
Documents
-
view
341 -
download
49
Embed Size (px)
description
Transcript of LP Diabetes/ lp dm

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DIABETES MELLITUS
OLEH :
NI MADE DESY PARIANI, S.KEP15.901.1224
PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR DIABETES MELLITUS
1. DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes Melllitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak, dan
protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas
insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler,
makrovaskuler, dan neuropati.
2. ETIOLOGI
a. DM tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
1) Factor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe 1.
Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Factor imunologi (autoimun). Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu
respons autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jarigan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-
sel pulau langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi ada saat diagnosis

dibuat dan ahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes
tipe 1.
3) Factor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. DM tipe 2
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Factor genetic memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas
sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami untuk mengontrol kadar
glukosa darah.
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan metabolisme dan penurunan
fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar glukosa darah dan hal ini bisa terjadi
karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat.
c. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil. Diabetes melitus (
gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu kombinasi dari
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, sama dengan
jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan selama kehamilan dan dapat
meningkatkan atau menghilang setelah persalinan. Walaupun demikian, tidak
menutup kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu kesehatan dari janin
atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-wanita dengan Diabetes Melitus
gestational sewaktu-waktu dapat menjadi penderita.

Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama
sekali tidak menghasilkan insulin
Pankreas tetap menghasilkan insulin,
kadang kadarnya lebih tinggi dari normal.
Tetapi tubuh membentuk kekebalan
terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relatif
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu
anak-anak dan remaja.
Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
tetapi biasanya terjadi setelah usia 30
tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan
(berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan
sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini
diperlukan kecenderungan genetik.
Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
mengalami obesitas.
90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin
yang berat dan penderita harus mendapatkan
suntikan insulin secara teratur
Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
diturunkan secara genetik dalam keluarga
4. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu
karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormone insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan

hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah
glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang
disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa
kel sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh,
maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton dan bau buah-
buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetic.

PATHWAY
Reaksi Autoimun Obesitas, Usia, Genetik
Sel Beta Pancreas hancur Sel Beta Pancreas hancur
Anabolisme Protein Katabolisme protein Lipolisis Meningkat Penurunan pemakaian glukosa
Resiko Infeksi
Kekebalan tubuh
Kerusakan pada antibody
Neuropati Sensori Perifer
Klien merasa tidak sakit saat luka
Merangsang Hipotalamus
Polidipsi dan Polifagi
Pusat lapar dan haus
Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan
Tubuh
Gliserol Asam Lemak Bebas
KetogenesisAterosklerosis
Ketonuria
Ketoasidosis
Nyeri Abdomen Mual, Muntah Hiperventilasi Nafas bau
keton Coma Kematian
Hiperglikemia
Viskositas darah
Glycosuria
Osmotic Diuresis
Poliurea
Dehidrasi
Kekurangan volume cairan
Aliran darah melambat
Ischemic Jaringan
Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan perifer
Mikro VaskulerMakro Vaskuler
Serebral
Penyumbatan pada otak
Stoke
Jantung
Miocard Infark
Nyeri Akut
Retina
Resiko cedera
Retina Diabetik
Gangguan Penglihatan
Gagal Ginjal
Neuropati
Ginjal
Ganggren
Nekrosis Luka
Defisiensi Insulin
DM Tipe IIDM Tipe I

5. GEJALA KLINIS
Seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita dua dari
tiga gejala yaitu :
a. Keluhan Trias : poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), polifagia
(banyak makan)
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl
Keluhan lainnya yang sering terjadi adalah : berat badan menurun, lemah,
kesemutan, gatal, visus menurun, bisul/luka, keputihan. Gejala-gejala akibat DM pada
usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaucoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati visceral
k. Amiotropi
l. Ulkus neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relative sekarang menjadi absolute dan
timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran
menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Pada pasien dengan
Kerusakan Integritas Jaringan

kebingungan dan koma, merupakan gangguan metabolisme serebral yang tampak lebih
jelas. Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain :
a. Grade 0 : tidak ada luka
b. Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
c. Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d. Grade III : terjadi abses
e. Grade IV : gangren pada kaki bagian distal
f. Grade V : gangrene pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
< 100
<80
<110
<90
100-200
80-200
110-120
90-110
>200
>200
>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien.
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 1/2
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pemba karan
asam lemak menjadi lebih baik.

c. Penyuluha
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau
media misalnya : leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Anti Diabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
- Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
- Kerja OAD tingkat reseptor
2) Insulin
Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subkutan, kecepatan absorbsi ditempat suntikan tergantung pada beberapa faktor
antara lain :
(1) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap
hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorbsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorbsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30
menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(3) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorbsi insulin.
(4) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.

b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada
kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan
intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja
yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Pola kebutuhan dasar
1) Aktifitas/Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, keram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas,
letargi atau disorieantasi, koma.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, infark miokar akut, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun atau tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering,
kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi.

Tanda : Ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria ), nokturia. Rasa nyeri / terbakar,
kesulitan berkemih ( infeksi ), ISK baru / berulang, nyeri tekan
abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguri/anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau busuk
infeksi ), abdomen keras, adanya ansietas, bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif ( diare ).
5) Makanan / cairan
Gejala : Hilang napsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode
beberapa hari / minggu, haus, penggunaan diuretik ( tiazid ).
Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah ), bau halitosis/manis, bau buah ( napas aseton)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan,kebas kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor / koma ( tahap lanjut ), gangguan
memori , reflek tendon menurun, kejang.
7) Nyeri / keamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri ( sedang/berat ).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
( tergantung adanya infeksi/tidak ).

Tanda : Lapar udara, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( infeksi ), frekuensi
pernapasan.
9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya kekuatan
umum / rentang gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-otot
pernapasan ( jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam ).
2. DIAGNOSA
a. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diuresis
osmotic)
b. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
faktor biologis
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes mellitus,
kurang pengetahuan tentang proses penyakit diabetes melitus
d. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis
e. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi, defisit cairan
f. Resiko Tinggi Infeksi
g. Resiko Cedera
3. RENCANA TINDAKAN dan RASIONALISASI
1. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diuresis
osmotic)
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam homeostasis dapat dipertahankan
kriteria evaluasi :
- Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
- Nadi perifer dapat diraba
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik

- Haluaran urine tepat secara individu
- Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Pantau tanda vital, catat perubahan
tekanan darah pada perubahan posisi,
kekuatan nadi perifer
Hipotensi postural merupakan bagian hivolemia
akibat kekurangan hormone aldosteron dan
penurunan curah jantung sebagai akibat dari
penurunan kortisol. Nadi mungkin meemah yang
dengan mudah dapat hilang.
Pantau pola nafas seperti adanya
pernafasan kusmaul atau pernafasan yang
berbau keton
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui
pernafasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratorid terhadap keadaan
ketoasidosis. Pernafasan yang berbau aseton
berhubungan dengan pemecahan aseto-asetat dan
harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor
kulit dan membrane mukosa
Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi, atau
volume sirkulasi yang adekuat
Pantau masukan dan pengeluaran, catat
berat jenis urine
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari
terapi yang diberikan
NURSING TREATMENT
Dapatkan riwayat dari pasien atau orang
terdekat yang berhubungan dengan lama
dan intensitas dari gejala yang muncul
seperti contoh: muntah, pengeluaran urine
yang berebihan
Membantu memperkirakan penurunan volume
total cairan
Pertahankan untuk memberikan cairan
paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung jika
Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi

pemasukan cairan melalui oral sudah
dapat diberikan
EDUKASI
Anjurkan pasien untuk menggunakan
selimut tipis
Menghindari pemanasan yang berlebihan
terhadap pasien lebih lanjut akan dapat
menimbulkan kehilangan cairan
COLABORATION
Berikan terapi cairan sesuai indikasi
(normal salin atau dengan tanpa dekstrosa)
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respons pasien secara
individual
2. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
factor biologis
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam nutrisi kembali seimbang sesuai
dengan kebutuhan tubuh
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
- Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan kearah rentang biasanya atau
yang diinginkan dengan nilai laboratorium dengan batas normal.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Timbang berat badan setiap hari atau
sesuai dengan indikasi.
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
(termasuk absorbsi dan utilisasinya)
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri
abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat
dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai
Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/
fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)

dengan indikasi. yang akan memperngaruhi intervensi
Observasi tanda-tanda hipoglikemia
seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar,
peka rangsang, cemas, sakit kepala.
Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi ,
gula darah akan berkurang, dan sementara tetap
diberikan insulin maka hipoglikemia aka dapat
terjadi. Jika pasien dalam mkeadaan koma
hipoglikemia mi\ungkin terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran. Ini
secara potensial dapat mengancam kehidupan
yang harus dikaji dan ditangani secara cepat
melaliu protocol yang direncanakan.
Pantau masukan dan pengeluaran, catat
berat jenis urine
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari
terapi yang diberikan
NURSING TREATMENT
Tentukan program diet dan pola makan
pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien.
Mengidentifikasi kekuarangan dan penyimpangan
dari kebutuhan terapeutik.
Berikan makanan cair yang mengandung
zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui oral.
Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika
pasien secara sadar dan fungsi gastrointestinalnya
baik
EDUKASI
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan
makan ini sesuai dengan indikasi.
Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan
informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien
COLABORATION
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula
darah dengan menggunakan “finger stick”
Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih
akurat daripada memantau gula darah dalam

urine yang tidak cukup akurat untuk mediteksi
fluktuasi kadar gula darahdan dapat dipengaruhi
oleh ambang ginjal pasien secara individual atau
adanya retensi urin/gagal ginjal.
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin. Insulin regular memiliki awitan cepat dan
karenanya dengan cepat dapat membantu
memindahkan glikosa ke dalam sel.
Kolaborasi dengan ahli diet Sangat bermanfaat dalam memperhitungkan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi pasien.dan dapat pula membatu pasien dan
orang terdekat untuk mengembangkan
perencanaan makan.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes mellitus,
kurang pengetahuan tentang proses penyakit diabetes mellitus
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam perfusi jaringan perifer kembali
efektif
Kriteria evaluasi :
- Mendemostrasikan perfusi adekuat secara individual:
- Kulit hangat dan kering
- Ada nadi perifer/kuat
- TTV dalam batas normal
- Pasien sadar atau berorientasi
- Keseimbangan pemasukan/pengeluaran
- Tidak tampak edema
- Bebas dari rasa nyeri atau ketidaknyamanan.
Intervensi Rasional
OBSERVASI

Kaji pucat, sianosis, belang, kulit
dingin/lembab. Catat kekuatan nadi perifer
Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh
penurunan curah jantung yang mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan
penurunan nadi.
Kaji tanda Homan (nyeri pada betis
dengan posisi dorsifleksi), eritema, edema.
Indikator thrombosis vena dalam
Pantau pemasukan dan catat perubahan
haluan urine
Penurunan pemasukan/mual terus menerus dapat
mengakibatkan penerunanvolume sirkulasi, yang
berdampak negative pada perfusi dan fungsi
organ. Berat jenis mengukur status hidrasi dan
fungsi ginjal.
Kaji fungsi gastrointestinal, catat
anoreksia, penurunan/tidak ada bising
usus, mual/muntah, distensi abdomen,
konstipasi
Penurunan aliran darah kemesenteri dapat
mengakibatkan disfungsi gastrointestinal, contoh
kehilangan peristaltic. Masalah potensial/actual
karena penggunaan analgesic, penurunan
aktivitas, dan perubahan diet.
NURSING TREATMENT
Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan
mental kontinu. Contoh: cemas, bingung,
letargi, pingsan
Perfusi serebral secara langsung sehubung
dengan curah jantung dan juga dipengeruhi oleh
elektrolit/variasi asam-basa, hipoksia, atau
emboli sistemik
EDUKASI
Anjurkan pasien dalam
melakukan/melepas kaus kaki
antiembolikbila digunakan
Membatasi statis vena, memperbaiki aliran balik
venadan menurunkan risiko tromboflibitis pada
pasien yang terbatas aktivitasnya.
COLABORATION
Kolaborasi: Indikator perfusi/ fungsi organ

Pantau data laboratorium, contoh GDA,
BUN, Kreatinin, Elektrolit
4. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat
laporan verbal, peyunjuk non verbal,
repon hemodinamik (meringis, menangis,
gelisah, berkeringat, mengcengkram dada,
nafas cepat, TD/ frekwensi jantung
berubah)
Variasi penampilan dan prilaku pasien karena
nyeri terjadi sebagai temuan pengakajian.
Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam
terhadap faktor pencetus harus ditunda sampai
nyeri hilang. Pernapasan mungkin meningkat
sebagai akibat nyeri dan berhubungan dengan
cemas, sementara hilangnya stress menimbulkan
katolekamin akan meningkatkan kecepatan
jantung dan TD.
Pantau tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah obat narkotik
Hipotensi /depresi pernapasan dapat terjadi
sebagai akibat pemberian narkotik.
NURSING TREATMENT
Ambil Gambaran lengkap terhadap nyeri
dari pasien termasuk lokasi, intensitas (0-
10), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar)
dan penyebaran
Nyri sebagai pengalaman subjektif dan harus
digambarkan oleh pasien.

Bantu melakukan teknik relaksasi,
misalkan: napas dalam, bimbingan
imajinasi.
Membantu dalam penurunan persepsi/ respon
nyeri. Memberikan control situasi, meningkatkan
prilaku positif.
Berikan lingkungan yang tenang , aktivitas
perlahan, dan tindakan nyaman.
Pendekatan pasien dengan tenang dan
dengan percaya.
Menurunkan rangsangan eksternal dimana
ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan
kemampuan koping dan keputusan terhadap
situasi saat ini
COLABORATION
Kolaborasi pemberian obat
Analgesik, contoh: morfin, meperidin
Suntikan narkotik lain dapat dipakai pada fase
akut atau nyeri dada berulang yang tak hilang
dengan nitrogliserin untuk nenurunkan nyeri
hebat, mengurangi sedasi dan mengurangi kerja
miokard.
5. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi, defisit
cairan
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan gangguan integritas
kulit/jaringan dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria evaluasi :
- Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan
- Kondisi luka tidak terinfeksi
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan
warna, edema, dan discharge, frekuensi
ganti balut.
Untuk mengetahui luka, adanya epitelisas,
perubahan warna, edema, discharge dan frekuensi
ganti balut.
Kaji tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Tanda-tanda vital normal terutama TD,

Respirasi) menunjukkan tidak adanyanya nyeri yang
diakinatkan dari kerusakan intrgritas
kulit/jaringan
NURSING TREATMENT
Lakukan perawatan luka Perawatan luka yang baik dan steril, akan
membatu menambahkan rasa nyaman.
COLABORATION
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
indikasi
Untuk mengurangi neuropati perifer
6. Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori (tidak
mampu melihat)
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan pasien memperlihatkan
upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera (jatuh) tidak terjadi,
Kriteria evaluasi :
Klien mampu :
- Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera
- Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu
- Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko
jatuh pada klien.
Mengetahui faktor-faktor resiko jatuh yang
dimiliki pasien
NURSING TREATMENT
Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih
aman (memasang pinggiran tempat tidur,
dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh
Mengurengi resiko tinggi jatuh

pada poin 1
Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor
resiko
Dokumentasi faktor-faktor resiko jatuh
EDUKASI
Ajarkan klien tentang upaya pencegahan
cidera (menggunakan pencahayaan yang
baik, memasang penghalang tempat tidur,
menempatkan benda berbahaya ditempat
yang aman)
Klien dapat terlibat dalam tindakan keperawatan
dan dalam upaya melatih kemadirian klien
COLABORATION
Kolaborasi dengan dokter untuk
penatalaksanaan glaukoma dan gangguan
penglihatannya, serta pekerja sosial untuk
pemantauan secara berkala.
Penetalaksanaan medis dalam penananganan
pasien
7. Resiko Tinggi Infeksi
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan tidak terdapat resiko
infeksi
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat mencegah atau menurunkan risiko infeksi.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Observasi tanda-tanda infeksi dan
peradangan.
Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis
atau infeksi nasokomial.
NURSING TREATMENT
Tingkatkan upaya pencegahan dengan Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.

mencuci tangan bagi semua orang yang
berhubungan dengan pasien, meskipun
pasien itu sendiri.
Pertahankan teknik aseptik prosedur
invasif.
Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman.
Berikan perawatan kulit dengan teratur
dan sungguh-sugguh, massage daerah
yang tertekan.
Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan
kencang. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang
menempatkan pasien pada peningkatan resiko
terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
Bantu pasien melakukan oral hygiene. Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
EDUKASI
Anjurkan untuk makan dan minum
adekuat.
Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi
COLABORATION
Kolaborasi tentang pemberian antibiotik
yang sesuai
Penanganan awal dapat membantu mencegah
timbulnya sepsis.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun sebelum ke
pasien
5. EVALUASI
Diagnosa 1 Evaluasi
Kekurangan Volume Cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif (diuresis
osmotic)
S : -
O : tanda vital stabil, turgor kulit
elastis baik, haluaran urine tepat,
kadar elektrolit dalam batas normal

A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 2 Evaluasi
Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan factor
biologis
S : -
O : berat badan stabil atau
penambahan kearah rentang biasanya
atau yang diinginkan, nilai
laboratorium dengan batas normal.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 3 Evaluasi
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan diabetes mellitus,
kurang pengetahuan tentang proses penyakit
diabetes melitus
S : -
O : Kulit hangat dan kering, ada nadi
perifer/kuat, TTV dalam batas
normal, pasien sadar atau
berorientasi, keseimbangan
pemasukan/pengeluaran, tidak
tampak edema
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 4 Evaluasi
Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera
biologis
S : -
O : Menunjukkan menurunnya
tegangan, rileks, mudah bergerak
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 5 Evaluasi

Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera
biologis
S : -
O : Kondisi luka menunjukkan
adanya perbaikan jaringan, luka tidak
terinfeksi
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 6 Evaluasi
Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan
dengan penurunan sensori (tidak mampu
melihat)
S : -
O : Pasien tidak cedera
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 7 Evaluasi
Resiko Tinggi Infeksi S : -
O : Tidak ada tanda-tanda infeksi
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, 1999.. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC,
Margareth,dkk. 2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta:
Nuha Medika
NANDA-Nic Noc. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA jilid 1. Yogyakarta:Med Actiont
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta:Nuha Medika
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC