Post on 18-Jan-2016
BAB I
LAPORAN KASUS PANJANG
1. IDENTITAS
1.1. Identitas Penderita
Nama penderita : An. D
Umur : 10 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
No. CM : 384278
Bangsal : Dahlia / III
Tanggal Masuk : 30/06/14
Tanggal keluar : 3/07/17
1.2. Identitas Orang Tua Penderita
Nama Ayah : Tn. P
Umur : 35 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Karangsari Rt.03 Rw.04 Kendal
Nama Ibu : Ny. R
Umur : 34 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Karangsari Rt.03 Rw.04 Kendal
2. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan 30 Juni 2014 jam 12.00 WIB.
2.1. Keluhan utama : Buang Air Besar terus menerus
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD mengeluh sejak tadi malam buang air
besar secara terus menerus >3 kali. Buang air besar berbentuk encer,
tidak ada ampas, volumenya sedikit-sedikit kira kira 1/4 gelas blimbing
disertai lendir dan ada bercak darah merah segar. Pasien juga mengeluh
kesakitan saat ingin BAB pada perut bagian bawah. Pasien sebelumnya
mengalami demam sejak 2 hari SMRS, batuk (-), mual (+), muntah (+),
BAK normal, nafsu makan dan minum normal. Sebelum kejadian ini
pasien mangaku tidak mengkonsumsi makanan atau minuman
sembarangan.
2.3 Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien belum pernah mengalami penyakit
seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi obat (-)
2.4 Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga dengan
keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat Hipertensi : (-) DM (-)
2.5. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah bekerja
wiraswasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Penderita tinggal
bersama ayah, ibu, dan adiknya. Biaya pengobatan dengan Jamkesmas.
Kesan : Riwayat sosial ekonomi kurang.
2.6. Riwayat Pemeliharaan Prenatal
Pemeriksaan kehamilan : 4 x ke bidan
Penyakit kehamilan : Disangkal
Perdarahan selama kehamilan : Disangkal
Obat selama kehamilan : Vitamin
Imunisasi selama kehamilan : 2 kali suntik TT
Kesan : Pemeliharaan prenatal baik
2.7. Riwayat Kelahiran
Persalinan : Lahir ditolong bidan
Jenis Persalinan : Spontan
Usia dalam kandungan : 9 bulan
Berat badan lahir : 2700
Panjang badan : 44 cm
2.8. Riwayat Imunisasi Dasar
BCG : 1x, umur 1 bulan
Polio : 4x, umur 0,2,4,6 bulan
DPT : 3x, umur 2,4,6 bulan
Campak : 1x, umur 9 bulan
Hepatitis B : 3x, umur 0,1,4 bulan
Kesan : Riwayat imunisasi dasar lengkap
2.9. Riwayat Gizi
ASI diberikan sejak lahir sampai kurang lebih usia 2 tahun. Sejak
usia 6 bulan pasien mulai diajarkan untuk makan. Makan pendamping
asal diberikan bubur dan pisang yang dihaluskan.
Sekarang pada usia 10 tahun penderita makan makanan keluarga.
Menu seadanya mengingat kebutuhan keluarga hanya dicukupi oleh
ayah penderita.
Status Gizi (Z-score)
Jenis Kelamin : laki-laki
Berat Badan : 23 kg
Panjang Badan : 125 cm
Usia : 10 tahun
Status gizi menurut Z-score = nilai real – nilai median
SD upper – SD lower
SD upper jika nilai real > nilai median
SD lower jika nilai real < nilai median
WAZ (BB/U) = 23 – 25,3 = 0,361 (Gizi Normal)
4,70
HAZ (TB/U) = 125 – 127,0 = -0,37 (Normal)
5,40
WHZ (BB/TB) = 27 – 24,5 = 0,86 (Normal)
2,9
Kesan : Status gizi baik
2.10. Riwayat perkembangan
Senyum : Usia 2 bulan
Miring : Usia 3 bulan
Tengkurap : Usia 4 bulan
Duduk dengan dibantu : Usia 5 bulan
Merangkak : Usia 6 bulan
Berdiri : Usia 7 bulan
Berjalan : 15 bulan
Kesan : Riwayat perkembangan dalam batas normal.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 30 Juni 2014 jam 12.15 WIB di bangsal Dahlia / III RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal.
Status Present
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 10 tahun
Berat Badan : 23 kg
Panjang Badan : 135 cm
Tanda Vital
Nadi : 92 x / menit, irama regular, isi cukup.
Suhu : 35,7 ºC (aksila)
Frekuensi Nafas : 24 x / menit
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sadar, lemah, status gizi baik.
Kepala : Mesocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Palpebra simetris, cekung (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga : Serumen (-/-), tidak nyeri, tidak bengkak.
Hidung : Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : Sianosis (-), tonsil bengkak (-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (+/+), ronkhi (+/+)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, linea
midclavicularis sinistra, kuat angkat (-), tidak
melebar.
Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea parasternalis kiri
Pinggang : ICS III linea parasternalis kiri
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
Auskultasi : Reguler, Suara jantung murni, gallop (-), bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), perut bagian bawah, massa
(-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Auskultasi : Peristaltic (+) normal
Genitalia : laki-laki, tidak ada kelainanEkstremitas
Pemeriksaan Superio
r
Inferior
Akral dingin -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ N +/+ N
Reflek patologis -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Petekhie -/- -/-
4. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (tanggal 01/07/14)
Hb : 11,3 g/dl
Ht : 33,7 %
Leukosit : 3.700 / ul
Trombosit : 169.000 /ul
Feses
Makroskopis
Warna : Coklat
Konsistensi : Lembek
Lendir : Negatif
Mikroskopis
Amoeba : Negatif
Telur cacing : Negatif
Sel Darah
Eritrosit : Positif
Leukosit : Positif
Bakteri : Negatif
Kimia Klinik
Natrium : 140,1 mmol/L
Kalium : 4,01 mmol/L
Calsium : 1,22 mmol/L
5. DIAGNOSIS BANDING
1 Disentri Amoeba
2 Diare Akut
3 Malabsorpsi
6. DIAGNOSIS SEMENTARA
Disentri Amoeba
7. PENATALAKSANAAN
- Infus RL 15 tpm
- Inj. Cefotaxime 3 x 500 mg
- Inj. Ranitidine 2 x 1/2 amp
- Inj. Metronidazole 3 x 400 mg
- Pamol syr 2 cth
- L-Bio 2 x 1 tab
- Onezinc 1 x ½ tab
8. PROGNOSIS
Qua ad vitam = ad bonam
Qua ad sanam = ad bonam
Qua ad fungsional = ad bonam
9. PERJALANAN PENYAKIT
Hari ke 1
(30/06/14)
Hari ke 2
(1/06/14)
Hari ke 3
(2/06/14)
Hari ke 4
(3/06/14)
Keluhan Panas (+),
batuk (-), pilek
(-), ma/mi
(+/+), , BAK
(+) BAB (+)
>5x cair(+),
lendir (+),
darah (+),
Panas (-), batuk
(-), pilek (-),
ma/mi (+/+), ,
BAK (+) BAB
(+) >3x cair(+),
lendir (-), darah
(-), ampas (+)
Panas (-), batuk
(-), pilek (-),
ma/mi (+/+), ,
BAK (+) BAB
(+) >3x cair(+),
lendir (+), darah
(-), ampas (+)
Panas (-),pilek
(-), ma/mi
(+/+), , BAK
(+) BAB (+)
2x lembek
lendir (+),
darah (-),
K U Sadar, lemah, Sadar, lemah, Sadar, aktif, Sadar, aktif,
status gizi baik status gizi baik status gizi baik status gizi baik
Vital sign HR = 92 x/mnt
RR = 24 x/mnt
T = 37,6 º C
HR = 88 x/mnt
RR = 20 x/mnt
t = 36,5 º C
HR = 94 x/mnt
RR = 28 x/mnt
t = 36,3 º C
HR = 90 x/mnt
RR = 24 x/mnt
t = 36,1 º C
PP Elektrolit
Na : 140,1
K : 4, 01
Cl : 1,32
DR
Leuko 3.700
Hb 11,3
Ht 33,7
Tr 169.000
Asseseme
nt
Disentri
Amoeba
Disentri
Amoeba
Disentri
Amoeba
Disentri
Amoeba
Terapi Inf.RL 15tpm
Inj. Cefotaxim
3x500 mg IV,
Inj. Ranitidine
2 x ½ amp,
Parasetamol
syr 2x1 cth,
diaform 3 x ½
cth
Inf.RL 15tpm
Inj. Cefotaxim
3x500 mg IV,
Inj. Ranitidine 2
x ½ amp, Inj.
Metronidazole
3 x 700 mg
Parasetamol syr
2x1 cth,
L-Bio 2 x 1 tab
OneZinc 1x1/2
Inf.RL 15tpm
Inj. Cefotaxim
3x500 mg IV,
Inj. Ranitidine 2
x ½ amp, Inj.
Metronidazole
3 x 400 mg
Parasetamol syr
2x1 cth,
L-Bio 2 x 1 tab
OneZinc 1x1/2
Parasetamol
syr 2x1 cth,
L-Bio 2 x 1 tab
OneZinc 1x1/2
Disentri Amoeba (Amoebiasis)
1. Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan
gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare berkonsistensi cair
dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lendir
(mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).2 Disentri merupakan
peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang
air besar dengan konsistensi cair secara terus menerus (diare) yang
bercampur dengan lendir dan darah.3 Disentri merupakan suatu infeksi
yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang
ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri,
yakni:1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus,2) berak-
berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir.4
2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang
dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC).
Di Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992)
tercatat di catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16
kasus yang disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian
yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998
sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita diare berat,
ditemukan 5% shigella.
Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen
populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%).
Manusia merupakan host dan reservoir utama. Penularannya lewat
kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat,
kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual anal-oral.
Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya
sanitasi individual mempermudah penularannya.
Di dunia setidaknya ditemukan kasus E.histolytica sebanyak 50
juta kasus setiap tahunnya dan ditemukan sekitar 100,000 kematian, hal ini
menunjukkan bahwa hanya 10-20% individual yang menimbulkan gejala
sehingga sering sekali tidak terdiagnosis. Insidensi kasus amoebiasis lebih
banyak ditemukan di Negara berkembang terutama sekitar India, Afrika
bagian selatan, Amerika Selatan dan daerah asia timur. Berkunjung ke
tempat endemis dapat menimbulkan resiko terinfeksi amoebiasis tetapi
amoebiasis jarang menyebabkan travelers diarrhea karena pada umumnya
timbul jika tinggal di daerah endemis tersebut lebih lama dari 1 bulan.
Amoebiasis dapat terjadi pada segala umur tetapi komplikasi
seperti abses hepar karena amoebiasis 10 kali lebih sering ditemukan di
orang dewasa dibandingkan anak-anak.
3. Etiologi
Penyebab disentri dibagi atas 2 bagian besar yaitu berdasarkan
penyebabnya yaitu bakteri dan amoeba.
- Disentri basiler
Disentri basiler disebabkan oleh kuman Shigella, s.p.. Shigella sendiri
adalah basil non motil gram negatif dalam family enterobacteriaceae.
Ada 4 spesies dari Shigella yaitu S. dysentriae, S. flexneri, S. bondii
dan S. sonnei. Karena kekebalan tubuh kita bersifat serotype spesifik
maka seseorang dapat terinfeksi lebih dari 1 kali dengan tipe yang
berbeda-beda. Genus ini dapat menginvasi sel epitel intestinal dan
menyebabkan infeksi yang dapat menimbulkan gejala ringan hingga
berat.
- Disentri amoeba
Disentri dapat juga disebabkan oleh amoeba atau yang sering disebut
amoebiasis. Pada umumnya disebabkan oleh Entamoeba histolytica
yang merupakan protozoa usus yang sering hidup menjadi
mikroorganisme apatogen di usus besar manusia. Apabila kondisi
seperti sistem imun yang rendah timbul, protozoa ini dapat menjadi
pathogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan
menembus dinding usus sehingga menyebabkan ulserasi. Siklus hidup
amoeba ini ada 2 bentuk yaitu bentuk trofozoit dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran
< 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit
komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala
penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar
bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di
lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus
(ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya
lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan
mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan
trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous
trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap
terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar
tubuh manusia. Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan
kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista
bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat
hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung
dan kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan
akibat penyerapan air di sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit
berubah menjadi kista.
Siklus hidup dari E.histolytica adalah kista matur yang masuk secara oral
akan melalui proses excystation yang akan menjadi stadium trofozoit dimana lebih
aktif dan bermultiplikasi di usus besar dan menyebabkan ulserasi. Beberapa
trofozoit dapat menyebar ke ekstraintestinal dan menyebabkan abses di daerah
lain seperti hepar dan otak. Beberapa akan berkembang menjadi kista kembali dan
keluar melalui feses dan dapat menginfeksi orang lain kembali yang terpapar.
4. PatofisiologiAmoebiasis didapat dari rute fekal-oral melalui konsumsi dari makanan
atau air yang sudah terkontaminasi oleh amoeba. Setelah masuk ke saluran
cerna E.histolytica dalam bentuk kistanya akan melalui proses ekskistasi di
usus halus dan menginvasi usus besar dalam bentuk trofozoit. Masa
inkubasi nya dapat bermacam-macam dari 2 hari hingga 4 bulan. Proses
invasiv timbul saat penempelan E.histolytica ke dinding usus besar, setelah
proses penempelan maka trofozoit akan menginvasi epitel usus besar dan
membentuk lesi ulkus di daerah tersebut. Trofozoit akan melisiskan sel
target dengan menggunakan lectin untuk menempel dan protein parasitic
untuk menimbulkan kebocoran ion dari sitoplasma sel.
Penyebaran amoebiasis ke hepar terjadi melalui darah. Trofozoit
masuk ke pembuluh darah dan naik ke daerah hepar melalui vena porta
dan dapat memproduksi abses hepar yang dipenuhi oleh debris aselular.
Trofozoit ini juga dapat melisiskan hepatosit serta neutrofil sehingga dapat
timbul nekrosis dan dapat timbul daerah iskemik yang disebabkan oleh
obstruksi vena porta.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada disentri amoeba dapat berbeda-beda tergantung
atas proses invasi yang timbul serta penyebaran yang terjadi.
Carrier (Cyst passer)
Pasien dalam kondisi ini tidak akan timbul gejala apa pun,
hal ini disebabkan karena amoeba yang berada di lumen
usus besar tidak mengadakan proses invasi ke dinding usus
besar. Meskipun begitu seseorang dengan kondisi seperti
ini masih dapat menularkan ke orang lain melalui feses
yang mengandung kista dari E.histolytica.
Disentri amoeba ringan
Pasien dengan disentri amoeba ringan timbul gejalanya
akan perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluhkan perut
kembung, terkadang juga mengeluhkan nyeri perut ringan
yang hilang timbul. Diare yang timbul dapat 4 – 5 kali
sehari dengan tinja yang berbau busuk dan terkadang dapat
ditemukan lendir serta darah. Nyeri tekan yang dapat
timbul berdasarkan atas lokasi dimana ulkus tersebut
timbul. Keadaan umum pasien pada umumnya baik dengan
tanpa demam atau subfebris.
Disentri amoeba sedang
Keluhan serta gejala klinis yang timbul lebih berat
dibandingkan dengan disentri ringan tetapi pasien tetap
dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa gangguan. Pada
tinja sering ditemukan lendir serta darah. Pasien dapat
mengeluhkan demam, lemah, serta nyeri perut.
Disentri amoeba berat
Keluhan yang timbul akan lebih berat dimana akan timbul
diare yang lebih banyak dengan darah yang lebih banyak
juga. Dapat timbul demam tinggi serta rasa mual. Pada
kondisi ini juga sering ditemukan gejala anemia yang
disebabkan oleh hilangnya darah melalui saluran cerna.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat membantu kita untuk menegakkan diagnosis
amoebiasis lebih baik lagi dari sekedar hanya gejala klinis yang khas yaitu
tenesmus, nyeri abdomen, serta diare yang disertai lendir dan darah.
Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah pemeriksaan tinja serta
pemeriksaan serologis. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan radiologis
maupun biopsi.
Pemeriksaan tinja
o Pada umumnya tinja pada penderita disentri amoeba akan
berbau busuk serta didapatkan darah serta lendir. Untuk
pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar,
terkadang perlu dilakukan pemeriksaan tinja berulang
hingga 3 kali dalam seminggu dan sebaiknya dilakukan
sebelum dilakukan pengobatan. Jika dilakukan pemeriksaan
tinja yang sudah berbentuk akan sulit ditemukan stadium
trofozoit sehingga perlu dicari stadium kista. Untuk melihat
inti dalam kista dapat menggunakan larutan lugol. Bila
jumlah kista sedikit dapat menggunakan larutan seng sulfat
yang menyebabkan kista terapung, serta eterformalin yang
akan mengendapkan kista yang ada. Untuk menemukan
stadium trofozoit diperlukan tinja yang segar dan
mengandung darah serta lendir. Jika tinja berdarah dapat
ditemukan juga trofozoit dengan sel eritrosit didalamnya.
Pemeriksaan serologis
o Serum antibody dapat ditemukan pada 70 – 90% dari
penderita amoebiasis dan lebih banyak ditemukan pada
penderita abses hepar yang disebabkan oleh E.histolytica.
Jika ditemukan hasil yang negatif perlu dilakukan
pemeriksaan ulang 1 minggu setelahnya. Meskipun begitu
pemeriksaan antibodi ini tidak dapat membedakan infeksi
sekarang atau dahulu karena dapat ditemukan hasil positif
hingga bertahun-tahun setelah infeksi akut.
o Pemeriksaan yang dilakukan adalah tes IHA (Indirect
Hemagglutination antibody) yang mendeteksi antibodi
spesifik terhadap E.histolytica dan titer lebih dari 1:256
ditemukan pada penderita amoebiasis ekstraintestinal yang
berarti lebih berat.
Pemeriksaan radiologis
o Pemeriksaan yang diunggulkan adalah USG untuk menilai
jika diduga sudah timbul abses hepar dengan cepat, efek
samping yang sedikit serta lebih murah. Jika memiliki
sarana seperti CT scan dapat ditemukan lesi yang ireguler
tanpa kapsul yang mengelilinginya.
Pemeriksaan laboratorium
o Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis tanpa
eosinophilia pada 80% kasus. Anemia ringan dapat
ditemukan juga. Jika sudah menyebar ke daerah hepar
maka akan ditemukan serum transaminase yang meningkat
dengan alkalin phosphatase yang meningkat sehingga ada
peningkatan serum bilirubin ringan. Sering ditemukan juga
laju endap darah yang meningkat.
Pemeriksaan biopsi (rektosigmoidoskopi/ kolonoskopi)
o Prosedur ini dilakukan jika ditemukan ulkus pada usus
besar jika dicurigai penyebabnya adalah amoeba. Indikasi
prosedur ini adalah seperti berikut.
Pemeriksaan tinja negatif dengan serum antibodi
yang positif
Pemeriksaan tinja negatif, tetapi diperlukan
diagnosis secepatnya
Pemeriksaan tinja dan serum negatif, tetapi dugaan
kuat amoebiasis
Evaluasi gejala intestinal kronik atau lesi masa
7. Diagnosis Banding
Hal yang perlu diperhatikan jika sudah ditemukan gejala-gejala disentri
adalah membedakan antara disentri ini disebabkan oleh bakteri (basiler)
atau amoeba, karena terapi yang diberikan akan berbeda. Selain itu pada
anak kecil juga sering ditemukan gejala diare berdarah yang disebabkan
oleh kuman Eschericiae coli.
Disentri amuba
Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak ada/jarang.
Toksemia ringan dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit berbatas. Tinja biasanya
besar, terus menerus, asam, berdarah, bila berbentuk biasanya tercampur lendir.
Lokasi tersering daerah sekum dan kolon asendens, jarang mengenai ileum. Ulkus
yang ditimbulkan dengan gaung yang khas seperti botol.
Disentri basiler
Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya toksemia,
tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya kecil-kecil,
banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja berbentuk
dilapisi lendir. Daerah yang terserang biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang
ileum. Biasanya daerah yang terserang akan mengalami hiperemia superfisial
ulseratif dan selaput lendir akan menebal.
8. Komplikasi
Komplikasi intestinal
- Perdarahan usus.
Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan
merusak pembuluh darah.
- Perforasi usus.
Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding
usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya
tinggi. Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati
amoeba.
- Ameboma.
Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi
terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah
sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau
penyempitan usus.
- Intususepsi.
Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan
tindakan operasi segera.
- Penyempitan usus (striktura).
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat
atau akibat ameboma.
Komplikasi ekstraintestinal
- Amebiasis hati.
Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering
terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun
sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat
embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang
lewat pembuluh getah bening. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang
merupakan stadium dini abses hati kemudian timbul nekrosis fokal
kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu,
membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena
porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan.
Abses berisi nanah kental yang steril, tidak berbau, berwarna
kecoklatan (chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel hati yang
rusak bercampur darah. Kadang-kadang dapat berwarna kuning
kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.
- Abses pleuropulmonal.
Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang
lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini.
Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari
dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial
sehingga penderita batuk- batuk dengan sputum berwarna kecoklatan
yang rasanya seperti hati.
- Abses otak, limpa dan organ lain.
Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari
dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang
terjadi.
- Amebiasis kulit.
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan
membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau
dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi
ameba yang berasal dari anus.
9. Tatalaksana
- Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan
rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi
akan terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu
diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang.
Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui
minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur
sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.
- Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5
kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
- Pengobatan spesifik
Untuk kondisi disentri amoeba ini perlu dilakukan pengobatan yang
dapat membunuh stadium trofozoit serta mengeradikasi stadium kista
yang dapat menularkan serta dapat menimbulkan infeksi berulang.
Untuk pengobatan terhadap stadium trofozoit digunakan golongan
antibiotic serta antiprotozoa, Metronidazole sedangkan untuk
mengeradikasi kista yang berada di intraluminal adalah obat-obatan
seperti Paramomycin. Untuk kondisi amoebiasis ekstraintestinal seperti
abses hepar dapat digunakan obat-obatan seperti Dehydroemetine yang
hanya dapat memiliki efek di luar lumen usus, jadi masih perlu
diberikan obat-obatan yang dapat mengeradikasi infeksi amoeba
intraluminal.
Dosis yang diberikan untuk penggunaan metronidazole adalah 30
mg/kg/hari yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral yang
diberikan selama 5 sampai 10 hari. Sedangkan paramomycin diberikan
dengan dosis 25 -35 mg/kg/ hari yang dibagi menjadi 3 dosis dan
diberikan selama 7 hari.
- Pencegahan
Pencegahan sangat diperlukan terutama untuk mencegah penyebaran
infeksi dari carrier yang tidak memiliki gejala sama sekali.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
Mencuci tangan setelah dari toilet serta setelah kontak dengan
orang yang terinfeksi amoebiasis
Mencuci tangan sebelum masak dan makan, merawat bayi serta
member makan anak kecil maupun orang lanjut usia
Membatasi kontak dengan seseorang yang menderita disentri
Mencuci pakaian dengan air panas
Menghindari berbagi handuk
Memasak air selama 5 menit dalam suhu 50 º C untuk
mematikan kista
10. Prognosis
Pada umumnya prognosis pasien dengan amoebiasis baik jika didiagnosis
dengan tepat dan diberikan terapi terhadap semua stadium secara cepat
untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul. Prognosis lebih buruk
pada neonatus, ibu hamil, pengguna steroid, penderita keganasan dan
malnutrisi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sya’roni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam.
FKUI: Jakarta.
2. Pritt BS, Clark CG. Amebiasis. Mayo Clin Proc. Oct 2008;83(10):1154-9; quiz
1159-60.
3. Freedman DO, Weld LH, Kozarsky PE, et al. Spectrum of disease and relation to
place of exposure among ill returned travelers. N Engl J Med. Jan 12
2006;354(2):119-30.
4. Blessmann J, Van Linh P, Nu PA, et al. Epidemiology of amebiasis in a region of
high incidence of amebic liver abscess in central Vietnam. Am J Trop Med Hyg.
May 2002;66(5):578-83.
5. Hung CC, Ji DD, Sun HY, Lee YT, Hsu SY, Chang SY, et al. Increased risk for
Entamoeba histolytica infection and invasive amebiasis in HIV seropositive men
who have sex with men in Taiwan. PLoS Negl Trop Dis. Feb 27 2008;2(2):e175.
6. Muzaffar J, Madan K, Sharma MP, Kar P. Randomized, single-blind, placebo-
controlled multicenter trial to compare the efficacy and safety of metronidazole
and satranidazole in patients with amebic liver abscess. Dig Dis Sci. Dec
2006;51(12):2270-3.
7. Acuna-Soto R, Maguire JH, Wirth DF. Gender distribution in asymptomatic and
invasive amebiasis. Am J Gastroenterol. May 2000;95(5):1277-83.
8. Rao S, Solaymani-Mohammadi S, Petri WA Jr, Parker SK. Hepatic amebiasis: a
reminder of the complications. Curr Opin Pediatr. Feb 2009;21(1):145-9.
9. Loulergue P, Mir O. Pleural empyema secondary to amebic liver abscess. Int J
Infect Dis. May 2009;13(3):e135-6.
10. Gonzales ML, Dans LF, Martinez EG. Antiamoebic drugs for treating amoebic
colitis. Cochrane Database Syst Rev. Apr 15 2009;CD006085.