Long Case Bedah Orthopedi
Transcript of Long Case Bedah Orthopedi
LONG CASE BEDAH ORTHOPEDI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. T
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
RM : 069271
MRS : 30 September 2012
Status : Askes
Kamar : Perawatan III /K.1b
Diperiksa pada tanggal : 1 Oktober 2012
II. ANAMNESIS
KU : Bengkak pada lutut kiri
AT : Dialami sejak ± 2 bulan sebelum masuk RS karena kecelakaan lalu lintas. Nyeri (+) di
daerah lutut. Mual (-), muntah (-), pingsan (-).
Mekanisme trauma : Pasien mengenderai motor dan bertabrakan dengan motor lain dari arah
berlawanan. Pasien terjatuh dan lututnya terbentur di aspal.
Riwayat diurut (+) namun tidak ada perubahan
Riwayat berobat di praktek dr umum 2 bulan yang lalu dan diberikan antibiotik dan 2 minggu
yang lalu berobat ke praktek dr. Jufri Latief, Sp OT dan dilakukan 2 kali aspirasi pada lutut
kiri dan pada aspirasi pertama keluar darah dan aspirasi kedua keluar pus.
BAK : biasa, kesan normal.
Riw.BAB biasa
1
III. PEMERIKSAAN FISIS
Primary Survey :
A : Paten
B : 20x/menit, simetris kiri=kanan
C : 84x/menit, regular, kuat angkat
D : GCS : 15 (E4M6V5)
E : Suhu 36,7 0C
Secondary Survey :
Status Lokalis
Genu Sinistra :
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitar, tampak edema (+), hematom (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+), krepitasi (-)
ROM : Dalam batas normal
NVD : Pulsasi Arteri Dorsalis Pedis teraba
Sensitibilitas : Baik
CRT : Kurang dari 2 detik
2
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Radiologi Foto Genu (24 September 2012)
3
PEMERIKSAAN HASIL
WBC 4,80
RBC 3,93
HGB 11,1
HCT 34,0
PLT 150
PT 14,4
APTT 32,8
CTBT
13’00’2’00’
V. RESUME
Perempuan, 18 tahun masuk RS dengan keluhan bengkak pada genu sinistra,
dialami sejak ± 2 bulan sebelum masuk RS karena kecelakaan lalu lintas. Nyeri (+) di daerah
genu sinstra.
Mekanisme trauma : Pasien mengenderai motor dan bertabrakan dengan motor lain dari arah
berlawanan. Pasien terjatuh dan lututnya terbentur di aspal.
Riwayat diurut (+) namun tidak ada perubahan.
Riwayat berobat di praktek dr umum 2 bulan yang lalu dan diberikan antibiotik dan 2 minggu
yang lalu berobat ke praktek dr. Jufri Latief, Sp OT dan dilakukan 2 kali aspirasi pada lutut
kiri dan pada aspirasi pertama keluar darah dan aspirasi kedua keluar pus.
Pada pemeriksaaan fisis didapatkan edema (+) pada inspeksi dan nyeri tekan (+) ROM
dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratarium didapatkan hasil dalam batas normal
sedangkan pada foto genu didapatkan adanya left tibial plateau fracture.
VI. DIAGNOSIS
Dari anamnesis pasien ini didapatkan keluhan utama bengkak pada lutut kiri setelah
mengalami kecelakaan motor. Dialami kurang lebih 2 bulan SMRS disertai nyeri. Pada
aspirasi yang dilakukan 2 minggu yang lalu didapatkan darah dan didiagnosa hemarthorsis.
Pada foto genu didapatkan adanya left tibial plateau fracture. Berdasarkan diskusi diatas,
maka diagnosa pasien ini adalah post traumatic left knee effusion disertai hemarthrosis.
VII. PENANGANAN
Pada kasus ini, karena didapatkan left knee effusion dengan hemarrthosis, maka
pertimbangan adalah operasi dengan insisi drainase untuk mengeluarkan darah pada sendi
lutut kiri.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari ada tidaknya komplikasi , bila belum ada komplikasi pada
umumnya prognosisnya baik.
4
FRAKTUR TIBIA PLATEAU
A. ANATOMI1
Articulatio genu merupakan jenis synovial joints tipe condylar joint/articulatio
condylaris/articulatio ginglymus. Sendi ini disusun oleh condylus femoris, condylus
tibiae, dan os patella. Sendi ini diperkuat oleh capsula articularis
(ligamentum.coronarium, ligamentum popliteum arcuatum, retinaculum patellae
medialis/lateralis, ligamentum popliteum oblique), ligamentum collaterale tibiae,
ligamentum colaterale fibulae, ligamentum cruciatum anterius, ligamentum cruciatum
posterius, miniscus lateralis/medialis. Gerak yang dapat dilakukan adalah gerak flexi
– extensi dengan sedikit rotasi6.
5
B. MEKANISME CEDERA2
Patah tulang tibia plateau disebabkan oleh gaya varus atau valgus yang
dikombinasikan dengan gaya axial. Hal ini sering disebabkan karena kecelakaan pada
pejalan kaki yang tertabrak mobil, kecelakaan sepeda motor, selain itu bisa juga
disebabkan karena jatuh dari ketinggian.Sendi lutut adalah satu dari tiga sendi utama
yang menopang berat badan pada ektremitas bawah. Fraktur yang mengenai tibia
proksimal mempengaruhi fungsi danstabilitas sendi. Fraktur ini bisa intraartikular
(tibia plateau) atau ekstra artikular, yaitu fraktur pada 1/3 proksimal tibia. Secara
umum sebab dari fraktur tibia 1/3 proksimal dikategorikan menjadi dua yaitu akibat
energi lemah dan energi kuat. Ada berbagai macam klasifikasi yang digunakan untuk
mendeskripsikan trauma yang terjadi. Tetapi tidak ada konsensus yang mengindikasikan
tindakan operasi khusus pada suatu polafraktur. Tujuan tindakan operasi pada fraktur tibia
plateau adalah untuk mengembalikan fungsi dan mempertahankan fungsi sendi lutut yang
normal.
C. KLASIFIKASI1,2,3
Fraktur tibia plateau melibatkan aspek proksimal atau metaphysis dari tibia dan sering
permukaan artikular juga. Mereka dibagi menjadienam jenis dengan klasifikasi
schatkzer
1. Tipe I adalah fraktur baji atau split dari aspek lateral dataran proximal tibia,
biasanya sebagai akibat dari kekuatan valgus dan aksial. Pada pola ini, fragmen
baji tidak terkompresi (depresi) karena tulang cancellous yang mendasari kuat.
Pola ini biasanya terlihat pada pasien dengan usia muda.
6
2. Tipe II adalah fraktur yang terjadi terkait kompresi yang membagi fraktur dengan
irisan lateral dan melibatkan cedera artikular. Mekanisme cedera hampir sama
dengan fraktur tipe I, tapi biasanya tulang yang mendasari mungkin tulang yang
telah osteoporosis yang tidak mampu melawan tekanan yang lebih besar.
7
3. Tipe III adalah fraktur kompresi murni dataran tinggi lateral.Sebagai karena gaya
aksial, depresi biasanya terletak lateral atau terpusat, tetapi mungkin juga dapat
melibatkan bagian manapun dari permukaan artikular.
8
4. Tipe IV adalah fraktur yang melibatkan medial dataran tinggi. Sebagai dari gaya
kompresi baik varus atau aksial, pola dapat berupa pecahan atau split dengan
kompresi. Karena fraktur ini melibatkan medial dataran tinggi yang lebih besar.
5. Fraktur tipe V:meliputi unsur-unsur perpecahan kedua kondilus medial dan lateral
dan mungkin termasuk kompresi artikular medial atau lateral, biasanya
disebabkan karena hasil dari gaya aksial murni terjadi sementara ketika lutut
dalam keadaan ekstensi.
9
6. TipeVI adalah fraktur, kompleks bicondylar di mana komponen condylar terpisah
dari diaphysis. Depresi dan fragmen fraktur impaksi. Biasanya disebabkan karena
tekanan trauma yang tinggi.
10
D. TANDA DAN GEJALA2,4
Pada tibial plateau fracture akan didapatkan gejala yaitu :
a. nyeri lutut,
b. nyeri sumbu,
c. hemartrosis.
E. PEMERIKSAAN1,2,3,4
Adapaun cara mendiagnosis fraktur adalah ditemukannya tanda tanda sebagai berikut:
a. Tanyakan : anamnesis, adakah cidera khas
b. Look : inspeksiapakah pasien nampak kesakitan, mencoba melindungi anggota
badan yang patah. Bandingkan kiri dengan kanan apakah terdapat pembengkakan,
bengkok, terputar, pemendekan, dan gerakan yang tidak normal.
c. Feel:
Dilakukan analisis nyeri :
1) nyeri subjektif : tanyakan pada pasien,
2) nyeri objektif : dilakukan palpasi pada tempat yang sakit,
3) nyeri lingkar/ nyeri tekan yang sifatnya sirkuler, atau
4) nyeri sumbu pada tarikan dan atau penekanan anggota badan yang patah
searah dengan sumbunya.
Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi yang tepat sama.
d. Move: pemeriksaan gerak sendi lutut aktif dan/pasif
F. PENATALAKSANAAN
a. Tujuan Pengobatan dapat ditinjau dari dua sisi yaitu2 :
1. Segi Ortopedi
1) Alignment
Jika tidak mendapat penanganan, fraktur dengan depresi sendi lebih dari 4
mm dapat meningkatkan risiko terjadinya perubahan degeneratif dimasa
yang akan datang.
11
2) Stabilitas
Stabilitas maksimal dapat didapatkan dengan mengembalikan kongruitas
tulang dan memfiksasi tulang secara rigid.
2. Segi rehab Medik
1) Range of Motion
a) Mengembalikan full ROM kneebaik secara normal (fleksi 1300-
1400 ekstensi 0-50) maupun fungsional (00-1100)sesegera mungkin
untuk mencegah disability
b) Mengembalikan dan mempertahankan full ROM ankle dan hip joint
2) Kekuatan Otot
Mempertahankan dan mengembalikan kekuatan otot-otot berikut :
Muskulus Fungsi
m. quadriceps femoris Knee extensor
m. rectus femoris Fleksi hip
Hamstring muscles (m. semimembranosus
m. semitendinosus, m. biceps femoris)
Knee flexor, merentangkan dua
sendi, ekstensi hip
m. sartorius & m. gracilis Mencegah deformitas valgus
m. gastroenemius Plantar fleksor pedis
3) Pengembalian fungsi
Mengembalikan gaya bejalan seperti sedia kala dan mengembalikan
stabilitas knee selama fase pemulihan
12
b. Penatalaksanaan operatif dan konservatif
Operatif
1) Fiksasi eksternal
1). Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel
yang hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur
terbuka dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang
dibuat bisa lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma
tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan penyembuhan.
2) Fiksasi internal
1) Open reduction with internal fixation (ORIF)
Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai
ke metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu
gerakan sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya
terjadi komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan
gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.
a) Biomechanics: Alat pelindung tekanan
b) Gaya untuk penyembuhan tulang : Primernya, walaupun tidak terjadi
penyembuhan tukang secara primer, pada kasus-kasus tersebut lebih
sering terjadi penyembuhan sekunder.
c) Indikasi : pada fraktur dengan adanya pergeseran lebih dari 3 mm
pada daerah persendian, pada fraktur yang berhubungan dengan
terperangkapnya meniscus, dan fraktur yang melibatkan sisi medial
plateau, ORIF sangat dibutuhkan upaya untuk menjaga permukaan
sendi dan apabila mampu dilakukakn koreksi reposisi meniskus yang
terjadi. Tekhnik-tekhnik yang digunakan pada reknostruksi
permukaan sendi tersebut biasanya melibatkan penanaman tukang
pada daerah metafisis serta menempatkan beberapa screw untuk
menjaga supaya upaya tersebut berhasil.
13
Konservatif :
Reposisi tertutup dgn anestesi umum
Cast immobilization dg Long leg cast (LLC)
a. Perawatan post LLC :
a) Edukasi keluarga ( perawatan cast & komplikasi yang mungkin
terjadi )
b) Kontrol hari II => evaluasi kemungkinan sindroma kompartemen
c) Kontrol hari VII - X => LLC skin tight
d) Ganti PTB setelah clinical union ( ± 6 mgg )
e) Pembukaan cast ± 12 mgg => evaluasi radiologi
c. Penatalaksanaan rehabilitasi medic pada pasien post op
a. Fase 1 (0-6 minggu)
1) Hari pertama hingga minggu pertama
Pada hari ke 0-7 : ROM antara 400-600, setelah seminggu ditingkatkan
ROM menjadi fleksi 900, Mobilisasi patella (mesial, lateral, superior,
inferior). Mulai active atau active assisted ROM exercise (non-weight
bearing pada ekstremitas yang terkena) serta ambulasi menggunakan kruk.
2) Pada minggu ke dua tidak dilakukan stress verus/valgus pada knee dan
tidak dilakukan ROM pasif. ROM dilakukan aktif dan aktif dengan
bantuan hingga mencapai fleksi 900. Strengthening dilakukan isometric
exercise pada m. quadriceps femoris dan hamstring muscle dengan straight
leg raises Aktivitas pindah non weight bearing dan ambulasi menggunakan
kruk. Pada ekstremitas yang terkena masih tetap non weight bearing.
3) Pada minggu ke empat hingga keenam stressor vagus dan varus dihentikan
dan ROM pasif dihentikan, hanya dilakukan ROM aktif dan aktif dengan
bantuan. Belum dilakukan strengthening pada knee, dalam menjalankan
aktivitas cara berpindah dengan Non-weight bearing menggunakan kruk.
Pada ekstremitas yang terkena tetap Non-Wight Bearing
b. Fase 2
Pada fase yang kedua (6 – 12 minggu) dilakukan beberapa tahapan antara
lain : memulai sebuah perubahan weight-bearing secara progresif tetapi hal ini
14
tergantung dari stabilitas fraktur yang didapat dari gejala klinis yang muncul
dan yang terpeting dari gambaran radiologis setelah dilakukan ORIF,
kemudian melakukan latihan-latihan closed chain dengan beban yang tidak
terlalu berpengaruh pada ekstremitas yang terkena. Pada fase ketiga (3-6
bulan) melakukan program untuk full weight bearing dan menurunkan
keterbatasan gerak dengan menggunakan kruk, melanjutkan latihan-latihan
closed chain, kemudian latihan menaiki anak tangga dan dapat kembali
beraktivitas seperti semula. Fase keempat atau merupakan fase yang terakhir
adalah dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan maksimal,
namun masih diperlukan evaluasi lebih lanjut terhadap kegiatan-kegiatan yang
cukup berat sperti olahraga.
c. Fase 3(3-6 bulan)
1) Mulai menggunakan “full weight bearing” dan ketergantunganpenuhpada
alatbantu untuk rawat jalan dengan mode bertahap(cructhes- satukruk-
cane)
2) Lanjutkan latihan “open dan closed chain” sampai paha dan betis lingkar
yang sama dengan kaki yang berbeda
3) Naik tanggatanpa bantuan
4) Kembali melakukan tugas dan pekerjaan
d. Fase 4 ( 6 bulan)
5) Kemajuan aktivitas pekerjaan yang ditoleransi. mungkin memerlukan
evaluasi kemampuan fungsional untuk dapat melakukan pekerjaan berat
6) Lanjutkan rekreasi ringan. tidak ada aktifitas fisik yang direkomendasikan
untuk 1 tahun
G. KOMPLIKASI4
Komplikasi yang paling berat dari tibial plateau ini adalah kekakuan sendi lutut
akibat perlekatan intra dan periartikuler. Kekakuan yang berlangsung hingga 6 bulan
pasca injury memrupakan sebuah indikasi dilakukannya manipulasi knee dengan
anestesi dan diteruskan dengan Continue Passive Movement/ CPM.
15
Terjadinya trauma nervus popliteal lateralis dapat terjadi baik akibat cidera
langsung ataupu karena penggunaan plester. Artrosis degenerative juga dapat terjadi
dikemudian hari.
H. PROGNOSIS4
Bagian proksimal tibia dengan korteks yang tipis amat mudah terkena cedera,
terutama pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun dengan kondisi tulang yang
osteoporotic. Mekanisme cedera biasanya berupa trauma abduksi, atau juga biasanya
pukulan langsung pada bagian lateral tungkai dengan kaki terfiksasi pada permukaan
tanah.
Patah tulang plato tibia akan sembuh dalam waktu singkat tanpa gangguan
proses pertautan yang tidak bergantung pada ada atau tidak adanya dislokasi.
Penyembuhan patah tulang plato tibia dengan dislokasi pada letak varus atau valgus
dapat mengakibatkan gangguan faal dan artrosis degeneratif.
16
KESIMPULAN
1. Tibial Plateau adalahfraktur yang mengenai tibia proksimal mempengaruhi fungsi
danstabilitas sendi. Fraktur ini bisa intraartikular (tibia plateau) atau ekstra artikular,
yaitufraktur pada 1/3 proksimal tibia.
2. Rehabilitasi pada tibial plateau terdiri dari 4 fase yang keberhasilannya akan menentukan
juga dalam prognosis.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoppenfeld S, Treatment and Rehabilitation of Fractures. New York : Lippincott
Williams & Wilkins
2. Brotzman SB, Clinical Orthopaedic Rehabilitation
3. Rasjad C. dkk, 2005, Sistem Muskuloskeletal dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor
Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC,Jakarta, 1997 : 829 – 949.
4. http://arthritis.about.com/od/arthritisbyanatomy/ss/causejointpain.htm
5. http://www.netterimages.com
6. Gardner E. Gray DJ. O’rahilly R, Anatomy A Regional Study of Human Structure.
Philadelphia : W.B. Saunders Company
18