Long Case Bedah Orthopedi

25
LONG CASE BEDAH ORTHOPEDI I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. T Umur : 18 tahun Jenis Kelamin : Perempuan RM : 069271 MRS : 30 September 2012 Status : Askes Kamar : Perawatan III /K.1b Diperiksa pada tanggal : 1 Oktober 2012 II. ANAMNESIS KU : Bengkak pada lutut kiri AT : Dialami sejak ± 2 bulan sebelum masuk RS karena kecelakaan lalu lintas. Nyeri (+) di daerah lutut. Mual (-), muntah (-), pingsan (-). Mekanisme trauma : Pasien mengenderai motor dan bertabrakan dengan motor lain dari arah berlawanan. Pasien terjatuh dan lututnya terbentur di aspal. Riwayat diurut (+) namun tidak ada perubahan Riwayat berobat di praktek dr umum 2 bulan yang lalu dan diberikan antibiotik dan 2 minggu yang lalu berobat ke praktek dr. Jufri Latief, Sp OT dan dilakukan 2 kali aspirasi pada lutut kiri dan pada aspirasi pertama keluar darah dan aspirasi kedua keluar pus. 1

Transcript of Long Case Bedah Orthopedi

Page 1: Long Case Bedah Orthopedi

LONG CASE BEDAH ORTHOPEDI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. T

Umur : 18 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

RM : 069271

MRS : 30 September 2012

Status : Askes

Kamar : Perawatan III /K.1b

Diperiksa pada tanggal : 1 Oktober 2012

II. ANAMNESIS

KU : Bengkak pada lutut kiri

AT : Dialami sejak ± 2 bulan sebelum masuk RS karena kecelakaan lalu lintas. Nyeri (+) di

daerah lutut. Mual (-), muntah (-), pingsan (-).

Mekanisme trauma : Pasien mengenderai motor dan bertabrakan dengan motor lain dari arah

berlawanan. Pasien terjatuh dan lututnya terbentur di aspal.

Riwayat diurut (+) namun tidak ada perubahan

Riwayat berobat di praktek dr umum 2 bulan yang lalu dan diberikan antibiotik dan 2 minggu

yang lalu berobat ke praktek dr. Jufri Latief, Sp OT dan dilakukan 2 kali aspirasi pada lutut

kiri dan pada aspirasi pertama keluar darah dan aspirasi kedua keluar pus.

BAK : biasa, kesan normal.

Riw.BAB biasa

1

Page 2: Long Case Bedah Orthopedi

III. PEMERIKSAAN FISIS

Primary Survey :

A : Paten

B : 20x/menit, simetris kiri=kanan

C : 84x/menit, regular, kuat angkat

D : GCS : 15 (E4M6V5)

E : Suhu 36,7 0C

Secondary Survey :

Status Lokalis

Genu Sinistra :

Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitar, tampak edema (+), hematom (-)

Palpasi : Nyeri tekan (+), krepitasi (-)

ROM : Dalam batas normal

NVD : Pulsasi Arteri Dorsalis Pedis teraba

Sensitibilitas : Baik

CRT : Kurang dari 2 detik

2

Page 3: Long Case Bedah Orthopedi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Radiologi Foto Genu (24 September 2012)

3

PEMERIKSAAN HASIL

WBC 4,80

RBC 3,93

HGB 11,1

HCT 34,0

PLT 150

PT 14,4

APTT 32,8

CTBT

13’00’2’00’

Page 4: Long Case Bedah Orthopedi

V. RESUME

Perempuan, 18 tahun masuk RS dengan keluhan bengkak pada genu sinistra,

dialami sejak ± 2 bulan sebelum masuk RS karena kecelakaan lalu lintas. Nyeri (+) di daerah

genu sinstra.

Mekanisme trauma : Pasien mengenderai motor dan bertabrakan dengan motor lain dari arah

berlawanan. Pasien terjatuh dan lututnya terbentur di aspal.

Riwayat diurut (+) namun tidak ada perubahan.

Riwayat berobat di praktek dr umum 2 bulan yang lalu dan diberikan antibiotik dan 2 minggu

yang lalu berobat ke praktek dr. Jufri Latief, Sp OT dan dilakukan 2 kali aspirasi pada lutut

kiri dan pada aspirasi pertama keluar darah dan aspirasi kedua keluar pus.

Pada pemeriksaaan fisis didapatkan edema (+) pada inspeksi dan nyeri tekan (+) ROM

dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratarium didapatkan hasil dalam batas normal

sedangkan pada foto genu didapatkan adanya left tibial plateau fracture.

VI. DIAGNOSIS

Dari anamnesis pasien ini didapatkan keluhan utama bengkak pada lutut kiri setelah

mengalami kecelakaan motor. Dialami kurang lebih 2 bulan SMRS disertai nyeri. Pada

aspirasi yang dilakukan 2 minggu yang lalu didapatkan darah dan didiagnosa hemarthorsis.

Pada foto genu didapatkan adanya left tibial plateau fracture. Berdasarkan diskusi diatas,

maka diagnosa pasien ini adalah post traumatic left knee effusion disertai hemarthrosis.

VII. PENANGANAN

Pada kasus ini, karena didapatkan left knee effusion dengan hemarrthosis, maka

pertimbangan adalah operasi dengan insisi drainase untuk mengeluarkan darah pada sendi

lutut kiri.

VIII. PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari ada tidaknya komplikasi , bila belum ada komplikasi pada

umumnya prognosisnya baik.

4

Page 5: Long Case Bedah Orthopedi

FRAKTUR TIBIA PLATEAU

A. ANATOMI1

Articulatio genu merupakan jenis synovial joints tipe condylar joint/articulatio

condylaris/articulatio ginglymus. Sendi ini disusun oleh condylus femoris, condylus

tibiae, dan os patella. Sendi ini diperkuat oleh capsula articularis

(ligamentum.coronarium, ligamentum popliteum arcuatum, retinaculum patellae

medialis/lateralis, ligamentum popliteum oblique), ligamentum collaterale tibiae,

ligamentum colaterale fibulae, ligamentum cruciatum anterius, ligamentum cruciatum

posterius, miniscus lateralis/medialis. Gerak yang dapat dilakukan adalah gerak flexi

– extensi dengan sedikit rotasi6.

5

Page 6: Long Case Bedah Orthopedi

B. MEKANISME CEDERA2

Patah tulang tibia plateau disebabkan oleh gaya varus atau valgus yang

dikombinasikan dengan gaya axial. Hal ini sering disebabkan karena kecelakaan pada

pejalan kaki yang tertabrak mobil, kecelakaan sepeda motor, selain itu bisa juga

disebabkan karena jatuh dari ketinggian.Sendi lutut adalah satu dari tiga sendi utama

yang menopang berat badan pada ektremitas bawah. Fraktur yang mengenai tibia

proksimal mempengaruhi fungsi danstabilitas sendi. Fraktur ini bisa intraartikular

(tibia plateau) atau ekstra artikular, yaitu fraktur pada 1/3 proksimal tibia. Secara

umum sebab dari fraktur tibia 1/3 proksimal dikategorikan menjadi dua yaitu akibat

energi lemah dan energi kuat. Ada berbagai macam klasifikasi yang digunakan untuk

mendeskripsikan trauma yang terjadi. Tetapi tidak ada konsensus yang mengindikasikan

tindakan operasi khusus pada suatu polafraktur. Tujuan tindakan operasi pada fraktur tibia

plateau adalah untuk mengembalikan fungsi dan mempertahankan fungsi sendi lutut yang

normal.

C. KLASIFIKASI1,2,3

Fraktur tibia plateau melibatkan aspek proksimal atau metaphysis dari tibia dan sering

permukaan artikular juga. Mereka dibagi menjadienam jenis dengan klasifikasi

schatkzer

1. Tipe I adalah fraktur baji atau split dari aspek lateral dataran proximal tibia,

biasanya sebagai akibat dari kekuatan valgus dan aksial. Pada pola ini, fragmen

baji tidak terkompresi (depresi) karena tulang cancellous yang mendasari kuat.

Pola ini biasanya terlihat pada pasien dengan usia muda.

6

Page 7: Long Case Bedah Orthopedi

2. Tipe II adalah fraktur yang terjadi terkait kompresi yang membagi fraktur dengan

irisan lateral dan melibatkan cedera artikular. Mekanisme cedera hampir sama

dengan fraktur tipe I, tapi biasanya tulang yang mendasari mungkin tulang yang

telah osteoporosis yang tidak mampu melawan tekanan yang lebih besar.

7

Page 8: Long Case Bedah Orthopedi

3. Tipe III adalah fraktur kompresi murni dataran tinggi lateral.Sebagai karena gaya

aksial, depresi biasanya terletak lateral atau terpusat, tetapi mungkin juga dapat

melibatkan bagian manapun dari permukaan artikular.

8

Page 9: Long Case Bedah Orthopedi

4. Tipe IV adalah fraktur yang melibatkan medial dataran tinggi. Sebagai dari gaya

kompresi baik varus atau aksial, pola dapat berupa pecahan atau split dengan

kompresi. Karena fraktur ini melibatkan medial dataran tinggi yang lebih besar.

5. Fraktur tipe V:meliputi unsur-unsur perpecahan kedua kondilus medial dan lateral

dan mungkin termasuk kompresi artikular medial atau lateral, biasanya

disebabkan karena hasil dari gaya aksial murni terjadi sementara ketika lutut

dalam keadaan ekstensi.

9

Page 10: Long Case Bedah Orthopedi

6. TipeVI adalah fraktur, kompleks bicondylar di mana komponen condylar terpisah

dari diaphysis. Depresi dan fragmen fraktur impaksi. Biasanya disebabkan karena

tekanan trauma yang tinggi.

10

Page 11: Long Case Bedah Orthopedi

D. TANDA DAN GEJALA2,4

Pada tibial plateau fracture akan didapatkan gejala yaitu :

a. nyeri lutut,

b. nyeri sumbu,

c. hemartrosis.

E. PEMERIKSAAN1,2,3,4

Adapaun cara mendiagnosis fraktur adalah ditemukannya tanda tanda sebagai berikut:

a. Tanyakan : anamnesis, adakah cidera khas

b. Look : inspeksiapakah pasien nampak kesakitan, mencoba melindungi anggota

badan yang patah. Bandingkan kiri dengan kanan apakah terdapat pembengkakan,

bengkok, terputar, pemendekan, dan gerakan yang tidak normal.

c. Feel:

Dilakukan analisis nyeri :

1) nyeri subjektif : tanyakan pada pasien,

2) nyeri objektif : dilakukan palpasi pada tempat yang sakit,

3) nyeri lingkar/ nyeri tekan yang sifatnya sirkuler, atau

4) nyeri sumbu pada tarikan dan atau penekanan anggota badan yang patah

searah dengan sumbunya.

Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi yang tepat sama.

d. Move: pemeriksaan gerak sendi lutut aktif dan/pasif

F. PENATALAKSANAAN

a. Tujuan Pengobatan dapat ditinjau dari dua sisi yaitu2 :

1. Segi Ortopedi

1) Alignment

Jika tidak mendapat penanganan, fraktur dengan depresi sendi lebih dari 4

mm dapat meningkatkan risiko terjadinya perubahan degeneratif dimasa

yang akan datang.

11

Page 12: Long Case Bedah Orthopedi

2) Stabilitas

Stabilitas maksimal dapat didapatkan dengan mengembalikan kongruitas

tulang dan memfiksasi tulang secara rigid.

2. Segi rehab Medik

1) Range of Motion

a) Mengembalikan full ROM kneebaik secara normal (fleksi 1300-

1400 ekstensi 0-50) maupun fungsional (00-1100)sesegera mungkin

untuk mencegah disability

b) Mengembalikan dan mempertahankan full ROM ankle dan hip joint

2) Kekuatan Otot

Mempertahankan dan mengembalikan kekuatan otot-otot berikut :

Muskulus Fungsi

m. quadriceps femoris Knee extensor

m. rectus femoris Fleksi hip

Hamstring muscles (m. semimembranosus

m. semitendinosus, m. biceps femoris)

Knee flexor, merentangkan dua

sendi, ekstensi hip

m. sartorius & m. gracilis Mencegah deformitas valgus

m. gastroenemius Plantar fleksor pedis

3) Pengembalian fungsi

Mengembalikan gaya bejalan seperti sedia kala dan mengembalikan

stabilitas knee selama fase pemulihan

12

Page 13: Long Case Bedah Orthopedi

b. Penatalaksanaan operatif dan konservatif

Operatif

1) Fiksasi eksternal

1). Standar

Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel

yang hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur

terbuka dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang

dibuat bisa lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma

tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan penyembuhan.

2) Fiksasi internal

1) Open reduction with internal fixation (ORIF)

Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai

ke metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu

gerakan sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya

terjadi komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan

gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.

a) Biomechanics: Alat pelindung tekanan

b) Gaya untuk penyembuhan tulang : Primernya, walaupun tidak terjadi

penyembuhan tukang secara primer, pada kasus-kasus tersebut lebih

sering terjadi penyembuhan sekunder.

c) Indikasi : pada fraktur dengan adanya pergeseran lebih dari 3 mm

pada daerah persendian, pada fraktur yang berhubungan dengan

terperangkapnya meniscus, dan fraktur yang melibatkan sisi medial

plateau, ORIF sangat dibutuhkan upaya untuk menjaga permukaan

sendi dan apabila mampu dilakukakn koreksi reposisi meniskus yang

terjadi. Tekhnik-tekhnik yang digunakan pada reknostruksi

permukaan sendi tersebut biasanya melibatkan penanaman tukang

pada daerah metafisis serta menempatkan beberapa screw untuk

menjaga supaya upaya tersebut berhasil.

13

Page 14: Long Case Bedah Orthopedi

Konservatif :

Reposisi tertutup dgn anestesi umum

Cast immobilization dg Long leg cast (LLC)

a. Perawatan post LLC :

a) Edukasi keluarga ( perawatan cast & komplikasi yang mungkin

terjadi )

b) Kontrol hari II => evaluasi kemungkinan sindroma kompartemen

c) Kontrol hari VII - X => LLC skin tight

d) Ganti PTB setelah clinical union ( ± 6 mgg )

e) Pembukaan cast ± 12 mgg => evaluasi radiologi

c. Penatalaksanaan rehabilitasi medic pada pasien post op

a. Fase 1 (0-6 minggu)

1) Hari pertama hingga minggu pertama

Pada hari ke 0-7 : ROM antara 400-600, setelah seminggu ditingkatkan

ROM menjadi fleksi 900, Mobilisasi patella (mesial, lateral, superior,

inferior). Mulai active atau active assisted ROM exercise (non-weight

bearing pada ekstremitas yang terkena) serta ambulasi menggunakan kruk.

2) Pada minggu ke dua tidak dilakukan stress verus/valgus pada knee dan

tidak dilakukan ROM pasif. ROM dilakukan aktif dan aktif dengan

bantuan hingga mencapai fleksi 900. Strengthening dilakukan isometric

exercise pada m. quadriceps femoris dan hamstring muscle dengan straight

leg raises Aktivitas pindah non weight bearing dan ambulasi menggunakan

kruk. Pada ekstremitas yang terkena masih tetap non weight bearing.

3) Pada minggu ke empat hingga keenam stressor vagus dan varus dihentikan

dan ROM pasif dihentikan, hanya dilakukan ROM aktif dan aktif dengan

bantuan. Belum dilakukan strengthening pada knee, dalam menjalankan

aktivitas cara berpindah dengan Non-weight bearing menggunakan kruk.

Pada ekstremitas yang terkena tetap Non-Wight Bearing

b. Fase 2

Pada fase yang kedua (6 – 12 minggu) dilakukan beberapa tahapan antara

lain : memulai sebuah perubahan weight-bearing secara progresif tetapi hal ini

14

Page 15: Long Case Bedah Orthopedi

tergantung dari stabilitas fraktur yang didapat dari gejala klinis yang muncul

dan yang terpeting dari gambaran radiologis setelah dilakukan ORIF,

kemudian melakukan latihan-latihan closed chain dengan beban yang tidak

terlalu berpengaruh pada ekstremitas yang terkena. Pada fase ketiga (3-6

bulan) melakukan program untuk full weight bearing dan menurunkan

keterbatasan gerak dengan menggunakan kruk, melanjutkan latihan-latihan

closed chain, kemudian latihan menaiki anak tangga dan dapat kembali

beraktivitas seperti semula. Fase keempat atau merupakan fase yang terakhir

adalah dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan maksimal,

namun masih diperlukan evaluasi lebih lanjut terhadap kegiatan-kegiatan yang

cukup berat sperti olahraga.

c. Fase 3(3-6 bulan)

1) Mulai menggunakan “full weight bearing” dan ketergantunganpenuhpada

alatbantu untuk rawat jalan dengan mode bertahap(cructhes- satukruk-

cane)

2) Lanjutkan latihan “open dan closed chain” sampai paha dan betis lingkar

yang sama dengan kaki yang berbeda

3) Naik tanggatanpa bantuan

4) Kembali melakukan tugas dan pekerjaan

d. Fase 4 ( 6 bulan)

5) Kemajuan aktivitas pekerjaan yang ditoleransi. mungkin memerlukan

evaluasi kemampuan fungsional untuk dapat melakukan pekerjaan berat

6) Lanjutkan rekreasi ringan. tidak ada aktifitas fisik yang direkomendasikan

untuk 1 tahun

G. KOMPLIKASI4

Komplikasi yang paling berat dari tibial plateau ini adalah kekakuan sendi lutut

akibat perlekatan intra dan periartikuler. Kekakuan yang berlangsung hingga 6 bulan

pasca injury memrupakan sebuah indikasi dilakukannya manipulasi knee dengan

anestesi dan diteruskan dengan Continue Passive Movement/ CPM.

15

Page 16: Long Case Bedah Orthopedi

Terjadinya trauma nervus popliteal lateralis dapat terjadi baik akibat cidera

langsung ataupu karena penggunaan plester. Artrosis degenerative juga dapat terjadi

dikemudian hari.

H. PROGNOSIS4

Bagian proksimal tibia dengan korteks yang tipis amat mudah terkena cedera,

terutama pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun dengan kondisi tulang yang

osteoporotic. Mekanisme cedera biasanya berupa trauma abduksi, atau juga biasanya

pukulan langsung pada bagian lateral tungkai dengan kaki terfiksasi pada permukaan

tanah.

Patah tulang plato tibia akan sembuh dalam waktu singkat tanpa gangguan

proses pertautan yang tidak bergantung pada ada atau tidak adanya dislokasi.

Penyembuhan patah tulang plato tibia dengan dislokasi pada letak varus atau valgus

dapat mengakibatkan gangguan faal dan artrosis degeneratif.

16

Page 17: Long Case Bedah Orthopedi

KESIMPULAN

1. Tibial Plateau adalahfraktur yang mengenai tibia proksimal mempengaruhi fungsi

danstabilitas sendi. Fraktur ini bisa intraartikular (tibia plateau) atau ekstra artikular,

yaitufraktur pada 1/3 proksimal tibia.

2. Rehabilitasi pada tibial plateau terdiri dari 4 fase yang keberhasilannya akan menentukan

juga dalam prognosis.

17

Page 18: Long Case Bedah Orthopedi

DAFTAR PUSTAKA

1. Hoppenfeld S, Treatment and Rehabilitation of Fractures. New York : Lippincott

Williams & Wilkins

2. Brotzman SB, Clinical Orthopaedic Rehabilitation

3. Rasjad C. dkk, 2005, Sistem Muskuloskeletal dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor

Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC,Jakarta, 1997 : 829 – 949.

4. http://arthritis.about.com/od/arthritisbyanatomy/ss/causejointpain.htm

5. http://www.netterimages.com

6. Gardner E. Gray DJ. O’rahilly R, Anatomy A Regional Study of Human Structure.

Philadelphia : W.B. Saunders Company

18