Post on 05-Aug-2015
Intervensi Koroner Perkutan
Organisasi dan Bukti
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian terbanyak di
Amerika Serikat. Revaskularisasi koroner dengan intervensi koroner perkutan
(percutaneous coronary intervention / PCI) merupakan terapi yang paling utama
dan paling sering digunakan pada kondisi ini. Pada tahun 2005, sebuah
kelompok peneliti yang terdiri dari perwakilan American College of Cardiology
(ACC), American Heart Association (AHA), dan Society for Cardiovascular
Angiography and Intervention (SCAI) membaharui sebuah pedoman ACC/AHA
2001 tentang PCI. Pembaharuan pedoman ini meliputi kemajuan di bidang
desain stent, termasuk penggunaan drug-eluting stents (DES) dan terapi
tambahan dengan antagonis reseptor glikoprotein (GP) IIa/IIIb, yaitu bivalirudin,
serta thienopyridines. Selain itu, juga diberikan rekomendasi-rekomendasi
tentang indikasi dan waktu penggunaan PCI sebagai terapi pada pasien
sindroma koroner akut. Juga terdapat bab khusus yang menjelaskan tentang
perkiraan keberhasilan/komplikasi angiografis, wanita, orang lanjut usia, diabetes
melitus, dan perbandingannya dengan operasi bypass koroner.
Perubahan-perubahan yang ada sejak Pedoman PCI 2005
Pada tahun 2007, kelompok penelitian ACC/AHA/SCAI memperbaharui PCI2
berdasarkan hasil penelitian klinis yang dilakukan setelah pembuatan pedoman
PCI tahun 2005. Banyak dari penelitian ini yang juga bermanfaat dalam
pembaharuan pedoman mengenai ST-elevation myocardial infarction (STEMI)/
infark myokard ST elevasi dan pedoman untuk non-STEMI (NSTEMI) atau
angina yang tidak stabil. Pada pedoman ini juga telah ditambahkan rekomendasi
manajemen untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis. Pedoman 2007 juga
meliputi pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit pembuluh darah
koroner atau aterosklerosis yang lain (lihat Bab 5). Peranan penting dari ahli
jantung dalam penerapan terapi ini sangat dibutuhkan. Garis besar yang
digunakan pada pedoman 2005 dan 2007 akan dibahas dalam bab ini.
Penggolongan rekomendasi dan level bukti penelitian diberikan dalam format
ACC/AHA yang standar.
Pedoman rekomendasi
Hasil
Hasil akut: komplikasi dari prosedur yang dilakukan
Semua pasien yang memiliki gejala-gejala/tanda-tanda MI (infark myokard)
selama atau setelah PCI dan pasien dengan prosedur yang kompleks harus
menjalani pemeriksaan CK-MB (creatine kinase - MB) dan troponin I atau T
setelah prosedur dilakukan (level bukti : B).
Pengukuran biomarker jantung rutin (CK-MB dan/atau troponin I atau T)
pada semua pasien yang menjalani PCI sebaiknya dilakukan 8 hingga 12 jam
setelah prosedur dilakukan (level bukti: C).
Gambar 6.1 level Troponin I menunjukkan perkiraan resiko mortalitas pada
kasus sindroma koroner akut. Pasien dengan sindroma koroner akut memiliki
tingkat mortalitas 42 hari. Angka di bawah masing-masing diagram batang
menunjukkan jumlah pasien dengan level troponin I, dan angka di atas diagram
batang menunjukkan besar prosentasenya. P kurang dari 0.001 menunjukkan
peningkatan resiko mortalitas (dan juga rasio resiko mortalitas) dengan kadar
troponin I jantung yang tinggi.
Kompetensi Institusi dan Operator
Jaminan kualitas
1. Sebuah institusi yang dapat melakukan PCI harus melakukan survey untuk
mengetahui kualitas dan angka keberhasilannya. Survey tersebut dibuat untuk
mengevaluasi program secara keseluruhan serta dokter yang melakukan
tindakan tersebut. Pengukuran kualitas harus mempertimbangkan resiko,
kekuatan statistik, dan statistik nasional. Pengukuran kualitas ini juga harus
meliputi tabulasi efek samping dan komplikasi yang dapat terjadi (Level bukti: C).
2. Sebuah institusi yang dapat melakukan PCI harus terdaftar dalam pendataan PCI
untuk mengetahui sejauh mana angka keberhasilannya dibandingkan dengan
norma-norma nasional (Level bukti: C).
Jumlah Operator dan Institusi
1. PCI elektif hanya dapat dilakukan oleh operator yang telah memenuhi
persyaratan jumlah tindakan (minimal 75 prosedur) di pusat-pusat pengobatan
yang ramai (lebih dari 400 prosedur) (Level Bukti: B).
2. PCI elektif hanya dapat dilakukan oleh operator dan institusi yang hasil
statistiknya memenuhi persyaratan nasional (Level Bukti: C).
3. PCI primer untuk STEMI harus dilakukan oleh operator yang berpengalaman
yang telah melakukan lebih dari 75 prosedur PCI elektif tiap tahunnya dan
minimal 11 prosedur PCI untuk STEMI tiap tahunnya. Idealnya, prosedur ini
harus dilakukan di institusi yang telah mengadakan lebih dari 400 PCI elektif tiap
tahunnya dan lebi dari 36 prosedur PCI primer untuk STEMI tiap tahunnya (Level
bukti: B).
1. Operator yang telah berpengalaman melakukan PCI (minimal 75 prosedur PCI
tiap tahunnya) dapat melakukan prosedur ini di pusat pengobatan yang jarang
melakukan PCI (200 hingga 400 prosedur PCI tiap tahunnya) dengan operasi
jantung on-site (level bukti: B).
2. Operator yang jarang melakukan prosedur PCI (kurang dari 75 prosedur tiap
tahunnya) sebaiknya melakukan PCI pada pusat pengobatan yang sering
melakukan PCI (lebih dari 400 prosedur PCI tiap tahunnya) dengan operasi
jantung on-site. Idealnya, operator yang hanya melakukan kurang dari 75
prosedur tiap tahunnya sebaiknya bekerja pada institusi yang biasanya melakuka
lebih dari 600 prosedur tiap tahunnya. Operator yang jarang melakukan PCI
(kurang dari 75 prosedur tiap tahunnya) harus tetap dimonitor oleh operator yang
berpengalaman (minimal 150 prosedur tiap tahunnya) (Lebel bukti: B).
Masih belum diketahui apakan PCI yang dilakukan oleh operator yang kurang
berpengalaman (kurang dari 75 prosedur tiap tahunnya atau kurang dari 11 PCI
untuk kasus STEMI tiap tahunnya) bermanfaat untuk pasien STEMI (level
bukti:C).
Kelas III
PCI elektif sebaiknya tidak dilakukan oleh operator yang kurang berpengalaman
(kurang dari 75 prosedur tiap tahunnya) pada pusat pengobatan yang jarang
melakukan prosedur ini (200-400) dengan atau tanpa operasi jantung on-site.
Institusi yang melakukan kurang dari 200 prosedur tiap tahunnya, kecuali di
darrah-daerah yang terpencil, harus dipertanyakan apakan institusi tersebut
memenuhi syarat untuk terus melakukan prosedur ini (level bukti: B).
Tabel 61. Pemilihan pasien angioplasty dan bypass aortokoroner darurat di
rumah sakit yang tidak dapat melakukan operasi jantung on-site
Jangan melakukan intervensi pada pasien dengan keadaan hemodinamik
yang stabil, dengan :
Stenosis yang signifikan (lebih besar atau sama dengan 60%)pada arteri koroner
utama kiri yang tidak terlindungi dari penyumbatan sistem koroner kiri akut yang
dapat terganggu oleh kateter angioplasti.
Lesi karena infark yang sangat besar atau mengalami angulasi dengan TIMI
derajat 3
Lesi karena infark dengan TMI derajat 3 pada pasien yang stabil dengan
penyakit 3-pembuluh darah (3-vessel disease).
Lesi karena infark pada pembuluh darah kecil atau sekunder
Lesi di lokasi lain selain pada arteri yang mengalami infark.
Lakukan operasi bypass aortokoroner darurat pada pasien dengan :
Penyakit koroner yang mengenai banyak pembuluh darah atau dengan residu
yang banyak pada bagian utama kiri dan tidak memiliki keadaan klinis atau
hemodinamis yang stabil.
- Setelah dilakukan angioplasti atau pembuluh darah tersumbat
- Disarankan diberi bantuan dengan pompa balon intra-aorta
Peranan dari oeprasi jantung on-site
1. PCI elektif sebaiknya dilakukan oleh operator yang berpengalaman (minimal 75
prosedur tiap tahunnya) di pusat-pusat pengobatan yang sering melakukan
prosedur ini (lebih dari 400 prosedur tiap tahunnya) yang juga dapat melakukan
operasi jantung darurat on-site (lvel bukti: B).
2. PCI primer untuk pasien-pasien STEMI sebaiknya hanya dilakukan di institusi
yang dapat melakukan operasi jantung on-site (level bukti: B).
Kelas III
PCI elektif sebaiknya tidak dilakukan di institusi yang tidak dapat melakukan
operasi jantung on-site (level bukti: C).
PCI primer pada kasus STEMI tanpa operasi jantung on-site
PCI primer pada kasus STEMI dapat dilakukan di rumah sakit yang tidak dapat
melakukan operasi jantung on-site dengan syarat bahwa prosedur tersebut
dilakukan oleh operator yang berpengalaman (lebih dari 75 PCI total dan,
idealnya, minimal 11 PCI primer untuk kasus STEMI tiap tahunnya), tim
kateterisasi yang berpengalaman yang siap 24 jam per hari, 7 hari per minggu,
dan dilengkapi dengan laboratorium kateterisasi yang memiliki sarana ragiologis
digital dan pompa balon intra-aorta, serta dapat melakukan transport secara
cepat ke tumah sakit terdekat yang dapat melakukan operasi jantung. Prosedur
ini hanya dapat dilakukan pada pasien STEMI atau MI dengan left
bundle0branch block LBBB pada EKG yang baru terdeteksi atau dicurigai.
Prosedur ini juga harus dilakukan pada waktu yang tepat (balon harus
dikembangkan pada menit ke-90) oleh orang yang telah berpengalaman (minimal
75 PCI tiap tahunnya) dan di rumah sakit yang telah melakukan minimal 36 PCI
primer tiap tahunnya (level bukti: B).
Kelas III
PCI primer sebaiknya tidak dilakukan di rumah sakit yang tidak dapat melakukan
operasi jantung on-site, yang tidak dapat melakukan transport secara cepat ke
kamar operasi di rumah sakit terdekat (level bukti: C).
PCI elektif tanpa operasi jantung on-site
Kelas III
PCI elektif sebaiknya tidak dilakukan di institusi yang tidak dapat melakukan
operasi jtnung on-site (level bukti: C).
Indikasi
Pasien dengan iskemia asimptomatik atau dengan klasifikasi Canadian
Cardiovascular Society (CCS) angina kelas I atau II
1. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan iskemia asimptomatik atau CCS
angina kelas I atau II dengan 1 atau lebih lesi yang signifikan pada 1 atau
2 arteri koroner, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dan resiko
morbiditas dan mortalitas yang rendah (lebel bukti:B).
2. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan iskemia asimptomatik atau CCS
angina kelas I atau II dan stenosis rekuren (level bukti: C).
3. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan iskemia asimptomatik atau CCS
angina kelas I atau II dengan penyakit arteri koroner utama kiri yang
signifikan (diameter stenosis lebih dari 50%) yang merupakan kandidat
untuk dilakukan revaskularisasi namun tidak memenuhi syarat untuk
dilakukan CABG. (level bukti: B).
1. Masih belum diketahui efektivitas dari PCI pada pasien dengan iskemia
asimptomatik atau CCS angina kelas I atau II yang memiliki masalah
pada 2 atau 3 pembuluh darah dengan LAD (left anterior descending
artery coronary) yang signifikan, yang sudah mendapatkan terapi untuk
diabetes atau kelainan ventrikel kiri (level bukti: B).
2. PCI daoat dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia asimptomatik
atau CCS angina kelas I atau II dengan LAD CAD non proksimal yang
melibatkan myokardium yang cukup luas dan hasil uji non-invasif nya
menunjukkan tanda-tanda iskemia (level bukti: C).
Kelas III
PCI tidak direkomendasikan pada pasien dengan iskemia asimptomatik atau
CCS kelas I atau II yang tidak memenuhi kriteria kelas II atau yang memiliki lebh
dari 1 kelainan berikut ini:
a. Sejumlah kecil myokardium yang berresiko (level bukti: C)
b. Tidak ada bukti objektif dari iskemia (level bukti: C)
c. Lesi dengan kemungkinan keberhasilan dilatasi yang kecil (level bukti: C)
d. Gejala-gejala ringan yang tidak disebabkan oleh iskemia myokard (level
bukti: C).
e. Faktor-fakotr yang dapat meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas
(level bukti: C).
f. Penyakit pada arteri utama kiri dan memenuhi persyaratan CABG (level
bukti: C)
g. Penyakit yang tidak signifikan (stenosis koroner kurang dari 50%) (level
bukti: C)
Pasien dengan CCS angina kelas III
1. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan CCS angina kelas III dan CAD
yang melibatkan satu atau lebih pembuluh darah yang sedang menjalani
terapi. PCI juga dapat dilakukan pada pasien dengan 1 atau lebih lesi
yang signifikan pada 1 atau lebih arteri koroner utama denga
kemungkinan keberhasilan yang tinggi dan resiko morbiditas atau
mortalitas yang rendah (level bukti: B).
2. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan CCS angina kelas III dengan
CAD pada 1 atau lebih pembuluh darah yang sedang diterapi; dengan lesi
fokal pada vena saphenous atau stenosis multipel yang berresiko untuk
menjalani operasi ulang (level bukti: C)
3. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan CCS angina kelas III dengan
CAD utama kiri yang signifikan (diameter stensis lebih dari 50%) yang
merupakan kandidat revaskularisasi namun tidak dapat menjalani CABG
(level bukti: B).
1. PCI dapat dipertimbangkan pada pasien dengan CCS angina kelas III
dengan CAD pada satu atau lebih pembuluh darah yang sedang diterapi.
PCI juga dapat dipertimbangkan pada pasien yang memiliki satu atau
lebih lesi yang memiliki resiko kegagalan dilatasi yang tinggi (level bukti:
B).
2. PCI dapat dipertimbangkan pada pasien dengan CCS angina kelas III
tanpa iskemia atau pada pasien yang sedang menjalani terapi medis
dengan CAD pada 2 atau 3 pembuluh darah dengan LAD CAD proksimal
yang signifikan, serta telah diberi terapi diabetes atau kelainan fungsi
ventrikel kiri (level bukti: B).
Kelas III
PCI tidak disarankan untuk pasien dengan CCS angina kelas III dengan CAD
pada 1 atau lebih pembuluh darah, tanpa adanya iskemia atau cedera myokard
atau yang memiliki salah satu kelainan berikut ini:
a. Sejumlah kecil myokard yang berresiko (level bukti: C)
b. Lesi dengan tingkat keberhasilan dilatasi yang rendah (level bukti: C)
c. Resiko morbiditas dan mortalitas karena prosedur yang tinggi (level bukti:
C)
d. Penyakit yang tidak signifikan (stenosis koroner kurang dari 50%) (level
bukti: C).
e. CAD utama kiri yang signifikan dan merupakan kandidat CABG (level
bukti: C).
Pasien dengan angina yang tidak stabil (UA)/NSTEMI
1. PCI invasif diindikasikan untuk pasien UA/NSTEMI yang tidak memiliki
komorbiditas yang serius dan memiliki lesi koroner yang dapat
dihilangkan dengan PCI (level bukti: A).
2. PCI (atau CABG) disarankan pada pasien UA/NSTEMI dengan CAD pada
1 atau 2 pembuluh darah dengan atau tanpa LAD CAD proksimal yang
signifikan, dengan sejumlah besar myokardium yang masih viabel (level
bukti: B).
3. PCI (atau CABG) disarankan pada pasien UA/NSTEMI dengan penyakit
koroner pada banyak pembuluh darah dengan anatomi koroner yang
benar, fungsi ventrikel kiri yang normal, dan tanpa diabetes melitus (level
bukti: A)
4. Inhibitor platelet GP Iib/IIIa intravena dapat bermanfaat bagi pasien yang
akan menjalani PCI (level bukti: A).
5. Strategi yang invasif (misalnya, angiografi diagnostik yang ditujukan
untuk revaskularisasi) disarankan pada pasien UA/NSTEMI dengan
angina refraktori atau keadaan hemodinamik atau elektrik yang tidak
stabil (tanpa komorbiditas atau kontraindikasi terhadap prosedur ini) (level
bukti: B)
1. PCI dapat dilakukan pada pasien UA/NSTEMI dengan lesi pada vena
saphenous atau stenosis multipel yang sedang menjalani terapi medis
dan yang berresiko menjalani operasi ulang (level bukti: C).
2. PCI (atau CABG) dapat dilakukan pada pasien UA/NSTEMI dengan CAD
pada 1 atau 2 pembuluh darah dengan LAD CAD proksimal yang
signifikan serta adanya iskemia pada uji non-invasif (level bukti: B).
3. PCI (atau CABG) lebih bermanfaat daripada terapi medis untuk pasien
UA/NSTEMI dengan LAD CAD proksimal yang signifikan (level bukti: B)
4. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan UA/NSTEMI dengan CAD
utama kiri yang signifikan (diameter stenosis lebih dari 50%) yang
merupakan kandidat revaskularisasi namun berresiko menjalani CABG,
atau dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil (level bukti: B).
1. PCI dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak berresiko tinggi
terhadap hal-hal yang dapat terjadi karena UA/NSTEMI, dengan CAD
pada satu atau lebih pembuluh darah yang sedang menjalani terapi
media dan yang memiliki satu atau lebih lesi yang kemungkinan
keberhasilan dilatasinya kecil (level bukti: B).
2. PCI dapat dipertimbangkan pada pasien dengan UA/NSTEMI yang
sedang menjalani terapi medis, yang memiliki kelainan pada dua atau tiga
pembuluh darah, LAD CAD proksimal yang signifikan, dan diabetes atau
kelainan fungsi ventrikel kiri yang telah diterapi, dengan anatomi yang
memenuhi syarat untuk dilakukannya terapi kateter (level bukti: B).
3. Pada pasien yang stabil, strategi konservatif awal (sperti strategi invasif
yang selektif) dapat dipertimbangkan sebagai strategi terapi untuk pasien
UA/NSTEMI (tanpa komorbiditas yang serius atau kontraindikasi terhadap
prosedur) yang berresiko, termasuk pasien yang memiliki troponin positif
(level bukti: B). Keputusan untuk memberikan strategi konservatif (versus
invasif) pada pasien ini dibuat oleh bersama-sama dokter dan pasien
(level bukti: C).
4. Strategi yang invasif dapat dilakukan pada pasien dengan insufisiensi
ginjal kronis (level bukti: C).
Kelas III
1. PCI (atau CABG) tidak direkomendasikan pada pasien dengan CAD pada
satu atau dua pembuluh darah tanpa LAD CAD proksimal yang signifikan
tanpa gejala-gejala yang berkaitan dengan iskemia myokard dan pada
pasien tanpa iskemia.
2. Pada keadaan yang tidak berresiko tinggi, PCI tidak direkomendasikan
pada pasien UA/NSTEMI dengan CAD pada satu atau lebih pembuluh
darah, atau yang memiliki salah satu kelainan di bawah ini:
a. Hanya sejumlah kecil myokard yang berresiko (level bukti: C).
b. Semua lesi dengan kemungkinan keberhasilan dilatasi yang kecil
(level bukti: C).
c. Resiko morbiditas atau mortalitas karena prosedur yang tinggi (level
bukti: C).
d. Penyakit yang tidak signifikan (diameter stenosis kurang dari 50%).
e. CAD utama kiri yang tidak signifikan dan merupakan kandidat CABG
(level bukti: B).
3. Strategi PCI tidak direkomendasikan pada pasien-pasien yang stabil
dengan arteri koroner yang tersumbat secara permanen (level bukti:
B).
Pasien STEMI
Pertimbangan-pertimbangan umum dan spesifik
Pertimbangan-pertimbangan umum
Jika memungkinkan, PCI primer sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
STEMI (termasuk infark myokard posterior) atau infark myokard dengan left
bundle branch block yang baru yang dapat diberi intervensi PCI pada arteri yang
infark dalam 12 jam setelah onset gejala. Prosedur ini harus dilakukan sesuai
waktu yang ditentukan (balon sudah harus mengembang dalam 90 menit
pertama) dan dilakukan oleh orang yang berpengalaman (orang yang melakukan
ebih dari 75 prosedur PCI tiap tahunnya, dan minimal 11 PCI untuk kasus STEMI
tiap tahunnya). Prosedur ini harus didukung oleh personel yang berpengalaman
dalam laboratorium yang tepat (laboratorium yang telah melakukan lebih dari 200
prosedur PCI tiap tahunnya, dimana minimal 36 di antaranya adalah PCI primer
untuk STEMI, dan laboratorium yang menyediakan sarana operasi jantung) (level
bukti: A). PCI primer sebaiknya dilakukan secepat mungkin, dengan target waktu
contact-to-balloon atau door-to-balloon selesai dalam waktu 90 menit (level bukti:
B).
Pertimbangan spesifik
2. PCI primer sebaiknya dilakukan pada pasien berusia di bawah 75 tahun
dengan elevasi segmen ST atau left bundle branch block yang mengalami syok
dalam 36 jam setelah infark myokard dan pasien yang memenuhi syarat
revaskularisasi yang dapat dilakukan 18 jam setelah syok (level bukti: A).
Prosedur ini dapat dilakukan kecuali jika pasien berkehendak lain atau pasien
memiliki kontraindikasi terhadap perawatan invasif selanjutnya.
3. PCI primer sebaiknya dilakukan pada pasien gagal jantung kongestif berat
dan/atau edema paru (Killip kelas 3) dan onset gejala dalam waktu 12 jam.
Waktu untuk melakukan contact-to-balloon atau door-to-balloon harus sependek
mungkin (targetnya adalah dalam waktu 90 menit) (level bukti: B).
1. PCI primer dapat dilakukan pada pasien dengan usia lebih dari 75 tahun
dengan elevasi segmen ST atau left bundle branch block atau pasien
yang mengalami syok dalam waktu 36 jam setelah infark myokard dan
dapat direvaskularisasi dalam 18 jam setelah syok. Strategi yang invasif
dapat dilakukan pada pasien dengan riwayat status fungsional yang
bagus yang memenuhi syarat revaskularisasi dan yang setuju untuk diberi
terapi invasif (level bukti: B).
2. PCI primer dapat dilakukan pada pasien yang onset gejalanya muncul 12
hingga 24 jam yang lalu, dan memiliki minimal satu kelainan berikut ini:
a. Gagal jantung kongestif yang berat (level bukti: C)
b. Ketidakstabilan hemodinamik atau elektrik (level bukti: C)
c. Iskemia yang persisten (level bukti: C)
Masih belum diketahui manfaat dari PCI primer untuk pasien STEMI yang
dilakukan oleh operator yang melakukan kurang dari 75 prosedur PCI tiap
tahunnya (atau kurang dari 11 PCI untuk STEMI tiap tahunnya) (level bukti: C).
Gambar 6.2
Resiko relatif dari terapi invasif awal versus terapi konservatif pada kasus
UA/NSTEMI. (a) resiko relatif mortalitas pada pasien dengan terapi invasif awal
versus pasien dengan terapi konservatif pada saat kontrol tahun ke-2. (b) resiko
relatif infark myokard non-fatal rekuren pada pasien dengan terapi invasif awal
versus pasien dengan terapi konservatif pada saat kontrol tahun ke-2. (c) resiko
relatif UA rekuren yang menyebabkan pasien dirawat lagi di rumah sakit, pada
pasien yang diberi terapi invasif awal versus pasien yang diberi terapi konservatif
pada saat kontrol bulan ke-13. CI adalah confidence interval. FRISC-II adalah
Fragmin and fast Revascularization during InStability in Coronary artery disease.
ICTUS adalah Invasive versus Conservative Treatment in Unstable coronary
Syndromes. ISAR-COOL adalah Intracoronary Stenting with Antithrombotic
Regimen COOLing-off study. RITA-3 adalah Third Randomized Intervention
Treatment of Anginal Trial. RR adalah relative risk. TIMI-18 adlaah Thrombolysis
in Myocardial Infarction-18. TRUCS adalah Treatment of Refractory Unstable
angina in geographically isolated areas without Cardiac Surgery. VINO adalah
Value of first day angiography/angioplasty In evolving Non-ST segmen elevation
myocardial infarction: Open multicenter randomized trial.
Kelas III
1. PCI elektif sebaiknya tidak dilakukan pada arteri yang mengalami infark
pada pasien dengan keadaan hemodinamis yang tidak stabil (level bukti:
C)
2. PCI primer tidak boleh dilakukan lebih dari 12 jam setelah onset STEMI
muncul, pada pasien yang asimptomatis dengan keadaan hemodinamis
dan elektrik yang stabil (level bukti: C)
PCI pada pasien yang tidak memenuhi syarat untuk diberi fibrinolisis
PCI primer sebaiknya dilakukan pada pasien yang tidak dapat diberi fibrinolisis
dan mengalami STEMI dalam waktu 12 jam setelah onset gejala (level bukti: C).
PCI primer dapat dilakukan pada pasien-pasien ini dalam waktu 12
hingga 24 jam setelah onset,jika terdapat salah satu kelainan di bawah ini:
a. Gagal jantung kongestif berat (level bukti: C).
b. Ketidakstabilan hemodinamik atau elektrik (level bukti: C).
c. Iskemia yang persisten (level bukti: C).
PCI dengan fasilitas tambahan
PCI ini menggunakan regimen lain selain terapi fibrinolisis dosis-penuh. PCI ini
dapat dipertimbangkan sebagai strategi re-perfusi bila syarat-syarat di bawah ini
terpenuhi:
a. Pasien berresiko tinggi
b. PCI tidak tersedia dalam waktu 90 menit
c. Resiko terjadinya perdarahan rendah (usia muda, tidak ada hipertensi
yang sulit dikontrol, berat badan normal) (level bukti: C).
Kelas III
Strategi re-perfusi terencana dengan menggunakan terapi fibrinolisis dosis penuh
dilanjutkan dengan PCI dapat membahayakan jiwa pasien (level bukti: B)
PCI yang dilakukan setelah terapi fbrinolisis gagal (rescue PCI).
Angiografi koroner yang dilakukan sebelum melakukan PCI (atau CABG darurat)
dapat dilakukan pada pasien yang telah diberi terapi fibrinolisis dengan salah
satu kondisi berikut ini:
a. Syok kardiogenik pada pasien di bawah usia 75 tahun dengan kondisi
yang memenuhi syarat untuk revaskularisasi (level bukti: B).
b. Gagal jantung kongestif berat dan/atau edema paru (Killip kelas III) (level
bukti: B).
c. Aritmia ventrikel dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil (level
bukti: C).
1. Angiografi koroner yang dilakukan dengan tujuan PCI (atau CABG
darurat) dapat dilakukan pada pasien berusia 75 tahun ke atas yang telah
diberi terapi fibrinolisis dan mengalami syok kardiogenik, dengan syarat
bahwa kondisi pasien tersebut memungkinkan untuk dilakukan
revaskularisasi (level bukti: B).
2. PCI rescue dapat dilakukan pada pasien dengan minimal satu kondisi
berikut ini:
a. Ketidakstabilan hemodinamik atau elektrik (level bukti: C).
b. Gejala-gejala iskemik yang persisten (level bukti: C).
3. Angiografi koroner yang dilakukan sebelum PCI rescue dapat (atau
CABG darurat) dapat dilakukan pada pasien yang gagal diterapi dengan
fibrinolisis (elevasi segmen ST kurang dari 50% menghilang dalam 90
menit setelah terapi fibrinolisis awal) dan sejumlah myokardium yang
terancam (infark myokard anterior, infark myokard inferior yang
melibatkan ventrikel kanan, atau depresi segmen ST pre-kordial) (level
bukti: B).
Angiografi koroner yang dilakukan sebelum PCI tanpa adanya indikasi kelas I
atau Iia dapat dilakukan pada pasien dengan resiko sedang hingga kecil,
namun manfaat dan resiko nya belum diketahui secara pasti. PCI yang
dilakukan secepat mungkin setelah munculnya iskemik memberikan manfaat
yang lebih besar (level bukti: C).
Kelas III
Strategi angiografi koroner dengan kecenderungan mengerjakan PCI (atau
CABG darurat) tidak direkomendasikan pada pasien yang menerima terapi
fibrinolitik jika manajemen invasif lebih jauh merupakan kontraindikasi atau
pasien atau desain tidak mengharapkan perawatan invasif lebih jauh. (tingkat
bukti C)
PCI setelah keberhasilan fibrinolisis atau untuk pasien yang tidak mengalami
reperfusi primer
1. Pada pasien yang anatominya sesuai, PCI seharusnya dikerjakan jika
didapatkan bukti objektif dari MI berulang (tingkat bukti C)
2. Pada pasien yang anatominya sesuai, PCI seharusnya dikerjakan untuk
iskemia miokard spontan sedang atau berat atau iskemia miokard yang
diprovokasi selama penyembuhan dari STEMI. (tingkat bukti B)
3. Pada pasien yang anatominya sesuai, PCI seharusnya dikerjakan untuk
syok kardiogenik atau ketidakstabilan hemodinamik (tingkat bukti B).
1. Dapat diterima untuk melakukan PCI rutin pada pasien dengan fraksi
ejeksi ventrikel kiri kurang dari atau sama dengan 0,40; gagal jantung;
atau aritmia ventrikel berat. (tingkat bukti C)
2. Dapat diterima untuk melakukan PCI jika terdapat catatan klinis gagal
jantung selama episode akut, meskipun evaluasi subsekuen
menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang masih baik (ejeksi ventrikel kiri
lebih dari 0,40). (tingkat bukti C)
PCI dari stenosis yang signifikan secara hemodinamik pada infark arteri paten
lebih dari 24 jam setelah STEMI bisa dipertimbangkan sebagai bagian dari
strategi invasif. (tingkat bukti B)
Kelas III
PCI dari infark arteri yang tersumbat total lebih dari 24 jam setelah STEMI tidak
direkomendasikan pada pasien yang asimtomatik dengan 1 atau 2 penyakit
pembuluh darah jika mereka stabil secara hemodinamik dan elektrik dan tidak
memiliki bukti adanya iskemia berat. (tingkat bukti B).
Terapi ancillary untuk pasien yang menjalani PCI untuk STEMI
Untuk pasien yang menjalani PCI setelah menerima regimen antikoagulan,
rekomendasi dosis berikut harus diikuti:
a. Untuk terapi dengan UFH (unfractionated heparin), berikan tambahan
bolus UFH jika dibutuhkan untuk menunjang prosedur, ambil dalam
jumlah seberapa antagonis reseptor GP IIb/IIIa telah diberikan. (tingkat
bukti C) Bivalirudin juga bisa digunakan pada pasien yang sebelumnya
diterapi dengan UFH. (tingkat bukti C)
b. Untuk terapi dengan enoxaparin, jika dosis subkutan terakhir diberikan
minimal 8-12 jam lebih awal, dosis intravena dari enoxaparin 0,3 mg/kgBB
harus diberikan; jika dosis subkutan terakhir diberikan dalam 8 jam
terakhir, tidak perlu ditambahkan enoxaparin. (tingkat bukti B)
c. Untuk terapi dengan fondaparinux, pemberian terapi intravena tambahan
dengan antikoagulan yang bekerja sebagai anti-Iia, berikan sejumlah
antagonis reseptor GP IIb/IIIa telah diberikan. (tingkat bukti C)
Kelas III
Oleh karena risiko dari trombosis kateter, fondaparinux seharusnya tidak
digunakan sebagai satu-satunya sntikoagulan untuk menunjang PCI. Tambahan
antikoagulan dengan mekanisme kerja sebagai anti-Iia seharusnya diberikan.
(tingkat bukti C)
PCI untuk syok kardiogenik
PCI primer direkomendasikan untuk pasien kurang dari 75 tahun dengan elevasi
ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam dari MI dan pasien yang
sesuai untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam kondisi syok,
jika tidak, penunjang lebih jauh tidak berguna akibat harapan pasien atau
kontraindikasi/ketidaksesuaian untuk perawatan invasif lebih jauh. (tingkat bukti
A)
PCI primer dapat diterima untukdikerjakan pada pasien 75 tahun atau lebih yang
dipilih dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam dari MI
dan pasien yang sesuai untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18
jam dari syok. Pasien dengan status fungsional yang bagus yang sesuai untuk
revaskularisasi dan setuju dengan perawatan invasif bisa dipilih untuk strategi
invasif. (tingkat bukti B)
Tabel 6.4 Rekomendasi untuk PCI primer pada pasien MI transmural akut
sebagai alternatif dari trombolisis
Kelas I Kelas IIa Kelas III
Sebagai alternatif dari terapi
trombolitik pada pasien
dengan AMI dan elevasi
segmen ST atau LBBB baru
atau dugaan LBBB yang
dapat menjalani angioplasti
dari arteri yang infark dalam
12 jam dari onset gejala
iskemia atau lebih dari 12
jam kemudian jika gejala
menetap, jika dilakukan
dalam waktu tertentu* oleh
individu terlatih dan didukung
oleh personel yang
berpengalaman pada
lingkungan laboratorium
yang sesuai.1 (tingkat bukti
A) Pada pasien yang berada
dalam 36 jam elevasi ST
akut/gelombang Q atau MI
LBBB baru yang mengalami
syok kardiogenik dan kurang
dari 75 tahun, dan
revaskularisasi dapat
dikerjakan dalam 18 jam dari
onset syok oleh personel
yang berpengalaman dalam
prosedur1 dan didukung oleh
personel berpengalaman
dalam lingkungan
laboratorium yang sesuai.2
(tingkat bukti A)
Sebagai strategi
reperfusi pada
kandidat yang
memiliki
kontraindikasi
terhadap terapi
trombolitik. (tingkat
bukti C)
PCI elektif dari arteri
noninfark pada saat MI
akut. (tingkat bukti C)
Pada pasien dengan MI
akut yang menerima
terapi fibrinolitik dalam 12
jam dan tidak memiliki
gejala iskemia miokard;
adalah diperbolehkan
untuk terapi trombolitik
dan menjalani angioplasti
primer oleh operator
yang tidak
berpengalaman3,
perawatan dalam 12 jam
setelah onset gejala dan
tidak memiliki bukti
iskemia miokard. (tingkat
bukti C)
*Standar performa: inflasi balon dalam 90±30 menit setelah masuk RS1 individu yang melakukan ≥75 atau lebih prosedur PCI per tahun2pusat yang mengerjakan lebih dari 200 prosedur PCI per tahun atau
memiliki kemampuan operasi jantung3individu yang melakukan kurang dari 75 prosedur PCI per tahun.
AMI mengindikasikan infark miokard akut; MI, infark miokard; dan PCI,
intervensi koroner perkutan
Intervensi perkutan pada pasien dengan operasi bypass koroner
1. Jika secara teknik dapat dikerjakan, PCI seharusnya dikerjakan pada
pasien dengan iskemia awal (biasanya dalam 30 hari) setelah CABG.
(tingkat bukti B)
2. Penggunaan peralatan proteksi emboli distal direkomendasikan jika
secara teknik dapat dikerjakan pada pasien yang menjalani PCI untuk
cangkok vena safena. (tingkat bukti B)
1. PCI dapat diterima pada pasien dengan iskemia yang terjadi 1-3 tahun
setelah CABG dan pasien yang memiliki fungsi LV yang masih baik
dengan lesi pada sambungan cangkok. (tingkat bukti B)
2. PCI dapat diterima pada pasien dengan angina sekunder hingga penyakit
baru pada sirkulasi koroner setelah CABG. (jika angina tidak tipikal, bukti
objektif adanya iskemia harus didapatkan). (tingkat bukti B)
3. PCI dapat diterima pada pasien dengan cangkok vena yang sakit lebih
dari 3 tahun setelah CABG. (tingkat bukti B)
4. PCI dapat diterima jika secara teknik dapat dikerjakan pada pasien
dengan cangkok arteri mammaria interna kiri paten yang memiliki
obstruksi yang secara klinis signifikan pada pembuluh darah lain. (tingkat
bukti C)
Kelas III
1. PCI tidak direkomendasikan pada pasien dengan CABG sebelumnya
untuk oklusi cangkok vena total kronis. (tingkat bukti B)
2. PCI tidak direkomendasikan pada pasien yang memiliki lesi target
multipel dengan CABG sebelumnya dan pasien yang memiliki penyakit
pembuluh darah multipel, kegagalan dari SVGs multipel (saphenous vein
graft), dan kegagalan fungsi ventrikel kiri, jika tidak, CABG berulang
memberikan risiko berlebihan akibat kondisi komorbid yang berat. (tingkat
bukti B
Intravascular ultrasound imaging (IVUS)
IVUS dapat dilakukan untuk berikut ini:
a. Penilaian terhadap adekuasi lipatan sten koroner, meliputi ekstensi dari
aposisi sten dan penentuan diameter luminal minimal di dalam sten.
(tingkat bukti B)
b. Penentuan mekanisme restenosis sten (ekspansi inadekuat melawan
proliferasi neointimal) dan untuk pemilihan terapi yang sesuai (brakiterapi
vaskular melawan ekspansi balon berulang). (tingkat bukti B)
c. Evaluasi obstruksi koroner pada lokasi yang sulit digambarkan dengan
angiografi pada pasien dengan suspek stenosis aliran lambat. (tingkat
bukti C)
d. Penilaian hasil angiografi suboptimal setelah PCI. (tingkat bukti C)
e. Menegakkan adanya dan distribusi kalsium koroner pada pasien yang
untuk siapa aterektomi rotasional tambahan akan diberikan. (tingkat bukti
C)
f. Menentukan lokasi dan distribusi melingkar plak untuk penuntun
aterektomi koroner direk. (tingkat bukti B)
IVUS bisa dilakukan untuk berikut ini:
a. Menentukan luasnya aterosklerosis pada pasien dengan gejala angina
karakteristik dan studi fungsional positif dengan tanpa stenosis fokal atau
CAD ringan pada angiografi. (tingkat bukti C)
b. Penilaian preintervensi dari karakteristik lesi dan dimensi pembuluh darah
untuk memilih peralatan revaskularisasi yang optimal. (tingkat bukti C)
c. Diagnosis penyakit koroner setelah transplantasi jantung. (tingkat bukti C)
Kelas III
IVUS tidak direkomendasikan jika diagnosis angiografi jelas dan tidak ada
rencana untuk terapi intervensional. (tingkat bukti C)
Tekanan dan aliran arteri koroner: penggunaan simpanan aliran fraksional
dan simpanan vasodilatori koroner
Adalah beralasan untuk menggunakan pengukuran fisiologi intrakoroner
(ultrasound doppler, simpanan aliran fraksional) dalam penilaian efek stenosis
koroner intermediet (30%-70% penyempitan luminal) pada pasien dengan gejala
angina. Tekanan koroner atau velosimetri doppler juga bisa berguna sebagai
alternatif untuk melakukan tes fungsional noninvasif (misalnya, ketika studi
fungsional tidak ada atau ambigu) untuk menentukan apakan suatu intervensi
diperlukan atau tidak. (tingkat bukti B)
1. Pengukuran fisiologi intrakoroner bisa dipertimbangkan untuk evaluasi
keberhasilan PCI dalam mempertahankan simpanan aliran dan
memperkirakan risiko restenosis. (tingkat bukti C)
2. Pengukuran fisiologi intrakoroner bisa dipertimbangkan untuk evaluasi
pasien dengan gejala angina tanpa lesi angiografi yang tampak. (tingkat
bukti C)
Kelas III
Penilaian rutin dengan pengukuran fisiologi intrakoroner seperti ultrasound
doppler atau simpanan aliran fraksional untuk menilai derajat penyakit angiografi
pada pasien dengan hasil positif, studi fungsional noninvasif unekuivokal tidak
direkomendasikan. (tingkat bukti C)
Manajemen pasien yang sedang menjalani PCI
Evolusi teknologi
Hasil akut
Adalah direkomendasikan bahwa peralatan proteksi emboli digunakan ketika
secara teknik dapat dikerjakan pada pasien yang menjalani PCI untuk cangkok
vena safena. (tingkat bukti B)
Terapi tambahan antiplatelet dan antitrombotik untuk PCI
Terapi antiplatelet oral
1. Pasien yang sudah menjalani terapi aspirin kronik harian seharusnya
mengkonsumsi 75-325 mg aspirin sebelum prosedur PCI dilakukan.
(tingkat bukti A)
2. Pasien yang belum menjalani terapi aspirin kronik harian seharusnya
diberikan 300-325 mg aspirin minimal 2 jam dan lebih disarankan 24 jam
sebelum prosedur PCI dilakukan. (tingkat bukti C)
3. Setelah PCI, pada pasien tanpa alergi atau peningkatan risiko
perdarahan, aspirin 162-325 mg setiap hari seharusnya diberikan untuk
minimal 1 bulan setelah implantasi BMS (bare-metal stent), 3 bulan
setelah implantasi sten sirolimuseluting, dan 6 bulan setelah implantasi
sten paclitaxel-eluting, setelah itu penggunaan aspirin jangka panjang
setiap hari harus dilanjutkan pada dosis 75-162 mg. (tingkat bukti B)
4. Dosis loading dari clopidogrel, umumnya 600 mg, seharusnya diberikan
sebelum atau ketika PCI dilakukan. (tingkat bukti C) Pada pasien yang
sedang menjalani PCI dalam 12-24 jamsetelah menerima terapi
fibrinolitik, dosis loading clopidogrel oral 300 mg bisa dipertimbangkan.
(tingkat bukti C)
5. Untuk semua pasien post PCI dengan terpasang sten yang menerima
DES, clopidogrel 75 mg setiap hari seharusnya diberikan untuk minimal
12 bulan jika pasien bukan risiko tinggi perdarahan. Untuk pasien post
PCI yang menerima BMS, clopidogrel seharusnya diberikan untuk
minimal 1 bulan dan idealnya hingga 12 bulan (jika pasien berada dalam
risiko tinggi perdarahan, clopidogrel seharusnya diberikan untuk minimal
2 minggu). (tingkat bukti B)
1. Jika clopidogrel diberikan pada waktu prosedur, suplementasi dengan
antagonis reseptor GP IIb/IIIa bisa bermanfaat.
2. Untuk pasien dengan kontraindikasi absolut terhadap aspirin, adalah
beralasan untuk memberi 300-600 mg dosis loading clopidogrel, diberikan
minimal 6 jam sebelum PCI, dan/atau antagonis GP IIb/IIIa, diberikan
pada waktu PCI. (tingkat bukti C)
3. Pada pasien yang menjadi perhatian dokter tentang risiko perdarahan,
dosis aspirin yang lebih rendah 75-162 mg dapat diberikan selama
periode awal setelah implantasi sten. (tingkat bukti C)
Kelanjutan terapi clopidogrel selama 1 tahun bisa dipertimbangkan pada pasien
yang menjalani penempatan DES. (tingkat bukti C)
Inhibitor GP IIb/IIIa
Pada pasien dengan UA/NSTEMI yang menjalani PCI tanpa pemberian
clopidogrel, inhibitor GP IIb/IIIa (abciximab, eptifibatide, atau tirofiban)
seharusnya diberikan. (tingkat bukti A)
1. Pada pasien dengan UA/NSTEMI yang menjalani PCI tanpa pemberian
clopidogrel, dapat diterima untuk memberikan inhibitor GP IIb/IIIa
(abciximab, eptifibatide, atau tirofiban). (tingkat bukti B)
2. Pada pasien dengan STEMI yang menjalani PCI, dapat diterima untuk
memberikan abciximab seawal mungkin. (tingkat bukti B)
3. Pada pasien yang menjalani PCI elektif dengan penempatan sten, dapat
diterima untuk memberikan inhibitor GP IIb/IIIa (abciximab, eptifibatide,
atau tirofiban). (tingkat bukti B)
Pada pasien dengan STEMI yang menjalani PCI, terapi dengan eptifibate atau
tirofiban bisa dipertimbangkan. (tingkat bukti C)
Tabel 6.5. Medikasi yang digunakan untuk stabilisasi pasien UA/NSTEMI
Agen anti-iskemia dan
antitrombotik/antiplatelet
Kerja obat Kelas/tingkat bukti
Aspirin
Clopidogrel* atau
ticlopidin
Beta-bloker
ACEI
Nitrat
Antagonis kalsium
(antagonis dihidropiridin
short acting harus
dihindari)
Antiplatelet
Antiplatelet jika aspirin
menjadi kontraindikasi
Antiiskemia
EF kurang dari 0,40 atau
HF EF lebih dari 0,40
Antiangina
Antiangina
I/A
I/A
I/B
I/A Iia/A
I/C untuk gejala iskemia
I untuk gejala iskemia,
jika Beta bloker tidak
berhasil (B) atau menjadi
kontraindikasi, atau
Dipiridamol
Agen untuk
pencegahan sekunder
dan indikasi lain
Inhibitor HMG-KoA
reduktase
Fibrat
Niasin
Niasin atau fibrat
Antidepresan
Terapi hipertensi
Terapi diabetes
Terapi hormon (inisiasi)1
Terapi hormon
(kelanjutan)1
Inhibitor COX-2 atau
NSAID
Vitamin C, E; beta
karoten; asam folat, B6,
B12
Antiplatelet
Faktor risiko
Kolesterol LDL lebih dari
70 mg per dL
Kolesterol HDL kurang
dari 40 mg per dL
Kolesterol HDL kurang
dari 40 mg per dL
Trigliserida 200 mg per
dL
Terapi depresi
Tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg atau lebih
dari 130/80 mmHg jika
terdapat penyakit ginjal
atau diabetes
HbA1c lebih dari 7%
Kondisi postmenopause
Kondisi postmenopause
Nyeri kronik
Efek antioksidan;
penurunan homosistein
menyebabkan efek
samping yang tidak
dapat diterima (C)
III/A
Kelas/tingkat bukti
Ia
IIa/B
IIa/B
IIa/B
IIb/B
I/A
I/B
III/A
III/B
IIa/C, IIb/C, atau III/C
III/A
*lebih dipilih ticlopidin1untuk pengurangan risiko penyakit arteri koroner.
ACEI mengindikasikan angiotensin converting enzyme hormone; CHF,
congestive heart failure; COX-2, cyclooxygenase 2; EF, ejection fraction; HDL,
high density lipoprotein; HF, heart failure; HMG-CoA, hydroxymethyl glutaryl
coenzyme A; INR, international normalized ratio; LDL, low density lipoprotein;
NSAID, nonsteroidal antiinflamatory drug; NSTEMI, non ST segment elevation
myocardial infarction; dan UA, unstable angina.
Terapi antitrombotik
UFH, low molecular weight heparin, dan bivalirudin
1. UFH seharusnya diberikan pada pasien yang menjalani PCI. (tingkat bukti
C)
2. Untuk pasien dengan trombositopenia yang diinduksi heparin, bivalirudin
atau argatroban direkomendasikan untuk menggantikan heparin. (tingkat
bukti B)
1. Adalah beralasan untuk menggunakan bivalirudin sebagai alternatif
terhadap UFH dan antagonis GP IIb/IIIa pada pasien risiko rendah yang
menjalani PCI elektif. (tingkat bukti B)
2. LMWH dapat diterima sebagai alternatif terhadap UFH pada pasien
dengan UA/NSTEMI yang menjalani PCI. (tingkat bukti B)
LMWH bisa dipertimbangkan sebagai alternatif terhadap UFH pada pasien
dengan STEMI yang menjalani PCI. (tingkat bukti B)
Tatalaksana post-PCI
Left main CAD
Adalah beralasan bahwa pasien yang menjalani PCI untuk obstruksi koroner
utama kiri yang tidak terlindungi diifollow up dengan angiografi koroner antara 2
dan 6 bulan setelah PCI. (tingkat bukti C)
Pertimbangan Khusus
Restenosis Klinis: Latar Belakang dan Tatalaksana
Strategi Tatalaksana untuk Restenosis setelah PTCA
Adalah beralasan untuk mempertimbangkan bahwa pasien yang mengalami
restenosis setelah PTCA atau PTCA dengan peralatan ateroablatif adalah
kandidat untuk intervensi koroner berulang dengan sten intrakoroner jika faktor
anatomi sesuai. (tingkat bukti B)
DES DAN BMS
1. DES seharusnya dipertimbangkan sebagai alternatif terhadap BMS pada
pasien untuk siapa percobaan klinis mengindikasikan efektivitas /profil
keamanan. (tingkat bukti A)
2. Sebelum menanamkan DES, kardiologist harus berdiskusi dengan pasien
tentang kebutuhan untuk dan durasi dari DAT (dual-antiplatelet therapy)
dan mengkonfirmasi kemampuan pasien untuk mematuhi terapi yang
direkomendasikan untuk DES. (tingkat bukti B)
3. Pada pasien yang menjalani persiapan untuk PCI dan tampak
membutuhkan prosedur invasif atau operatif dimana DAT harus dilakukan
selama 12 bulan berikutnya, pertimbangan harus diberikan untuk
penanaman BMS atau pengerjaan angioplasti balon dengan penanaman
sten provisional dibandingkan penggunaan rutin dari DES. (tingkat bukti
C)
Pada pasien yang perlu menjadi perhatian dokter tentang risiko perdarahan,
dosis aspirin yang lebih rendah 75-162 mg dapat diberikan.
DES bisa dipertimbangkan untuk latar belakang klinis dan anatomis dimana profil
efektivitas/keamanan menjadi diperlukan tapi belum terbukti penuh dari penelitian
klinis. (tingkat bukti C)
Strategi tatalaksana untuk restenosis in-stent
Drug-eluting stent untuk tatalaksana restenosis in-stent
Adalah beralasan untuk melakukan PCI ulangan untuk restenosis in-stent
dengan DES atau DES baru untuk pasien yang mengalami restenosis in-stent
jika faktor anatomi sesuai. (tingkat bukti B)
Radiasi untuk restenosis
Brakiterapi dapat bermanfaat sebagai terapi yang aman dan efektif untuk ISR (in-
stent restenosis). (tingkat bukti A)
Penyakit Ginjal Kronis
1. Klirens kreatinin harus diperkirakan pada pasien UA/NSTEMI, dan dosis
obat yang dibersihkan di ginjal harus diperhitungkan secara sesuai.
(tingkat bukti B)
2. Pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani angiografi, agen
kontras isosmolar diindikasikan dan lebih dipilih. (tingkat bukti A)
Perbandingan dengan pedoman lain
Pedoman yang lain adalah European Society of Cardiology’s (ESC) 2005
Guidelines for PCI. Terdapat perbedaan dalam kategori rekomendasi, yang
membuat perbandingan langsung antar pedoman menjadi sulit. Secara spesifik,
pedoman ESC tidak memiliki kelas rekomendasi III, dan untuk kelas rekomendasi
I, mereka mengindikasikan bahwa untuk rekomendasi yang ditentukan, terdapat
kesepakatan umum atau bukti bahwa terapi yang dimaksud adalah bermanfaat,
menguntungkan, atau efektif, tapi mereka tidak mengatakan bahwa terapi
tersebut harus dilakukan atau diberikan. Dalam batasan dari perbandingan yang
memberikan perbedaan rekomendasi ini, tidak didapatkan variasi mayor dalam
rekomendasi untuk penggunaan PCI atau terapi tambahan. Pedoman ESC tidak
meliputi rekomendasi untuk pencegahan sekunder dengan pedoman PCI
mereka.
Usaha penelitian yang sedang berjalan dan arah masa depan
Penelitian COURAGE (clinical outcome utilizing revascularization and aggressive
drug evaluation) yang membandingkan terapi dengan PCI dan terapi medis
optimal terhadap terapi medis optimal saja pada pasien dengan stable angina
dipublikasikan setelah target waktu untuk the 2007 PCI focused Update. Oleh
karena itu, temuannya tidak dimasukkan dalam evidence based untuk pedoman
ini. Saat ini, pedoman untuk terapi pasien dengan stable angina kronis sedang
menjalani update, dan jika bukti dari penelitian COURAGE atau studi serupa
menghasilkan perubahan dalam rekomendasi, pedoman PCI akan diperbarui
juga. Beberapa studi sekarang sedang berjalan untuk menginvestigasi risiko dan
kesesuaian terapi untuk mencegah trombosis sten lanjut. Bukti dari penelitian-
penelitian ini bisa menghasilkan pembaruan dari rekomendasi saat ini. Akhirnya,
studi yang melibatkan penggunaan terapi tambahan untuk pasien yang menjalani
PCI, khususnya obat-obatan antiplatelet baru, dapat menghasilkan perubahan
dalam rekomendasi pedoman.