Angina Ludovici

26
BAB 1 PENDAHULUAN Angina Ludwig adalah infeksi pada leher dan dasar mulut yang berpotensi mengancam jiwa.1 Angina Ludwig atau dikenali jugadengan nama Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederick von Ludwig pada tahun 1836, merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial di antarafasia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi. Yang termasuk abses leher dalam ialah abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring dan angina Ludwig atau abses submandibular.2,3,4 Sebagian besar kasus angina Ludwig terjadi pada orang yang sebelumnya sehat. Kondisi predisposisi termasuk diabetes mellitus, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomiositis, dan lupus eritematosussistemik. Pasien yang paling sering terkena antara usia 20 dan 60 tahun, meskipun rentang usiadari 12 hari menjadi 84 tahun telah dilaporkan. Ada dominasi laki-laki yaitu sekitar 3:1 sampai 4:1 pada gangguan tersebut.3,4

description

erererrerttyhtytt

Transcript of Angina Ludovici

BAB 1PENDAHULUAN

Angina Ludwig adalah infeksi pada leher dan dasar mulut yang berpotensi mengancam jiwa.1 Angina Ludwig atau dikenali jugadengan nama Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederick von Ludwig pada tahun 1836, merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial di antarafasia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi. Yang termasuk abses leher dalam ialah abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring dan angina Ludwig atau abses submandibular.2,3,4 Sebagian besar kasus angina Ludwig terjadi pada orang yang sebelumnya sehat. Kondisi predisposisi termasuk diabetes mellitus, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomiositis, dan lupus eritematosussistemik. Pasien yang paling sering terkena antara usia 20 dan 60 tahun, meskipun rentang usiadari 12 hari menjadi 84 tahun telah dilaporkan. Ada dominasi laki-laki yaitu sekitar 3:1 sampai 4:1 pada gangguan tersebut.3,4 Diperlukan pengetahuan dan pemahaman anatomi yang baik tentang fasia dan ruang potensial serta faktor penyebab dari abses leher dalam agar dapat memperkirakan perjalanan penyebaran infeksi dan penatalaksanaan yang adekuat. Pada kasus tahap lanjut, mengamankan patensi jalan nafas dan drainase surgical sangat penting untuk menghindari terjadinya asfiksia. Prognosis angina Ludwig sangat tergantung kepada seberapa cepat tatalaksana mengamankan jalan nafas dan pemberian antibiotik dilakukan.3,5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Istilah angina Ludwig mengacup ada keterlibatan kolektif bilateral ruang submandibular, sublingual dan ruang submental. Angina Ludwig atau nama lainnya Angina Ludovici adalah infeksi ruang submandibular berupa selulitis dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada perabaan submandibular.2,3

2.2 ANATOMI Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi 2 bagian yaitu fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda.4,6,7 Ruang-ruang potensial dikatogerikan sebagai (menurut modifikasi Hollingshead): 4 A. Ruang yang melingkupi seluruh leher Ruang retrofaring Ruang bahaya (Danger Space) Ruang prevetebral Ruang vascular visceral B. Ruang yang terbatas diatas tulang hyoid Ruang parafaring Ruang submandibular dan submental Ruang parotis Ruang masticator Ruang peritonsil Ruang temporal C. Ruang yang terbatas dibawah tulang hyoid Ruang pretrakeal Ruang suprasternal

Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m. mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar.3 Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia superfisial danm. platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh m. digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal. 1,3,4 3 Gambar 1: Potongan midsagittal menunjukkan fasia dan ruang-ruang leher 8

Gambar 1: Potongan midsagittal menunjukkan fasia dan ruang-ruang leher 8 Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton, n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma.Ruangsubmental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous. 3

Gambar 2: Anatomi dari ruang submandibular 3 Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan posterior, mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid membatasi penyebaran ke inferior, sedangkan pembengkakkan dapat menyebar hingga bagian anterior leher, menyebabkan distorsi dan gambaran bull neck.4,6,7

2.3 EPIDEMIOLOGI Angina Ludwig adalah penyakit langka yang dapat berpotensi mengancam nyawa jika proses inflamasi menyebar ke jaringan lunak leher dalam dan mediastinum.5 Sebagian besar kasus angina Ludwig terjadi pada orang yang sebelumnya sehat. Kondisi predisposisi termasuk diabetes mellitus, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomiositis, dan lupus eritematosus sistemik. Pasien yang paling terkena dampak adalah antara usia 20 dan 60 tahun, meskipun rentang usia dari 12 hari hingga 84 tahun telah dilaporkan. Ada dominasi laki-laki (3:1 hingga 4:1) pada penyakit ini.1,9

2.4 ETIOLOGI Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang. Selain itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa. Rute

infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas/dingin atau adanya bengkak di sudut rahang.9,10 Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular. Di samping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan angina Ludwig, antara lain: penyebaran organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan gigi. Penyakit ini juga dapat berkembang sebagai tanda gangguan pertahanan tubuh, seperti dalam kasus pasien diabetes atau imunosupresi (terutama anak-anak).1,10 Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut.10 Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. 10 Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella. 10

2.5 PATOFISIOLOGI Penyebab abses ini yang paling sering adalah infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya 6

tahan jaringan tubuh. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. 3,11,12 Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses subingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) yang terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringal. Selain infeksi gigi abses ini juga dapat disebabkan pericoronitis, yaitu suatu infeksi gusi yang disebabkan erupsi molar ketiga yang tidak sempurna. Infeksi bakteri yang paling sering oleh streptococcus atau staphylococcus. Sejak semakin berkembangnya antibiotik, angina Ludwig menjadi penyakit yang jarang. 3,11,12,13 Gambar 3: Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus. Infeksi premolar dan molar menyebabkan perforasi, kemudian menyebar keruang-ruang yang dibatasi oleh m. mylohyoideus. 3

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras dari fasia servikal profunda dengan m.digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas. Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilar Whartoni dan mengikuti struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fasia leher. Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah dibagian superior dan posterior, sehingga menghambat jalan nafas. 3,11,12,13

2.6 MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis yang ditemukan konsisten dengan sepsis yaitu demam, takipnea, dan takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya pembengkakan yang nyeri pada dasar mulut dan bagian anterior leher, demam, nyeri menelan (disfagia), odinofagia, hipersalivasi (drooling), trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath. Suara serak, stridor, distress pernafasan, penurunan air movement, sianosis, dan sniffing position. 1,2,3,14 Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher, dan disfonia (hot potato voice) akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah; kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria).3,4,15 Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m. 8

masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat penanganan segera.8,15 Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada struktur vokalis. Bau mulut, air liur berlebihan, disfagia, odynophagia dan susah bernapas Gejala klinis ini harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya gangguan berat pada jalan nafas. Stridor, kesulitan mengeluarkan sekret, kecemasan, sianosis, dan posisi duduk merupakan tanda akhir dari adanya obstruksi jalan nafas yang lama dan merupakan indikasi untuk dipasang alat bantu pernafasan 1,6

2.7 DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. a. Anamnesa Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil.2,3 9

b. Pemeriksaan fisik Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar ke belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Pembengkakan pada jaringan anterior leher diatas tulang hyoid sering disebut dengan bulls neck appearance2. Biasanya penderita akan mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik.2,6,8,9 Kewaspadaan dalam mengenal tanda-tanda angina Ludwig penting sangat penting dalam diagnosis dan manjemen kondisi yang serius ini. Terdapat 4 tanda cardinal dari angina Ludwig oleh Grodinsky, yaitu: 2,6,8,9 Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous, putrid infiltration dengan atau tanpa pus Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai struktur kelenjar Penyebaran secara perkontinuitatum dan bukan secara limfatik

c. Pemeriksaan penunjang Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.8,11, 12 i. Laboratorium: Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi. ii. Radiologi: 2,6,8,9 Roentgen: foto polos dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak, adanya udara, dan adanya penyempitan saluran nafas. Radiografi dada dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. 10

Foto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi. USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letak abses. CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan buatan. MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas.

2.8 . DIAGNOSIS BANDING Diagnosa banding dari angina Ludwig adalah : karsinoma lingua, sublingual hematoma, abses glandula salivatorius, limfadenitis, dan peritonsilar abses.6

2.9 PENATALAKSANAAN Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama adalah menjamin jalan nafas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anestesia lokal. Trakeostomi dilakukan tanpa harus menunggu terjadinya dispnea atau sianosis karena tanda-tanda obstruksi jalan nafas yang sudah lanjut. 1, 2, 5, 13, 14 Jika terjadi sumbatan jalan nafas maka pasien dalam keadaan gawat darurat. Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas secara intravena untuk organisme gram positif dan gram-negatif serta kuman aerob dan anaerob. Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas pus. Pengobatan angina Ludwig pada anak untuk perlindungan jalan napas digunakan antibiotik intravena, selain itu dapat juga digunakan terapi pembedahan. Antibiotik yang digunakan adalah Penicilin G dosis tinggi, kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan obat antistaphylococcus atau 11

metronidazole. Jika pasien alergi pinicillin, maka clindamycin hydrochloride adalah pilihan yang terbaik. Dexamethasone yang disuntikkan secara intravena, diberikan dalam 48 jam untuk mengurangi edem dan perlindungan jalan nafas. 1, 2, 5,13,14 Selain itu dilakukan eksplorasi yang dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evaluasi pus, pada angina Ludwig jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam tumpul. Jika terbentuk nanah dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi os. hyoid (34 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan korpus mandibula melalui fasia dalam sampai ke kedalaman kelenjar submaksilar. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os. hyoid sampai batas bawah dagu. Perlu juga dilakukan pengobatan terhadap infeksi gigi untuk mencegah kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai infeksi reda. 1,2,5,13,14

Tabel 1: Algoritma diagnosis dan manajemen Angina Ludwig 6

2.10 PROGNOSIS Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan radang. Sekitar 45% 65% penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang terinfeksi, disertai 13

dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu, 35% dari individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi.6,10 Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa. Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar 50%.Namun dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka mortalitas dapat menurun hingga kurang dari 5%.6,7,10 2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi ialah 6 1) sumbatan jalan napas 2) Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum 3) sepsis

2.12 KESIMPULAN

Angina Ludwig adalah suatu penyakit infeksi jaringan lunak dasar mulut dan leher. Infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri gran positif, gran negatif, aerob maupun anaerob. Biasanya penderita dengan penyakit tersebut memiliki riwayat sakit gigi, mengorek, dan mencabut gigi. Untuk menghindari terjadinya komplikasi yang fatal, maka harus mewaspadai gejala-gejala klinik dari penyakit tersebut, salah satunya penyempitan jalan napas. Mengontrol jalan napas sangat penting dan untuk itu dipertimbangkan pemberian antibiotik, drainase, dan trakeostomi. Dengan deteksi dan pengobatan dini, maka angka mortalitas dapat dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marcinuk M, Murray AD. Deep Neck Infections. Diambil dari www.emedicine.com, diakses tanggal 7 Juni 2005.2. Shumrick KA, Sheft SA. Deep Neck Infections. Dalam : Paparella MM, Shumrick DA, Gluckmann JL, Meyerhoff WL, editors. Otolaryngology. Philadelphia: WB Saunders. 1991;2545-63.3. Subagio A. Penatalaksanaan Angina Ludovici. Presentasi Kasus Bagian THT FKUI/RSCM, 2001.4. Rusmarjono, Soepardi EA. Penyakit Serta Kelainan Faring an Tonsil. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002; 189.5. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1996.