Angina Pectoris

71
LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KANJURUHAN KEPANJEN MALANG ANGINA PECTORIS & HEART FAILURE Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya Oleh: Nur Mazidah, S.Ked. 209.121.0001 Pembimbing: dr. Bondan, M.Kes, Sp.PD.

description

MAKALAHQ

Transcript of Angina Pectoris

Page 1: Angina Pectoris

LAPORAN STUDI KASUS

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KANJURUHAN KEPANJEN MALANG

ANGINA PECTORIS &

HEART FAILURE

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh:

Nur Mazidah, S.Ked.

209.121.0001

Pembimbing:

dr. Bondan, M.Kes, Sp.PD.

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

Page 2: Angina Pectoris

2014

2

Page 3: Angina Pectoris

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-

Nya kepada penyusun sehingga Laporan Studi Kasus Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam

yang berjudul “Angina Pectoris & Heart Failure” ini dapat terselesaikan sesuai rencana yang

diharapkan.

Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai ujian kasus guna memenuhi tugas

Kepaniteraan Klinik Madya serta melatih keterampilan klinis dan komunikasi dalam

menangani kasus secara holistik dan komprehensif.

Penyusun menyadari bahwa laporan makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan

kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas saran

dan kritik dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.

Semoga Laporan Studi Kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca serta rekan-

rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.

Penyusun

Nur Mazidah, S.Ked.

1

Page 4: Angina Pectoris

DAFTAR ISI

Judul

Kata Pengantar .................................................................................................1

Daftar Isi ..........................................................................................................2

BAB I : Pendahuluan .....................................................................................3

BAB II : Laporan Kasus

Identitas Penderita......................................................................................4

Anamnesis..................................................................................................4

Pemeriksaan Fisik......................................................................................6

Pemeriksaan Penunjang.............................................................................8

Diagnosis..................................................................................................11

Penatalaksanaan.......................................................................................11

Follow Up................................................................................................16

BAB III : Tinjauan Pustaka

Anatomi Jantung......................................................................................18

Fisiologi Jantung......................................................................................18

Angina Pectoris

Definisi, Etiologi ................................................................................22Patomekanisme....................................................................................24Tanda dan gejala..................................................................................25Diagnosis.............................................................................................26Penatalaksanaan..................................................................................27

Heart Failure

Definisi dan Epidemiologi..................................................................31Etiologi................................................................................................32Patomekanisme....................................................................................32Diagnosis.............................................................................................35Penatalaksanaan..................................................................................38

BAB IV : Penutup ..........................................................................................44

Daftar Pustaka.................................................................................................45

2

Page 5: Angina Pectoris

LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

BAB I

PENDAHULUAN

Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai

respon terhadap suplai oksigen yang tidak adequate ke sel-sel miokardium. Nyeri

angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, kerahang, atau ke daerah

abdomen. Nyeri tersebut sering digambarkan sebagai rasa tertekan, rasa terjerat, rasa

kemeng, rasa terbakar. Nyeri tersebut biasanya berkisar 1-30 menit didaerah

retrosternal, tapi dapat juga menjalar ke rahang, leher, bahhu, punggung dan lengan

kiri. Kadang-kadang keluhannya dapat berupa cepat capai, sesak nafas pada saat

aktivitas.

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.

Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%

wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3–3,7

perseribu penderita pertahun.

Oleh karena itu, kedua kasus penting tersebut termasuk dalam kasus dengan area

kompetensi 3B, dimana dokter harus mampu membuat diagnosis klinik dan

memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan

nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Dokter juga harus

mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya,

serta mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Berdasarkan latar

belakang tersebut, maka penulis mengangkat kasus ini sebagai pembelajaran dalam

menangani pasien secara profesional dan komprehensif.

3

Page 6: Angina Pectoris

LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny.M

Umur : 45 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Wajak

Status Perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal MRS : 08-01-2014

No register : 339777

B. ANAMNESIS √ : sendiri √ : orang lain

1. Keluhan Utama : sesak nafas

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan pukul 15.50 WIB dengan

keluhan sesak nafas dan dada terasa berdebar. Pasien juga mengeluh nyeri

dada kiri seperti ditekan dan menjalar ke leher dan punggung yang dirasakan

±4 hari yang lalu dan memberat sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan kumat-

kumatan sekitar > 15 menit terutama jika beraktivitas sehari-hari dan tidak

berkurang dengan istirahat. Selain itu, pasien mengeluhkan mual dan muntah

2 hari yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat hipertensi (+)

- Riwayat diabetes (-)

- Riwayat alergi obat/makanan (-)

- Riwayat penyakit jantung (-) disangkal

4

Page 7: Angina Pectoris

- Riwayat penyakit paru (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Hipertensi (+) ibu pasien

- Penyakit jantung (-)

- Penyakit paru (-)

- Diabetes (-)

- Alergi obat/makanan (-)

5. Riwayat Kebiasaan :

- Riwayat merokok (-)

- Minum kopi (-)

- Minum alkohol (-)

- Jamu (-)

- Olah raga (-)

6. Anamnesis Sistem

- Kulit : kulit gatal (-)

- Kepala : pusing (-), rombut rontok (-), luka (-), benjolan (-)

- Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-),

ketajaman penglihatan berkurang (-), penglihatan ganda(-)

- Hidung: cairan(-), mimisan (-)

- Telinga: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-), nyeri(-)

- Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-)

- Tenggorokan: nyeri menelan (-), suara serak (-)

- Pernafasan : sesak nafas (+), batuk(-), mengi(-), dada terasa berat

- Kardiovaskuler: nyeri dada menjalar (+), berdebar-debar (+), sesak

nafas saat (+), kaki bengkak (-)

- Gastrointestinal: mual (+), muntah(-), diare (-), nafsu makan

menurun (+), nyeri perut (-)

- Genitourinaria : BAK ± 3x sehari, warna kuning jernih jumlah dalam

batas normal.

- Neurologik : lumpuh (-), kaki kesemutan(-), kejang (-)

5

Page 8: Angina Pectoris

- Psikiatrik : mudah marah (-), gelisah (-)

- Muskolokeletal: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan

dan kaki (-), nyeri otot (-)

- Ekstremitas atas : bengkak (-), nyeri (-), luka (-)

- Ekstremitas bawah : bengkak (-), nyeri (-), luka (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan kurang.

2. Tanda Vital

Tensi : 162/122 mmHg

Nadi : 128 x/menit

Pernafasan : 26 x/menit

Suhu : 36,5 oC

3.Kulit

Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-),

hiperhidrosis (-)

4.Kepala

Bentuk normocephal, luka (-), rambut beruban dan tidak mudah dicabut,

keriput (-), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan

mimik wajah / bells palsy (-)

5. Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), eksoftalmus (-/-)

6.Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).

7.Mulut

Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-).

8.Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).

9.Tenggorokan

6

Page 9: Angina Pectoris

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

10. Leher

JVP meningkat (-), trakea ditengah, pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran

kelenjar tiroid (-)

11. Thoraks

Normochest, simetris, retraksi (+), spider nevi (-), sela iga melebar (-)

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tampak

Palpasi : ictus cordis kuat angkat

Perkusi : batas kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri atas: SIC II 1 cm Linea Para Sternalis Sinistra *

batas kanan bawah: SIC V Linea Para Sternalis Dextra *

batas kiri bawah: SIC VI 1 cm medial linea midclavicula sinistra *

pinggang jantung : SIC III 1 cm Linea Para Sternalis Sinistra *

(batas jantung terkesan membesar)

Auskultasi:

Heart Rate 128x/mnt, gallop (-), bising jantung (+)

Pulmo :

Statis (depan dan belakang)

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Dinamis (depan dan belakang)

Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

12. Abdomen

Inspeksi : perut tampak mendatar, tidak ada pembesar hepar dan lien

7

Page 10: Angina Pectoris

Palpasi : Supel (+), Hepar tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-)

Perkusi : timpani, meteorismus (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

13. Ektremitas : palmar eritema (-/-)

akral dingin Oedem (pitting)

- -

- -

- -

- -

14. Sistem genetalia: dalam batas normal.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. EKG

Lead 1

Lead 2

Lead 3

aVR

8

Page 11: Angina Pectoris

aVL

aVF

V1

V2

V3

V4

9

Page 12: Angina Pectoris

V5

V6

High Voltage : V5,V6

ST depresi : V5,V6

T inversi : V4, V5, V6

Kesimpulan : LVH, Angina Pectoris

2. Laboratorium Hematologi (09 Januari 2014)

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal

Darah lengkapHb HCTEritrositLeukositHitung leukositLEDTrombosit

14,743,44,8810.9000/0/65/31/425188.000

g/dl%Juta/cmmsel/cmmEus/baso/neu/lim/monomm/1 jamsel/cmm

L= 13,5-18L= 40-54L= 4,5-6,54.000-11.0001-5/0-1/50-70/20-35/3-8L<=15150.000-450.000

3. Laboratorium Kimia Darah (09 Januari 2014)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

SGOT

SGPT

Ureum/urea

Creatinin

24 U/L

24 U/L

32 mg/dl

0,88 mg/dl

L= 10-42

L= 10-42

20-40

L= 0,6-1,1

10

Page 13: Angina Pectoris

4. Foto Thorak (08 Januari 2014)

Kardiomegali (+)

G. DIAGNOSIS

UnStable Angina Pectoris + Heart Failure

Differential Diagnosis:

o Myocardial Infarctiono Stable Angina Pectoris

H. PENATALAKSANAAN

1. Non Farmakoterapi

a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya

b. Tirah baring

c. Posisi setengah duduk

d. Kurangi intake cairan, garam, dan kolesterol

e. Kontrol rutin dan segera periksa jika keluhan muncul kembali

2. Farmakoterapi

O2 2 liter/menit

IVFD RL 20 tpm

o Indikasi : untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit

o Kandungan : Natrium Laktat. C3H5NaO3 3,10 g, Natrium Klorida

NaCl 6,00 g, Kalium Klorida.KCl 0,30 g, Kalsium

11

Page 14: Angina Pectoris

Klorida.CaCl2.2H2O 0,20 g, Air untuk Injeksi ad. 1.000 ml,

Osmolaritas : 270 mOsm/l

o Kontraindikasi : hipernatremia, gagal ginjal, kerusakan sel hepar,

asidosis laktat

o Farmokologi : merupakan larutan isotonic yang komposisinya mirip

dengan cairan extraseluler untuk mengganti cairan extraseluler dan

merupakan larutan non koloid yang mengandung ion-ion yang

terdisbrusi kedalam cairan intravaskuler dan extravaskuler

Inj.iv Furosemid 1x1 amp

o Indikasi : penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung

koroner dan penyakit hati diberikan tunggal atau dalam kombinasi

dengan antihipertensi

o Kontraindikasi : hipersensitif terhadap furosemid

o Efek samping : hipotensi akut, tromboflebitis, vertigo, pusing, demam

pandangan kabur, tidak bias beristirahat, hiperurisemia

o Farmokologi : inhibisi reabsobsi natrium dan klorida pada ansa henle

dan tubulus distal, mempengaruhi system kotranspor ikatan klorida,

meningkatkan exkresi air, natrium, klorida magnesium dan kalsium.

o Sediaan : tablet 40 mg, injeksi i.v/i.m. 10 mg/ml, ampul 2 ml

Inj.iv Metocloperamide 3x1 amp

o Indikasi : dyspepsia, gastritis, rasa panas pada ulu hati, GERD, mual,

muntah.

o Kontraindikasi : perdarahan saluran cerna

o Efek samping : konstipasi, mengantuk, gelisah,

o Farmokologi : Metoklopramida dapat meningkatkan tonus dan

amplitudo pada kontraksi lambung (terutama pada bagian antrum),

merelaksasi sfingter pilorus dan bulbus duodenum, serta meningkatkan

paristaltik dari duodenum dan jejunum sehingga dapat mempercepat

pengosongan lambung dan usus.  Mekanisme yang pasti dari sifat

12

Page 15: Angina Pectoris

antiemetik metoklopramida tidak jelas, tapi mempengaruhi secara

langsung CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone) medulla yaitu dengan

menghambat reseptor dopamin pada CTZ. Metoklopramida

meningkatkan ambang rangsang CTZ dan menurunkan sensitivitas

saraf visceral yang membawa impuls saraf aferen dari gastrointestinal

ke pusat muntah pada formatio reticularis lateralis

Inj.iv Ranitidin 2x1amp

o Indikasi : GERD, gastritis

o Kontraindikasi : hipersensitiv terhadap ranitidin

o Efek samping : sakit kepala, malaise, mengantuk, bradikardia,

konstipasi

o Farmokologi : Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2

yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2

dan mengurangi sekresi asam lambung.

PO Aspilet 1x1 tab

o Indikasi : pencegahan thrombosis ( agregasi platelet)

o Kontraindikasi : pasien asma, ulkus peptikum, perdarahan subkutan

o Efek samping : mual, muntah, perdarahan lambung, ulcus peptikum

o Farmokologi :  terkait dengan penghambatan aktivitas COX-1, yang

berperan untuk metabolisme enzim utama dari asam arakidonat yang

merupakan prekursor prostaglandin yang memainkan peran utama

dalam patogenesis peradangan, nyeri dan demam. Mengurangi

agregasi trombosit, adhesi platelet dan pembentukan trombus melalui

penekanan sintesis tromboksan A2 dalam trombosit. Mengurangi

risiko infark miokard pada stenocardia yang tidak stabil.

PO Captopril 3x12,5 mg

o Indikasi : untuk hipertensi

o Kontraindikasi : penderita hipersensitivitas captopril atau penghambat

golongan ACE lainnya.

13

Page 16: Angina Pectoris

o Efek samping : proteinuria

o Farmokologi : caranya mensupresi sistem renin angiotensin

aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja

pada globulin plasma untuk memproduksi  angiotensin I yang besifat

inaktif. "Angiotensin Converting Enzyme" (ACE), akan merubah

angiotensin I menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan

vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi

aldosteron dalam korteks adrenal.  Peningkatan sekresi aldosteron

akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta

meretensi kalium. Dalam kerjanya, captopril akan menghambat kerja

ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul

vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal 

mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini

akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban

jantung, baik 'afterload' maupun 'pre-load', sehingga terjadi

peningkatan kerja jantung.

PO ISDN 3x5 mg

o Indikasi : untuk pasien DC, vasodilator untuk angina

o Kontraindikasi : hipersensitivitas nitrat, hipotensi, hipovolemia,

anemia

o Efek samping : muka merah, kepala berdenyut, hipotensi, takikardia,

gelisah, nyeri perut

o Farmokologi : nitrat meredakan angina pectoris dengan menginduksi

relaksasi otot polos vaskular perifer, sehingga ada pelebaran arteri dan

vena.Hal ini mengurangi aliran balik vena darah (mengurangi preload)

ke jantung, yang pada gilirannya menyebabkan tuntutan penurunan

oksigen pada jantung. Nitrat juga meningkatkan pasokan oksigen

miokard dengan dilatasi arteri koroner besar dan mendistribusikan

aliran darah, meningkatkan suplai oksigen ke daerah iskemik.

14

Page 17: Angina Pectoris

o Dosis : sublingual 5-10 mg, oral : 30-120 mg, IV : 2-10 mg

PO Bisoprolol 0-0-1/2 tab

o Indikasi : untuk hipertensi

o Kontraindikasi : pasien hipersensitivitas bisoprolol, cardiogenic shock,

bradikardi

o Efek samping : sakit kepala, vertigo, ansietas, bradikardia, hipotensi,

gastritis

o Farmokologi : Bekerja dengan menghambat reseptor β1 di otak, ginjal

dan neuron adrenergik perifer, di mana β1 merupakan reseptor yang

bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang

akan menstimulasi produksi renin. Dengan berkurangnya produksi

renin, maka cardiac output akan berkurang yang disertai dengan

turunnya tekanan darah

o Sediaan : 2,5 mg & 5 mg

PO Diazepam 0-0-1 tab

o Indikasi : gelisah, gemetaran, kejang

o Kontraindikasi : depresi, Glaukoma, kehamilan, laktasi,

hipersensitivitas

o Efek samping : pusing, mengantuk, depresi

o Farmokologi : Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat

fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam

seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi

terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan

dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja

sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi

berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan.

Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap

reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan

15

Page 18: Angina Pectoris

meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan

terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk

ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan

hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan

sel untuk dirangsang berkurang.

I. FOLLOW UP

Nama/Usia : Ny. M / 45 tahun

Diagnosis : - Heart Failure

- UnStable Angina Pectoris

Tabel: flowsheet penderita

No. Tanggal S O A P1. Rabu,

08/01/201415.50 WIBLokasi: IGD

sesak nafas (+), dada berdebar (+), nyeri dada kiri seperti ditekan dan menjalar ke leher dan punggung ±4 hr memberat sejak 3 hari. Nyeri kumat-kumatan sekitar > 15 menit terutama jika beraktivitas sehari-hari dan tidak berkurang dengan istirahat, mual (+) muntah 2 hari yang lalu.

KU: lemah & gelisah, GCS: 456TD: 162/122 mmHgN :128 x/mnt, RR : 26 x/mnt, Suhu: 36,5oC

Thoraks: simetris +/+, batas jantung melebar, bising jantung +.EKG (08012014) : High Voltage : V5,V6 ST depresi : V5,V6 T inversi : V4, V5, V6 Kesimpulan : LVH, Angina PectorisRontgen Thoraks : Kardiomegali

Heart Failure+ Unstable Angina Pectoris

- O2 2 liter/menit- IVFD RL 20 tpm- Inj.iv Furosemid 1x1

amp- Inj.iv

Metocloperamide3x1 amp

- PO Captopril 3x12,5 mg

- PO ISDN 2x5 mg- Pasang kateter

2. Kamis, 09/01/2013Lokasi: R. Airlangga

Sesak nafas (+) membaik, dada berdebar (+), nyeri dada(+) berkurang, mual (+), batuk tdk berdahak (+)

KU: lemah, GCS: 456T : 140/100 mmHgN : 104 x/mnt, RR : 22 x/mnt, Suhu: 36,0 oC

Thoraks: simetris +/+, batas jantung melebar, bising jantung +

Heart Failure+ Unstable Angina Pectoris

- O2 2 liter/menit- IVFD RL 20 tpm- Inj.iv Ranitidin

2x1amp- PO Aspilet 1x1 tab- PO Captopril 3x12,5

mg- PO ISDN 2x5 mg- Pasang kateter

3. Jum’at, 10/01/2014Lokasi: R. Airlangga

Sesak (+) membaik, batuk (-), nyeri dada (+) berkurang, mual (-), pusing (+)

KU: lemah & gelisah, GCS: 456T : 140/80 mmHgN : 76 x/mnt, RR : 22 x/mnt, Suhu: 36,1oC

EKG (10012014) :Sinus Takikardi

Thoraks: simetris +/+, batas jantung melebar, bising jantung +

Heart Failure+ Unstable Angina Pectoris

- O2 2 liter/menit- IVFD RL 12 tpm- Inj.iv Ranitidin

2x1amp- PO Aspilet 1x1 tab- PO Captopril 3x12,5

mg- PO ISDN 3x5 mg- PO Bisoprolol 0-0-1/2

tab

16

Page 19: Angina Pectoris

- PO Diazepam 0-0-1 tab

- Pasang kateter4. Sabtu ,

11/01/2014Lokasi: R. Airlangga

Sesak (+) membaik, batuk (-), nyeri dada (+) berkurang, mual (-), pusing (+)

KU: lemah, GCS: 456T : 140/100 mmHgN : 120 x/mntRR : 25 x/mnt, Suhu: 36,0oC

Thoraks: simetris +/+, batas jantung melebar, bising jantung +

Heart Failure+ Unstable Angina Pectoris

- O2 2 liter/menit- IVFD RL 12 tpm- Inj.iv Ranitidin

2x1amp- PO Aspilet 1x1 tab- PO Captopril 3x12,5

mg- PO ISDN 3x5 mg- PO Bisoprolol 0-0-1/2

tab- PO Diazepam 0-0-1

tabPasang kateterBedrest total

5. Minggu, 12/01/2014Lokasi: R. Airlangga

Sesak (+) membaik, batuk (-), nyeri dada (+) berkurang, mual (-), pusing (-)

KU: lemah, GCS: 456T : 140/100 mmHgN : 110 x/mntRR : 24 x/mnt, Suhu: 36,0oC

Thoraks: simetris +/+, batas jantung melebar, bising jantung +

Heart Failure+ Unstable Angina Pectoris

- O2 2 liter/menit- IVFD RL 12 tpm- Inj.iv Ranitidin

2x1amp- PO Aspilet 1x1 tab- PO Captopril 3x12,5

mg- PO ISDN 3x5 mg- PO Bisoprolol 0-0-1/2

tab- PO Diazepam 0-0-1

tabPasang kateterBedrest total

6. Senin, 13/01/2014Lokasi: R. Airlangga

Sesak (-) membaik, batuk (-), nyeri dada (+) membaik, nyeri menjalar (-), mual (-), pusing (-)

KU: lemah, GCS: 456T : 140/90 mmHgN : 72 x/mntRR : 22 x/mnt, Suhu: 36,0oC

Thoraks: simetris +/+, batas jantung melebar, bising jantung -

Heart Failure+ Unstable Angina Pectoris

- O2 2 liter/menit- IVFD RL 12 tpm- PO Aspilet 1x1 tab- PO Captopril 3x12,5

mg- PO ISDN 3x5 mg- PO Bisoprolol 0-0-1/2

tab- PO Diazepam 0-0-1

tabLepas kateter

Pasien boleh pulang

17

Page 20: Angina Pectoris

LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI JANTUNG

Gambar 1: Anatomi Sirkulasi Jantung. Gambar 2: Anatomi Elektrikal Jantung.

B. FISIOLOGI JANTUNG

Gambar 3: Sirkulasi Jantung. Gambar 4: Kontraktilitas Jantung.

Pada gambar 3 menunjukkan sistem sirkulasi jantung. Tekanan darah manusia

dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung (cardiac output)

adalah volume darah yang dipompa oleh ventrikel setiap menit. Setiap periode

18

Page 21: Angina Pectoris

tertentu volume darah yang mengalir melalui sirkulasi pulmonalis di periode tertentu

ekuivalen dengan volume darah yang mengalir ke sirkulasi sistemik. Faktor yang

mempengaruhi curah jantung yaitu frekuensi denyut jantung dan volume sekuncup

(Stroke volume). Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa keluar oleh

ventrikel dalam sekali berdenyut. Volume sekuncup dipengaruhi oleh kontraktilitas

otot jantung, volume darah yang kembali ke jantung atau aliran balik vena menuju

atrium (preload) serta volume darah yang diejeksikan dari ventrikel (afterload).

Pada gambar 4 menunjukkan sistem elektrikal dan kontraktilitas jantung. Siklus

jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastol

(relaksasi dan pengisian jantung) secara bergantian. Sistem elektrik pada jantung

merupakan sumber kekuatan yang menggerakkan pompa dan irama jantung. Impuls

elektrik terus berjalan sepanjang jalur kecil pada jantung dan membuat atrium serta

ventrikel bekerjasama secara reguler untuk memompa darah menuju bagian tubuh

yang lain. Irama jantung yang normal (irama sinus) diawali dari impuls tunggal yang

datang dari SA node, yaitu sebuah berkas kecil jaringan yang berada pada atrium

kanan. Impuls tersebut mengeluarkan dan menyalurkan pulsasi elektrik yang

menyebabkan kedua atrium berkontraksi secara kuat dan bersama-sama untuk

memompa darah menuju ventrikel. Arus elektrik selanjutnya menuju ke berkas AV

node (jembatan elektrik antara atrium dan ventrikel), yang menyebabkan ventrikel

berkontraksi secara kuat dan reguler. Saat jantung berkontraksi dan berelaksasi, darah

dapat masuk ke dalam atrium dan ventrikel kemudian dipompakan kembali ke paru-

paru dan seluruh tubuh.

Gambar 5 menunjukkan gambaran EKG irama

sinus. Umumnya, rekaman EKG dicatat pada

keceoatan 25 mm/detik pada kertas EKG yang

mempunyai ukuran ke atas 1 mm = 1 mV, dan

mendatar 1 mm = 0,04 detik.

Gelombang P adalah gelombang atau defleksi

pertama yang disebabkan oleh impuls normal dari

nodus SA yang disebarkan ke seluruh atrium,

19

Gambar 5: EKG irama sinus normal.

Page 22: Angina Pectoris

menunjukkan depolarisasi atria. Biasanya proyeksi gelombang P positif (upright) lead

I, II, sadapan prekordial kiri. Amplitudo gelombang P normal < 0,2 mV dan durasi

waktu (lebar) < 0,08 detik.

PR interval adalah waktu konduksi yang dibutuhkan impuls dari nodus SA ke

seluruh atrium, nodus AV, serta bundle His dan cabangnya. PR interval normalnya

adalah 0,12-0,20 detik diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan QRS

kompleks. Sedangkan PR segment adalah perambatan impuls melalui nodus AV,

bundle His dan cabangnya serta awal terjadinya depolarisasi ventrikel. PR segment

adalah bagian dari PR interval dan berada dalam fase isoelectric dimulai dari akhir

gelombang P sampai permulaan QRS.

QRS kompleks terbentuk dari aktivasi kedua ventrikel dan terdiri atas gelombang

Q yaitu proyeksi perambatan impuls melalui septum dan gelombang R dan S,

menunjukkan aktivitas depolarisasi ventrikel, menimbulkan gelombang R pertama

yang positif “upright”, dan gelombang S yang negatif “downward”, setelah itu

dapat timbul gelombang R kedua yaitu R’. Normal gelombang Q sangat kecil di

semua lead (<0,03 detik) kecuali di lead III, aVR. Bila terdapat di V1, V2, V3

dianggap abnormal. Gelombang Q dianggap patologis bila melebar > 0,04 detik.

Gelombang R dan S merupakan proyeksi perambatan impuls elektrik yang progresif

melalui dinding otot ventrikel kanan yang kurang tebal ke seluruh otot dinding

ventrikel kiri yang lebih tebal. Kompleks QRS ditulis dengan huruf kapital untuk

menunjukkan tinggi amplitudo >5 mm, jika amplitudo <5 mm maka kompleks qrs

ditulis dengan huruf kecil (contoh qRS, RSr’, QS). QRS interval adalah waktu dari

permulaan gelombang Q sampai berakhirnya gelombang S pada garis isoelectric.

QRS interval normal adalah 0,07-0,11 detik (rata-rata 0,08 detik).

ST segment adalah suatu periode dimana ventrikel berada dalam stadium

“recovery” atau relaksasi dan diukur dari akhir gelombang S (junction part) sampai

awal dari gelombang T. ST segment normal berada pada garis isoelectric (base line)

dan menunjukkan permulaan repolarisasi ventrikel. Gelombang T adalah repolarisasi

kedua ventrikel, dimana terjadi defleksi positif hampir di semua lead kecuali aVR (T

negatif) dan V1 (T bifasik). Sedangkan repolarisasi atria tidak tampak pada EKG.

20

Page 23: Angina Pectoris

QT interval (normal 0,36 detik pada HR [heart rate] 70X/menit) adalah suatu

periode dimulai dari awal QRS kompleks sampai akhir dari gelombang T. QT

interval bervariasi tergantung HR, sex, dan usia serta berlangsung sesuai dengan

lamanya aksi potensial ventrikel. Bila ada gelombang U, sangat sukar menentukan

durasi QT interval. QT interval biasanya <1/2 RR interval pada irama sinus normal

dan menunjukkan depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Karena tergantung dari HR,

maka yang diukur adalah QTc interval. QTc interval adalah QT interval yang

disesuaikan dengan denyut jantung (HR) 60x/menit. Nilainya dapat ditentukan

dengan formula Bazett, yaitu QTc = QT interval (det)/ √RR interval (det). QTc

normal pada pria adalah <0,44 detik, wanita <0,46 detik. QTc memanjang pada efek

kuinidin, hipokalsemia, dan long QT syndrome. QTc memendek pada efek digitalis

dan hiperkalsemia. QTd atau QT interval dispersi berhubungan erat dengan

peningkatan heterogenitas repolarisasi ventrikuler yang mencetuskan terjadinya

takhikardia ventrikuler. QTd dapad diukur dari perbedaan antara maksimal dan

minimal QTc interval.

Gelombang U biasanya tidak tampak pada EKG. Dapat dijumpai setelah

gelombang T pada lead V1 sampai V4 dengan defleksi positif yang lebih kecil dari

pada gelombang T. Gelombang U kemungkinan berasal dari aktivasi “sel M” yang

terletak di daerah miokard bagian tengah dari ventrikel kiri.

21

Page 24: Angina Pectoris

C. ANGINA PECTORIS

a. Definisi, Etiologi

Angina adalah nyeri, “ketidaknyamanan”, atau tekanan lokal di dada

yang disebabkan oleh kekurangan pasokan darah (iskemia) pada otot jantung.

Hal ini juga kadang-kadang ditandai oleh perasaan tersedak, sesak napas dan

terasa berat. Kondisi ini juga disebut Angina Pectoris.

Biasanya angina merupakan akibat dari penyakit arteri koroner,

penyebab lainnya adalah:

Stenosis katup aorta ( penyempitan katup aorta)

Regurgitasi katup aorta (kebocoran katup aorta)

Stenosis subaortik hipertrofik

Spasme arterial (kontraksi sementara pada arteri yang terjadi secara tiba-tiba)

Anemia berat

Biasanya mempunyai karakteristik tertentu :

Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan

penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari

bagian ulnar, punggung/ pundak kiri.

Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa

tertindih/berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah

diafragma, seperti diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada

keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak napas serta perasaan

takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa ditusuk- tusuk/

diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa

ia merasa tidak enak didadanya. Nyari berhubungan dengan aktivitas, hilang

dengan istirahat; tapi tidak berhubungan dengan gerakan pernapasan atau

gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh stres

fisik ataupun emosional.

Kuantitas: nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dan beberapa

menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka

harus dipertimbangkan sebagai angina tak stabil. (unstable angina pectoris =

22

Page 25: Angina Pectoris

UAP) sehingga dimasukkan ke dalam sindrom koronera akut = acute coronary

syndrom = ACS, yang memerlukan perawatan khusus. Nyeri dapat

dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan detik sampai

beberapa menit. Nyeri tidak terus menerus, tapi hilang timbul dengan

intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai tekontrol.

Nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari bahkan sampai berhari-

hari biasanya bukanlah nyeri angina pektoris.

Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya

ada keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan

keadaan klinik

Beratnya angina :

Kelas I. Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah

beratnya nyeri dada.

Kelas II. Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam

1bulan, tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.

Kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya

secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

Keadaan klinis :

Kelas A. Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi

lain atau febris.

Kelas B. Angina tak stabil yang primer, tak ada factor extrakardiak

Kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

Menurut pedoman American Collage of Cardiology (ACC) dan

America Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark

tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI= non ST elevation myocardial infarction)

ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan

kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium

dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan

iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan

ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen

23

Page 26: Angina Pectoris

ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negative.

Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal

serangan, angina tak stabil seringkali tak bias dibedakan dari NSTEMI.

b. Patomekanisme

Ruptur Plak

Ruptur plak atreosklerosis dianggap penyebab terpenting

angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal

atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai

penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang

mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau

kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai

penyempitan kurang dari 70 %. Plak aterosklerotik terdiri dari inti

yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik

(fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak

mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya

ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang

keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya

enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik

melemahkan dinding plak (fibrous cap).

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi

platelet dan meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus

menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi

segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan

hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

Thrombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah

satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah

plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak,

sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan

24

Page 27: Angina Pectoris

terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit,

sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak

berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil.

Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi

dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang

menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.

Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi

pletelet dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu

agregasi  yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus.

Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan

terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai

trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.

Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada

angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan

vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan

dalam tonus pembuluh darah dan meenyebabkan spasme. Spasme

yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat

menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada

plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan

trombus.

Erosi pada Plak tanpa Ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena

terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi

terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena

bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan

pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.

c. Tanda dan Gejala

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau

keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina

25

Page 28: Angina Pectoris

biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat,

atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan

sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.

Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas

d. Diagnosis

Elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun

stratifikasi risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST

yang baru menunjukan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang

T negative juga salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan

gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST

kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negative kurang dari 2 mm,

tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain.

Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada

NSTEMI 1-6% EKG juga normal.

UI Latih

Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukan

tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat

treadmill. Bila hasilnya negative maka prognosis baik. Sedangkan bila

hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang

dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner,

untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu tindakan

revaskularisasi (PCI atau CABG) karena resiko terjadinya komplikasi

kardiovaskuler dalam waktu mendatang cukup besar.

Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis

angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan

faal ventrikel kiri, adanya insufiensi mitral dan abnormalitas gerakan

dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang baik.

26

Page 29: Angina Pectoris

Ekokardiografi stress juga dapat membantu menegakkan adanya

iskemia miokardium.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CKMB telah diterima

sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut

European Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada

mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin

tetap positif samapai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan

tingkat kenaikan troponin.

CKMB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga diketemukan di

otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan

meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.

Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan dengan mortalitas jangka

panjang. Marker yang lain seperti amioid A, interleukin-6 belum

secara rutin dipakai dalam diagnosis SKA.

e. Penatalaksanaan

Pasien perlu perawatan di RS, sebaiknya di unit intensif koroner, pasien

perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen, pemberian morfin

atau penitidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun

sudah mendapat nitrogliserin.

Terapi Medikamentosa

1. Obat Anti Iskemia

Nitrat

Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol

perifer, dengan efektivitas mengurangi preload adan afterload

sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat

juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh

koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut

nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau

melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbid

27

Page 30: Angina Pectoris

dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg

per jam. Karena adanya toleransi terhadap nitrat, dosis dapat

dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus

dapat diganti isosorbid dinitrat per oral

Penyekat Beta

Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium

melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi

miokardium. Data-data menunjukkan penyekat beta dapat

memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark

miokard, meta analisis dari 4700 pasien dengan angina tak stabil

menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan  risiko infark sebesar

13 % (p<0,04).

Semua pasien dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta

kecuali ada kontraindikasi. Berbagai macam beta blocker seperti

propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien dengan

angina tak stabil, yang menunjukkan efektivitas yang serupa.

Kontraindikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan

asma bronkial, pasien dengan bradiaritmia.

Antagonis Kalsium

Antagosis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan

dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan non dihirdropiridin

seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan dapat

menyebabkan  vasodilatasi koroner dan menunjukkan tekanan darah.

Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan

penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek

inotropik negatif juga lebih kecil.

Meta analisis studi pada pasien dengan angina tak stabil yang

mendapati antagonis kalsium, menunjukkan tak ada pengurangan

angka kematian dan infark. Pada pasien yang sebelumnya tidak

mendapat antagonis pemberian nifedipin menaikkan infark dan

28

Page 31: Angina Pectoris

angina yang rekuren sebesar 16%, sedangkan kombinasii nifedipin

dan metoprolol dapat mengurangi kematian dan infark sebesar 20%.

Tapi kedua studi secara statistik tak bermakna. Kenaikan mortalitas

mungkin  karena pemberian nifedipin menyebabkan takikardi dan

kenaikan kebutuhan oksigen.

Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan

mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan

fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan

afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin.

Pada pasien SKA dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis

kalsium biasanya pada pasien yang ada kontraindikasi dengan

antagonis atau telah diberi penyekat beta tapi keluhan angina masih

refrakter

2. Obat Anti Agregasi Platelet

Aspirin

Banyak studi telah membuktiksn bshws sdpirin dapat mengurangi

kematian jantung dan infark fatal maupun non fatal dari 51% -72%

pada pasien dengan angina tak stabil. Oleh klarena itu aspirin

dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160 mg

perhari dan dosis selanjutnya 80 sampai 3325 mg perhari.

Tiklodipin

Tiklopidin suatu derivat tienopiridin merupakan obat lini kedua

dalam pengobatan angina tak stabil bila pasien tidak tahann aspirin.

Studi dengan tiklopidin dibandingkan plasebo pada angina tak stabil

ternyata menunjukkan bahwa kematian dan infark non fatal

berkurang 46,3%. Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan

efek samping granulositopenia, dimana insidens 2,4%. Dengan

adanya klopidogrel yang lebih aman pemakaian tiklopidin mulai

ditinggalkan.

29

Page 32: Angina Pectoris

Inhibitor Glikoprotein IIb/IIIa

Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP Iib/IIIa pada platelet ialah

ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP

IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan

fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi.

3. Obat Anti Trombin

Unfractionated Heparin

Heparin adalah glikosaminoglikan yangterdiri dari pelbagai

polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan

yang berebda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin,

akan bekerja menghambat trombin dan faktor Xa. Heparin juga

mengikat protein plasma yang lain, sel darah dan sel endotel, yang

akan mempengaruhi bioavailabilitas. Kelemahan lain heparin adalah

efek terhadap trombus yang kaya trombosit dan heparin dapat

dirusak oleh platelet faktor IV

Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

Low molecular weight heparin (LMWH) dibuat dengan melakukan

depolimerasi rantai polisakarida heparin. Kebanyakan mengandung

sakarida kurang dari 18 dan hanya bekerja pada factor Xa,

sedangkan heparin menghambat factor Xa dan trombin.

Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempunyai

ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavailabilitas lebih besar

dan tidak mudah dinetralisir oleh faktor IV, lebih besar pelepasan

tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dan kejadian trombositopenia

lebih sedikit

4. Direct Thrombin Inhibitors

Direct trombin inhibitor secara teoritis  mempunyai kelebihan

karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa

dihambat oleh plasma protein maupun platelet faktor IV. Activated

partial thromboplastin time dapat dipakai untuk memonitor aktivitas

30

Page 33: Angina Pectoris

antikoagulasi, tetapi biasanya tidak perlu. Hirudin dapat menurunkan

angka kematian infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan

bertambah. Bivalirudin juga menunjukkan efektivitas yang sama

dengan efek samping perdarahan kurang dari heparin. Bilivarudin telah

disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tyak stabil

yang menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan

heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT)

D. HEART FAILURE

a. Definisi dan Epidemiologi

Gagal jantung (heart failure) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh

suatu kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh dan dapat dikenali dari respons hemodinamik, renal, neural dan

hormonal yang karakteristik. Sindrom klinis ini bisa disebabkan oleh karena

perubahan struktur dan atau fungsi dari jantung oleh karena penyakit jantung bawaan

maupun didapat. Gagal jantung dapat bermanifestasi sebagai sesak nafas dan

kelemahan serta dapat menimbulkan tanda klinis berupa bengkak dan ronkhi paru.

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.

Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%

wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3–3,7

perseribu penderita pertahun.

31

Page 34: Angina Pectoris

b. Etiologi

Tabel 1: Faktor etiologi gagal jantung.

c. Patomekanisme

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinik yang kompleks akibat kelainan

struktural dan fungsional jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk diisi

dengan darah atau untuk mengeluarkan darah. Manifesti gagal jantung yang utama

adalah (1) sesak napas dan rasa lelah, yang membatasi kemampuan melakukan

kegiatan fisik; dan (2) retensi cairan, yang menyebabkan kongesti paru dan edema

perifer. Kedua abnormalitas tersebut menggangu kapasitas fungsional dan kualitas

hidup pasien, tetapi tidak selalu ditemukan bersama pada seorang pasien. Ada pasien

dengan aktivitas fisik terbatas tanpa retensi cairan, tetapi juga ada pasien dengan

edema tanpa sesak napas atau rasa lelah. Tidak semua pasien disertai edema pada

awal diagnosis ataupun selanjutnya, karena itu istilah “gagal jantung” lebih tepat dari

pada “gagal jantung kongesif”.

32

Page 35: Angina Pectoris

Pada kebanyakan pasien dengan gagal jantung, disfungsi diastolik ditemukan

bersama. Pada disfungsi sistolik, kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga

ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Pada disfungsi

diastolik, relaksasi dinding ventrikel terganggu sehingga pengisian darah berkurang,

menyebabkan curah jantung berkurang. Berkurangnya curah jantung inilah yang

menimbulkan gejala-gejala gagal jantung, sebagai akibat langsung dan/atau

kompensasinya. Disfungsi sistolik biasanya terjadi akibat infrak miokard yang

menyebabkan kematian sebagian sel otot jantung, sedangkan disfungsi diastolik

biasanya terjadi akibat hipertensi yang menyebabkan kompensasi miokard berupa

hipertrofi dan kekakuan dinding ventrikel. Sel miokard yang mati pada infrak

miokard diganti dengan jaringan ikat, dan pada sel miokard yang tinggal (jumlahnya

telah berkurang) terjadi hipertrofi sebagai mekanisme kompensasi.

Gagal jantung terjadi jika curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

tubuh akan O2. Kondisi ini sangat letal, dengan mortalitas berkisar antara 15-50% per

tahun, bergantung pada keparahan penyakitnya. Mortalitas meningkat sebanding

dengan usia, dan resiko pada laki-laki lebih besar dari pada perempuan.

Kompensasi pada gagal jantung sistolik terjadi melalui 2 mekanisme utama, yaitu

sistem simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA). Aktivitas sistem

simpatis terjadi sebagai reaksi terhadap penurunan curah jantung yang dipersepsi oleh

baroreseptor. Peningkatan aktivitas simapatis menyebabkan peningkatan kontraksi

otot jantung dan frekuensi denyut jantung melalui stimulasi reseptor adrenergik ß1 di

jantung. Akibatnya terjadi peningkatan curah jantung sebagai kompensasi terhadap

33

Page 36: Angina Pectoris

penurunan curah jantung pada gagal jantung sistolik. Aktivitas sistem RAA di mulai

dengan sekresi renin oleh sel jukstaglomerular di ginjal melalui stimulus reseptor

adrenergik ß1 dan sebagai reaksi terhadap berkurangya perfusi ke ginjal. Sekresi renin

akan menghasilkan angiotensin 2 yang memiliki dua efek utama yaitu sebagai

vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal.

Efek vasokonstriksi dan aktivitas simpatis dan Ang II akan meningkatkan beban hulu

(preload) dan beban hilir (afterload) jantung, dan aldostreon menyebabkan retensi air

dan natrium yang akan menambah penigkatan preload jantung. Tekanan pengisian

ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah jantung (menurut

hubungan Frank-Starling) sebagai mekanisme kompensasi.

Akan tetapi mekanisme kompensasi ini tidak berjalan lama, karena dengan

berjalannya waktu, mekanisme kompensasi tersebut justru memperburuk disfungsi

miokard. Dengan tujuan untuk tetap meningkatkan curah jantung yang kurang,

terjadilah perubahan maladaptasi berupa hipertrofi dinding ventrikel untuk

meningkatkan kontraktilitas miokard dan ekspansi volume ventrikel untuk

meningkatkan tekanan dinding ventrikel sehingga meningkatkan kontraktilitas

miokard. Akan tetapi perubahan maladaptasi tersebut, terutama peningkatan dinding

ventrikel yang berlebih akan menyebabkan apoptosis sel jantung dan proliferasi

jaringan ikat sehingga kontraktilitas miokard akan menurun. Proses yang

menghasilkan perubahan maladaptaasi dalam struktur dan fungsi jantung ini disebut

proses remodeling jantung. Selain itu melalui peningkatan stres hemodinamik pada

ventrikel, aktivasi sitem neurohormonal endogen sendiri maupun bersama-sama

memiliki, juga memiliki efek toksik langsung pada sel jantung untuk terjadinya

remodeling jantung dengan menstimulasi terjadinya apoptosis dan fibrosis miokard.

Proses remodeling jantung merupakan proses yang progresif, sehingga akan

berjalan terus tanpa perlu adanya kerusakan berulang pada jantung. Proses

remodeling jantung yang progresif ini menyebabkan kontraktilitas miokard akan

makin menurun, sehingga curah jantung akan makin menurun. Disamping itu

peningakatan after load juga akan menurunkan curah jantung akibatnya terjadi

dekompensasi kordis.

34

Page 37: Angina Pectoris

d. Diagnosis

Gejala dan Tanda Klinik

Kriteria Framingham untuk menegakkan diagnosis gagal jantung kongestif:

Mayor Minor

Paroxismal Nocturnal Dispneu edema ekstremitas

distensi vena leher batuk malam hari

ronkhi paru dispneu de effort

Kardiomegali Hepatomegali

edema paru akut efusi pleura

gallop S3 Takikardi

peninggian tekanan vena jugularis penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

refluks hepatojugular

Diagnosa gagal jantung ditegakkan minimal 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.

Tabel 2: Kriteria Framingham.

Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA), umum

dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik:

Kelas Gejala

Klas I tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan timbul pada aktivitas yang lebih berat dari aktivitas sehari-hari.

Klas II gejala timbul pada aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari.

Klas III gejala timbul pada aktivitas ringan sehari-hari

Klas IV gejala timbul pada saat istirahat.

Tabel 3: Kriteria NYHA.

Klasifikasi gagal jantung berdasarkan American Heart Association (AHA):

Klasifikasi Gagal Jantung

A Pasien mempunyai resiko tinggi mengalami gagal jantung karena menderita penyakit yang merupakan penyebab terjadinya gagal jantung. Pasien seperti ini tidak mempunyai abnormalitas struktur jantung maupun fungsi perikardia, miokard, atau katup jantung dan tidak pernah memperlihatkan gejala gagal jantung.

B Pasien penyakit jantung dengan abnormalitas struktur yang merupakan penyebab terjadinya gagal jantung namun tidak pernah menunjukkan gejala gagal jantung.

C Pasien yang pernah atau sedang mengalami gejala gagal jantung akibat adanya abnormalitas struktur jantung.

D Pasien dengan abnormalitas struktur jantung yang parah dan menunjukkan gejala gagal jantung pada saat beristirahat meskipun diberikan terapi medik secara maksimal sehingga memerlukan penanganan yang khusus

Tabel 4: Kriteria AHA.

Pemeriksaan Penunjang

35

Page 38: Angina Pectoris

• Rontgen Thorax

Pada pemeriksaan foto toraks dapat ditemukan kardiomegali (cardio thoraxic ratio

> 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap

awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran

cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Dapat

pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih

banyak terkena adalah bagian kanan.

Gambar 6: Gambaran foto rontgen thorak pada Heart Failure.

• EKG

Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir

seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat

dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain

36

Kardiomegali Kongesti Vena Pulmonalis

Odem Pulmo Efusi Pleura

Page 39: Angina Pectoris

gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block

dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan

gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu

pada pasien sangat kecil kemungkinannya.

• Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada

gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai

struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah:

semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan

dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita

dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak

terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi

sistolik, diastolik, gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.

• Darah lengkap

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai

penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta

komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan

mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu

adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan

serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal,

juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum

kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik

dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat

terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium

sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi

ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal

jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal

karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid

dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda

37

Page 40: Angina Pectoris

biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-

proBNP adalah 300 pg/ml.

e. Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan gagal jantung:

1. Terapi simtomatis

2. Menghilangkan faktor pencetus

3. Mengontrol penyakit yang mendasari

4. Mencegah remodeling jantung

T erapi non farmakologi

• Edukasi mengenal gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta

upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan

• Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari

• Edukasi pola diet, control asupan garam, air dan kebiasaan alcohol

• Monitoring berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan secara tiba-tiba

• Mengurangi berat badan pada obesitas

• Hentikan kebiasaan merokok

• Konseling mengenai obat.

Terapi Farmakologi

Tabel 5 : Algoritma penatalaksanaan gagal jantung.

38

Page 41: Angina Pectoris

Tabel 6: Daftar obat-obatan yang digunakan dalam terapi gagal jantung.

Vasodilator

Vasodilator dapat menurunkan secara selektif beban jantung sebelum kontraksi,

sesudah kontraksi atau keduanya (vasodilator yang seimbang)

Vasodilator Parental: diberikan kepada pasien dengan gagalan jantung berat atau

tidak dapat diminum obat-obatan oral misalnya pada pasien setelah operasi.

- Nitrogliserin: vasodilator kuat dengan pengaruh pada vena dan pengaruh yang

kuat pada jaringan pembuluh darah arteri. Penumpukan vena paru dan sistemik

dipulihkan melalui efek tersebut. Obat ini juga merupakan vasodilator koroner

yang efektif sehingga merupakan vasodilator yang lebih disukai untuk terapi

kegagalan jantung pada keadaan infark miokard akut atau angina tak stabil.

- Natrium nitropusida: vasodilator kuat dengan sifat-sifat venodilator kurang

kuat. Efeknya yang menonjol adalah mengurangi beban jantung setelah

39

Page 42: Angina Pectoris

kontraksi dan ini terutama efektif untuk pasien kegagalan jantung yang

menderita hipertensi atau reguitasi katub berat.

Vasodilator Oral

- Penghambat ACE

Mengeblok sistem renin angiotensin aldosteron dengan menghambat

perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, memproduksi vasodilator

dengan membatasi angiotensin II, menginduksi vasokonstriksi dan menurunkan

retensi sodium dengan mengurangi sekresi aldosteron. Obat tersebut

menurunkan tahanan perifer sehingga menurunkan afterload, menurunkan

resistensi air dan garam (dengan menurunkan sekresi aldosteron) dan dengan

jalan menurunkan preload.

- Angiotensin reseptor bloker (ARB)

Merupakan pendekatan lain untuk menghambat system RAA adalah yang

akan mengeblok atau menurunkan sebagian besar efek sistem. Namun demikian

agen ini tidak menunjukkan efek penghambat ACE pada jalur potensial lain

yang memproduksi peningkatan bradikinin, prostaglandin dan nitrit oksida

dalam jantung pembuluh darah dan jaringan lain. Karena itu, ARB dapat

dipertimbangkan sebagai alternatif pendapat ACE pada pasien yang tidak dapat

menerima pendapat ACE. Contoh obat pada golongan ARB yang digunakan

dalam terapi gagal adalah losartan, valsartan, dan kondensartan. Ketiga obat

tersebut tidak memiliki interaksi yang berarti dengan obat-obat lain.

- Beta-Bloker

Untuk terapi kegagalan jantung bersifat kontroversial karena memiliki efek

yang merugikan dari katekolamin pada jantung yang mengalami kegagalan

termasuk menekan reseptor beta pada otot jantung. Beta bloker digunakan pada

pasien gagal jantung stabil ringan, sedang atau berat. Obat ini digunakan untuk

terapi gagal jantung adalah karvedilol, bisoprolol dan metoprolol succinate.

- Antagonis kanal kalsium

Secara langsung menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan

penghambat pemasukan kalsium ke dalam sel otot jantung. Kegunaan pokok

40

Page 43: Angina Pectoris

obat ini adalah berasal dari pengurangan iskemia pada pasien dengan penyakit

jantung koroner yang mendasari. Semua antagonis kalsium mempunyai sifat

inotropik negatif sehingga digunakan secara berhati-hati pada pasien dengan

difungsi ventrikal kiri. Obat-obat golongan tersebut sebaiknya dihindari kecuali

untuk dipakai dalam terapi hipertensi dan angina dan untuk indikasi tersebut

hanya amlodipin yang boleh digunakan pada pasien gagal jantung.

- Nitrat

Berkhasiat sebagai venodilator sehingga bermanfaat untuk menyembuhkan

gejala penumpukan vena dan paru-paru. Obat-obat golongan ini mengurangi

iskemia otot dengan menetralkan tekanan pengisian ventrikel dan dengan

melebarkan arteri koroner secara langsung. Contoh obat golongan ini adalah

Isosorbit mono nitrat (ISMN) dan dinitrat (ISND).

- Hidralazin

Obat yang murni mengurangi beban jantung setelah konstraksi yang bekerja

langsung pada otot polos arteri untuk menimbulkan vasodilatasi. Hidralazin

terutama berguna dalam pengobatan reguitasi mitral kronis dan insufisiensi

aorta. Hidralazin oral merupakan dilator arterioral poten dan meningkatkan

output kardiak pada pasien gagal jantung kongestif.

- Diuretik

Tujuan dari pemberian diuretik adalah mengurangi gejala retensi cairan yaitu

meningkatkan tekanan vena jugularis atau edema ataupun keduanya. Diuretik

menghilangkan retensi natrium pada CHF dengan menghambat reabsorbsi

natrium atau klorida pada sisi spesifik di tubulus ginjal. Bumetamid, furosemid,

dan torsemid bekerja pada tubulusdistal ginjal. Pasien dengan gagal jantung

yang lebih berat sebaiknya diterapi dengan salah satu loop diuretik, obat-obat

ini memiliki onset cepat dan durasi aksinya yang cukup singkat. Manfaat dari

terapi diuretik yaitu dapat mengurang edema pulmo dan perifer dalam beberapa

hari bahkan jam.

41

Page 44: Angina Pectoris

- Obat-obat Inotropik

Bekerja meningkatkan kontraksi otot jantung dan meningkatkan curah

jantung. Meskipun obat-obat ini bekerja melalui mekanisme yang berbeda,

dalam tiap kasus kerja inotropik adalah akibat penigkatan konsentrasi kalsium

sitoplasma yang memicu kontraksi otot jantung.

Digitalis

Obat golongan digitalis ini memiliki berbagi mekanisme kerja sebagi berikut

(a)Pengaturan konsentrasi kalsium sitosol

Terjadi hambatan pada aktivitas pompa proton. Hal ini menimbulkan

peningkatan konsentrasi natrium intra sel, yang menyebabkan kadar kalsium

intra sel meningkat menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik.

(b)Peningkatan kontraktilitas otot jantung

Pemberian glikosida digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi otot

jantung menyebabkan penurunan volume distribusi aksi, jadi meningkatkan

efisiensi kontraksi. Efek ini menyebabkan reduksi kecepatan jantung dan

kebutuhan oksigen otot jantung berhenti (berkurang).

Terapi digoksin merupakan indikasi pada pasien dengan disfungsi sistolik

ventrikel kiri yang hebat setelah terapi diuretic dan vasodilator. Digoksin

tidak diindikasikan pad pasien dengan gagal jantung sebelah kanan atau

diastolik. Obat yang termasuk dengan golongan ini adalah digoksin dan

digitoksin. Glikosida jantung mempengaruhi semua jaringan yang dapat

dirangsang, termasuk otot polos dan susunan saraf pusat. Mekanisme efek

ini belum diselidiki secara menyeluruh tetapi mungkin melibatkan hambatan

Na+ K+ -ATPase di dalam jaringan ini.

Agonis β- adrenergic

Stimuli β- adrenergic memperbaiki kemampuan jantung dengan efek inotropik

spesifik dalam fase dilatasi. Hal ini menyebabkan masuknya ion kalsium ke

dalam sel miokard meningkat, sehingga dapat meningkatkan kontraksi. Contoh

obat ini adalah dopamine dan dobutamin.

Inhibitor fosfodiesterase

42

Page 45: Angina Pectoris

Inhibitor fosfodiesterase memacu konsentrasi intrasel siklik–AMP. Ini

menyebabkan peningkatan kalsium intrasel dan kontraktilitas jantung. Obat

yang termasuk dalam golongan inhibitor fosfodiesterase adalah amrinon dan

mirinon

Antagonis aldosteron

Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor konduktan natrium

diktus kolektifus (triamteren dan amilorid). Obat-obat ini sangat kurang efektif

bila digunakan sendiri tanpa kombinasi dengan obat lain untuk penatalaksanaan

pada gagal jantung. Meskipun demikian, bila digunakan kombinasi dengan Tiazid

atau diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan ini efektif dalam mempertahankan

kadar kalium yang normal dalam serum. Spironolakton merupakan inhibitor

spesifik aldosteron yang sering meningkat pada gagal jantung kongestif dan

mempunyai efek penting pada retensi potassium. Triamteren dan Amilorid bereaksi

pada tubulus distal dalam mengurangi sekresi potassium

43

Page 46: Angina Pectoris

LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

BAB IV

PENUTUP

Pasien, Ny.M (45 tahun),datang ke IGD RSUD Kanjuruhan pukul 15.50 WIB

dengan keluhan sesak nafas dan dada terasa berdebar. Pasien juga mengeluh nyeri

dada kiri seperti ditekan dan menjalar ke leher dan punggung yang dirasakan ±4 hari

yang lalu dan memberat sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan kumat-kumatan

sekitar > 15 menit terutama jika beraktivitas sehari-hari dan tidak berkurang dengan

istirahat. Selain itu, pasien mengeluhkan mual dan muntah 2 hari yang lalu dan pasien

terlihat gelisah. Pasien memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung disangkal.

Keluarga pasien juga memiliki riwayat hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

tekanan darah tinggi, nadi cepat, tanda-tanda pembesaran jantung, dan bising jantung.

Pada pemeriksaan penunjang EKG didapatkan gambaran Angina Pectoris pada

sadapan V4, V5 dan V6 terdapat T inverted dan pada V5 dan V6 terdapat ST depresi.

Sedangkan pada foto rontgen thoraks didapatkan gambaran kardiomegali.

Berdasarkan data tersebut, Ny.M didiagnosis dengan Unstable Angina Pectoris dan

Heart Failure.

Prinsip penatalaksanaan pada pasien Angina Pectoris adalah mencegah kematian

dan terjadinya serangan jantung (infark), mencegah beberapa komplikasi Angina

Pectoris, serta mengendalikan faktor resiko yang mendukung terjadinya Angina

Pectoris. Sedangkan prinsip penatalaksanaan pada Heart Failure adalah mengobati

gejala dan tanda (terapi simtomatis), menghilangkan faktor pencetus, mengontrol

penyakit yang mendasari, serta mencegah remodeling jantung.

44

Page 47: Angina Pectoris

DAFTAR PUSTAKA

1. Longo, Fauci, Kasper, Hausen, Jameson, et al. Harrison’s manual of medicine. International edition. 18th edition. The McGraw-Hills Companies. USA: 2013.

2. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

3. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.ed IV,jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p1606-13.

4. Kumar. Abbas. Fusto. Robbins and Cotran’s PathologicBasis of Disease. 7th Ed

5. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. 2000. ABC of heart failure: investigation. BMJ;320:297-300

6. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. 2000. ABC of heart failure: History and epidemiology. BMJ;320:39-42.

7. Jhunz. 2009. Mengapa Diabetes Melitus Meningkatkan Resiko Terjadinya Penyakit Kardiovaskular. http://chibijhunz.blogspot.com/2009/01/mengapa-diabetes-melitus-meningkatkan.html. Diakses tanggal 25 januari 2011.

8. Maggioni AP. 2005. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements;7 (Supplement J):J15-J20.

9. Nieminen MS. 2005. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heart failure. Full text the task force on acute heart failure of the european society of cardiology. Eur Heart J.

10. Prabowo, pramonohadi & Priyatini, dyah. 2010. Gagal Jantung. Pedoman Diagnosis dan Terapi Departemen/ SMF Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah ed 10. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo Surabaya. Surabaya.

11. Prasetyanto H, dkk. 2010. Gagal Jantung Kiri Dengan Gejala Awal Hipertensi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

12. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. 2007. Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut.

13. Setiawati A dan Nafrialdi. 2007. Obat gagal Jantung. Farmakologi Dan Terapi Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. pp: 299-300.

14. Susilo F. 2010. Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

15. Wijaya G, Syukrudin E. Elektro kardio gram. Edisi ke-2. Penerbit ITB: 2003.

45