Post on 06-Mar-2018
BERITA DAERAH KOTA DEPOK
TAHUN 2012 NOMOR 24
PERATURAN WALIKOTA DEPOK
NOMOR 24 TAHUN 2012
Tentang
PERIZINAN TENAGA KESEHATAN
WALIKOTA DEPOK,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (2) Peraturan Daerah
Kota Depok Nomor 05 Tahun 2011 tentang Perizinan dan Sertifikasi
Bidang Kesehatan, Tata cara perizinan tenaga kesehatan, Tenaga
Pengobatan Komplementer Alternatif (TPKA), Tenaga Pelayanan
Kesehatan Tradisional (YANKESTRAD), sarana pelayanan kesehatan
dan tempat-tempat umum yang terkait dengan kesehatan, serta tata cara
sertifikasi pada tempat-tempat umum yang terkait dengan kesehatan
dan industri pangan rumah tangga diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Walikota;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (3) Peraturan Daerah
Kota Depok Nomor 05 Tahun 2011 tentang Perizinan dan Sertifikasi
Bidang Kesehatan, hal-hal yang belum cukup diatur berkaitan dengan
Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Walikota;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Perizinan
Tenaga Kesehatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran negara Republik Indonesia tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
2. Undang …
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II
Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140);
8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234);
10. Undang …
10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4741);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5044 );
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Perawat Gigi;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Fisioterapis;
16. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 544/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Refraksionis Optisien;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 867/Menkes/PER/VIII/2004 tentang registrasi dan praktik Terapis
Wicara;
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 357/Menkes/PER/V/2006 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Radiografer;
19. Peraturan ...
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 548/Menkes/PER/IV/2007 tentang Registrasi dan Izin Praktik
Okupasi Terapis;
20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;
21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 299/MENKES/PER/II/2010 tentang Penyelenggaraan program
Internsip dan penempatan Dokter Pasca Internsip;
22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Perawat;
23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1464/Menkes/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan;
24. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 317/Menkes/Per/III/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga
Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia;
25. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 299/Menkes/PER/II/2010 tentang Penyelenggaraan Program
Internsip dan Penempatan Dokter Pasca Internsip;
26. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian;
27. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan
Praktik Kedokteran;
28. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 07 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Wajib dan Pilihan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah
Kota Depok (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 07);
29. Peraturan ...
29. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2008
Nomor 08) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 08 Tahun 2008
tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Depok
Tahun 2011 Nomor 20);
30. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 05 Tahun 2011 tentang Perizinan
dan Sertifikasi Bidang Kesehatan (Lembaran Daerah Kota Depok
Tahun 2011 Nomor 05);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA DEPOK TENTANG PERIZINAN TENAGA
KESEHATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan :
1. Kota adalah Kota Depok.
2. Walikota adalah Walikota Depok.
3. Dinas adalah Dinas Kesehatan Kota Depok.
4. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok.
5. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
6. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
7. Sarana Pelayanan Kesehatan adalah adalah tempat penyelenggaraan
upaya pelayanan kesehatan.
8. Surat …
8. Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis yang
diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota kepada tenaga kesehatan
yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik mandiri.
9. Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang
diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota kepada tenaga kesehatan
yang telah memenuhi persyaratan untuk bekerja di sarana pelayanan
kesehatan.
10. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang
telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan
perUndang-Undangan.
11. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter, Ikatan
Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi, Persatuan Perawat Nasional
Indoensi untuk perawat, Persatuan Perawat Gigi Indonesia untuk perawat
gigi, Ikatan Bidan Indonesia untuk bidan, Ikatan Fisioterapi Indonesia
untuk Fisioterapis, Persatuan Ahli Radiografi Indonesia untuk
Radiografer, Ikatan Refraksionis Optisien Indonesia untuk Refraksionis
Optisien, Ikatan Apoteker Indonesia untuk Apoteker, Persatuan Ahli
Farmasi Indonesia untuk Tenaga Teknis Kefarmasian dan Persatuan Ahli
Gizi Indonesia untuk Tenaga/profesi gizi.
12. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
13. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik
Indonesia sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan.
14. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) adalah suatu badan otonom, mandiri,
nonstruktural, dan bersifat independen, yang terdiri atas konsil
kedokteran dan kedokteran gigi.
15. Internsip adalah proses pemantapan mutu profesi dokter untuk
menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan, secara
terintegrasi, komprehensif, mandiri, serta menggunakan pendekatan
kedokteran keluarga, dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara
hasil pendidikan dengan praktik di lapangan.
16. Peserta …
16. Peserta Program Internsip adalah dokter yang baru lulus program studi
pendidikan dokter berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik
kedokteran dan/atau mengikuti pendidikan dokter spesialis.
17. Surat Tanda Registrasi untuk kewenangan internsip, selanjutnya disebut
STR Untuk Kewenangan Internsip adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter yang akan menjalankan
praktik kedokteran selama internsip.
18. Surat Izin Praktik Internsip, selanjutnya disebut SIP Internsip adalah bukti
tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter yang akan menjalankan
praktik kedokteran selama internsip setelah memiliki STR Untuk
Kewenangan Internsip.
19. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di
dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan .
20. Perawat gigi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan perawat gigi
sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
21. Surat Izin Perawat Gigi selanjutnya disebut SIPG adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan gigi
di seluruh wilayah Indonesia.
22. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang
telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan
23. Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
24. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional.
25. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
26. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
27. Tenaga …
27. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas sarjana farmasi,
ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah
farmasi/asisten apoteker.
28. Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada Apotek atau instalasi farmasi Rumah Sakit.
29. Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan
kepada apoteker dan tenaga teknis kefarmasian untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas
distribusi atau penyaluran.
30. Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi
sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
31. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.
32. Surat Izin Fisioterapis selanjutnya disebut SIF adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan Fisioterapi di
seluruh wilayah Indonesia.
33. Surat Izin Praktik Fisioterapis yang selanjutnya disebut SIPF adalah bukti
tertulis yang diberikan kepada fisioterapis untuk menjalankan praktik
fisioterapi.
34. Radiografer adalah tenaga kesehatan lulusan Akademi Penata Rontgen,
Diploma III Radiologi, Pendidikan Ahli Madya/ Akademi/ Diploma III
Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi yang telah memiliki ijasah sesuai
ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku.
35. Surat Izin Radiografer selanjutnya disebut SIR adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan radiografer di
seluruh wilayah Indonesia.
36. Refraksionis …
36. Refraksionis Optisien adalah seseorang yang telah lulus pendidikan
refraksionis optisien minimal program pendidikan diploma, baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
37. Pemeriksaan mata dasar adalah tindakan untuk menggidentifikasi dan
menemukan adanya kelainan/penyakit mata yang perlu dirujuk ke dokter
spesialis mata.
38. Surat Izin Refraksionis Optisien selanjutnya disebut SIRO adalah bukti
tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan refraksionis
optisien di seluruh wilayah Indonesia.
39. Okupasi terapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan okupasi
terapi minimal setingkat Diploma III sesuai dengan peraturan perUndang-
Undangan yang berlaku.
40. Okupasi terapi adalah bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat/
pasien yang mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan
menggunakan aktivitas bermakna (okupasi) untuk meningkatkan
kemandirian individu pada area aktivitas kehidupan sehari-hari,
produktivitas dan pemanfaatan waktu luang dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
41. Surat Izin Okupasi Terapis selanjutnya disebut SIOT adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan okupasi terapi di
seluruh wilayah Indonesia.
42. Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis
wicara baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan
peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
43. Surat Izin Terapis Wicara selanjutnya disebut SITW adalah bukti tertulis
atas kewenangan untuk menjalankan pekerjaan terapis wicara di seluruh
wilayah Indonesia.
44. Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing yang selanjutnya disingkat TK-
WNA adalah warga negara asing pemegang izin tinggal terbatas yang
memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan dan bermaksud bekerja atau berpraktik di fasilitas
pelayanan kesehatan di wilayah Indonesia.
45. Tenaga …
45. Tenaga Pendamping adalah tenaga kesehatan Indonesia dengan
keahlian yang sesuai yang ditunjuk sebagai pendamping TK-WNA dan
dipersiapkan sebagai calon pengganti TK-WNA.
46. TK-WNA Pemberi Pelatihan adalah tenaga kesehatan warga negara
asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih
teknologi dan ilmu pengetahuan yang berhubungan secara langsung
dengan pasien.
47. TK-WNA Pemberi Pelayanan adalah tenaga kesehatan warga negara
asing yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan yang berhubungan
secara langsung dengan pasien.
48. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat
RPTKA adalah rencana penggunaan TK-WNA pada jabatan tertentu
yang dibuat oleh pemberi kerja TK-WNA untuk jangka waktu tertentu
yang disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat
yang ditunjuk .
49. Alih Teknologi dan Alih Keahlian adalah proses pemindahan
pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional TK-WNA kepada
tenaga pendamping.
50. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat
IMTA adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi atau pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja TK-WNA.
51. Evaluasi adalah proses penyesuaian kompetensi tenaga kesehatan
lulusan luar negeri agar memenuhi kebutuhan kompetensi yang tepat
untuk bekerja di wilayah Indonesia.
52. Ahli Gizi (Ahli Gizi/Ahli Diet Teregistrasi) disebut Registered Dietisien
yang disingkat RD bila telah mengikuti pendidikan sarjana gizi, D-IV gizi
ditambah pendidikan profesi (internship) dan ujian profesi serta
dinyatakan lulus kemudian diberi hak untuk mengurus izin memberikan
pelayanan dan menyelenggarakan Praktik Gizi;
53. Ahli …
53. Ahli Madya Gizi (AMG) adalah seorang yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan diploma III Gizi yang disetarakan dengan
Dietetic Technisian Registered (DTR) sesuai aturan yang berlaku,
mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh untuk
melakukan kegiatan fungsional dalam bidang pelayanan gizi, makanan
dan dietetik baik di masyarakat individu atau rumah sakit. Tenaga
tersebut termasuk Dietesien & Nutrisionis;
54. Surat Izin Kerja Profesi gizi (Ahli Gizi, Ahli Madya Gizi, RD dan DTR)
selanjutnya disebut SIKPG adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
profesi gizi.
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Walikota ini mengatur tentang Perizinan Tenaga
Kesehatan.
BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 3
Tenaga Kesehatan yang diatur dalam Peraturan Walikota ini meliputi :
a. Dokter dan dokter gigi termasuk dokter spesialis atau dokter gigi spesialis;
b. perawat;
c. perawat gigi;
d. bidan;
e. fisioterapis;
f. radiografer;
g. refraksionis optisien;
h. okupasi terapis;
i. terapis wicara;
j. tenaga kefarmasian;
k. profesi/ tenaga gizi;
l. tenaga kesehatan warga negara asing.
BAB III …
BAB III
PERIZINAN TENAGA KESEHATAN
Pasal 4
(1) Setiap tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.
(2) Kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
pada pendidikan tinggi bidang kesehatan sekurang-kurangnya
Diploma III.
(3) Setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik dan/atau pekerjaan
profesinya di bidang pelayanan kesehatan perseorangan wajib memiliki
izin dari Kepala Dinas.
(4) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah
memiliki izin wajib memasang papan nama praktik.
(5) Pelayanan kesehatan medik dasar yang dilakukan oleh paling banyak
3 (tiga) dokter (homogen) dan/atau 4 (empat) dokter (heterogen) pada
satu tempat yang dimiliki perorangan dan/atau badan usaha dapat
diberikan surat izin praktik perorangan.
(6) Profesi di bidang pelayanan kesehatan perseorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) adalah profesi yang berhubungan langsung
dengan pasien, baik dalam kegiatan promotif, preventif, diagnostik,
kuratif, ataupun rehabilitatif.
(7) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam bentuk SIP
atau SIK.
(8) Blanko SIP untuk tenaga medis (dokter dan dokter gigi) berwarna hijau.
(9) Blanko SIP atau SIK untuk tenaga keperawatan (perawat dan bidan)
berwarna kuning.
(10) Blanko SIP untuk tenaga kesehatan lainnya termasuk tenaga
kefarmasian (diluar tenaga medis dan keperawatan) berwarna pink.
(11) SIP atau SIK masih berlaku sepanjang :
a. STR masih berlaku;
b. Tempat praktik atau tempat kerja masih sesuai dengan yang
tercantum dalam SIP atau SIK.
(12) SIP/SIK dinyatakan tidak berlaku, apabila :
a. tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIP/SIK;
b. masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
c. dicabut …
c. dicabut atas perintah pengadilan;
d. dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi;
e. yang bersangkutan meninggal dunia.
Paragraf 1
Dokter/Dokter Gigi/Dokter Spesialis
Pasal 5
(1) Dokter/ dokter gigi/ dokter spesialis dapat memiliki SIP maksimal 3 (tiga)
tempat.
(2) Satu SIP hanya berlaku pada 1 (satu) tempat praktik.
(3) Untuk memperoleh SIP, dokter/dokter gigi/ dokter spesialis yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
dengan melampirkan :
a. fotokopi Identitas diri (KTP/ SIM/ Paspor);
b. fotokopi Ijazah terakhir sesuai dengan profesi;
b. fotokopi surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi
dokter gigi yang diterbitkan dan dilegalisir asli oleh Konsil
Kedokteran Indonesia, yang masih berlaku;
c. surat pernyataan mempunyai tempat praktik atau surat keterangan
dari sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya;
d. surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik;
e. pas foto berwarna ukuran 3 x 4 sebanyak 3 (tiga) lembar;
f. surat persetujuan dari atasan langsung bagi dokter dan dokter gigi
yang bekerja pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah atau pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan lain
secara purna waktu;
g. fotokopi SIP yang sudah dimiliki;
h. fotokopi surat izin sarana, bagi yang mengajukan praktek di sarana
pelayanan kesehatan.
i. bagi dokter warga negara asing, selain persyaratan diatas disertai
juga dengan bukti telah melakukan evaluasi di perguruan tinggi
Indonesia berdasarkan permintaan tertulis KKI, mempunyai surat
izin kerja dan izin tinggal, dan bukti lulus bahasa Indonesia dari
Pusat Bahasa Indonesia.
(4) Bentuk …
(4) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum
dalam Formulir I Lampiran Peraturan Walikota ini.
(5) Bentuk format SIP dokter atau dokter gigi tercantum pada Formulir II
Lampiran Peraturan Walikota ini.
(6) Untuk pembuatan SIP dilakukan survei untuk menilai sarana, peralatan
dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(7) Bentuk format survei tercantum dalam Formulir III Lampiran Peraturan
Walikota ini.
Pasal 6
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki SIP yang memberikan
pelayanan medis atau memberi konsultasi keahlian dalam hal sebagai
berikut :
a. diminta oleh suatu sarana pelayanan kesehatan dalam rangka
pemenuhan pelayanan medis yang bersifat khusus, yang tidak terus
menerus atau tidak berjadwal tetap;
b. dalam rangka melakukan bakti sosial/kemanusiaan;
c. dalam rangka tugas kenegaraan;
d. dalam rangka melakukan penanganan bencana atau pertolongan
darurat lainnya;
e. dalam rangka memberikan petolongan pelayanan medis kepada
keluarga, tetangga, teman, pelayanan kunjungan rumah dan
pertolongan masyarakat tidak mampu yang sifatnya insidentil;
tidak memerlukan SIP di tempat tersebut.
Pasal 7
(1) Kepala Dinas dapat secara langsung memberikan SIP kepada
dokter/dokter gigi yang telah ditempatkan di sarana pelayanan
kesehatan milik pemerintah.
(2) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terhitung sebagai 1
(satu) tempat praktik.
(3) Dokter …
(3) Dokter/ dokter gigi/ dokter spesialis yang berhalangan
menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan
atau menunjuk dokter pengganti.
(4) Dokter/ dokter gigi/ dokter spesialis pengganti harus yang mempunyai
SIP.
(5) Penunjukan dokter pengganti harus diketahui oleh pasien.
Paragraf 2
Izin Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)/Program Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis (PPDGS)
Pasal 8
(1) Dokter atau dokter gigi yang sedang mengikuti program pendidikan
dokter spesialis (PPDS) atau program pendidikan dokter gigi spesialis
(PPDGS) dapat secara langsung diberikan SIP secara kolektif oleh
Kepala Dinas dimana Rumah Sakit Pendidikan tersebut berada, untuk
menjalankan praktik kedokteran.
(2) SIP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku di sarana tempat
program pendidikan dilaksanakan dan seluruh sarana pelayanan
kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit Pendidikan serta sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
Paragraf 3
Dokter Internsip
Pasal 9
(1) Setiap dokter yang baru lulus program pendidikan dokter berbasis
kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan/atau
mengikuti pendidikan dokter spesialis harus mengikuti program
internsip.
(2) Setiap dokter yang mengikuti program internsip sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memiliki izin.
Paragraf 4 ...
Paragraf 4
Perawat
Pasal 10
(1) Perawat dapat menjalankan praktik pada sarana pelayanan kesehatan.
(2) Sarana pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi sarana pelayanan kesehatan diluar praktik mandiri dan/atau
praktik mandiri.
(3) Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D-III) Keperawatan.
(4) Untuk memperoleh Surat Izin Praktik Perawat (SIPP)/ Surat Izin Kerja
Perawat (SIKP), perawat harus mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kota dengan melampirkan :
a. fotokopi identitas diri (KTP/ SIM/ Paspor);
b. fotokopy STR/SIP yang masih berlaku dan dilegalisir;
c. fotokopi ijazah pendidikan perawat;
d. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin
Praktik;
e. surat pernyataan memiliki tempat praktik;
f. pas foto berwarna terbaru ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
g. rekomendasi dari Organisasi Profesi;
h. fotokopi izin sarana pelayanan kesehatan (untuk yang pengajuan
permohonan SIKP);
i. keterangan dari pimpinan sarana tempat bekerja.
(5) SIPP/SIKP hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik.
(6) Surat permohonan memperoleh SIPP/SIKP sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tercantum dalam Formulir IV Lampiran Peraturan
Walikota ini.
(7) Format SIPP/SIKP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum
dalam Formulir V Lampiran Peraturan Walikota ini.
(8) Untuk pembuatan SIPP dilakukan survei untuk menilai sarana, peralatan
dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(9) Bentuk format survei tercantum dalam Formulir VI Lampiran Peraturan
Walikota ini.
Paragraf 5 ...
Paragraf 5
Izin Perawat Gigi
Pasal 11
(1) Perawat gigi dapat melaksanakan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan
mulut pada sarana pelayanan kesehatan.
(2) Untuk memperoleh Surat Izin Kerja Perawat Gigi (SIK-PG) perawat gigi
yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala
Dinas dengan melampirkan :
a. fotokopi Identitas diri (KTP/ SIM/ Paspor);
b. foto kopi ijazah pendidikan perawat gigi;
c. foto kopi SIPG /STR yang masih berlaku;
d. surat keterangan sehat dari dokter;
e. pas foto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
f. surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang
menyebutkan tanggal mulai bekerja sebagai perawat gigi;
g. rekomendasi dari organisasi profesi;
h. fotokopi surat izin sarana pelayanan kesehatan.
(3) Permohonan SIK selambat-lambatnya diajukan dalam waktu 1 (satu)
bulan setelah diterima bekerja.
(4) Surat permohonan memperoleh SIK-PG sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tercantum dalam Formulir VII Lampiran Peraturan Walikota ini.
(5) Bentuk format SIK-PG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam Formulir VIII Lampiran Peraturan Walikota ini.
Paragraf 6
Izin Bidan
Pasal 12
(1) Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di sarana
pelayanan kesehatan.
(2) Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berpendidikan minimal Diploma III (DIII) Kebidanan.
(3) Untuk ...
(3) Untuk memperoleh Surat Izin Kerja Bidan (SIKB)/ Surat Izin Praktik
Bidan (SIPB) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bidan harus
mengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan Kota Depok
dengan melampirkan :
a. foto kopi identitas diri (KTP/SIM/Paspor);
b. foto kopi STR/SIB yang masih berlaku dan dilegalisir;
c. fotokopi ijazah;
d. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin
Praktik;
e. surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan
kesehatan atau tempat praktik;
f. pas foto berwarna terbaru ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
g. rekomendasi dari organisasi profesi;
h. surat izin sarana pelayanan kesehatan untuk pengajuan SIKB.
(4) SIKB atau SIPB berlaku untuk 1 (satu) tempat.
(5) Surat permohonan memperoleh SIPB/SIKB sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tercantum dalam Formulir IX Lampiran Peraturan Walikota
ini.
(6) Bentuk format SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam Formulir Xa dan Formulir Xb Lampiran Peraturan
Walikota ini.
(7) Untuk pembuatan SIPB dilakukan survei untuk menilai sarana, peralatan
dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(8) Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan
meliputi :
a. memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk
tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang
pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang
memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
b. menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan;
c. memiliki ...
c. memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku sebagaimana tercantum dalam Formulir XI Lampiran
Peraturan Walikota ini.
Paragraf 7
Fisioterapi
Pasal 13
(1) Fisioterapis dapat melaksanakan praktik fisioterapi pada sarana
pelayanan kesehatan, praktik perorangan dan atau berkelompok.
(2) Fisioterapis yang melaksanakan praktik fisioterapi wajib memiliki SIPF.
(3) SIPF hanya berlaku pada satu tempat sarana pelayanan kesehatan.
(4) Untuk memperoleh SIPF, fisioterapis yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kota dengan
melampirkan :
a. foto kopi identitas diri (KTP/ SIM/ Paspor) pemohon;
b. fotokopi SIF/ STR yang masih berlaku;
c. foto kopi ijazah pendidikan fisioterapi;
d. surat keterangan sehat dari dokter;
e. rekomendasi dari organisasi profesi;
f. surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang
menyatakan tanggal mulai bekerja;
g. surat keterangan meyelesaikan adaptasi, bagi lulusan luar negeri;
h. pas foto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
i. fotokopi surat izin sarana pelayanan kesehatan.
(5) Fisoterapis dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya
memenuhi persyaratan :
a. memiliki tempat praktik yang memenuhi syarat kesehatan;
b. memiliki perlengkapan untuk tindakan fisioterapi;
c. memiliki ..
c. memiliki perlengkapan administrasi termasuk catatan tindakan
fisoterapis dan formulir rujukan..
(6) Bentuk permohonan SIPF sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam formulir XII Lampiran Peraturan Walikota ini.
(7) Bentuk SIPF sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
formulir XIII Lampiran Peraturan Walikota ini.
(8) Bentuk format survey untuk praktik perorangan fisioterapis tercantum
dalam formulir XIV Lampiran Peraturan Walikota ini.
Paragraf 8
Radiografer
Pasal 14
(1) Setiap Radiografer untuk menjalankan pekerjaan radiografi pada sarana
pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta wajib memiliki Surat
Izin Kerja Radiografer (SIKR).
(2) Untuk memperoleh SIKR, radiografer yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas dengan melampirkan :
a. fotokopi identitas diri (KTP/SIM/Paspor) pemohon;
b. fotokopi SIR/ STR yang masih berlaku;
c. foto kopi ijazah radiografer yang disahkan oleh pimpinan
penyeleggara pendidikan radiografer;
d. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP;
e. surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan atau
yang menyatakan masih bekerja pada sarana yang bersangkutan;
f. surat keterangan meyelesaikan adaptasi, bagi lulusan luar negeri;
g. pas foto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
h. rekomendasi dari organisasi profesi;
i. fotokopi surat izin sarana pelayanan kesehatan.
(3) SIKR hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
(4) Bentuk permohonan SIKR sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam formulir XV Lampiran Peraturan Walikota ini.
(5) Bentuk …
(5) Bentuk format surat izin kerja radiografer tercantum dalam formulir XVI
Lampiran Peraturan Walikota ini.
Paragraf 9
Refraksionis Optisien
Pasal 15
(1) Setiap Refraksionis optisien untuk melakukan pekerjaan pada sarana
kesehatan wajib memiliki SIK.
(2) Untuk memperoleh SIK Refraksionis Optisien, refraksionis optisien yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
dengan melampirkan :
a. fotokopi identitas diri (KTP/SIM/Paspor) pemohon;
b. fotokopi SIRO/ STR yang masih berlaku;
c. fotokopi ijazah Refraksinois Optisien;
d. surat keterangan sehat dari dokter;
e. pas foto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
f. surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyatakan
tanggal mulai bekerja;
g. rekomendasi dari organisasi profesi;
h. fotokopi surat izin sarana pelayanan kesehatan untuk yang bekerja
pada sarana kesehatan.
(3) Permohonan SIK selambat lambatnya diajukan dalam waktu 1 (satu)
bulan setelah diterima bekerja.
(4) SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana kesehatan.
(5) Bentuk permohonan SIK Refraksionis Optisien sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam formulir XVII Lampiran Peraturan
Walikota ini.
(6) Bentuk format surat izin kerja refraksionis optisien tercantum dalam
formulir XVIII Lampiran Peraturan Walikota ini.
Paragraf 10 …
Paragraf 10
Okupasi Terapi
Pasal 16
(1) Okupasi terapis dapat melaksanakan praktik okupasi terapi pada sarana
pelayanan okupasi terapi, praktik perorangan dan/ atau berkelompok.
(2) Setiap okupasi terapis yang melakukan praktik pada sarana pelayanan
okupasi terapi wajib memiliki Surat Izin Praktik Okupasi Terapi (SIPOT).
(3) SIPOT hanya berlaku untuk 1 (satu) sarana pelayanan okupasi terapi.
(4) Untuk memperoleh SIPOT okupasi terapis yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kota dengan
melampirkan :
a. foto kopi identitas diri (KTP /SIM/ Paspor) pemohon;
b. foto kopi SIOT yang masih berlaku;
c. foto kopi ijazah okupasi terapis yang disahkan oleh pimpinan
penyelenggara pendidikan okupasi terapi;
d. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP;
e. pas foto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
f. surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan okupasi terapi yang
menyatakan tanggal mulai bekerja, untuk yang bekerja di sarana
pelayanan okupasi terapi;
g. surat keterangan telah menyelesaikan adaptasi, bagi lulusan luar
negeri;
h. foto kopi surat izin sarana pelayanan kesehatan.
(5) Okupasi terapi dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-
kurangnya memenuhi persyaratan :
a. memiliki tempat praktik;
b. memiliki perlengkapan untuk tindakan okupasi terapi;
c. memiliki perlengkapan administrasi termasuk catatan tindakan
okupasi terapi dan formulir rujukan.
(6) Bentuk ...
(6) Bentuk permohonan SIPOT sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam formulir XIX Lampiran Peraturan Walikota ini.
(7) Bentuk surat izin praktik okupasi terapi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tercantum dalam formulir XX Lampiran Peraturan Walikota ini.
(8) Bentuk format survey untuk praktik perorangan okupasi terapis tercantum
dalam formulir XXI Lampiran Peraturan Walikota ini.
Paragraf 11
Terapis Wicara
Pasal 17
(1) Terapis wicara dapat melaksanakan praktik terapis wicara pada sarana
pelayanan terapi wicara, praktik perorangan dan atau berkelompok.
(2) Terapis wicara yang melakukan praktik harus memiliki Surat Izin Praktik
Terapis wicara (SIPTW).
(3) Masa berlaku SIPTW berlaku sesuai masa berlaku SITW.
(4) SIPTW hanya berlaku pada satu sarana pelayanan terapi wicara.
(5) Untuk memperoleh SIPTW terapis wicara yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kota dengan
melampirkan :
a. foto kopi identitas diri (KTP /SIM/ Paspor) pemohon;
b. foto kopi SITW/ STR yang masih berlaku;
c. foto kopi ijazah yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara
pendidikan terapis wicara;
d. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP;
e. surat keterangan dari pimpinan sarana yang menyatakan tanggal
mulai bekerja,untuk yang bekerja di sarana pelayanan terapis wicara;
f. pas foto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
g. surat keterangan telah menyelesaikan adaptasi bagi lulusan luar
negeri;
h. foto kopi surat izin sarana pelayanan kesehatan.
(6) Terapis ...
(6) Terapis wicara dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-
kurangnya memenuhi persyaratan :
a. memiliki tempat praktik;
b. memiliki kelengkapan untuk pelayanan terapis meliputi : formulir
penilaian bahasa bicara, formulir penilaian kemampuan menelan, alat
tulis, alat permainan edukatif, cermin, gambar-gambar.
c. Sarana/prasarana yang meliputi : tempat pelaksanaan terapi, tempat
peralatan diagnostik dan terapeutik, tempat penyimpanan
dokumen/administrasi.
(7) Bentuk permohonan SIPTW sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
tercantum dalam formulir XXII Lampiran Peraturan Walikota ini.
(8) Bentuk surat izin praktik okupasi terapi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tercantum dalam formulir XXIII Lampiran Peraturan Walikota ini.
(9) Bentuk format survey untuk praktik perorangan terapis wicara tercantum
dalam formulir XXIV Lampiran Peraturan Walikota ini.
Paragraf 12
Tenaga Kefarmasian
Pasal 18
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian
di Indonesia wajib memiliki Surat Izin (SIPA/SIK) sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja.
(2) Untuk mendapat SIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Apoteker
harus memiliki :
a. foto kopi ijazah apoteker;
b. foto kopi surat lolos butuh bagi lulusan diluar provinsi Jawa Barat
dan provinsi lain yang meneluarkan surat lolos butuh;
c. surat sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP;
d. foto kopi STRA yang masih berlaku dan dilegalisir oleh KFN;
e. foto kopi Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan pemilik modal
(untuk apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal);
f. SK …
f. SK pengangkatan (untuk yang bekerja di IFRS dan instansi
pemerintah);
g. surat rekomendasi organisasi profesi yang masih berlaku;
h. surat pernyataan APA hanya bekerja di satu sarana (bermaterai
6000);
i. surat pernyataan dari apoteker penanggung jawab selama
melaksanakan pelayanan kefarmasian akan dilakukan oleh tenaga
kefarmasian (bermaterai 6000);
j. pas foto 3 x 4 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan 4 x 6 cm sebanyak 2
(dua) lembar, sesuai KTP;
k. foto kopi KTP;
l. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat
keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian;
m. untuk pengajuan permohonan SIPA sebagai apoteker pendamping
harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat
pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, ketiga;
n. surat pernyataan apoteker pendamping bekerja maksimal pada
3 (tiga) sarana kafarmasian (bermaterai);
o. jika apoteker bekerja sebagai apoteker pendamping pada sarana
ke 2 (dua) dan ke 3 (tiga) maka melampirkan SIPA pada sarana
kefarmasian sebelumnya.
p. surat pernyataan bermaterai apoteker pendamping berada di sarana
kefarmasian selama tidak ada apoteker penanggung jawab.
q. surat pernyataan apoteker penanggung jawab akan bekerja penuh
(purna waktu) selama melaksanakan pelayanan kefarmasian (bagi
yang tidak memiliki apoteker pendamping) bermaterai 6000;
r. surat pernyataan bersama apoteker dan pemilik modal menyetujui
adanya apoteker pendamping bila apoteker tidak purna waktu,
bermaterai 6000.
(3) Untuk memperoleh SIKA, apoteker harus memiliki :
a. foto kopi ijazah dan surat sumpah;
b. surat lolos butuh bagi lulusan diluar provinsi Jawa Barat dan provinsi
DKI Jakarta;
c. surat …
c. surat sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP;
d. foto kopi STRA yang masih berlaku dan dilegalisir oleh KFN;
e. akte notaris perjanjian kerjasama/surat perjanjian kontrak/SK
pengangkatan Apoteker Penanggung Jawab;
f. surat rekomendasi Organisasi Profesi;
g. surat pernyataan Apoteker penanggung jawab hanya bekerja di satu
sarana (bermaterai 6000);
h. pas foto 3 x 4 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan 4 x 6 cm sebanyak 2
(dua) lembar, dasar sesuai KTP;
i. foto kopi KTP;
j. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat
keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari
pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;
(4) untuk memperoleh SIK TTK, tenaga teknis kefarmasian harus memiliki :
a. foto kopi ijazah teknis kefarmasian yang dilegalisir;
b. foto kopi surat lolos butuh bagi lulusan di luar provinsi Jawa Barat
dan provinsi DKI Jakarta;;
c. surat sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP;
d. foto kopi STRTTK yang masih berlaku;
e. surat perjanjian kerjasama dengan pemiliki modal bermaterai 6000
(ditandatangani 2 (dua) orang saksi dari kedua belah pihak) dengan
menyebutkan hak dan kewajiban masing-masing pihak;
f. SK pengangkatan (untuk yang bekerja di IFRS dan instansi
pemerintah);
g. surat pernyataan hanya bekerja maksimal di tiga sarana (bermaterai
6000);
h. bila mengajukan di sarana ke 2 (dua) dan 3 (tiga) agar melampirkan
SIKTTK sebelumnya;
i. pas foto ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan 4 x 6 cm
sebanyak 2 lembar, sesuai KTP;
j. foto kopi KTP;
k. surat rekomendasi dari organisasi profesi;
l. surat …
l. surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon
melaksanakan pekerjaan kefarmasian bermaterai 6000;
(5) Surat permohonan memperoleh SIPA/SIKA/ SIK sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Formulir XXV Lampiran
Peraturan Walikota ini.
(6) SIPA/SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum
dalam Formulir XXVI Lampiran Peraturan Walikota ini.
Paragraf 13
Profesi / Tenaga Gizi
Pasal 19
(1) Setiap tenaga gizi yang menjalankan pekerjaan di bidang gizi pada
sarana kesehatan dan sarana pelayanan masyarakat harus memiliki
Surat Izin Kerja Profesi Gizi (SIKPG).
(2) Untuk memperoleh SIKPG yang bersangkutan mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas dengan melampirkan :
a. foto kopi identitas diri (KTP/ SIM/ Paspor);
b. foto kopi Surat Izin Profesi Gizi yang masih berlaku;
c. foto kopi ijazah DIII yang dilegalisir;
d. surat keterangan sehat dari dokter;
e. pas foto 3 x 4 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
f. surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyatakan
masih bekerja pada sarana yang bersangkutan;
g. rekomendasi dari PERSAGI;
h. surat izin sarana pelayanan kesehatan.
(3) Surat permohonan memperoleh Surat Izin Kerja Profesi Gizi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam Formulir XXVII Lampiran
Peraturan Walikota ini.
(4) SIKPG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir
XXVIII Lampiran Peraturan Walikota ini.
(5) Bentuk …
(5) Bentuk format survey untuk praktik perorangan Profesi Gizi tercantum
dalam formulir XXIX Lampiran Peraturan Walikota ini.
Paragraf 14
Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing
Pasal 20
(1) TK-WNA dilarang berpraktik secara mandiri, termasuk dalam rangka
kerja sosial.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan pada
pemberian pertolongan pada bencana atas izin pihak yang berwenang.
(3) TK-WNA dilarang menduduki jabatan personalia dan jabatan tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.
(4) TK-WNA dilarang melaksanakan tugas dan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan keahlian, jabatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat
atau wilayah kerja yang telah ditentukan dalam IMTA.
(5) TK-WNA Pemberi Pelayanan berkualifikasi minimal dokter spesialis dan
atau dokter gigi spesialis atau yang setara, serta S1 bagi tenaga
kesehatan lainnya.
(6) TK-WNA Pemberi Pelatihan berkualifikasi minimal dokter subspesialis
atau konsultan, dokter gigi subspesialis atau konsultan atau yang
setara, serta S2 bagi tenaga kesehatan lainnya.
(7) TK-WNA Pemberi Pelayanan bekerja selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(8) TK-WNA Pemberi Pelatihan bekerja untuk jangka waktu 6 (enam) bulan
dan dapat diperpanjang.
Pasal 21
(1) TK- WNA pemberi pelayanan hanya dapat bekerja di Rumah Sakit Kelas
A dan Kelas B yang telah terakreditasi serta fasilitas kesehatan tertentu
yang telah ditetapkan oleh Menteri.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan tertentu yang akan mempekerjakan TK-
WNA pemberi pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki izin operasional tetap dan minimal telah berjalan 2 (dua) tahun.
(3) Fasilitas ...
(3) Fasilitas pelayanan kesehatan yang akan menggunakan TK-WNA harus
memiliki RPTKA dan IMTA.
(4) Dalam rangka penerbitan rekomendasi RPTKA, Kepala Dinas
melakukan :
a. pengkajian RPTKA berdasarkan kebutuhan daerah;
b. peninjauan lapangan dan menilai kelayakan sarana pelayanan
kesehatan milik pemerintah kota dan swasta;
c. menyampaikan hasil pengkajian dan peninjauan lapangan kepada
pemerintah Provinsi.
(5) Penyelenggara pelatihan yang dapat menggunakan TK-WNA pemberi
pelatihan meliputi :
a. Institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi;
b. Rumah Sakit pendidikan;
c. Organisasi profesi;
d. Rumah Sakit non pendidikan;
BAB IV
PENCABUTAN SURAT IZIN TENAGA KESEHATAN
Pasal 22
(1) Tenaga Kesehatan yang akan menghentikan kegiatan izin praktik atau
izin kerja disuatu tempat, wajib memberitahukan kepada Kepala Dinas.
(2) Untuk melakukan pencabutan Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja,
tenaga kesehatan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan
ke Dinas dengan melampirkan :
a. surat pernyataan pencabutan bermaterai;
b. surat pernyataan penghentian tenaga kesehatan bila bekerja pada
sarana pelayanan kesehatan bermaterai;
c. SIP/ SIK/ SIPA/ SIKA asli yang akan dicabut.
BAB V …
BAB V
DELEGASI TINDAKAN
Pasal 23
(1) Dalam melakukan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dapat
menerima pendelegasian tindakan medis dari tenaga medis.
(2) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
perawat, bidan, perawat gigi, perawat anestesi, tenaga keterapian fisik
dan keteknisian medis.
(3) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian
dapat menerima pendelegasian pekerjaan kefarmasin dari tenaga
apoteker.
(4) Pendelegasian tindakan sebagaimana dimasksud pada ayat (1) dan
ayat (3) dilakukan dengan ketentuan :
a. tindakan yang didelegasikan termasuk dalam kemampuan dan
keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima delegasi;
b. pelaksanaan tindakan yang didelegasikan tetap dibawah
pengawasan pemberi delegasi;
c. pemberi delegasi tetap bertanggung jawab atas tindakan yang
didelegasikan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
delegasi yang diberikan;
d. tindakan yang didelegasikan tidak termasuk mengambil keputusan
klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan.
BAB VI
KEWENANGAN TENAGA KESEHATAN
Paragraf 1
Kewenangan Tenaga Medis
Pasal 24
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai
pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas :
a. mewawancarai …
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan;
j. selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kewenangan lainnya diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia.
Paragraf 2
Kewenangan Perawat
Pasal 25
(1) Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga.
(2) Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
(3) Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui kegiatan :
a. Pelaksanaan asuhan keperawatan;
b. Pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan dan
pemberdayaan masyarakat;
c. Pelaksanaan tindakan komplementer;
(4) Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a,
meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi keperawatan.
(5) Implementasi …
(5) Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
meliputi penerapan perencanaan dan pelaksanaan tindakan
keperawatan.
(6) Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi
pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi keperawatan,
pendidikan dan konseling keperawatan.
(7) Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana
dimaksud Pada ayat (3) huruf a, dapat memberikan obat bebas
dan/atau obat bebas terbatas.
Paragraf 3
Kewenangan Perawat Gigi
Pasal 26
(1) Perawat gigi dalam menjalankan pekerjaan sebagai perawat gigi harus
sesuai dengan :
a. pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut;
b. melaksanakan tindakan medik terbatas dalam bidang kedokteran
gigi sesuai permintaan tertulis dari dokter gigi.
(2) Pelayanan asuhan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, dilakukan dalam rangka upaya promotif dan preventif.
(3) Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut meliputi :
a. upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut;
b. upaya pencegahan penyakit gigi (pemeriksaan plak, teknik sikat gigi
yang baik, skaling supra gingival, pencegahan karies gigi, pengisian
fit dan fissure gigi dengan bahan fissure sealant dan pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut pasien rawat inap);
c. tindakan penyembuhan gigi (pengobatan darurat sesuai dengan
standar pelayanan, pencabutan gigi sulung dengan atau tanpa
topikal anestesi, penambalan gigi sulung dan gigi tetap satu bidang
dengan glass ionomer dan bahan amalgam, perawatan pasca
tindakan);
d. pelayanan …
d. pelayanan hygiene kesehatan gigi (sterilisasi alat-alat kesehatan
gigi, pemeliharaan alat-alat kesehatan gigi dan lingkungan kerja).
Paragraf 4
Kewenangan Bidan
Pasal 27
(1) Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi :
a. pelayanan kesehatan ibu (pada masa pra hamil, kehamilan normal,
persalinan normal, masa nifas normal, meyusui dan konseling
antara dua kehamilan);
b. pelayanan kesehatan anak (bayi baru lahir, bayi, balita dan anak
prasekolah);
c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana (konseling dan memberikan alat kontrasepsi oral dan
hormon).
(2) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, berwenang untuk :
a. episiotomi;
b. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c. penanganan kegawat darurat dilanjutkan dengan perujukan;
d. pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f. bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi asi eksklusif;
g. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala III dan
postpartum;
h. penyuluhan dan konseling;
i. bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j. pemberian surat keterangan kematian;
k. pemberian surat keterangan cuti bersalin.
(3) Bidan …
(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, berwenang untuk :
a. asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan
hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi vitamin K, perawatan bayi
baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari) dan perawatan tali pusat;
b. penganan hipotermi dan kegawatdaruratan dilanjtkan dengan
segera merujuk;
c. pemberian imunisassi;
d. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak
prasekolah;
e. konseling dan penyuluhan;
f. pemberian surat ketarangan kematian;
g. pemberian surat keterangan kelahiran.
(4) Selain kewenangan diatas bidan yang terlatih dan bersertifikat dapat
melakukan kewenangan untuk melakukan pelayanan alat kontrasepsi
bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak
balita sakit, pelaksanaan deteksi dini, merujuk, penyuluhan terhadap
infeksi menular seksual, pencegahan penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) dalam rangka menjalankan
program pemerintah.
Paragraf 5
Kewenangan Fisioterapi
Pasal 28
(1) fisioterapi dalam melaksanakan praktik fisioterapi berwenang untuk
melakukan :
a. asesmen fisioterapi yang meliputi pemeriksaan dan evaluasi;
b. diagnosis fisioterapi;
c. perencaan fisioterapi;
d. intervensi …
d. intervensi fisioterapi;
e. evaluasi/re-evaluasi/re-asesmen.
(2) Fisioterapi dalam menjalankan praktik fisioterapi dapat menerima pasien/
klien dengan rujukan dan/atau tanpa rujukan.
(3) Kewenangan untuk menerima pasien tanpa rujukan hanya dilakukan bila
pelayanan yang diberikan berupa :
a. pelayanan bersifat promotif dan preventif;
b. pelayanan untuk pemeliharaan kebugaran, memperbaiki postur,
pemeliharaan sikap tubuh dan melatih irama pernafasan normal;
c. pelayanan dengan keadaan aktualisasi rendah dan bertujuan untuk
pemeliharaan.
Paragraf 6
Kewenangan Radiografer
Pasal 29
(1) Dalam memberikan pelayanan radiologi dan imeging dengan
menggunakan energi radiasi pengion dan non pengion dibwah
pengawasan dokter spesialis radiologi, radiografer berwenang :
a. melakukan teknik pemeriksaan radiologi non kontras/pemeriksaan
rutin : tulang belakang, thorak/costae, tulang muka dan tulang kepala,
tulang ektremitas, gigi/geligi dengan panoramic, BNO/abdomen dan
abdomen tiga posisi, panggul/pelvimetri, radiografi dengan teknik soft
tissue, bone age/bone survey, tomografi, radiografi di ruang rawat
inap, kamar bedah termasuk di poliklinik.
b. melakukan tindakan teknik pemeriksaan radiologi dengan bahan
kontras : penyiapan bahan-bahan kontras radiografi, radiografi traktus
urinarius, traktus digestivus, cholecystografi/biliari sistem, HSG,
pemeriksaan USG, radiografi pada tindakan pemasangan pace
maker/katerisasi jantung, radiogrfai pembuluh darah secara digital
angiografi substraction (DSA).
c. melakukan …
c. melakukan pemeriksaan radiologi dengan alat canggih : tindakan
pemeriksaan dengan alat CT scan/CT helical, pemeriksaan dengan
alat SPECT Gamma Camera, MRI.
d. melakukan treatment planning system pada teknik penyinaran
radioterapi: terapi tumor, kurva isodose tumor, menghitung dosis
radiaso tumor, menetapkan waktu terapi radiasi tumor, membuat
dokumentasi perencanaan terapi dengan oto terapi simulator.
e. melakukan tindakan penyinaran pada terapi radiasi : internal maupun
external.
f. melakukan pekerjaan di mould room : membuat masker untuk
radioterapi, membuat countour organ untuk terapi radiasi, membuat
sistem blokradiasi untuk penyinaran terapi, membuat alat bantu
penyinaran terapi radiasi.
g. melakukan teknik pemeriksaan kedokteran nuklir : statik, dinamik, RIA
(radioimonoassy), extraksi/ilusi radiofarmaka, labeling radiofarmaka,
memesan/menerima/memeriksa kiriman dan mempersiapkan
radiofarmaka, melakukan processing data dari pemeriksaan scintidrafi
thallium radio nuklide ventriculografi (RNV), tindakan pengelolaan
limbah radioaktif dan persiapan pelaksanaan terapi isotop.
(2) Dalam memberikan pelayanan radiologi dan imeging dengan
menggunakan energi radiasi pengion dan non pengion tanpa
pengawasan dokter spesialis radiologi, radiografer berwenang :
a. melakukan pemeriksaan rutin;
b. melakukan tindakan processing film;
c. melakukan tindakan proteksi radiasi;
d. merencanakan penyelenggaraan pelayanan radiologi dan imejing.
Paragraf 7
Kewenangan Refraksionis Optisien
Pasal 30
(1) Refraksionis optisien dalam melaksanakan pekerjaan berwenang untuk :
a. melakukan pemeriksaan mata dasar;
b. melakukan …
b. melakukan pemeriksaan refraksi;
c. menetapkan, menyiapkan dan membuat kacamata berdasarkan
ukuran lensa kacamata/lensa kontak sesuai dengan kebutuhan;
d. menerima dan melayani resep kacamata dari dokter spesialis;
e. mengepas (fitting) kacamata/ lensa kontak pada pemakai/pasien
untuk kenyamanan dan keserasian
Paragraf 8
Kewenangan Okupasi Terapi
Pasal 31
(1) Okupasi terapi dalam melaksankan praktik okupasi terapi berwenang
untuk melakukan pelayanan okupasi terapi yang meliputi
pengembangan, pemeliharaan dan pemulihan aktivitas kegiatan sehari-
hari, produktivitas, pemanfaatan waktu luag, memfungsikan peralatan
adaptif dan alat bantu tertentu.
(2) Pelayanan okupasi terapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi :
a. melakukan tindakan terapi pada problem kinerja okupasional untuk
kelompok kasus musculoskeletal, neuromuskuler, kardiopulmonal,
anak dengan gangguan mental, gangguna jiwa/psikososial, kasus
terminal, kasus ketergantungan NAPZA, dan kasus geriatri;
b. melakukan tindakan stimulasi kinerja okupasional untuk kelompok
kasus tumbuh kembang anak;
c. melakukan tindakan terapi pada problem komponen kinerja
okupasinal dengan menggunakan : sensori integrasi dan snoezelen;
d. melakukan tindakan terapi pada problem keterampilan pra akademik
pada kasus tumbuh kembang;
e. mendesain dan memfungsikan alat bantu fungsional;
f. mendesain modifikasi lingkungan.
(3) Okupasi …
(3) Okupasi terapi dalam melakukan praktik okupasi terapi dapat menerima
pasien/klien dengan rujukan dan/atau tanpa rujukan.
(4) Kewenangan untuk menerima pasien/klien tanpa rujukan hanya dapat
dilakukan untuk pelayanan okupasi terapi yang meliputi pelayanan
promotif, preventif, deteksi dini, penyembuhan dan pemulihan dalam
intervensi okupasi terapis pada gangguan area kinerja okupasional dan
gangguan komponen kinerja okupasional.
Paragraf 9
Kewenangan Terapis Wicara
Pasal 32
(1) Terapi wicara dalam melaksanakan praktik terapis wicara berwenang
untuk melakukan assesmen, diagnostik, prognostik, perencanaan,
terapi, evluasi, rujukan dan advis dalam permasalahan terapi wicara.
(2) Terapi wicara dalam melakukan praktik terapis wicara dapat menerima
pasien/klien dengan rujukan dan/atau tanpa rujukan.
(3) Kewenangan untuk menerima pasien/klien tanpa rujukan hanya
dilakuakn bila pelayanan yang diberikan berupa pelayanan yang
bersifat promotif dan preventif, pelayanan pada pasien dengan
aktualisasi rendah dan bertujuan untuk pemeliharaan, serta pelayanan
pada apsien dengan gangguan komunikasi ringan.
Paragraf 10
Kewenangan Profesi Gizi
Pasal 33
(1) Kewenangan Profesi gizi meliputi tiga bidang yaitu :
a. asuhan gizi;
b. manajemen sistem penyelenggaraan makanan masal;
c. pelayanan gizi masyarakat.
(2) Kewenangan …
(2) Kewenangan ahli gizi (RD) :
a. melakukan tata laksana/asuhan/pelayanan gizi klinik dan dietetik;
b. mengelola pelayanan gizi masyarakat;
c. melaksanakan penelitian gizi;
d. melakukan pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha;
e. melaksanakan partisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas
sektoral;
f. melakukan praktik dalambidang gizi yang bekerja secara profesional
dan etis.
(3) Kewenangan ahli madya gizi (DTR) :
a. melakukan tata laksana pelayanan gizi klinik dan dietetik;
b. melaksanakan pelayanan gizi masyarakat;
c. menyelia sistem penyelenggaraan makanan masal;
d. mendidik/menyuluh dan memberikan konseling gizi/diet;
e. melakukan pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha;
f. melakukan praktik dalam bidang gizi yang bekerja secara
profesional dan etis.
Paragraf 11
Kewenangan Tenaga Kefarmasian
Pasal 34
(1) Untuk apoteker yang bekerja pada instalasi farmasi di Apotik,
Puskesmas dan Rumah Sakit memiliki kewenangan :
a. melayani resep dokter;
b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan
dokter dan/atau pasien;
c. penyerahan …
c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada
masyarakat atas resep dari dokter;
d. penyiapan obat (peracikan, memasang etiket, mengemas dan
penyerahan obat);
e. memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat;
f. konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan;
g. monitoring penggunaan obat (pasien tertentu);
h. memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri
untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai (hanya
terbatas pada obat bebas dan obat bebas terbatas);
i. pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah;
(2) untuk apoteker yang bekerja instalasi farmasi diluar apotik, puskesmas
dan rumah sakit memiliki kewenanangan : pengelolaan, pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi serta menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi pedagang besar farmasi.
(3) Untuk tenaga kefarmasian yang memiliki SIK memiliki kewenangan :
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan,
penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 35
(1) Dalam rangka terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan
melindungi masyarakat, perlu dilakukan pembinaan terhadap tenaga
kesehatan.
(2) Pembinaan dilakukan oleh Kepala Dinas bekerja sama dengan
organisasi proffesi dan/atau asosiasi yang terkait.
BAB VIII ...
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1) Setiap pemegang izin tenaga kesehatan yang melanggar ketentuan
Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30,
Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 dan Pasal 34 dikenakan sanksi
administrasi.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. teguran tertulis sebanyak 3 kali dengan interval teguran 1 (satu)
bulan, 2 (dua) minggu dan 1 (satu) minggu;
b. denda;
c. pembekuan izin selama 6 bulan;
d. pencabutan izin.
(3) Pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
ditetapkan sebesar: Rp.10.000.000.,- (sepuluh juta rupiah);
(4) Hasil pengenaan sanksi administrasi denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disetorkan ke kas daerah.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
Tenaga Kesehatan yang sebelum Peraturan Walikota ini ditetapkan telah
memiliki izin dan izin tersebut belum berakhir, maka izin tersebut dinyatakan
tetap berlaku sampai masa izinnya habis.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Materi yang terdapat dalam form-form perizinan tenaga kesehatan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.
Pasal 39 …
Pasal 39
Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Depok.
Ditetapkan di Depok
pada tanggal 29 Juni 2012
WALIKOTA DEPOK
ttd,
H. NUR MAHMUDI ISMA`IL
Diundangkan di Depok
pada tanggal 29 Juni 2012
SEKRETARIS DAERAH KOTA DEPOK
ttd,
Hj. ETY SURYAHATI
BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2012 NOMOR 24
LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA DEPOK
NOMOR : 24 TAHUN 2012
TANGGAL : 29 Juni 2012
DAFTAR FORMULIR PERIZINAN TENAGA KESEHATAN
I. Formulir I : Permohonan Surat Izin Praktik Dokter/
Dokter Gigi/Dokter Spesialis
II. Formulir IIa : Format Surat Izin Praktik Dokter/Dokter Gigi/
Dokter Spesialis
III. Formulir IIb : Format Surat Izin Praktik Intersip
IV. Formulir IIIa : Berita Acara Pemeriksaan Dokter Umum
V. Formulir IIIb : Berita Acara Pemeriksaan Dokter Gigi
VI. Formulir IIIc : Berita Acara Pemeriksaan Dokter Spesialis
VII. Formulir IV : Permohonan Surat Izin Praktik/Kerja Perawat
VIII. Formulir IVa : Format Surat Izin Praktik Perawat (SIPP)
IX. Formulir IVb : Format Surat Izin Kerja Perawat (SIKP)
X. Formulir VI : Berita Acara Pemeriksaan Perawat Mandiri
XI. Formulir VII : Permohonan Surat Izin Kerja Perawat Gigi (SIKPG)
XII. Formulir VIII : Format Surat Izin Kerja Perawat Gigi (SIK-PG)
XIII. Formulir IX : Permohonan Surat Izin Praktik/Kerja Bidan
XIV. Formulir Xa : Format Surat Izin Kerja Bidan (SIKB)
XV. Formulir Xb : Format Surat Izin Praktik Bidan (SIPB)
XVI. Formulir XI : Berita Acara Pemeriksaan Bidan Mandiri
XVII. Formulir XII : Permohonan Surat Izin Praktik Fisioterapis (SIPF)
XVIII. Formulir XIII : Format Surat Izin Praktik Fisioterapis (SIPF)
XIX. Formulir XIV : Berita Acara Pemeriksaan Praktik Fisioterapis Mandiri
XX. Formulir XV : Permohonan Surat Izin Kerja Radiografer (SIKR)
XXI. Formulir XVI : Format Surat Izin Kerja Radiografer (SIKR)
XXII. Formulir XVII : Permohonan Surat Izin Kerja Refraksionis Optisien
(SIKRO)
XXIII. Formulir XVIII : Format Surat Izin Kerja Refraksionis Optisien (SIKRO)
XXIV. Formulir XIX : Permohonan Surat Izin Praktik Okupasi Terapis (SIPOT)
XXV. Formulir XX : Format Surat Izin Praktik Okupasi Terapis (SIPOT)
XXVI. Formulir …
XXVI. Formulir XXI : Berita Acara Pemeriksaan Okupasi Terapi
XXVII. Formulir XXII : Permohonan Surat Izin Praktik Terapis Wicara (SIPTW)
XXVIII. Formulir XXIII : Format Surat Izin Praktik Terapis Wicara (SIPTW)
XXIX. Formulir XXIV : Berita Acara Pemeriksaan Terapis Wicara
XXX. Formulir XXVa : Permohonan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
XXXI. Formulir XXVb : Permohonan Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA)
XXXII. Formulir XXVc : Permohonan Surat Izin Kerja Tenaga Teknis
Kefarmasian (SIK TTK)
XXXIII. Formulir XXVIa : Format Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
XXXIV. Formulir XXVIb : Format Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA)
XXXV. Formulir XXVIc : Format Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIK TTK)
XXXVI. Formulir XXVII : Permohonan Surat Izin Kerja Profesi Gizi
XXXVII. Formulir XXVIII : Format Surat Izin Kerja Profesi Gizi
XXXVIII. Formulir XXIX : Berita Acara Pemeriksaan Praktik Tenaga/Profesi Gizi
Mandiri
WALIKOTA DEPOK
ttd,
H. NUR MAHMUDI ISMA`IL