Post on 06-Aug-2015
ASKEP PNEUMONIA
1. DEFINISI
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi
2. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti:
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: candida albicans
5. Aspirasi: lambung
3. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius
difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di
saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan
berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik,
dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal
yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan
organisme-organisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat
menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis
kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang
memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau
epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel
infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan
fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian
atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan
menyebabkan pneumonia virus.2
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan
yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian
bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke
orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis
dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes
simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir
atau bakteremia/viremia generalisata.2
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang
meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli
yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi
lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan
inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan
interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti
yang terjadi pada bronkiolitis.
4. MANIFESTASI KLINIK
• Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat
(39,5 ºC
sampai 40,5 ºC).
• Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
• Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan
cuping
hidung,
• Nadi cepat dan bersambung
• Bibir dan kuku sianosis
• Sesak nafas
5. KOMPLIKASI
• Efusi pleura
• Hipoksemia
• Pneumonia kronik
• Bronkaltasis
• Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang
diserang tidak
mengandung udara dan kolaps).
• Komplikasi sistemik (meningitis)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan
membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
• Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
• Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
• Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
• Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
• Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
• Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
8. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien:
• Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
• Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
• Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)
• Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
• Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan)
• Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : – sputum: merah muda, berkarat
– perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
– premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
– Bunyi nafas menurun
– Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
• Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
• Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa
oksigen
darah.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan
oksigen.
5. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan
berlebihan, penurunan masukan oral.
10. RENCANA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
peningkatan produksi sputum ditandai dengan:
- Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan
- Bunyi nafas tak normal
- Dispnea, sianosis
- Batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum.
Jalan nafas efektif dengan kriteria:
- Batuk efektif
- Nafas normal
- Bunyi nafas bersih
- Sianosis
Intervensi:
- Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan.
- Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
- Biarkan teknik batuk efektif
Rasional : batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk
mempertahankan
jalan nafas paten.
- Penghisapan sesuai indikasi
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara mekanik pada faktor
yang
tidak mampu melakukan karena batuk efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
– Berikan cairan sedikitnya
Rasional: cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, eks.
Rasional: alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret, analgetik
diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus
digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan
pernafasan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen darah,
gangguan pengiriman oksigen ditandai dengan:
- Dispnea, sianosis
- Takikardia
- Gelisah/perubahan mental
- Hipoksia
Gangguan gas teratasi dengan:
- Sianosis
- Nafas normal
- Sesak
- Hipoksia
- Gelisah
Intervensi:
- Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
Rasional: manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum.
- Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer
(kuku)
atau sianosis sentral.
Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap
demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit
sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
- Kaji status mental.
Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksia
atau penurunan oksigen serebral.
- Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran sekret
untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
- Kolaborasi
Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master venturi.
Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan metode yang
memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pe.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan:
Infeksi tidak terjadi dengan kriteria:
- waktu perbaikan infeksi/kesembuhan cepat tanpa
- penularan penyakit ke orang lain tidak ada
Intervensi:
- Pantau tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
Rasional: selama awal periode ini, potensial untuk fatal dapat terjadi.
- Tunjukkan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional: efektif berarti menurun penyebaran/perubahan infeksi.
- Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan penularan terhadap patogen infeksi lain
- Potong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan
masukan
nutrisi adekuat.
Rasional: memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tekanan alamiah
- Kolaborasi
Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah misal penicillin,
eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin.
Rasional: Obat digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pulmonia.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan:
- Dispnea
- Takikardia
- Sianosis
Intoleransi aktivitas teratasi dengan:
- Nafas normal
- Sianosis
- Irama jantung
Intervensi
- Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional: merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan interan.
- Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
- Jelaskan perlunya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
- Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi.
- Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
5. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap ditandai
dengan:
- Nyeri dada
- Sakit kepala
- Gelisah
Nyeri dapat teratasi dengan:
- Nyeri dada (-)
- Sakit kepala (-)
- Gelisah (-)
Intervensi:
- Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia, juga
dapat
timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
- Pantau tanda vital
Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri, khusus bila
alasan
lain tanda perubahan tanda vital telah terlihat.
- Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang /
berbincangan.
Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik.
- Aturkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkat
keefektifan
upaya batuk.
- Kolaborasi
Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau menurunkan
mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat umum.
6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses inflamasi
ditandai dengan tujuan:
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat diatasi dengan:
- Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Pasien mempertahankan meningkat BB
Intervensi
- identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya: sputum, banyak nyeri.
Rasional: pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
- Jadwalkan atau pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
Rasional: menurun efek manual yang berhubungan dengan penyakit ini
- Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang)
makanan yang menarik oleh pasien.
Rasional: tindakan ini dapat meningkat masukan meskipun nafsu makan mungkin
lambat
untuk kembali.
- Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional: adanya kondisi kronis keterbatasan ruangan dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap inflamasi/lambatnya respon terhadap terapi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan
berlebihan, demam, berkeringat banyak, nafas mulut, penurunan masukan oral.
Kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria: Pasien menunjukkan
keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat misalnya
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.
Intervensi:
- Kaji perubahan tanda vital contoh peningkatan suhu demam memanjang, takikardia.
Rasional: peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkat laju metabolik dan
kehilangan
cairan untuk evaporasi.
- Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah)
Rasional: indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa
mulut
mungkin kering karena nafas mulut dan O2 tambahan.
- Catat laporan mual/muntah
Rasional: adanya gejala ini menurunkan masukan oral
- Pantau masukan dan keluaran catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan
cairan. Ukur
berat badan sesuai indikasi.
Rasional: memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan keseluruhan
penggantian.
- Tekankan cairan sedikit 2400 mL/hari atau sesuai kondisi individual
Rasional: pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.
- Kolaborasi
Beri obat indikasi misalnya antipiretik, antimitik.
Rasional: berguna menurunkan kehilangan cairan
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional: pada adanya penurunan masukan banyak kehilangan
penggunaan dapat memperbaiki/mencegah kekurangan
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC,
Jakarta.
2. Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
3. Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
4. Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.
Askep Pneumonia
A. Pengertian
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
B. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti :
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: candida albicans
5. Aspirasi: lambung
C. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma
yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung,
atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu
partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler,
dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama
kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya
dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia
misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau
kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi
mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel
infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat
menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal
dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat
merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri
yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-
kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus
Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari
sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi
eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti
infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada
foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel
epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi
dan terdiri dari
a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sek¬ ret fiat yang
dikeluarkan oleh set epitel tersebut.
d. Refleks batuk
e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
f. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
g. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imu¬ noglobulin A
(IgA).
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak mampu
mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang mem¬pengaruhi timbulnya
pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun, misal¬nya akibat malnutrisi energi protein
(MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi,
pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.
D. Klasifikasi
Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Pada umumnya diadakan pembagian atas
dasar anatomis dan etiologis.
Pembagian anatomis : (1) pneumonia lobaris, (2) pneumonia lobularis (bron¬kopneumonia) dan
(3) pneumonia interstitialis (bronkiolitis).
Pembagian etiologis : (1) bakteria : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus
hemolyticus, Streptococcus aureus. Hemophilus influenzae, Ba¬cillus Friedlander,
Mycobacterium tuberculosis. (2) virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,
virus sitomegalik. (3) Mycoplasma pneumo- ‘ niae (4)jamur : Histoplasma capsulatum,
Cryptococcus neoformans, Blastomy¬ces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus
species, Candida albicans. (5) aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan
amnion, benda asing. (6) pneumonia hipostatik. (7) sindrom Loeffler. Secara klinis biasa,
berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan te-pat, pengetahuan tentang penyebab
pneumonia perlu sekali, sehingga pemba¬gian etiologis lebih rasional daripada pembagian
anatomis.
A. Pneumonia pneumokokus.
a. Epidemiologi,
Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan serotipe 1
sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak
ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun
dan mengu¬rang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia
lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
b. Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara perci¬kan (‘droplet’).
Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu: (1) Stadium kongesti: kepiler melebar
dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak,
beberapa neutrofil dan makrofag. (2) Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena
menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti
he¬par. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak se¬kali eritrosit
dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. (3) Stadium hepatisasi kelabu: lobus masih
tetap padat dan warna merah menjadi pucat kela¬bu. Permukaan pleura suram karena diliputi
oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler
tidak lagi kongestif. (4) Stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneu¬tpaonia lobaris
dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan
pengobatan antibiotika urutan stadiumn khas ini tidak terli¬hat.
c. Gambaran klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40°C dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, disp¬nu. Pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan siano¬sis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai
muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat
batuk se¬telah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada sta¬dium
permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisis, tetapi dengan adanya nafas cepat
dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan
kemungkinan pneumonia. Pada bronkop-neumonia, hasil pemeriksaan tisis tergantung daripada
luas daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkop¬neumonia
menjadi satu (kontluens) mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernafasan pada
auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolu¬si, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan
biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3 minggu.
B. Pneumonia lobaris
Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang-kadang didahului oleh infeksi traktus
respiratorius bagian atas. Pada anak besar bisa disertai badan menggigil dan pada bayi disertai
kejang. Suhu naik cepat sampai 39-40°C dan suhu ini biasanya menunjukkan tipe febris
kontinua. Nafas menjadi sesak, diser¬tai nafas cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan
mulut dan nyeri pada da¬da. Anak lebih suka tiduran pada sebelah dada yang terkena. Batuk
mula-mula kering, kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisis, gejala khas tampak
setelah 1-2 hari. Pada permulaan suara pernafasan melemah sedangkan pada perkusi tidak jelas
ada kelainan. Setelah terjadi kongesti, ronki basah nyaring akan terdengar yang segera
menghilang setelah terjadi konsolidasi. Kemudian pada perkusi jelas terdengar keredupan
dengan suara pernafasan sub-bronkial sampai bronkial. Pada stadium resolusi ronki terdengar
lebih jelas. Pada inspeksi dan palpasi tampak pergeseran toraks yang terkena berkurang. Tanpa
pengobat¬an bisa terjadi penyembuhan dengan krisis sesudah 5-9 hari.
a. Pemeriksaan Rgntgen toraks
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat ditemu¬kan secara
pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat di¬dapatkan pada satu atau
beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa
lobus. Foto Rontgen dapat juga menunjuk¬kan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis,
abses paru, pneumatokel, pneumotoraks, pneumomediastinum atau perikarditis.
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/mm3 dengan pergesaran
ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usa¬pan tenggorokan dan 30% dari darah. Urin
biasanya berwarna lebih tua, mung¬kin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan
sedikit torak hia¬lin.
c. Diagnosis banding
Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang di¬sebabkan oleh bakteri
lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis. Keada¬an yang menyerupai pneumonia ialah:
bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru, tuberkulosis.
d. Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang
dapat dijumpai ialah: empiema, otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis,
perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dili¬hat.
e. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat di¬turunkan sampai
kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
f. Pengobatan dan penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, te¬tapi berhubung hal ini
tidak selalu dapat dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan
polifragmasi. Penisilin diberikan 50.000 U/kgbb/hari dan ditambah dengan kloramfeniko150 –
75 mg/kgbb/hari atau di¬berikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin.
Pengoba¬tan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4- 5 hari. Anak yang sangat se¬sak
nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah
campuran glukose 5% danNaC10,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KC110 mEq/500
ml botol infus. Banyaknya cairan yang di¬perlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan
rumus Darrow. Karena temyata sebagian besar penderita jatuh ke dalam asidosis metabolik
akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan ke¬kurangan
basa sebanyak – 5 mEq.
C. Pneumonia stafilokokus
Pneumonia stafilokokus disebabkan oleh Staphylococcus aureus, tergolong pneumonia yang
berat karena cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pen¬gobatan. Pada umumnya
pneumonia ini diderita bayi, yaitu 30% di bawah umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun.
Seringkali terjadi abses paru (abses multipel), pneumatokel, ‘tension pneumothorax’ atau
empiema. Pengobatan diberikan berdasarkan uji resistensi, tetapi mengingat cepatnya perjalanan
penyakit, perlu diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas yang kiranya belum
resis¬ten. Untuk infeksi Staphylococcus yang membuat penisilinase, dapat diberikan kloksasilin
atau linkomisin. Pengobatan diteruskan sampai ada perbaikan klinis dan menurut pengalaman
rata-rata 3 minggu.
D. Pneumonia streptokokus
Grup A Streptococcus hemolyticus biasanya menyebabkan infeksi traktus respiratorius bagian
atas, tetapi kadang-kadang dapat juga menimbulkan pneu¬monia. Pneumonia streptokokus
sering merupakan komplikasi penyakit virus seperti influenza, campak, cacar air dan infeksi
bakteri lain seperti pertusis, pneu¬mania pneumokokus. Pengobatannya ialah dengan penisilin.
E. Pneumonia bakteria gram negatif
Bakteri gram negatif yang biasanya menyebabkan pneumonia ialah Hemo¬philus influenzae,
basil Friedlander (Klebsiella pneumoniae) dan Pseudomonas aeruginosa. Angka kejadian
pneumonia ini sangat rendah (kurang dari 1%), akan tetapi mulai meningkat selama beberapa
tahun ini karena penggunaan antibioti¬ka yang sangat luas dan kontaminasi alat rumah sakit
seperti ‘humidifier’, alat oksigen dan sebagainya. Secara klinis, pneumonia ini sukar dibedakan
dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteria lain dan hanya dapat ditentukan de¬ngan biakan.
Pneumonia yang disebabkan Hemophilus influenzae pada bayi dan anak kecil merupakan
penyakit yang berat dan sering menimbulkan kompli¬kasi seperti bakteremia, empiema,
perikarditis, selulitis dan meningitis. Obat yang terpilih ialah ampisilin dengan dosis 150
mg/kgbb/hari dengan kloramfeni¬kol.
F. Pneumonia klebsiela
Biasanya dijumpai pada orang tua dan pada penderita diabetes melitus, bronkiektasis dan
tuberkulosis. Bayi dapat Menderita penyakit ini karena konta¬minasi alat di rumah sakit.
Penyakit ini dapat menjadi progresif dan menimbul¬kan abses dan kavitas. Komplikasi seperti
empiema, bakteremia biasanya juga di¬jumpai. Obat terpilih untuk mengatasi infeksi ini ialah
kanamisin 7,5 mg/kgbb/12 jam untuk 10-12 hari atau gentamisin.
G. Pneumonia psendomonas aeroginosa
Merupakan bronkopneumonia berat, progresif disertai dengan nekrosis dan biasanya
menimbulkan kematian. Biasanya ditemukan sebagai infeksi.
E. Manifestasi Klinis
Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 ºC
sampai 40,5 ºC).
Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan cuping
hidung
Nadi cepat dan bersambung
Bibir dan kuku sianosis
Sesak nafas
F. Komplikasi
Efusi pleura
Hipoksemia
Pneumonia kronik
Bronkaltasis
Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang
tidak
mengandung udara dan kolaps).
Komplikasi sistemik (meningitis)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit
dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
KONSEP Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pneumonia
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat.
3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi).
4. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
6. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
o sputum: merah muda, berkarat
o perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
o premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
o Bunyi nafas menurun
o Warna: pucat/sianosis bibir dan kuk
7. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru
2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan
C. Intervensi
1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru
Karakteristik :
Batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas
terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis.
Tujuan :
Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :
o Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi
o Suhu tubuh dalam batas 36,5 – 37,2OC
o Laju nafas dalam rentang normal
o Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis
Intervensi
o Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan
napas.
R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan.
o Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal
R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
o Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi
R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru
o Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping
(ruam, diare)
R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan
o Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru
o Lakukan suction secara bertahap
R : Membantu pembersihan jalan nafas
o Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam
R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan.
2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan
Karakteristik :
Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering,
turgor kulit buruk, penurunan output urine.
Tujuan :
Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :
o Intake adekuat, baik IV maupun oral
o Tidak adanya letargi, muntah, diare
o Suhu tubuh dalam batas normal
o Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020
Intervensi :
o Catat intake dan output, berat diapers untuk output
R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output
o Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line
R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan
o Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu
R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan
o Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam
R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum.
DAFTAR PUSRAKA
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer, Arif. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius
Nanda. (2007). Diagnose Nanda: Nic dan Noc.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Penyakit. Salemba Medika. Jakarta.
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Salemba Medika.
Jakarta.
Setiadi. (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Soegijanto,Soegeng, (2002). Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Pelaksanaan. Salemba
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun maksud dan
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pedoman bagi mahasiswa untuk mengetahui
lebih jelas tentang Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Pneumonia.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah tidak lepas dari berbagai kesulitan,
namun berkat bimbingan yang ada dapat kami atasi.
Terakhir kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
mengembangkan wawasan bagi semua pembaca.
Kudus, Maret 2008
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pnueumonia merupakan suatu radang paru yang disebabkan oleh bemacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Tubuh mempunyai daya tahan yang
beguna untuk melindungi dari bahaya infeksi melalui mekanisme daya tahan traktus
respiratoris. Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau
tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang memperngaruhi
timbulnya pneumonia ialah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat Malnutrisi
Energi Protein (MEP), penyakit menahun, trauma pada paru, anestesia, aspirasi dan
pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna.
(Ngastiyah, 2005 : 57)
B. TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Agar mahasiswa mengetahui lebih lanjut tentang penyakit pneumonia khususnya pada anak.
2. Agar mahasiswa dapat memberikan askep pada anak dengan penyakit pneumonia.
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan studi pustaka, yaitu suatu metode
dengan sistem pengambilan materi dari berbagai literatur dan referensi yang berhubungan
dengan pneumonia.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis membagi dalam 3 bab yaitu :
BAB I : Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Tujuan Metode Penulisan dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : Konsep Dasar meliputi : Pengertian, Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi,
Manifestasi Klinis, Pathway, Komplikasi, Penatalaksanaan, fokus Intervensi.
BAB III : Penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
(Ngastiyah, 2005 : 57)
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru.
(Mansjoer, 2000 : 465)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan kondisi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
(Waspadji, 2001 : 801)
KLASIFIKASI
Pneumonia dibagi atas dasar anatomis dan etiologis.
- Berdasarkan anatomis
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)
3. Pneumonia intersitialis (Bronkiolitis)
- Berdasarkan etiologis
1. Bakteri : Diploccocus Pneumoniae, Pneumoccocus, Streptococcus Hemolyticus,
Streptococcus Aurens, Hemophilus Influenzae, Bacillus Friedlander, Mycobacterium
Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory Syncitial Virus, Virus Influenza, Adenivirus, Virus Sitomegalik.
3. Mycoplasma pneumonia.
4. Jamur : Hitoplasma capsulatum, cryptococcus neoformans, blastomyces dermatitides,
coccidioides immitis, aspergillus species, candida albians.
5. Aspirasi : Makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
6. Pneumonia hipostatik.
7. Sindrom loeffler.
(Hasan dan Alatas, 1985 : 1229)
B. ETIOLOGI
1. Bakteri
Ex : Berbagai kokus, hemophillus influenzae.
2. Virus
3. Mycoplasma pneumoniae
4. Jamur
5. Aspirasi (makanan, kerosen, amnion dsb)
(Ngastiyah, 2005 : 57)
C. PATOFISIOLOGI
Bakteri penyebab terisap perifer melalui saluran nafas menyebabkan reaksi jaringan
berupa edema, yang mempermudah poliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang
terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN (polimorfonuklear),
febrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli dan proses fagositosis yang cepat.
Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi
sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris.
Proses kerusakan yang terjadi dapat dibatasi dengan pemberian antibiotik sedini
mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan.
(Mansjoer, 2000 : 466)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi non spesifik dan toksitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise,
nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
2. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, nafas
cuping hidung, sesak nafas, air hunger, merintih dan sianosis.
3. Retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan
peningkatan frekuensi nafas) perkusi pekak, fermitus melemah, saluran nafas melemah, dan
ronki.
4. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskrusi dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas tubeler tepat di atas batas cairan, friction rub,
nyeri dada, kaku kuduk/meningimus.
5. Tanda infeksi ekstrapulmonal.
(Mansjoer, 2000 : 466)
E. PATHWAY
F. KOMPLIKASI
- Efusi pleura dan empiema.
Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial akut berupa efusi
parapneumonik gram negatif sebesar 60%, staphyloccocus aurens 50%, S. Pneumoniae 40-
60%, kuman an aerob 35%. Sedangkan pada mycoplasma pneumoniae sebesar 20%.
Cairannya transudat dan steril, terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan
cairan eksudat.
- Komplikasi sistemik.
Dapat terjadi akibat invasi kumabn atau bakteriamia beurpa meningitis. Dapat juga terjadi
dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peninggian ureum dan enzim hati.
Adang-kadang terjadi peninggian fosfatase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestatis
intrahepatik.
- Hopoksemia akibat gangguan disfusi.
- Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia pada masa anak-anak tetapi dapat juga
oleh infeksi berulang dilokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia.
Tuberkulosis atau pneumonia nekrotikans.
G. PENATALAKSANAAN
- Oksigen 1-2 l/menit
- IVFD dekstrose 10% : NaCl 0.9% = 3 : 1 KCL 10 Meg ml ciaran. Jumlah cairan sesuai
dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
- Jika sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai makanan anteral bertahap melalui selang
nasobastrik dengan feeding drip.
- Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta abonis
untuk memperbaiki transpor mukosilier.
- Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
- Anti biotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus penumonia community base :
Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Kloram teknikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Untuk kasus pneumonia hospital base :
Sefotaksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
Amikusin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
H. FOKUS INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Pasien menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan nafas.
KH : Pasien menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak
ada dispneu.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
b. Bantu pasien latihan nafas sering.
c. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontra indikasi) tawarkan air hangat
daripada dingin.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan.
e. Pengihisapan sesuai indikasi.
f. Kolaborasi.
2. Gangguan pertukaran gas b.d hipoventilasi
Tujuan : Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
KH : Pasien berpatisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas.
b. Kaji status mental.
c. Awasi frekuensi jantung/irama.
d. Pertahankan istirahat tidur, dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang.
e. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi nafas dalam, dan batuk efektif.
3. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan utama.
Tujuan : Pasien mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
KH : Pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
infeksi.
Intervensi :
a. Pantau tanda vital dengan ketat
b. Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret.
c. Tunjukkan/dorong teknik mencuci tangan yang baik.
d. Ubah posisi dengan sering dan berikan pembuangan paru yang baik.
e. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
4. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia.
Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan.
KH : Pasien mempertahankan/meningkaktan berat badan.
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah.
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
d. Asukultasi bunyi usus.
e. Berikan makan porsi kecil dan sering.
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d demam
Tujuan : Kebutuhan cairan pasien terpenuhi.
KH : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.
Intervensi :
a. Kaji perubahan tanda vital.
b. Kaji turgor kulit.
c. Pantau masukan dan keluaran cairan.
d. Kolaborasi medis.
(Doenges, 2000 : 166-173)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pneumonia adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda dasing.
B. SARAN
a. Aspek penyakit pneumonia harus dipahami untuk dapat mengatasi dengan baik.
b. Tindakan pencegahan harus diambil untuk mengurangi angka morbilitas penyakit.
c. Faktor resiko penyebab pneumonia harus dikurangi/dihindari.
askep pneumonia
PNEUMONIA
I. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan
histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan
eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka
waktu yang bervariasi.
II. PATOGENESIS
Patogenesis pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme (MO) penyebab yang
masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien. Kuman mencapai alveoli
melalui inhalasi, aspirasi kuman orofaring, penyebaran hematogen dari fokus infeksi lain,
atau penyebaran langsung dari lokasi infeksi. Pada bagian saluran nafas bawah, kuman
menghadapi daya tahan tubuh berupa sistem pertahanan mukosilier, daya tahan selular
makrofag alveolar, limfosit bronchial dan neutrofil. Juga daya tahan tubuh humoral IgA dan
IgG dari sekresi bronchial.
Terjadinya pneumonia tergantung pada virulensi MO, tingkat kemudahan dan luasnya daya
tahan tubuh.
III. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) dan
tersering disebabkan oleh bakteri. Jenis kuman yang biasa menginfeksi jaringan paru adalah:
1. Streptococcus
2. Staphylococcus
3. Pneumococcus
4. Hemovirus influenza
5. Pseudomonas
6. Fungus
7. Basil coli
IV. KLASIFIKASI PNEUMONIA
A. Pneumonia berdasarkan anatomik
1. Pneumonia lobaris
è radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus.
2. Pneumonia lobularis
è radang paru yang mengenai satu/beberapa lobus (biasanya ditandai dengan adanya bercak-
bercak infiltrasi)
3. Pneumonia interstisialis (bronkhiolitis)
è radang pada dinding alveoli, peribronkhial dan jaringan interlobular.
V. GEJALA KLINIS
1. Biasanya didahului à ISPA
Terjadi peningkatan suhu secara mendadak (38 ºC – 40 ºC) yang dapat disertai kejang.
2. Gejala khas:
- Sianosis pada mulut dan hidung
- Dispneu, napas cepat dan dangkal disertai cuping hidung.
- Gelisah, cepat lelah.
3. Batuk: kering à produktif, ronkhi basah, stridor.
4. Kadang muntah, diare, anoreksia.
5. Laboratorium: leukositosis, AGD abnormal, LED meningkat.
6. Roentgen foto: bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus.
VI. PATOFISIOLOGI BERDASARKAN PENYIMPANGAN KDM
Streptococcus, staphylococcus, dll.
Saluran nafas bagian atas
Bronchiolus
Alveoli
Reaksi radang padaAkumulasi Bronchus dan Alveolus Stimulasi chemoreseption
Sekret hipotalamus
Obstruksi jalan nafas Fibrosus dan pelebaran set point berubah
Gangguan ventilasi Atelektasis respon menggigil
Bersihan jalan inefektif Gangguan difusi Reaksi peningkatanSuhu tubuh
Peningkatan frekuensinafas Gangguan Hipertermi
Pertukaran Gas
Merangsang RAS Suplai O2 Evaporasi meningkatke jaringan menurun
Sulit tidur Kelemahan Cairan tubuh berkurang
Perubahan pola tidur Intoleransi aktivitas Defisit volume cairan
Ancaman kehidupan Metabolisme meningkat
Kecemasan Kompensasi: cadangan lemakDipergunakan oleh tubuh
Nutrisi kurang dari kebutuhan
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. PENGUMPULAN DATA
A. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : ––
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Jend. Sukawati No. 20 A Pangkep
Penanggung Jawab : Tn. L (anak kandung Tn. A)
Umur : 37 tahun
Pendidikan : S.Pd (Sarjana Pendidikan)
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Jend. Sukawati No. 20 A Pangkep
Sumber Data : Klien dan keluarga
Tanggal Pangkajian : 21 Maret 2004
B. Keluhan Utama Klien
Demam, batuk berdahak dan sesak nafas
C. Riwayat Penyakit Klien
Awalnya klien mengalami demam secara mendadak dengan suhu 39 ºC yang disertai dengan
kejang. Kemudian klien mengeluh sesak nafas, gelisah, cepat lelah bila beraktivitas, susah
tidur, mulut dan hidung pucat dan sering batuk berdahak. Kadang mual muntah, tidak ada
nafsu makan bahkan diare. Kulit menjadi kering dengan turgor buruk.
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Saat kecil klien tidak pernah mengalami penyakit akut maupun kronis, kecuali demam, flu
dan batuk-batuk ringan. Riwayat bronchitis sudah dialami klien sejak berumur 32 tahun, tapi
masih dapat dikendalikan sampai berumur 45 tahun. Klien tidak pernah dioperasi dan tidak
mengalami alergi terhadap berbagai makanan dan minuman.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien menceritakan bahwa bapaknya meninggal pada usia 58 tahun tanpa dikenali jenis
penyakitnya (diduga faktor ketuaan) dan ibunya meninggal karena penyakit bronchitis. Klien
juga mengatakan bahwa salah seorang anak perempuan juga mengidap bronchitis kronis.
Genogram:
Keterangan:
□ : Laki-laki
○ : Perempuanà : Klien Tn A.--- : Tinggal serumah
+ : Sudah meninggal
Tn. L
F. Riwayat Psikospiritual
Pola koping: klien dapat menerima keadaan penyakitnya sebagai suatu yang wajar terjadi di
hari tua.
Harapan klien tentang penyakitnya: klien berharap penyakitnya bisa segera sembuh agar
dapat pulang dan berkumpul dengan anak dan cucunya.
Faktor stressor: merasa bosan diam terus di RS, tapi bila beraktivitas akan sesak dan
kondisinya yang lemah.
Konsep diri: klien tidak merasa rendah diri karena keadaan penyakitnya dianggapnya wajar.
Pengetahuan klien: klien mengatakan bahwa penyakitnya terjadi karena sering merokok.
Hubungan dengan anggota keluarga: baik, anak-anak dan cucunya sering berkumpul
bersama-sama ke rumah klien.
Hubungan dengan masyarakat: klien sering bergabung ngobrol dengan tetangganya
khususnya dengan teman sebayanya.
Aktivitas sosial: klien mau mengikuti kegiatan di masyarakat sebatas kemampuannya.
Kegiataan keagamaan: klien rajin shalat, mengaji dan tidak ketinggalan dalam berpuasa.
G. Kebutuhan Dasar
Pola makan:
Keluarga dan klien makan 3 x sehari dengan komposisi nasi, sayur, laku dan kadang kala
buah-buahan. Akhir-akhir ini klien kehilangan nafsu makan. Klien memilih-milih makanan.
Pola minum:
Akhir-akhir ini klien malas minum. Diperkirakan dalam 24 jam klien minum hanya kira-kira
3 – 4 gelas. Minuman kesukaran kopi pahit setiap pagi.
Pola eliminasi:
Eliminasi BAK
Klien buang air kecil tidak lancar seperti biasanya
Eliminasi BAB
Kadang-kadang klien mengalami diare
Pola tidur:
Klien mengeluh bahwa ia susah tidur karena pengaruh batuk yang berlendir.
Aktivitas sehari-hari:
Klien mengatakan bahwa ia tidak bekerja dan hanya melakukan aktivitas sehari-hari di rumah
dengan membersihkan sekitar rumah dan melakukan kegiatan yang ringan-ringan saja. Klien
sudah tidak dapat berjalan jarak jauh lagi ataupun bersepeda jarak jauh dan kebanyakan
santai dengan teman sebaya di kedai kopi.
H. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien tampak lelah, lemah, gelisah, perubahan mood terjadi, klien merasa tidak betah di RS
karena harus berbaring di tempat tidur. Vital sign meliputi:
- Tekanan darah : 155/90 mmHg
- Nadi : 110 x/menit (takikardi)
- Pernafasan : 28 x/menit
- Suhu : 39 ºC
Kulit:
Kulit sudah keriput, kering dengan turgor buruk tapi tidak ditemukan lesi, sianosis pada
mulut dan hidung, edema tidak ada.
Kepala:
Simetris tegak lurus dengan garis tengah tubuh, tidak ada luka, kulit kepala bersih, rambut
beruban dan lurus.
Mata:
Ikterus (–), pupil isokhor kiri dan kanan, refleks cahaya (+), tanda-tanda anemis tidak
dijumpai.
Telinga:
Bentuk simetris kiri dan kanan, pendengaran tidak terganggu dan tidak ada nyeri, serumen
sedikit, tidak mengganggu pendengaran dan tidak ditemukan cairan.
Hidung:
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, polip (–), tidak ditemukan darah/cairan keluar dari
hidung.
Mulut dan tenggorokan:
Mulut sianosis, bibir kering, lidah hiperemesis, dapat dijulurkan maksimal keluar dan
bergerak bebas, refleks menelan kurang baik dan tonsil tidak infeksi.
Leher:
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, dan leher dapat digerakkan dengan bebas.
Dada:
Bentuk dada simetris, pernafasan dibantu oleh penggunaan otot aksesori, klavikula menonjol
dan sternum terlihat rata. Nyeri dada timbul saat batuk.
Sistem pernafasan:
Pernafasan cepat (takipneu) dan dangkal disertai cuping hidung dispneu. Terdapat tanda-
tanda konsolidasi paru yakni pekak pada perkusi, suara nafas bronchial, ronki basah.
Sistem kardiovaskuler:
Klien mengalami takikardia dan terjadi peningkatan tekanan darah.
Sistem muskuloskeletal:
Klien mempunyai postur tubuh yang tinggi dengan massa otot yang sudah menurun (kurus).
Sistem neurologi:
Kesadaran menurun/letargi, komunikasi kurang lancar, orientasi terhadap orang, waktu dan
tempat kurang baik, gelisah.
Sistem endokrin:
Riwayat DM tidak ada, belum pernah dideteksi adanya penyakit akibat gangguan
metabolisme lainnya.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil laboratorium:
- Leukositosis (+)
- LED meningkat
- AGD abnormal
Foto dada:
- Terdapat bercak infiltrate pada satu atau beberapa lobus.
2. PENGELOMPOKAN DATA
A. Data Subjektif
- Demam mendadak disertai kejang
- Klien mengeluh lemah
- Sesak nafas
- Mengeluh cepat lelah bila beraktivitas
- Susah tidur
- Batuk berdahak
- Mual, muntah, tidak ada nafsu makan
- Kadang-kadang mengalami diare
- Berat badan menurun
B. Data Objektif
- Sianosis pada mulut dan hidung
- Kulit kering dengan turgor buruk
- Klien tampak lelah
- Pernafasan cepat (takipneu) dan dangkal disertai cuping hidung
- Dispneu, bunyi nafas bronchial, ronkhi basah.
- Pernafasan menggunakan otot aksesori
- Pekak dijumpai pada perkusi
- Kesadaran menurun/letargi
- Komunikasi kurang lancar
- Orientasi terhadap orang, waktu dan tempat kurang baik
- Hasil laboratorium: leukositosis, LED meningkat, AGD abnormal
- Foto dada: terdapat bercak infiltrat pada lobus.
3. ANALISA DATA
No
.Data Penyebab/Etiologi Masalah
1. DS:
- Sesak nafas
- Batuk berdahak
DO:
- Takipneu/pernafasan cepat,
dangkal disertai cuping
hidung
- Bunyi nafas bronchial,
ronkhi
- Pernafasan menggunakan
otot aksesori
- Dispneu, sianosis
Reaksi radang pada bronchus dan alveolus
Akumulasi sekret
Obstruksi jalan nafas
Gangguan ventilasi
Bersihan jalan nafas inefektif
Bersihan jalan
nafas inefektif
2. DS:
- Sesak nafas
DO:
- Dispneu, sianosis
- Takikardia
- Gelisah
Reaksi radang pada bronchus dan alveolus
Fibrosus dan pelebaran
Atelektasis
Gangguan difusi
Gangguan pertukaran gas
Gangguan
pertukaran gas
3. DS:
- Nafsu makan menurun
- Berat badan menurun,
lemah
DO:
- Tonus otot menurun
Hipertermi
Metabolisme meningkat
Kompensasi: cadangan lemak dipergunakan oleh
tubuh
Nutrisi kurang dari kebutuhan badan
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
badan
4. DS:
- Mengeluh demam
DO:
- Suhu tubuh meningkat
(39 %)
Bronchus dan alveolus
Stimulasi chemoreseption hipotalamus
Set point berubah
Respon menggigil
Reaksi peningkatan panas tubuh
Hipertermi
Hipertermi
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan peradangan, terjadinya penumpukan
sekret, ditandai dengan:
- Takipneu/pernafasan cepat, dangkal disertai cuping hidung.
- Bunyi nafas bronchial, ronki basah, penggunaan otot aksesori.
- Dispneu, sianosis
- Batuk dengan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar ditandai
dengan:
- Dispneu, sianosis
- Takikardia
- Gelisah
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekurangan intake oral ditandai dengan:
- Nafsu makan menurun
- Berat badan menurun: lemah, tonus otot menurun
4. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan:
- Suhu tubuh meningkat (39 ºC)
III. PERENCANAAN
A. Tujuan
1. Jalan nafas efektif, dengan kriteria:
- Ventilasi adekuat
- Tidak ada penumpukan
2. Pertukaran gas secara optimal, oksigenasi ke jaringan adekuat, dengan kriteria:
- Tidak ada dispneu
- Tidak ada sianosis
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat, dengan kriteria:
- Nafsu makan meningkat
- Mempertahankan/meningkatkan berat badan
4. Demam hilang dengan kriteria:
- Suhu tubuh turun dalam batas normal
B. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tak efektif
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri:
Kaji frekuensi/kedalaman
pernafasan dan gerakan dada
Takipneu, pernafasan dangkal, dan gerakan
dada tak simetris sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan
atau cairan paru.
Bantu pasien latihan nafas
sering. Tunjukkan/bantu pasien
mempelajari melakukan batuk,
misalnya menekan dada dan
batuk efektif sementara posisi
duduk tinggi
Nafas dalam memudahkan ekspansi
maksimum paru-paru/jalan nafas lebih kecil.
Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan
nafas alami/membantu silia untuk
mempertahankan jalan nafas paten.
Penekanan menurunkan ketidaknyamanan
dada dan posisi duduk memungkinkan
upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
Penghisapan sesuai indikasi Merangsang batuk atau pembersihan jalan
nafas secara mekanik pada pasien yang tak
mampu melakukan karena batuk tak efektif
atau penurunan tingkat kesadaran.
Berikan cairan sedikitnya 2500
ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada
dingin.
Cairan (khususnya yang hangat)
memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
Kolaborasi
Bantu mengawasi efek
pengobatan nebuliser dan
fisioterapi lain. Misalnya,
spirometer insentif, IPPB,
tiupan botol, perkusi, drainase
postural. Lakukan tindakan di
antara waktu makan dan batasi
cairan bila mungkin.
Memudahkan pengenceran dan pembuangan
sekret. Drainase postural tidak efektif pada
pneumonia interstisial atau menyebabkan
eksudat alveolar atau kerusakan. Koordinasi
pengobatan/jadwal dan masukan oral
menurunkan muntah karena batuk,
pengeluaran sputum.
Berikan obat sesuai indikasi: Alat bantu untuk menurunkan spasme
mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgetik
bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik
diberikan untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus
digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan
pernafasan.
2. Gangguan pertukaran gas
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri:
Kaji frekuensi, kedalaman, dan
kemudahan bernafas
Manifestasi distress pernafasan tergantung
pada indikasi derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan
Observasi warna kulit membran
mukosa, dan kaku, catat adanya
sianosis perifer (kaku) atau
sianosis sentral (surkumoral)
Sianosis kaku menunjukkan vasokonstriksi
atau respon tubuh terhadap
demam/menggigil. Namun sianosis daun
telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar
mulut (membran hangar) menunjukkan
hipoksemia sistemik.
Kaji status mental Gelisah, mudah terangsang bingung, dan
samnolen dapat menunjukkan
hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
Awasi frekuensi jantung/irama Takikardia biasanya ada sebagai akibat
demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai
respons terhadap hipoksemia.
Awasi suhu tubuh, sesuai
indikasi. Bantu tindakan
kenyamanan untuk
menurunkan demam dan
menggigil, misalnya selimut
tambahan/menghilangkannya,
suhu ruangan nyaman, kompres
hangat atau dingin
Demam tinggi (umum pada pneumonia
bakterial dan influenza) sangat
meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan mengganggu
oksigenasi seluler.
Tinggikan kepala dan dorong
sering mengubah posisi, nafas
Tindakan ini meningkatkan inspirasi
maksimal. Meningkatkan pengeluaran sekret
dalam, dan batuk efektif untuk memperbaiki ventilasi (rujuk pada
DK: bersihkan jalan nafas, Takefektif, hal.
166)
Kolaborasi
Berikan terapi oksigen benar,
misalnya, dengan nasal pro,
masker, masker venture.
Tujuan terapi oksigen adalah
mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
Oksigen diberikan dengan metode yang
memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri:
Identifikasi faktor yang
menimbulkan mual/muntah,
misalnya sputum banyak,
pengobatan derosol, dispnea
berat, nyeri
Pilihan intervensi tergantung pada penyebab
masalah
Berikan wadah tertutup untuk
sputum dan buang sesering
mungkin. Berikan/bantu
kebersihan mulut setelah
muntah, setelah tindakan
aerosol dan drainase postural,
dan sebelum makan
Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari
lingkungan pasien dan dapat menurunkan
mual
Jadwalkan pengobatan
pernafasan sedikitnya 1 jam
sebelum makan
Menurunkan efek mual yang berhubungan
dengan efek ini
Berikan makan porsi kecil dan
sering termasuk makanan
kering (roti panggang, krekers),
dan atau makanan yang
menarik untuk pasien.
Tindakan ini dapat meningkatkan masukan
meskipun nafsu makan mungkin lambat
untuk kembali.
Evaluasi status nutrisi umum,
ukur berat badan dasar
Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau
alkoholisme) atau keterbatasan keuangan
dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap infeksi, dan atau lambatnya
respons terhadap terapi.
4. Demam hilang
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri:
Pantau suhu pasien (derajat dan
pola)
Suhu 38,9 ºC – 41,1 ºC menunjukkan proses
penyakit infeksius akut. Pola demam dapat
membantu dalam diagnosis
Pantau suhu lingkungan,
batasi/tambahkan linen tempat
tidur, sesuai indikasi
Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah
untuk mempertahankan suhu mendekati
normal
Berikan kompres mandi hangat,
hindari penggunaan alkohol
Dapat mengurangi demam
Catatan: penggunaan air es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu
secara aktual, selain itu alkohol dapat
mengeringkan kulit.
Kolaborasi
Berikan antipiretik, misalnya
ASA (aspirin) asetaminofen
(tylenol)
Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
IV. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini semua tindakan yang telah direncanakan dilaksanakan berdasarkan prioritas
masalah.
V. EVALUASI
Kriteria keberhasilan:
- Berhasil
Tuliskan kriteria keberhasilannya dan hentikan tindakan.
- Tidak berhasil
Tuliskan mana yang belum berhasil dan lanjutkan tindakan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah penyakit umum di semua bagian dunia. Ini adalah penyebab utama
kematian di antara semua kelompok umur. Pada anak-anak, banyak dari kematian ini terjadi
pada masa neonatus. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa satu dari tiga
kematian bayi baru lahir disebabkan pneumonia. Lebih dari dua juta anak balita meninggal
setiap tahun di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan bahwa sampai dengan 1 juta ini
(vaksin dicegah) kematian yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus''''pneumoniae, dan
lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang. Kematian akibat
pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia individu,
bagaimanapun, berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait. Karena
beban yang sangat tinggi penyakit di negara berkembang dan karena kesadaran yang relatif
rendah dari penyakit di negara-negara industri, komunitas kesehatan dunia telah menyatakan
untuk 2 November Hari Pneumonia Dunia, sehari untuk warga yang prihatin dan pembuat
kebijakan untuk mengambil tindakan terhadap penyakit. Di Inggris, kejadian tahunan dari
pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi
mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang.
Sekitar 20-40% individu yang membutuhkan pneumonia kontrak yang masuk rumah sakit
antara 5-10% diterima ke unit perawatan kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris
adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih cenderung memiliki episode berulang
dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga berisiko
tinggi untuk pneumonia. Pneumonia merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah stroke
yang menyulitkan penyembuhan pasien. Insidens yang tinggi dari pneumonia nosokomial
merupakan masalah yang sering terjadi di rumah sakit.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu pneumonia?
2. Mengapa sesorang bisa terkena pneumonia?
3. Apa yang menyebabkan seseorang terkena pneumonia?
4. Bagaimana tanda serta gejala dari pneumonia?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan serta diagnosa keperawatan yang tepat pada kasus
pneumonia?
C. TUJUAN
1. Untuk menjelaskan apa itu Pneumonia
2. Untuk menjelaskan penyebab penyakit Pneumonia, tanda dan gejala serta
patofisiologinya dalam tubuh.
3. Untuk mengetahui tindak lanjut intervensi keperawatan pada klien Pneumonia.
4. Untuk menjelaskan peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
utamanya terhadap penderita Pneumoia
D. MANFAAT
1. Menambah wawasan, pengetahuan penulis dan pembaca di bidang kesehatan
khususnya pneumonia
2. Memberikan informasi mengenai masalah keperawatan pada pasien dengan
pneumonia dan penatalaksanaan masalah keperawatan
3. Dengan makalah ini diharapkan supaya para pembaca bisa lebih mengenal terhadap
tanda dan gejala yang berhubungan dengan Pneumonia.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Terjadinya pneumonia, khususnya pada anak, seringkali bersamaan dengan proses infeksi
akut pada bronkus, sehingga biasa disebut dengan bronchopneumonia. Gejala penyakit
tersebut adalah nafas yang cepat dan sesak karena paru-paru meradang secara mendadak.
Pneumonia adalah infeksi atau radang yang cukup serius pada paru-paru. Dari jenis-jenis
pneumonia itu ada yang spesifik/khusus yang disebut dengan tuberkulosis atau tbc atau Tb,
yang disebabkan oleh bakteri tuberkulosa. Jenis yang lain, adalah SARS yang adalah
pneumonia akibat -sampai hari ini- virus.
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
dan parasit).
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi
akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di
dalam alveoli. Hal ini terjadi terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya
kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan
yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran
menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora
endogen yang menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasa.
( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997)
Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli)
yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh
cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria,
virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari
paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu
banyak minum alkohol.
B. TANDA DAN GEJALA
Batuk nonproduktif
Ingus (nasal discharge)
Suara napas lemah
Retraksi intercosta
Penggunaan otot bantu nafas
Demam
Ronchii
Cyanosis
Leukositosis
Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
Batuk
Sakit kepala
Kekakuan dan nyeri otot
Sesak nafas
Menggigil
Berkeringat
Lelah.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - kulit yang lembab - mual dan muntah - kekakuan
sendi.
Secara umum dapat dibagi menjadi :
Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah,
malise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal. Gejala umum saluran pernapasan
bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, air
hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama
dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas
melemah, dan ronki. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal
di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler
tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila
efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi
meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang
terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus
dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan
pekak perkusi.
C. ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau
sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri
positif-gram, Streptococus pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri
Staphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus grup A juga sering menyebabkan
pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh
virus, misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relatif sering
dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang berdasarkan beberapoa aspeknya,
berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired immunodeficiency
syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat jarang
terjadi yaitu pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama
tergenang, misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat
mengidap pneumonia Legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena
muntah atau air akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia asporasi. Bagi individu
tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan
mikro-organisme, denmgan mencetuskan suatu reaksi peradangan.
Etiologi:
Bakteri : streptococus pneumoniae, staphylococus aureus
Virus : Influenza, parainfluenza, adenovirus
Jamur : Candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidioido mycosis, cryptococosis,
pneumocytis carini
Aspirasi : Makanan, cairan, lambung
Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas
Pneumonia virus bisa disebabkan oleh:
Virus sinsisial pernafasan
Hantavirus
Virus influenza
Virus parainfluenza
Adenovirus
Rhinovirus
Virus herpes simpleks
Sitomegalovirus.
Virus Influensa
Virus Synsitical respiratorik
Adenovirus
Rubeola
Varisella
Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
Pneumococcus
Streptococcus
Staphilococcus
Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah: - virus sinsisial pernafasan -
adenovirus - virus parainfluenza dan - virus influenza.
Faktor-faktor risiko terkena pneumonia, antara lain, Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), usia
lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin laki-
laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai, Polusi udara,
Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai, Membedong bayi, efisiensi
vitamin A dan penyakit kronik menahun.
D. PATHOFISIOLOGI
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di
tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di
tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk
akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk,
atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut
halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung
besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
E. PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN
PENGOBATAN
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral
(lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau
paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya
membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh
pemeriksaan sputum mencakup :
Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia community base :
Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberia
Untuk kasus pneumonia hospital base :
Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan petukaran gas
Bersihan jalan napas tidak efektif
Gangguan pola napas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Isomnia
Intoleransi aktivitas
Hipertermi
G. NOC
Respiratory status
1. Tidak ada sianosis dan dyspneu
2. Pasien mampu bernafas dengan mudah
3. Tidak ada pursed lips
4. Menunjukkan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal
5. Tanda tanda vital dalam rentang normal
Respiratory status : airway patency
1. Pasien tidak mengeluh sesak napas
2. Pasien bisa mengeluarkan dahak dengan batuk yang efektif
3. Mulut tidak terlihat sianosis
4. RR dalam rentang normal
Respiratory status : ventilation
1. Pasien tidak sesak nafas
2. Tidak menggunakan otor bantu pernafasan
3. Fase ekspirasi dan inspirasi dalam rentang normal
4. Tidak ada retraksi dada
Nutritional status
1. Peristaltik usus dalam rentang normal
2. Asupan makanan adekuat
3. Asupan cairan seimbang
4. Asupan nutrisi dalam rentang normal
5. Berat badan dalam batas normal
Sleep
1. Pasien tidak mengeluh susah tidur
2. Jam tidur pasien dalam rentang normal
3. Pola tidur pasien tidak terganggu
Thermoregulation
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan RR dalam rentang nomal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
I. NIC
Respiratory Monitoring
1. Monitor Frekuensi, ritme, kedalaman pernafasan
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahandan retraksi otot
intracosta
3. Monitor pernafasan hidung
4. Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea, hiperventilasi
5. Palpasi ekspansi paru
6. Monitor hasil rongen
7. Auskultasi suara pernafasan
Airway Management
1. Buka jalan nafas
2. Gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
4. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
6. Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Monitor respirasi dan status O2
9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
10. Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
11. Pasang mayo bila perlu
12. Lakukan suction pada mayo
Airway Management
1. Buka jalan nafas
2. Gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
4. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
6. Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Monitor respirasi dan status O2
9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
10. Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
11. Pasang mayo bila perlu
12. Lakukan suction pada mayo
Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukkan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
3. Monitor julkah nutrisi dan kandungan kalori
4. Berikan makanan yang terpilih yang disukai pasien
5. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Sleep enhancement
1. Monitor pola tidur dan jam tidur pasien
2. Sesuaikan lingkungan (cahaya, kebisingan, suhu, tempat tidur
3. Tentukan jam tidur pasien
Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertemi dan hipotemi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan, akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dan
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipertemi dan penanganan yang diperlukan
12. Berikan ant pireti jika perlu
13.LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA 14.15. PNEUMONIA16.17. Pengertian18. Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)19.20. Penyebab21.22. - Virus Influensa23. - Virus Synsitical respiratorik24. - Adenovirus25. - Rhinovirus26. - Rubeola27. - Varisella28. - Micoplasma (pada anak yang relatif besar)29. - Pneumococcus30. - Streptococcus31. - Staphilococcus32.33.34. Tanda dan Gejala35.36. Sesak Nafas37. Batuk nonproduktif38. Ingus (nasal discharge)39. Suara napas lemah40. Retraksi intercosta41. Penggunaan otot bantu nafas42. Demam43. Ronchii44. Cyanosis45. Leukositosis46. Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar47.
48.49. Jenis 50. Pneumonia lobular 51. Bronchopneumonia52.53. Patofisiologi54.
55. Kuman mati Virulensi tinggi56.
57.Pola nafas tak efektif
58. Destruksi jaringan59.
Devisit vol. cairan
60. Shunt darah arteriole alveoli
61. Pengkajian62. Identitas :63. Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa64. Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar65. Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar66.67. Riwayat Masuk68. Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
69.70. Riwayat Penyakit Dahulu71. Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi
dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.72. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis
penderita73.74. Pengkajian75. 1. Sistem Integumen76. Subyektif : -77. Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan78.79. 2. Sistem Pulmonal80. Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng81. Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif),
sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
82.83. 3. Sistem Cardiovaskuler84. Subyektif : sakit kepala85. Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
menurun86.87. 4. Sistem Neurosensori88. Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang89. Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi90.91. 5. Sistem Musculoskeletal92. Subyektif : lemah, cepat lelah93. Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan94.95. 6. Sistem genitourinaria96. Subyektif : -97. Obyektif : produksi urine menurun/normal, 98.99. 7. Sistem digestif100. Subyektif : mual, kadang muntah101. Obyektif : konsistensi feses normal/diare
102.103. Studi Laboratorik :104. Hb : menurun/normal105. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,
kadar karbon darah meningkat/normal106. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal107.108. Rencana Keperawatan109. 1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru110. Karakteristik : batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal,
sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis
111. Tujuan :112. Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :113. Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi114. Suhu tubuh dalam batas 36,5 – 37,2OC 115. Laju nafas dalam rentang normal116. Tidak terdapat batuk, cyanosisi, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis117.118. Tindakan keperawatan119. Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan
jalan napas120. R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan121. Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal122. R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi123. Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi124. R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru125. Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek
samping (ruam, diare)126. R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan127. Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks128. R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan
paru129. Lakukan suction secara bertahap130. R : Membantu pembersihan jalan nafas131. Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam132. R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan133.134. 2. Defisit Volume Cairan b.d :135. - Distress pernafasan136. - Penurunan intake cairan137. - Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam138.139. Karakteristik :140. Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana
mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.141.142. Tujuan : Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :143. Intake adekuat, baik IV maupun oral144. Tidak adanya letargi, muntah, diare
145. Suhu tubuh dalam batas normal146. Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020147.148. Intervensi Keperawatan :149. Catat intake dan output, berat diapers untuk output150. R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output151. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line152. R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan153. Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu154. R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan155. Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam156. R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum157.158. Diagnosa lain :159.160. 1. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi161. 2. Perubahan rasa nyaman b.d sakit kepala, nyeri dada162. 3. Intoleransi aktivitas b.d distres pernafasan, latergi, penurunan intake,
demam163. 4. Kecemasan b.d hospitalisasi, distress pernafasan164.165.166.167. Referensi :168. Acton, Sharon Enis & Fugate, Terry (1993) Pediatric Care Plans,
AddisonWesley Co. Philadelphia
169. LAPORAN KASUS170.171. 1. PENGKAJIAN172. 1.1 Identitas
Nama : An. AALJenis kelamin : PerempuanUsia : 4 bulanAgama : IslamAlamat : Pamekasan
Nama orang tua : Tn. SukUsia : 38 tahunPendidikan : D IIIPekerjaan : Guru (PNS)Agama : IslamAlamat : Pamekasan
Data MedikTanggal masuk : 3 Juli 2002Jam Masuk : 23.35 WIBCara masuk : lewat IRDDiagnosa Medik : Pneumonia & Susp. Encephalitis
173.174. 1.2 Riwayat Penyakit Sekarang175. Klien datang ke rumah sakit dengan diantar keluarga setelah sebelumnya
mengalami mencret selama 2 hari (mulai 1 Juli 2002) dengan jumlah feses + ½ gelas tiap kali mencret dan frekuensi 4 – 5 kali tiap hari. Feses tidak disertai lendir/darah. Demam terjadi sejak 3 hari sebelum demam dan naik turun. Klien sudah dibawa ke Dokter tapi tidak sembuh.
176. Saat ini klien dibawa ke RS karena kejang dan tidak sadarkan diri. Kejang yang dialami klien terjadi tangal 3 Juli 2002 pagi hari (pk. 09.00 WIB) saat demam, selama l.k 2 menit. Kejang tonik disertai dengan keluarnya ludah dari mulut klien. Klien tidak mengalami cyanosis dan tidak mampu menangis setelah kejang. Kejang hilang dengan sendirinya dan hanya terjadi satu kali. Kejang tidak terjadi lagi hingga klien masuk dirumah sakit, tetapi kesadaran klien tetap menurun. (GCS : M 2 V 1 E 2)
177.178. 1.3 Riwayat Penyakit Dahulu179. Kilen tidak pernah menggalami kejang sebelumnya, klien tidak pernah
mengalami batuk pilek akhir-akhir ini. Pernah batuk pilek usia 2 bulan. 180.181. 1.4 Riwayat Penyakit Keluarga182. Tidak terkaji183.184. 1.5 Riwayat Tumbuh Kembang185. Klien telah bisa tengkurap186.187. 1.6 Pengkajian Sistem188. Sistem Integumen189. Subyektif : -190. Obyektif : kulit pucat, suhu tubuh 38,8OC, BB 6 kg, LK 45 cm, LD 43 Cm,
kemerahan pada kulit bokong dan punggung, popok basah191.192. Sistem Pulmonal193. Subyektif : -
194. Obyektif : Pernafasan cuping hidung, RR 36 X/menit (dengan bantuan oksigen 6 l/m) pola nafas eupnea, sputum banyak keluar dari mulut, penggunaan otot bantu pernafasan, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru basal kanan dan kiri.
195.196. Sistem Cardiovaskuler197. Subyektif : -198. Obyektif : Denyut nadi 124 X/menit, TD tidak terkaji.199.200. Sistem Neurosensori201. Subyektif : -202. (a) Obyektif : GCS menurun (V 2 M 1 E 2), refleks pupil positif isokhor,
reflek iris positif, Babinski 1 (-) Babinski 2 (+/?) refleks patella dalam batas normal, refleks palmar (+)
203.204. Sistem Musculoskeletal205. Subyektif : -206. Obyektif : tonus otot menurun, Kekuatan otot 3/3/3/3207. retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan208.209. Sistem genitourinaria210. Subyektif : -211. Obyektif : b.a.k 3-4 kali sehari, Jumlah urine banyak, warna kuning muda
volume tidak diketahui 212.213. Sistem digestif214. Subyektif : -215. Obyektif : b.a.b 1 kali sehari (?), konsistensi feses normal216.217. 1.7 Hasil Laboratorik218. Tanggal 3 Juli 2001; 23.50 WIB219. Hb : 8,3 mg% (11,4 – 15,1 mg%)220. Trombosit : 564 X 109/l (150 – 300 X 109/l )221. Leukosit : 29,7 X 109/l (4,3 – 11,3 X 109/l )222. PCV : 0, 26 ( 0,38-0,42 )223. Glukosa : 165 mg/dl ( < 200 )224.225. Elektrolit : 226. Kalium : 3,85 mEq/l ( 3,8 – 5,0 mEq /l)227. Natrium : 113 mEq/l (136 – 144 mEq/l)228.229. Analisa Gas Darah230. pH : 7, 396 (7,35 – 7,45 )231. pCO2 : 32,1 mmHg ( 25 – 45 mmHg)232. pO2 : 335,4 mmHg (80 – 104 mmHg)233. HCO3 : 4,2 mmol/l (< 4,25 mmol/l)234. O2 saturasi : 99,8 %235. CO2 saturasi : 20,2 mmol/l236. BE : - 5,7 (-3,3 -- +1,2)237.238. Terapi Pengobatan :
239. - Oksigen T-Piece 40 %240. - D5 ½ S 500 cc/24 jam241. - Sonde D5 3 X 25 cc242. ASI/PASI 5 X 25 cc243. - Cefotaxim 3 X 500 mg244. - Cloxacillin 3 X 500 mg245. - Dilantin 3 X 52 mg246. - Dexamethason 3 X 1 mg247. - Valium 2 mg (bila perlu)248. analisa Data
Data Etiologi MasalahDS : -DO : Na 133 mEq/l Riwayat diare
Diare
Pengeluaran Elektrolit berlebih intravekal :
Natium, Kalium
Kadar Natrium rendah
Keseimbangan cairan dan elektrolit
DS : -DO : Sputum pada mulut
Ronchii lapang basal paru
Invasi kuman penyakit
Per tahanan lokal : Produksi sputum berlebih
oleh sel goblet
Cairan sputum menumpuk pada bronkus terminalis &
bronkeolus
Sumbatan nafas
Bersihan Jalan Nafas
DS :-DO : Suhu tubuh 38,8 OC
Invasi kuman
Pertahanan tubuh nonspesifik : Pengeluaran
pirogen
Peningkatan sirkulasi perifer
Peningkatan Suhu tubuh
Thermoregulasi
DS : -DO : GCS (M2 V1 E 2) Tonus otot 3/3/3/3
Kondisi sakit, ketidakberdayaan
Pengaruh (depresi) SSP
Penururnan kesadaran
Resiko Cidera
Keselamatan
249.250. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
251. 1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret pada jalan nafas252. DS : -253. DO : - Terdapat secret/sputum pada mulut, Ronchii lapang basal paru
kanan kiri254.255. 2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d Hiponatremia sekunder
terhadap diare256. DS : -257. DO : - Natrium 133 mEq/l258. - Riwayat Diare (data sekunder)259.260. 3. Hiperthermia b.d proses penyakit261. DS : -262. DO : -Suhu tubuh 38,8 OC263.264. 4. Resiko tinggi injuri b.d penurunan kesadaran, kelemahan fisik265. DS : -266. DO : GCS 5 (M2 V1 E2), Tonus otot 3/3/3/3
267. PERENCANAAN268.Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret pada jalan nafasHasil yang diharapkan : Jalan nafas bersih
Rencana Tindakan RasionalKaji tanda-tanda vital; terutama pernafasan
Kaji bersihan jalan nafas : sputum, mulut, stridor, ronchii
Atur posisi klien : kepala hiperekstensi
Atur posisi klien : Trendelenburk
Lakukan fibrasi paru dan postural drainage
Lakukan penghisapan lendir tiap 3 jam atau bila perlu
Evaluasi hasil kegiatan tiap 3 jam atau bila perlu
Pernafasan merupakan karakteristik utama yang terpengaruh oleh adanya sumbatan jalan nafasPemantauan kepatenan jalan nafas penting untuk menentukan tindakan yang perlu diambilMeminimalkan resiko sumbatan jalan nafas oleh lidah dan sputumMerupakan mekanisme postural drainage, memfasilitasi pengeluaran secret paruRangsangan fisik dapat meningkatkan mobilitas secret dan merangsang pengeluaran secret lebih banyakEliminasi lendir dengan suction sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 10 menit, dengan pengawasan efek samping suctionMemasatikan tindakan/prosedur yang dilakukan telah mengurangi masalah pada klien
269.Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d Hiponatremia sekunder terhadap diareHasil yang diharapkan :
Kadar Natrium kembali normal Tidak terdapat tanda-tanda hiponatremia : kejang, penurunan kesadaran, kelemahan
Rencana Tindakan RasionalKaji adanya tanda/gejala hiponatremia
Kaji Intake dan output harian
Berikan ekstra cairan mengandung Natrium(kolaborasi dengan dokter)
Lakukan pemeriksaan elektrolit : Na minimal dua hari sekali
Gejala hiponatremia; terutama kejang sangat berbahaya bagi kondisi anak dan dapat memperberat kondisi serta menimbulkan cideraMemastikan kebutuhan cairan harian tercukupiMeningkatkan kadar Natrium dalam darah, koreksi dengan menghitung defisit Natrium (berdaraskan hasil laboratorium)Mengevaluasi hasil seluruh tindakan
270.
Hiperthermia b.d proses penyakitHasil yang diharapkan :- Suhu tubuh normal (36-37OC)
Rencana Tindakan RasionalKaji saat timbulnya demam
Kaji tanda-tanda vital tiap 3 jam atau lebih sering
Berikan kebutuhan cairan ekstra
Berikan kompres dingin
Kenakan pakaian minimal
Berikan terapi cairan intravena RL ½ Saline dan pemberian antipiretik
Atur suhu incubator
Mengidentifikasi pola demam
Acuan untuk mengetahui keadaan umum klien
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyakKonduksi suhu membantu menurunkan suhu tubuh
Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuhPemberian caiaran sangat penting bagi klien dengan suhu tinggi. Pemberian caiaran merupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini.Inkubator mampu mempengaruhi suhu lingkungan bayi; penting dalam proses konduksi dan evaporasi
271.272. 3. PELAKSANAAN DAN EVALUASI273. Tanggal 4 Juli 2001
Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret pada jalan nafasJam Implementasi Evaluasi
07.3007.45
07.50
07.5008.0008.0011.00
11.0511.1014.00
14.00
Mengkaji tanda-tanda vital : S : 38,6;P : 38 X/mMengkaji bersihan jalan nafas : sputum (+), stridor(+), ronchii (+) pada lapang basal paruMengatur posisi klien : kepala hiperekstensi, diganjal dengan kainMengatur posisi klien : TrendelenburkMelakukan fibrasi paru dan postural drainageMelakukan penghisapan lendir Mengkaji bersihan jalan nafas : sputum (+), stridor(+), ronchii (+) pada lapang basal paruMelakukan fibrasi paru dan postural drainageMelakukan penghisapan lendir Mengkaji bersihan jalan nafas : sputum (-), stridor(+), ronchii (+) minimal pada lapang basal paruMelakukan penghisapan lendir
Tanggal 4 Juli 2001; 14.00 WIBS : -O : lendir pada mulut berkurang
Stridor minimal (+) Ronchii grade I pada palang paru
A : Masalah belum teratasiP : Rencana tetap, dilanjutkan
274.Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d Hiponatremia sekunder terhadap diare
Jam Implementasi Evaluasi09.00
09.10
09.15
10.0012.10
Mengkaji adanya tanda/gejala hiponatremiaMengkaji Intake dan output harianMemberikan ekstra cairan mengandung Natrium(kolaborasi dengan dokter) : NS 60 ccMengkaji tanda kejang Mengkaji tanda kejang
S : -O : tanda klinis hiponatreima (-) Intake total 660 cc, Output l.k
500 ccA : Masalah teratasi sebagianP : Evaluasi elektrolit, kaji tanda
klinis hiponatremia
275.Hiperthermia b.d proses penyakit
Jam Implementasi Evaluasi
07.25
07.3009.0009.00
09.00
10.25
12.00
13.30
Mengkaji saat timbulnya demam : l.k 2 jam yang laluKaji tanda-tanda vital : S : 38,6Membuka selimut, mematikan mesin inkubator, membuka jendela sirkulasi inkubatorpemberian antipiretik : Pamol 60 mgMengkaji tanda vital : S ; 38,2OCMengkaji tanda vital : S : 37,8OCMengkaji tanda vital : S : 37,5OC
S : -O : Suhu tubuh 37,4OCA : Masalaha teratasiP : -
276.277.
278. Tanggal 5 Juni 2001Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret pada jalan nafas
Jam Implementasi Evaluasi07.30
07.45
07.50
07.50
08.00
08.0011.00
11.05
11.1014.00
14.00
Mengkaji tanda-tanda vital : S : 37,3;P : 38 X/mMengkaji bersihan jalan nafas : sputum (-), stridor(+), ronchii (+) minimal pada lapang basal paruMengatur posisi klien : kepala hiperekstensi, diganjal dengan kainMengatur posisi klien : TrendelenburkMelakukan fibrasi paru dan postural drainageMelakukan penghisapan lendir Mengkaji bersihan jalan nafas : sputum (-), stridor(-), ronchii (+) minimal pada lapang basal paruMelakukan fibrasi paru dan postural drainageMelakukan penghisapan lendir Mengkaji bersihan jalan nafas : sputum (-), stridor(-), ronchii (+) minimal pada lapang basal paruMelakukan penghisapan lendir
Tanggal 5 Juli 2001; 14.00 WIBS : -O : lendir pada mulut berkurang
Stridor (-) Ronchii grade I pada palang paru
A : Masalah belum teratasiP : Rencana tetap, dilanjutkan
279.Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d Hiponatremia sekunder terhadap diare
Jam Implementasi Evaluasi09.00
09.10
09.15
Mengkaji adanya tanda/gejala hiponatremiaMengkaji Intake dan output harianMengkaji hasil laboratorium : Na 138 mEq/l
S : -O : Na 138 mEq/lA : Masalah teratasi P : -
280.281. Kondisi anak stabil, Ronchii Grade I, Produksi sputum berkurang, tanda
kejang (-)282. Anak dipindah ke Ruang UPI Anak Lt. II283.