LAPROAN PENDAHULUAN DAN ASKEP PNEUMONIA
-
Upload
tia-nagzz-wbs -
Category
Documents
-
view
191 -
download
7
description
Transcript of LAPROAN PENDAHULUAN DAN ASKEP PNEUMONIA
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PNEUMONIA
DI RSUP SANGLAH
Oleh:
NI LUH SUCI NOVI ARIANI
NIM.P07120214021
D IV Keperawatan
Tingkat 2
Semester 3
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AJARAN 2014/2015
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1.1 Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut bawah. Bila
seseorang menderita pneumonia, nanah dan cairan mengisi alveoli
dalam paru yang mengganggu penyerapan oksigen, dan membuat sulit
bernapas (WHO, 2006). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang
mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh
masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk,
demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan
Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia
maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).
Pneumonia paling umum digunakan untuk menunjukkan infeksi
saluran napas bawah yang bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur
protozoa, atau parasit dan yang bisa didapat dari komunitas, perawatan
di rumah atau di rumah sakit (nosokomial) (Brashers, 2007: 101).
Pneumonia merupakan infeksi akut pada jaringan paru oleh
mikroorganisme, merupakan infeksi saluran napas bagian bawah yang
sebagian besar disebabkan oleh bakteri yang terjadi secara primer atau
sekunder setelah infeksi virus (Corwin, 2009: 541). Pneumonia adalah
proses inflamatori parenkim paru yang umum nya disebabkan oleh
agen infeksius (Smeltzer, 2001: 571). Pneumonia adalah suatu proses
peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian
rongga alveoli oleh eksudat (Somantri, 2007: 67). Pneumonia adalah
suatu peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam- macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Staf FKUI,
2006).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pneumonia adalah penyakit radang
paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Bahan
kimia atau agen lain bisa menyebabkan paru menjadi meradang.
Pneumonia berpotensi fatal lainnya dapat dihasilkan dari makanan
atau inhalasi cair (pneumonia aspirasi). Hanya mempengaruhi
beberapa pneumonia lobus paru (pneumonia lobaris), namun ada juga
yang menyebar lebih (bronkopneumonia). Nyeri dada, sputum
mukopurulen, dan meludah darah (hemoptisis) adalah tanda-tanda
umum dan gejala penyakit. Jika udara di paru digantikan oleh cairan
dan puing-puing inflamasi, jaringan paru kehilangan tekstur kenyal dan
menjadi bengkak dan membesar (konsolidasi). Konsolidasi
berhubungan terutama dengan pneumonia bakteri, bukan pneumonia
virus.
Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah jenis pneumonia
erat terkait dengan AIDS. Bukti terbaru menunjukkan bahwa hal itu
disebabkan oleh jamur yang berada di dalam atau pada kebanyakan
orang (flora normal), tetapi tidak menyebabkan kerugian selama
individu tetap sehat. Ketika sistem kekebalan tubuh mulai gagal,
organisme ini menjadi menular (oportunistik).
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris
dengan opasitas lobus atau lobularis.
b. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang
meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral
yang difus.
2. Berdasarkan faktor lingkungan :
a. Pneumonia komunitas
b. Pneumonia nosokomial
c. Pneumonia rekurens
d. Pneumonia aspirasi
e. Pneumonia pada gangguan imun
f. Pneumonia hipostatik
3. Berdasarkan sindrom klinis :
a. Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal
yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk
bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial
tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang
disertai konsolidasi paru.
b. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang
disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau
Legionella.
4. Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :
a.Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit
pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi
pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan
organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya
menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
b.Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia
nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa
pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus,
merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired
pneumonia.
c.Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan
lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia
diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut
lokasi anatominya saja.
d.Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan
berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensifitas
dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.
1.3 Etiologi
Etiologi pneumonia yaitu bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Berdasarkan anatomis dari struktur paru yang terkena infeksi,
pneumonia dibagi menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis
(bronkhopneumonia), dan pneumonia intersitialis (bronkiolitis).
Bronkhopneumonia merupakan penyakit radang paru yang biasanya
didahului dengan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas
dan disertai dengan panas tinggi. Keadaan yang menyebabkan
turunnya daya tahan tubuh, yaitu aspirasi, penyakit menahun, gizi
kurang/malnutrisi energi protein (MEP), faktor patrogenik seperti
trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak
sempurna merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya
bronkhopneumonia. Menurut WHO diberbagai negara berkembang
Streptococus pneumonia dan Hemophylus influenza merupakan bakteri
yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9%
aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah (Depkes,
2009)
Dari seluruh etiologi pneumonia, Streptococcus pneumonia adalah
merupakan etiologi tersering dari pneumonia bakteri dan yang paling
banyak diselidiki patogenesisnya. Jenis keparahan penyakit ini di
pengaruhi oleh beberapa faktor termasuk umur, jenis kelamin, musim
dalam tahun tersebut, dan kepadatan penduduk. Anak laki – laki lebih
sering terkena pneumonia dari pada anak perempuan (Prober, 2009)
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat
menimbulkan pneumonia sedang timbulnya setelah ada faktor- faktor
prsesipitasi yang dapat menyebabkan timbulnya.
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang
lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini:
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S.
aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti
Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini
disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus yang merupakan sebagai penyebab utama
pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis
menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan
biasanya ditemukan pada kotoran burung.
4. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi
seperti pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada
penderita AIDS.
1.4 Tanda dan Gejala
1. Pneumonia bakteri
Gejala awal :
- Rinitis ringan
- Anoreksia
- Gelisah
Berlanjut sampai :
- Demam
- Malaise
- Nafas cepat dan dangkal ( 50 – 80 )
- Batuk berdahak
- Ekspirasi bebunyi
- Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
- Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
- Leukositosis
- Foto thorak pneumonia lobar
2. Pneumonia virus
Gejala awal :
- Batuk
- Rinitis
Berkembang sampai
- Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam
tinggi, batuk hebat dan lesu
- Emfisema obstruktif
- Ronkhi basah
- Penurunan leukosit
3. Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
- Demam
- Mengigil
- Sakit kepala
- Anoreksia
- Mialgia
Berkembang menjadi :
- Rinitis
- Sakit tenggorokan
- Batuk kering berdarah
- Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak
1.5 Patofisologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja,
dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi,
orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi
virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ
paru.
Kerusakan jaringan paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan
peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara
langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah. Pneumonia
bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru,
ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru
(tiga di paru kanan, dan dua di paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari
jaringan paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Pneumonia adalah bagian dari penyakit infeksi
pneumokokus invasif yang merupakan sekelompok penyakit karena
bakteri streptococcus pneumoniae. Kuman pneumokokus dapat
menyerang paru selaput otak, atau masuk ke pembuluh darah hingga
mampu menginfiltrasi organ lainnya. infeksi pneumokokus invasif
biasa berdampak pada kecacatan permanen berupa ketulian, gangguan
mental, kemunduran intelegensi, kelumpuhan, dan gangguan saraf,
hingga kematian.
1.6 PATHWAY PNEUMONIA
Virus, bakteri, jamur, protozoa, teraspirasi
Radang pada parenkim paru
Cairan masuk ke alveoli
Respon inflamasi pada alveolar paru
Pe produksi mukus
hiperplasia sel goblet dan
disfungsi silia
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
B1
Akumulasi mucus pada
saluran pernafasan
Inhalasi droplet pada saluran nafas bagian atas
Metabolisme anaerob
Terjadi hipoksia,
hiperkarbi
Eksudasi dalam alveoli
B3B2
Pelepasan pirogen endogen
Gangguan Rasa Nyaman (nyeri akut)
Medula spinalis
Berikatan dengan
reseptor IP3
Pelepasan mediator kimia: prostaglandin,
histamine, bradikinin
B5
Akumulasi secret pada
saluran pernapasa
n
B6
Bau dan rasa sputum
di mulut
Nafsu makan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Pe suplai O2 ke otot
Terganggunya proses
metabolisme di tubuh
Energy yang dihasilkan
Kelemahan fisik
Ketidakefektifan pola
pernapasan
Hipertermi
Intoleran Aktivitas
Masuk hipotalamus melalui sirkulasi
Metabolisme menjadi
prostaglandin
Pelepasan asam
arakidonat
Perubahan termostat
hipotalamu
Bakteri/virus masuk saluran nafas bawah
Daya tahan tubuh lemah
Impuls nyeri diantar ke
SSP melalui serabut saraf
Thalamus
Korteks serebri
Infeksi saluran
pernafasan bawah
Dilatasi pembuluh
darah
Eksudat plasma masuk alveoli
Hiperventilasi
Dispneu
Retraksi dada / nafas cuping
Gangguan difusi dalam
plasma
Gangguan Pertukaran
Gas
1.7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Chest X-ray: Teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus
dan bronchial); dapat juga menunjukkan multipel
abses/infiltrate (bakterial); atau penyebaran/ekstensif nodul
infiltrate (sering kali viral), pada pneumonia mycoplasma chest
x-ray mungkin bersih.
Gambaran radiologi : Foto toraks merupakan pemeriksaan
penunjang yang sangat penting. Foto toraks saja tidak dapat
secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi. Gambaran
konsolidasi dengan air bronchogram (pneumonia lobaris),
tersering disebabkan oleh streptococcus pneumonia. Gambaran
radiologis pada pneumonia yang disebabkan clebsibella sering
menunjukan adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan, kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran
lainya dapat berupa bercak daan cavitas. Kelainan radiologis
lain yang khas yaitu penebalan (bulging) fisura inter lobar.
Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering
memperlihatkan adanya infiltrasi bilateral atau gambaran
bronchopneumonia. Firus dan mycoplasma sering
menyebabkan pneumonia interstisial terutama radang sptum
alveola. Pada pemeriksaan radiologis terlihat gambaran
retikuler yang difus.
b. Pemeriksaan khusus : Titer antibody terhadap virus
Menurut American Thoracic Society (1993), diagnosis
pneumonia ditegakkan bila didapatkan 2 dari 3 gejala berikut:
demam (> 37,8oC), batuk dan sputum purulen, leukositosis, dan
hasil rontgen paru menunjukkan adanya infiltrat baru,
perubahan infiltrat progresif.
Menurut Elderly (1997) diagnosis pneumonia ditegakkan
berdasarkan 2 kriteria: Kriteria mayor: batuk, sputum produktif,
demam dan Kriteria minor: sesak nafas, nyeri dada, tanda
konsolidasi paru (fisik), leukositosis (>12000).
c. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru
Fungsi paru-paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar): tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas
pemenuhan udara menurun, hipoksemia.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis gas darah (Analysis Blood Gasses –ABGs) dan Pulse
Oximetry: abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya
kerusakan paru-paru.
2) Pewarnaan Gram/Culture Sputum dan Darah: didapatkan
dengan needle biopsy, aspirasi transtrakeal, fiberoptic
bronchoscopy, atau biopsy paru-paru terbuka untuk
mengeluarkan organisme penyebab. Lebih dari satu tipe
organisme yang dapat ditemukan, seperti Diplococcus
pneumonia, Staphylococcus aureus, A. hemolytic streptococcus,
dan Hemophilus influenzae.
3) Periksa Darah Lengkap (Complete Blood Count—CBC):
leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah
putih (white blood count—WBC) rendah pada infeksi virus.
4) Tes Serologi: membantu dalam membedakan diagnosis pada
organisme secara spesifik.
5) LED: meningkat, tanda adanya infeksi.
6) Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
7) Bilirubin: mungkin meningkat.
1.8 Penatalaksanaan Medis
Menurut Corwin (2009: 544) , Brashers (2007: 104), dan Smeltzer
(2001: 575) penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada
penyebab, sesuai yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan sampel
sputum prapengobatan. Terapi yang dapat dilakukan antara lain:
a. Farmakologi
1) Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakteri. Pneumonia lain
dapat diobati dengan antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi
bakteri sekunder yang dapat berkembang dari infeksi asal,
misalnya penisilin G merupakan antibiotik pilihan untuk infeksi
oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk
eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga,
trimetoprimsulfametoksazol (Bactrim).
2)Oksigen dan hidrasi bila ada indikasi.
b. Nonfarmakologi
1) Istirahat
2) Perbaikan nutrisi
3) Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
4) Teknik napas dalam dan batuk efektif, fisioterapi dada bila
tersedia.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Data Fokus
1) Anamnese
a. Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama,
tanggal lahir, usia, berat badan, tinggi badan.
Keluhan Utama pasien
Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu,
riwayat kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta
riwayat sosial klien, dan juga Riwayat lingkungan klien.
Pola kebiasaan pasien , kaji pola nutrisi, pola eleminasi,
pola istirahat dan tidur, pola aktivitas dan latihan , serta
pola kerja.
b. Orang tua
Mencakup nama, umur, alamat, pekerjaaan, riwayat
kehamilan serta riwayat kesehatan keluarga
c. Keluhan pasien saat ini
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah,
rewel, dan sesak nafas.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign : Tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan
b. Kesadaran : GCS (eye, motorik, dan verbal)
c. Keadaan Umum:
- Sakit atau nyeri (P, Q, R, S, T)
- Status Gizi (Gemuk, normal atau kurus): BB dan TB.
- Sikap : Tenang, gelisah atau menahan nyeri.
d. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
Pada pemeriksaan kali ini berfokus pada bagian thorak yang
mana dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Inspeksi: Perlu diperhatikan Frekwensi pernapasan apakah
adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan
cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula
nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat
menarik napas. Nafas cepat pada orang dewasa lebih dari
16-24 x/menit. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding
dada kedalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat,
tarikan dinding dada akan tampak jelas.
2. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin
membeasar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi
yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan
(tachichardia)
3. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
4. Auskultasi: mendengar suara nafas abnormal seperti
ronchi atau wheezing.
3) Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan
dasar diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila
diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi
dan anak yang kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai
dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak
ditemukan apa – apa tetapi gambaran foto thoraks menunjukkan
pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara
pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis
yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ;
konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air
bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus
atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya karena virus
atau Mycoplasma, gambaran berupa corakan bronchovaskular
bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila berat
terjadi pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran
pneumonia karena S aureus dan bakteri lain biasanya
menunjukkan gambaran bilateral yang diffus, corakan
peribronchial yang bertambah, dan tampak infiltrat halus sampai
ke perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan
dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan
Mycoplasma akan memberi gambaran berupa infiltrat retikular
atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus. Ketepatan
perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih
dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrat alveolar
menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi
antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan
dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri,
dapat pula karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED)
dan C reaktif protein juga menunjukkan gambaran tidak khas.
Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita pneumonia
dengan empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum kurang
berguna. Biakan darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi
untuk Pneumococcus dan H. Influienzae kemungkinan positif 25
–95%. Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai
spesifitas dan sensitifitas rendah.
1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d inflamasi trachea bronchial, pembentukan edema, ditandai dengan dipsnea dan adanya secret.
2. Pola napas tidak efektif b.d peradangan ditandai dengan dispnea3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk
menetap.6. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen
untuk aktifitas sehari-hari.
1.3 INTERVENASI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan NANDA, Kriteria Hasil NOC dan Intervensi Keperawatan
NIC
No Diagnosa Keperawatan
NANDA
Kriteria Hsil
NOC
Intervensi Keperawatan
NIC
1. BERSIHAN JALAN
NAPAS TIDAK EFEKTIF
Definisi : Ketidakmampuan
membersihkan sekresi atau
sumbatan dari saluran
pernapasan untuk
mempertahankan kebersihan
jalan napas
Batasan karakteristik :
Batuk tidak ada
Bunyi napas tambahan
Status Pernapasan :
Ventilasi
Frekuensi napas
IER*
Irama napas IER
Kedalaman
inspirasi
Pengembangan
dada simetris
Kenyamanan
bernapas
Keluaran sputum
Pengisapan Jalan Napas
Aktivitas :
Tentukan kebutuhan untuk
suction mulut dan/atau trakea.
Auskultasi nafas sebelum dan
sesudah pengisapan.
Memberitahukan kepada pasien
dan keluarga tentang
pengisapan.
Aspirasi nasoparing dengan
tabung syringe atau bulb atau
alat yang sesuai.
Perubahan dalam
frekuensi napas
Perubahan dalam
irama pernapasan
Sianosis
Kesulitan bersuara
Penurunan bunyi
napas
Dyspnea
Sputum terlalu banyak
Batuk tidak efektif
Orthopnea
Kegelisahan
Mata terbelalak
( melihat)
Faktor yang berhubungan :
1. Lingkungan
Perokok pasif
Menghirup asap
rokok
Merokok
Adanya tahanan /
hambatan
Sekresi dalam
bronkus
2. Hambatan Jalan Napas
Spasme jalan
napas
Mukus terlalu
banyak
Eksudat dalam
dari jalan napas
Vokal adekuat
Pengeluaran udara
Penggunaan otot
aksesoris/tambahan
tidak ada
Suara napas
tambahan tidak ada
Penarikan dada
tidak ada
Pengerutan bibir
pada saat bernapas
tidak ada
Dispnea saat
istirahat tidak ada
Dispnea dengan
pengerahan tenaga
tidak ada/hilang
Orthopnea tdak
ada/hilang
Napas pendek
tidak ada/hilang
Fremitus tidak
ada/hilang
Suara perkusi tidak
ada/hilang
Auskultasi suara
napas, IER
Auskultasi
vokalisasi, IER
Bronchopony IER
Egophony IER
Sediakan pemberian obat yang
sesuai.
Gunakan tindakan pencegahan
universal : sarung tangan,
pelindung mata, dan masker
yang sesuai.
Masukkan nasal airway untuk
memudahkan penyerapan
nasotrakea.
Ajarkan pasien untuk
mengambil nafas dalam sebelum
pengisapan nasotrakea dan
menggunakan oksigen sebagai
pelengkap, yang sesuai.
Hiperoksigen dengan 100%
oksigen, menggunakan
ventilator atau ventilator
manual.
Menghirup udara kira-kira 1
sampai 1,5 kali volume tidal
menggunakan ventilator
mekanik, jika dibutuhkan.
Gunakan peralatan yang steril
untuk setiap prosedur suction
trakea.
Pilih kateter suction yang
diameternya 1,5 dari tuba
endotrakea, tuba trakeostomi,
atau jalan nafas pasien.
Ajarkan pasien secara pelan-
pelan, ambil nafas dalam selama
memasukkan kateter suction
alveoli
Benda asing dalam
jalan napas
Adanya jalan
napas buatan
3. Fisiologi
Alergi pada jalan
napas
Asma
Penyakit obstruksi
paru kronik
Hiperplasia
dinding bronkus
Infeksi
Disfungsi
neuromuskular
Suara berbisik di
dada, IER
Volume tidal IER
Kapasitas vital IER
Hasil X ray dada
IER
Tes fungsi IER
Lainnya)
melalui rute nasotrakea.
Biarkan pasien terhubung
dengan ventilator selama
suction, jika suction dekat trakea
Gunakan tekanan terendah dari
suction dinding untuk
mengeluarkan sekresi ( antara 8
sampai 100 mm Hg untuk
dewasa).
Amati status oksigenasi pasien
( tingakt SaO2 dan SvO2) dan
status hemodinamik (tingkat
MAP dan irama jantung) segera
sebelum, selama, dan sesudah
suction.
Batasi waktu masing-masing
suction trakea selama kebutuhan
untuk mengeluarkan sekresi dan
perhatikan respon pasien
terhadap suction.
Berikan kesempatan bernafas
dan oksigen yang berlebih antara
sebelum dan dan sesudah akhir
suction.
Suction oropharing setelah
trakea selesai, jika dibutuhkan.
Hentikan suction dan berikan
suplai oksigen jika pasien
mengalami bradikardia,
penambahan pada etcopy
ventricular, dan/atau desaturasi.
Ubah teknik suction, sesuai
respon klinis pasien.
catatan Jenis dan jumlah volume
sekresi.
Gunakan sekresi untuk kultur
dan sensitivitas tes,
Ajarkan pasien dan/ atau
keluarga bagaimana menghisap
jalan nafas, dengan tepat
a. Batuk Efektif
Aktivitas :
Monitor hasil tes fungsi paru,
kapasitas vital, kekuatan
maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi
Kaji pasien untuk duduk dengan
posisi kepala sedikit fleksi, bahu
dalam kondisi rileks, dan lutu
fleksi
Dorong pasien untuk bernafas
dalam beberapa kali
Dorong pasien nafas dalam,
tahan beberapa detik dan
batukan dua sampai tiga kali
Ajarkan pasien untuk menghirup
dalam, tekukan kedepan dan
ucapkan ”huff” sebanyak 2-3
kali
Ajarkan pasien menghirup
dalam beberapa waktu, lalu
keluarkan pelan-pelan lalu di
akhiri dengan batuk
Tingkatkan hidrasi sistemik.
2. KETIDAKEFEKTIFAN
POLA NAPAS
Definisi : inspirasi dan atau
ekspirasi yang tidak
menyediakan ventilasi yang
adekuat.
Batasan Karakteristik
- Napas dalam
- Perubahan gerakan
dada
- Mengambil posisi tiga
titik
- Bradipneu
- Penurunan tekanan
ekspirasi
- Penurunan tekanan
inspirasi
- Penurunan ventilasi
semenit
- Penurunan kapasitas
vital
- Dispneu
- Peningkatan diameter
anterior-posterior
- Napas cuping hidung
- Ortopneu
- Fase ekspirasi yang
lama
- Pernapasan pursed-lip
- Takipneu
NOC
Status Pernapasan:
Kepatenan Jalan
Napas
Demam tidak ada
Ansietas tidak ada
Sesak tidak ada
Frekuensi napas
IER*
Irama napas IER
Keluaran sputum
dari jalan napas
Tidak ada suara
napas tambahan
Lainnya
NIC:
Managemen Jalan Napas
Aktivitas :
Buka jalan nafas dengan teknik
mengangkat dagu atau dengan
mendorong rahang sesuai
keadaan
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi yang
potensial
Identifikasi masukan jalan nafas
baik yang aktual ataupun
potensial
Masukkan jalan nafas/
nasofaringeal sesuai kebutuhan
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction/pengisapan
Dorong nafas dalam, pelan dan
batuk
Ajarkan bagaimana cara batuk
efektif
Kaji keinsetifan spirometer
Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya ventilasi yang turun atau
yang hilang dan catat adanya
bunyi tambahan
Lakukan pengisapan endotrakeal
atau nasotrakeal
Beri bronkodilator jika
diperlukan
Ajarkan pasien tentang cara
- Penggunaan otot-otot
bantu untuk bernapas
Faktor yang berhubungan
- Ansietas
- Posisi tubuh
- Deformitas tulang
- Deformitas dinding
dada
- Kerusakan kognitif
- Kelelahan
- Hiperventilasi\
- Sindrom hipoventilasi
- Kerusakan
muskuloskeletal
- Imaturitas neurologis
- Disfungsi
neuromuskular
- Obesitas
- Nyeri
- Kerusakan persepsi
- Kelelahan otot-otot
respirasi
- Cedera tulang
belakang
penggunaan inhaler
Beri aerosol, pelembab/oksigen,
ultrasonic humidifier jika
diperlukan
Atur intake cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan
cairan
Posisikan pasien untuk
mengurangi dispnu
Monitor pernafasan dan status
oksigen
a. Terapi Oksigen
Aktifitas:
Bersihkan mulut, hidung dan
trakea dari sekret
Pertahankan kepatenan jalan
napas
Atur peralatan oksigenasi
Atur posisi pasien untuk
mengoptimalkan pernapasan
Berikan oksigen sesuai order,
jika diperlukan
Monitor kepatenan aliran
oksigen
Observasi adanya tanda-tanda
terjadinya hipoventilasi
Monitor terjadinya tanda-tanda
keracunan oksigen
Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Monitor saturasi oksigen
Monitor pola napas pasien
Pantau tanda=tanda vital
sebelum dan sesudah pemberian
terapi oksigen
Amati adanya sianosis jaringan
3. HIPERTERMIA
Definisi :suhu tubuh
meningkat melebihi batas
normal
Batasan karakteristik:
- konvulsi
- kulit memerah
- peningkatan suhu tubuh
diatas normal
- kejang
- takikardi
- takipnea
- diraba hangat
Faktor yang berhubungan :
- anestesi
- penurunan keringat
- dehidrasi
- terpapar lingkungan
yang panas
- pakaian yang tidak layak
- peningkatan
metabolisme
- penyakit
- pengobatan
- trauma
- aktivitas yang
NOC:
Termoregulasi
Temperatur kulit
IER*
Temperatur
tubuh WNL*
Tidak adanya
sakit kepala
Tidak adanya
ngilu pada otot
Tidak adanya
iritabilitas
Tidak adanya
perasaan
mengantuk
Tidak adanya
perubahan warna
kulit
Tidak adanya
kejang pada otot
Adanya tonjolan
buli roma ketika
dingin
Berkeringat
ketika panas
Menggigil ketika
dingin
Angka denyutan
NIC:
Pengobatan demam
aktivitas :
Pantau suhu berkali-kali jika
diperlukan
Pantau kehilangan cairan yang
tidak sadar
Adakan pemantauan suhu secara
berkelanjutan, jika diperlukan
Pantau warna kulit dan suhu
Pantau tekanan darah, nadi dan
pernafasan, jika diperlukan
Pantau untuk penurunan tingkat
kesadaran
Pantau aktivitas berlebihan
Pantau kadar WBC, Hgb dan
Hct
Pantau intake dan output
Pantau adanya abnormalitas
elektrolit
Oantau ketidakseimbangan asam
basa
Pantau adanay irama jantung
Atur pengobatan dengan anti
piretik, jika diperlukan
Tutup pasien dengan selimut,
jika hanya diperlukan
Atur spon mandi suam-suam,
berlebihan IER
Angka
pernapasan IER
Kecukupan
hidrasi
Melaporkan
kenyamanan
tingkat panas
Lainnya
______(tetapkan)
jika diperlukan
Anjurkan peningkatkan asupan
cairan oral, jika diperlukan
Atur cairan IV, jika diperlukan
Gunakan kantong es yang
ditutup dengan handuk pada
lipatan paha dan ketiak
Tingkatkan sirkulasi udara
dengan menggunakan kipas
angin
Anjurkan atau atur kebersihan
oral, jika diperlukan
Berikan pengobatan yang tepat
untuk mencegah atau
mengontrol gemetaran
Atur oksigen, jika diperlukan
Tempatkan pasien pada bagian
hipotermia, jika diperlukan
Pantau selalu suhu untuk
mencegah indikasi hipotermia
a. Regulasi Temperatur
Aktivitas :
Monitor temperatur tiap 2 hari
Monitr temperatur BBL hingga
stabil
Selalu sediakan alat untuk
memonitr suhu inti
Monitor tekanan darah, nadi dan
respirasi
Monitor warna kulit dan
temperatur
Monitor dan laporkan tanda dan
gejala hipotermia dan
hipertermia
Pantau asupan nutrisi dan cairan
yang adekuat
Bedung BBl langsung estela
lahir untuk mencegah
kehilangna panas
Jaga kehangatan suhu tubuh
BBL
Pakaikan stockinette cap untuk
emncegah kehilangan panas
BBL
Ajarkan pasien cara ntuk
mencegah kelebihan dan strok
panas
Tempatkan BBL dalam ruangan
isolasi atau dibawah
penghangat bila perlu
Diskusikan pentingnya
termoregulasi dan
kemungkinan efek negatif dari
dingin yang berlebihan
Ajarkan pasien, terutama pasien
lansia, cara mencegah
hypotermi jira terexpose udara
ddingin
Ajarkan indikasi dari keletihan
dan penatalaksanaan
emergency yang tepat
Ajarkan indikasi dari
hypotermia dan
penatalaksanaan emergency
yang tepat
Guakan matras panas dan
kantong hangat untuk
mengatur perubahan suhu
tubuh
Atur temperatur lingkungan
sesuai kebutuhan pasien
Beri obat yang tepat untuk
mencegah atu kontrol
menggigil
Atur pemberian obat anti piretik
Gunakan matras dingin dan
mandi air hangat untuk
mengatur perubahan
temperatur.
4. NYERI AKUT
Defenisi:
Pengalaman emosional dan
sensori yang tidak
menyenangkan yang muncul
dari kerusakan jaringan
secara aktual dan potensial
atau menunjukkan adanya
kerusakan (Assosiation for
Study of Pain) : serangan
mendadak atau perlahan dari
intensitas ringan sampai berat
yang diantisipasi atau
diprediksi durasi nyeri kurang
dari 6 bulan.
NOC:
Kontrol Nyeri
Menilai factor
penyebab
Recognize lamanya
Nyeri
Gunakan ukuran
pencegahan
Penggunaan
mengurangi nyeri
dengan non
analgesic
Penggunaan
analgesic yang
tepat
Gunakan tanda –
NIC:
Managemen Nyeri
Aktivitas :
Lakukan penilaian nyeri secara
komprehensif dimulai dari
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
dan penyebab.
Kaji ketidaknyamanan secara
nonverbal, terutama untuk
pasien yang tidak bisa
mengkomunikasikannya secara
efektif
Pastikan pasien mendapatkan
perawatan dengan analgesic
Gunakan komunikasi yang
Batasan Karakteristik:
Melaporkan nyeri
secara verbal dan
nonverbal
Menunjukkan
kerusakan
Posisi untuk
mengurangi nyeri
Gerakan untuk
melindungi
Tingkah laku berhati-
hati
Muka topeng
Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek,
sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
Fokus pada diri
sendiri
Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan
proses berfikir,
penurunan interaksi
dengan orang dan
lingkungan )
Tingkah laku distraksi
(jalan-jalan, menemui
orang lain, aktifitas
berulang)
Respon otonom
(diaporesis, perubaha
tanda vital
memantau
perawatan
Laporkan tanda /
gejala nyeri pada
tenaga kesehatan
professional
Gunkan sumber
yang tersedia
Menilai gejala dari
nyeri
Gunakan catatan
nyeri
Laporkan bila
nyeri terkontrol
terapeutik agar pasien dapat
menyatakan pengalamannya
terhadap nyeri serta dukungan
dalam merespon nyeri
Pertimbangkan pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
Tentukan dampak nyeri terhadap
kehidupan sehari-hari (tidur,
nafsu makan, aktivitas,
kesadaran, mood, hubungan
sosial, performance kerja dan
melakukan tanggung jawab
sehari-hari)
Evaluasi pengalaman pasien
atau keluarga terhadap nyeri
kronik atau yang mengakibatkan
cacat
Evaluasi bersama pasien dan
tenaga kesehatan lainnya dalam
menilai efektifitas pengontrolan
nyeri yang pernah dilakukan
Bantu pasien dan keluarga
mencari dan menyediakan
dukungan.
Gunakan metoda penilaian yang
berkembang untuk memonitor
perubahan nyeri serta
mengidentifikasi faktor aktual
dan potensial dalam
mempercepat penyembuhan
Pilihlah variasi dari ukuran
pengobatan (farmakologis,
tekanan darah,
perubahan nafas, nadi
dilatasi pupil)
Perubahan otonom
dalam tonus otot
(dalam rentang lemah
ke kaku)
Tingkah laku
ekspresif (gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel,
nafas panjang,
mengeluh)
Perubahan dalam
nafsu makan
Faktor yang berhubungan :
Agen cedera (biologi,
psikologi, kimia,
fisika)
nonfarmakologis, dan hubungan
atar pribadi) untuk mengurangi
nyeri
Pertimbangkan tipe dan sumber
nyeri ketika memilih metoda
mengurangi nyeri
Menyediakan analgesic yang
dibutuhkan dalam mengatasi
nyeri
Menggunakan Patient-
Controlled Analgesia (PCA)
Gunakan cara mengontrol nyeri
sebelum menjadi menyakitkan
(puncak nyeri)
Pengobatan sebelum beraktivitas
untuk meningkatkan partisipasi ,
tapi evaluasi resiko pemberian
obat penenang
Pastikan pretreatmen strategi
analgesi dan/ non-farmakologi
sebelum prosedur nyeri hebat
Kaji tingkat ketidaknyamanan
bersama pasien, catat perubahan
dalam catatan medis dan
informasikan kepada tenaga
kesehatan yang lain
Evaluasi efektifitas metoda yang
digunakan dalam mengontrol
nyeri secara berkelanjutan
Modifikasi metode kontrol nyeri
sesuai dengan respon pasien
Anjurkan untuk istirahat/tidur
yang adekuat untuk mengurangi
nyeri
a. Pemberian Analgetik
Aktifitas:
Menentukan lokasi ,
karakteristik, mutu, dan
intensitas nyeri sebelum
mengobati pasien
Periksa order/pesanan medis
untuk obat, dosis, dan frekuensi
yang ditentukan analgesik
Cek riwayat alergi obat
Mengevaluasi kemampuan
pasien dalam pemilihan obat
penghilang sakit, rute, dan dosis,
serta melibatkan pasien dalam
pemilihan tersebut
Utamakan pemberian secara IV
dibanding IM sebagai lokasi
penyuntikan, jika mungkin
Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian obat narkotik
dengan dosis pertama atau jika
ada catatan luar biasa.
Cek pemberian analgesik selama
24 jam untuk mencegah
terjadinya puncak nyeri tanpa
rasa sakit, terutama dengan nyeri
yang menjengkelkan
Menginformasikan individu
yang mendapatkan analgesik
narkotika,bahwa pasien akan
merasa mengantuk hingga 2
sampai 3 hari kemudian kembali
normal
Dokumentasikan respon pasien
tentang analgesik, catat efek
yang merugikan
Mengevaluasi dan
mendokumentasikan tingkat
pemberian obat penenang pada
pasien yang menerima opioids
Mengajari tentang penggunaan
analgesik, strategi ke
menurunkan efek samping, dan
harapan untuk keterlibatan
dalam membuat keputusan
dalam manajemen nyeri.
5. KETIDAKSEMIBANGAN
NUTRISI : KURANG
DARI KEBUTUHAN
Definisi:
Asupan nutrisi tidak
mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan metabolik
Batasan Karakteristik:
- BB kurang dari 20 %
atau lebih dibawah berat
badan ideal untuk tinggi
badan dan rangka tubuh
- Asupan makanan kurang
dari kebutuhan
NOC:
Status Gizi
- Asupan Makanan dan
Cairan
Pasien
menunjukkan
peningkatan nafsu
makan
Pasien
mempertahankan
meningkat BB
Menjelaskan
komponen diet
bergizi yang
NIC:
Manajemen Nutrisi
Aktivitas Keperawatan:
Ketahui makanan kesukaan pasien
Tentukan kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Pantau kandungan nutrisi dan
kalori pada catatan asupan
Timbang pasien pada interval yang
tepat.
Ajarkan metode untuk
perencanaan makanan
Ajarkan pasien tentang makanan
yang bergizi
metabolik, baik kalori
total maupun zat gizi
tertentu
- Kehilangan BB dengan
asupan makanan yang
adekuat
- Melaporkan asupan
makanan yang tidak
adekuat kurang dari
recommende daily
allvowance
Faktor yang berhubungan:
Ketidakmampuan untuk
menelan atau mencerna
makanan atau menyerap
nutrien akibat faktor biologis,
psikologis, atau ekonomi atau
beberapa faktor karena
sebagai berikut:
- Ketergantungan zat
kimia
- Kesulitan mengunyah
atau menelan
- Faktor ekonomi
- Intoleransi makanan
- Kebutuhan metabolik
tinggi
- Askes terhada makanan
terbatas
- Hilang nafsu makan
- Mual dan muntah
adekuat
Mengungkapkan
tekad untuk
mematuhi diet
Melaporkan tingkat
energi yang adekuat
Berikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
Jika pasien mengalami gangguan
menelan, maka ubah posisi pasien
semi fowler atau fowler tinggi
untuk memudahkan menelan,
biarkan pada posisi ini 30 menit
untuk mencegah aspirasi
Letakkan makanan pada bagian
mulut yang tidak bermasalah untuk
memudahkan menelan
Instrusikan pasien agar menarik
nafas dalam, perlahan dan menelan
secara sadar untuk mengurangi
mual dan muntah.
Tawarkan higiene mulut sebelum
makan
Berikan umpan balik positif
kepadan pasien menunjukan
peningkatan selera makan
Aktivtas kolaboratif:
Diskusikan dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein
atau kehilangan protein yang
mengalami ketidakadekutan
asupan protein atau kehilangan
protein
Diskusikan dengan dokter
kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makanan pelengkap, pemberian
makanan melalui slang, atau
nutrisi parenteral total agar asupan
kalori adekuat dapat dipertahankan
Rujuk ke dokter untuk menentukan
penyebab gangguan nutrisi.
6. INTOLERANSI
AKTIFITAS
Definisi:
Ketidakcukupan energi
fisiologis atau psikologis
untuk melanjutkan atau
menyesuaikan aktivitas
sehari-hari yang ingin atau
harus dilakukan.
Batasan Karakteristik:
Subyektif:
- Ketidakmampuan atau
dispnea saat beraktivitas
- Melaporkan keletihan
atau kelemahan secara
verbal
Obyektif:
- Frekuensi jantung atau
tekanan darah tidak
normal sebagai respoms
terhadap aktivitas
- Perubahan EKG yang
menunjukan aritmia atau
iskemia
Faktor yang berhubungan:
- Tirah baring dan
imobilitas
- Kelemahan umum
NOC:
- Toleransi terhadap
aktifitas.
- Self Care : ADLs
- Hasil yang
diharapkan :
- Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi
dan RR
- Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara
mandiri
NIC :
Energy management
Aktivitas:
Evakuasi respon pasien terhadap
aktivitas.
Berikan lingkungan yang tenang
dan batasi pengunjung selama fase
akut
Jelaskan pentingnya istitahat
dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbamgan
aktivitas dan istirahat.
Bantu aktivitas perawatan diri
yang diperlukan.
- Ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan oksigen
- Gaya hidup kurang
gerak
DAFTAR PUSTAKA
A.Gylys B, Wedding ME. (2009). Medical Terminology Systems A Body System
Approach. Philadelpia: F.A. Davis Company.
Baughman C Diane.2000, Keperawatan medical bedah, EGC, Jakrta
Behram, Kleigman, Alvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC
Betz, Sowden. (2002) Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC
Bukchech, Gloria, et al (2012). Nursing International Classification. Lowa :
Mosby
Carpenito. (2008). Ilmu Keperawatan Anak Edisi 3. Jakarta :EGC
Carpenito, Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan edisi 8, EGC , Jakarta
Carpenito, Lynda Juall (1995), Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
EGC, Jakarta
Depkes. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Laporan. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Publishing.
Doengoes, Marilyn (1989), Nursing Care Plans Second Edition, FA Davis
Company, Philadelphia
Doenges E Mailyn.1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaandan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. EGC, Jakarta
Jhonson, Marion. (2012). Outcome project Nursing Clasification NOC. St Louis
Missouri : Mosby
Kittredge M.(2000) The Respiratory System. Philadelphia: Chelsea House
Publishers.
Long, Barbara C (1989), Perawatan Medikal Bedah, Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjadjaran, Bandung
Luckmann’s Sorensen (1996), Medical Surgical Nursing, WB Saunders,
Philadelphia
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC.
Purnawan J. Dkk.1982,Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius.
FKUI
Riyadi S, Suharsono. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta:
Gosyen
Soeparman (1996), Ilmu Penyakit Dalam jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Sjamsuhidajat, R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi, EGC, Jakarta
Staf Pengajar FKUI. (2006) Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3. Jakarta:
Infomedika
Suriadi, Rita. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Penebar
Swada
WHO, UNICEF (2006). Pneumonia: The forgotten killer of children. Geneva:
WHO Press
Wiley, NANDA International. (2012). Nursing Diagnostig : Defenition and
Clasification 2012-2014. Jakarta : ECG
No DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NANDA
Kriteria Hasil
NOC
Intervensi Keperawatan
NIC
6 GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
Definisi:
Kelebihan atau kekurangan
oksigenasi atau eleminasi
karbon dioksida di membran
kapiler-kapiler.
Batasan Karakteristik:
Subjektif:
- Dispnea
- Sakit kepala pada saat
bangun tidur
- Gangguan pengelihatan
Objektif
- Gas darah arteri yang
tidak normal
- Ph arteri tidak norma;
- Ketidaknormalan
frekuensi, irama dan
kedalaman pernapasan
- Warna kulit tidak normal
(misalnya pucat dan
kehitaman)
- Konfusi
- Sianosis
- Karbon dioksida menurun
- Hipoksia
- Napas cuping hidung
- Gelisah
NOC : Respiratory Status
(Status pernapasan :
Gas exchange
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan adanya
perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan
- Berpartisispasi pada
tindakan untuk
memaksimalkan
oksigenasi
NIC : Airway Management
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan
kemudahan pernafasan
b. Observasi warna kulit, membran
mukosa dan kuku. Catat adanya
sianosis.
c. Kaji status mental
d. Awasi frekuensi jantung/ irama.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan
kenyamanan untuk mengurangi
demam dan menggigil
f. Tinggikan kepala dan dorong sering
mengubah posisi, nafas dalam, dan
batuk efektif
g. Kolaborasi pemberian oksigen
dengan benar sesuai dengan indikasi
- Somnolen
- Takikardia
Faktor yang berhubungan:
- Perubahan membran
kapiler-alveolar
- Ketidakseimbangan
perfusi-ventilasi