Untitled - Universitas Udayana

16

Transcript of Untitled - Universitas Udayana

Volume 6, Nomor 2, November 2020

ATRIUM: Jurnal Arsitektur adalah sarana komunikasi bidang Arsitektur berupa hasil penelitian, studi kepustakaan, maupun tulisan ilmiah terkini. Edisi perdana terbit pada Mei 2015 ISSN Cetak: 2442-7756 dan e-ISSN: 2684-6918 dengan frekuensi terbit dua kali dalam setahun, pada bulan Mei dan November.

Arti ATRIUM adalah ruang bersama, tempat berbagi para anggota dalam sebuah keluarga. ATRIUM sebagai salah satu konsep Arsitektur yang dikenal di berbagai belahan dunia dengan berbagai nama lokalnya ini dipilih untuk menamai jurnal yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Kristen Duta Wacana ini.

Jurnal ini berfokus pada kajian-kajian di bidang Arsitektur dalam bidang Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur, Perancangan Kota, Perumahan dan Permukiman, Sains Bangunan, Perancangan Arsitektur dan Desain Interior, Pendidikan Arsitektur, Arsitektur Nusantara, Kebencanaan, juga kajian-kajian interdisipliner yang berkaitan dengan bidang-bidang tersebut. Untuk itu, redaksi mengundang semua pihak yang terkait untuk berkontribusi dalam mempublikasikan artikel ilmiah yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Pengiriman naskah dapat dilakukan secara online melalui website atrium.ukdw.ac.id. Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut, silakan menghubungi email: [email protected].

Editorial Team

Editor in Chief

Titien Saraswati Universitas Kristen Duta Wacana, IndonesiaSinta ID

Co-Editor in Chief

Linda Octavia Universitas Kristen Duta Wacana, Indonesia Scopus ID

Essays and Reviews Editors

Mahatmanto Eko Prawoto Ni Ketut Ayu Siwalatri Mohammad Nanda Widyarta Indah Widiastuti Pancawati DewiArman FaslihMohammad Mochsen Sir Adimas Kristiadi

Scopus IDScopus IDScopus IDScopus IDScopus ID Scopus ID Scopus ID Scopus ID Sinta ID

Universitas Kristen Duta Wacana, IndonesiaUniversitas Kristen Duta Wacana, IndonesiaUniversitas Udayana, IndonesiaUniversitas Indonesia, IndonesiaInstitut Teknologi Bandung, IndonesiaUniversitas Gunadarma, IndonesiaUniversitas Halu Oleo, IndonesiaUniversitas Hasanuddin, IndonesiaUniversitas Kristen Duta Wacana, Indonesia

Editorial Staff

Septiawan Bagus Panglipur Universitas Kristen Duta Wacana, Indonesia

: 5989437

: 57222006867

: 56841551300 : 57222002582 : 57222363049 : 57214727417 : 57212092029 : 56641660100 : 57221031874 : 57218394375 : 6681493

Reviewer Board

Josef PrijotomoYuswadi SaliyaJohannes WidodoRyadi AdityavarmanAbidin KusnoAntariksaLilianny Sigit ArifinIwan SudradjatMaria Immaculata HidayatunRevianto Budi SantosaJohannes Adiyanto

Scopus ID

Scopus IDOrcid IDScopus IDScopus IDScopus IDScopus IDScopus IDScopus IDScopus ID

Universitas Katolik Parahyangan, IndonesiaUniversitas Katolik Parahyangan, IndonesiaNational University Singapore, SingaporeColorado State University, Amerika SerikatYork University, Toronto, CanadaUniversitas Brawijaya, IndonesiaUniversitas Kristen Petra, IndonesiaInstitut Teknologi Bandung, IndonesiaUniversitas Kristen Petra, IndonesiaUniversitas Islam Indonesia, IndonesiaUniversitas Sriwijaya, Indonesia

Redaksi menerima sumbangan artikel di bidang Arsitektur dan akan ditelaah oleh Mitra Bebestari. Artikel bukan plagiat dan menjadi tanggung jawab penulis apabila terbukti plagiat. Artikel yang dimuat merupakan pandangan penulis dan tidak mewakili pandangan Redaksi.

Editorial Office

Program Studi Arsitektur

Fakultas Arsitektur dan Desain

Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW)

Jl. dr. Wahidin Sudirohusodo 5-25, Yogyakarta 55224

Telepon: (0274) 563929 pesawat 504

Email: [email protected]

ATRIUM: Jurnal Arsitektur diterbitkan oleh:Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM)Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

: 55467073400

: 35794021500: 0000-0001-6149-2940: 6506151134: 57193347228: 6508090780: 57222229415: 57188573395: 53865516200: 57215526362

A t r I u m Jurnal arsitektur

DAFTAR ISI

Pengembangan Desain Sepeda Anak Usia 7-12 Tahun Menggunakan Metode Rapid Ethnography dan Scamper

Marcellino Aditya Mahendra, Rini Dharmastiti

73-79

Efektivitas Komunikasi Proses Pembelajaran Jarak Jauh (Daring)

Eka Widyaningsih

81-87

Service-Learning dalam Pendidikan Arsitektur: Momen Kritis dalam SuatuRefleksi

Sylviana Putri Sunario Soegondo, Lilianny S. Arifin

89-100

Identifikasi Pemanfaatan Arkade dan Implementasi GSB Nol diJakarta Barat Theresia Budi Jayanti, Irene Syona Darmady, Danang Priatmodjo 101-115

Identifikasi Kelayakan Ruang Sempadan Rel di Mejing dan Sedayu, Yogyakarta sebagai Ruang PublikAdinda Rafika Dani 117-130

Daya Dukung Lingkungan Terkait Pengolahan Limbah di Kampung BatikGiriloyo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta

131-139I Gusti Ayu Dwi Muliasari, Widiastuti

Volume 6, Nomor 2, November 2020

Strategi Meningkatkan Kualitas Pengajaran secara Daring

Analisis Koefisien Absorpsi dari Material Berbahan Dasar Limbah Kain Percadan Pelepah Pisang

Patricia P. Noviandri, Centaury Harjani, Adindra M. K. Astuti

141-148

149-160

Komunikasi Baru Biro Arsitek di Masa Pandemi dalam PandanganPostkolonialisme Homi K BhabhaGayuh Budi Utomo, Rully Damayanti, Dyan Agustin 161-167

Kesiapan Kampus untuk Kegiatan Perkuliahan yang Beradaptasi dalamEra New NormalEdward S. Sudharsono, Paulus Bawole 169-182

Sentuhan Arsitektur Nusantara pada Ilmu Konstruksi Bangunan,

Ch. Koesmartadi, Gustav Anandhita

EDITORIAL ATRIUM: Jurnal Arsitektur edisi kali ini terbit dalam suasana pandemi Covid-19 yang mengharuskan agar warga menjaga jarak dalam berinteraksi dengan warga lain. Hal ini berdampak besar pada penyelenggaraan pendidikan, juga perkuliahan di Program Studi Arsitektur. Tidak lain karena pendidikan selalu dilangsungkan dalam bentuk interaksi sosial, antara peserta didik dengan sesamanya maupun dengan pengajar dan staf pengelola lembaga pendidikannya. Dari sepuluh artikel yang diterbitkan dalam edisi ini, isu Covid-19 dan lingkungan hidup perkotaan merupakan topik-topik yang menarik untuk disimak. Sebagai pembuka, artikel dari Desain Produk membahas sustainable design yang dipahami sebagai memperlama pemakaian produk, dalam hal ini sepeda anak. Marcellino Aditya Mahendra dan Rini Dharmastiti berpendapat bahwa desain untuk anak seperti ini perlu bantuan orang tua yang paham mengenai pentingnya memperlama pemakaian suatu produk. EkaWidyaningsih memulai dengan mempertanyakan efektivitas komunikasi proses pembelajaran. Pertanyaan yang diajukannya adalah efektivitas komunikasi daring (online) dalam perkuliahan di studio, yang secara tradisional dilangsungkan dalam interaksi intensif dengan pembimbing. Studio sebagai tempat belajar yang khas dari mahasiswa arsitektur memerlukan strategi khusus, yang dalam artikel ini dicoba dengan berkolaborasi dengan mata kuliah lain di jenjang semester yang sama. Masih dalam topik pendidikan arsitektur, Sylviana Putri Sunario Soegondo dan Lilianny S. Arifin melaporkan eksperimen yang menarik dalam proses belajar mahasiswa. Proses belajar selalu memerlukan transformasi. Hal ini dilangsungkan melalui refleksi atas keterlibatan pengalaman personal ke dalam konteks sosial. Service learning yang dilakukan mahasiswa arsitektur semester kelima ini menganalisis catatan harian mereka sebelum dan sesudah berproses melalui analisis konten, sehingga pengetahuan yang semula implisit menjadi eksplisit. Kembali ke persoalan perkotaan, penelitian Theresia Budi Jayanti, Irene Syona Darmady dan Danang Priatmodjo menguak bahwa selama ini telah ada aturan yang mengatur lebar rencana jalan dan garis sempadan bangunan, namun belum ada aturan yg jelas untuk jalan dengan arkade. Hasil temuan studi menunjukkan terdapat pola-pola penerapan arkade dan GSB nol yang tidak kontinu sehingga perlu upaya usulan baik untuk penataan ataupun masukan bagi perangkat peraturan dalam rangka menjaga kesinambungan streetscape kawasan. Kembali masalah sempadan jalan mendapat perhatian dari Adinda Rafika Dani yang melakukan identifikasi ruang sempadan rel kereta di Yogyakarta. Artikelnya yang berjudul “Identifikasi Kelayakan Ruang Sempadan Rel di Mejing dan Sedayu, Yogyakarta sebagai Ruang Publik” membandingkan beberapa tempat yang sempadan rel keretanya dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk ruang publik. Dengan menggunakan kriteria keamanan, kenyamanan dan suasana relaks, diperoleh gambaran mana saja kawasan sempadan rel kereta yang layak, nyaman dan aman untuk dikembangkan sebagai ruang publik. Isu pencemaran limbah batik juga menarik perhatian I Gusti Ayu Dwi Muliasari dan Widiastuti

dalam laporannya yang berjudul “Daya Dukung Lingkungan Terkait Pengolahan Limbah Batik di Kampung Batik Giriloyo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta”. Hasil identifikasi mereka menghasilkan temuan mengenai kurangnya kesadaran masyarakat setempat akan dampak

limbah industri batik itu. Limbah dibuang begitu saja ke sungai atau dialirkan ke sumur tanpa filter sehingga mencemari air tanah permukiman. Melanjutkan penelitian sebelumnya, publikasi Patricia P. Noviandri, Centaury Harjani dan Adindra M. K. Astuti yang berjudul “Analisis Koefisien Absorpsi dari Material Berbahan Dasar Limbah Kain Perca dan Pelepah Pisang” memperlihatkan bahwa bahan dengan rongga yang lebih banyak memiliki koefisien absorpsi lebih tinggi. Kembali ke masalah respons terhadap wabah pandemi Covid-19, Ch. Koesmartadi dan Gustav Anandhita mencoba bersikap positif dalam memanfaatkan perkuliahan secara daring untuk kuliah Konstruksi Bangunan. Artikelnya yang berjudul “Sentuhan Arsitektur Nusantara pada Ilmu Konstruksi Bangunan; Strategi Meningkatkan Kualitas Pengajaran secara Daring” merupakan laporan mereka dalam melaksanakan perkuliahan daring. Metode pembelajaran seperti ini memperkaya baik pengajar maupun mahasiswa dalam memahami Arsitektur Nusantara. Bila pandemi Covid-19 ini menghambat komunikasi langsung, Gayuh Budi Utomo, Rully Damayanti dan Dyan Agustin justru melihatnya sebagai momen yang berharga: bebasnya ikatan keterbatasan yang selama ini terjadi dalam hal berkomunikasi. Hal itu bisa kita ikuti dalam artikelnya yang berjudul “Komunikasi Baru Biro Arsitek di Masa Pandemi dalam Pandangan Poskolonialisme Homi K. Bhabha”. Terakhir, Edward S. Sudharsono dan Paulus Bawole melaporkan penelitian mereka mengenai kampus dalam penyelenggaraan kuliah di dalam era New Normal. Dalam laporannya yang berjudul “Kesiapan Kampus untuk Kegiatan Perkuliahan yang Beradaptasi dalam Era New Normal; Studi Kasus: Ruang Studio Jurusan Arsitektur di Gedung Agape, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta” mereka menyimpulkan bahwa masih perlunya penataan ulang furniture. Selamat untuk para peneliti yang telah menerbitkan hasil penelitiannya dalam jurnal ini dan selamat membaca! Salam, Dewan Redaksi

131

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN TERKAIT PENGOLAHAN

LIMBAH BATIK DI KAMPUNG BATIK GIRILOYO,

KABUPATEN BANTUL, YOGYAKARTA

I Gusti Ayu Dwi Muliasari1, Widiastuti2 1. Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana,

Jl. P.B. Sudirman, Denpasar

2.Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

Jl. P.B. Sudirman, Denpasar

Email: [email protected], [email protected]

Abstrak

Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang masih mempertahankan warisan

budayanya, salah satu warisan budaya yang hingga kini masih menjadi kebanggaan adalah Batik.

Warisan budaya ini menjadi semakin diminati oleh banyak orang karena motifnya yang sangat

beragam dan biasanya motif batik tersebut menggambarkan ciri khas suatu daerah sehingga dapat

dijadikan sebagai buah tangan. Permintaan pasar yang semakin tinggi ini membuat produksi batik

semakin meningkat sehingga menimbulkan permasalahan baru yakni pencemaran lingkungan

sebagai akibat dari limbah pembuatan batik itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi cara pembuangan limbah batik di Kampung Batik Giriloyo, Yogyakarta, dan

menganalisis pengaruhnya terhadap kualitas lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif dan dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

produsen rumahan batik sebagian masih membuang limbahnya secara langsung ke sungai,

sebagian lagi membuangnya dalam sumur tanpa filtrasi, dan ada yang telah memiliki tempat

pembuangan yang memenuhi standard. Pembuangan di sungai mengakibatkan air sungai yang

kotor dan menyebabkan ikan di dalamnya mati. Pembuangan langsung ke tanah mengakibatkan

tanaman di sekitarnya mati. Sedangkan pembuangan di dalam sumur tanah tanpa filtrasi

menyebabkan pencemaran tanah dan dikhawatirkan mencemari air sumur terdekat.

Kata kunci: daya dukung lingkungan, Kampung Batik Giriloyo, limbah batik.

Abstract

Title: Carrying Capacity Related to Batik Waste Processing in Giriloyo Batik Village, Bantul

District, Yogyakarta

Yogyakarta is one of the areas in Indonesia that still maintains its cultural heritage, one of the

cultural heritages that is still a source of pride is Batik. This cultural heritage is increasingly in

demand by many people because of its very diverse motives and usually these batik motifs describe

the characteristics of an area so that they can be used as souvenirs. This higher market demand

has made batik production increase, causing new problems, namely environmental pollution as a

result of the waste of batik making itself. The purpose of this study was to determine how to

dispose of batik waste in Kampung Batik Giriloyo, Yogyakarta, and to analyze its impact on

environmental quality. This research uses qualitative research methods with a case study

approach. The results showed that some of the batik home producers still dispose of their waste

directly into the river, some of them dispose of it in wells without filtration, and some have

disposal sites that meet standards. Discharge in the river results in dirty river water and causes

the fish in it to die. Direct dumping into the soil causes the surrounding plants to die. Meanwhile,

disposal in soil wells without filtration causes soil contamination and there is a concern that it will

contaminate nearby well water.

Keywords: carrying capacity, Giriloyo Batik Village, batik waste.

ATRIUM, Vol. 6, No.2, November 2020, 131-139

132

Pendahuluan

Lingkungan hidup merupakan alam

bebas yang terdapat benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk

manusia dan perilakunya. Lingkungan

yang ada di muka bumi ini disediakan

bukan hanya untuk dinikmati oleh

manusia saja, namun juga untuk

makhluk hidup yang lain. Manusia

merupakan bagian dari lingkungan

yang tidak dapat dipisahkan, namun

hendaknya manusia dapat menjaga

lingkungan terhadap pelestarian,

keseimbangan, dan juga keindahan

alam tersebut. Pembangunan

berkelanjutan merupakan proses

pembangunan yang memiliki prinsip

dapat memenuhi kebutuhan sekarang

tanpa harus mengorbankan kebutuhan

dimasa yang akan datang. Dengan

adanya perkembangan berkelanjutkan

diharapkan tidak hanya memenuhi

kebutuhan saat ini saja namun juga

dapat memenuhi kebutuhan dimasa

yang akan datang sehingga anak dan

cucu kita juga dapat menikmatinya.

Daya dukung lingkungan sangat

dibutuhkan untuk melindungi

lingkungan dan untuk perkembangan

berkelanjutan. Daya dukung sendiri

mengacu pada pemanfaatan SDA

(Sumber Daya Alam) secara

maksimum tanpa menimbulkan efek

negatif, baik itu dampak negatif bagi

penikmat alam maupun bagi

masyarakat, ekonomi, serta budaya

daerah setempat. Perencanaan daya

dukung lingkungan meliputi aspek

fisik, biologis, sosial, dan psikologis

atau persepsi dari lingkungan itu

sendiri.

Indonesia merupakan negara

kepulauan yang kaya akan Sumber

Daya Alam dan merupakan negara

yang kuat akan warisan budayanya,

salah satu warisan budaya yang hingga

saat ini masih dipertahankan adalah

batik. Menurut Santosa Doellah, batik

merupakan sehelai kain yang dibuat

secara tradisional dan terutama juga

digunakan dalam matra tradisional,

memiliki beragam corak hias dan pola

tertentu yang pembuatannya

menggunakan teknik celup rintang

dengan lilin batik sebagai bahan

perintang warna.

Keberadaan industri batik di

Yogyakarta, tepatnya di Desa

Wukirsari memiliki sejarah yang

panjang, dimana awalnya dimulai dari

budaya menggunakan batik oleh

Kraton Yogyakarta yang sering

digunakan untuk mendukung kegiatan

di dalam Kraton dan ketika abdi dalem

berkunjung ke Makam Raja-Raja

Imogiri. Dimana letak makam raja-raja

ini berada diatas Desa Wukirsari

sehingga desa tersebut awalnya

ditugaskan untuk membuat batik

kraton namun seiring perkembangan

jaman, Kampung Batik Giriloyo mulai

terkenal sebagai sentra kerajinan batik

tulis.

Warisan budaya ini menjadi semakin

diminati oleh banyak orang karena

motifnya yang sangat beragam dan

biasanya motif batik tersebut

menggambarkan ciri khas suatu daerah

sehingga dapat dijadikan sebagai buah

tangan. Permintaan pasar yang

semakin banyak ini membuat produksi

batik semakin meningkat sehingga

menimbulkan permasalahan baru yakni

pencemaran lingkungan sebagai akibat

dari limbah pembuatan batik itu

sendiri.

Menurut Undang-Undang No.4 Tahun

1982 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,

pencemaran lingkungan merupakan

proses masuknya atau dimasukkannya

mahkluk hidup, zat energi atau

komponen lain ke dalam lingkungan

Muliasari, Daya Dukung Lingkungan Terkait Pengolahan Limbah Batik di Kampung Batik

133

atau berubahnya tatanan lingkungan

sebagai akibat dari perbuatan manusia

atau bisa juga karena terjadinya proses

alam. Sehingga menyebabkan kualitas

lingkungan turun sampai ke tingkat

tertentu yang menyebabkan lingkungan

menjadi kurang atau bahkan tidak

dapat berfungsi lagi sebagaimana

mestinya.

Kampung Batik Giriloyo merupakan

salah satu sentra kerajinan batik di

Yogyakarta yang hingga saat ini masih

berjalan dan mengundang wisatawan

untuk belajar membatik maupun hanya

sekedar berbelanja kain batik hasil

produksi pengrajin di Kampung Batik

tersebut. Dalam sebulan rumah industri

yang ada di Kampung Batik Giriloyo

memproses batik minimal dua kali,

yang artinya dalam sebulan terdapat

dua kali pembuangan limbah bekas

pewarnaan kain batik, sedangkan tidak

semua rumah industri memiliki alat

pengolahan limbah batik, hanya

beberapa rumah industri yang sudah

memiliki alat pengolahan limbah batik,

namun ada juga yang belum memiliki

alat pengolahan limbah batik yang

menyebabkan tidak semua limbah

batik dapat terolah dengan baik.

Terdapat dua limbah hasil dari

pembuatan batik, yaitu limbah padat

dan limbah cair. Limbah padat

meliputi malam hasil dari proses

membatik yang dimana malam ini bisa

didaur ulang, baik digunakan untuk

proses membatik selanjutnya dan juga

digunakan sebagai bahan pembuat api.

Yang kedua yaitu limbah cair batik,

dimana limbah ini sudah tidak dapat

diolah kembali sehingga limbah cair

bekas pewarnaan dan pencucian batik

ini akan dibuang begitu saja ke sungai

dan ke sumur. Bila limbah cair ini

dibiarkan dibuang begitu saja di sumur

maka lama kelamaan limbah ini akan

menyerap ke dalam tanah sehingga

menyebabkan tanaman disekitarnya

akan mati. Dan bila limbah cair ini

dibuang ke sungai maka bukan hanya

tanaman yang mati, hewan-hewan

yang ada di sungai ikut mati.

Upaya penanganan limbah cair batik di

Kampung Batik Giriloyo ini sudah

lama diperbincangkan dan sudah

mengahasilkan beberapa alat

pengolahan namun tetap saja ada

beberapa rumah produksi yang belum

memliki alat tersebut. Diharapkan

melalui penelitian ini nantinya

pengrajin batik dapat sadar akan

pentingnya pengolahan limbah batik

sehingga tidak merusak lingkungan

dan dapat menjaga lingkungan agar

dapat dinikmati hingga seterusnya.

Daya Dukung Lingkungan

Lingkungan hidup merupakan suatu

ruang dimana manusia tinggal, yang

didalamnya terdapat pula Sumber

Daya Alam seperti air, tanah, flora, dan

fauna. Konsep pembangunan

berkelanjutan telah menjadi konsep

yang terkenal di dunia internasional,

pembangunan berkelanjutan dapat

diartikan sebagai konsep yang

berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

masa kini tanpa mengorbankan hak

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pada

generasi yang akan datang.

Pembangunan berkelanjutan juga

sering dijabarkan dengan perbaikan

kualitas hidup yang disesuaikan

dengan daya dukung lingkungan.

Menurunnya kualitas lingkungan

karena terjadinya pencemaran

lingkungan sebagai akibat dari limbah

cair batik merupakan salah satu

ancaman dari pelaksanaan

pembangunan berkelanjutan.

Daya dukung lingkungan merupakan

batas jumlah penduduk yang dapat

didukung tanpa adanya batas waktu

tertentu demi tersedianya sumber daya

ATRIUM, Vol. 6, No.2, November 2020, 131-139

134

dan jasa pendukung modal baik alam,

sosial, manusia, dan lingkungan

terbangun itu sendiri. Sedangkan

menurut Undang-Undang RI No 23

Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, daya dukung

lingkungan merupakan kemampuan

lingkungan hidup untuk mendukung

perikehidupan manusia, makhluk

hidup lain, dan keseimbangan antar

keduanya.

Terdapat beberapa prinsip daya

dukung lingkungan agar dapat

mendukung lingkungan hidup

diataranya yaitu untuk mencapai

kelestarian hubungan manusia dengan

lingkungan sehingga dapat

membangun manusia seutuhnya,

mewujudkan manusia sebagai bagian

lingkungan hidup dan tidak akan dapat

dipisahkan, mengendalikan

pemanfaatan sumber daya secara

bijaksana dan diolah secara optimal

semata demi kesejahteraan masyarakat,

serta melaksanakan pembangunan

berwawasan lingkungan untuk generasi

yang akan datang.

Limbah Batik

Proses membatik menggunakan lilin

dapat menghasilkan sisa lilin ataupun

tetesan-tetesan lilin tersebut. Lilin sisa

proses membatik ini jika dibuang ke

tanah akan mengakibatkan tertutupnya

permukaan tanah dan akan mengurangi

kemampuan tanah dalam menyerap air.

Selain menggunakan lilin untuk

menghasilkan kain batik maka

diperlukan pula proses pewarnaan,

baik pewarnaan secara alami maupun

pewarnaan buatan atau sintetis. Proses

pewarnaan merupakan proses yang

paling banyak menyumbang limbah

batik, dimana proses ini banyak

menggunakan bahan kimia beracun

dan berbahaya. Jika pengolahan tidak

dilakukan secara tepat dapat

mengakibatkan perubahan warna,

tingkat keasaman atau pH, dan

pendangkalan air sungai.

Terdapat dua kandungan yang ada

pada limbah cair batik yaitu

karakteristik fisik dan kimia.

Karakteristik fisik yang terdapat pada

air limbah batik yaitu adanya

kandungan totalsolid yang tersusun

dari zat terapung, zat suspensi, zat

koloidal, dan zat dalamsalutin, serta

bau, temperatur, dan warna.

Selanjutnya pada air limbah batik

terdapat karakteristik kimia yang

meliputi zat organik (protein,

karbohidrat, lemak, fenol, pestisida,

dan surfactan), zat anorganik (krom

(Cr), timbal (Pb), nikel (Ni), tembaga

(Cu), mangan (Mn), keasamaan (pH),

klorida (Cl), alkali, nitrogen (N), sulfur

(S), dll), dan karakteristik biologi

(mikroorganisme bersifat patogen dan

non patogen). Senyawa logam berat

dapat menyebabkan kanker pada

makhluk hidup. Selain mengandung

senyawa berbahaya, limbah cair batik

dapat meningkatkan COD (Chemical

Oxygen Demand) dan BOD

(Biological Oxygen Demand) air

sehingga dapat mengganggu ekosistem

perairan. (Aliyuddin & Wesen)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif dengan pendekatan studi

kasus, karena penelitian ini bersifat

unik dan memiliki karakteristik yang

berbeda antara yang satu dengan yang

lainnya. Siklus penelitian dimulai

dengan memilih objek penelitian, yang

kemudian dilanjutkan dengan

melakukan wawancara seputar objek

penelitian tersebut. Selanjutnya

mengumpulkan data yang diperoleh

dari sesi wawancara dan kemudian

menganalisis data tersebut. Proses ini

dapat berlangsung beberapa kali

tergantung pada lingkup dan

Muliasari, Daya Dukung Lingkungan Terkait Pengolahan Limbah Batik di Kampung Batik

135

kedalaman yang diperlukan dalam

proses penelitian itu sendiri. (Hardani

2020) Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan September-Oktober 2020 dengan

tujuan untuk melihat pengaruh dari

limbah yang dihasilkan dari proses

pembuatan batik terhadap kualitas

lahan/lingkungan di Kampung Batik

Giriloyo tepatnya di Desa Wukirsari,

Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Lokasi Penelitian

Kampung Batik Giriloyo merupakan

sentra kerajinan batik tulis yang ada di

Tenggara Yogyakarta (Gambar 1.),

tepatnya berada di Dusun Wukirsari,

Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,

Yogyakarta. Kampung batik ini terdiri

dari tiga dusun yaitu Dusun

Cengkehen, Dusun Giriloyo, dan

Dusun Karang Kulon. Secara geografis

Kampung Batik Giriloyo berbatasan

langsung dengan Dusun Jatirejo,

Dusun Karang Asem, Dusun Tilaman,

Dusun Kedung Buweng, dan Desa

Girirejo. Selain itu Kampung Batik

Giriloyo sendiri dilewati pula oleh Kali

Giriloyo yang merupakan aliran air

dari Air Terjun Seribu Batu. (Gambar

2.)

Gambar 1. Lokasi Kampung Batik Giriloyo

Sumber: https://peta-kota.blogspot.com/

Gambar 2. Peta Desa Wukirsari

Sumber: Data Pemerintah Desa Wukirsari,

2019

Untuk menaungi pengrajin dan

masyarakat dibentuklah Paguyuban

Sentra Kerajinan Batik Tulis Giriloyo

yang terdiri dari 12 kelompok

pengrajin batik dengan masing-masing

kelompok terdiri dari 50 hingga 100

orang pengrajin. Hasil karya pengrajin

akan dipasarkan melalui showroom

yang ada di Gazebo Batik (Gambar 3.)

yaitu di Dusun Karang Kulon, dengan

begitu pengrajin akan lebih mudah

untuk memasarkan hasil karyanya.

Selain 12 kelompok tersebut terdapat

delapan industri rumahan yang berdiri

sendiri. Meskipun mereka berdiri

sendiri atau tidak ikut dalam

Paguyuban Sentra Kerajinan Batik

Tulis Giriloyo, mereka tetap

memasarkan hasil karyanya ke Gazebo

Batik.

Gambar 3. Gazebo batik

Sumber: Observasi lapangan, 2019

ATRIUM, Vol. 6, No.2, November 2020, 131-139

136

Berdasarkan tinjauan lokasi dan

wawancara terhadap pengelola dan

pengrajin batik di Kampung Batik

Giriloyo, maka didapatkan hasil

sebagai berikut:

1. Dalam satu tahun Gazebo Batik

menerima kunjungan mencapai 600

orang dalam satu waktu, yang biasa

terjadi dua hingga tiga kali

kunjungan. Dimana dari tahun ke

tahun jumlah pengunjung tersebut

semakin meningkat. Pengunjung

tidak hanya membeli batik, namun

juga ikut belajar membatik.

2. Terdapat 12 kelompok industri

rumahan yang tergabung dalam

Paguyuban Sentra Kerajinan Batik

Tulis Giriloyo dan terdapat delapan

kelompok yang berdiri sendiri dan

empat diantaranya belum memiliki

sistem pengolahan limbah batik

yang baik, yaitu Mutiara Batik, Fajar

Batik, Sidomukti Batik, dan

Sukamaju Batik.

Gambar 4. Industri rumahan

Sumber: Observasi lapangan, 2020

3. Proses membatik yang ada di

Kampung Batik Giriloyo dilakukan

melalui tujuh tahapan, yang pertama

terdapat tahap memola dimana

tahapan ini dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu menggambar pola di

kertas terlebih dahulu atau langsung

ke kain. Kedua, tahap klowong yaitu

tahap mencanting kerangka motif

batik. Ketiga, tahap isen-isen yaitu

tahap memberi isi kedalam rangka

motif batik yang telah dilakukan

ditahap kedua. Keempat, tahap

menembok yaitu menutup bagian-

bagian yang diinginkan dengan

malam agar pada proses pewarnaan

nantinya warna tersebut tidak masuk

dan menghasilkan kain batik yang

tidak sesuai harapan. Kelima, tahap

pewarnaan yang terdapat dua

pewarna yang digunakan yaitu

pewarna sintetis dan pewarna alami.

Penggunaan pewarna alami hanya

dilakukan ketika mendapat pesanan,

sedangkan pewarna yang sering

digunakan adalah sintetis

menggunakan naptol dan indigosol.

Dan yang terakhir tahap keenam

yaitu tahap pelodoran (Gambar 5.),

pelodoran merupakan tahap

menghilangkan sisa malam yang

menempel diatas kain. Proses ini

dilakukan dengan menggunakan

soda abu agar memudahkan malam

lepas dari kain, yang nantinya

malam tersebut dikumpulkan lalu

dapat digunakan kembali.

Gambar 5. Tahap pelodoran

Sumber: Observasi lapangan, 2020

4. Para pengrajin yang ada di

Kampung Batik Giriloyo

menggunakan dua teknik pewarnaan

yaitu menggunakan pewarna alami

dan pewarna sintetis, dimana

pewarna sintetis sendiri akan

menghasilkan limbah cair batik yang

berbahaya.

Muliasari, Daya Dukung Lingkungan Terkait Pengolahan Limbah Batik di Kampung Batik

137

Gambar 6. Alat yang digunakan untuk

pewarnaan kain batik

Sumber: Observasi lapangan, 2020

5. Terdapat dua jenis limbah yang

dihasilkan dari proses membatik,

yaitu limbah padat dan limbah cair.

Limbah padat (Gambar 7.) sudah

terkelola dengan baik dimana

limbah tersebut dapat digunakan

kembali untuk dijadikan bahan

untuk menyalakan api atau dalam

bahasa jawa biasa disebut daden

geni. Namun untuk limbah cair

belum dikelola dengan baik, ada

yang dibuang ke sungai dan ada juga

yang langsung diserapkan ke dalam

tanah tanpa melalui proses

netralisasi.

Gambar 7. Limbah padat batik

Sumber: Observasi lapangan, 2020

6. Gazebo Batik memiliki alat

pengolahan limbah yang sudah

setara nasional namun sayangnya

tidak banyak digunakan karena

proses membatik di Gazebo hanya

untuk wisatawan dalam artian hanya

lingkup kecil. Sedangkan proses

pembuatan batik dilakukan di

rumah-rumah industri yang belum

memiliki alat pengolahan limbah

batik sesuai standar yang ada.

Pengaruh Limbah Cair Batik

Terhadap Lingkungan

Berkah dari pembuatan batik di

Kampung Batik Giriloyo berbanding

terbalik dengan dampak yang

ditimbulkannya. Semakin tingginya

permintaan pasar maka semakin

banyak pula limbah yang dihasilkan

dan akan menimbulkan permasalah

baru yakni pencemaran lingkungan

sebagai akibat dari limbah pembuatan

batik itu sendiri. Menurunnya kualitas

lingkungan sebagai dampak dari proses

membatik adalah salah satu acaman

dari pelaksanaan pembangunan

berkelanjutan.

Limbah cair batik yang dibuang begitu

saja ke lingkungan akan memberikan

dampak negatif, maka perlu adanya

daya dukung lingkungan agar dapat

mendukung lingkungan hidup

diataranya yaitu untuk mencapai

kelestarian hubungan manusia dengan

lingkungan sehingga dapat

membangun manusia seutuhnya,

mewujudkan manusia sebagai bagian

lingkungan hidup dan tidak akan dapat

dipisahkan, mengendalikan

pemanfaatan sumber daya secara

bijaksana dan diolah secara optimal

semata demi kesejahteraan masyarakat,

serta melaksanakan pembangunan

berwawasan lingkungan untuk generasi

yang akan datang.

ATRIUM, Vol. 6, No.2, November 2020, 131-139

138

Gambar 8. Kondisi Kali Giriloyo

Sumber: Observasi lapangan, 2020

Namun yang terjadi di lapanganan,

pengrajin batik ini membuang limbah

cair batik sisa proses pembuatan batik

begitu saja ke lingkungan. Seperti yang

dilakukan oleh salah satu rumah

industri, mereka membuang sisa

limbah pembuatan batik ke Kali

Giriloyo yang menyebabkan biota air

yang ada di sungai tersebut mati.

Kejadian seperti ini sudah dilaporkan

ke Kepala Dusun dan pihak pengrajin

sudah ditegur.

Gambar 9. Kondisi Kali Giriloyo

Sumber: Observasi lapangan, 2020

Selain dibuang ke sungai, yang

dilakukan oleh dua industri rumahan

yang lain yaitu dengan menyalurkan

limbah cair tersebut ke dalam sumur

resapan tanpa alat filtrasi, jadi

langsung begitu saja diresapkan ke

sumur tanpa melalui proses apapun.

Jika kejadian ini dibiarkan maka lama

kelamaan tanah tersebut akan tercemar

dan nantinya akan menimbulkan bau

tak sedap. Selain bau, limbah cair batik

ini juga akan merusak lingkungan,

tanaman akan mati dan parahnya lagi

jika limbah ini sampai ke sumur air

bersih maka orang-orang yang

menggunakan sumur tersebut akan

merasakan dampaknya seperti

terganggunya kesehatan. Terutama

penyakit yang menyerang kulit, mata,

dan hidung.

Gambar 10. Bak penampungan limbah cair

batik sebelum disalurkan ke sumur

Sumber: Observasi lapangan, 2020

Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan

dapat dilihat bahwa sebagian industri

rumahan yang ada di Kampung Batik

Giriloyo belum memiliki alat

pengolahan limbah cair batik yang

sesuai dengan standar. Meskipun

hanya sebagian yang belum memiliki

alat pengolahan tetapi jika produksi

batik ini terus dilakukan maka seiring

berjalannya waktu akan menurunkan

kualitas lingkungan. Dengan

dikelolanya limbah cair batik dengan

benar diharapkan dapat mengendalikan

kualitas limbah cair batik yang dibuang

ke lingkungan atau ke sungai. Selain

itu juga dapat menjaga, melindungi,

dan mempertahankan kualitas air baik

itu air yang ada di sungai maupun air

yang ada di tanah sehingga dapat

Muliasari, Daya Dukung Lingkungan Terkait Pengolahan Limbah Batik di Kampung Batik

139

berfungsi sesuai dengan

peruntukannya. Dan juga yang tidak

kalah pentingnya yaitu untuk

meningkatkan kualitas lingkungan

dalam mewujudkan daya dukung

lingkungan terhadap pembangunan

berkelanjutan.

Gambar 11. Alat pengolahan limbah cair

yang sudah sesuai standar

Sumber: Observasi lapangan, 2020

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Pengelola Paguyuban Batik

Giriloyo, Desa Wukirsari,

Kecamatan Imogiri, Kabupaten

Bantul, Yogyakarta atas waktu,

kesempatan, dan bantuannya selama

penulis melakukan penelitian.

2. Universitas Udayana khususnya

Program Studi Magister Arsitektur

atas dukungan dan bimbingannya

sehingga dapat menyelesaikan

penelitian ini dengan baik.

Daftar Pustaka

Hardani, Nur Hikmatul, A., Helmina,

A., Roushandy, A.F., Jumari, U.,

Evi, F.U., Dhika, J.S., Ria, R.I.

(2020). Metode penelitian

kualitatif & kuantitatif.

Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu

Group.

Kurniawan, M. W., Purwanto, P.,

Sudarno, S. (2013). Strategi

pengelolaan air limbah sentra

UMKM batik yang berkelanjutan

di Kabupaten Sukoharjo. Jurnal

Ilmu Lingkungan, 11(2): 62-72.

Muliasari, I. G. A. D. (2019). Pusat

informasi pariwisata dan

amenitas kampung batik giriloyo,

dusun karang kulon, desa

wukirsari, kecamatan imogiri,

kabupaten bantul. (Skripsi S1,

Universitas Atma Jaya

Yogyakarta, 2019. Tidak

dipublikasikan).

Republik Indonesia. (1997). UU no.

23/1997 tentang pengelolaan

lingkungan hidup. Jakarta:

Presiden RI.