LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL - Universitas Udayana
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL - Universitas Udayana
Nama Rumpun Ilmu : Rekayasa Material
LAPORAN
PENELITIAN FUNDAMENTAL
PEMODELAN DAN ANALISIS STATIS DINAMIS KOMPOSIT EPOXY BERPENGUAT SERAT ARENGA PINNATA DENGAN
VARIASI PERLAKUAN ALKALI DAN PANJANG SERAT
TIM PENELITI
Ir. I Gusti Ngurah Nitya Santhiarsa, MT
NIDN. 0024016801
Ir, I Ketut Suarsana, MT
NIDN. 0031126512
UNIVERSITAS UDAYANA
NOVEMBER 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas anugrah Beliau
penyusunan Laporan Penelitian Fundamental yang berjudul “ Pemodelan dan Analisi Statis-
Dinamis Komposit Epoxy Berpenguat Serat Arenga Pinnata dengan Variasi Perlakuan Alklai dan
Panjang Serat” dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Penelitian ini dilakukan untuk lebih
memahami bagaimana pengaruh kekuatan basa dari larutan alkali terhadap permukaan serat
Arenga pinnata dan bersama panjang serat bagaimana pengaruhnya terhadap kekuatan tarik
komposit( sifat statis) dan frekuensi natural serta rasio damping( sifat dinamis) dari komposit
epoxy berpenguat serat Arenga pinnata.
Pada kesempatan yang mulia ini, saya menghaturkan terimkasih kepada semua pihak yang
telah mendukung penelitian ini, terutama kepada pihak Dikti bersama LPPM Universitas
Udayana yang telah memberikan dana atau hibah penelitian, kepada Dr I Made Miasa, ST, M.Sc
,Kepala Laboratorium Akustik dan Getaran Mekanik, Jurusan Teknik Mesin, UGM, Yogyakarta,
bersama staf, yang telah banyak memberikan bantuan dalam penelitian ini, serta beberapa pihak
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dalam kesempatan ini yang juga telah memberikan
bantuan dan dukungan sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
Ke depan, saya berharap penelitian ini dapat dilanjutkan guna mendapatkan pengetahuan
yang lebih lengkap dan detail mengenai karakteristik komposit epoxy berpenguat serat Arenga
pinnata sehingga makin melengkapi khazanah pengetahuan dan teknologi di bidang material
komposit. Laporan ini tentu belum sempurna, masih banyak yang dapat dikembangkan, untuk
itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca yang
budiman demi penyempurnaan laporan ini nantinya. Terimakasih!
Bukit Jimbaran, November 2014
Penyusun
I GN Nitya Santhiarsa
DAFTAR ISI Hal
HALAMAN PENGESAHAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii RINGKASAN iv BAB I PENDAHULUAN……………………………………….. .......... ............ 1 1.1. Latar Belakang ……………………………................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah……………………………………….... ........................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………................. 4 2.1. Penelitian Sebelumnya………………………………………..................... 4 2.2. Serat Penguat dan Matrik Polimer……………………………........ .............. 5 2.3. Perlakuan Permukaan Serat……………………………………….................. 7 2.4. Panjang Serat........................................................................................ .......... 7 2.5. Pengujian Tarik Komposit............................................................................... 8 2.6. Frekuensi Natural dan Damping Ratio................................................ ........... 9 2.7. Modal Analysis Experiment....................................................... .................... 10 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN……………….................. 11 3.1. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 11 3.2. Manfaat Penelitian......................................................................................... 11 BAB IV METODE PENELITIAN.......................................................................... 13 4.1. Rancangan Penelitian...................................................................................... 13 4.2. Alat dan Bahan...................................................................... ......................... 13 4.3. Prosedur Penelitian………………………………………………… ............ 14 4.4. Diagram Alir Penelitian-........................................................................ ........... 17 BAB V HASIL YANG DICAPAI........................................................................... 18 5.1. Pengujian Tarik................................................................................................... 18 5.2. Pengujian Modal Analisis.................................................................................... 21 BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA.................................................. 25 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN FOTO PROSES PRODUKSI DAN UJI KOMPOSIT ARTIKEL ILMIAH
RINGKASAN Dewasa ini dan ke depan penggunaan komposit cenderung beralih dari komposit serat
sintetis menuju komposit berbahan serat alam , hal ini karena penggunaan serat sintetis yang tidak
ramah terhadap lingkungan dan kurang ekonomis. Komposit serat alami dianggap lebih
menguntungkan dibandingkan serat sintetis, karena serat ini memiliki beberapa keunggulan
seperti ringan, tidak beracun dan cukup banyak di negara-negara tropis. Jadi perlu ada upaya
untuk memaksimalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam lokal dari serat alam sebagai
penguat atau pengisi dalam sistem komposit untuk berbagai keperluan teknik, hal ini dimulai dari
penelitian tentang karakter mekanik dari komposit serat alam, dalam hal ini serat Arenga
pinnata/serat ijuk.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dasar mekanik komposit
epoxy berpenguat serat arenga pinnata yaitu melalui pengujian dan analisis statis dan dinamis
komposit dengan variasi pada perlakuan permukaan serat Arenga pinnata dengan tiga laruran
alkali (NH4OH, NaOH dan KOH) yang berbeda kekuatan basanya dan variasi panjang serat(
serat panjang 10 mm dan serat panjang 50 mm) yang didistribusikan secara random pada matrik
epoxy. Selanjutnya, dilakukan pemodelan secara fisik dan numerik melibatkan hubungan sifat
statis dan dinamis komposit epoxy berpenguat serat Arenga pinnata
Dari hasil pengujian dan analisis , komposit dengan serat Arenga pinnata perlakuan KOH
mempunyai kekuatan tarik dan kekakuan yang terbesar, diikuti perlakuan NaOH kemudian
NH4OH yang tidak begitu berbeda dengan komposit dengan serat tanpa treatment. Panjang serat
juga mempengaruhi kekuatan tarik komposit, dimana makin panjang serat yang digunakan maka
makin tinggi kekuatan tarik dan kekakuan dari komposit. Terkait hubungan sifat statis dan
dinamis dari komposit, kekuatan tarik dan kekakuan komposit makin besar maka makin besar
pula nilai frekuensi natural dari komposit sedangkan nilai rasio dampingnya makin menurun. Jadi,
pada kondisi konsentrasi larutan 0,25 M dan lama rendaman 1 jam, perlakuan dengan KOH pada
serat Arenga pinnata serta panjang serat 50 mm menghasilkan komposit epoxy/serat Arenga
pinnata dengan kekuatan tarik, kekakuan dan frekuensi natural tertinggi, serta terendah dalam
rasio damping.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Salah satu serat alam yang potensi untuk dikembangkan adalah serat ijuk (Arenga pinnata)
atau serat Gomuti yang diambil dari pohon Aren. Pohon aren tumbuh hampir setiap daerah pesisir
di Indonesia, termasuk di Bali. Jumlahnya melimpah dan tidak mengenal musim dan memiliki
beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan tanaman lain. Pohon aren memiliki banyak
manfaat, mulai dari akar dapat digunakan untuk bahan obat, anyaman dan tali, bisa diambil serat
dan tongkat dari batang , atap dapat dibuat dari daun, dari bunga dapat diambil getahnya untuk
membuat gula, dan dari buah diperoleh manisan kolang-kaling . Sayangnya selama ini, tanaman
aren memiliki nilai ekonomi yang sangat rendah hanya getah saja yang memiliki nilai ekonomis
cukup tinggi, sedangkan bagian lain dari tanaman masih nilai ekonomi yang rendah. Serat Arenga
pinnata yang dihasilkan dari dasar pelepah daun pohon aren merupakan salah satu serat alami
memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan komposit. Serat Arenga pinnata memiliki
ketahanan terhadap degradasi yang sangat baik, memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, dapat
menyerap radiasi elektromagnetik dan ketersediaan melimpah. Salah satu fakta yang
membuktikan kekokohan serat Arenga pinnata seperti di Bali, Indonesia, kondisi atap tradisional
yang terbuat dari serat ijuk tetap dalam kondisi baik meski telah dipasang selama dua puluhan
tahun. Oleh karena itu serat Arenga pinnata dipilih dalam penelitian ini dan digunakan sebagai
bahan komposit menggunakan matriks polimer, epoxy, dimana serat Arenga pinnata akan
berfungsi sebagai serat penguat.
Beberapa studi telah dilakukan untuk menentukan potensi serat sebagai serat penguat
dalam komposit dari serat alami, yaitu Bachtiar,dkk (2010), menyampaikan sebuah studi tentang
pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat kekuatan tarik komposit epoxy berpenguat serat Arenga
pinnata. Perlakuan dilakukan dengan menggunakan natrium hidroksida (NaOH) pada dua larutan
konsentrasi yang berbeda 0,25 M dan 0,5 M dan tiga kali perendaman yang berbeda 1jam, 4 jam
dan 8 jam. Spesimen komposit diuji untuk penentuan properti tarik dengan hasil kekuatan tarik
tertinggi pada konsentrasi 0,25 M dan waktu perendaman 1 jam yaitu 49,5 MPa. Sastra,dkk
(2006), telah melakukan studi untuk menentukan sifat kekuatan tarik serat Arenga pinnata
sebagai serat alami dan resin epoksi sebagai matriks. Serat Arenga pinnata dicampur dengan
resin epoxy dengan variasi persentase berat serat 10%, 15%, dan 20% . Serat Arenga pinnata
dan dengan orientasi serat yang berbeda seperti pendek random, panjang random, dan anyaman.
Proses hand lay-up dalam percobaan adalah untuk menghasilkan benda uji dengan waktu curing
untuk pelat komposit di suhu kamar (25-30 ° C). Hasil dari tes tarik komposit epoxy diperkuat
serat Arenga pinnata adalah bahwa anyaman serat Arenga pinata dengan berat 10% menunjukkan
nilai tertinggi untuk sifat tarik maksimum. Kekuatan tarik dan nilai-nilai modulus Young untuk
komposit berat 10 % anyaman serat arenga pinnata adalah 51,725 MPa dan 1255,825 MPa. Hasil
di atas menunjukkan bahwa komposit dengan anyaman serat Arenga pinnata memiliki ikatan
yang lebih baik antara serat dan matriks dibandingkan dengan serat panjang acak dan serat
pendek acak. Widodo(2008) melakukan riset tentang kekuatan mekanik komposit epoksi
berpenguat serat ijuk model lamina dengan orientasi acak, Dari hasil penelitian yang dilakukan
didapatkan kekuatan tarik komposit tertinggi sebesar 5,538 kgf/mm 2pada fraksi berat ijuk 40%
,rata-rata kekuatan tarik tertinggi sebesar 5,128 kgf/mm2 pada fraksi berat ijuk 40%. Kekuatan
im-pak komposit tertinggi sebesar 33,395 Joule/mm2 dengan kekuatan impak rata-rata 11,132
Joule/mm 2 pada fraksi berat ijuk 40%. Kemudian, hasil riset Mahmuda, dkk (2013), tentang
pengaruh panjang serat ijuk pada kekuatan tarik komposit epoksi, dimana variasi panjang serat
adalah 30 mm, 60 mm dan 90 mm, menunjukkan kekuatan tarik dan regangan tertinggi dicapai
pada komposit dengan panjang serat 90 mm, jadi makin panjang serat makin besar daya ikat
antara serat dengan matrik.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan beberapa penelitian, perlakuan alkali untuk serat Arenga pinnata memberikan
peningkatan kristalinitas selulosa dan penurunan kandungan hemi-selulosa dan lignin . Hal itu
menunjukkan bahwa serat Arenga pinnata menjadi relatif ulet setelah penghilangan beberapa
hemi-selulosa dan lignin serta dapat mengakibatkan kekakuan serat tinggi karena kristalinitas
meningkat dari selulosa keras. Percobaan menggunakan larutan alkali seperti NH4OH dan KOH
ke serat yang sama belum ada yang mencoba, setidaknya untuk penyelidikan kuantitatif,
meskipun secara teoritis larutan NaOH dapat melakukan transformasi kisi lengkap , sedangkan
yang menggunakan larutan alkali lain seperti NH4OH (basa lemah) dan KOH (basa yang lebih
kuat dari NaOH) perlu diuji dalam hal ini. Kemudian juga belum ada studi sebelumnya membahas
efek dari panjang serat Arenga pinnata pada sifat dinamis komposit dan oleh karena itu, kedua
studi seperti diatasi perlu dilakukan. Jadi dalam upaya untuk meningkatkan kekuatan mekanik
dan kemampuan redam getaran mekanis khususnya pada komposit serat Arenga pinnata-matriks
epoxy , dilakukan dua jenis atau variasi treatment, pertama, modifikasi permukaan serat dengan
variasi perlakuan alkali yang berbeda kekuatan basa atau pH-nya, NH4OH (amonium hidroksida),
NaOH (sodium hidroksida) dan KOH (potasium hidroksida), perlakuan yang mempengaruhi
karakter permukaan serat, terkait untuk membuat kompatibilitas yang lebih baik antara serat dan
matriks dan membuat lebih baik kekuatan komposit, kedua, setelah pencampuran serat dan
matriks untuk membuat komposit, variasi panjang serat pada komposit dilakukan untuk
mengetahui apakah pengaruh variasi panjang serat pada sifat mekanis seperti karakteristik statis
dan dinamis komposit. Dari hasil analisis pengujian ini, untuk memudahkan dalam optimasi
perancangan maka disusun model dan formulasi kekuatan mekanik (statis dan dinamis) komposit
terhadap perlakuan di atas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Sebelumnya
Bachtiar,dkk (2010), telah mempelajari pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat lentur
komposit epoxy diperkuat serat arenga pinnata . Komposit diperkuat dengan fraksi berat 10% dari
serat dengan perlakuan menggunakan natrium hidroksida (NaOH) konsentrasi 0,25 M dan 0,5 M
selama 1 jam, 4 jam dan 8 jam waktu perendaman. Tujuan perlakuan serat dengan alkali adalah
untuk meningkatkan ikatan permukaan antara matrik dan permukaan serat. Kekuatan lentur
maksimum terjadi pada larutan NaOH 0,25 M dengan 1 jam waktu perendaman, yaitu 96,71 MPa,
meningkatkan 24,41% dari komposit serat tanpa perlakuan. Tapi, modulus lentur maksimum
terjadi pada 0,5 M larutan NaOH dengan 4 jam waktu perendaman, yaitu 69,48 MPa,
meningkatkan oleh 148% dari komposit dengan serat tanpa perlakuan
Leman,dkk (2008), melakukan studi untuk melihat kemungkinan menggantikan serat gelas
dengan serat alami dalam bahan komposit. Sifat permukaan dari ijuk (Arenga pinnata) yang
dimodifikasi dengan menggunakan air laut dan air tawar sebagai bahan perlakuan. Ditemukan
bahwa perlakuan air laut dan air tawar dapat meningkatkan sifat permukaan serat arenga pinnata
dan dengan demikian menghasilkan kualitas adhesi yang lebih baik dibandingkan dengan serat
yang tidak diperlakukan. Perlakuan dengan air laut selama 30 hari terbukti menjadi yang terbaik,
dengan kenaikan 67.26% dalam kekuatan tarik.
Sastra,dkk (2006), telah melakukan penelitiani untuk menentukan sifat tarik komposit
dengan serat Arenga pinnata sebagai penguat dan resin epoksi sebagai matrix. Serat Arenga
pinnata dicampur dengan resin epoxy dengan persentase berat serat 10%, 15%, dan 20%. Serat
Arenga pinnata dengan orientasi serat yang berbeda seperti panjang random, pendek random, dan
anyaman . Proses hand lay-up dalam percobaan adalah untuk menghasilkan benda uji dengan
waktu curing untuk membentuk pelat komposit di suhu kamar 25-30 °C. Hasil dari tes tarik dari
komposit epoxy diperkuat serat Arenga pinnata adalah bahwa fraksi berat 10% dengan anyaman
menunjukkan nilai tertinggi untuk sifat tarik maksimum. Kekuatan tarik dan nilai-nilai modulus
Young untuk fraksi berat 10 % dengan anyaman serat 51,725 MPa dan 1255,825 MPa. Hasil di
atas menunjukkan bahwa orientasi anyaman serat Arenga pinnata memiliki ikatan yang lebih
baik antara serat dan matriks dibandingkan dengan pola orientasi panjang random dan pendek
random.
Pengusul sendiri, telah melakukan beberapa penelitian awal tentang serat Arenga pinnata
yaitu untuk menguji sifat fisik, mekanik dan kandungan kimia dan kandungan logam dari serat
Arenga pinnata dimana hasilnya dapat diperhatikan pada tabel karakter serat Arenga pinnata pada
pembahasan di bawah. Berdasarkan pengamatan dari beberapa studi yang telah dilakukan,
terutama penelitian tentang pengujian sifat mekanik komposit serat Arenga pinnata, maka
penelitian tentang pengaruh perlakuan dengan larutan alkali NH4OH NaOH, dan KOH serta
variasi panjang serat 10 mm dan 50 mm terutama pada sifat dinamis dari komposit epoxy
berpenguat serat Arenga pinnata belum pernah dilakukan, setidaknya dalam analisis kuantitatif
dan komparatif, sehingga bisa menjadi fokus dalam penelitian ini.
Roadmap penelitian dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan serat Arenga pinnata
yang merupakan serat alam hasil tanaman lokal dipaparkan secara utuh sebagai berikut:
Tabel 2.1 Roadmap Penelitian Pengembangan Serat Arenga pinnata sebagai Bahan Komposit
Topik Target 2013 Target 2014 Target 2015
Pemanfaatan Serat Arenga pinnata sebagai bahan komposit ramah lingkungan
Pengujian karakter
Fisik,mekanik, kimia organik, kimia anorganik serat Arenga pinnata
Pengujian lanjut sifat statis dan dinamis komposit epoxy- serat Arenga pinnata
Aplikasi skala industri kecil untuk bahan nonstruktural dan proteksi
2.2. Serat Alam dan Matrik Polimer
Serat-serat ijuk yang dihasilkan oleh pohon aren (Arenga pinnata) yaitu dari pangkal
pelepah daun dapat dipanen setelah pohon tersebut berumur 5 tahun dan secara tradisional sering
digunakan sebagai bahan pembungkus pangkal kayu-kayu bangunan yang ditanam dalam tanah
untuk mencegah serangan rayap. Serat Arenga pinnata mempunyai sifat fisik di antaranya :
berupa helaian benang (serat) berwarna hitam, berdiameter 0,1- 0,5 mm, bersifat kaku dan tidak
mudah putus, tidak mudah rapuh, sangat tahan terhadap genangan asam dan air yang mengandung
garam. (arengabroom.blogspot.com/).
Gambar 2.1. Pohon Aren dan Serat Arenga pinnata
Tabel 2.2. Komposisi Kandungan Unsur Kimia pada Serat Arenga pinnata
No Selulosa % Hemiselulosa %
Lignin %
Water content
%
Ekstrak Content
%
Ref.
1 50,337 5,2 41,88 0,5447 2,585
2 35,56 15,88 43,09 8,895 - Evi C, 2008
3 30,10 15,88 52,87 - - Purnomo,2012 4 52,3 5,6 31,5 - 4.4 Sahari J,2012
Tabel 2.3. Sifat Fisik Serat Arenga pinnata
No Density gr/cm3
Porosity % Water absorbtion air %
Diameter mm
Ref
1 1,29 - - 0,1-0,311 Bachtiar,2010
2 1,136 - - - Evi , 2008
3 - - 103,8 0,221- Sahari ,2012
Tabel 2.4. Sifat Mekanik Serat Arenga pinnata
No Tensile strength N/mm2
Elongation %
Modulus Elastisity,GPa
Ref
1 190,29 19,6 3,69 Bachtiar,2010
2 276,6 22,3 5,9 Sahari ,2012
Kandungan selulosa serat Arenga pinnata tinggi menunjukkan sifat mekanik kekuatan lentur
yang tinggi, sedangkan kadar lignin yang tinggi menunjukkan kekuatan tarik serat yang tinggi.
Kandungan unsur logam yang paling dikandung serat Arenga pinnata adalah silicon, yaitu 1571,
36 mg/kg.
Kemudian, matriks adalah bahan yang berfungsi sebagai salah satu penguat mengikat yang
lain. Bahan yang biasanya digunakan sebagai matrik adalah logam, keramik, karbon atau polimer.
Fungsi matriks material komposit adalah untuk menjaga serat atau partikel dalam struktur
komposit dan membantu mendistribusikan beban yang diterima oleh penguat komposit, atau
pengisi serta untuk melindungi dari kerusakan oleh lingkungan sekitarnya . Resin polimer epoxy
yang tergolong polimer termoset dipilih karena memiliki kekuatan mekanik yang baik dan
kerapatan cukup besar, masing-masing 72 MPa dan 1,15 gr/cm3.
2.3 Perlakuan Permukaan Serat
Serat alam memiliki banyak keuntungan namun pada kenyataannya serat alami juga banyak
kelemahan termasuk adalah kekuatan rendah terutama terhadap beban kejut, keandalan rendah,
mudah menyerap air, tidak tahan pada suhu tinggi. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, serat
harus diproses sebelumnya dengan perlakuan permukaan atau modifikasi permukaan. Salah satu
cara yaitu dengan perlakuan kimia seperti dengan reduksi dengan larutan alkali, permanganat dan
penggunaan kopling (coupling agent). Perlakuan permukaan bertujuan untuk mengurangi sifat
permukaan serat yang hidrofilik, membersihkan serat dari kotoran, meningkatkan porositas dan
kekasaran permukaan, dan memperbaiki sifat keterbasahan serat tersebut. Penentuan konsentrasi
larutan alkali dan waktu perendaman yang tepat dapat menghasilkan sifat mekanik yang optimal
dari komposit.
Gambar 2.2 Mekanisme Perlakuan Permukaan
2.4. Panjang Serat
Ada dua hal yang membuat serat dapat menahan beban secara efektif, yaitu jika ikatan
antara serat dan matriks sangat baik dan kuat, sehingga serat tidak mudah dipisahkan dari matriks
(debonding) dan kedua, adanya kontinuitas (aspect ratio) , yaitu rasio antara panjang dan
diameter serat harus cukup besar. Hal ini diperlukan agar tegangan geser yang terjadi pada
permukaan serat dan matriks kecil, biasanya diperlukan kontinuitas serat lebih besar dari 100,
sehingga serta mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Bentuk geometri serat Arenga
pinnata seperti silinder panjang dengan rasio antara panjang dengan diameter yang sangat besar,
di mana pada serat panjang dengan diameter serat dianggap tetap dalam matriks polimer, maka
luas permukaan antarmuka antara serat dan matriks menjadi besar membuat material komposit
kuat. Jadi, makin panjang serat maka makin kuat komposit . Masalah utama untuk serat pendek
adalah tegangan sisa di tepi serat, orientasi serat mudah berubah, dan tegangan geser besar di
daerah setempat, yang membuat komposit serat pendek tidak cukup kuat jika dibandingkan
dengan komposit dengan serat panjang.
Gambar 2.3. Perluasan Antarmuka dengan Perpanjangan Serat
2.5 Pengujian Tarik Komposit
Kekuatan tarik komposit dipengaruhi oleh sifat-sifat serat dan matrik serta fraksi volume
serat atau fraksi berat serat. Analisis kekuatan komposit biasanya dilakukan dengan
mengasumsikan ikatan serat dan matrik sempurna. Analisa data secara manual menggunakan
kurva tegangan-regangan tarik yang dibuat dari data tegangan-regangan secara longitudinal dari
benda uji. Tegangan dan regangan tarik dapat diperoleh dengan rumus :
Tegangan Tarik
0A
P ………………………………………………….. (2.1)
dengan :
: Tegangan Tarik (N/mm2)
P : Beban (N)
Ao : Luas Penampang Awal (mm2)
Regangan Tarik
0
0
LA
LL ………………………………………………….. (2.2)
dengan :
: Regangan Tarik (mm/mm)
Lo : Panjang Awal (mm)
L : Panjang Akhir (mm)
Modulus Elastisitas :
E ………………………………………………….. (2.3)
dengan :
E : Elastisitas atau Modulus Young (N/mm2)
: Perbedaan Tegangan di daerah elastis (N/mm2)
: Perbedaan Regangan di daerah elastis (mm/mm)
2.6. Frekuensi Natural dan Damping Ratio
Frekuensi alami adalah keadaan di mana suatu benda bergetar bila tidak terganggu oleh
kekuatan luar. Setiap derajat kebebasan dari sebuah objek memiliki frekuensi alaminya,
dinyatakan sebagai fn. Frekuensi adalah sama dengan kecepatan getaran dibagi dengan panjang
gelombang atau untuk sistem massa-pegas sederhana, fn didefinisikan sebagai (ref:wikipedia):
............................................................(2.4)
dengan k = kostanta kekakuan pegas
m = massa struktur
Berdasarkan formula ini diketahui bahwa lebih kaku bahan maka frekuensi alami itu lebih
besar, dan sebaliknya. Persamaan lain untuk menghitung frekuensi alami tergantung pada sistem
getaran. Frekuensi alami dapat berupa teredam atau teredam, tergantung pada apakah sistem
memiliki redaman yang signifikan. Rasio redaman adalah parameter, biasanya dilambangkan
dengan ζ (zeta) yang mencirikan rasio respon frekuensi yang berurutan. Redaman rasio
menyediakan sarana matematika untuk mengekspresikan tingkat redaman dalam sistem relatif
terhadap redaman kritis. Untuk osilator harmonik teredam dengan massa m, redaman koefisien c,
dan k konstanta pegas, maka dapat didefinisikan sebagai rasio koefisien redaman dalam sistem
persamaan diferensial untuk koefisien redaman kritis (ref :wikipedia):
................................................................................(2.5)
Dengan cc = redaman kritis = 2 m. 2 π √ /
2.7. Modal Analysis Experiment
Modal anayisis Experiment atau analisis modal eksperimental biasanya didefinisikan
sebagai penentuan frekuensi alami dari getaran, bentuk modus, dan rasio redaman dari
pengukuran getaran atau analisis modal eksperimental adalah metode untuk menggambarkan
struktur dalam hal karakteristik frekuensi natural, redaman dan bentuk modus – yang ketiganya
adalah sifat dinamis. Fungsi Respon Frekuensi (FRF) adalah dasar pengukuran yang mengisolasi
sifat dinamis yang melekat pada struktur mekanik. Parameter modal eksperimental (frekuensi,
redaman, dan bentuk modus) juga diperoleh dari satu set pengukuran FRF.
Tergantung pada apakah gerakan respon diukur sebagai perpindahan, kecepatan, atau
percepatan, FRF dan inversnya dapat memiliki berbagai nama, Compliance (perpindahan / gaya),
Mobilitas (kecepatan / kekuatan), Inertance atau Receptance (percepatan / gaya) , Kekkakuan
Dinamis (1 / Compliance),, Impedansi (1 / Mobility) dan Mass Dinamis (1 / Inertance).
Mekanisme pengujian digambarkan pada Gambar 2.4.. Peralatan berikut ini diperlukan untuk
melakukan tes impact.
Gambar 2.4. Impact Testing. ( Ref : Schwarz)
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan penelitian
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengembangkan pemahaman mendasar yang
lebih baik terhadap perilaku mekanik baik sifat statis maupun dinamis dari komposit serat alami
dalam bentuk pemodelan dan formulasi yang akan memungkinkan optimasi dan desain aplikasi
teknik yang baru. Karakteristik statik meliputi kekakuan bahan dan kekuatan tarik bahan, baik
dari serat penguat, bahan matrik maupun komposit, sedangkan karakteristik dinamik meliputi
frekuensi natural komposit dan rasio redaman (damping ratio) dari komposit. Kedua sifat ini,
statis dan dinamis, berhubungan erat satu sama lain, dimana kekakuan bahan menentukan nilai
frekuensi natural komposit dan nilai rasio redaman komposit. Perlakuan alkali mempengaruhi
kekakuan dan kekuatan serat, demikian juga beberapa parameter seperti panjang serat
mempengaruhi sifat mekanik dari komposit, untuk lebih jelasnya berapa kualitas dan kuantitas
pengaruh tersebut perlu dilakukan pengujian, analisis dan pemodelan fisik dan numerik.
Pemodelan dan formulasi ini memudahkan nantinya dalam optimasi desain dan aplikasi teknik.
Secara ringkas tujuan khusus penelitian ini adalah untuk meneliti dan menafsirkan pengaruh
perlakuan permukaan serat dengan perendaman larutan alkali menggunakan larutan NH4OH,
NaOH dan KOH serta efek dari variasi panjang serat 10 mm dan 50 mm pada sifat mekanis seperti
karateristik statis dan dinamis komposit serat Arenga pinnata-epoxy .
3.2. Manfaat Penelitian
Dalam rangka mengembangkan komposit yang terbuat dari serat alami dimana dibutuhkan
sifat mekanik yang baik seperti kekakuan, ketahanan, kekuatan, dan kehandalan, perlu untuk
mempelajari perilaku mekanik dari komposit serat alami. Sifat mekanik dari komposit diperkuat
serat alam tergantung pada banyak parameter, seperti kekuatan serat, modulus elastisitas serat,
panjang serat, orientasi, fraksi volume dan kekuatan ikatan antar muka serat -matriks. Perilaku
mekanik seperti kekuatan tarik dan frekuensi alami dari komposit sangat penting untuk diketahui
sebelum komposit diterapkan di berbagai bidang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
menentukan sifat mekanik seperti karakteristik statis dan dinamis komposit Arenga pinnata-
epoxy . Pemahaman yang lebih baik akan membantu upaya pengembangan penggunaan produktif
serat Arenga pinnata, mengurangi masalah lingkungan dari limbah biomassa serta untuk
mengembangkan bahan alternatif pengganti logam. Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan
hubungan mekanika statis dan dinamis komposit epoxy berpenguat serat Arenga pinnata,
termasuk pengaruh perlakuan alkali terhadap kekakuan dan kekuatan serat Arenga pinnata serta
pengaruh variasi panjang serat terhadap sifat statis dan dinamis komposit. Kemudian,
mengembangkan pemodelan fisik dan numerik untuk menggambarkan hubungan antara sifat
statis dan dinamis komposit, serta secara berkesinambungan berusaha dan berinovasi
mengembangkan material baru yaitu komposit berbahan serat alam, yang selain ramah
lingkungan juga memberikan nilai tambah bagi komoditi lokal.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Dalam upaya untuk meningkatkan kompatibilitas antarmuka, serat Arenga pinnata harus
dimodifikasi pada permukaan serat, yang berkaitan dengan penelitian ini tentang bagaimana
pengaruh perlakuan kimia NH4OH, NaOH dan KOH , dengan konsentrasi NH4OH, NaOH dan
KOH adalah 0, 25 M dan waktu perendaman adalah 1 jam. Pengaruh panjang serat dengan variasi
orientasi serat random akan dievaluasi, dimana variasi panjang, pendek 10 mm dan panjang
adalah 50 mm. Dalam studi ini, pengujian tarik komposit digunakan untuk memperoleh
karakteristik statis dan pengujian modal digunakan untuk memperoleh karakteristik dinamik dari
material komposit. Ada 3 macam variabel yaitu; independent variable: perlakuan alkali
NH4OH,NaOH dan KOH, serta panjang serat. Kemudian, dependent variable meliputi kekuatan
tarik dan frekuensi respon, serta controlled variable yaitu konsentrasi larutan, waktu
perendaman, orientasi dan fraksi berat serat.
4.2. Alat dan Bahan
1. Serat Arenga pinnata yang berasal dari Bali, Indonesia
2. Bahan perlakuan permukaan : NH4OH (amonium hydroxide), NaOH (Sodium hydroxide)
dan KOH (potassium hydroxide)
3. Bahan kimia lainnya : HCL( Chloride Acid), Acetone, Aquades
4. Bahan matrik :Resin epoxy dan hardener
5. Bahan molding :kaca, Adhesive, Transparan plastic
6. Alat Uji Tarik Universal
7. Alat uji Fractography: Scanning Electro Microscopy(SEM)
8. Modal Analysis Test
9. Peralatan penunjang :PH-meter, Neraca digital Libror EB-3200 H, untuk menimbang
berat, gelas ukur dan gelas kertas, timer, mesin potong , Amada V300, Amada Co.Ltd,
mistar ukur, Oven merkl Isuzu, Hot Air Rapid, untuk mengerimgkan serat, Kotak anti
kelembaban, perlatan cetak komposit Injection Moulding terbuat dari kayu dan kaca
4.3 Prosedur Pengujian
Perlakuan Permukaan :
Serat Arenga pinnata serat dikumpulkan dari Gianyar Bali, Indonesia, serat Arenga pinnata
itu dicuci dengan air sampai bersih kemudain dikeringkan selama sekitar dua minggu di suhu
kamar, seperti yang dilakukan secara tradisional. Setelah itu siapkan empat kotak, satu untuk serat
tanpa treatment, satu untuk perlakuan NH4OH, satu untuk NaOH dan satu untuk KOH.
Perbandingan berat serat dan larutan 1:20, konsentrasi masing –masing larutan 0,25 M dan waktu
rendaman 1 jam. Kemudian serat-serat dibilas sampai bersih (pH 7) dan dikeringkan dalam oven
pada suhu 100 C selama 24-48 jam. Masing-masing sampel serat kemudian di foto dengan
menggunakan SEM untuk mengetahui perubahan morfologi serat sebelum dan setelah mengalami
perlakuan.
Tabel 4.1. Kekuatan Basa dan pH Larutan Alkali Parameter NH4OH NaOH KOH
pKb 4,75 basa lemah
1 basa kuat
0,5 basa kuat
pH (diukur pada 0,25 M/100
ml)
8,8 9,2 9,3
Pembuatan komposit
Dimensi papan komposit adalah 150 mm (L) x 150 mm (W) x 3 mm (T) . Peralatan yang
diperlukan untuk cetakan yang digunakan untuk meletakkan bahan ke dalam gelas kertas, plastik
transparansi untuk lapisan bawah dan atas, dan bingkai spacer.
Cetakan terbuat dari kaca dan plastik transparansi dimana proses pembuatan cetakan digunakan
molding atas dan bawah . Serat pendek dipotong 10 mm- sedangkan serat panjang dipotong 50
mm. Keduanya dipasang secara random, fraksi berat serat adalah 40 %, kemudian serat
ditempatkan di atas plastik transparansi di dasar cetakan yang sudah disiapkan. Awalnya, epoxy
dan hardener dicampur bersama-sama didasarkan pada persentase berat untuk membentuk sebuah
matriks, dimana rasio antara resin epoxy dan hardener adalah 1:1 berdasarkan volume, kemudian
matriks tersebut dituangkan di atas serat dan dikompresi dan merata sampai mencapai ketebalan
3 mm. Cara terbaik untuk mempersiapkan proses curing untuk menghasilkan uji mutu spesimen
standar adalah dengan mencampur epoxy dan hardener selama kurang lebih 10 menit. Waktu
curing adalah sekitar 20-24 jam sampai pelat komposit kering merata yang diterapkan pada
kondisi suhu kamar 25-30 ° C. Hasil cetak komposit terdiri cetakan epoksi saja, cetakan komposit
tanpa perlakuan panjang serat 10 mm dan 50 mm, cetakan komposit perlakuan NH4OH panjang
serat 10 mm dan 50 mm, komposit perlakuan NaOH panjang serat 10 mm dan 50 mm serta
komposit perlakuan KOH panjang serat 10 mm dan 50 mm, jadi total ada 9 cetakan.
Uji Tarik dan Uji Modal Analysis
Uji statis diwakili oleh uji tarik untuk mengetahui kekuatan tarik komposit dan modulus
elastisitas komposit. Dimensi dan geometri spesimen uji untuk uji kekuatan tarik mengikuti
standar ASTM D 3039, dilakukan paling sedikit setiap perlakuan 3 spesimen uji. Pembuatan
spesimen dan pengujian dilakukan di Laboratorium Material, Jurusan Teknik Mesin, Universitas
Udayana.
Kemudian uji dinamis yang kadang-kadang disebut pengujian modal, adalah metode untuk
mengekstrak parameter modal seperti frekuensi alami, nilai redaman, dan bentuk modus dari
Fungsi Frekuensi Respon struktur sampel. Dalam penyusunan sampel, pelat komposit yang
memiliki dimensi 100 mm x 100 mm x 3 mm disiapkan, dibagi menjadi 25 poin grid yang diukur
dalam kisaran 0-2.000 Hz untuk mengidentifikasi karakteristik modal. Selanjutnya, dari hasil
analisis statis dan dinamis disusun model dan formulasi matematis untuk memudahkan prediksi
dan optimasi karakter mekanik komposit yang akan dibuat berikutnya
Gambar 4.1. Peralatan Test Modal Analysis
Secara keseluruhan aktifitas penelitian dapat diringkas dalam diagram fishbone berikut :
Gambar 4.2. Diagram Fishbone Penelitian Pengembangan Komposit Serat Arenga pinnata
Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Material dan Laboratorium
Produksi Program Studi Teknik Mesin Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali ,
sedangkan untuk pengujian Modal Analysis dilakukan Di Laboratorium Mekanika Getaran dan
Akustik di Program Studi Teknik Mesin Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakter mekanik baik statis maupun dinamis
komposit serat Arenga pinnata dengan matrik epoxy, dimana kedua sifat ini mempunyai
hubungan erat satu sama lain. Penelitian ini diharapkan menemukan fenomena perubahan
Uji karakter mekanik komposit, Statik
Uji karakter serat: fisik,kimia, logam, mekanik
Uji mekanik komposit dinamik
Model dan formulasi hasil analisis
Pengembangan komposit serat Arenga pinnata
karakter statis dan dinanis serat sebagai fungsi dari pengaruh perlakuan permukaan serat dan
variasi parameter komposit seperti variasi panjang serat Arenga pinnata. Indikator pencapaian
dalam penelitian ini adalah paket teknologi tepat guna produksi komposit serat alam, proseding
seminar nasional dan jurnal Internasional.
4.4. Diagram Alir Penelitian
HASIL YANG DICAPAI
5.1. Pengujian Tarik Hasil pengujian tarik menunjukkan beberapa hal, pertama, kehadiran serat Arenga
pinnata sebagai pengisi juga sebagai penguat komposit, dimana terdapat peningkatan
kekuatan yang signifikan dibandingkan matrik epoksi. Kedua, perlakuan alkali
memberikan perubahan pada kekuatan tarik serat Arenga pinnata, dimana komposit
dengan serat Arenga pinnata dengan perlakuan alkali memiliki kekuatan tarik relatif
lebih besar dibandingkan komposit dengan serat Arenga pinnata tanpa perlakuan.
Komposit dengan serat Arenga pinnata perlakuan KOH mempunyai kekuatan tarik yang
terbesar, diikuti perlakuan NaOH kemudian NH4OH yang tidak begitu berbeda dengan
tanpa treatment. Ditemukan juga bahwa variasi panjang serat, relatif ada perbedaan
sedikit, dimana komposit dengan serat lebih panjang memiliki kekuatan tarik lebih besar,
namun karena perbedaan panjang tidak besar, demikian juga perbedaan kekuatan
tariknya tidak begitu besar.
Keterangan : TP = Tanpa perlakuan
Gambar 5.1. Grafik Tegangan Tarik Komposit
Hal ini disebabkan larutan KOH dan NaOH tergolong basa kuat, jadi lebih reaktif
dibandingkan NH4OH yang tergolong basa lemah. Basa kuat artinya kelarutan basa lebih
besar dibandingkan basa lemah, dengan konsentrasi dan waktu rendaman yang sama,
‐
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
20,00
epoxy NH4OH10mm
NH4OH50mm
NaOH10mm
NaOH50mm
KOH10mm
KOH50mm
TP 10mm TP 50mm
Tegangan tarik (MPa)
Jenis Spesimen
σ
relatif lebih banyak lapisan hemiselulosa dan lignin pada serat ijuk yang dapat diuraikan
oleh larutan tersebut, sehingga serat lebih bersih dan makin berpori yang nantinya
berdampak pada peningkatan kekuatan adhesi antara permukaan serat dan matrik. Hasil
ini didukung hasil uji foto SEM yang menunjukkan adanya perubahan permukaan serat
akibat perlakuan alkali di atas.
Gambar 5.2. a) Serat tanpa perlakuan b) Serat dengan perlakuan NH4OH 0,25 M c)
Serat dengan Perlakuan NaOH 0,25 M d) Serat dengan perlakuan KOH 0,25 M
Hasil foto SEM, gambar (a) menunjukkan serat Arenga pinnata tanpa perlakuan mempunyai
permukaan yang tebal terlapisi oleh hemiselulosa dan lignin yang berfungsi untuk melindungi
selulosa. Setelah serat diberi perlakuan kimia yaitu direndam dalam larutan alkali( NHaOH,
NaOH dan KOH) dengan konsentrasi 0,25 M selama 1 jam, maka sebagian besar zat non-selulosa
telah terurai, permukaan serat lebih bersih dan berpori karena lapisan luar (hemiselulosa dan
lignin) terkelupas dan banyak kandungan kimia larut dalam larutan alkali tersebut. Makin kuat
basa dari larutan maka makin besar daya larut atau kelarutan dari larutan tersebut terhadap
permukaan serat, seperti terlihat pada gambar (d) permukaan lebih bersih dan berpori, artinya
lebih banyak bagian hemiselulosa dan lignin yang terurai, dibandingkan dengan permukan serat
pada gambar(c) dan (b). Secara fisik dan mekanik, permukaan serat yang bersih dan berpori lebih
meningkatkan daya lekat antara serat dengan matrik ketika dibuat komposit. Kemudian, secara
kimia, perlakuan kimia mengurangi sifat hidrofilik dari serat, diketahui sifat hidrofilik ini
menghambat reaksi efektif antara serat dengan matrik. Namun, bila kekuatan basa terlalu kuat
bisa mengakibatkan beberapa bagian selulosa ikut terurai dan hal ini justru dapat melemahkan
kekuatan serat.
Selanjutnya, panjang serat merupakan salah satu faktor yang menentukan kekuatan
komposit, dimana makin panjang serat maka daerah kontak permukaan antara serat dan
matrik lebih luas dalam volume komposit yang sama, dimana makin luas daerah kontak
maka ikatan adhesi yang terjadi makin besar yang berakibat makin kuat komposit
tersebut. Seperti diketahui, panjang dan diameter serat merupakan faktor yang
mempengaruhi kekuatan tarik serat, dimana panjang serat berbanding diameter serat
disebut sebagai aspect ratio. Jika aspect ratio makin besar maka semakin besar pula
kekuatan tarik serat pada komposit, jadi hal ini yang membuat komposit dengan panjang
serat 50 mm rata-rata memiliki kekuatan tarik lebih besar dibandingkan panjang serat 10
mm.
Keterangan : TP = Tanpa perlakuan
Gambar 5.3. Grafik Regangan Komposit
Sementara itu, pola regangan menunjukkan hal dimana epoksi mempunyai
kemampuan regangan terkecil sedangkan komposit dengan serat tanpa perlakuan
mempunyai regangan terbesar disusul perlakuan NH4OH,NaOH dan KOH. Sedangkan,
harga modulus Young atau modulus Elastisitas yang merupakan ukuran kekakuan
komposit, makin besar harga modulus maka makin kaku atau makin rigid suatu
komposit, dimana komposit dengan serat Arenga pinnata perlakuan KOH panjang serat
50 mm memiliki nilai modulus elastisitas terbesar yaitu 1,52 GPa berarti komposit
‐
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
epoxy NH4OH10mm
NH4OH50mm
NaOH10mm
NaOH50mm
KOH10mm
KOH50mm
TP10mm
TP50mm
%, ε
Jenis Spesimen
ɜ(Regangan)
dengan perlakuan NH4OH 50 mm memiliki nilai kekakuan yang paling besar diantara
komposit lainnya
Keterangan : TP = Tanpa perlakuan
Gambar 5.4. Grafik Modulus Young Komposit
Harga Modulus Young merupakan perbandingan dari nilai kekuatan tarik komposit
dan nilai regangan dari komposit, dimana makin besar harga kekuatan tarik makin besar
harga modulus sedangkan jika regangan makin besar maka harga modulus menurun. Jadi
harga Modulus Young menunjukkan kekakuan suatu bahan yaitu diperlukan energi yang
lebih besar untuk menarik bahan komposit tersebut agar terjadi besar regangan yang
sama dengan komposit yang dibandingkan.
5.2. Pengujian Modal Analysis
Bagian uji modal ini difokuskan untuk menjelaskan temuan yang didapat selama
eksperimen untuk menentukan karakteristik dinamis dari komposit. Ada dua parameter
yang diukur yaitu frekuensi natural dan rasio damping dari masing-masing spesimen.
‐
0,50
1,00
1,50
2,00
epoxy NH4OH10mm
NH4OH50mm
NaOH10mm
NaOH50mm
KOH10mm
KOH50mm
TP10mm
TP50mm
E,( GPa)
Jenis Spesimen
E, Modulus Young
5.2.1. Frekuensi Natural
Tabel 5.1 menunjukkan hasil frekuensi natural dari komposit epoxy berpenguat serat
Arenga pinnata untuk perlakuan permukaan dan panjang serat yang berbeda.
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa ada pengaruh yang cukup signifikan
pada karakter dinamis akibat penambahan serat Arenga pinnata bila dibandingkan pada
bahan matrik epoxy saja, karena penambahan serat sebagai penguat akan makin
memperkuat struktur komposit dan juga menjadikan struktur komposit lebih kaku.
Tabel 5.1. Frekuensi Natural dari komposit Epoxy/Serat Arenga pinnata (dalam kHz)
Jenis Spesimen Panjang Serat 10 mm Panjang Serat 50 mm Epoxy 0,180 Komposit Tanpa Treatment 0,525 0,536Komposit–NH4OH Treatment 0,543 0,552Komposit- NaOH Treatment 0,625 0,635Komposit- KOH Treatment 0,767 0,825
Tabel 5.1 menunjukkan frekuensi natural dari masing-masing jenis spesimen, yang
mengindikasikan bahwa komposit epoxy berpenguat serat Arenga pinnata hasil
perlakuan KOH dan panjang serat 50 mm menunjukkan nilai frekuensi natural terbesar
yaitu 0,825 kHz, kemudian dengan panjang serat 10 mm, serta di bawahnya adalah nilai-
nilai dari komposit-NaOH treatment, NH4OH treatment dan komposit-serat tanpa
treatment. Komposit dengan serat perlakuan KOH menunjukkan frekuensi natural lebih
tinggi dibanding lainnya karena komposit ini memiliki kekakuan atau modulus
elastisitas paling besar dibandingkan komposit lainnya. Berdasarkan formula frekuensi
natural, frekuensi natural dari struktur bergantung pada kekakuan dan massa struktur.
Karena itu, kekakuan mempengaruhi frekuensi natural dimana makin meningkat
kekakuan suatu struktur maka makin meningkat pula nilai frekuensi natural. Untuk masa,
peningkatan nilai massa bisa mengurangi nilai frekuensi natural struktur. Dalam hal ini,
setiap materi yang diteliti memiliki kepadatan yang sama yaitu dengan fraksi berat 40
%, jadi pengaruh massa dapat diabaikan. Panjang serat mempengaruhi kekuatan dari
komposit, dimana komposit dengan serat yang lebih panjang memiliki kekuatan tarik
dan kekakuan lebih tinggi. Dari hasil ini, bisa disimpulkan bahwa komposit dengan serat
perlakuan KOH 0,25 M dan direndam selama 60 menit serta dengan panjang serat 50
mm memiliki frekuensi natural terbesar. Sifat dinamis ini berhubungan dengan Modulus
Young dari struktur karena nilai kekakuan selalu bergantung pada nilai-E( modulus
Young/modulus elastisitas). Karena itu, peningkatan Modulus Young selalu
meningkatkan nilai frekuensi natural, yang mengindikasikan bahwa struktur komposit
dengan nilai tinggi dalam Modulus Young dan kekuatan tarik akan lebih kaku serta
berhubungan linear dengan nilai frekuensi natural.
5.2.2. Rasio Damping
Berdasarkan formulasi teoritis rasio damping, maka kekakuan, massa dan puncak
damping bisa memberikan efek ke nilai rasio damping. Tabel 5.2 menunjukkan hasil uji
rasio damping dari beberapa jenis spesimen dimana terlihat ada pengaruh perlakuan
permukaan serat dan panjang serat terhadap sifat dinamis komposit.
Tabel 5.2. Rasio damping dari Komposit Epoxy/Serat Arenga pinnata
Jenis Spesimen Panjang Serat 10 mm Panjang Serat 50 mm Epoxy 0,035 Komposit Tanpa Treatment 0,065 0,064Komposit–NH4OH Treatment 0,035 0,031Komposit- NaOH Treatment 0,027 0,022Komposit- KOH Treatment 0,021 0,021
Tabel 5.2 menunjukkan efek perlakuan alkali serat dan panjang serat terhadap rasio
damping dari komposit, terlihat bahwa rasio damping komposit dengan serat tanpa
treatment dengan panjang serat 10 mm mempunyai rasio damping terbesar, yaitu 0,065,
disusul dengan panjang serat 50 mm, kemudian di bawahnya berturut-turut komposit
dengan perlakuan NH4OH, NaOH dan KOH. Komposit dengan serat tanpa treatment
menunjukkan rasio damping yang tinggi, nilai ini cocok dengan formulasi teoritis karena
penurunan kekakuan akan memberikan kenaikan nilai dalam rasio damping. Panjang
serat juga mempengaruhi nilai rasio damping, dimana dalam hasil penelitian ini
perubahan yang terjadi tidak begitu besar, namun tetap mengikuti kecenderungan
perubahan yang sebanding dengan perubahan sifat kekakuan komposit.
Sifat statis yaitu kekuatan tarik dan kekakuan/modulus Young serta sifat dinamis yaitu
frekuensi natural dan rasio damping dari komposit mempunyai hubungan, dimana kekuatan tarik
dan kekakuan memiliki hubungan sebanding dengan frekunsi natural, makin kuat dan kaku suatu
komposit maka makin besar nilai frekuensi naturalnya, sedangkan kekuatan tarik dan kekakuan
mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan rasio damping, yaitu makin kuat dan kaku
komposit maka makin kecil nilai rasio damping dari komposit tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa perlakuan alkali mempengaruhi kekuatan
tarik dan kekakuan serat Arenga pinnata, yang nantinya juga mempengaruhi kekuatan dan
kekakuan komposit. Pada kondisi perlakuan yang sama, konsentrasi larutan 0,25 M dan lama
rendaman 1 jam, larutan alkali dengan kuat basa terbesar yaitu larutan KOH menghasilkan serat
dengan kekuatan tarik dan kekakuan serat tertinggi, disusul perlakuan NaOH yang mempunyai
kuat basa lebih rendah dari larutan KOH, kemudian perlakuan NH4OH yang mempunyai kuat
basa lebih kecil dari NaOH. Selanjutnya, panjang serat, juga mempengaruhi kekuatan tarik dan
kekakuan komposit, dimana makin panjang serat maka daerah kontak permukaan antara
serat dan matrik lebih luas dalam volume komposit yang sama, dimana makin luas daerah
kontak maka ikatan adhesi yang terjadi makin besar yang berakibat makin kuat komposit
tersebut. Seperti diketahui, panjang dan diameter serat merupakan faktor yang
mempengaruhi kekuatan tarik serat, dimana panjang serat berbanding diameter serat
disebut sebagai aspect ratio. Jika aspect ratio makin besar maka semakin besar pula
kekuatan tarik serat pada komposit, jadi hal ini yang membuat komposit dengan panjang
serat 50 mm rata-rata memiliki kekuatan tarik lebih besar dibandingkan panjang serat 10
mm.
BAB VI
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Pada tahapan berikutnya, yaitu sesuai dengan roadmap penelitian ini maka dilakukan aplikasi
hasil karakterisasi komposit epoxy berpenguat serat ijuk pada proses manufaktur komposit atau
produksi komposit yang tergolong teknologi tepat guna untuk menghasilkan beberapa produk
non-struktural seperti pelapis body bagian dalam kendaraan, yang dapat meredam getaran atau
benturan yang terjadi. Selain itu, aplikasi pada produk yang berfungsi sebagai bahan proteksi atau
pelindung, seperti pada produk papan atau panel partisi ruang kerja.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai kesimpulan dari penelitian ini, berdasarkan hasil uji tarik komposit diketahui kehadiran
serat Arenga pinnata sebagai pengisi juga sebagai penguat komposit, menyebabkan terjadinya
peningkatan kekuatan yang signifikan dibandingkan dengan matrik epoxy saja. Kemudian, ketiga
jenis perlakuan permukaan dengan larutan alkali memberikan perubahan pada kekuatan tarik
serat Arenga pinnata, dimana komposit dengan serat Arenga pinnata dengan perlakuan alkali
memiliki kekuatan tarik relatif lebih besar dibandingkan komposit dengan serat Arenga pinnata
tanpa perlakuan. Komposit dengan serat Arenga pinnata perlakuan KOH mempunyai kekuatan
tarik dan kekakuan yang terbesar, diikuti perlakuan NaOH kemudian NH4OH yang tidak begitu
berbeda dengan komposit dengan serat tanpa treatment. Panjang serat juga mempengaruhi
kekuatan tarik komposit, dimana makin panjang serat yang digunakan maka makin tinggi
kekuatan tarik dan kekakuan dari komposit. Terkait hubungan sifat statis dan dinamis dari
komposit, kekuatan tarik dan kekakuan komposit makin besar maka makin besar pula nilai
frekuensi natural dari komposit sedangkan nilai rasio dampingnya makin menurun. Jadi, pada
kondisi konsentrasi larutan 0,25 M dan lama rendaman 1 jam, perlakuan dengan KOH pada serat
Arenga pinnata serta panjang serat 50 mm menghasilkan komposit epoxy/serat Arenga pinnata
dengan kekuatan tarik, kekakuan dan frekuensi natural tertinggi, serta terendah dalam rasio
damping.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bachtiar D, Sapuan SM, Zainudin ES, Khalina A, Dahlan KZM. The tensile properties of single sugar palm (Arenga pinnata) fibre. IOP Conf Ser Mater Sci Eng. 2010;11(1):012012.
2. Dyah Annur,dkk,(2009), Optimasi Waktu Alkalisaasi terhadap Peningkatan Sifat Tarik Komposit Polyester Berpenguat Tekstil Serat Kenaf, Arena Tekstil Volume 24 :60-112
3. Evi Christiani S,(2008), Karakterisasi Ijuk pada Papan Komposit Serat Ijuk Pendek sebagai perisai Radiasi Netron,Tesis, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan
4. Ishak MR, Sapuan SM, Leman Z, Sahari J, Ibrahim MS. Chemical composition of sugar palm (Arenga pinnata) fibres: the effects of natural degradation. In: Proceedings of the international conference on design and concurrent engineering (iDECON 2010), Malacca, Malaysia, 20–21 September. p. 136–140
5. Izzudin Zaman, et.al, Influence of Fiber Volume Fraction on The tensile Properties and Dynamic Characteristics of Coconout Fiber Reinfoerced Composite, Journal Of Science and Technology
6. Leman Z, Sapuan SM, Azwan M, Ahmad MMHM, Maleque MA.The effect of environmental treatments on fiber surface properties and tensile strength of sugar palm fiber-reinforced epoxy composites. Polym Plast Technol Eng. 2008;47(6):606–12.
7. Maia, Nuno M.M., Silva, Julio,M.M., (1997), Theoretical and Experimental Modal Analysis, Research Studies PressLTD., England
8. Sahari J, Sapuan SM, Ismarrubie ZN, Rahman MZA. Comparative study of physical properties based on different parts of sugar palm fibre reinforced unsaturated polyester composites. Key Eng Mater. 2011;471–472:502–6.
9. Sapuan SM, Ahmad MHM, Sastra HY. Chemical composition of ijuk (Arenga pinnata) fibre as reinforcement for polymer matrix composites. J Appl Technol. 2006;4(1):1–7
10. Sastra HY, Siregar JP, Sapuan SM, Leman Z, Hamdan MM. Tensile properties of Arenga Pinnata fibre-reinforced epoxy composites. Polym Plast Technol Eng. 2006;45:1–8.
11. Suriani MJ, Hamdan MMHM, Sastra HY, Sapuan SM. Study of interfacial adhesion of tensile specimens of Arenga pinnata fiber reinforced composites. Multidiscip Model Mater Struct. 2006;3(2):213–24.
12. Van de Weyenberg I, T. Chi Truong, B. Vangrimde 1, I. Verpoest,(2006), Improving the properties of UD flax fibre reinforced composites by applying an alkaline fibre treatment, Composites: Part A 37 (2006) 1368–1376
13. http://en.wikipedia.org/wiki/Composite_material. 14. http://arengabroom.blogspot.com/. 15. _________, Harmonie Measurement System, Getting Started User Manual, 01dB-Stell
MVI Technologies Group
LAMPIRAN
FOTO-FOTO PROSES PRODUKSI KOMPOSIT DAN UJI KOMPOSIT
Gambar 1. Proses pemberian mould release wax pada cetakan agar nanti hasil cetakan mudah dilepas dari cetakan
Gambar 2. Proses pencampuran resin dan hardener Epoxy kemudian dituangkan ke dalam wadah yang berada di dalam pot
Gambar 3 Peletakkan dan penyusunan serat ijuk panjang dalam cetakan dengan satu orientasi dialasi dengan plastik HDPE
Gambar 4 Cetakan ditutup dengan cetakan atas yang terbuat dari kayu setelah campuran resin dan hardener epoxy dituangkan diatas serat ijuk
Gambar 5 Cetakan dikunci dengan klem penjepit agar kedudukan cetakan tidak bergeser selama proses cetak komposit
Gambar 6 Hasil cetakan komposit Epoxy dengan filler Serat Ijuk
Gambar 7 Pengujian Kekuatan Tarik( Statik)
Gambar 8 Spesimen Uji Modal Analisis ( Dinamik)
Gambar 9 Perangkat Uji Modal Analisis
PENGARUH KUAT BASA LARUTAN ALKALI DAN PANJANG SERAT PADA KEKUATAN TARIK KOMPOSIT EPOKSI BERPENGUAT SERAT
IJUK
I G.N. Nitya Santhiarsa1, I K. Suarsana2
1Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran,Badung HP 0811392116, [email protected]
2Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung
Abstrak Proses delignifikasi pada serat alam yang menggunakan larutan kimia dipengaruhi oleh faktor konsentrasi larutan, suhu larutan, lama reaksi dan kekuatan reaksi dari larutan. PeneIltian ini difokuskan pada pengaruh kekuatan reaksi dari kuat basa larutan alkali yaitui amonium hidroksida (NH4OH), sodium hidroksida (NaOH) dan potasium hidroksida (KOH) serta variasi panjang serat ijuk terhadap kekuatan tarik komposit epoxy berpenguat serat ijuk. Larutan KOH mempunyai kekuatan basa palnig kuat disusul NaOH dan NH4OH. Serat ijuk direndam di dalam ketiga larutan dengan konsentrasi masing-masing 0,25 M dan lama waktu 1 jam. Hasil pengujian menunjukkan bahwa komposit epoksi yang diperkuat dengan serat ijuk perlakuan KOH mempunyai kekutan tarik yang tertinggi, diikuti oleh komposit dengan perlakuan NaOH dan NH4OH. Pada konsentrasi dan waktu yang sama, 0,25 M dan 1 jam, basa yang lebih kuat lebih mampu menguraikan lignin dan hemiselulosa sehingga permukaan serat ijuk lebih bersih dan berpori yang nantinya menambah kekuatan adhesi antara permukaan serat dan permukaan matrik epoksi. Komposit dengan serat yang lebih panjang (50 mm) relatif memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan komposit dengan serat yang lebih pendek (10 mm), dikarenakan serat panjang memiliki aspek rasio yang lebih besar dibandingkan serat pendek. Kata kunci :Serat ijuk, larutan alkali, kekuatan tarik 1. Pendahuluan
Serat Ijuk (Arenga pinnata) memiliki ketahanan terhadap degradasi yang sangat baik, memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, dan ketersediaan melimpah. Salah satu fakta yang membuktikan kekuatan serat ijuk adalah serat ijuk sejak dulu sudah digunakan sebagai atap rumah di Bali, maupun daerah di Indonesia lainnya, bisa dilihat kondisi atap tradisional yang terbuat dari serat ijuk tetap dalam kondisi baik meski telah dipasang selama dua puluhan tahun. Kekuatan serat ijuk telah menarik minat banyak peneliti termasuk juga para peneliti material komposit. Terkait dengan pemanfaatan serat ijuk sebagai serat pengisi bahan komposit, beberapa studi telah dilakukan untuk menentukan potensi serat sebagai serat penguat dalam komposit, yaitu Bachtiar (2010), menyampaikan sebuah studi tentang pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat kekuatan tarik komposit epoksi berpenguat serat ijuk. Perlakuan dilakukan dengan menggunakan natrium hidroksida (NaOH) pada dua larutan konsentrasi yang berbeda 0,25 M dan 0,5 M dan tiga kali perendaman yang berbeda 1jam, 4 jam dan 8 jam. Spesimen komposit diuji untuk penentuan kekuatan tarik dengan hasil kekuatan tarik tertinggi pada konsentrasi 0,25 M dan waktu perendaman 1 jam yaitu 49,5 MPa. Sastra, dkk (2006), telah melakukan studi untuk menentukan sifat kekuatan tarik serat ijuk sebagai serat alami dan resin epoksi sebagai matriks. Serat ijuk dicampur dengan resin epoksi dengan variasi persentase berat serat 10%, 15%, dan 20% serat ijuk dan dengan orientasi serat yang berbeda seperti pendek random, panjang random, dan anyaman. Hasil dari tes tarik komposit epoksi diperkuat serat ijuk adalah bahwa anyaman serat ijuk dengan berat 10% menunjukkan nilai tertinggi untuk sifat tarik maksimum. Kekuatan tarik dan nilai-nilai modulus Young untuk komposit berat 10 % anyaman serat ijuk adalah 51,725 MPa dan 1255,825 MPa. Hasil di atas menunjukkan bahwa komposit dengan anyaman serat ijuk memiliki ikatan yang lebih baik antara serat dan matriks dibandingkan dengan serat panjang acak dan serat pendek acak. Widodo(2008) melakukan riset tentang kekuatan mekanik komposit epoksi berpenguat serat ijuk model lamina dengan orientasi acak, Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan kekuatan tarik komposit tertinggi sebesar 5,538 kgf/mm
2pada fraksi berat ijuk 40% ,rata-rata kekuatan tarik tertinggi sebesar 5,128 kgf/mm2
pada fraksi berat ijuk 40%. Kekuatan im-pak komposit tertinggi sebesar 33,395 Joule/mm2
dengan kekuatan impak rata-rata 11,132 Joule/mm 2
pada fraksi berat ijuk 40%. Kemudian, hasil riset Mahmuda, dkk (2013),
tentang pengaruh panjang serat ijuk pada kekuatan tarik komposit epoksi, dimana variasi panjang serat adalah 30 mm, 60 mm dan 90 mm, menunjukkan kekuatan tarik dan regangan tertinggi dicapai pada komposit dengan panjang serat 90 mm, jadi makin panjang serat makin besar daya ikat antara serat dengan matrik. Seperti diketahui, perlakuan alkali untuk serat alam memberikan peningkatan kristalinitas selulosa dan penurunan kandungan hemi-selulosa dan lignin . Hal itu menunjukkan bahwa serat menjadi relatif ulet setelah penghilangan beberapa hemi-selulosa dan lignin serta dapat mengakibatkan kekakuan serat tinggi karena kristalinitas selulosa meningkat. Percobaan menggunakan larutan alkali selain NaOH seperti NH4OH (tergolong basa lemah) dan KOH basa kuat, lebih kuat dari NaOH), dimana masing-masing mempunyai kekuatan basa atau pH yang berbeda, kepada serat ijuk belum ada yang mencoba, setidaknya untuk penyelidikan kuantitatif, oleh karena itu studi seperti ini perlu dilakukan. Jadi dalam upaya untuk mengetahui pengaruh kekuatan basa larutan alkali terhadap kekuatan mekanik komposit serat ijuk-matriks epoksi, dilakukan modifikasi permukaan serat dengan variasi perlakuan alkali, NH4OH (amonium hidroksida),NaOH (sodium hidroksida) dan KOH (Potasium hidroksida), dimana ketiga perlakuan mempengaruhi karakter permukaan serat terkait upaya untuk membuat kompatibilitas yang lebih baik antara serat dan matriks serta membuat lebih baik kekuatan komposit, kemudian setelah pencampuran serat dan matriks untuk membuat komposit, variasi panjang serat pada komposit dilakukan juga untuk mengetahui apakah pengaruh variasi panjang serat pada sifat mekanis seperti kekuatan tarik komposit.
2. Pendekatan Pemecahan Masalah Metode penelitian yang digunakan adalah true experimental research dan dibagi dalam beberapa tahapan yaitu mulai dari studi literatur yang lebih menitikberatkan pada teori-teori tentang pengetahuan komposit dimana resin epoksi sebagai matrik dan serat ijuk sebagai penguat. Kemudian, eksperimen, diawali dengan kegiatan untuk memperoleh bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian, pengambilan ijuk, melakukan proses modifikasi permukaan serat ijuk dengan larutan alkali, pengujian SEM, serta pembuatan spesimen komposit matrik epoxy berpenguat serat ijuk dengan variasi panjang serat, kemudian melakukan uji kekuatan tarik komposit
Perlakuan permukaan.Serat ijuk dikumpulkan dari Gianyar Bali, Indonesia, serat dicuci dengan air sampai bersih kemudian dikeringkan selama dua minggu pada suhu kamar, seperti yang dilakukan secara tradisional. Setelah itu siapkan empat kotak, satu untuk serat tanpa perlakuan, satu untuk perlakuan NH4OH, satu untuk NaOH dan satu untuk KOH. Perbandingan berat serat dan larutan 1:20[1] konsentrasi masing –masing larutan 0,25 M dan waktu rendaman 1 jam. Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter. Setelah 1 jam, bilas sampai bersih (pH 7) dan keringkan serat dalam oven pada suhu 100 C selama 24-48 jam. Masing-masing sampel serat kemudian di foto dengan menggunakan SEM untuk mengetahui perubahan morfologi permukaan serat
Tabel 1. Kekuatan Basa dan pH larutan Alkali Parameter NH4OH NaOH KOH
pKb 4,75 1 0,5
basa lemah basa kuat basa kuat
pH
(diukur pada 0,25 M/100 ml)
8,8 9,2 9,3
Pembuatan komposit. Dimensi papan komposit adalah 150 mm (L) x 150 mm (W) x 3 mm (T) . Peralatan yang diperlukan untuk cetakan yang digunakan untuk meletakkan bahan ke dalam gelas kertas, plastik transparansi untuk lapisan bawah dan atas, dan bingkai spacer. Cetakan terbuat dari kaca dan plastik transparansi dimana proses pembuatan cetakan digunakan molding atas dan bawah. Serat pendek dipotong 10 mm- sedangkan serat panjang dipotong 50 mm keduanya dipasang secara random. Fraksi berat serat yang digunakan adalah 40 %, kemudian serat ditempatkan di atas plastik transparansi di dasar cetakan yang sudah disiapkan. Resin epoksi dan hardener dicampur bersama-sama didasarkan pada persentase berat untuk membentuk sebuah matriks, rasio antara resin epoksi dan hardener adalah 1:1 berdasarkan volume, maka matriks tersebut dituangkan di atas serat dan dikompresi dan merata sampai mencapai ketebalan 3 mm. Cara terbaik untuk mempersiapkan proses curing untuk menghasilkan uji mutu spesimen standar adalah dengan mencampur epoksi dan hardener selama kurang lebih 10 menit. Waktu curing adalah sekitar 20-24 jam sampai pelat komposit kering merata jika diterapkan pada kondisi suhu kamar dari 25-30 ° C. Hasil cetak komposit terdiri cetakan epoksi saja, cetakan komposit tanpa perlakuan panjang serat 10 mm dan 50 mm, cetakan komposit perlakuan NH4OH panjang serat 10 mm dan 50 mm, komposit perlakuan NaOH panjang serat 10 mm dan 50 mm serta komposit perlakuan KOH panjang serat 10 mm dan 50 mm, jadi total ada 9 cetakan.
Pembuatan spesimen uji tarik. Dimensi dan geometri spesimen uji untuk uji kekuatan tarik mengikuti standar ASTM D 3039, dilakukan paling sedikit setiap perlakuan 3 spesimen uji. Pembuatan spesimen dan pengujian dilakukan di Laboratorium Material, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana.
3. Pengumpulan Data dan Analisis
Hasil pengujian tarik menunjukkan beberapa hal, pertama, kehadiran serat ijuk sebagai pengisi juga sebagai penguat komposit, dimana terdapat peningkatan kekuatan yang signifikan dibandingkan matrik epoksi. Kedua, perlakuan alkali memberikan perubahan pada kekuatan tarik serat ijuk, dimana komposit dengan serat ijuk dengan perlakuan alkali memiliki kekuatan tarik relatif lebih besar dibandingkan komposit dengan serat ijuk tanpa perlakuan. Komposit dengan serat ijk perlakuan KOH mempunyai kekuatan tarik yang terbesar, diikuti perlakuan NaOH kemudian NH4OH yang tidak begitu berbeda dengan tanpa treatment. Ditemukan juga bahwa variasi panjang serat, relatif ada perbedaan sedikit, dimana komposit dengan serat lebih panjang memiliki kekuatan tarik lebih besar, namun karena perbedaan panjang tidak besar, demikian juga perbedaan kekuatan tariknya tidak begitu besar.
Keterangan : TP = Tanpa perlakuan
Gambar 1. Grafik Tegangan Tarik Komposit
Hal ini disebabkan larutan KOH dan NaOH tergolong basa kuat, jadi lebih reaktif dibandingkan NH4OH yang tergolong basa lemah. Basa kuat artinya kelarutan basa lebih besar dibandingkan basa lemah, dengan konsentrasi dan waktu rendaman yang sama, relatif lebih banyak lapisan hemiselulosa dan lignin pada serat ijuk yang dapat diuraikan oleh larutan tersebut, sehingga serat lebih bersih dan makin berpori yang nantinya berdampak pada peningkatan kekuatan adhesi antara permukaan serat dan matrik. Hasil ini didukung hasil uji foto SEM yang menunjukkan adanya perubahan permukaan serat akibat perlakuan alkali di atas.
Gambar 2. a) Serat tanpa perlakuan b) Serat dengan perlakuan NH4OH 0,25 M c) Serat dengan Perlakuan NaOH 0,25 M d) Serat dengan perlakuan KOH 0,25 M
Hasil foto SEM, gambar (a) menunjukkan serat ijuk tanpa perlakuan mempunyai permukaan yang tebal terlapisi oleh hemiselulosa dan lignin yang berfungsi untuk melindungi selulosa. Setelah serat diberi perlakuan kimia yaitu direndam dalam larutan alkali( NHaOH, NaOH dan
‐
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
20,00
epoxy NH4OH10mm
NH4OH50mm
NaOH10mm
NaOH50mm
KOH10mm
KOH50mm
TP 10mm TP 50mm
Tegangan tarik (MPa)
Jenis Spesimen
σ
KOH) dengan konsentrasi 0,25 M selama 1 jam, maka sebagian besar zat non-selulosa telah terurai, permukaan serat lebih bersih dan berpori karena lapisan luar (hemiselulosa dan lignin) terkelupas dan banyak kandungan kimia larut dalam larutan alkali tersebut. Makin kuat basa dari larutan maka makin besar daya larut atau kelarutan dari larutan tersebut terhadap permukaan serat, seperti terlihat pada gambar (d) permukaan lebih bersih dan berpori, artinya lebih banyak bagian hemiselulosa dan lignin yang terurai, dibandingkan dengan permukan serat pada gambar(c) dan (b). Secara fisik dan mekanik, permukaan serat yang bersih dan berpori lebih meningkatkan daya lekat antara serat dengan matrik ketika dibuat komposit. Kemudian, secara kimia, perlakuan kimia mengurangi sifat hidrofilik dari serat, diketahui sifat hidrofilik ini menghambat reaksi efektif antara serat dengan matrik. Namun, bila kekuatan basa terlalu kuat bisa mengakibatkan beberapa bagian selulosa ikut terurai dan hal ini justru dapat melemahkan kekuatan serat. Selanjutnya, panjang serat merupakan salah satu faktor yang menentukan kekuatan komposit, dimana makin panjang serat maka daerah kontak permukaan antara serat dan matrik lebih luas dalam volume komposit yang sama, dimana makin luas daerah kontak maka ikatan adhesi yang terjadi makin besar yang berakibat makin kuat komposit tersebut. Seperti diketahui, panjang dan diameter serat merupakan faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik serat, dimana panjang serat berbanding diameter serat disebut sebagai aspect ratio[2]. Jika aspect ratio makin besar maka semakin besar pula kekuatan tarik serat pada komposit, jadi hal ini yang membuat komposit dengan panjang serat 50 mm rata-rata memiliki kekuatan tarik lebih besar dibandingkan panjang serat 10 mm.
Keterangan : TP = Tanpa perlakuan
Gambar 3. Grafik Regangan Komposit
Sementara itu, pola regangan menunjukkan hal dimana epoksi mempunyai kemampuan regangan terkecil sedangkan komposit dengan serat tanpa perlakuan mempunyai regangan terbesar disusul perlakuan NH4OH,NaOH dan KOH. Sedangkan, harga modulus Young atau modulus Elastisitas yang merupakan ukuran kekakuan komposit, makin besar harga modulus maka makin kaku atau makin rigid suatu komposit, dimana komposit dengan serat ijuk perlakuan KOH panjang serat 50 mm memiliki nilai modulus elastisitas terbesar yaitu 1,52 GPa berarti komposit dengan perlakuan NH4OH 50 mm memiliki nilai kekakuan yang paling besar diantara komposit lainnya
‐
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
epoxy NH4OH10mm
NH4OH50mm
NaOH10mm
NaOH50mm
KOH10mm
KOH50mm
TP10mm
TP50mm
%, ε
Jenis Spesimen
ɜ(Regangan)
Keterangan : TP = Tanpa perlakuan
Gambar 4. Grafik Modulus Young Komposit
Harga Modulus Young merupakan perbandingan dari nilai kekuatan tarik komposit dan nilai regangan dari komposit, dimana makin besar harga kekuatan tarik makin besar harga modulus sedangkan jika regangan makin besar maka harga modulus menurun. Jadi harga Modulus Young menunjukkan kekakuan suatu bahan yaitu diperlukan energi yang lebih besar untuk menarik bahan komposit tersebut agar terjadi besar regangan yang sama dengan komposit yang dibandingkan..
4. Kesimpulan dan Saran
Hasil pengujian menunjukkan bahwa komposit epoksi yang diperkuat dengan serat ijuk perlakuan KOH mempunyai kekutan tarik yang tertinggi, diikuti oleh komposit dengan perlakuan NaOH dan NH4OH. Pada konsentrasi 0,25 M dan waktu redaman 60 menit, basa yang lebih kuat lebih mampu menguraikan lignin dan hemiselulosa sehingga permukaan serat ijuk lebih bersih dan berpori yang nantinya menambah kekuatan adhesi antara permukaan serat dan permukaan matrik epoksi. Komposit dengan serat yang lebih panjang (50 mm) relatif memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan komposit dengan serat yang lebih pendek (10 mm), dikarenakan serat panjang memiliki aspek rasio yang lebih besar dibandingkan serat pendek atau semakin besar luas permukaan serat yang menanggung beban yang diberikan matriks. Jadi komposit dengan serat perlakuan KOH 0,25 M dan direndam selama 1 jam serta panjang serat 50 mm dalam hal ini memiliki kekuatan tarik tertinggi yaitu 18 MPa Penelitian ini selanjutnya perlu ditindaklanjuti dengan pengujian karakteristik dinamik dari komposit epoksi berpenguat serat ijuk sehingga pemahaman pada karakteristik mekanik bahan komposit ini lebih lengkap.
Daftar Pustaka
16. Bachtiar D, Sapuan SM, Zainudin ES, Khalina A, Dahlan KZM.(2010). The Tensile Properties of Single Sugar Palm (Arenga pinnata) Fibre. IOP Conf Ser Mater Sci Eng. 11(1):012012.
17. Mahmuda, E.,Savetlana, S.,Sugiyanto,(2013). Pengaruh Panjang Serat terhadap Kekuatan Tarik Komposit Berpenguat Serat Ijuk dengan Matrik Epoxy, Jurnal FEMA. I (3) :79-84
‐
0,50
1,00
1,50
2,00
epoxy NH4OH10mm
NH4OH50mm
NaOH10mm
NaOH50mm
KOH10mm
KOH50mm
TP10mm
TP50mm
E,( GPa)
Jenis Spesimen
E, Modulus Young
18. Sastra HY, Siregar JP, Sapuan SM, Leman Z, Hamdan MM. (2006).Tensile Properties of Arenga Pinnata Fibre-reinforced Epoxy Composites. Polym. Plast Technol. Eng. 45:1–8.
19. Widodo, B,( 2008), Analisis Sifat Mekanik Komposit Epoksi dengan Penguat Serat Pohon Aren(Ijuk) Model Lamina Berorientasi Sudut Acak(Random), Jurnal Teknologi Technoscientia I (1)