TUGAS MATA KULIAH MATRIKULASI KELOMPOK

32
TUGAS MATA KULIAH MATRIKULASI ISU ISU TERKINI ISU ISU KEKUASAAN DALAM PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DI BALI: “INTERAKSI KEKUASAAN DALAM PENGEMBANGAN KULINER LOKAL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP” DOSEN : Ir. AAP. Agung Suryawan Wiranatha, MSc., PhD Tugas Kelompok Oleh : I Ketut Sutapa (NIM : 1390771010) I Made Bayu Wisnawa (NIM:1390771008)

Transcript of TUGAS MATA KULIAH MATRIKULASI KELOMPOK

TUGAS MATA KULIAH MATRIKULASIISU ISU TERKINI

ISU ISU KEKUASAAN DALAM PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DIBALI:

“INTERAKSI KEKUASAAN DALAM PENGEMBANGAN KULINER LOKALSEBAGAI DAYA TARIK WISATA DAN PENINGKATAN KUALITAS

LINGKUNGAN HIDUP”

DOSEN : Ir. AAP. Agung Suryawan Wiranatha, MSc., PhD

Tugas Kelompok Oleh :

I Ketut Sutapa(NIM : 1390771010)

I Made Bayu Wisnawa(NIM:1390771008)

PROGRAM STUDI DOKTOR PARIWISATAPROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2013

2

ISU ISU KEKUASAAN DALAM PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DIBALI: “INTERAKSI KEKUASAAN DALAM PENGEMBANGAN KULINER

LOKAL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DAN PENINGKATANKUALITAS LINGKUNGAN HIDUP”

Oleh :

I Ketut SutapaI Made Bayu Wisnawa

Mahasiswa S3 Pariwisata Angkatan 2013/2014

ABSTRACT

This research aims to find how (i) interaction between local people, tourists and agents(government, investors, travel agent) in developing local culinary as tourism attraction,and (ii)local culinary could improve the quality of local environment. By usingqualitative methode, literature study ,this research find out that (i) there is a trend forbalancing in relationship between local people, tourist and agents to promote localculinary as tourism attractions and(ii) local culinary has philosophy to improve theawareness of the people for keeping environment as well as possible for sustainabilityof human life.

Keywords : Power, Culinary, Environment

PENDAHULUAN

Pengembangan pariwisata Bali yang beranjak menuju

pengembangan pariwisata berkelanjutan, saat ini mengedepankan

pariwisata budaya sebagai ikon utamanya, dimana pariwisata budaya

kini ditenggarai sebagai salah satu segmen industri pariwisata

yang perkembangannya paling cepat (Ardika, 2011), karena jenis

pariwisata ini memiliki pangsa pasar wisatawan yang cenderung1

tinggal lebih lama pada objek wisata, memberikan keuntungan

ekonomi kepada masyarakat lokal, dan dapat melestarikan warisan

budaya yang sekaligus berfungsi sebagai jati diri masyarakat

bersangkutan. Perhatian yang cukup mendalam terhadap Bali

sebagai daerah tujuan wisata sudah dilakukan sejak jaman

penjajahanBelanda, ditandai dengan dibangunnya Pelabuhan Udara

Tuban pada Tahun 1930 oleh Departement Voor Verkeer en Waterstaats. Bali

mendapat prioritas pembangunan karena telah mendapat kunjungan

wisatawan asing jauh sebelum Bangsa Indonesia lahir (Suara

Indonesia dalam Wijaya,2012). Selanjutnya dalam pidato kenegaraan

16 Agustus 1968, Presiden Suharto memberikan prioritas

pembangunan kepariwisataan di Bali, mengingat potensi yang luar

biasa yang dimiliki oleh Bali. Semenjak itu mulailah pembangunan

di bidang pariwisata dilakukan, antara lain dengan (i) Menekankan

pariwisata budaya sebagai hal yang harus dikembangkan, (ii)

resort pariwisata harus disebarkan ke seluruh pulau sehingga

tercipta pemerataan ekonomi, (iii)memperkuat identitas budaya

Bali, di mata seluruh Bangsa Indonesia dan internasional.

Ahli sosiologi dan antropologi seperti Levi Strauss

melakukan pengkajian terhadap makanan sebagai daya tarik wisata,

dimana memasak adalah sebuah aktivitas dari wujud kebudayaan

(Koentjaraningrat dalam Ardika, 2011). Makanan juga merupakan

identitas bangsa, karena memiliki arti sosial, keagamaan dan

simbolik. Guzman dan canizares (2010), mengatakan bahwa,

gastronomi telah menjadi salah satu faktor utama dalam

pengembangan dan promosi pariwisata, dan menawarkan kesempatan

2

wisata kuliner dengan lokasi yang beragam. Kuliner lokal juga

mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi, antara lain tata cara

berkehidupan, hormat kepada sang pencipta, sesama manusia dan

lingkungannya (Wurianto,2008). Terlebih lagi saat ini Pulau Bali

menghadapi permasalahan pencemaran lingkungan yang dituding

sebagai akibat dari pengembangan pariwisata (Dharma Putra, 2010),

hal ini membutuhkan pendekatan secara cultural, dimana dari

perpektif budaya mencerminkan bagaimana manusia bertingkah laku

dalam menjaga kelestarian lingkungannya. Nilai-nilai luhur lokal

yang tersimpan dalam kuliner lokal, misalnya Nasi Tumpeng yang

selalu digunakan dalam setiap perayaan-perayaan seremonial

pengorbanan/yadnya di Bali jika dimaknai secara mendalam tentunya

mampu menginspirasi masyarakat/penduduk Bali untuk selalu menjaga

kelestrian lingkungannya.

Rand, Heath, dan Alberts, (dalam Shenoy 2005) mengatakan

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa masakan memiliki dampak

yang besar pada wisatawan ketika memutuskan memilih tujuan wisata

mereka. Selain itu, masakan dari suatu negara dapat menampilkan

identitas budaya dari Negara yang bersangkutan. Salah satu

motivasi wisatawan yang ingin mengunjungi Italia adalah sebagian

besar karena masakannya yang terkenal akan pasta atau Pizza,

Shenoy (2005), Corigliano (2002) berpendapat keberhasilan

gastronomi Italia adalah sebagian besar disebabkan oleh asimilasi

gastronomi yang menjadi identitas secara nasional. Makanan sdh

menjadi bagian dari budaya Italia dan terhubung erat dengan gaya

hidup masyarakatnya dan ini telah menegaskan pentingnya

3

menghubungkan makanan dengan pariwisata. Sedangkan menurut

Nurhidayati (2013)mengatakan bahwa makanan dan minuman merupakan

produk yang memiliki nilai penting dalam industri pariwisata.

Bisnis makanan saat ini telah memberi kontribusi sekitar 19,33 %

dari total penghasilsan industri pariwisata khususnya yang

berasal dari wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia.

Pengeluaran makanan dan minuman merupakan pengeluaran kedua

terbesar setelah akomodasi, yang kontribusinya mencapai 38,48 %

dari total pengeluaran wisatawan mancanegara (Karim, 2006:2).

Pengembangan wisata kuliner yang menjanjikan pertumbuhan pada

sektor pariwisata, mengharapkan pemerintah sebagai pemegang

kekuasan anggaran diharapkan dapat dengan bijak untuk melihat

peluang yang ada baik pemerintah pusat melalui kementrian

Pariwisata dan ekonomi kreatif dan pemerintah daerah melalui APBD

yang dapat dianggarkan lewat Dinas Pariwisata.

Kekuasaan yang sering dipandang dalam pengembangan

pariwisata, sering ditujukkan kepada badan eksekutif, legislatif,

yudikatif, media, akademisi, tokoh tradisional, kelompok

tradisional, dan kelompok modern (Wirawan,2013). Dari perspektif

‘Barat’, pariwisata sering dipandang sebagai keputusan individual

dari wisatawan, sebagai hubungan yang bersifat dikotomi(Cheong

dan Miller, 2000). Dalam hal ini peranan pemerintah dalam

menerapkan sistem pemasaran kuliner yang menunjang destinasi,

seperti menyusun strategi pemasaran dan mengeksekusi sehingga

setiap bagian dari komponen pariwisata sebagai sebuah sistem ikut

berperan dalam mengembangkan kuliner lokal masing-masing (Jeou-

4

Shyan Horng dan Tsai, 2011), sekaligus menjaga kelestrian

lingkungan melalui perspektif budaya (Dharma Putra, 2010)

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah hubungan antara penduduk lokal, wisatawan dan

agen (pemerintah, investor dan biro perjalanan wisata) dalam

mengembangkan kuliner lokal sebagai daya tarik atraksi wisata?

2. Bagaimanakah kuliner lokal dapat meningkatkan kualitas

lingkungan hidup?

Tujuan Penulisan

1. Mengetahui hubungan antara penduduk lokal, wisatawan dan agen

(pemerintah, investor dan biro perjalanan wisata) dalam

mengembangkan kuliner lokal sebagai daya tarik atraksi wisata.

2. Mengetahui peranan kuliner lokal dapat meningkatkan kualitas

lingkungan hidup.

KAJIAN PUSTAKA

Kekuasaan dan Peran Pemerintah

Definisi tentang kekuasaan terkadang tidak dapat dilepaskan

dari proses pengambilan keputusan. Robbins dan Judge, (dalam

Marianti 2011) mengatakan, Kekuasaan adalah kemampuan seseorang

untuk mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang lain

tersebut akan berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh

orang yang memiliki kekuasaan. Kekuasaan merupakan sesuatu yang

tidak dapat dilepaskan dari proses pembuatan keputusan yang

5

melipatkan hubungan antar individu dan kelompok kepentingan

dengan negara. Leiper dalam Pitana (2009:63) mengklasifikasikan

tujuh sektor utama dalam industri pariwisata, dimana pemerintah

memiliki peran sebagai regulator/pengkordinasi.

TABEL 1ARTI KEKUASAAN MENURUT FILUSUF TERKEMUKA

FILUSUF ARTI KATA KUNCI

GIBSON Kekuasaan adalah Kemampuan seseorang untuk memperoleh seuatu sesuai dengan cara yang dikehendaki

Kemampuan

WEBER Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atausekelompok orang untuk menyadarkanmasyarakat akan kemauan-   kemauannyasendiri dengan sekaligus menerapkannyaterhadap tindakan-tindakan perlawanan dariorang-orang atau golongan-golongantertentu.

Kesempatan

LEWIN Kekuasaan adalah kemampuan potensial dariseseorang/kelompok orang untuk mempengaruhiyang lain dalam sistem yang ada.

Kemampuan, Pengaruh

NIETZSCHE Kemampuan manusia untuk merealisasikan segala kehendaknya, sehingga kekuasaan merupakan hal mutlak yang diperlukan bagi setiap manusia agar ia dapat melangsungkan atau melaksanakan kehidupannya dengan baik di dunia

Hal Mutlak

HOUSE Kapasitas atau kemampuan untuk menghasilkandampak atau akibat pada orang lain

Kemampuan

BASS Potensi untuk mempengaruhi orang lain PengaruhWAGNER DAN HOLLENBECK

Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhiperilaku orang lain, dan kemampuan untuk mengatasi (bertahan dari) pengaruh orang lain yang tidak diinginkan

Mengatasi Pengaruh

6

ROBBINS DANJUDGE

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang lain tersebut akan berperilaku sesuaidengan yang diharapkan oleh orang yang memiliki kekuasaan

Pengaruh, Kepatuhan

Sumber : Cheong dan Miller,2000; Wulandari,2007;Marianti,2011, dan Hannam,2002.

Kekuasaan dalam Pariwisata dalam Pandangan Michael Foucoult

Kekuasaan dalam pariwisata sangat dipengaruhi oleh efek dari

globalisasi, dimana ekonomi, politik dan budaya memberikan

pengaruh pada pariwisata. Boleh jadi, sebagai sebagai hasil,

penelitian pada pengembangan pariwisata sudah dimulai untuk focus

secara lebih eksplisit pada konsep kekuasaan itu sendiri. Secara

nyata, ini berarti pergeseran dari konsep kekuasaan politik dan

ekonomi menuju kepada sebuah pengujian pada hubungan social dan

budaya sebagai sebuah kekuatan dalam pariwisata (Mowforth and

Munt,1998), beserta fakta-fakta dari pandangan foucouldian

terhadap kekuasaan (Miller dalam Hannam (2002:229).

Untuk menggambarkan secara eksplisit, dengan memperhatikan

cara wisatawan untuk melihat destinasi wisata memiliki kekuatan

yang sama dengan manipulasi yang dilakukan oleh perwakilan

wisatawan (travel agent). Hannam (2002:232) Tidak dapat

dipungkiri, bahwa institusi dalam pariwisata memiliki peranan

penting karena memiliki kekuasaan dalam pengembangan pariwisata

itu sendiri dan serin g kali terlibat dalam posisi yang

berlawanan, satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa akademisi

memiliki peranan yang kuat dalam pengembangan pariwisata. Hughes

(2001) menunjukkan aktivis lingkungan hidup menuntut penutupan7

Dolphinarium melalui komunikasi (1984) menggambarkan bahwa

professional/praktisi pariwisata, institusi pemerintah, politik

dan pengetahuan memiliki peranan dalam pengembangan pariwisata.

Selanjutnya Hannam (2002) pendekatan politik, ekonomi, budaya dan

lingkungan memiliki kekuatan dalam mengatasi permasalahan-

permasalahan dalam sector pariwisata sebagai bahan kajian dalam

pengembangan pariwisata dan pengembangan riset pariwisata.

Cheong dan Miller (2000:371) Luaran dari pariwisata sering

dipandang sebagai akibat perilaku wisatawan dalam menikmati

kegiatan wisata pada daerah tujuan wisata. Pengaruh dari

pariwisata terhadap kehidaupan social sering kali dianggap

negative. Dengan pandangan konsep kekuasaan dari Michael Foucault

terhadap konsep kekuasaan, dimana kekuatan sering kali dianggap

sebuah presentasi dari system tripartite dari wisatawan (tourist),

masyarakat (local) dan pengusaha (brokers). Pandangan Foucaldian

mengungkap bahwa wisatawan sepertinya sebagai criminal/pesakitan,

yang seringkali mendapat kecaman-kecaman, sehingga disarankan

perlu peningkatan terhadap perhatian mendalam terhadap peranan

pengusaha (brokers) dalam pengembangan pariwisata.

Cheong dan Miller (2000) menyatakan bahwa pandangan Foucault

terhadap konsep kekuasaan, menguraikan hubungan yang saling

berkait dalam pemegang kekuasaan yang melibatkan pengusaha,

wisatawan dan objek wisata. Ada empat pandangan yang

diaplikasikan dalam pariwisata :

1. Kekuasaan dalam Pariwisata ada dimana-mana (Omnipresence of

Power in Tourism)

8

Pandangan Foucoult bahwa kekuasaan ada dimana-mana dalam setiap

hubungan antar manusia,secara jelas menunjukkan juga dalam

dunia pariwisata, meskipun secara tidak serta merta nampak

secara nyata. Hal ini disebabkan karena (i) hubungan kekuasaan

dalam pariwisata seringkali tertutup dalam kenyataan sehari

hari dimana komunikasi statistic menunjukkan peran dominan

untuk kepentingan bisnis, (ii) Kekompleksan pariwisata dari

industry global pariwisata yang menginterfensi. Dalam pandangan

ini, kekuasaan adalah tidak nyata/tidak terlihat karena

didominasi peran pembuat aturan dan politisi. Pendekatan ini

malahan focus pada level paling bawah dalam keseharian

interaksi kecil dari wisatawan dengan pemain-pemain dalam

pariwisata. Pendekatan Foucoldian menyontohkan hubungan-

hubungan kekuasaan pada hubungan yang bukan antara bisnis-

politik, wisatawan-pemandu wisata, dalam operasional kode

etik, buku panduan wisata dan seterusnya. Sistem pariwisata

didukung oleh pandangan pada tingkat individu dan efek-efek

produktif dari kekuasaan pada level institusi.

2. Kekuasaan dalam Jejaring Pariwisata (Power in Tourism Networks)

Pandangan Foucaldian terhadap keterkaitan kekuasaan terletak

pada system pariwisata..untuk menguraikan dalil ini, sangat

membantu untuk mensfesifikasi komponen-komponennya,dan untuk

mengidentifikasi saran-sasaran dan agen-agen seperti Foucault

sudah mengerjakan penelitian kelembagaannya pada seksualitas,

penjara, dan klinik mental. Seperti pada komponen-kompenennya,

antara masyarakat dengan akademik memiliki kesamaan cenderung

9

untuk mengertikan pariwisata sebagai dua bagian system social

yang terdiri dari tuan rumah dalam area daerah tujuan wisata

dan wisatawan (V Smith, 1989), Pearce(1989),

Chambers(1997;Cohen;1985; Berghe dan Keyes 1991). Sementara

muncul pandangan baru (Miller dan Auyong,1991) sudh menunjukkan

model social yang meliputi tiga element, yakni : Wisatawan,

local people dan broker)

TABEL 2CONTOH HUBUNGAN KEKUASAAN DALAM PANDANGAN FOUCOULT

OBJEK PENGAMATAN TARGET AGENSexualitas(sekolah,rumah)

Anak-anak, wanita Keluarga, Pendidik,Psikiater, Psikolog

Sistem Hukum(Tahanan)

Kriminal Kepala polisi,Polisi, Pendidik,Hakim, Psikiater

Kegilaan/ SakitJiwa

Pasien Dokter,Petugas RumahSakit Jiwa, Keluarga

Pariwisata, DaerahTujuan Wisata

Wisatawan Public/Privatesector Brokers,penduduk lokal,peneliti pasar,penulis perjalanan

Sumber: Cheong, dalam Cheong dan Miller (2000)

Pada Tabel 2, sekilas tampak wisatawan/traveller berbeda dengan

anak-anak, wanita, kriminal, dan pasien, namun pada dasarnya

tidak demikian karena bisa jadi wisatawan menjadi ‘korban’

10

konspirasi dari broker (travel agen, pengusaha hotel, dan pihak

pengusaha dibidang pariwisata lainnya)

3. Pandangan terhadap Pariwisata (The Touristic Gaze)

Tambahan terhadap konsep agen dan target yang sangat berguna

dalam melacak pengembangan dan pemeliharaan dalam hubungan

kekuasaan dalam pariwisata. Dengan menggunakan istilah ‘tourist

gaze’, Urry meminjam dari Foucoult dan fokus pada apa dan

bagaimana wisatawan memandang hal tersebut. Urry mengenali

bahwa kemampuan untuk memandang adalah diusahakan pada

wisatawan dengan hubungan kekuasaan dimana agent-agent (brokers

dan penduduk lokal) menghasilkan efek kekuasaan dan menciptakan

wisatawan.

4. Kekuasan untuk Menekan dan Menghasilkan dalam Pariwisata

(Repressive and Productive Touristic Power)

Sebagai manifestasi kekuasaan untuk menekan dan memproduksi

dikalangan agent, pemandu wisata dan broker-broker, seperti

yang diutarakan sebelumnya, Foucoult secara bertahap membangun

perspektif untuk ekspresi menekan dan memproduksi pada level

perseorangan dan institusi. Dalam bingkai ini adalah seluruhnya

memungkinkan dengan kenyataan yang ada dalam kepariwisataan.

Wisatawan-wisatawan sebagai sasaran individual Foucaldian dalam

sejarahnya dibebaskan dan dibatasi oleh kesempatan dimediasi

dengan pandangan dari broker-broker dan penduduk lokal. Seperti

yang sudah ditunjukkan, pandangan ini terdiri dari aktivitas-

aktivitas dimana agent-agent ini memerintah, mendidik dan

membentuk para wisatawan. Juga dimana menghasilkan dimana agen-

11

LOCAL FOOD

AGRICULTURAL ACTIVITY

AUTHANTIC EPLOITATION

BRANDING IDENTITY

IdeATTRACTIONENHANCEMENT

PRIDE GENERATION

EMPOWERMENT JOB CREATION

ENTREPRENURSHIP

agen memeriksa, memonitor dan secara umum mengatur wisatawan.

Dengan tegas, tantangan pengalaman-pengalaman dan penghargaan

wisatawan-wisatawan dengan tepat karena mereka tidak tahu

dengan tepat di depan, bagaimana, atau dalam berapa banyak cara

yang berbeda, mereka akan dipengaruhi.

Pada level institusi aspek-aspek produktif dari kekuasaan jelas

kelihatan pertamakali dalam bermacam-macam bidang keahlian

profesional yang tumbuh disekitar .

Wisata Kuliner dan Pengembangan Daerah

GAMBAR 1KONTRIBUSI WISATA KULINERLOKAL PADA PENGEMBANGAN DAERAH

12

Sumber: Du Rand, Heath and Alberts (Dalam Steinmetz, 2010 ).

Dari gambar diatas dapat diketahui kontribusi yang dapat

diberikan oleh pengembangan wisata kuliner dengan produk makan

local antara lain;

1. Agricultural activity, akan semakin bergairah dan memungkinkan untuk

dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil-hasil

pertaniannya karena tempat penyaluran hasil-hasil pertaniannya

sudah tersedia. Hal ini tentunya akan meningkatkan

kesejateraan para petani lokal. Yang pada akhirnya akan

meningkatkan kemampuan petani untukmeningkatkan kualitas hidup

keluarganya dan tentunya diharapkan juga dapat membiayai anak-

anaknya untuk meningkatkan pendidikannya. Aktivitas pertanian

tersebut tidak terbatas pada sayur-sayuran saja tetapi juga

meliputi peternakan dan nelayan.

2. Authentic exploitation,dengan kesempatan mengembangankan aktivitas

kuliner local ini akan memberikan kesempatan kepada para juru

masak untuk mengexploitasi kemampuan yang mereka miliki

sehingga mampu meningkatkan kreatifitasnyas untuk

mengembangankan senidan teknik kuliner yang mereka miliki

sehingga hasil kreativitas kulinernya nantinya tidak hanya

dapat di nikmati oleh wisatawan domestic tapi juga ditawarkan

pada wisatawan mancanegara.Namun disisi lain mereka juga tetap

13

dapat memelihara atau mempertahankan kekhasan yang ada pada

makanannya atau pada teknik penyajiannya.

3. Attraction Enhancement, wisata kuliner juga diharapkan akan

memperkaya atraksi wisata yang ditawarkan selain aktraksi

wisata yang telah tersedia, dalam aktivitas kuliner banyak hal

yang juga dapat di tampilkan sebagai atraksi wisata selain

keragaman bahan bahan yang digunakan yang selama ini belum

pernah dilihat oleh wisatwan dinegaranya atau didaerah asal

wisatawan atau teknik pengolahanya yang unik dan atau teknik

penyaiannya.

4. Branding Identitity, kekhasan atau keunikan suatu teknik atau hasil

masakan uga dapat menjadi brand atau identitas sebuah produk

yang pada akhirnya uga dapat dipatenkan seperti dikatakan oleh

Hall et al, (dalam Rose Steinmetz, 2010)

5. Pride Generation, aktivitas wisata kuliner local juga dapat

dimanfaatkan untuk memperkenalkan keanekaragaman kekayaan seni

masakan yang telah tumbuh sejak lama agar menjadi kebanggaan

bagi generasi muda yang ada.

6. Empowerment, Job Creation dan Enteprenership, memberdayakan sebuah

daerah wisata adalah salah satu kontribusi yang bisa diberikan

oleh aktivitas wisata kuliner tentunya dengan peningkatan

pendapatan asli daerah tersebut, disamping juga dapat

menciptakan peluang/kesempatan kerja tetapi juga dapat

digunakan untuk menumbuhkan wirausaha-wirausaha batu yang pada

akhirnya akan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan

masyarakat setempat. Pengembangan kepariwisataan sangat

14

relevan untuk dianalisis dengan pendekatan komunitas, tempat

dan kekuasaan, khususnya yang berhubungan dengan ‘community

based’ untuk perencanaan dan pembangunan (Murphy 1985, Haywood

1988, Brohman 1996, dalam Bianchi(2003) dan untuk mengevaluasi

persepsi masyarakat terhadap pariwisata. Penelitian yang

dilakukan Bianchi menunjukkan bahwa kepariwisataan menumbuhkan

semangat berusaha (entrepreneurship) yang mempertimbangkan

kapasitas yang berbeda dari kelompok-kelompok secara nyata

untuk mendinamisasi budaya, ekonomi dan politik sebagai sebuah

modal dalam mencapai keinginannya. Lebih daripada itu, sudah

ditunjukkan bahwa daerah tujuan wisata yang spesifik dapat

dibayangkan sebagai tempat produksi dan konsumsi, tempat

dimana kelompok-kelompok dengan kepentingan berbeda bersaing

dalam penggunaan tempat wisata tersebut.

Keunggulan Kuliner Bali dan Pelestarian Lingkungan dalam

Perspektif Budaya

Kaitannya dengan seni kuliner, Sujatha dalam Parma (2012)

dalam penelitian yang berjudul Seni Kuliner Bali Sebagai Aspek

Kebudayaan Dalam Menunjang Industri Pariwisata mengungkapkan

bahwa:

1. Makanan tradisional Bali disukai karena memiliki fungsi

biologis (untuk kesehatan), mengandung nilai estetika, baik

dalam penataan maupun tata penghidangan. Di samping itu

makanan ini juga memiliki fungsi nonbiologis, misalnya rasa

ingin tahu, ekonomis, estetis, kenikmatan dan sosial.

15

2. Seni kuliner Bali sebagai salah satu aspek kebudayaan Bali

diadaptasikan sehingga dapat menjadi wisata boga (wisata

kuliner). Adaptasi tersebut dari segi bentuk, fungsi dan makna

meliputi adaptasi bahan makanan, rasa, pengolahan, penataan,

penyajian dan cara makan.

3. Seni kuliner Bali sebagai penunjang pariwisata berdampak

budaya, sosial, rasa bangga serta pemenuhan harga diri.

Wurianto (2008) Informasi mengenai makanan rakyat dan

tatakelolanya perlu didukung oleh etnobotani, etnologi dan

etnonomics sebagai bagian dari ilmu yang mencoba memahami

masyarakat secara partisipatif dan seluruh kearifan lokal. Untuk

tujuan pemberdayaan, perlindungan dan kelestarian lingkungan hidup.

Dengan melihat keanekaragaman kuliner tradisional rakyat dapat

direncanakan perencanaan sosial budaya yang berkaitan dengan

penguatan dan pemberdayaan ekonomi, sosial dan budaya rakyat. Oleh

sebab itu, kuliner tradisional bukan saja sebagai ilmu tata boga

tradisional melainkan dapat juga menjadi ruang pengetahuan dan

kearifan lokal.

Perspektif kajian budaya menekankan aspek kultural dalam

melakukan analisis terhadap suatu permasalahan. Kulturalisme yang

digagas oleh Hoggart, Wiliams, Thomson dalam Dharma Putra

(2010:24) menekankan kelaziman kebudayaan dan apek aktif,

kreatif, dan kapasitas orang untuk membangun praktik-praktik

bermakna secara bersama-sama. Persoalan dan pencemaran lingkungan

hidup memiliki dimensi yang luas dan kompleks, sehingga perlu

dibedah dengan mempergunakan berbagai perspektif. Perspektif

kajian budaya sebagai upaya kritis yang dilakukan dalam mengkaji

16

fenomena pencemaran lingkungan hidup dikaitkan dengan berbagai

kebijakan pemerintah di bidang lingkungan hidup. Peran lembaga

pemerintah dan bisnis serta keberadaan masyarakat dalam kehidupan

sehari-harinya tidak lepas dari pergulatan antara kekuasaan dan

beragam kepentingan, yang menjadi fokus pembahasan dalam cultural

studies.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif,

dengan memaparkan temuan-temuan yang didapat dikaitkan dengan

teori-teori mengenai kuliner dan kekuasaan sehingga diperoleh

generalisasi. Data yang digunakan adalah data kualitatif sekunder

yang diperoleh dari studi kepustakaan, dan dokumentasi,.

PEMBAHASAN

Hubungan antara penduduk lokal, wisatawan dan agen (pemerintah,

investor dan biro perjalanan wisata) dalam mengembangkan kuliner

lokal sebagai daya tarik/atraksi wisata.

Pemerintah, pengusaha akomodasi dan restaurant, beserta biro

perjalanan wisata dalam penelitian ini disebut sebagai agent

(Hannam,2002) yang keterlibatannya dalam pengembangan kuliner

lokal di Bali sudah saling bersinergi, dimana hubungan tidak lagi

bersifat dikotomi, melainkan menyebar ke seggala arah termasuk

pada wisatawan dan penduduk lokal. Setiap komponen tidak memiliki

‘kekuatan’ yang sama. Hal ini disebabkan karena kepentingan yang

berbeda-beda. Makin besar kepentingannya, maka makin kuat

motivasinya untuk mendominasi.

17

Hubungan ini dapat dilihat dari aktivitas dalam mengembangkan

kuliner lokal sebagai berikut:

TABEL 3

KEGIATAN DARI BERBAGAI KOMPONEN PARIWISATA

DALAM PENGEMBANGAN KULINER LOKAL

No Kegiatan Pelaksana Utama Keterangan1 Warung Makbeng

Jl. Hang Tuah, Sanur,BaliSemenjak 1941 s/d sekarang

Pengusaha lokal Kuliner berbahan dasar ikan laut, seperti : Sup kepala ikan, bumbu Bali

2 Warung Men Weti Pengusaha Lokal Nasi Campur Bali3 Food Pairing Pengusaha Asing,

PT SababayMemproduksi Wine dengan Anggur Bali melahirkan cita rasa unik jika dinikmati bersama kuliner Bali

4 Buleleng Festival 2013(23-25 Agustus 2013)

Pemkab Buleleng, PDAM Buleleng, Pengusaha dan Masyarakat Lokal

Menjual 100 porsi makanan lokal setiap hari, seperti : Siobak, siobak khelok, sate lilit, Mengguh Kedongkol, Lawar Jantung Pisang

5 Kunyit BaliHotel Santika Premiere Kartika Plaza, Kuta Bali

Pengusaha Nasional,

Menghidangkan Bebek Goreng dan Sate Lilitdengan standar penyajian internasional.

6 Sanur Vilage Festival Pemprov Bali, ICA, Pengusaha, Masyarakat

Exhibisi Kuliner lokal, seperti Babi Guling, Ayam Betutu,

18

Sate Lilit7 Coaching Klinik

Kuliner Nusantara30 Juni 2013

STP Bali Promosi terhadap 30 ikon kuliner Nusantara, dimana Sate Lilit merupakan Kuliner Bali termasukdi dalamnya

Sumber : www.bali-bisnis.com, www2.antarabali.com,www.radioglobalfmbali.com, dan www.ciputranews.com, 2013

Dari Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa segenap komponen

pariwisata, mulai dari masyarakat (penduduk lokal), wisatawan,

dan agen (pemerintah, pengusaha) saling terlibat baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam mengembangkan kuliner lokal

sebagai daya tarik/atraksi wisata di Bali. Warun Mak Beng dan Men

Weti merupakan sampel dari pengusaha rstoran lokal yang

memberikan layanan kuliner lokal bagi segenap masyarakat umum,

termasuk wisatawan mancanegara dan nusantara dengan menyediakan

kuliner khas Bali yang halal untuk dinikmati khalayak global.

Warung Mak Beng dan Men Weti secara tidak langsung

mengumandangkan kuliner lokal sebagai daya tarik/atraksi wisata

bagi Bali. Wisatawan mancanegara maupun domestik yang merasa puas

akan citarasa kuliner lokal biasanya bercerita pada seluruh

koleganya, bahwa di Bali terdapat kuliner lokal yang memiliki

cita rasa internasional dengan rasa kas Bali yang merupakan

keunikannya yang wajib dinikmati saat berwisata atau berkunjung

ke Bali. Pengusaha Nasional yang diwakili oleh Hotel Santika Grup

Manajemen yang memperkenalkan makanan lokal Bali, seperti Bebek

goreng dan Sate Lilit yang menjadikan menu utamanya di Kunyit

19

Restoran, serta mempromosikan di berbagai media merupakan upaya

yang patut di hargai dalam memajukan kuliner lokal di mata

internasional.

Demikian pula dari komponen pengusaha asing, yang diwakili

PT Sababay yang memproduksi Wine dengan anggur yang ditanam di

Bali. Konsepnya cukup menarik dan sangat entrepreneur dengan

menyandingkan ‘wine sababay’(balinesse wine) untuk dapat di

sandingkan dengan kuliner lokal dan kuliner internasional. Konsep

ini menggandeng kuliner lokal untuk dapat dipromosikan bersama

kuliner inernasional bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali.

Meskipun prosentase partisipasi dari usaha ini kecil, namun

dikemudian hari sangat memungkinkan memunculkan celah terobosan

yang luar biasa, apabila konsep food pairing ini dapat diterima

oleh wisatawan global. Sama sepertihalnya pocary sweat yang

membutuhkan waktu 10 sampai 15 tahun untuk dapat diterima

konsumen Indonesia, sehingga menjadi produk minuman isotonik

momor 1 saat ini di Indonesia.

Pemerintah Provinsi Bali, pemerintah kabupaten dan

masyarakat lokal bekerja sama dalam pengembangan kuliner lokal,

tercermin dalam penyelenggaraan Buleleng Festival dan Sanur

Village Festival yang mengedepankan ikon kuliner lokal Bali

sebagai daya tarik dan dipromosikan dalam festival tersebut. PDAM

Buleleng memberikan subsidi produksi kuliner lokal bagi pengusaha

lokal yang ikut serta dalam menjual makanan khas Buleleng (siobak,

siobak khelok, sate lilit dan manakanan lokal lainnya) dalam Buleleng

Festival 2013 yang dihadiri wisatawan nusantara dan mancanegara.

20

Pranata Kemasyarakatan Lokal

Pemerintah

Pelaku Pariwisata Badan Pengelola

Wisatawan

KULINER LOKAL Sebagai Daya Tarik Bali

Pemerintah juga menghimbau seluruh pengusaha kuliner lokal untuk

menjaga hygiene dan sanitasi dalam memproduksi makanan lokal,

bahkan selalu menggunakan bahan-bahan lokal untuk memproduksi

makanan.

Kalangan akademisi juga tidak ketinggalan dalam

mengembangkan kuliner lokal sebagai daya tarik/atraksi wisata,

dengan mengadakan coaching klinik kuliner nusantara oleh STP Bali

yang diadakan pada Bulan Juni 2013. Kegiatan ini merupakan bentuk

sosialisasi dan interaksi bagi pemerintah yang diwakili Disparda

Bali, praktisi kuliner nusantara, chef di lingkungan industri,

chef sekolah pariwisata, pengusaha bidang kuliner serta pihak

perhotelan

Pola interaksi dari berbagai komponen pariwisata dapat

dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut :

GAMBAR 2POLA INTERAKSI KOMPONEN PARIWISATA DALAM PENGEMBANGAN KULINER

LOKAL

21

Sumber :Prasiasa (2013:37) dan Foucoult dalam Cheong dan

Miller(2000)

Berdasarkan Gambar 2 di atas, dapar dilihat hubungan dan

interaksi antar komponen pariwisata yang menyebar kesemua arah

sesuai dengan pandangan Michael Foucoult, dimana :

1. Kekuasaan dalam Pariwisata ada dimana-mana (Omnipresence of Power

in Tourism)

Semua komponen dalam pariwisata mulai dari penduduk lokal,

wisatawan dan agen (pemerintah, pengusaha) memiliki kekuatan

dan saling berhubungan, dimana hubungannya tidak bersifat

dikotomi, melainkan menyebar. Kondisi ini dapat digambarkan

pada penyelenggaraan Sanur Vilage Festival merupakan sebuah

even yang digagas oleh Komunitas Masyarakat Sanur dibawah

naungan Yayasan Pembangunan Sanur, bertujuan untuk

menghidupkan dan meramaikan kembali bisnis dan kunjungan

wisatawan ke kawasan Sanur. SVF juga di gunakan sebagai wadah

bagi budayawan untuk berkreasi dan para pelaku usaha

pariwisata Sanur untuk mempromosikan produk dan jasa masing-

masing, disamping memberikan hiburan pada masyarakat dan

wisatawan di kawasan tersebut. Sejalan dengan kegiatan promosi

pariwisata secara nasional, SVF juga terkait erat dan

mendukung sepenuhnya program pemerintah. Festival ini

terselenggara berkat kerjasama Pemerintah Kota Denpasar,

Yayasan Pembangunan Sanur dan Komunitas Masyarakat Sanur,

22

dibantu oleh pihak-pihak yang tergabung di dalam kepanitiaan

SVF.

2. Kekuasaan dalam Jejaring Pariwisata (Power in Tourism Networks)

Konteks kekuasaan akan lebih terlihat jelas dalam jaringan

kerja antar komponen pariwisata, dimana masing-masing posisi

atau jabatan dalam jaringan tersebut memiliki kewenangan dan

kekuasaan yang saling mengisi demi mencapai tujuan yang telah

ditetapkan bersama. Dalam Sanur Village Festival (SVF),

terdapat unsur pemerintah (Kementrian Parenkraf, PemProv Bali,

PemKot Denpasar dst), Pengusaha (hotel, restoran, media, biro

perjalanan wisata,UKM), masyarakat setempat, dan wisatawan.

Menteri Parenkraf Ibu Marie Elka Pangestu menghimbau agar

Panitia SVF mensosialisasikan KTT APEC, dan mendukung

sepenuhnya kegiatan ini. Meskipun demikian teknis pelaksanaan

tetap dibawah komando panita SVF.

3. Pandangan terhadap Pariwisata (The Touristic Gaze)

Dalam pariwisata seringkali terperangkap dalam hegemoni agent

terhadap daerah tujuan wisata, khususnya biro perjalanan

wisata yang sering kali dituding superior sehingga menim

bulkan berbagai macam dampak negatif. Namun jika dikaji lebih

lanjut perubahan trend selera wisatawan yang semakin aware

terhadap konsep keberlanjutan, kesadaran masyarakat lokal dan

pemerintah dalam menjaga nilai-nilai luhur lokal dan

kelestarian lingkungan, tentunya akan mengubah anggapan

terhadap hegemoni tersebut.

23

4. Kekuasan untuk Menekan dan Menghasilkan dalam Pariwisata

(Repressive and Productive Touristic Power)

Setiap pos dalam jaringan kerjasama antar komponen pariwisata

memiliki kekuasaan untuk menekan dan menghasilkan. Pemerintah

provinsi Bali membuat aturan dalam mengembangkan pariwisata

Bali berdasarkan konsep Pariwisata Budaya melalui PERDA No 2

Tahun 2012, yang mengacu pada pelestarian budaya Bali sebagai

dasar pengembangan pariwisata, dalam posisi ini pemerintah

menekan seluruh komponen pariwisata untuk menjaga budaya Bali

dalam pengembangan pariwisata. Hasil dari peraturan ini

misalnya semakin maraknya kuliner lokal yang berkembang di

Bali, bahkan masuk dalam festival-festival yang

diselenggarakan masyarakat dan pengusaha, sampai kajian

akademis. Selanjutnya, kalangan akademisi setelah melakukan

kajian, tentunya memberi masukan kepada pemerintah, pengusaha

dan masyarakat mengenai apa yang harus lebih ditingkatkan

dalam upaya peningkatan kuliner lokal, demikian seterusnya.

Hal ini sesuai dengan pandangan Foucault yang mengatakan bahwa

kekuasaan menimbulkan pengetahuan dan pengetahuan adalah

kekuasaan juga.

Peranan Kuliner Lokal Dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan

Hidup

Bentuk gunungan atau kerucut memiliki makna spiritual.

Gunung, dalam tradisi Jawa dan Bali, merupakan tempat yang

diyakini memiliki kaitan yang erat dengan langit dan surga

24

(Lima ,2013). Bentuk tumpeng yang seperti gunung memiliki makna

menempatkan Pencipta pada posisi puncak, tertinggi, yang

menguasai alam dan manusia. Sang Sangkan Paraning Dumadi, artinya

Pencipta adalah asal dari segala ciptaan dan tujuan akhir dari

segala ciptaan. Manusia yang berasal dari Pencipta dan akan

kembali padaNya. Bentuk tumpeng juga seperti tangan terkatup,

seperti saat seorang menyembah. Menggambarkan bahwa Pencipta

layak disembah dan dimuliakan. Bentuk nasi tumpeng ini mengandung

harapan agar hidup kita semakin naik dan beroleh kesejahteraan

yang tinggi.

GAMBAR 3

NASI TUMPENG,KULINER LOKAL MENGANDUNG NILAI LUHUR MENJAGA

KESELARASAN HUBUNGAN DENGAN TUHAN, MANUSIA DAN LINGKUNGAN

Sumber : www.republica.go.id,2013

25

Nasi tumpeng ditempatkan di tengah dikelilingi oeh berbagai

lauk pauk. Penempatan ini merupakan simbol gunung dan tanah yang

subur di sekelilingnya yang dipenuhi dengan berbagai macam

sayuran yang tumbuh di tanah subur. Melambangkan kesejahteraan,

hubungan manusia dengan alam, serta ekosistim kehidupan. Ada dua

warna dominan nasi tumpeng, yaitu putih dan kuning. Warna putih

melambangkan kesucian, sedangkan warna kuning melambangkan

kemakmuran.

Konsep Nasi Tumpeng di atas menunjukan bahwa dalam kuliner

lokal, nilai-nilai luhur (local genius) yang mengingatkan manusia

dengan hubungannya pada Tuhan, sesama manusia dan alam semesta,

mengajak untuk selalu menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

Nasi Tumpeng atau tumpeng sangat sering digunakan sebagai sarana

upacara yadnya, misalnya tetaning banten ayaban tumpeng lima, pitu,sie, solas,

selae. Tumpeng muncul dalam setiap upacara di Bali, diharapkan

dengan sering melihat tumpeng, maka selalu ingat untuk menjaga

kelestarian lingkungan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Hubungan antara penduduk lokal, wisatawan dan agen

(pemerintah, investor dan biro perjalanan wisata) dalam

mengembangkan kuliner lokal sebagai daya tarik/atraksi

wisata, bersifat menyebar kesegala arah dan ada dimana-mana.

Semua pihak dalam komponen pariwisata memiliki peran,

26

kekuatan, kekuasaan untuk menjalankan fungsinya dalam

pengembangan kuliner lokal. Kondisi ini dapat dilihat pada

pelaksanaan beberapa event, seperti : usaha warung Mak Beng,

Warung Men Weti, Buleleng Festival 2013, Sanur Village

Festival, Food Pairing oleh Wine Sababay,Restoran Kunyit

Bali, dan Klinin Kuliner Nusantara oleh STP Bali.

2. Peranan Kuliner Lokal Dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan

Hidup, terkandung dalam nilai-nilai luhur pada kuliner lokal,

seperti pada Nasi Tumpeng. Konsep Tumpeng yang mengingatkan

pada keselarasan hubungan kepada Sang Pencipta, sesama

manusia dan lingkungan sekitar secara tidak langsung mengajak

untuk menjaga kelestarian lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I Wayan. 2011. Gastronomi Dalam Pariwisata Budaya.Pemberdayaan dan Hiperdemokrasi dalam PembangunanPariwisata. Persembahan untuk Prof. Ida Bagus AdnyanaManuaba. Denpasar :Pustaka Larasan

Bianchi,Raoul V.2003.Place and Power in Tourism Development:Tracing The Complex Articculation of Community and Locality.PASOS.Revista de Tourismo y Patrimonio Cultural Vol.1 No 1Page 13-32 ISSN 1695-7121

Cheong,So-Min and Miller,Marc L.2000.Power and Tourism.AFaoucauldian Observation.Annals of TourismResearch.Vol.27,pp 371-390.Great Britain : ElsevierScience,Ltd.

Corigliano, A.(2002). The route to quality: Italian gastronomynetworks in operations. In A.M. Hjalager and G. Richards

27

(Eds.), Tourism and Gastronomy(pp. 166-185). London:Routledge

Dharma Putra, Ketut Gede.2010.Pencemaran Lingkungan AncamPariwisata Bali.Pustaka Manik Geni :Denpasar

Guzman-Toma´s Lo´pez, and. Can˜izares-Sandra Sa´nchez, 2010,Culinary tourism in Co´rdoba (Spain)

Hannam,Kevin.2002. Tourism and Development I : Globalization andPower. Progress in Development Studies 2,3.pp.227-234

Jeou-Shyan Horng, Chen-Tsang (Simon) Tsai.2011. ExploringMarketing Strategies for Culinary Tourism in Hong Kong andSingapore. Asia Pacific Journal of TourismResearchnVol.17,Iss.3,2012.http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10941665.2011.625432#.UjzlsmfB2KG

Karim, Sharim AB.2006.Culinary Tourism as DestinationAttraction : An Empirical Examination of The Destination’sFood Image and Information Service. Dissertation of Doctorof Philosophy. Oklahoma, USA : Oklahoma State University.

Lima,Esther.2013.MaknaSimbolikNasiTumpeng.http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2013/04/03/makna-simbolik-nasi-tumpeng-547913.html

Marianti, Maria Merry.2011.Kekuasaan dan Teknik MempengaruhiOrang Lain Dalam Organisasi. Jurnal AdministrasiBisnis,Vol.7,No.1:hal.45-68.Bandung:Center of BusinessStudies FISIP UNPAR (ISSN:0216-1249)

Nurhidayati. Sri Endah, 2013. Artikel, Potensi wisata makanan

Parma, I Gede.2012. Formulasi Strategi Pengembangan Masakan Lokalsebagai Produk Wisata Kuliner di Kabupaten Buleleng. TesisKajian Pariwiasata Universitas Udayana. Denpasar :Universitas Udayana

Pitana, I Gde dan I Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar IlmuPariwisata.Yogyakarta : Penerbit Andi.

28

Pranatha,Agung Wirawan.2013. Isu-isu Pengembangan Pariwisata.Materi Kuliah Matrikulasi. Program S3 Pariwisata UniversitasUdayana. Denpasar : Universita Udayana.

Prasiasa, Dewa Putu Oka.2013. Destinasi Pariwisata BerbasisMasyarakat.Jakarta :Salemba Humanika.

Shenoy Sajna S., 2005, Food Tourism And The Culinary Tourist.South Carolina : Clemson University.

Steinmetz Rose. 2010. Food, Tourism and DestinationDifferentiation: The Case of Rotorua, New Zealand.Auckland : University of Technology

Wijaya,Nyoman.2012.Relasi-relasi Kekuasaan dibalik PengelolaanKepariwisataan Bali. Jurnal Humaniora Volume 24 No2 , Juni2012, Hal 141-155. Denpasar : Fakultas Sastra UniversitasUdayana

Wurianto, Arif Budi.2008. Aspek Budaya pada Tradisi KulinerTradisional di Kota Malang Sebagai Identitas Budaya (SebuahTinjauan Folklore). Malang : LPP Universitas MuhamadiyahMalang. http://rires2.umm.ac.id/publikasi/lama/Arif%20Budi.pdf

Sumber lainnya dari Internet

http://www.bali-bisnis.com/index.php/sanur-village-festival-ica-akan-sajikan-ukir-buah-spektakuler/

http://www2.antarabali.com/berita/34762/pengusaha-kuliner-diharapkan-jaga-kualitas

http://radioglobalfmbali.com/article/120701/hotel-di-bali-masih-minim-sajikan-kuliner-lokal.html

http://www.antarabali.com/berita/34892/60-persen-buah-lokal-dipasarkan-foodmart

http://www.ciputranews.com/riil/pewaralaba-kuliner-lokal-diminta-pertahankan-kualitas

29