TUGAS MATA KULIAH MATRIKULASI KELOMPOK
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
Transcript of TUGAS MATA KULIAH MATRIKULASI KELOMPOK
TUGAS MATA KULIAH MATRIKULASIISU ISU TERKINI
ISU ISU KEKUASAAN DALAM PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DIBALI:
“INTERAKSI KEKUASAAN DALAM PENGEMBANGAN KULINER LOKALSEBAGAI DAYA TARIK WISATA DAN PENINGKATAN KUALITAS
LINGKUNGAN HIDUP”
DOSEN : Ir. AAP. Agung Suryawan Wiranatha, MSc., PhD
Tugas Kelompok Oleh :
I Ketut Sutapa(NIM : 1390771010)
I Made Bayu Wisnawa(NIM:1390771008)
ISU ISU KEKUASAAN DALAM PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DIBALI: “INTERAKSI KEKUASAAN DALAM PENGEMBANGAN KULINER
LOKAL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DAN PENINGKATANKUALITAS LINGKUNGAN HIDUP”
Oleh :
I Ketut SutapaI Made Bayu Wisnawa
Mahasiswa S3 Pariwisata Angkatan 2013/2014
ABSTRACT
This research aims to find how (i) interaction between local people, tourists and agents(government, investors, travel agent) in developing local culinary as tourism attraction,and (ii)local culinary could improve the quality of local environment. By usingqualitative methode, literature study ,this research find out that (i) there is a trend forbalancing in relationship between local people, tourist and agents to promote localculinary as tourism attractions and(ii) local culinary has philosophy to improve theawareness of the people for keeping environment as well as possible for sustainabilityof human life.
Keywords : Power, Culinary, Environment
PENDAHULUAN
Pengembangan pariwisata Bali yang beranjak menuju
pengembangan pariwisata berkelanjutan, saat ini mengedepankan
pariwisata budaya sebagai ikon utamanya, dimana pariwisata budaya
kini ditenggarai sebagai salah satu segmen industri pariwisata
yang perkembangannya paling cepat (Ardika, 2011), karena jenis
pariwisata ini memiliki pangsa pasar wisatawan yang cenderung1
tinggal lebih lama pada objek wisata, memberikan keuntungan
ekonomi kepada masyarakat lokal, dan dapat melestarikan warisan
budaya yang sekaligus berfungsi sebagai jati diri masyarakat
bersangkutan. Perhatian yang cukup mendalam terhadap Bali
sebagai daerah tujuan wisata sudah dilakukan sejak jaman
penjajahanBelanda, ditandai dengan dibangunnya Pelabuhan Udara
Tuban pada Tahun 1930 oleh Departement Voor Verkeer en Waterstaats. Bali
mendapat prioritas pembangunan karena telah mendapat kunjungan
wisatawan asing jauh sebelum Bangsa Indonesia lahir (Suara
Indonesia dalam Wijaya,2012). Selanjutnya dalam pidato kenegaraan
16 Agustus 1968, Presiden Suharto memberikan prioritas
pembangunan kepariwisataan di Bali, mengingat potensi yang luar
biasa yang dimiliki oleh Bali. Semenjak itu mulailah pembangunan
di bidang pariwisata dilakukan, antara lain dengan (i) Menekankan
pariwisata budaya sebagai hal yang harus dikembangkan, (ii)
resort pariwisata harus disebarkan ke seluruh pulau sehingga
tercipta pemerataan ekonomi, (iii)memperkuat identitas budaya
Bali, di mata seluruh Bangsa Indonesia dan internasional.
Ahli sosiologi dan antropologi seperti Levi Strauss
melakukan pengkajian terhadap makanan sebagai daya tarik wisata,
dimana memasak adalah sebuah aktivitas dari wujud kebudayaan
(Koentjaraningrat dalam Ardika, 2011). Makanan juga merupakan
identitas bangsa, karena memiliki arti sosial, keagamaan dan
simbolik. Guzman dan canizares (2010), mengatakan bahwa,
gastronomi telah menjadi salah satu faktor utama dalam
pengembangan dan promosi pariwisata, dan menawarkan kesempatan
2
wisata kuliner dengan lokasi yang beragam. Kuliner lokal juga
mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi, antara lain tata cara
berkehidupan, hormat kepada sang pencipta, sesama manusia dan
lingkungannya (Wurianto,2008). Terlebih lagi saat ini Pulau Bali
menghadapi permasalahan pencemaran lingkungan yang dituding
sebagai akibat dari pengembangan pariwisata (Dharma Putra, 2010),
hal ini membutuhkan pendekatan secara cultural, dimana dari
perpektif budaya mencerminkan bagaimana manusia bertingkah laku
dalam menjaga kelestarian lingkungannya. Nilai-nilai luhur lokal
yang tersimpan dalam kuliner lokal, misalnya Nasi Tumpeng yang
selalu digunakan dalam setiap perayaan-perayaan seremonial
pengorbanan/yadnya di Bali jika dimaknai secara mendalam tentunya
mampu menginspirasi masyarakat/penduduk Bali untuk selalu menjaga
kelestrian lingkungannya.
Rand, Heath, dan Alberts, (dalam Shenoy 2005) mengatakan
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa masakan memiliki dampak
yang besar pada wisatawan ketika memutuskan memilih tujuan wisata
mereka. Selain itu, masakan dari suatu negara dapat menampilkan
identitas budaya dari Negara yang bersangkutan. Salah satu
motivasi wisatawan yang ingin mengunjungi Italia adalah sebagian
besar karena masakannya yang terkenal akan pasta atau Pizza,
Shenoy (2005), Corigliano (2002) berpendapat keberhasilan
gastronomi Italia adalah sebagian besar disebabkan oleh asimilasi
gastronomi yang menjadi identitas secara nasional. Makanan sdh
menjadi bagian dari budaya Italia dan terhubung erat dengan gaya
hidup masyarakatnya dan ini telah menegaskan pentingnya
3
menghubungkan makanan dengan pariwisata. Sedangkan menurut
Nurhidayati (2013)mengatakan bahwa makanan dan minuman merupakan
produk yang memiliki nilai penting dalam industri pariwisata.
Bisnis makanan saat ini telah memberi kontribusi sekitar 19,33 %
dari total penghasilsan industri pariwisata khususnya yang
berasal dari wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia.
Pengeluaran makanan dan minuman merupakan pengeluaran kedua
terbesar setelah akomodasi, yang kontribusinya mencapai 38,48 %
dari total pengeluaran wisatawan mancanegara (Karim, 2006:2).
Pengembangan wisata kuliner yang menjanjikan pertumbuhan pada
sektor pariwisata, mengharapkan pemerintah sebagai pemegang
kekuasan anggaran diharapkan dapat dengan bijak untuk melihat
peluang yang ada baik pemerintah pusat melalui kementrian
Pariwisata dan ekonomi kreatif dan pemerintah daerah melalui APBD
yang dapat dianggarkan lewat Dinas Pariwisata.
Kekuasaan yang sering dipandang dalam pengembangan
pariwisata, sering ditujukkan kepada badan eksekutif, legislatif,
yudikatif, media, akademisi, tokoh tradisional, kelompok
tradisional, dan kelompok modern (Wirawan,2013). Dari perspektif
‘Barat’, pariwisata sering dipandang sebagai keputusan individual
dari wisatawan, sebagai hubungan yang bersifat dikotomi(Cheong
dan Miller, 2000). Dalam hal ini peranan pemerintah dalam
menerapkan sistem pemasaran kuliner yang menunjang destinasi,
seperti menyusun strategi pemasaran dan mengeksekusi sehingga
setiap bagian dari komponen pariwisata sebagai sebuah sistem ikut
berperan dalam mengembangkan kuliner lokal masing-masing (Jeou-
4
Shyan Horng dan Tsai, 2011), sekaligus menjaga kelestrian
lingkungan melalui perspektif budaya (Dharma Putra, 2010)
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah hubungan antara penduduk lokal, wisatawan dan
agen (pemerintah, investor dan biro perjalanan wisata) dalam
mengembangkan kuliner lokal sebagai daya tarik atraksi wisata?
2. Bagaimanakah kuliner lokal dapat meningkatkan kualitas
lingkungan hidup?
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui hubungan antara penduduk lokal, wisatawan dan agen
(pemerintah, investor dan biro perjalanan wisata) dalam
mengembangkan kuliner lokal sebagai daya tarik atraksi wisata.
2. Mengetahui peranan kuliner lokal dapat meningkatkan kualitas
lingkungan hidup.
KAJIAN PUSTAKA
Kekuasaan dan Peran Pemerintah
Definisi tentang kekuasaan terkadang tidak dapat dilepaskan
dari proses pengambilan keputusan. Robbins dan Judge, (dalam
Marianti 2011) mengatakan, Kekuasaan adalah kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang lain
tersebut akan berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh
orang yang memiliki kekuasaan. Kekuasaan merupakan sesuatu yang
tidak dapat dilepaskan dari proses pembuatan keputusan yang
5
melipatkan hubungan antar individu dan kelompok kepentingan
dengan negara. Leiper dalam Pitana (2009:63) mengklasifikasikan
tujuh sektor utama dalam industri pariwisata, dimana pemerintah
memiliki peran sebagai regulator/pengkordinasi.
TABEL 1ARTI KEKUASAAN MENURUT FILUSUF TERKEMUKA
FILUSUF ARTI KATA KUNCI
GIBSON Kekuasaan adalah Kemampuan seseorang untuk memperoleh seuatu sesuai dengan cara yang dikehendaki
Kemampuan
WEBER Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atausekelompok orang untuk menyadarkanmasyarakat akan kemauan- kemauannyasendiri dengan sekaligus menerapkannyaterhadap tindakan-tindakan perlawanan dariorang-orang atau golongan-golongantertentu.
Kesempatan
LEWIN Kekuasaan adalah kemampuan potensial dariseseorang/kelompok orang untuk mempengaruhiyang lain dalam sistem yang ada.
Kemampuan, Pengaruh
NIETZSCHE Kemampuan manusia untuk merealisasikan segala kehendaknya, sehingga kekuasaan merupakan hal mutlak yang diperlukan bagi setiap manusia agar ia dapat melangsungkan atau melaksanakan kehidupannya dengan baik di dunia
Hal Mutlak
HOUSE Kapasitas atau kemampuan untuk menghasilkandampak atau akibat pada orang lain
Kemampuan
BASS Potensi untuk mempengaruhi orang lain PengaruhWAGNER DAN HOLLENBECK
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhiperilaku orang lain, dan kemampuan untuk mengatasi (bertahan dari) pengaruh orang lain yang tidak diinginkan
Mengatasi Pengaruh
6
ROBBINS DANJUDGE
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang lain tersebut akan berperilaku sesuaidengan yang diharapkan oleh orang yang memiliki kekuasaan
Pengaruh, Kepatuhan
Sumber : Cheong dan Miller,2000; Wulandari,2007;Marianti,2011, dan Hannam,2002.
Kekuasaan dalam Pariwisata dalam Pandangan Michael Foucoult
Kekuasaan dalam pariwisata sangat dipengaruhi oleh efek dari
globalisasi, dimana ekonomi, politik dan budaya memberikan
pengaruh pada pariwisata. Boleh jadi, sebagai sebagai hasil,
penelitian pada pengembangan pariwisata sudah dimulai untuk focus
secara lebih eksplisit pada konsep kekuasaan itu sendiri. Secara
nyata, ini berarti pergeseran dari konsep kekuasaan politik dan
ekonomi menuju kepada sebuah pengujian pada hubungan social dan
budaya sebagai sebuah kekuatan dalam pariwisata (Mowforth and
Munt,1998), beserta fakta-fakta dari pandangan foucouldian
terhadap kekuasaan (Miller dalam Hannam (2002:229).
Untuk menggambarkan secara eksplisit, dengan memperhatikan
cara wisatawan untuk melihat destinasi wisata memiliki kekuatan
yang sama dengan manipulasi yang dilakukan oleh perwakilan
wisatawan (travel agent). Hannam (2002:232) Tidak dapat
dipungkiri, bahwa institusi dalam pariwisata memiliki peranan
penting karena memiliki kekuasaan dalam pengembangan pariwisata
itu sendiri dan serin g kali terlibat dalam posisi yang
berlawanan, satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa akademisi
memiliki peranan yang kuat dalam pengembangan pariwisata. Hughes
(2001) menunjukkan aktivis lingkungan hidup menuntut penutupan7
Dolphinarium melalui komunikasi (1984) menggambarkan bahwa
professional/praktisi pariwisata, institusi pemerintah, politik
dan pengetahuan memiliki peranan dalam pengembangan pariwisata.
Selanjutnya Hannam (2002) pendekatan politik, ekonomi, budaya dan
lingkungan memiliki kekuatan dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan dalam sector pariwisata sebagai bahan kajian dalam
pengembangan pariwisata dan pengembangan riset pariwisata.
Cheong dan Miller (2000:371) Luaran dari pariwisata sering
dipandang sebagai akibat perilaku wisatawan dalam menikmati
kegiatan wisata pada daerah tujuan wisata. Pengaruh dari
pariwisata terhadap kehidaupan social sering kali dianggap
negative. Dengan pandangan konsep kekuasaan dari Michael Foucault
terhadap konsep kekuasaan, dimana kekuatan sering kali dianggap
sebuah presentasi dari system tripartite dari wisatawan (tourist),
masyarakat (local) dan pengusaha (brokers). Pandangan Foucaldian
mengungkap bahwa wisatawan sepertinya sebagai criminal/pesakitan,
yang seringkali mendapat kecaman-kecaman, sehingga disarankan
perlu peningkatan terhadap perhatian mendalam terhadap peranan
pengusaha (brokers) dalam pengembangan pariwisata.
Cheong dan Miller (2000) menyatakan bahwa pandangan Foucault
terhadap konsep kekuasaan, menguraikan hubungan yang saling
berkait dalam pemegang kekuasaan yang melibatkan pengusaha,
wisatawan dan objek wisata. Ada empat pandangan yang
diaplikasikan dalam pariwisata :
1. Kekuasaan dalam Pariwisata ada dimana-mana (Omnipresence of
Power in Tourism)
8
Pandangan Foucoult bahwa kekuasaan ada dimana-mana dalam setiap
hubungan antar manusia,secara jelas menunjukkan juga dalam
dunia pariwisata, meskipun secara tidak serta merta nampak
secara nyata. Hal ini disebabkan karena (i) hubungan kekuasaan
dalam pariwisata seringkali tertutup dalam kenyataan sehari
hari dimana komunikasi statistic menunjukkan peran dominan
untuk kepentingan bisnis, (ii) Kekompleksan pariwisata dari
industry global pariwisata yang menginterfensi. Dalam pandangan
ini, kekuasaan adalah tidak nyata/tidak terlihat karena
didominasi peran pembuat aturan dan politisi. Pendekatan ini
malahan focus pada level paling bawah dalam keseharian
interaksi kecil dari wisatawan dengan pemain-pemain dalam
pariwisata. Pendekatan Foucoldian menyontohkan hubungan-
hubungan kekuasaan pada hubungan yang bukan antara bisnis-
politik, wisatawan-pemandu wisata, dalam operasional kode
etik, buku panduan wisata dan seterusnya. Sistem pariwisata
didukung oleh pandangan pada tingkat individu dan efek-efek
produktif dari kekuasaan pada level institusi.
2. Kekuasaan dalam Jejaring Pariwisata (Power in Tourism Networks)
Pandangan Foucaldian terhadap keterkaitan kekuasaan terletak
pada system pariwisata..untuk menguraikan dalil ini, sangat
membantu untuk mensfesifikasi komponen-komponennya,dan untuk
mengidentifikasi saran-sasaran dan agen-agen seperti Foucault
sudah mengerjakan penelitian kelembagaannya pada seksualitas,
penjara, dan klinik mental. Seperti pada komponen-kompenennya,
antara masyarakat dengan akademik memiliki kesamaan cenderung
9
untuk mengertikan pariwisata sebagai dua bagian system social
yang terdiri dari tuan rumah dalam area daerah tujuan wisata
dan wisatawan (V Smith, 1989), Pearce(1989),
Chambers(1997;Cohen;1985; Berghe dan Keyes 1991). Sementara
muncul pandangan baru (Miller dan Auyong,1991) sudh menunjukkan
model social yang meliputi tiga element, yakni : Wisatawan,
local people dan broker)
TABEL 2CONTOH HUBUNGAN KEKUASAAN DALAM PANDANGAN FOUCOULT
OBJEK PENGAMATAN TARGET AGENSexualitas(sekolah,rumah)
Anak-anak, wanita Keluarga, Pendidik,Psikiater, Psikolog
Sistem Hukum(Tahanan)
Kriminal Kepala polisi,Polisi, Pendidik,Hakim, Psikiater
Kegilaan/ SakitJiwa
Pasien Dokter,Petugas RumahSakit Jiwa, Keluarga
Pariwisata, DaerahTujuan Wisata
Wisatawan Public/Privatesector Brokers,penduduk lokal,peneliti pasar,penulis perjalanan
Sumber: Cheong, dalam Cheong dan Miller (2000)
Pada Tabel 2, sekilas tampak wisatawan/traveller berbeda dengan
anak-anak, wanita, kriminal, dan pasien, namun pada dasarnya
tidak demikian karena bisa jadi wisatawan menjadi ‘korban’
10
konspirasi dari broker (travel agen, pengusaha hotel, dan pihak
pengusaha dibidang pariwisata lainnya)
3. Pandangan terhadap Pariwisata (The Touristic Gaze)
Tambahan terhadap konsep agen dan target yang sangat berguna
dalam melacak pengembangan dan pemeliharaan dalam hubungan
kekuasaan dalam pariwisata. Dengan menggunakan istilah ‘tourist
gaze’, Urry meminjam dari Foucoult dan fokus pada apa dan
bagaimana wisatawan memandang hal tersebut. Urry mengenali
bahwa kemampuan untuk memandang adalah diusahakan pada
wisatawan dengan hubungan kekuasaan dimana agent-agent (brokers
dan penduduk lokal) menghasilkan efek kekuasaan dan menciptakan
wisatawan.
4. Kekuasan untuk Menekan dan Menghasilkan dalam Pariwisata
(Repressive and Productive Touristic Power)
Sebagai manifestasi kekuasaan untuk menekan dan memproduksi
dikalangan agent, pemandu wisata dan broker-broker, seperti
yang diutarakan sebelumnya, Foucoult secara bertahap membangun
perspektif untuk ekspresi menekan dan memproduksi pada level
perseorangan dan institusi. Dalam bingkai ini adalah seluruhnya
memungkinkan dengan kenyataan yang ada dalam kepariwisataan.
Wisatawan-wisatawan sebagai sasaran individual Foucaldian dalam
sejarahnya dibebaskan dan dibatasi oleh kesempatan dimediasi
dengan pandangan dari broker-broker dan penduduk lokal. Seperti
yang sudah ditunjukkan, pandangan ini terdiri dari aktivitas-
aktivitas dimana agent-agent ini memerintah, mendidik dan
membentuk para wisatawan. Juga dimana menghasilkan dimana agen-
11
LOCAL FOOD
AGRICULTURAL ACTIVITY
AUTHANTIC EPLOITATION
BRANDING IDENTITY
IdeATTRACTIONENHANCEMENT
PRIDE GENERATION
EMPOWERMENT JOB CREATION
ENTREPRENURSHIP
agen memeriksa, memonitor dan secara umum mengatur wisatawan.
Dengan tegas, tantangan pengalaman-pengalaman dan penghargaan
wisatawan-wisatawan dengan tepat karena mereka tidak tahu
dengan tepat di depan, bagaimana, atau dalam berapa banyak cara
yang berbeda, mereka akan dipengaruhi.
Pada level institusi aspek-aspek produktif dari kekuasaan jelas
kelihatan pertamakali dalam bermacam-macam bidang keahlian
profesional yang tumbuh disekitar .
Wisata Kuliner dan Pengembangan Daerah
GAMBAR 1KONTRIBUSI WISATA KULINERLOKAL PADA PENGEMBANGAN DAERAH
12
Sumber: Du Rand, Heath and Alberts (Dalam Steinmetz, 2010 ).
Dari gambar diatas dapat diketahui kontribusi yang dapat
diberikan oleh pengembangan wisata kuliner dengan produk makan
local antara lain;
1. Agricultural activity, akan semakin bergairah dan memungkinkan untuk
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil-hasil
pertaniannya karena tempat penyaluran hasil-hasil pertaniannya
sudah tersedia. Hal ini tentunya akan meningkatkan
kesejateraan para petani lokal. Yang pada akhirnya akan
meningkatkan kemampuan petani untukmeningkatkan kualitas hidup
keluarganya dan tentunya diharapkan juga dapat membiayai anak-
anaknya untuk meningkatkan pendidikannya. Aktivitas pertanian
tersebut tidak terbatas pada sayur-sayuran saja tetapi juga
meliputi peternakan dan nelayan.
2. Authentic exploitation,dengan kesempatan mengembangankan aktivitas
kuliner local ini akan memberikan kesempatan kepada para juru
masak untuk mengexploitasi kemampuan yang mereka miliki
sehingga mampu meningkatkan kreatifitasnyas untuk
mengembangankan senidan teknik kuliner yang mereka miliki
sehingga hasil kreativitas kulinernya nantinya tidak hanya
dapat di nikmati oleh wisatawan domestic tapi juga ditawarkan
pada wisatawan mancanegara.Namun disisi lain mereka juga tetap
13
dapat memelihara atau mempertahankan kekhasan yang ada pada
makanannya atau pada teknik penyajiannya.
3. Attraction Enhancement, wisata kuliner juga diharapkan akan
memperkaya atraksi wisata yang ditawarkan selain aktraksi
wisata yang telah tersedia, dalam aktivitas kuliner banyak hal
yang juga dapat di tampilkan sebagai atraksi wisata selain
keragaman bahan bahan yang digunakan yang selama ini belum
pernah dilihat oleh wisatwan dinegaranya atau didaerah asal
wisatawan atau teknik pengolahanya yang unik dan atau teknik
penyaiannya.
4. Branding Identitity, kekhasan atau keunikan suatu teknik atau hasil
masakan uga dapat menjadi brand atau identitas sebuah produk
yang pada akhirnya uga dapat dipatenkan seperti dikatakan oleh
Hall et al, (dalam Rose Steinmetz, 2010)
5. Pride Generation, aktivitas wisata kuliner local juga dapat
dimanfaatkan untuk memperkenalkan keanekaragaman kekayaan seni
masakan yang telah tumbuh sejak lama agar menjadi kebanggaan
bagi generasi muda yang ada.
6. Empowerment, Job Creation dan Enteprenership, memberdayakan sebuah
daerah wisata adalah salah satu kontribusi yang bisa diberikan
oleh aktivitas wisata kuliner tentunya dengan peningkatan
pendapatan asli daerah tersebut, disamping juga dapat
menciptakan peluang/kesempatan kerja tetapi juga dapat
digunakan untuk menumbuhkan wirausaha-wirausaha batu yang pada
akhirnya akan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat setempat. Pengembangan kepariwisataan sangat
14
relevan untuk dianalisis dengan pendekatan komunitas, tempat
dan kekuasaan, khususnya yang berhubungan dengan ‘community
based’ untuk perencanaan dan pembangunan (Murphy 1985, Haywood
1988, Brohman 1996, dalam Bianchi(2003) dan untuk mengevaluasi
persepsi masyarakat terhadap pariwisata. Penelitian yang
dilakukan Bianchi menunjukkan bahwa kepariwisataan menumbuhkan
semangat berusaha (entrepreneurship) yang mempertimbangkan
kapasitas yang berbeda dari kelompok-kelompok secara nyata
untuk mendinamisasi budaya, ekonomi dan politik sebagai sebuah
modal dalam mencapai keinginannya. Lebih daripada itu, sudah
ditunjukkan bahwa daerah tujuan wisata yang spesifik dapat
dibayangkan sebagai tempat produksi dan konsumsi, tempat
dimana kelompok-kelompok dengan kepentingan berbeda bersaing
dalam penggunaan tempat wisata tersebut.
Keunggulan Kuliner Bali dan Pelestarian Lingkungan dalam
Perspektif Budaya
Kaitannya dengan seni kuliner, Sujatha dalam Parma (2012)
dalam penelitian yang berjudul Seni Kuliner Bali Sebagai Aspek
Kebudayaan Dalam Menunjang Industri Pariwisata mengungkapkan
bahwa:
1. Makanan tradisional Bali disukai karena memiliki fungsi
biologis (untuk kesehatan), mengandung nilai estetika, baik
dalam penataan maupun tata penghidangan. Di samping itu
makanan ini juga memiliki fungsi nonbiologis, misalnya rasa
ingin tahu, ekonomis, estetis, kenikmatan dan sosial.
15
2. Seni kuliner Bali sebagai salah satu aspek kebudayaan Bali
diadaptasikan sehingga dapat menjadi wisata boga (wisata
kuliner). Adaptasi tersebut dari segi bentuk, fungsi dan makna
meliputi adaptasi bahan makanan, rasa, pengolahan, penataan,
penyajian dan cara makan.
3. Seni kuliner Bali sebagai penunjang pariwisata berdampak
budaya, sosial, rasa bangga serta pemenuhan harga diri.
Wurianto (2008) Informasi mengenai makanan rakyat dan
tatakelolanya perlu didukung oleh etnobotani, etnologi dan
etnonomics sebagai bagian dari ilmu yang mencoba memahami
masyarakat secara partisipatif dan seluruh kearifan lokal. Untuk
tujuan pemberdayaan, perlindungan dan kelestarian lingkungan hidup.
Dengan melihat keanekaragaman kuliner tradisional rakyat dapat
direncanakan perencanaan sosial budaya yang berkaitan dengan
penguatan dan pemberdayaan ekonomi, sosial dan budaya rakyat. Oleh
sebab itu, kuliner tradisional bukan saja sebagai ilmu tata boga
tradisional melainkan dapat juga menjadi ruang pengetahuan dan
kearifan lokal.
Perspektif kajian budaya menekankan aspek kultural dalam
melakukan analisis terhadap suatu permasalahan. Kulturalisme yang
digagas oleh Hoggart, Wiliams, Thomson dalam Dharma Putra
(2010:24) menekankan kelaziman kebudayaan dan apek aktif,
kreatif, dan kapasitas orang untuk membangun praktik-praktik
bermakna secara bersama-sama. Persoalan dan pencemaran lingkungan
hidup memiliki dimensi yang luas dan kompleks, sehingga perlu
dibedah dengan mempergunakan berbagai perspektif. Perspektif
kajian budaya sebagai upaya kritis yang dilakukan dalam mengkaji
16
fenomena pencemaran lingkungan hidup dikaitkan dengan berbagai
kebijakan pemerintah di bidang lingkungan hidup. Peran lembaga
pemerintah dan bisnis serta keberadaan masyarakat dalam kehidupan
sehari-harinya tidak lepas dari pergulatan antara kekuasaan dan
beragam kepentingan, yang menjadi fokus pembahasan dalam cultural
studies.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif,
dengan memaparkan temuan-temuan yang didapat dikaitkan dengan
teori-teori mengenai kuliner dan kekuasaan sehingga diperoleh
generalisasi. Data yang digunakan adalah data kualitatif sekunder
yang diperoleh dari studi kepustakaan, dan dokumentasi,.
PEMBAHASAN
Hubungan antara penduduk lokal, wisatawan dan agen (pemerintah,
investor dan biro perjalanan wisata) dalam mengembangkan kuliner
lokal sebagai daya tarik/atraksi wisata.
Pemerintah, pengusaha akomodasi dan restaurant, beserta biro
perjalanan wisata dalam penelitian ini disebut sebagai agent
(Hannam,2002) yang keterlibatannya dalam pengembangan kuliner
lokal di Bali sudah saling bersinergi, dimana hubungan tidak lagi
bersifat dikotomi, melainkan menyebar ke seggala arah termasuk
pada wisatawan dan penduduk lokal. Setiap komponen tidak memiliki
‘kekuatan’ yang sama. Hal ini disebabkan karena kepentingan yang
berbeda-beda. Makin besar kepentingannya, maka makin kuat
motivasinya untuk mendominasi.
17
Hubungan ini dapat dilihat dari aktivitas dalam mengembangkan
kuliner lokal sebagai berikut:
TABEL 3
KEGIATAN DARI BERBAGAI KOMPONEN PARIWISATA
DALAM PENGEMBANGAN KULINER LOKAL
No Kegiatan Pelaksana Utama Keterangan1 Warung Makbeng
Jl. Hang Tuah, Sanur,BaliSemenjak 1941 s/d sekarang
Pengusaha lokal Kuliner berbahan dasar ikan laut, seperti : Sup kepala ikan, bumbu Bali
2 Warung Men Weti Pengusaha Lokal Nasi Campur Bali3 Food Pairing Pengusaha Asing,
PT SababayMemproduksi Wine dengan Anggur Bali melahirkan cita rasa unik jika dinikmati bersama kuliner Bali
4 Buleleng Festival 2013(23-25 Agustus 2013)
Pemkab Buleleng, PDAM Buleleng, Pengusaha dan Masyarakat Lokal
Menjual 100 porsi makanan lokal setiap hari, seperti : Siobak, siobak khelok, sate lilit, Mengguh Kedongkol, Lawar Jantung Pisang
5 Kunyit BaliHotel Santika Premiere Kartika Plaza, Kuta Bali
Pengusaha Nasional,
Menghidangkan Bebek Goreng dan Sate Lilitdengan standar penyajian internasional.
6 Sanur Vilage Festival Pemprov Bali, ICA, Pengusaha, Masyarakat
Exhibisi Kuliner lokal, seperti Babi Guling, Ayam Betutu,
18
Sate Lilit7 Coaching Klinik
Kuliner Nusantara30 Juni 2013
STP Bali Promosi terhadap 30 ikon kuliner Nusantara, dimana Sate Lilit merupakan Kuliner Bali termasukdi dalamnya
Sumber : www.bali-bisnis.com, www2.antarabali.com,www.radioglobalfmbali.com, dan www.ciputranews.com, 2013
Dari Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa segenap komponen
pariwisata, mulai dari masyarakat (penduduk lokal), wisatawan,
dan agen (pemerintah, pengusaha) saling terlibat baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam mengembangkan kuliner lokal
sebagai daya tarik/atraksi wisata di Bali. Warun Mak Beng dan Men
Weti merupakan sampel dari pengusaha rstoran lokal yang
memberikan layanan kuliner lokal bagi segenap masyarakat umum,
termasuk wisatawan mancanegara dan nusantara dengan menyediakan
kuliner khas Bali yang halal untuk dinikmati khalayak global.
Warung Mak Beng dan Men Weti secara tidak langsung
mengumandangkan kuliner lokal sebagai daya tarik/atraksi wisata
bagi Bali. Wisatawan mancanegara maupun domestik yang merasa puas
akan citarasa kuliner lokal biasanya bercerita pada seluruh
koleganya, bahwa di Bali terdapat kuliner lokal yang memiliki
cita rasa internasional dengan rasa kas Bali yang merupakan
keunikannya yang wajib dinikmati saat berwisata atau berkunjung
ke Bali. Pengusaha Nasional yang diwakili oleh Hotel Santika Grup
Manajemen yang memperkenalkan makanan lokal Bali, seperti Bebek
goreng dan Sate Lilit yang menjadikan menu utamanya di Kunyit
19
Restoran, serta mempromosikan di berbagai media merupakan upaya
yang patut di hargai dalam memajukan kuliner lokal di mata
internasional.
Demikian pula dari komponen pengusaha asing, yang diwakili
PT Sababay yang memproduksi Wine dengan anggur yang ditanam di
Bali. Konsepnya cukup menarik dan sangat entrepreneur dengan
menyandingkan ‘wine sababay’(balinesse wine) untuk dapat di
sandingkan dengan kuliner lokal dan kuliner internasional. Konsep
ini menggandeng kuliner lokal untuk dapat dipromosikan bersama
kuliner inernasional bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali.
Meskipun prosentase partisipasi dari usaha ini kecil, namun
dikemudian hari sangat memungkinkan memunculkan celah terobosan
yang luar biasa, apabila konsep food pairing ini dapat diterima
oleh wisatawan global. Sama sepertihalnya pocary sweat yang
membutuhkan waktu 10 sampai 15 tahun untuk dapat diterima
konsumen Indonesia, sehingga menjadi produk minuman isotonik
momor 1 saat ini di Indonesia.
Pemerintah Provinsi Bali, pemerintah kabupaten dan
masyarakat lokal bekerja sama dalam pengembangan kuliner lokal,
tercermin dalam penyelenggaraan Buleleng Festival dan Sanur
Village Festival yang mengedepankan ikon kuliner lokal Bali
sebagai daya tarik dan dipromosikan dalam festival tersebut. PDAM
Buleleng memberikan subsidi produksi kuliner lokal bagi pengusaha
lokal yang ikut serta dalam menjual makanan khas Buleleng (siobak,
siobak khelok, sate lilit dan manakanan lokal lainnya) dalam Buleleng
Festival 2013 yang dihadiri wisatawan nusantara dan mancanegara.
20
Pranata Kemasyarakatan Lokal
Pemerintah
Pelaku Pariwisata Badan Pengelola
Wisatawan
KULINER LOKAL Sebagai Daya Tarik Bali
Pemerintah juga menghimbau seluruh pengusaha kuliner lokal untuk
menjaga hygiene dan sanitasi dalam memproduksi makanan lokal,
bahkan selalu menggunakan bahan-bahan lokal untuk memproduksi
makanan.
Kalangan akademisi juga tidak ketinggalan dalam
mengembangkan kuliner lokal sebagai daya tarik/atraksi wisata,
dengan mengadakan coaching klinik kuliner nusantara oleh STP Bali
yang diadakan pada Bulan Juni 2013. Kegiatan ini merupakan bentuk
sosialisasi dan interaksi bagi pemerintah yang diwakili Disparda
Bali, praktisi kuliner nusantara, chef di lingkungan industri,
chef sekolah pariwisata, pengusaha bidang kuliner serta pihak
perhotelan
Pola interaksi dari berbagai komponen pariwisata dapat
dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut :
GAMBAR 2POLA INTERAKSI KOMPONEN PARIWISATA DALAM PENGEMBANGAN KULINER
LOKAL
21
Sumber :Prasiasa (2013:37) dan Foucoult dalam Cheong dan
Miller(2000)
Berdasarkan Gambar 2 di atas, dapar dilihat hubungan dan
interaksi antar komponen pariwisata yang menyebar kesemua arah
sesuai dengan pandangan Michael Foucoult, dimana :
1. Kekuasaan dalam Pariwisata ada dimana-mana (Omnipresence of Power
in Tourism)
Semua komponen dalam pariwisata mulai dari penduduk lokal,
wisatawan dan agen (pemerintah, pengusaha) memiliki kekuatan
dan saling berhubungan, dimana hubungannya tidak bersifat
dikotomi, melainkan menyebar. Kondisi ini dapat digambarkan
pada penyelenggaraan Sanur Vilage Festival merupakan sebuah
even yang digagas oleh Komunitas Masyarakat Sanur dibawah
naungan Yayasan Pembangunan Sanur, bertujuan untuk
menghidupkan dan meramaikan kembali bisnis dan kunjungan
wisatawan ke kawasan Sanur. SVF juga di gunakan sebagai wadah
bagi budayawan untuk berkreasi dan para pelaku usaha
pariwisata Sanur untuk mempromosikan produk dan jasa masing-
masing, disamping memberikan hiburan pada masyarakat dan
wisatawan di kawasan tersebut. Sejalan dengan kegiatan promosi
pariwisata secara nasional, SVF juga terkait erat dan
mendukung sepenuhnya program pemerintah. Festival ini
terselenggara berkat kerjasama Pemerintah Kota Denpasar,
Yayasan Pembangunan Sanur dan Komunitas Masyarakat Sanur,
22
dibantu oleh pihak-pihak yang tergabung di dalam kepanitiaan
SVF.
2. Kekuasaan dalam Jejaring Pariwisata (Power in Tourism Networks)
Konteks kekuasaan akan lebih terlihat jelas dalam jaringan
kerja antar komponen pariwisata, dimana masing-masing posisi
atau jabatan dalam jaringan tersebut memiliki kewenangan dan
kekuasaan yang saling mengisi demi mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama. Dalam Sanur Village Festival (SVF),
terdapat unsur pemerintah (Kementrian Parenkraf, PemProv Bali,
PemKot Denpasar dst), Pengusaha (hotel, restoran, media, biro
perjalanan wisata,UKM), masyarakat setempat, dan wisatawan.
Menteri Parenkraf Ibu Marie Elka Pangestu menghimbau agar
Panitia SVF mensosialisasikan KTT APEC, dan mendukung
sepenuhnya kegiatan ini. Meskipun demikian teknis pelaksanaan
tetap dibawah komando panita SVF.
3. Pandangan terhadap Pariwisata (The Touristic Gaze)
Dalam pariwisata seringkali terperangkap dalam hegemoni agent
terhadap daerah tujuan wisata, khususnya biro perjalanan
wisata yang sering kali dituding superior sehingga menim
bulkan berbagai macam dampak negatif. Namun jika dikaji lebih
lanjut perubahan trend selera wisatawan yang semakin aware
terhadap konsep keberlanjutan, kesadaran masyarakat lokal dan
pemerintah dalam menjaga nilai-nilai luhur lokal dan
kelestarian lingkungan, tentunya akan mengubah anggapan
terhadap hegemoni tersebut.
23
4. Kekuasan untuk Menekan dan Menghasilkan dalam Pariwisata
(Repressive and Productive Touristic Power)
Setiap pos dalam jaringan kerjasama antar komponen pariwisata
memiliki kekuasaan untuk menekan dan menghasilkan. Pemerintah
provinsi Bali membuat aturan dalam mengembangkan pariwisata
Bali berdasarkan konsep Pariwisata Budaya melalui PERDA No 2
Tahun 2012, yang mengacu pada pelestarian budaya Bali sebagai
dasar pengembangan pariwisata, dalam posisi ini pemerintah
menekan seluruh komponen pariwisata untuk menjaga budaya Bali
dalam pengembangan pariwisata. Hasil dari peraturan ini
misalnya semakin maraknya kuliner lokal yang berkembang di
Bali, bahkan masuk dalam festival-festival yang
diselenggarakan masyarakat dan pengusaha, sampai kajian
akademis. Selanjutnya, kalangan akademisi setelah melakukan
kajian, tentunya memberi masukan kepada pemerintah, pengusaha
dan masyarakat mengenai apa yang harus lebih ditingkatkan
dalam upaya peningkatan kuliner lokal, demikian seterusnya.
Hal ini sesuai dengan pandangan Foucault yang mengatakan bahwa
kekuasaan menimbulkan pengetahuan dan pengetahuan adalah
kekuasaan juga.
Peranan Kuliner Lokal Dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan
Hidup
Bentuk gunungan atau kerucut memiliki makna spiritual.
Gunung, dalam tradisi Jawa dan Bali, merupakan tempat yang
diyakini memiliki kaitan yang erat dengan langit dan surga
24
(Lima ,2013). Bentuk tumpeng yang seperti gunung memiliki makna
menempatkan Pencipta pada posisi puncak, tertinggi, yang
menguasai alam dan manusia. Sang Sangkan Paraning Dumadi, artinya
Pencipta adalah asal dari segala ciptaan dan tujuan akhir dari
segala ciptaan. Manusia yang berasal dari Pencipta dan akan
kembali padaNya. Bentuk tumpeng juga seperti tangan terkatup,
seperti saat seorang menyembah. Menggambarkan bahwa Pencipta
layak disembah dan dimuliakan. Bentuk nasi tumpeng ini mengandung
harapan agar hidup kita semakin naik dan beroleh kesejahteraan
yang tinggi.
GAMBAR 3
NASI TUMPENG,KULINER LOKAL MENGANDUNG NILAI LUHUR MENJAGA
KESELARASAN HUBUNGAN DENGAN TUHAN, MANUSIA DAN LINGKUNGAN
Sumber : www.republica.go.id,2013
25
Nasi tumpeng ditempatkan di tengah dikelilingi oeh berbagai
lauk pauk. Penempatan ini merupakan simbol gunung dan tanah yang
subur di sekelilingnya yang dipenuhi dengan berbagai macam
sayuran yang tumbuh di tanah subur. Melambangkan kesejahteraan,
hubungan manusia dengan alam, serta ekosistim kehidupan. Ada dua
warna dominan nasi tumpeng, yaitu putih dan kuning. Warna putih
melambangkan kesucian, sedangkan warna kuning melambangkan
kemakmuran.
Konsep Nasi Tumpeng di atas menunjukan bahwa dalam kuliner
lokal, nilai-nilai luhur (local genius) yang mengingatkan manusia
dengan hubungannya pada Tuhan, sesama manusia dan alam semesta,
mengajak untuk selalu menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
Nasi Tumpeng atau tumpeng sangat sering digunakan sebagai sarana
upacara yadnya, misalnya tetaning banten ayaban tumpeng lima, pitu,sie, solas,
selae. Tumpeng muncul dalam setiap upacara di Bali, diharapkan
dengan sering melihat tumpeng, maka selalu ingat untuk menjaga
kelestarian lingkungan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Hubungan antara penduduk lokal, wisatawan dan agen
(pemerintah, investor dan biro perjalanan wisata) dalam
mengembangkan kuliner lokal sebagai daya tarik/atraksi
wisata, bersifat menyebar kesegala arah dan ada dimana-mana.
Semua pihak dalam komponen pariwisata memiliki peran,
26
kekuatan, kekuasaan untuk menjalankan fungsinya dalam
pengembangan kuliner lokal. Kondisi ini dapat dilihat pada
pelaksanaan beberapa event, seperti : usaha warung Mak Beng,
Warung Men Weti, Buleleng Festival 2013, Sanur Village
Festival, Food Pairing oleh Wine Sababay,Restoran Kunyit
Bali, dan Klinin Kuliner Nusantara oleh STP Bali.
2. Peranan Kuliner Lokal Dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan
Hidup, terkandung dalam nilai-nilai luhur pada kuliner lokal,
seperti pada Nasi Tumpeng. Konsep Tumpeng yang mengingatkan
pada keselarasan hubungan kepada Sang Pencipta, sesama
manusia dan lingkungan sekitar secara tidak langsung mengajak
untuk menjaga kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardika, I Wayan. 2011. Gastronomi Dalam Pariwisata Budaya.Pemberdayaan dan Hiperdemokrasi dalam PembangunanPariwisata. Persembahan untuk Prof. Ida Bagus AdnyanaManuaba. Denpasar :Pustaka Larasan
Bianchi,Raoul V.2003.Place and Power in Tourism Development:Tracing The Complex Articculation of Community and Locality.PASOS.Revista de Tourismo y Patrimonio Cultural Vol.1 No 1Page 13-32 ISSN 1695-7121
Cheong,So-Min and Miller,Marc L.2000.Power and Tourism.AFaoucauldian Observation.Annals of TourismResearch.Vol.27,pp 371-390.Great Britain : ElsevierScience,Ltd.
Corigliano, A.(2002). The route to quality: Italian gastronomynetworks in operations. In A.M. Hjalager and G. Richards
27
(Eds.), Tourism and Gastronomy(pp. 166-185). London:Routledge
Dharma Putra, Ketut Gede.2010.Pencemaran Lingkungan AncamPariwisata Bali.Pustaka Manik Geni :Denpasar
Guzman-Toma´s Lo´pez, and. Can˜izares-Sandra Sa´nchez, 2010,Culinary tourism in Co´rdoba (Spain)
Hannam,Kevin.2002. Tourism and Development I : Globalization andPower. Progress in Development Studies 2,3.pp.227-234
Jeou-Shyan Horng, Chen-Tsang (Simon) Tsai.2011. ExploringMarketing Strategies for Culinary Tourism in Hong Kong andSingapore. Asia Pacific Journal of TourismResearchnVol.17,Iss.3,2012.http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10941665.2011.625432#.UjzlsmfB2KG
Karim, Sharim AB.2006.Culinary Tourism as DestinationAttraction : An Empirical Examination of The Destination’sFood Image and Information Service. Dissertation of Doctorof Philosophy. Oklahoma, USA : Oklahoma State University.
Lima,Esther.2013.MaknaSimbolikNasiTumpeng.http://wisata.kompasiana.com/kuliner/2013/04/03/makna-simbolik-nasi-tumpeng-547913.html
Marianti, Maria Merry.2011.Kekuasaan dan Teknik MempengaruhiOrang Lain Dalam Organisasi. Jurnal AdministrasiBisnis,Vol.7,No.1:hal.45-68.Bandung:Center of BusinessStudies FISIP UNPAR (ISSN:0216-1249)
Nurhidayati. Sri Endah, 2013. Artikel, Potensi wisata makanan
Parma, I Gede.2012. Formulasi Strategi Pengembangan Masakan Lokalsebagai Produk Wisata Kuliner di Kabupaten Buleleng. TesisKajian Pariwiasata Universitas Udayana. Denpasar :Universitas Udayana
Pitana, I Gde dan I Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar IlmuPariwisata.Yogyakarta : Penerbit Andi.
28
Pranatha,Agung Wirawan.2013. Isu-isu Pengembangan Pariwisata.Materi Kuliah Matrikulasi. Program S3 Pariwisata UniversitasUdayana. Denpasar : Universita Udayana.
Prasiasa, Dewa Putu Oka.2013. Destinasi Pariwisata BerbasisMasyarakat.Jakarta :Salemba Humanika.
Shenoy Sajna S., 2005, Food Tourism And The Culinary Tourist.South Carolina : Clemson University.
Steinmetz Rose. 2010. Food, Tourism and DestinationDifferentiation: The Case of Rotorua, New Zealand.Auckland : University of Technology
Wijaya,Nyoman.2012.Relasi-relasi Kekuasaan dibalik PengelolaanKepariwisataan Bali. Jurnal Humaniora Volume 24 No2 , Juni2012, Hal 141-155. Denpasar : Fakultas Sastra UniversitasUdayana
Wurianto, Arif Budi.2008. Aspek Budaya pada Tradisi KulinerTradisional di Kota Malang Sebagai Identitas Budaya (SebuahTinjauan Folklore). Malang : LPP Universitas MuhamadiyahMalang. http://rires2.umm.ac.id/publikasi/lama/Arif%20Budi.pdf
Sumber lainnya dari Internet
http://www.bali-bisnis.com/index.php/sanur-village-festival-ica-akan-sajikan-ukir-buah-spektakuler/
http://www2.antarabali.com/berita/34762/pengusaha-kuliner-diharapkan-jaga-kualitas
http://radioglobalfmbali.com/article/120701/hotel-di-bali-masih-minim-sajikan-kuliner-lokal.html
http://www.antarabali.com/berita/34892/60-persen-buah-lokal-dipasarkan-foodmart
http://www.ciputranews.com/riil/pewaralaba-kuliner-lokal-diminta-pertahankan-kualitas
29
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/kuliner/13/06/13/mob72y-bali-siap-promosikan-30-ikon-kuliner-tradisional
http://www.bali-bisnis.com/index.php/wine-sababay-wisata-kuliner-bali/
http://www2.antarabali.com/berita/5328/saatnya-menikmati-wisata-kuliner-sanur
http://travel.kompas.com/read/2013/08/21/1724009/Aneka.Kuliner.Bali.di.Buleleng.Festival.2013
30