politik, hak asasi manusia, dan demokrasi - Repository STHB
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of politik, hak asasi manusia, dan demokrasi - Repository STHB
iii
Dr. Marojahan JS Panjaitan, S.H., M.H.
POLITIK, HAK ASASI MANUSIA,
DAN DEMOKRASI DALAM BINGKAI NEGARA KESEJAHTERAAN DAN KEBAHAGIAAN
MENURUT UUD 1945
iv
POLITIK, HAK ASASI MANUSIA, DAN DEMOKRASI DALAM BINGKAI NEGARA KESEJAHTERAAN DAN KEBAHAGIAAN
MENURUT UUD 1945
Penulis
Dr. Marojahan JS Panjaitan, S.H., M.H.
Layout abah
Desain Sampul
Amin
Diterbitkan pertama kali oleh:
Penerbit Pustaka Reka Cipta
Komplek PLN Jl. Moh. Toha No. 176 Lama, Bandung-Jawa Barat 40423
Phone. 082311596074 - 081214044150
e-mail: [email protected]; website: www.penerbit_prc.com
Rekening No. 8100091462 Bank BCA Kacapem Moh. Toha Bandung
a.n. Isbandi Basyar
Rekening No. 1141-01-004789-50-6 Bank BRI KCP Buah batu
a.n. Isbandi Basyar
Anggota IKAPI
Hak cipta ©2018 dilindungi Undang-undang pada penulis Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menterjemahkan
sebagian atau seluruhnya isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Cetakan I: Desember 2018
ISBN: 978-6021-3113-5-6
v
KATA PENGANTAR
engan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Kuasa, karena atas bimbingan-Nya, tulisan ini
bisa hadir di hadapan para pembaca. Tulisan ini adalah
merupakan hasil pengamatan penulis terhadap dinamika politik, hak
asasi manusia, dan demokrasi yang terjadi di Indonesia. Dimana, dalam
perbincangan sehari-hari, masalah politik, hak asasi manusia, dan
demokrasi menjadi obrolan yang sangat menarik. Tidak ada batas usia
atau batas sosial, tua dan muda, orang kaya atau miskin, kalau sudah
bicara politik, hak asasi manusia, dan demokrasi selalu ramai. Tetapi,
ketika ditanya mereka apa itu politik, hak asasi manusia, dan demokrasi,
kebanyakan di antara mereka tidak mengerti apa artinya. Melalui tulisan
yang singkat ini, penulis memcoba menjelaskan apa itu politik, hak asasi
manusia, dan demokrasi. Dalam tulisan ini dijelaskan tentang
bagaimana politik, hak asasi manusia, dan demokrasi dapat dijadikan
sebagai instrumen dalam menciptakan negara kesejahteraan dan
kebahagiaan. Tentu penjelasannya dikaitkan dengan penyelenggaraan
pemerintahan menurut UUD 1945. Dalam tulisan ini, penulis
menawarkan gagasan bagaimana membangun politik, hak asasi
manusia, dan demokrasi yang beradab, berbudaya, berwibawa, dan
berkeadilan dalam membangun kedamaian dan kesejahteraan dalam
mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dalam negara.
Seiring dengan itu, dibutuhkan kerjasama antara para elit politik,
masyarakat, dan pemerintah.
D
vi
Tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam mata kuliah
Ilmu Negara, Ilmu Politik, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi
Negara, Hukum Hak Asasi Manusia, Hukum Pemerintahan Daerah,
dan Politik Hukum. Melalui tulisan ini mahasiswa diajarkan tentang arti
politik, hak asasi manusia, dan demokrasi dalam kehidupan bernegara
menurut UUD 1945. Disamping itu, tulisan ini pun patut dibaca oleh
mereka yang menekuni dunia politik dan pemerintahan.
Tidak ada gading yang tidak retak, begitu kata orang bijak.
Tulisan ini pun demikian, kemungkinan pasti masih banyak
kekurangannya. Untuk itu, sangat diharapkan kritik dan saran dalam
pengembangan tulisan ini pada penulisan berikutnya. Teriring salam
dan doa dari penulis, semoga tulisan ini bermamfaat bagi pembaca.
Hormat Penulis
Bandung, November 2018
Dr. Marojahan JS Panjaitan, S.H., M.H.
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
BAB II
POLITIK, HAK ASASI MANUSIA, DAN DEMOKRASI ............ 8
A. Politik ............................................................................................ 8
1. Peristilahan dan Pengertian Politik .................................... 7
2. Partai Politik ....................................................................... 11
3. Partisipasi Politik ............................................................... 14
4. Penggunaan Politik Primordial Dalam Meraih
Kekuasaan .......................................................................... 20
B. Hak Asasi Manusia ..................................................................... 24
1. Peristilahan dan Pengertian Hak Asasi Manusia ............. 24
2. Perumusan Hak Asasi Manusia ........................................ 28
3. Rumusan Hak Asasi Manusia di Dalam UUD 1945 ....... 36
C. Demokrasi .................................................................................. 47
1. Peristilahan dan Pengertian Demokrasi ........................... 47
2. Demokrasi Pancasila ......................................................... 55
3. Oposisi dalam Dinamika Demokrasi ............................... 72
BAB III
HAK WARGA NEGARA BERKIPRAH DALAM STRUKTUR
POLITIK BERDASARKAN UUD 1945 ............................................. 79
A. Persamaan Hak Warga Negara Berkiprah dalam Struktur
Politik Menurut UUD 1945 ..................................................... 79
B. Pengejawantahan Hak Politik dalam Demokrasi ..................... 93
C. Pelembagaan Hak Politik ke dalam Produk Hukum ............... 98
D. Membangun Politik dan Demokrasi yang Beradab, Berbudaya,
Berwibawa, dan Berkeadilan di Indonesia ............................. 109
viii
BAB IV
KONSEP BERNEGARA, BENTUK NEGARA DAN SISTEM
PEMERINTAHAN MENURUT UUD 1945 ................................. 131
A. Konsep Bernegara Menurut UUD 1945 ................................ 131
B. Bentuk Negara Berdasarkan UUD 1945 ................................ 140
C. Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 ............................ 149
BAB V
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
MENURUT UUD 1945 ........................................................................... 157
A. Keberadaan Pemerintahan Daerah dalam Konsep Negara
Kesatuan Berdasarkan UUD 1945 ......................................... 157
B. Penyelenggara Pemerintahan Daerah ..................................... 164
C. Kedudukan Gubernur dalam Pemerintahan Daerah ............ 168
D. Pembatalan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 137/PUU-
XIII/2015 ................................................................................ 189
E. Peran Pemerintah Daerah dalam Menghadapi Sustainable
Development Goals (SDGs) dan Era Revolusi Industri 4.0 ..... 203
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 215
LAMPIRAN I ............................................................................................. 227
LAMPIRAN II ............................................................................................ 272
1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu tuntutan reformasi pada tahun 1998 adalah melaksanakan
demokrasi secara total. Tuntutan itu diperjuangkan karena sebelumnya
demokrasi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Demokrasi dijalankan
ketika itu hanya untuk melegitimasi kebijakan pemerintah. Pancasila dijadikan
sebagai alat untuk menekan lawan politik pemerintah. Ketika ada yang
mencoba mengkritik pemerintah, mereka disebut anti pemerintah dan
Pancasila, dan dicap pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka ada
yang diculik, ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara tanpa suatu proses
peradilan yang benar. Hukum dibuat dan dijalankan sesuai keinginan penguasa.
Akibatnya, korupsi, kolusi, dan nepotisme terjadi di seluruh lini pemerintahan.
Akibatnya, pembangunan tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga rakyat
menderita. Sehingga, dengan dipelopori oleh para mahasiswa, rakyat
bersatupadu meminta Soeharto turun dari jabatan presiden. Atas desakan
tersebut, Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 menyatakan mengundurkan diri
dari jabatan presiden, dan menyerahkan jabatan presiden itu kepada wakil
presiden, yang ketika itu adalah B. J. Habibie. Setelah Habibie menjabat menjadi
presiden, rakyat tidak puas, dan tetap meminta Habibie diganti dan melakukan
pemilihan umum kembali. Sebab, Habibie dianggap bagian dari Soeharto. Atas
desakan masyarakat tersebut, kemudian dilakukan pemilihan MPR yang baru,
dan MPR yang baru memilih Gusdur sebagai presiden. Gusdur ternyata
menduduki jabatan presiden tidak terlalu lama, karena kemudian digantikan
oleh Megawati Soekarnoputri.
2
Pada awal reformasi, langkah untuk perbaikan demokrasi itu tampak
dilakukan. Hal itu bisa dilihat ketika dilakukan perubahan terhadap UUD 1945.
Suatu hal yang sangat luar biasa, karena sebelumnya sangat ditabukan. Sebab,
dengan terbitnya Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum,
tertutup kemungkinan untuk mengubah UUD 1945.
Salah satu yang menjadi sorotan dalam perubahan UUD 1945 tersebut
adalah tentang kelembagaan negara. Sebagaimana diketahui bahwa
kelembagaan negara sebelum perubahan UUD 1945 dibagi menjadi dua, yakni:
1. Lembaga Tertinggi Negara, yang dipegang oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
2. Lembaga Tinggi Negara, yang dipegang oleh Presiden/Wakil Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA),
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA).
Setelah perubahan UUD 1945, MPR bukan lagi pemegang lembaga
tertinggi negara, tetapi menjadi sama dengan lembaga negara yang lain.
Sehingga, lembaga negara menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah DPD),
Presiden/Wakil Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah
Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Artinya, tidak ada lagi Lembaga
Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara, yang ada adalah lembaga negara.
Dalam format kelembagaan negara yang baru ini, tampak ada dua lembaga yang
baru, yakni: DPD dan MK, sedangkan DPA dihapus.
Perubahan juga terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dimana,
sebelumnya Presiden/Wakil Presiden adalah mandataris MPR. Presiden/Wakil
Presiden dipilih dan ditetapkan oleh MPR serta bertanggungjawab kepada
MPR. Menurut penulis, sistem pemerintahan yang dijalankan ketika itu adalah
sistem pemerintahan mandataris. Setelah perubahan UUD 1945,
3
Presiden/Wakil Presiden tidak lagi dipilih dan ditetapkan oleh MPR, tetapi
dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu pemilihan umum yang dilakukan
untuk itu. Hal itu sesuai Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 yang mengatakan, bahwa
“Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”.
Masa jabatan presiden adalah 5 tahun, yang hanya bisa dipilih dalam 2 kali masa
jabatan1. Presiden tidak lagi mandataris yang bertanggungjawab kepada MPR,
tetapi bertanggungjawab kepada rakyat (pemilihnya). Selama dalam masa
jabatan itu, presiden tidak bisa dijatuhkan oleh MPR.
Sesuai Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 bahwa “Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan, presiden bertanggungjawab atas jalannya
pemerintahan kepada rakyat. Dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan tegas menyatakan bahwa
tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan berada pada
Presiden. Konsep pembangunan dan pemerintahan ditentukan oleh Presiden,
yang hal itu disusun dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang dibuat bersama Presiden dan DPR setiap tahun. Suatu
hal yang berbeda dengan sebelumnya, dimana presiden adalah mandataris
MPR, dan membuat APBN berdasarkan Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) yang disusun dan ditetapkan oleh MPR.
Dalam merespon perubahan UUD 1945, dilakukan perubahan terhadap
UU Pemerintahan Daerah. Dalam perubahan tersebut, pemerintah daerah
dipilih secara langsung melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada). Kepada
Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 2 Pemerintah
1 Lihat Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2 Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4
Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.3
Ketika dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 dan format
kenegaraan, terbesit suatu harapan Indonesia akan menjadi lebih baik.
Demokrasi akan berjalan sebagaimana diharapkan. Memang tidak bisa
dipungkiri dan dibohongi, kita merasakan ada perubahan. Proses demokrasi itu
bisa dirasakan ketika ada kebebasan berbicara dan mendirikan partai politik.
Dilakukan pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung. Namun,
dalam perjalanannya terjadi pembelotan arah reformasi. Masing-masing partai
politik saling berebut untuk meraih kekuasaan. Setelah kekuasaan didapat,
merekapun secara berjamaah korupsi. Korupsi semakin menjadi, dan uang yang
dikorupsipun semakin besar.4
Belakangan ini, dengan berdalih atas nama demokrasi dan hak asasi
manusia, orang berbicara tampak tidak beretika. Saling menghina, saling
mengejek, saling menghujat dan saling memaki satu dengan yang lain seakan
mereka berbeda bangsa. Isu hoax disebarluaskan agar kondisi politik tidak
kondusif. Primordialisme (agama dan pribumi) juga dimunculkan dalam
menduduki jabatan tertentu.5 Terjadi pengkafiran, terhadap agama minoritas.
Ironisnya, biarpun satu agama, karena beda aliran dan pandangan dianggap
sebagai musuh. Hal itu bisa dilihat ketika ada tuduhan bahwa Jokowi dan
pendukungnya adalah PKI dan musuh Islam. Padahal, Jokowi beragama Islam,
3 Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4 Hal itu bisa dilihat ketika para Menteri, anggota DPR, DPRD, Gubernur, Bupati, dan Walikota, Pejabat
Bank Indonesia, Hakim, Jaksa, Polisi dan sebagainya menjadi terpidana korupsi. 5 Isu primordialisme itu terjadi saat pemilihan gubernur di Jakarta. Ahok yang kebetulan bukan pribumi
asli dan beragama Kristen, dianggap tidak cocok jadi Gubernur di Jakarta. Atas dasar itu, segala cara dilakukan untuk menggagalkan Ahok dalam pemilihan Gubernur Jakarta. Cara itu tampaknya akan dipergunakan dalam memecahbelah bangsa ini.
5
dan bukan musuh Islam, serta tidak PKI. Pendukungnya pun mayoritas
beragama Islam, bukan musuh Islam, dan tidak PKI.
Partai politik pun dikelompokkan menjadi dua, yakni: Partai Politik
Tuhan dan Partai Politik Setan. Partai Politik Tuhan diposisikan sebagai lawan
politik pemerintah (Jokowi), sedangkan partai politik setan adalah pendukung
pemerintah (Jokowi).
Dengan tetap masih berdalih demokrasi dan HAM, sekelompok orang
dan organisasi keagamaan berkeinginan menggantikan dasar negara Pancasila
dan UUD 1945 dengan idiologi yang mereka yakini. Kelompok ini menyusup
ke lembaga pemerintahan, pendidikan, partai politik, organisasi kemasyarakatan
dan sebagainya. Dalam menjalankan aksinya ada di antara mereka yang
melakukan tindakan terorisme. Mereka pun memamfaatkan media sosial untuk
menyebar idiologinya. Dalam memecahbelah bangsa mereka menggunakan isu
agama, kebangkitan PKI, pribumi dan sebagainya.
Demoralisasi politik terjadi dikalangan oknum elit politik, tokoh politik,
tokoh agama, akademisi, dan tokoh masyarakat. Mereka menghalalkan segala
cara dalam mendapatkan kekuasaan serta apa yang mereka inginkan. Setelah
kekuasaan didapat, mereka mulai memperkaya diri sendiri dan kelompoknya
dengan korupsi. Demoralisasi politik dalam meraih kekuasaan itu semakin
meresahkan belakangan ini ketika isu sara dijadikan sebagai alat untuk meraih
kekuasaan. Tentu cara ini lebih berbahaya dari politik uang, korupsi, dan
narkoba. Sebab, cara ini berpotensi menimbulkan disintegrasi (perpecahan)
bangsa. Apa lagi hal ini dimamfaatkan oleh sekelompok elit politik dan ormas
keagamaan yang ingin mengganti dasar negara berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 dengan ideologi mereka.
Demoralisasi politik sebagaimana disebut di atas tentu tidak baik bagi
kelangsungan bangsa dan negara ini. Semua insan yang cinta NKRI, di negeri
6
ini harus bersatu dan bergandeng tangan dalam menghadapi kelompok yang
berusaha mengganti dasar negara. Pendidikan politik yang baik harus
diwariskan kepada generasi anak bangsa demi keutuhan NKRI. Demokrasi
sebagai sebuah ide harus dikembalikan pada rohnya, yakni untuk
mesejahterakan dan membahagiakan rakyat.
Di Indonesia, demokrasi dan politik itu landasannya adalah Cita Hukum
Pancasila dan UUD 1945. Demi keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, pembangunan demokrasi dan politik itu wajib dilakukan
berdasarkan cita hukum Pancasila dan UUD 1945. Negara ini harus
diselamatkan dari cengkeraman para politikus yang menghalalkan segala cara
dalam meraih kekuasaan.