Pembahasan Vulkano

37
PEMBAHASAN A. PENDAHULUAN Nama Papandayan, berasal dari bahasa sunda “Panday” yang berarti pandai besi. Dahulu, ketika masyarakat melintasi gunung ini, sering terdengar suara-suara yang mirip keadaan ditempat kerja pandai besi, suara itu berasal dari kawah yang sangat aktif. Demikianlah gunung ini kemudian dinamakan Papandayan oleh masyarakat disekitar gunung ini. Gunung Papandayan terletak di sekitar 25 Km sebelah barat daya Kabupaten Garut, dengan posisi geografis 7 o 19’ Lintang Selatan dan 107 o 44’ Bujur Timur dengan ketinggian 2665 Mdpl atau sekitar 1950 M diatas dataran Garut. Disebelah selatan gunung ini terdapat G. Guntur dan disebelah timurnya terdapat G. Cikuray. G. Papandayan merupakan kerucut paling selatan dari deretan gunung api di priangan selatan yang telah diklasifikasikan (sejak zaman penjajahan Belanda) sebagai gunung aktif yang cukup berbahaya di Jawa Barat. Letusan-letusan yang terjadi sejak dahulu kala membuat wujud gunung ini seperti potongan tapal kuda. Kawah tertuanya terletak di Tegal Alun-alun yang telah lama mati dan berubah menjadi padang terbuka. Dinding

Transcript of Pembahasan Vulkano

PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN

Nama Papandayan, berasal dari bahasa sunda

“Panday” yang berarti pandai besi. Dahulu, ketika

masyarakat melintasi gunung ini, sering terdengar

suara-suara yang mirip keadaan ditempat kerja pandai

besi, suara itu berasal dari kawah yang sangat aktif.

Demikianlah gunung ini kemudian dinamakan Papandayan

oleh masyarakat disekitar gunung ini. Gunung

Papandayan terletak di sekitar 25 Km sebelah barat

daya Kabupaten Garut, dengan posisi geografis 7o19’

Lintang Selatan dan 107o 44’ Bujur Timur dengan

ketinggian 2665 Mdpl atau sekitar 1950 M diatas

dataran Garut. Disebelah selatan gunung ini terdapat

G. Guntur dan disebelah timurnya terdapat G. Cikuray.

G. Papandayan merupakan kerucut paling selatan

dari deretan gunung api di priangan selatan yang telah

diklasifikasikan (sejak zaman penjajahan Belanda)

sebagai gunung aktif yang cukup berbahaya di Jawa

Barat. Letusan-letusan yang terjadi sejak dahulu kala

membuat wujud gunung ini seperti potongan tapal kuda.

Kawah tertuanya terletak di Tegal Alun-alun yang telah

lama mati dan berubah menjadi padang terbuka. Dinding

kawah tua ini membentuk kompleks pegunungan dengan

puncak-puncaknya yaitu G. Malang (2675 Mdpl), G.

Masigit (2619 Mdpl), G. Saroni (2611 Mdpl) dan G.

Papandayan (2665 Mdpl) yang mengelilingi Tegal Alun-

alun. Di padang inilah muncul mata air yang menjelma

menjadi Sungai Ciparugpug.

Disekitar areal tapal kuda ini, kita juga dapat

melihat gunung-gunung kecil yang mengelilingi G.

Papandayan, antara lain G. Puntang (2555 Mdpl), G.

Walirang (2238 Mdpl), G. Tegal Paku (2225 Mdpl) dan G.

Jaya (2422 Mdpl). Sementara dilembah diantara G.

Puntang dan G. Walirang terdapat sungai Cibeureum Gede

yang mengalir ke Sungai Cimanuk.

B. SEJARAH LETUSAN

1. Data aktivitas

Kegiatan gunungapi Papandayan yang tercatat

dalam sejarah, yakni sejak tahun 1772 hingga

tahun 1927, perinciannya adalah sebagai berikut:

1772 11-12 Agustus, terjadi letusan besar dari kawah

pusat, awan panas yang dilontarkan memakan korban

jiwa lebih kurang 2951 orang dan menghancurkan 40

buah perkampungan.

1882 28 Mei, terdengar suara gemuruh terus menerus

dari arah utara kampung Campaka Warna, diduga berasal

dari G. Papandayan.

1923 11 Maret, terjadi letusan lumpur beserta lontaran

batu-batu dilontarkan hingga jarak 150 m. Terdapat 7

buah lubang letusan dalam Kawah Baru dan letusan

ini didahului oleh gempa bumi yang terasa di

Cisurupan.

1924 25 Januari, Kawah Mas suhunya naik dari

364o menjadi 500o, kemudian terjadi letusan lumpur di

Kawah Mas dan Kawah Baru. 16 Desember, terdengar suara

gemuruh dan ledakan dari Kawah Baru, hutan di

sekitar kawah menjadi gundul karena tertimpah bahan

lontaran (batu dan lumpur). Bahan lontaran tersebut

dilontarkan ke arah timur, dan lumpurnya hampir

mencapai kampung Cisurupan.

1925 21 Pebruari, terjadi letusan lumpur pada Kawah

Nangklak, disusul dengan semburan lumpur disertai

dengan emisi gas kuat.

1926 Terjadi letusan preatik (mengandung lumpur

dan sulfur) di Kawah Mas.

1927 Di Kawah Mas terjadi letusan preatik yang terdiri

dari lumpur bercampur belerang. Di kawah Baru, terjadi

letusan lumpur belerang.

1928 16-18 Februari, terjadi kenaikan temperatur di

Kawah Mas.

1942 15-16 Agustus, Di Kawah Mas terbentuk kawah

baru.

1993 15 Juli, Di Kawah Baru terjadi peristiwa letusan

lumpur

1993 - sekarang Kegiatan G. Papandayan terbatas

pada kepulan asap fumarola dan solfatara serta bualan lumpur

dan air panas di sekitar Kawah Mas dan Kawah Baru (kawah

termuda G.Papandayan).

2. Karakter Letusan

Karakter letusan G. Papandayan, adalah berupa

erupsi eksplosif preatomagmatik berskala menengah

(dimanifestasikan oleh sejumlah endapan aliran dan

jatuhan piroklastik). Secara berangsur, kekuatan

erupsi G. Papandayan melemah dan cenderung

menghasilkan erupsi epusif magmatik

(dimanifestasikan oleh sejumlah leleran lava

berkomposisi andesit / andesit basaltik).

3. Periode Letusan

Periode letusan G. Papandayan berkisar antara

1 dan 151 tahun, dengan rincian berikut:

setelah meletus pada tahun 1772, letusan

berikutnya adalah tahun 1923. Setelah letusan

1923, ritme letusan semakin sering, yakni pada

tahun 1924, 1925, dan terakhir pada tahun 1926.

Setelah tahun 1923, tidak terjadi lagi letusan dari

Kawah Mas (kawah pusat termuda G.Papandayan).

4. Tipe Letusan

Tipe letusan G. Papandayan adalah letusan

eksplosif (pada awal pembentukkan, dimanifestasikan

dengan sejumlah endapan aliran dan jatuhan

piroklastik) dan letusan epusif (dimanifestasikan

dengan sejumlah leleran lava berkomposisi

andesit (andesit basaltik).

Gambar 1. Sejarah Letusan Gunung Papandayan

C. PETA GEOLOGI

Gunung Papandayan dengan ketinggian 2665 Mdpl

ini terletak di sekitar 25 Km sebelah Barat Daya

Kabupaten Garut. Gunung tersebut termasuk dalam Peta

Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk, Jawa yang

dibuat oleh M. Alzwar, N. Akbar, dan S. Bachri pada

tahun 1992.

Gambar 2. Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk, Jawa

Dari peta geologi lembar tersebut kemudian bagian

Gunung Papandayan di-crop dan didapatkan sebagian dari

peta geologi tersebut sebagai berikut.

Gambar 3. Daerah Penelitian Gunung Papandayan

Pada daerah tersebut terdapat lima jenis formasi

dengan inisial QTv, Qwb, Qopu, Qyp, dan Qhp. QTv

merupakan formasi dengan satuan litologi berupa tuff,

breksi tuff, dan lava. Qwb merupakan formasi dengan

satuan litologi berupa perselingan lava, breksi dan

tuf, bersusunan andesit piroksen dan hornblende.

Sedangkan Qopu merupakan formasi dengan satuan

litologi berupa tuf hablur halus-kasar dasitan, breksi

tufan mengandung batuapung dan endapan lahar tuga

bersifat andesit – basaltan. Qyp merupakan formasi

dengan satuan litologi berupa eflata dan lava aliran

bersusunan andesit – basalan dengan sumber erupsi

berasal dari G.Wayang, G.Windu, G.Papandayan,

G.Cikuray, G.Masigit, G.Kaledong. Dan Qhp merupakan

formasi dengan satuan litologi berupa abu gunungapi,

bongkah-bongkah andesit dan basal.

D. PETA GEOMORFOLOGI

Pada peta topografi daerah Gunung Papandayan dan

sekitarnya, Kabupaten Garut, Jawa Barat telah

dilakukan delineasi berdasarkan dari bentuklahan yang

ada. Dimana pada peta tersebut diinterpretasikan

dibagi menjadi 5 bagian satuan delineasi, yaitu

delineasi bentuklahan vulkanik, satuan bentuklahan

fluvial, satuan bentuklahan structural rapat, satuan

bentuklahan stuktural renggang, dan satuan bentuklahan

denudasional. Berikut adalah pembasahasan masing-

masing delineasi tersebut :

Satuan Dealineasi Struktural Rapat

Pada daerah ini terdapat satuan dealinasi

rapat. Satuan dealinasi rapat pada peta topografi

ini ditunjukkan oleh warna gradasi ungu tua di

kertas kalkir peta topografi. Daerah ini dikatakan

memiliki satuan delineasi rapat karena ditandai oleh

adanya kontur kontur yang sangat berdekatan dan

saling rapat. Daerah tersebut terletak pada bagian

Tenggara pada peta topografi.

Di daerah satuan delineasi rapat dekat dengan

gunung gunung dan memiliki kelerengan yang terjal

sehingga kemungkinan litologi di daerah ini adalah

hardrock, seperti batuan beku hasil dari aktivitas

gunung yang ada disekitarnya. Dimana pada umumnya

batuan beku tersebut memiliki tingkat keresistennya

yang cukup tinggi sehingga tidak mudah mengalami

proses pelapukan akibat adanya pengaruh eksogen. Hal

tersebut meyebabkan daerah ini memiliki kelerengan

yang tidak landau, karena adanya proses pemerataan

tanah dan erosi serta pelapukan yang terjadi sulit

untuk membuat batuan yang sangat keras tersebut

untuk lapuk. Proses geomorfik yang terjadi di daerah

delineasi ini antara lain gaya endogen yaitu gaya

tektonik yang membuat terdapatnya indikasi struktur-

struktur seperti adanya sesar, rekahan (kekar),

serta gaya vulkanik karena jika dilihat dari

sekelilingnya terdapat banyak gunung-gunung yang

kemungkinan memiliki pengaruh terhadapt proses

pembentukan daerah satuan delineasi rapat ini.

Selain gaya endogen kemungkinan terdapat pula gaya

eksogen yang berupa pelapukan dan erosi didaerah-

daerah yang terkena kontak langsung dengan udara dan

aliran air seperti di sungai.

Tataguna lahan pada daerah ini yaitu sebagai

daerah wisata pegunungan maupun daerah perbukitan.

Potensi negatifnya yaitu jika daerah tersebut adalah

daerah struktur yang aktif maka mudah terpengaruh

oleh gaya yang bekerja dan mengalami perubahan serta

rawan longsor jika ada bagian yang lapuk karena

terjal, selain itu kemungkinan terjadi erupsi berupa

aliran lava maupun lahar dari gunung-gunung sekitar

yang kemungkinan masih aktif. Potensi positifnya

sebagai sumber batuan beku atau tambang batuan beku.

Satuan Dealineasi Struktural Renggang

Pada daerah ini terdapat satuan dealinasi

Struktural renggang. Satuan dealinasi struktural

renggang pada peta topografi ini ditunjukkan oleh

warna gradasi ungu muda di kertas kalkir peta

topografi.

Morfologi yang nampak di peta topo ini adalah

adanya pola pola aliran sungai yang secara tiba-tiba

berbelok dan lurus kembali seperti semula sehingga

dapat di indikasikan adanya sesar di daerah yang

memiliki kenampakan pada peta topo seperti itu.

Sehingga kemungkinan daerah yang ada di petatopo

tersebut merupakan bentang alam Struktural karena

banyak terdapat indikasi adanya struktrur. Didaerah

satuan delineasi renggang ini agak jauh dengan

gunung-gunung yang ada disekitarnya dan memiliki

kelerengan yang cukup landai sehingga kemungkinan

litologi di daerah ini adalah softrock seperti

batuan piroklastik hasil erupsi gunung yang berada

disekitar daerah tersebut seperti tuff dan lapili

dan batuan sedimen yang mudah terlapukkan dan

tererosi menjadi soil. Hal tersebut meyebabkan

daerah ini landai karena terdapat penyerataan

permukaan dan erosi serta pelapukan yang terjadi

pada litologi yang mudah lapuk.

Proses geomorfik yang terjadi di daerah

delineasi ini antara lain gaya endogen yaitu gaya

tektonik yang membuat terdapatnya indikasi struktur

seperti sesar, maupuan rekahan yang banyak ditemukan

di sungai-sungai, serta ada kecil kemungkinan daerah

ini dipengaruhi oleh gaya vulkanik karena jika

dilihat dari sekelilingnya terdapat banyak gunung-

gunung walaupun lokasinya cukup jauh. Selain gaya

endogen terdapat pula gaya eksogen yang lebih

dominan berupa pelapukan dan erosi didaerah-daerah

yang terkena kontak langsung dengan udara dan aliran

air seperti di sungai, dan dataran sehingga landai

dan konturnya renggang.

Tataguna lahannya yaitu sebagai daerah

pemukiman. Potensi negatifnya yaitu kemungkinan

terjadi erupsi lahar dari gunung-gunung sekitar yang

kemungkinan masih aktif. Potensi positifnya sebagai

tambang pasir untuk konstruksi.

Satuan Delineasi Fluvial

Pada daerah ini terdapat satuan dealinasi

fluvial. Satuan dealinasi fluvial pada peta

topografi ini ditunjukkan oleh warna hijau di kertas

kalkir peta topografi. Daerah ini dikatakan memiliki

satuan delineasi fluvial karena ditandai oleh adanya

pola aliran air permukaan yang tidak terlalu tegas

garisnya dan berkelok-kelok berjalan dari tempat

tinggi ke randah. Morfologi yang nampak di petatopo

ini adalah adanya kelokan-kelokan pada pola aliran

sungai yang biasa disebut meander.

Satuan delineasi fluvial ini tersebar dari

kontur yang memiliki ketinggian yang tinggi hingga

ke tempat yang konturnya renggang. Hal tersebut

sesuai dengan sifat air yang mana selalu mengalir

dati tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah.

Berdasarkan dari hal tersebut, maka dapat

diinterpretasikan bahwa litologi yang terdapat pada

satuan delineasi fluvial tersebut tersusun atas

litologi yang bersifat hardrock dan juga softrock.

Dimana, berdasarkan dari tingkat resistensi dari

batuan, maka diindikasikan bahwa daerah yang berada

pada kelerengan yang tinggi tersusun atas litologi

hardrock. Sedangkan pada daerah yang lebih rendah

tersusun oleh litologi softrock. Hal itu sesuai

dengan konsep dari proses erosi, transportasi serta

sedimentasi.

Proses geomorfik yang terjadi di daerah

delineasi ini antara lain gaya endogen yaitu gaya

tektonik yang membuat terdapatnya indikasi struktur

seperti sesar pada kelokan sungai yang secara tiba-

tiba, maupuan rekahan yang banyak ditemukan di

sungai-sungai. Selain gaya endogen terdapat pula

gaya eksogen yang lebih dominan berupa pelapukan dan

erosi oleh air permukaan sehingga litologinya yang

dominan adalah sedimen dan endapan-endapan

fluviatile pada daerah dengan tingkat kelerengan

yang relative landai.

Tataguna lahannya yaitu sebagai sumber air

penduduk. Potensi negatifnya yaitu rawan banjir jika

volume air meluap dan sebagai tempat pengaliran

lahar hasil aktifitas gunung. Potensi positifnya

jika memiliki keceparan aliran yang cukup dapat

dijadikan sumber PLTA dan irigrasi untuk perkebunan

jika kecepatan alirannya rendah.

Satuan Delineasi Denudasional

Pada daerah ini terdapat satuan dealinasi

denudasional. Dealinasi denudasional pada peta

topografi ini ditunjukkan dengan memberi warna

coklat. Dealinasi denudasional ini meliputi daerah

pada sisi bagian Timur dan Barat dari tubuh Gunung

Papandayan. Denudasional adalah suatu proses

pemerataan ketinggian di muka bumi sehingga

menunjukkan keadaan topografi yang hampir datar. Hal

ini dapat dilihat pada peta topografi ini bawha

memiliki kontur yang sangat renggang sekali sehingga

dapat diinterpretasikan bahwa pada daerah ini

termasuk kedalam dealinasi denudasional selain itu

dapat dibuktikan pada daerah ini terdapat aktivitas

warga setempat berupa pemukiman dan jalan raya.

Litologi yang terdapat pada daerah benttuklahan

denudasional biasanya telah mengalami proses

pelapukan sehingga yang mendominasi adalah

soil/tanah dan kemungkinan yang belum terlapukkan

merupakan softrock yang mudah mengalami proses

pelapukan. Hal ini yang menyebabkan seringnya

terjadi pergerakan tanah pada saat musim penghujan

seperti longsor. Pada peta delineasi denudasional

terlihat dari konturnya yang sangat renggang dan

banyak dijadikan atau dimanfaatkan sebagai perumahan

dan perkebunan serta persawahan dan jalan akibat

konturnya yang renggang sehingga mudah untuk

dibagun. Tata guna lahannya yaitu tempat pemukiman

penduduk dan lahan aktifitas warga. Potensi

negatifnya yaitu longsor pada daerah yang memiliki

perbedaan relief mencolok. Potensi positifnya tempat

lahan perkebunan karena tanah yang cenderung datar.

Satuan Delineasi Vulkanik

Pada daerah ini terdapat satuan dealinasi

vulkanik. Dimana dealinasi bentuklahan pada peta

topografi ini ditunjukkan dengan memberi warna

merah. Dealinasi bentuklahan vulkanik ini meliputi

daerah seluruh tubuh Gunung Papandayan. Delineasi

pada daerah ini termasuk pada daerah dengan kontur

yang sangat rapat, dimana ketinggian daerah ini juga

sangat tinggi dibandingkan dengan daerah yang

lainnya. Hal tersebut disebabkan pada daerah

tersebut merupakan daerah yang mana terdapat gunung

Papapandayan, dengan puncak bagian atas gunung

tersebut berupa kawah yang ditandai dengan kontur

yang secara tiba-tiba pada bagian puncak telah

renggang.

Dilihat dari kerapatan kontur diinterpretasikan

bahwa daerah ini memiliki litologi berupa batuan

hardrock dengan sifat resistensi yang tinggi.

Sebagai contoh adalah batuan beku fragmental dan non

fragmental yang merupakan hasil vulkanisme secara

langsung. Daerah ini merupakan daerah yang rawan

terhadap proses vulkanisme dan sering ditemui adanya

lahar, lava, debu vulkanik dan batuan yang ada.

Tataguna lahan daerah ini berupa kawasan alterasi

yang banyak akan manifestasi yang dapat digunakan

sebagai kawasan eksploitasi manifestasi.

E. PETA KELERENGAN

Rumus Umum Perhitungan Persentase Kelerengan Per

Sayatan dan Klasifikasi Relief Menurut Van Zuidam

(1983)

n = Banyaknya

∆h = Jumlah Interval Kontur (n kontur x Indeks

Kontur)

IK = Indeks Kontur

*dalam satuan meter

Skala Peta = 1 : 100.000

IK = 1 x 100.000

2000

= 50

∆h = 5 x 50

= 250 meter

% Lereng = ∆h/d x

100 %

IK = 1/2000 x

Skala Peta

d = panjang garis x

Skala Peta* Kontur

Van Zuidam (1983), mengklasifikasikan relief

berdasarkan morfometri dan morfografi sebagai

berikut:

Tabel 1. Pengklasifikasian Satuan Morfometri pada

Peta Topografi

Klasifikasi

Relief

Persen Lereng

(%)Beda Tinggi (m)

Datar/ hampir

datar02 <50

Bergelombang

landau37 550

Bergelombang

miring813 2575

Berbukit

bergelombang1420 50200

Berbukit terjal 2155 200500

Pegunungan sangat

terjal56140 5001000

Pegunungan sangat

curam> 140 >1000

Perhitungan Morfometri Satuan Kelerengan Sangat

Terjal

Persen (%) Lereng:

IK = 1 x 100.000

2000

= 50

∆h = 5 x 50

= 250 meter

% Lereng = ∆h/d x

100 %

1. d1 = 0,5 cm x

100.000

= 50.000 cm =

500 m

% = 250 x 100

%

500

= 50 %

2. d2 = 0,4 cm x

100.000

= 40.000 cm =

400 m

% = 250 x 100

%

400

= 62.5 %

3. d3 = 0,6 cm x

100.000

= 60.000 cm =

600 m

% = 250 x 100

%

600

= 42.5 %

4. d1 = 0,5 cm x

100.000

= 50.000 cm =

500 m

% = 250 x 100

%

500

= 50 %

5. d5 = 0,3 cm x

100.000

= 30.000 cm =

300 m

% = 250 x 100

%

300

= 83.3 %

Rata-rata kelerengan = % Lereng total

Jumlah sayatan

Rata-rata kelerengan = 50 + 62.5 + 42.5 + 50 +

83.3 / 5

= 57.66

Maka, berdasarkan hasil persentase kelerengan

dari klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat

disimpulkan bahwa satuan kontur rapat ini

termasuk Pegunungan Sangat Terjal.

Beda Tinggi Satuan Kontur Rapat, dari perhitungan

garis kontur pada peta topografi, dapat diketahui:

- Titik tertinggi satuan kontur rapat = 2550 m

- Titik terendah satuan kontur rapat = 1800 m

- Beda ketinggian = Top hillLow hill

- Beda ketinggi satuan kontur rapat = 2550 - 1800

m = 750 m

Maka, berdasarkan hasil beda ketinggian dari

klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat disimpulkan

bahwa satuan kontur rapat ini termasuk Pegunungan

Sangat Terjal. Pada peta kelerengan tersebut

deliniasi daerah dengan kelerengan pegunungan

sangat terjal ditandai dengan deliniasi warna ungu

tua. Daerah dengan kelerengan terjal ini sanga

dekat dengan pusat erupsi.

Perhitungan Morfometri Satuan Kelerengan Bergelombang

Landai

Persentase (%) kelerengan

IK = 1 x 100.000

2000

= 50

∆h = 5 x 50

= 250 meter

% Lereng = ∆h/d x

100 %

1. d1 = 3,4 cm x

100.000

= 340.000 cm

= 3400 m

% = 250 x 100

%

3400

= 7.35 %

2. d2 = 3 cm x

100.000

= 300.000 cm

= 3000 m

% = 250 x 100

%

3000

= 8.33 %

3. d3 = 5 cm x

100.000

= 500.000 cm

= 5000 m

% = 250 x 100

%

5000

= 5 %

4. d4 = 4,5 cm x

100.000

= 450.000 cm

= 4.500 m

% = 250 x 100

%

4500

= 5.55 %

5. d5 = 4,8 cm x

100.000

= 480.000 cm

= 4800 m

% = 250 x 100

%

4800

= 5.22 %

Rata-rata kerengan = % Lereng total

Jumlah sayatan

Rata-rata kerengan = 7.35 + 8.33 + 5 + 5.55 +

5.22 / 5

= 6.29 %

Maka, berdasarkan hasil persentase kelerengan

dari klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat

disimpulkan bahwa satuan kontur rapat ini

termasuk Bergelombang landai.

Beda Tinggi

Dari perhitungan garis kontur pada peta

topografi, dapat diketahui:

Titik tertinggi satuan kontur rapat = 1700 m

Titik terendah satuan kontur rapat = 1650 m

Beda ketinggian = Top hillLow hill

Beda ketinggi satuan kontur rapat = 1700-1650 m = 50

m

Maka, berdasarkan hasil beda ketinggian dari

klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat disimpulkan

bahwa satuan kontur rapat ini termasuk Bergelombang

landai.

Pada peta kelerengan tersebut deliniasi daerah

dengan kelerengan bergelombang landai ditandai

dengan deliniasi warna cream..

Perhitungan Mofometri Satuan Kelerengan Berbukit

Bergelombang

Persen (%) Lereng:

IK = 1 x 100.000

2000

= 50

∆h = 5 x 50

= 250 meter

% Lereng = ∆h/d x

100 %

6. d1 = 1 cm x

100.000

= 100.000 cm

= 1000 m

% = 250 x 100

%

1000

= 25 %

7. d2 = 1,3 cm x

100.000

= 130.000 cm

= 1300 m

% = 250 x 100

%

1300

= 19,2 %

8. d3 = 1,5 cm x

100.000

= 150.000 cm

= 1.500 m

% = 250 x 100

%

1500

= 16.67 %

9. d4 = 1,4 cm x

100.000

= 140.000 cm

= 1.400 m

% = 250 x 100

%

1.400

= 17,85 %

10. d2 = 1,3 cm x

100.000

= 130.000 cm

= 1300 m

% = 250 x 100

%

1300

= 19,2 %

Rata-rata kelerengan = % Lereng total

Jumlah

sayatan

Rata-rata kelerengan = 25 + 19.2 + 16.67 +

17.85 + 19.2 / 5

= 19.58

Maka, berdasarkan hasil persentase kelerengan

dari klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat

disimpulkan bahwa satuan kontur rapat ini

termasuk Berbukit Bergelombang.

Beda Tinggi Satuan Kelerengan Berbukit

Bergelombang

Dari perhitungan garis kontur pada peta

topografi, dapat diketahui:

Titik tertinggi satuan kontur rapat = 1500 m

Titik terendah satuan kontur rapat = 1300 m

Beda ketinggian = Top hillLow hill

Beda ketinggi satuan kontur rapat = 1500 - 1300 m

= 2000 m

Maka, berdasarkan hasil beda ketinggian dari

klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat disimpulkan

bahwa satuan kontur rapat ini termasuk Berbukit

Bergelombang.

Pada peta kelerengan tersebut deliniasi daerah

dengan kelerengan berbukit bergelombang ditandai

dengan deliniasi warna ungu muda. Daerah dengan

kelerengan berbukit bergelombang ini dapat

diinterpretasikan merupakan daerah yang akan

dijadikan daerah evakuasi bencana.

F. PETA POLA PENGALIRAN

Peta pola pengaliran daerah Gunung Papandayan

dan sekitarnya, dibuat berdasarkan sungai yang

terdapat pada derah tersebut. Kemudian dilakukan

analisis jenis pada pola pengaliran di daerah

tersebut, bedasarkan bentuknya pola pengaliran

didaerah ini memiliki bentukan menyebar secara

radial dari 1 titik ke segala arah yang menjadi

penciri utama dari pola aliran sungai radial

sentrifugal. Pola pengaliran ini umumnya terdapat

didaerah pegungan.dan derah berbentuk kerucut.

Sungai yang terdapat pada derah ini berada di

kaki gunung dan lereng-lereng gunung berapi.

Pengaliran dari sungai ini ke arah daratan dengan

elevasi yang lebih rendah dan umumnya memotong

kontur dengan bentuk v. Bentuk kontur yang demikian

menunjukan adanya jurang atau lembahan yang

merupakan zona lemah atau daerah yang mudah

tererosi.

Pada daerah sekitar Gunung Papandayan ini

terdapat banyak arah pengaliran sungai, hal ini

dikarenakan Gunung Papandayan dikelilingi oleh 4

gunung lagi pada bagian Utara, Selatan, Timur maupun

Baratnya. Sehingga sungai yang berada pada Selatan

Gunung ini akan mengalir keselatan sedangkan sungai

pada bagian Timur akan mengalir kearah Utara karena

sungai tersebut akan berkumpul menjadi satu dengan

sungai dari hulu gunung Cikuray. Selain itu pada

bagian Tenggara Gunung Papadadayan terdapat kaki

gunung Puncak Gede sehingga sungai tidak dapat

mengalir ke arah Tenggara melainkan akan

terakumulasi disatu tempat.

Gambar 1. Pola Pengaliran Radial Sentrifugal

G. PETA TATAGUNA LAHAN

Peta tataguna lahan merupakan peta yang dibentuk

berdasarkan guna lahan suatu daerah. Peta ini

dibentuk berdasarkan guna lahan yang membentuk

Gunung Papandayan. Satuan tataguna lahan daerah ini

dibagi menjadi 4. Pertama lahan kawah yang

dideliniasi dengan warna krem, lahan kawah ini

berada pada puncak Gunung Papandayan dengan kontur

yang tergolong rapat. Kedua berupa lahan hutan yang

dideliniasi dengan warna hijau tua, yang berada

pada seluruh permukaan Gunung Papandayan. Ketiga

lahan semak belukar yang dideliniasi dengan warna

hijau muda, yang berada didekat kawah dan berada

pada daerah puncak. Keempat lahan pemukiman warga

yang dideliniasi dengan warna cokelat tua, lahan

ini berada pada kontur renggang yang dominan

dipengaruhi oleh proses denudasional.

H. PETA KAWASAN RAWAN BENCANA

Pembuatan dari peta kawasan rawan bencana ini

berdasarkan dengan peta geologi, peta morfologi,

peta polapengaliran, dan peta tatagunalahan.

Bedasrakan peta tersebut yang kemudian di buat

overlay untuk mengetahui daerah yang rawan bencana.

Untuk pemebuatan peta ini meninjau mulai dari bentuk

lerengnya, litologi daerah tersebut,.

Gambar 2. Klasifikasi Daerah Rawan Bencana

Pada daerah Gunung Papandayan ini terdapat 4

jenis formasi yang seluruhnya merupakan hasil dari

atau produk vulkanisme baik aliran maupun jatuhan.

Pada daerah sekitar puncak atau kawah banyak

litologi berupa aliran lava, sedangkan pada bagian

puncak yang dekat atau dialiri oleh sungai terdapat

litologi berupa breksi maupun prodak aliran

vulkanik dan piroklastik aliran. Karena hampir

seluruh daerah ini tertutupi oleh litologi hasil

produk vulkanisme, maka untuk membuat batasan atau

pembuatan peta kawasan rawan bencana ini dilakukan

dengan menginterpretasi dari jenis batuan,

kelerengan, bentuk lahan serta pola pengalairan

sungai yang ada di sekitar gunung ini.

Pembagian berdasarkan SNI dibagi menjadi 3

yaitu daerah rawan 3 yaitu daerah yang paling dekat

dengan pusat erupsi ± radius 2 km, daerah rawan 2

merupakan daerah yang cukup dekat dengan pusat

erupsi dengan radius ± 5 km sedangkan rawan 1

merupakan daerah yang paling jauh dari pusat erupsi

namun masih mendapat pengaruh atau mendapatkan

imbas dari akitivtas vulkanisme dan produk

vulkanisme baik laharik maupun abu vulkanik. Daerah

tingkatan rawan erupsi 1,2 dan 3 dibagi lagi

menjadi 2 yaitu derah rawan aliran dan daerah rawan

jatuhan produk vulkansime. Sehingga untuk membuat

suatu peta kawasan rawan bencana harus

memperhatikan pula ketentuan tersebut.

Pembagian pada peta rawan bencana dari Gunung

Papandayan ini hanya dibagi menjadi 2 saja yaitu

daerah rawan becana 1 dan 2. Hal ini dikarenakan

daerah rawan bencana 3 merupakan daerah yang

selalu terancam aliran lava dan gas beracun,

sedangkan dilihat dari sejarah letusannya yang

terakhir adalah pada tahun 1942 Gunung ini tidak

menunjukkan adanya aktivitas yang berlebihan

seperti yang ditinjukkan Gunung Merapi. Sehingga

pada daerah pucak atau kawahpun akan berpotensi

terkena aliran lava dan gas bercun saja namun tidak

selalu terkena imbasnya. Sehingga pada gunung

Papandayan ini hanya terdapat 2 zona rawan bencana

1 dan 2.

Dimana penentuan zona rawan 2 dilakukan dengan

melihat daerah yang dekat dengan kawah dan pusat

erupsi serta litologi daerah tersebut yang dilihat

dari peta geologinya. Liologi yang mengambarkan

atau mengindikasikan daerah tersbeut adalah zona

rawan 2 adalah aliran lava dan intrusi batuan beku

serta terdapat batuan piroklastik aliran sisa hasil

aktivitas vulkasnime ekslopsif. Selain itu derah

lembahan yang dekat dengan pusat erupsi

memungkinkan untuk menjadi media pengalir lava agar

lebih jauh juga menjadi salah satu daerah yang

memungkinkan untuk menjadi derah rawan bencana 2.

Pada lembahan umumnya terdapat pula sungai yang

dapat mengalirkan lava dan lahar lebih jauh lagi

sehingga sungai yang dekat dengan pusat erupsi akan

menjadi daerah rawan erupsi 2. Sehingga pembuatn

daerah rawan material jatuhan diperkirakan ± 4 km

dari pusat erupsi dan daerah rawan bencana 2 dengan

material aliran melewati derah lembahaan dan sungai

dengan jarak capai tertentu.

Selain itu utuk daerah rawan bencana 1

merupakan derah yang dekat dengan sungai yang

berhulukan dari Gunung Papandayan tersebut . Selian

itu dengan melihat daerah yang memiliki litologi

piroklastik tajuhan lebih dominan, maka diketahui

bahwa deaerah tersebut masih mendapat pengaruh

hasil aktivitas vulkanisme yang berupa material

piroklastik jatuhan namun tidak terlalu banyak.

Penyebaran dari piroklastik jatuhan ini juga

bergantung kepada arah dan kecepatan angin yang

membawa material tersebut. Oleh karena itu

pembatasan daerah rawan bencana 1 ini diperkirakan

memiliki radius ± 8 km untuk daerah yang berpotensi

terkena material piroklastik jatuhan namun untuk

material aliran mengikuti aliran sungai yang

mengalir dari hulu Gunung Papandayan ke hilir,

sehingga daerah hilir sungai akan miliki potensi

terkena material aliran yang umumnya adalah bajir

lahar dingin.

I. PETA JALUR DAN RUANG EVAKUASI

Peta jalur dan ruang evakuasi ini dibentuk

berdasarkan jalur atau jalan yang digunakan untuk

evakuasi warga ketika terjadi gunung meletus. Jalur

ini memperhatikan daerah kawasan rawan bencana,

aliran lahar, sungai sebagai media pengalir lahar,

selain itu juga memperhatikan jarak dan waktu tempuh

evakuasi, topografi jalan, ketersediaan sarana

transportasi evakuasi, jumlah pengungsi dan hewan

ternak. Sedangkan daerah evakuasi itu sendiri juga

memperhatikan aspek tersebut serta ketersediaan

tanah lapang untuk mendirikan barak atau tempat

pengungsian, ketersediaan air, ketersediaan bahan

pakan, ketersediaan daya tamping penduduk, kondisi

jalan yang ada, jumlah ternak yang dapat diungsikan.

Jalur evakuasi ini sendiri harus dalam kondisi

baik, agar memberi jaminan dapat digunakan dengan

maan saat SOP Evakuasi dijalankan. Jalur evakuasi

tidak digunakan sebagai jalur transportasi

oenambangan pasir (jalur normalisasi).