Pembahasan Vulkano
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Pembahasan Vulkano
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN
Nama Papandayan, berasal dari bahasa sunda
“Panday” yang berarti pandai besi. Dahulu, ketika
masyarakat melintasi gunung ini, sering terdengar
suara-suara yang mirip keadaan ditempat kerja pandai
besi, suara itu berasal dari kawah yang sangat aktif.
Demikianlah gunung ini kemudian dinamakan Papandayan
oleh masyarakat disekitar gunung ini. Gunung
Papandayan terletak di sekitar 25 Km sebelah barat
daya Kabupaten Garut, dengan posisi geografis 7o19’
Lintang Selatan dan 107o 44’ Bujur Timur dengan
ketinggian 2665 Mdpl atau sekitar 1950 M diatas
dataran Garut. Disebelah selatan gunung ini terdapat
G. Guntur dan disebelah timurnya terdapat G. Cikuray.
G. Papandayan merupakan kerucut paling selatan
dari deretan gunung api di priangan selatan yang telah
diklasifikasikan (sejak zaman penjajahan Belanda)
sebagai gunung aktif yang cukup berbahaya di Jawa
Barat. Letusan-letusan yang terjadi sejak dahulu kala
membuat wujud gunung ini seperti potongan tapal kuda.
Kawah tertuanya terletak di Tegal Alun-alun yang telah
lama mati dan berubah menjadi padang terbuka. Dinding
kawah tua ini membentuk kompleks pegunungan dengan
puncak-puncaknya yaitu G. Malang (2675 Mdpl), G.
Masigit (2619 Mdpl), G. Saroni (2611 Mdpl) dan G.
Papandayan (2665 Mdpl) yang mengelilingi Tegal Alun-
alun. Di padang inilah muncul mata air yang menjelma
menjadi Sungai Ciparugpug.
Disekitar areal tapal kuda ini, kita juga dapat
melihat gunung-gunung kecil yang mengelilingi G.
Papandayan, antara lain G. Puntang (2555 Mdpl), G.
Walirang (2238 Mdpl), G. Tegal Paku (2225 Mdpl) dan G.
Jaya (2422 Mdpl). Sementara dilembah diantara G.
Puntang dan G. Walirang terdapat sungai Cibeureum Gede
yang mengalir ke Sungai Cimanuk.
B. SEJARAH LETUSAN
1. Data aktivitas
Kegiatan gunungapi Papandayan yang tercatat
dalam sejarah, yakni sejak tahun 1772 hingga
tahun 1927, perinciannya adalah sebagai berikut:
1772 11-12 Agustus, terjadi letusan besar dari kawah
pusat, awan panas yang dilontarkan memakan korban
jiwa lebih kurang 2951 orang dan menghancurkan 40
buah perkampungan.
1882 28 Mei, terdengar suara gemuruh terus menerus
dari arah utara kampung Campaka Warna, diduga berasal
dari G. Papandayan.
1923 11 Maret, terjadi letusan lumpur beserta lontaran
batu-batu dilontarkan hingga jarak 150 m. Terdapat 7
buah lubang letusan dalam Kawah Baru dan letusan
ini didahului oleh gempa bumi yang terasa di
Cisurupan.
1924 25 Januari, Kawah Mas suhunya naik dari
364o menjadi 500o, kemudian terjadi letusan lumpur di
Kawah Mas dan Kawah Baru. 16 Desember, terdengar suara
gemuruh dan ledakan dari Kawah Baru, hutan di
sekitar kawah menjadi gundul karena tertimpah bahan
lontaran (batu dan lumpur). Bahan lontaran tersebut
dilontarkan ke arah timur, dan lumpurnya hampir
mencapai kampung Cisurupan.
1925 21 Pebruari, terjadi letusan lumpur pada Kawah
Nangklak, disusul dengan semburan lumpur disertai
dengan emisi gas kuat.
1926 Terjadi letusan preatik (mengandung lumpur
dan sulfur) di Kawah Mas.
1927 Di Kawah Mas terjadi letusan preatik yang terdiri
dari lumpur bercampur belerang. Di kawah Baru, terjadi
letusan lumpur belerang.
1928 16-18 Februari, terjadi kenaikan temperatur di
Kawah Mas.
1942 15-16 Agustus, Di Kawah Mas terbentuk kawah
baru.
1993 15 Juli, Di Kawah Baru terjadi peristiwa letusan
lumpur
1993 - sekarang Kegiatan G. Papandayan terbatas
pada kepulan asap fumarola dan solfatara serta bualan lumpur
dan air panas di sekitar Kawah Mas dan Kawah Baru (kawah
termuda G.Papandayan).
2. Karakter Letusan
Karakter letusan G. Papandayan, adalah berupa
erupsi eksplosif preatomagmatik berskala menengah
(dimanifestasikan oleh sejumlah endapan aliran dan
jatuhan piroklastik). Secara berangsur, kekuatan
erupsi G. Papandayan melemah dan cenderung
menghasilkan erupsi epusif magmatik
(dimanifestasikan oleh sejumlah leleran lava
berkomposisi andesit / andesit basaltik).
3. Periode Letusan
Periode letusan G. Papandayan berkisar antara
1 dan 151 tahun, dengan rincian berikut:
setelah meletus pada tahun 1772, letusan
berikutnya adalah tahun 1923. Setelah letusan
1923, ritme letusan semakin sering, yakni pada
tahun 1924, 1925, dan terakhir pada tahun 1926.
Setelah tahun 1923, tidak terjadi lagi letusan dari
Kawah Mas (kawah pusat termuda G.Papandayan).
4. Tipe Letusan
Tipe letusan G. Papandayan adalah letusan
eksplosif (pada awal pembentukkan, dimanifestasikan
dengan sejumlah endapan aliran dan jatuhan
piroklastik) dan letusan epusif (dimanifestasikan
dengan sejumlah leleran lava berkomposisi
andesit (andesit basaltik).
Gambar 1. Sejarah Letusan Gunung Papandayan
C. PETA GEOLOGI
Gunung Papandayan dengan ketinggian 2665 Mdpl
ini terletak di sekitar 25 Km sebelah Barat Daya
Kabupaten Garut. Gunung tersebut termasuk dalam Peta
Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk, Jawa yang
dibuat oleh M. Alzwar, N. Akbar, dan S. Bachri pada
tahun 1992.
Dari peta geologi lembar tersebut kemudian bagian
Gunung Papandayan di-crop dan didapatkan sebagian dari
peta geologi tersebut sebagai berikut.
Gambar 3. Daerah Penelitian Gunung Papandayan
Pada daerah tersebut terdapat lima jenis formasi
dengan inisial QTv, Qwb, Qopu, Qyp, dan Qhp. QTv
merupakan formasi dengan satuan litologi berupa tuff,
breksi tuff, dan lava. Qwb merupakan formasi dengan
satuan litologi berupa perselingan lava, breksi dan
tuf, bersusunan andesit piroksen dan hornblende.
Sedangkan Qopu merupakan formasi dengan satuan
litologi berupa tuf hablur halus-kasar dasitan, breksi
tufan mengandung batuapung dan endapan lahar tuga
bersifat andesit – basaltan. Qyp merupakan formasi
dengan satuan litologi berupa eflata dan lava aliran
bersusunan andesit – basalan dengan sumber erupsi
berasal dari G.Wayang, G.Windu, G.Papandayan,
G.Cikuray, G.Masigit, G.Kaledong. Dan Qhp merupakan
formasi dengan satuan litologi berupa abu gunungapi,
bongkah-bongkah andesit dan basal.
D. PETA GEOMORFOLOGI
Pada peta topografi daerah Gunung Papandayan dan
sekitarnya, Kabupaten Garut, Jawa Barat telah
dilakukan delineasi berdasarkan dari bentuklahan yang
ada. Dimana pada peta tersebut diinterpretasikan
dibagi menjadi 5 bagian satuan delineasi, yaitu
delineasi bentuklahan vulkanik, satuan bentuklahan
fluvial, satuan bentuklahan structural rapat, satuan
bentuklahan stuktural renggang, dan satuan bentuklahan
denudasional. Berikut adalah pembasahasan masing-
masing delineasi tersebut :
Satuan Dealineasi Struktural Rapat
Pada daerah ini terdapat satuan dealinasi
rapat. Satuan dealinasi rapat pada peta topografi
ini ditunjukkan oleh warna gradasi ungu tua di
kertas kalkir peta topografi. Daerah ini dikatakan
memiliki satuan delineasi rapat karena ditandai oleh
adanya kontur kontur yang sangat berdekatan dan
saling rapat. Daerah tersebut terletak pada bagian
Tenggara pada peta topografi.
Di daerah satuan delineasi rapat dekat dengan
gunung gunung dan memiliki kelerengan yang terjal
sehingga kemungkinan litologi di daerah ini adalah
hardrock, seperti batuan beku hasil dari aktivitas
gunung yang ada disekitarnya. Dimana pada umumnya
batuan beku tersebut memiliki tingkat keresistennya
yang cukup tinggi sehingga tidak mudah mengalami
proses pelapukan akibat adanya pengaruh eksogen. Hal
tersebut meyebabkan daerah ini memiliki kelerengan
yang tidak landau, karena adanya proses pemerataan
tanah dan erosi serta pelapukan yang terjadi sulit
untuk membuat batuan yang sangat keras tersebut
untuk lapuk. Proses geomorfik yang terjadi di daerah
delineasi ini antara lain gaya endogen yaitu gaya
tektonik yang membuat terdapatnya indikasi struktur-
struktur seperti adanya sesar, rekahan (kekar),
serta gaya vulkanik karena jika dilihat dari
sekelilingnya terdapat banyak gunung-gunung yang
kemungkinan memiliki pengaruh terhadapt proses
pembentukan daerah satuan delineasi rapat ini.
Selain gaya endogen kemungkinan terdapat pula gaya
eksogen yang berupa pelapukan dan erosi didaerah-
daerah yang terkena kontak langsung dengan udara dan
aliran air seperti di sungai.
Tataguna lahan pada daerah ini yaitu sebagai
daerah wisata pegunungan maupun daerah perbukitan.
Potensi negatifnya yaitu jika daerah tersebut adalah
daerah struktur yang aktif maka mudah terpengaruh
oleh gaya yang bekerja dan mengalami perubahan serta
rawan longsor jika ada bagian yang lapuk karena
terjal, selain itu kemungkinan terjadi erupsi berupa
aliran lava maupun lahar dari gunung-gunung sekitar
yang kemungkinan masih aktif. Potensi positifnya
sebagai sumber batuan beku atau tambang batuan beku.
Satuan Dealineasi Struktural Renggang
Pada daerah ini terdapat satuan dealinasi
Struktural renggang. Satuan dealinasi struktural
renggang pada peta topografi ini ditunjukkan oleh
warna gradasi ungu muda di kertas kalkir peta
topografi.
Morfologi yang nampak di peta topo ini adalah
adanya pola pola aliran sungai yang secara tiba-tiba
berbelok dan lurus kembali seperti semula sehingga
dapat di indikasikan adanya sesar di daerah yang
memiliki kenampakan pada peta topo seperti itu.
Sehingga kemungkinan daerah yang ada di petatopo
tersebut merupakan bentang alam Struktural karena
banyak terdapat indikasi adanya struktrur. Didaerah
satuan delineasi renggang ini agak jauh dengan
gunung-gunung yang ada disekitarnya dan memiliki
kelerengan yang cukup landai sehingga kemungkinan
litologi di daerah ini adalah softrock seperti
batuan piroklastik hasil erupsi gunung yang berada
disekitar daerah tersebut seperti tuff dan lapili
dan batuan sedimen yang mudah terlapukkan dan
tererosi menjadi soil. Hal tersebut meyebabkan
daerah ini landai karena terdapat penyerataan
permukaan dan erosi serta pelapukan yang terjadi
pada litologi yang mudah lapuk.
Proses geomorfik yang terjadi di daerah
delineasi ini antara lain gaya endogen yaitu gaya
tektonik yang membuat terdapatnya indikasi struktur
seperti sesar, maupuan rekahan yang banyak ditemukan
di sungai-sungai, serta ada kecil kemungkinan daerah
ini dipengaruhi oleh gaya vulkanik karena jika
dilihat dari sekelilingnya terdapat banyak gunung-
gunung walaupun lokasinya cukup jauh. Selain gaya
endogen terdapat pula gaya eksogen yang lebih
dominan berupa pelapukan dan erosi didaerah-daerah
yang terkena kontak langsung dengan udara dan aliran
air seperti di sungai, dan dataran sehingga landai
dan konturnya renggang.
Tataguna lahannya yaitu sebagai daerah
pemukiman. Potensi negatifnya yaitu kemungkinan
terjadi erupsi lahar dari gunung-gunung sekitar yang
kemungkinan masih aktif. Potensi positifnya sebagai
tambang pasir untuk konstruksi.
Satuan Delineasi Fluvial
Pada daerah ini terdapat satuan dealinasi
fluvial. Satuan dealinasi fluvial pada peta
topografi ini ditunjukkan oleh warna hijau di kertas
kalkir peta topografi. Daerah ini dikatakan memiliki
satuan delineasi fluvial karena ditandai oleh adanya
pola aliran air permukaan yang tidak terlalu tegas
garisnya dan berkelok-kelok berjalan dari tempat
tinggi ke randah. Morfologi yang nampak di petatopo
ini adalah adanya kelokan-kelokan pada pola aliran
sungai yang biasa disebut meander.
Satuan delineasi fluvial ini tersebar dari
kontur yang memiliki ketinggian yang tinggi hingga
ke tempat yang konturnya renggang. Hal tersebut
sesuai dengan sifat air yang mana selalu mengalir
dati tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah.
Berdasarkan dari hal tersebut, maka dapat
diinterpretasikan bahwa litologi yang terdapat pada
satuan delineasi fluvial tersebut tersusun atas
litologi yang bersifat hardrock dan juga softrock.
Dimana, berdasarkan dari tingkat resistensi dari
batuan, maka diindikasikan bahwa daerah yang berada
pada kelerengan yang tinggi tersusun atas litologi
hardrock. Sedangkan pada daerah yang lebih rendah
tersusun oleh litologi softrock. Hal itu sesuai
dengan konsep dari proses erosi, transportasi serta
sedimentasi.
Proses geomorfik yang terjadi di daerah
delineasi ini antara lain gaya endogen yaitu gaya
tektonik yang membuat terdapatnya indikasi struktur
seperti sesar pada kelokan sungai yang secara tiba-
tiba, maupuan rekahan yang banyak ditemukan di
sungai-sungai. Selain gaya endogen terdapat pula
gaya eksogen yang lebih dominan berupa pelapukan dan
erosi oleh air permukaan sehingga litologinya yang
dominan adalah sedimen dan endapan-endapan
fluviatile pada daerah dengan tingkat kelerengan
yang relative landai.
Tataguna lahannya yaitu sebagai sumber air
penduduk. Potensi negatifnya yaitu rawan banjir jika
volume air meluap dan sebagai tempat pengaliran
lahar hasil aktifitas gunung. Potensi positifnya
jika memiliki keceparan aliran yang cukup dapat
dijadikan sumber PLTA dan irigrasi untuk perkebunan
jika kecepatan alirannya rendah.
Satuan Delineasi Denudasional
Pada daerah ini terdapat satuan dealinasi
denudasional. Dealinasi denudasional pada peta
topografi ini ditunjukkan dengan memberi warna
coklat. Dealinasi denudasional ini meliputi daerah
pada sisi bagian Timur dan Barat dari tubuh Gunung
Papandayan. Denudasional adalah suatu proses
pemerataan ketinggian di muka bumi sehingga
menunjukkan keadaan topografi yang hampir datar. Hal
ini dapat dilihat pada peta topografi ini bawha
memiliki kontur yang sangat renggang sekali sehingga
dapat diinterpretasikan bahwa pada daerah ini
termasuk kedalam dealinasi denudasional selain itu
dapat dibuktikan pada daerah ini terdapat aktivitas
warga setempat berupa pemukiman dan jalan raya.
Litologi yang terdapat pada daerah benttuklahan
denudasional biasanya telah mengalami proses
pelapukan sehingga yang mendominasi adalah
soil/tanah dan kemungkinan yang belum terlapukkan
merupakan softrock yang mudah mengalami proses
pelapukan. Hal ini yang menyebabkan seringnya
terjadi pergerakan tanah pada saat musim penghujan
seperti longsor. Pada peta delineasi denudasional
terlihat dari konturnya yang sangat renggang dan
banyak dijadikan atau dimanfaatkan sebagai perumahan
dan perkebunan serta persawahan dan jalan akibat
konturnya yang renggang sehingga mudah untuk
dibagun. Tata guna lahannya yaitu tempat pemukiman
penduduk dan lahan aktifitas warga. Potensi
negatifnya yaitu longsor pada daerah yang memiliki
perbedaan relief mencolok. Potensi positifnya tempat
lahan perkebunan karena tanah yang cenderung datar.
Satuan Delineasi Vulkanik
Pada daerah ini terdapat satuan dealinasi
vulkanik. Dimana dealinasi bentuklahan pada peta
topografi ini ditunjukkan dengan memberi warna
merah. Dealinasi bentuklahan vulkanik ini meliputi
daerah seluruh tubuh Gunung Papandayan. Delineasi
pada daerah ini termasuk pada daerah dengan kontur
yang sangat rapat, dimana ketinggian daerah ini juga
sangat tinggi dibandingkan dengan daerah yang
lainnya. Hal tersebut disebabkan pada daerah
tersebut merupakan daerah yang mana terdapat gunung
Papapandayan, dengan puncak bagian atas gunung
tersebut berupa kawah yang ditandai dengan kontur
yang secara tiba-tiba pada bagian puncak telah
renggang.
Dilihat dari kerapatan kontur diinterpretasikan
bahwa daerah ini memiliki litologi berupa batuan
hardrock dengan sifat resistensi yang tinggi.
Sebagai contoh adalah batuan beku fragmental dan non
fragmental yang merupakan hasil vulkanisme secara
langsung. Daerah ini merupakan daerah yang rawan
terhadap proses vulkanisme dan sering ditemui adanya
lahar, lava, debu vulkanik dan batuan yang ada.
Tataguna lahan daerah ini berupa kawasan alterasi
yang banyak akan manifestasi yang dapat digunakan
sebagai kawasan eksploitasi manifestasi.
E. PETA KELERENGAN
Rumus Umum Perhitungan Persentase Kelerengan Per
Sayatan dan Klasifikasi Relief Menurut Van Zuidam
(1983)
n = Banyaknya
∆h = Jumlah Interval Kontur (n kontur x Indeks
Kontur)
IK = Indeks Kontur
*dalam satuan meter
Skala Peta = 1 : 100.000
IK = 1 x 100.000
2000
= 50
∆h = 5 x 50
= 250 meter
% Lereng = ∆h/d x
100 %
IK = 1/2000 x
Skala Peta
d = panjang garis x
Skala Peta* Kontur
Van Zuidam (1983), mengklasifikasikan relief
berdasarkan morfometri dan morfografi sebagai
berikut:
Tabel 1. Pengklasifikasian Satuan Morfometri pada
Peta Topografi
Klasifikasi
Relief
Persen Lereng
(%)Beda Tinggi (m)
Datar/ hampir
datar02 <50
Bergelombang
landau37 550
Bergelombang
miring813 2575
Berbukit
bergelombang1420 50200
Berbukit terjal 2155 200500
Pegunungan sangat
terjal56140 5001000
Pegunungan sangat
curam> 140 >1000
Perhitungan Morfometri Satuan Kelerengan Sangat
Terjal
1. d1 = 0,5 cm x
100.000
= 50.000 cm =
500 m
% = 250 x 100
%
500
= 50 %
2. d2 = 0,4 cm x
100.000
= 40.000 cm =
400 m
% = 250 x 100
%
400
= 62.5 %
3. d3 = 0,6 cm x
100.000
= 60.000 cm =
600 m
% = 250 x 100
%
600
= 42.5 %
4. d1 = 0,5 cm x
100.000
= 50.000 cm =
500 m
% = 250 x 100
%
500
= 50 %
5. d5 = 0,3 cm x
100.000
= 30.000 cm =
300 m
% = 250 x 100
%
300
= 83.3 %
Rata-rata kelerengan = % Lereng total
Jumlah sayatan
Rata-rata kelerengan = 50 + 62.5 + 42.5 + 50 +
83.3 / 5
= 57.66
Maka, berdasarkan hasil persentase kelerengan
dari klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat
disimpulkan bahwa satuan kontur rapat ini
termasuk Pegunungan Sangat Terjal.
Beda Tinggi Satuan Kontur Rapat, dari perhitungan
garis kontur pada peta topografi, dapat diketahui:
- Titik tertinggi satuan kontur rapat = 2550 m
- Titik terendah satuan kontur rapat = 1800 m
- Beda ketinggian = Top hillLow hill
- Beda ketinggi satuan kontur rapat = 2550 - 1800
m = 750 m
Maka, berdasarkan hasil beda ketinggian dari
klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat disimpulkan
bahwa satuan kontur rapat ini termasuk Pegunungan
Sangat Terjal. Pada peta kelerengan tersebut
deliniasi daerah dengan kelerengan pegunungan
sangat terjal ditandai dengan deliniasi warna ungu
tua. Daerah dengan kelerengan terjal ini sanga
dekat dengan pusat erupsi.
Perhitungan Morfometri Satuan Kelerengan Bergelombang
Landai
Persentase (%) kelerengan
IK = 1 x 100.000
2000
= 50
∆h = 5 x 50
= 250 meter
% Lereng = ∆h/d x
100 %
1. d1 = 3,4 cm x
100.000
= 340.000 cm
= 3400 m
% = 250 x 100
%
3400
= 7.35 %
2. d2 = 3 cm x
100.000
= 300.000 cm
= 3000 m
% = 250 x 100
%
3000
= 8.33 %
3. d3 = 5 cm x
100.000
= 500.000 cm
= 5000 m
% = 250 x 100
%
5000
= 5 %
4. d4 = 4,5 cm x
100.000
= 450.000 cm
= 4.500 m
% = 250 x 100
%
4500
= 5.55 %
5. d5 = 4,8 cm x
100.000
= 480.000 cm
= 4800 m
% = 250 x 100
%
4800
= 5.22 %
Rata-rata kerengan = % Lereng total
Jumlah sayatan
Rata-rata kerengan = 7.35 + 8.33 + 5 + 5.55 +
5.22 / 5
= 6.29 %
Maka, berdasarkan hasil persentase kelerengan
dari klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat
disimpulkan bahwa satuan kontur rapat ini
termasuk Bergelombang landai.
Beda Tinggi
Dari perhitungan garis kontur pada peta
topografi, dapat diketahui:
Titik tertinggi satuan kontur rapat = 1700 m
Titik terendah satuan kontur rapat = 1650 m
Beda ketinggian = Top hillLow hill
Beda ketinggi satuan kontur rapat = 1700-1650 m = 50
m
Maka, berdasarkan hasil beda ketinggian dari
klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat disimpulkan
bahwa satuan kontur rapat ini termasuk Bergelombang
landai.
Pada peta kelerengan tersebut deliniasi daerah
dengan kelerengan bergelombang landai ditandai
dengan deliniasi warna cream..
Perhitungan Mofometri Satuan Kelerengan Berbukit
Bergelombang
Persen (%) Lereng:
IK = 1 x 100.000
2000
= 50
∆h = 5 x 50
= 250 meter
% Lereng = ∆h/d x
100 %
6. d1 = 1 cm x
100.000
= 100.000 cm
= 1000 m
% = 250 x 100
%
1000
= 25 %
7. d2 = 1,3 cm x
100.000
= 130.000 cm
= 1300 m
% = 250 x 100
%
1300
= 19,2 %
8. d3 = 1,5 cm x
100.000
= 150.000 cm
= 1.500 m
% = 250 x 100
%
1500
= 16.67 %
9. d4 = 1,4 cm x
100.000
= 140.000 cm
= 1.400 m
% = 250 x 100
%
1.400
= 17,85 %
10. d2 = 1,3 cm x
100.000
= 130.000 cm
= 1300 m
% = 250 x 100
%
1300
= 19,2 %
Rata-rata kelerengan = % Lereng total
Jumlah
sayatan
Rata-rata kelerengan = 25 + 19.2 + 16.67 +
17.85 + 19.2 / 5
= 19.58
Maka, berdasarkan hasil persentase kelerengan
dari klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat
disimpulkan bahwa satuan kontur rapat ini
termasuk Berbukit Bergelombang.
Beda Tinggi Satuan Kelerengan Berbukit
Bergelombang
Dari perhitungan garis kontur pada peta
topografi, dapat diketahui:
Titik tertinggi satuan kontur rapat = 1500 m
Titik terendah satuan kontur rapat = 1300 m
Beda ketinggian = Top hillLow hill
Beda ketinggi satuan kontur rapat = 1500 - 1300 m
= 2000 m
Maka, berdasarkan hasil beda ketinggian dari
klasifikasi Van Zuidam (1983), dapat disimpulkan
bahwa satuan kontur rapat ini termasuk Berbukit
Bergelombang.
Pada peta kelerengan tersebut deliniasi daerah
dengan kelerengan berbukit bergelombang ditandai
dengan deliniasi warna ungu muda. Daerah dengan
kelerengan berbukit bergelombang ini dapat
diinterpretasikan merupakan daerah yang akan
dijadikan daerah evakuasi bencana.
F. PETA POLA PENGALIRAN
Peta pola pengaliran daerah Gunung Papandayan
dan sekitarnya, dibuat berdasarkan sungai yang
terdapat pada derah tersebut. Kemudian dilakukan
analisis jenis pada pola pengaliran di daerah
tersebut, bedasarkan bentuknya pola pengaliran
didaerah ini memiliki bentukan menyebar secara
radial dari 1 titik ke segala arah yang menjadi
penciri utama dari pola aliran sungai radial
sentrifugal. Pola pengaliran ini umumnya terdapat
didaerah pegungan.dan derah berbentuk kerucut.
Sungai yang terdapat pada derah ini berada di
kaki gunung dan lereng-lereng gunung berapi.
Pengaliran dari sungai ini ke arah daratan dengan
elevasi yang lebih rendah dan umumnya memotong
kontur dengan bentuk v. Bentuk kontur yang demikian
menunjukan adanya jurang atau lembahan yang
merupakan zona lemah atau daerah yang mudah
tererosi.
Pada daerah sekitar Gunung Papandayan ini
terdapat banyak arah pengaliran sungai, hal ini
dikarenakan Gunung Papandayan dikelilingi oleh 4
gunung lagi pada bagian Utara, Selatan, Timur maupun
Baratnya. Sehingga sungai yang berada pada Selatan
Gunung ini akan mengalir keselatan sedangkan sungai
pada bagian Timur akan mengalir kearah Utara karena
sungai tersebut akan berkumpul menjadi satu dengan
sungai dari hulu gunung Cikuray. Selain itu pada
bagian Tenggara Gunung Papadadayan terdapat kaki
gunung Puncak Gede sehingga sungai tidak dapat
mengalir ke arah Tenggara melainkan akan
terakumulasi disatu tempat.
Gambar 1. Pola Pengaliran Radial Sentrifugal
G. PETA TATAGUNA LAHAN
Peta tataguna lahan merupakan peta yang dibentuk
berdasarkan guna lahan suatu daerah. Peta ini
dibentuk berdasarkan guna lahan yang membentuk
Gunung Papandayan. Satuan tataguna lahan daerah ini
dibagi menjadi 4. Pertama lahan kawah yang
dideliniasi dengan warna krem, lahan kawah ini
berada pada puncak Gunung Papandayan dengan kontur
yang tergolong rapat. Kedua berupa lahan hutan yang
dideliniasi dengan warna hijau tua, yang berada
pada seluruh permukaan Gunung Papandayan. Ketiga
lahan semak belukar yang dideliniasi dengan warna
hijau muda, yang berada didekat kawah dan berada
pada daerah puncak. Keempat lahan pemukiman warga
yang dideliniasi dengan warna cokelat tua, lahan
ini berada pada kontur renggang yang dominan
dipengaruhi oleh proses denudasional.
H. PETA KAWASAN RAWAN BENCANA
Pembuatan dari peta kawasan rawan bencana ini
berdasarkan dengan peta geologi, peta morfologi,
peta polapengaliran, dan peta tatagunalahan.
Bedasrakan peta tersebut yang kemudian di buat
overlay untuk mengetahui daerah yang rawan bencana.
Untuk pemebuatan peta ini meninjau mulai dari bentuk
lerengnya, litologi daerah tersebut,.
Gambar 2. Klasifikasi Daerah Rawan Bencana
Pada daerah Gunung Papandayan ini terdapat 4
jenis formasi yang seluruhnya merupakan hasil dari
atau produk vulkanisme baik aliran maupun jatuhan.
Pada daerah sekitar puncak atau kawah banyak
litologi berupa aliran lava, sedangkan pada bagian
puncak yang dekat atau dialiri oleh sungai terdapat
litologi berupa breksi maupun prodak aliran
vulkanik dan piroklastik aliran. Karena hampir
seluruh daerah ini tertutupi oleh litologi hasil
produk vulkanisme, maka untuk membuat batasan atau
pembuatan peta kawasan rawan bencana ini dilakukan
dengan menginterpretasi dari jenis batuan,
kelerengan, bentuk lahan serta pola pengalairan
sungai yang ada di sekitar gunung ini.
Pembagian berdasarkan SNI dibagi menjadi 3
yaitu daerah rawan 3 yaitu daerah yang paling dekat
dengan pusat erupsi ± radius 2 km, daerah rawan 2
merupakan daerah yang cukup dekat dengan pusat
erupsi dengan radius ± 5 km sedangkan rawan 1
merupakan daerah yang paling jauh dari pusat erupsi
namun masih mendapat pengaruh atau mendapatkan
imbas dari akitivtas vulkanisme dan produk
vulkanisme baik laharik maupun abu vulkanik. Daerah
tingkatan rawan erupsi 1,2 dan 3 dibagi lagi
menjadi 2 yaitu derah rawan aliran dan daerah rawan
jatuhan produk vulkansime. Sehingga untuk membuat
suatu peta kawasan rawan bencana harus
memperhatikan pula ketentuan tersebut.
Pembagian pada peta rawan bencana dari Gunung
Papandayan ini hanya dibagi menjadi 2 saja yaitu
daerah rawan becana 1 dan 2. Hal ini dikarenakan
daerah rawan bencana 3 merupakan daerah yang
selalu terancam aliran lava dan gas beracun,
sedangkan dilihat dari sejarah letusannya yang
terakhir adalah pada tahun 1942 Gunung ini tidak
menunjukkan adanya aktivitas yang berlebihan
seperti yang ditinjukkan Gunung Merapi. Sehingga
pada daerah pucak atau kawahpun akan berpotensi
terkena aliran lava dan gas bercun saja namun tidak
selalu terkena imbasnya. Sehingga pada gunung
Papandayan ini hanya terdapat 2 zona rawan bencana
1 dan 2.
Dimana penentuan zona rawan 2 dilakukan dengan
melihat daerah yang dekat dengan kawah dan pusat
erupsi serta litologi daerah tersebut yang dilihat
dari peta geologinya. Liologi yang mengambarkan
atau mengindikasikan daerah tersbeut adalah zona
rawan 2 adalah aliran lava dan intrusi batuan beku
serta terdapat batuan piroklastik aliran sisa hasil
aktivitas vulkasnime ekslopsif. Selain itu derah
lembahan yang dekat dengan pusat erupsi
memungkinkan untuk menjadi media pengalir lava agar
lebih jauh juga menjadi salah satu daerah yang
memungkinkan untuk menjadi derah rawan bencana 2.
Pada lembahan umumnya terdapat pula sungai yang
dapat mengalirkan lava dan lahar lebih jauh lagi
sehingga sungai yang dekat dengan pusat erupsi akan
menjadi daerah rawan erupsi 2. Sehingga pembuatn
daerah rawan material jatuhan diperkirakan ± 4 km
dari pusat erupsi dan daerah rawan bencana 2 dengan
material aliran melewati derah lembahaan dan sungai
dengan jarak capai tertentu.
Selain itu utuk daerah rawan bencana 1
merupakan derah yang dekat dengan sungai yang
berhulukan dari Gunung Papandayan tersebut . Selian
itu dengan melihat daerah yang memiliki litologi
piroklastik tajuhan lebih dominan, maka diketahui
bahwa deaerah tersebut masih mendapat pengaruh
hasil aktivitas vulkanisme yang berupa material
piroklastik jatuhan namun tidak terlalu banyak.
Penyebaran dari piroklastik jatuhan ini juga
bergantung kepada arah dan kecepatan angin yang
membawa material tersebut. Oleh karena itu
pembatasan daerah rawan bencana 1 ini diperkirakan
memiliki radius ± 8 km untuk daerah yang berpotensi
terkena material piroklastik jatuhan namun untuk
material aliran mengikuti aliran sungai yang
mengalir dari hulu Gunung Papandayan ke hilir,
sehingga daerah hilir sungai akan miliki potensi
terkena material aliran yang umumnya adalah bajir
lahar dingin.
I. PETA JALUR DAN RUANG EVAKUASI
Peta jalur dan ruang evakuasi ini dibentuk
berdasarkan jalur atau jalan yang digunakan untuk
evakuasi warga ketika terjadi gunung meletus. Jalur
ini memperhatikan daerah kawasan rawan bencana,
aliran lahar, sungai sebagai media pengalir lahar,
selain itu juga memperhatikan jarak dan waktu tempuh
evakuasi, topografi jalan, ketersediaan sarana
transportasi evakuasi, jumlah pengungsi dan hewan
ternak. Sedangkan daerah evakuasi itu sendiri juga
memperhatikan aspek tersebut serta ketersediaan
tanah lapang untuk mendirikan barak atau tempat
pengungsian, ketersediaan air, ketersediaan bahan
pakan, ketersediaan daya tamping penduduk, kondisi
jalan yang ada, jumlah ternak yang dapat diungsikan.
Jalur evakuasi ini sendiri harus dalam kondisi
baik, agar memberi jaminan dapat digunakan dengan
maan saat SOP Evakuasi dijalankan. Jalur evakuasi
tidak digunakan sebagai jalur transportasi
oenambangan pasir (jalur normalisasi).