Pembahasan B.A Fluvial
Transcript of Pembahasan B.A Fluvial
BAB V
PEMBAHASAN
Pada Praktikum Gemorfologi, acara Betang Alam Fluvial
diadadakan pada tanggal 27 Maret 2014 di ruang 303,
Gedung Pertamina Sukowati. Pada Bentang Alam Fluvial
sendiri terdapat tiga proses utama yaitu proses erosi,
proses transportasi, dan proses sedimentasi. Morfologi
kenampakan fluvial sendiri berupa meander, point bar,
channel bar, dataran banjir, tanggul alam, dan kipas
aluvial. Terdapat stadia sungai yang dibagi menajdi
stadia muda, stadia dewasa, dan stadia tua.
Pada acara paraktikum pertama-tama diadakan
presentasi slide oleh asisten acara kemudian diadakan
pretest dan postest. Kemudian praktikum dimulai dengan
menempel kalkir di atas peta topografi. Kalkir pertama
mewarnai fluvial, denudasional, struktural rapat, dan
struktural renggang. Kalkir kedua mewarnai jalan dan
sungai. Setelah itu membuat sayatan dengan per sayatan
lima kontur pada kalkir pertama kec denudasional.
Dilanjutkan dengan pembuatan sayatan eksegrasi dengan
panjang minimal 25 cm dan maksimal 30 cm. Setelah itu
menghitung morfometri fluvial, rapat, dan renggang. Dan
terakhir akan dibuat poster Bentang Alam Fluvial.
5.1 Satuan Deliniasi Fluvial
19
Pada satuan deliniasi fluvial warna yang dipakai
adalah warna hijau muda pada kalkir pertama, sedangkan
untuk kalkir kedua diwarnai biru tua untuk sungai besar
dan biru muda untuk sungai kecil. Sungai - sungai yang
dilewati mencakup sungai Tjomal, sungai Bandungan,
sungai Tjempaka, sungai Slatri, sungai Lengkunang,
sungai Wakung, sungai Genitri, sungai Djangkung, sungai
Arus, sungai Paku, sungai Subah, sungai Glagan, sungai
Piring, sungai Bedjasa, sungai Bodjong, dan sungai
Guwa.
Dalam peta topografi satuan deliniasi fluvial
dapat ditampakkan dengan garis-garis yang memotong
kontur, garis tipis yang berbelok-belok baik untuk
sungai besar serta kecil, dan dua garis yang yang
secara bersamaan membentuk sungai alur sungai di dalam
peta topografi. Alasan termasuk deliniasi fluvial
karena daerah tersebut telah terpengaruh proses
fluvialitik akibat air permukaan. Proses-proses yang
berpengaruh yaitu proses erosi, proses transportasi,
dan proses sedimentasi. Dalam satuan deliniasi fluvial
dihitung % Lereng dengan sayatan pinggir sungai dengan
satu garis kontur paling dekat. Persen lereng yang di
dapat adalah 9,76% dengan klasifikasi Van Zuidam, 1983
termasuk dalam Bergelombang Landai.
Kenampakan sungai pada peta topografi
mengindikasikan pola pengaliran sungai dendritik. Pola
20
pengaliran sungai dendritik merupakan pola aliran yang
menyerupai percabangan batang pohon. Percabangannya
tidak teratur dan memiliki arah juga sudut yang
beragam. Pada daerah fluvial terlihat sungai yang
bercabang-cabang. Sungai Tjomal sebagai sungai utama
yang besar mempunyai percabangan sungai yang banyak
seperti sungai Bandungan, sungai Slatri, sungai Wakung,
sungai Subah, sungai Glagan, sungai Bedjasa, dan sungai
Guwa. Dalam percabangan sungai yang besar juga masih
terdapat percabangan sungai yang kecil seperti sungai
Kluwih, sungai Tatal, sungai Asal, sungai Djumbleng.
Pola aliran sungai dendritik ini dapat juga ditandai
dengan ditemukan litologi yang homogen.
Gambar 1.1 Pola Aliran Dendritik
Gambar 1.2 Pola Aliran Sungai Pada Deliniasi
Proses-proses fluvalitik menurut saya terjadi
suatu proses erosi, transportsi dan sedimentasi. Proses
erosi yang ditimbulkan dapat berupa suatu kelokan-
21
kelokan sungai yang merupakan hasil dari erosi lateral.
Akibat dari aliran arus yang besar maka material sungai
juga ikut terangkut. Terjadilah proses transportasi
material-material sungai. Proses transportasi dapat
terjadi oleh beberapa cara seperti traksi, rolling,
saltasi, suspensi, dan solution. Untuk material yang
besar akan terangkut secara rolling maupun traksi. Dan
pada jarak transportasi tertentu akan terendapkan di
tengah sungai yang disebut Channel Bar. Channel Bar ini
berada di tengah karena daerah tengah bisa lebih tinggi
dari daerah pinggir, adanya suatu penghalang batu
besar. Untuk material lebih kecil akan tertransportasi
secara suspensi yang akhirnya pada energi paling rendah
akan tersedimentasi di daerah pinggir sungai yang
disebut point bar. Point Bar ini berada di pinggir
sungai karena energi sungai paling rendah berada di
pinggir sehingga tidak mampu mentransport lagi kemudian
terbentuk Point Bar. Channel bar dan point bar disebut
juga bagian dari Bar Deposit. Kemudian juga terbentuk
kelokan sungai yang disebut Meander. Meander ini
terjadi karena berkurangnya tenaga aliran sungai.
Misalnya ada suatu kekar di pinggir sungai akibat dari
berkurangnya tenaga aliran sungai makan aliran tersbut
hanya mengikuti rekahan dari kekar tersebut kemudian
terbentuk Meander. Pada saat debit air banyak sekitar
22
pinggir sungai juga akan ikut tergenang air, morfologi
tersebut adalah Dataran Banjir.
Kenampakan sungai pada peta topografi menunjukkan
suatu stadia muda ke dewasa. Stadia ini ditunjukkan
dengan daerah hulu yang berstadia muda beranjak menuju
hilir yang berstadia dewasa. Dimana saat erosi vertikal
lebih kuat dari erosi lateral akan menuju saat erosi
lateral lebih kuat dari erosi vertikal. Akibatnya
awalnya sungai yang sempit, arusnya deras, dan berada
di kelerengan curam akan terbentuk sungai sungai yang
agak melebar, arusnya relatif deras, dan berada di
daerah agak datar.
5.2 Satuan Deliniasi Denudasional
Satuan deliniasi denudasional diwarnai dengan
warna coklat tua. Daerah yang termasuk kawasan
denudasional mencakup daerah Randudongkal, daerah
Semaja, daerah Sumurkidang, daerah Igir Kletjer, daerah
Geger Nagarunting, daerah Karangmontjol, daerah
Semingkir, daerah Bandjaranjar, dan daerah Panusunan.
Kawasan tersebut dapat dimasukkan ke denudasional
karena telah terjadi suatu degradasi lahan akibat
tenaga eksogen dan tenaga endogen Tenaga eksogen yang
berpengaruh berupa erosi air dan angin pada lahan ini
sehingga menyebabkan datarnya lahan ini. Akibat manusia
adalah adanya suatu pengerukan lahan. Tenaga endogen
yang berpengaruh berupa struktur geologi, kelerengan,
23
litologi, dan gerakan tanah. Strukutr geologi berupa
sesar dan kekar akan menimbulkan suatu rekahan sehingga
daerah yang mengalaminya akanberangsur menjadi datar.
Kelerengan yang tidak curam juga membuat kawasan ini
disebut denudasional. Selain itu litologi yang mudah
hancur membuat kawasan yang semula berelief tinggi
menjadi relatif datar karena adanya pealpukan batuan
secara kimia maupun fisika. Faktor endogen yang
terakhir karena adanya gerakan tanah.
Kenampakan pada denudasional adalah relief yang
datar. Akibat relief yang datar makan manusia
menjadikan kawasan tersebut menjadi pemukiman. Selain
itu relief yang datar juga aman dari longsor. Akibat
dari adanya aktivitas manusia makan dibangunlah
infrastruktur jalan raya untuk memudahkan akses.
Gambar 1.3 Deliniasi Jalan Raya ( Denudasional )
5.3 Satuan Deliniasi Struktural Rapat
Satuan deliniasi struktural rapat diwarnai dengan
warna ungu tua pada kalkir. Pewarnaa ungu tua diarsir
tebal pada kalkir. Daerah struktural rapat pada peta
topografi terdapat pada Gunung Wisnu, Gunung
24
Wadasgumantung, Djangkung, Gunung Djenggol, Igir
Sibenda, Gunung Tedjaula, Gunung Tukung, Gunung Mritja,
Igir Krikil, Djumbel, Gunung Tugel, Gunung Serut,
Sibedil 1, dan Sibedil 2.
Daerah-daerah di atas merupakan struktural rapat
karena mempunyai kontur yang rapat pada peta topografi.
Kontur rapat menandakan bahwa daerah tersebut mempunyai
ketinggian yang lebih dibandingkan dengan kontur
renggang. Daerah struktural rapat dapat timbul karena
adanya aktivitas vulkanisme sehingga hasil erupsi akan
mengendap disekitar dan menambah tinggi relief. Dapat
juga timbul karena pergerakan lempeng benua dengan
lempeng benua sehingga dataran tinggi muncul akibat
proses tektonisme sesuai dengan 7 busur magmatisme.
Pada perhitungan morfometri yaitu persen lereng
dan beda tinggi, struktural rapat mempunyai persen
lereng 43,98 % sedangkan beda tingginya sekitar 293 m.
Persen lereng struktural rapat dikatagorikan pada
klasifikasi Van Zuidam 1983 yaitu Berbukit Terjal,
sedangkan beda tinggi juga dikatagorikan Berbukit
Terjal.
Pola pengaliran sungai pada struktural rapat
adalah bagian dari dendritik. Terlihat adanya
percabangan anak sungai. Anak sungai yang bercabang ini
membentuk suatu pola aliran bagian dari dendritik
dengan pola yang tidak berstruktur. Stadia sungai
25
adalah sungai berstadia muda ke dewasa. Alasan stadia
tersebut kebanyakan adanya percabangan anak sungai yang
kecil. Sungai berstadia muda ke dewasa untuk daerah
hulu menuju hilir dimana sungai-sungai kecil akan
bertemu di daerah sungai yang bersar.
Litologi struktural rapat ditemukan suatu batuan
sedimen dan batuan beku. Batuan sedimen ini banyak
ditemukan karena hasil dari transportasi. Batuan yang
besar akan tertransportasi oleh energi yang besar
sehingga pada daerah ini bisa ditemukan batuan sedimen
yang berukuran besar dengan tekstur yang kasar. Batuan
sedimen yang berukuran besar juga dipengaruhi oleh
provenence. Selain itu dapat ditemukan indikasi batuan
sedimen yang berukuran kecil dimana saat energi
pengendapak kecil terendapkan di struktural rapat ini
dengan tekstur halus. Dapat juga di indikasikan
ditemukan batuan beku akibat dari aktivitas vulkanik
gunung api sekitar, seperti Gunung Slamet.
Pada daerah struktural rapat juga dapat ditemukan
struktur geologi. Strukur ini terjadi karena adanya
suatu zona lemah. Zona lemah tersebut akan menimbulakan
suatu rekahan akibat tenaga endogen berupa tektonisme.
Selain itu kenampakan peta topografi dengan adanya
kelokan yang tajam mengindikasikan adanya suatu sesar.
Pada kontur yang rapat tiba-tiba menjadi kontur
26
renggang secara signifikan mengindikasikan suatu
lipatan.
Untuk tata guna lahan pada daerah struktural rapat
berupa perkebunan dengan tanaman yang holtikultura
seperti kubis. Adapun potensi positif yang dikembangkan
dapat dijadikan sebagai pengairan. Pengairan diambil
dari sumber mata air pegunungan. Dapat juga dijadikan
daerah kawasan wisata dengan udara yang sejuk pada
ketinggian yang lebih Potensi negatif yang mungkin
ditimbulkan berupa tanah longsor akibat dari lereng
yang curam.
5.4 Satuan Deliniasi Struktural Renggang
Satuan deliniasi struktural renggang diwarnai
dengan warna ungu muda pada kalkir. Pewarnaan ungu muda
diarsir tipis bergradasi pada kalkir. Daerah struktural
rapat pada peta topografi terdapat pada Tanda, Tjengis,
Simaling, Bulakan 1, Bulakan 2, Bulakan 3, kali
Bandungan, kali Tjempaka, Wisnu, kali Sipuh, kali
Subah, kali Glagan, dan kali Asal.
Daerah-daerah di atas merupakan struktural
renggang karena pada peta topografi terdapat kontur
yang renggang dengan indikasi elevasi ketinggian yang
berkurang. Semakin renggang, ketinggian akan semakin
berkurang. Daerah struktural renggang dapat timbul
karena adanya degradasi lahan, gaya endogen, dan gaya
27
eksogen. Degradasi lahan terjadi akibat adannya
penurunan permukaan bumi akibat tenaga endogen berupa
tektonisme. Berangsur-angsur karena adanya tektonisme,
lahan tersebut akan terdegradasi. Gaya eksogen pun
berpengaruh pada prosen erosi akibat air dan angin.
Erosi air akan mengakibatkan tanah longsor sehingga
adanya pengurangan tanah pada lahan tersebut.
Pada perhitungan morfometri yaitu persen lereng
dan beda tinggi, struktural rapat mempunyai persen
lereng 9,86% sedangkan beda tingginya sekitar 169 m.
Persen lereng struktural rapat dikatagorikan pada
klasifikasi Van Zuidam 1983 yaitu Bergelombang Curam,
sedangkan beda tinggi juga dikatagorikan Berbukit
Bergelombang.
Pola pengaliran sungai pada struktural renggang
adalah bagian dari dendritik dan paralel. Pada pola
aliran bagian dari dendritik ini terdapat pada daerah
Bulakan1, Bulakan 2, Bulakan 3, dan Simaling. Sedangkan
pola aliran paralel terdapat pada daerah Wisnu,
Pedjarakan, kali Bandungan, dan kali Tjempaka. Stadia
sungai struktural rapat masih dalam stadia muda ke
dewasa. Alasan stadia tersebut kebanyakan adanya
percabangan anak sungai yang kecil. Sungai berstadia
muda ke dewasa untuk daerah hulu menuju hilir dimana
sungai-sungai kecil akan bertemu di daerah sungai yang
bersar.
28
Litologi untuk struktural renggang dapat
dianalisikan adanya batuan sedimen dan batuan beku.
Batuan sedimen yang banyak ditemukan adalah batuan
sedimen yang bertekstur lebih halus. Batuan ini
tertransportasi sangat jauh dari provenencenya. Akibat
dari berkurangnya tenaga transportasi makan terendapkan
di daerah struktural renggang ini. Dapat juga ditemukan
batuan sedimen yang bertekstru kasar akibat dari
provenencenya yang relatif dekat dari tempat
pengendapan. Selain itu juga ditemukan batuan beku
akibat dari aktivitas vulkanisme gunung api sekitar
misal Gunung Slamet.
Pada daerah struktural rapat juga dapat ditemukan
struktur geologi. Strukur ini terjadi karena adanya
suatu zona lemah. Zona lemah tersebut akan menimbulakan
suatu rekahan akibat tenaga endogen berupa tektonisme.
Selain itu kenampakan peta topografi dengan adanya
kelokan yang tajam mengindikasikan adanya suatu sesar.
Untuk tata guna lahan yang digunakan di struktural
renggang berupa pemukiman warga sekitar kaki gunung.
Dapat juga dijadikan sebuah infrastrukutr seperti jalan
raya. Potensi positif yang akan ditimbulkan pengairan
dari sungai-sungai kecil. Potensi negatif yang akan
ditimbulkan berupa banjir jika terjadi debit arus yang
tinggi dari hulu sungai.
29