Makalah Ushul Fiqih

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki sumber hukum yang dijadikan sebagai landasan bagi para penganutnya dalam menentukan hukum atsa peristiwaa yang terjadi ditengah-tengah mereka. Sumber hukum dari tingkatan yang pertama adalah Al- Qur’an, Al-H{adith, Al-Ijma’, dan Qiyas. Keemapatnya merupakan sumber hukum agama Islam yang telah disepakati oleh jumhur ulama. Bagi orang yang ingin terjun dalam dunia hukum Islam, dan juga orang yang ingin mampu untuk memutuskan mengenai hukum suatu perkara, maka wajib bagi mereka untuk mau memahami keempat hal diatas. Qiyas sebagai sumber hukum atau dalil yang keempat, agaknya merupakan sumber hukum yang unik, karena didalam menentukan sebuah hukum seorang yang telah memiliki derajat mujtahid (orang yang ahli dalam men-istinbat-kan hukum) akan mejodoh- jodohkan hukum sebuah perkara yang baru (belum ada nash dalam hukum) dengan perkara yang sudah ada sandaran hukumnya, dengan melihat adanya persamaan ‘illat diantara keduanya yang dijadikan sebagai landasan penetapan hukum pada peristiwa baru yang tidak ada penjelasan didalam al-qur’an atau hadis. Metode yang bersifat analogi tersebut hanya terdapat pada qiyas, tidak pada ketiga yang lain, dan itulah ciri utama dari sumber hukum qiyas. Dan bagi para pemikir atau bagi orang-orang yang suka memahami sebuah hal secara mendalam, maka penentuan hukum sebuah perkara dengan qiyas sepertinya lebih mengasikkan, karena mereka akan dipaksa untuk berpikir mengenai logika. 1

Transcript of Makalah Ushul Fiqih

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki sumber hukum

yang dijadikan sebagai landasan bagi para penganutnya dalam

menentukan hukum atsa peristiwaa yang terjadi ditengah-tengah

mereka. Sumber hukum dari tingkatan yang pertama adalah Al-

Qur’an, Al-H{adith, Al-Ijma’, dan Qiyas. Keemapatnya merupakan sumber

hukum agama Islam yang telah disepakati oleh jumhur ulama.

Bagi orang yang ingin terjun dalam dunia hukum Islam, dan

juga orang yang ingin mampu untuk memutuskan mengenai hukum

suatu perkara, maka wajib bagi mereka untuk mau memahami

keempat hal diatas.

Qiyas sebagai sumber hukum atau dalil yang keempat, agaknya

merupakan sumber hukum yang unik, karena didalam menentukan

sebuah hukum seorang yang telah memiliki derajat mujtahid

(orang yang ahli dalam men-istinbat-kan hukum) akan mejodoh-

jodohkan hukum sebuah perkara yang baru (belum ada nash dalam

hukum) dengan perkara yang sudah ada sandaran hukumnya,

dengan melihat adanya persamaan ‘illat diantara keduanya yang

dijadikan sebagai landasan penetapan hukum pada peristiwa

baru yang tidak ada penjelasan didalam al-qur’an atau hadis.

Metode yang bersifat analogi tersebut hanya terdapat pada

qiyas, tidak pada ketiga yang lain, dan itulah ciri utama

dari sumber hukum qiyas. Dan bagi para pemikir atau bagi

orang-orang yang suka memahami sebuah hal secara mendalam,

maka penentuan hukum sebuah perkara dengan qiyas sepertinya

lebih mengasikkan, karena mereka akan dipaksa untuk berpikir

mengenai logika.

1

Pentingnya qiyas sebagai landasan penentuan hukum ketika

kita tidak dapat menemukan ayat qur’an atau dalil hadis yang

mampu menjawab pertanyaan dari sebuah masalah yang disebabkan

karena tidak sebuah permasalah tertulis secara rinci didalam

Al-Qur’an dan juga karena tidak semua perkara masa sekarang

dapat ditemukan pada masa Rosulullah, menjadikan qiyas harus

dikaji agar umat Islam mampu memecahkan berbagai persoalan-

persoalan yang dizaman sekarang baru ditemukan.

Dengan demikian qiyas akan menjawab bahwa Islam akan selalu

relevan dengan zaman yang kian hari semakin berkembang, tanpa

mengabaikan aspek kebenaran dari syari’at Islam yang

sebeneranya.

2

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian qiyas (bahasa dan istilah ) ?

2. Apa saja syarat-syarat qiyas sebagai sumber hukum agama

Islam ?

3. Ada berapa pembagian qiyas, serta apa pengertian masing-

masing pembagian tersebut ?

4. Bagaimana posisi qiyas sebagai sumber hukum agama Islam

dan cara menentukan ‘illat dalam qiyas ?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar mahasiswa mampu memahami hal dasar terkait

pengertian –bahasa dan istilah– mengenai qiyas

2. Untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang

cara pemutusan hukum Islam dengan metode analogi /

qiyas.

3. Supaya mahasiswa mampu memahami secara terperinci

tentang pembagian dan pengertian dari masing pembagian

qiyas.

D. Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa mampu mendefinisikan secara tepat tentang

pengertian qiyas secara bahasa dan istilah.

2. Mahasiswa dapat mengerti cara penyelasian dalam

memutuskan hukum suatu perkara dengan cara analogi

persamaan ‘illat.

3

BAB IIISI

A. Pengertian QiyasSecara etimologi qiya>s memiliki persamaan makna dengan

beberapa kata berikut: ال م ,(ukuran, takaran, atau timbangan) م�كي�ة ارن��������������������� perbandingan) ق atau analogi), ب� اس�������������������� ي� persamaan) ت�� atau

persesuaian), دة اع���� ل ,(kaidah atau aturan) ق� ي���� مث� 1 Qiyas.(analogi) ال�ت

juga dapat diartikan dengan ي%�ر وال�مس��������������اواة د ق�������������� ,ال�ت yang berartimemperkirakan dan menyamakan2.

Qiyas dilihat dari sisi gramatikal merupakan bentuk masdardari lafal qa>sa yang berarti qadara (memperkirakan), dengan

contoh : راع د� ال����� رض� ب�� س����ب الأ. yang serupa maknanya dengan ق� ة ها ن�� درت4 yang ق�����berarti aku mengukur bumi dengan lengan.3 Demikian itumerupakan contoh penggunaan qiyas dalam menyamakan hal yang

bersifat hissi> . Contoh lain: ة ي� لأي��س����اون�� لأن8 ا. ق� اس ب�� ق���� لأن8 لأب�� yang berarti ق��seseorang tidak dapat disamakan dengan orang lain, dalamartian keduanya tidaklah sama. Demikian itu merupakan contohpenggunaan lafal qiyas dalam menyamakan hal dari sisima’nawi>.4

Sedangkan pengertian qiya>s secara terminologi, ada banyakulama yang memberikan andil dalam mendefinisikannya, antaralain :a. Shaykh Wahbah al–Zuhayli>. Beliau mendefinisikan pengertian

qiyas secara istilah sebagai berikut :

1 Ah}mad Zuhdi> Muh}d}ar, Qa>mu>s al-‘As}ri> (Krapyak: Multi Karya Grafika,1998), h. 1479

2 Muh}ammad bin S{a>lih} al-‘Uthaymi@n, al-Us}ul min ‘Ilmi al-Us}u>l(Iskandariah: Da>r al-I@ma>n, 2001), h. 53

3 Muh}ammad H{asan Hi>tu>, al-Khula>s}ah fi> Us}u>l al-Fiqh (Kuwait: Da>r al-D{iya>’, 2005), h. 111

4 ‘Abd al H{ami>d H{aki>m, al-Sullam (Jakarta: Maktabah al-Sa’diyyahPutra, 2007), h. 43

4

ى ع�لة ال�حكم تراك�هما ف� صوض ع�لى ح�كمة لأش� امر م�ن� رع�ى� ب�� صوض ع�لى ح�كمة ال�ش� ر م�ن� ت� مر غ� ل�حاق ا. V5اMenghubungkan suatu perkara yang bersifat syar’i yang belum ada nash

hukumnya, dengan suatu perkara yang telah ada hukumnya karena adanyapersamaan ‘illat hukum.

Dalam definisi di atas, yang dimaksud dengan kata ilh}a>qadalah tersingkapnya atau nampaknya sebuah hukum, bukanmenetapkan hukum atau menumbuhkan hukum.6

b. Muh}ammad bin S{a>lih} al-‘Uthaymi>nDefinisi qiyas yang lebih singkat dipaparkan oleh Muh}ammad

bin S{a>lih} al ‘Uthaymi>n sebagai berikut:

هما ن� Xث Yب� ام�عة ى ح�كم ل�علة ح�� اص�ل ف� �رع ب�� ة ف� سون�� ي�Menyamakan suatu hal yang bersifat furu’ dengan hal yang bersifat asal dalam

penentuan hukum karena adanya persamaan ‘illat yang menyebabkanberkumpulnya keduanya.c. Muh}ammad abu> Zahrah

Secara lebih mendetail seorang ulama ahli ushul fiqh,Muh}ammad abu> Zahrah dalam kitabnya -Us}u>l al-Fiqh- menjelaskanmengenai maksud qiyas dilihat dari sisi definitif istilahidengan maqolahnya sebagai berikut :

مر م�عل�وم ا. ة ب��� ل�حاق�� gا Yص�وض ع�لى ح�كم�ة ب� ر م�ن� ت� مر غ� ان8 ح�كم ا. ي� Yة ت� ن�� ا. اس ب�� ي� ص�ول ال�ق عرف� ع�لماء الأ. ب��ص�وض ع�لى ح�كم�ة ر م�ن� ت� م�ر غ�� ل�ح�اق ا. Vة ا ن��� ا. ا ب�� ض�� ي�� ة ا. ون�� عرف� ، وب�4 ة و ال�سن� ى� ال�كتب� ا. ة ف� ص ع�لن� ال�ن� ح�كمة ب��

ى� ع�لة ال�حكم. ها ف� ن� Xث Yراك�} ب�ت صوض ع�لى ح�كمة ل�لأش� ر م�ن� خ�� مر ا~ ا. ب��‘Ulama memberikan pengertian mengenai definisi qiyas, yaitu qiyas merupakan

memberi kejelasan mengenai hukum suatu perkara yang tidak ada nashhukumnya dengan menghubungkannya dengan suatu perkara yang telahdiketahui hukumnya dalam al-Kitab (al-Qur’an) atau al-Sunnah. ‘Ulama juga

5 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada MediaGrup, 2012), h. 130

6 Wahbah al-Zuhayli@, Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi> (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1986), h. 603

5

memberikan pengertian lain mengenai qiyas yaitu bahwa qiyas merupakanmenghubungkan perkara yang tidak ada nash hukumnya dengan suatu perkarayang sudah ada hukumnya karena adanya persamaan diantara keduanya dalamhal persamaan ‘illat hukum.

Melihat dari pengertian diatas, kita dapat memahami bahwaqiyas adalah menjelaskan suatu perkara (menentukan hukumnya)yang tidak ada nash hukumnya dengan menggabungkan(mengikutkan) kepada suatu perkara yang sudah diketahuihukumnya dengan nash yang ada didalam al-Qur’an atauperkataan Nabi. Berdasarkan redaksi diatas pula, maka antarakedua permasalahan tersebut (maqis dan maqis ‘alaih) harusmempunyai persamaan mengenai illat.7

d. Al-Shaykh Ah}mad bin Al-Shaykh Muh}ammad al-Zarqa>Beliau mendefinisikan qiya>s sebagai berikut :

هما ن� علة واح�دة ق�� ة ب�� س ع�لن� ي� ى ال�مق ل ال�حكم ف� س م�ي� ي� ى ال�مق عل ال�حكم ف� ج��Menjadikan8 sebuah hukum pada maqis serupa dengan hukum yang terdapat

pada maqis ‘alayh dengan (landasan) ‘illat tunggal yang ada pada keduanya.9

Berbeda dari ‘Ulama Ushul Fiqh,‘Ulama Mantiqiyyu>n, merekajuga memiliki definisi tersendiri mengenai arti kata qiya>s.Ahli mantiq mendefinisikan qiyas sebagai sebuah metode untukmemperoleh kesimpulan dari beberapa pernyataan, atau yangmereka istilahkan dengan nama nati>jah. Jadi, pengertian qiyasdalam ilmu mantiq bukanlah konsep persamaan atau analogi duabuah peristiwa. Sehingga berbedalah pengertian qiyas menurutulama ahli usul fiqh dengan ulama ahli mantiq.

Contoh qiyas menurut ulama mantiq: كر د م�س�������او ل�ي� ب��������4 د م�س�������او ل�عم�������ر ور� ب��������4 . ر�Natijah dari peryataan tersebut adalah كر د م�ساو ل�ي� ب�4 ر�

Ulama ahli mantiq membagi qiyas menjadi dua bagian, yaitu :

7 Muh}ammad abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh, (Saudi Arabia: Da>r al Fikri,1958), h. 218

8 Maksudnya: Menetapkan hukumnya9 Al-Shaykh Ah}mad bin Al-Shaykh Muh}ammad al-Zarqa>, Sharh} al-Qawa’id al-

Fiqhiyyah, (Damaskus: Da>r al-Qalam, 1987), h. 151

6

a. Qiya>s Iqtira>ni>Qiya>s iqtira>ni> adalah qiyas yang menunjukan kepada

natijah tanpa dibarengi huruf istithna’ yaitu lakin.

Contoh : سم وان8 ج�� وان8 وك�ل ج�ي� سان8 ج�ي� ي�� Vك�ل ا Maka natijah dari pernyataan diatas adalah سم سان8 ج�� ي�� Vك�ل اUlama mantiq menamakan qiyas ini dengan nama iqtira>ni>

karena terhubungnya bagian-bagian lafalnya.

b. Qiyas Istithna>’i>Qiya>s istithna>’i> adalah qiyas yang menunjukan kepada

natijah dengan dibarengi huruf istithna’ yaitu lakin (

.yang lebih terkenal dengan huruf istidrak ,(ل�كن8Contoh: ، مس ط�ال�ع��ة ود ، ل�كن8 ال�ش��� ه��ار م�وج���� ال�ن� ، ق�� مس ط�اع�ال�ع��ة ان��ت ال�ش��� ود ك�لم��ا ك��� م�وج����

هار ال�ن� ق��Dan qiyas ini dinamakan dengan qiy>as istithna>’i karena

qiyas ini bersamaan dengan huruf lakin.

B. Syarat-Syarat QiyasDalam pelaksanaanya, qiyas memiliki beberapa persyaratan

yang harus terpenuhi agar penentuan hukum dengan metode qiyasdapat berjalan sesuai syari’at. Syarat-syarat tersebut adalahsebagai berikut :

a. Hendaklah qiyas tidak bertentangan dengan dalil lainyang lebih kuat darinya. Qiyas menjadi tidak ada artinya lagi, apabila esensinya

bertentangan dengan nash, ijma’, atau perkataan parasahabat.

Sebagai contoh adalah pernyataan bahwasanya wanita yangsudah baligh atau dewasa bisa dinikahi tanpa adanya wali

7

dengan dalil yaitu sahnya menjual hartanya tanpa adanyawali dari wanita tersebut.

Pernyataan diatas merupakan qiya>sun fa>sidun karenabertentanngan dengan qaul Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi:

ولي� لأ ب�� Vكاح ا 10لأن��b. Hendaklah h}ukm al-As}l, yaitu hukum yang terdapat pada

maqi>s ‘alayh berdasarkan nash atau ijma’. Dengan katalain hukum yang ada pada maqi>s alayh bersumber dari al-Qur’an, hadis, atau ijma’.Apabila hukum yang terdapat pada al-As}l berdasarkan pada

qiyas juga, menjadikan penetapan qiyas yang terakhir tidaksah. Hal tersebut karena men-qiyas-kan pada al-As}l yang awaladalah lebih utama. Selain itu, men-qiyas-kan furu’ kepadafuru’ yang dijadikan asal terkadang tidak tepat atau tidakbaik. Alasan lain juga karena men-qiyas-kan furu’ terhadapfuru’, lalu furu’ kepada as}l terlalu panjang tanpa adanyafaidah atau manfaat.

Contohnya adalah penetapan hukum riba pada jagung,berdasarkan qiyas terhadap padi, dan penetapan riba padapadi berdasarkan qiyas terhadap gandum. Model qiyas semacamitu tidak sah. Sedangkan qiyas yang sah adalah menetapkanriba pada jagung berdasarkan qiyas terhadap gandum. Karenamenetapkan pada asal itu berdasarkan nash.11

c. Hendakalah ‘illat yang terdapat pada hukum asal adalah‘illat yang dikenal (ma’lum), sehingga memungkinkan untukberkumpulnya furu’ dan asal.Apabila hukum asal itu bersifat ta’abbudi> mah}d}an qiyas

menjadi tidak sah.Contoh dari pemberlakuan syarat yang ketiga ini adalah

mengatakan bahwa daging burung onta ( عامة dapat membatalkan (ب��

10 Muh}ammad bin S{a>lih} al ‘Uthaymi>n, al-Us}u>l min ‘ilmi al-Us}u>l, (Iskandariah: Da>r al-I@ma@n,2001), h. 55

11 Muh}ammad bin S{a>lih} al ‘Uthaymi>n, al-Us}u>l min ‘ilmi al-Us}u>l, h. 55-56

8

wudhu berdasarkan qiyas terhadap daging onta (ع�����ت�ر dengan (ب��‘illat keserupaan diantara keduanya.

Jadi, qiyas semacam diatas tidak sah karena tidak ‘illatyang jelas pada hukum asal.12

d. Wujud ‘illat yang ada pada furu’ juga sama wujudnyadengan ‘illat yang terdapat pada asal. Sehingga, apabila‘illat tidak terdapat pada furu’ maka menjadikan qiyastidak sah.Hal itu seperti menyakiti kedua orang tua dengan memukul

yang diqiyaskan dengan menyakiti kedua orang tua denganmengomel kepada mereka. 13

e. Hendaklah hukum yang terdapat pada maqis tidakmendahului hukum yang terdapat maqis ‘alayh.14

f. Hendaklah ‘illat pada maqis itu serupa dengan ‘illatyang ada pada maqis ‘alayh.15

g. Hendaklah hukum pada furu’ sama dengan hukm al-As}l.16

C. Rukun-Rukun QiyasSebagai landasan hukum, qiyas memiliki beberapa rukun yang

harus dipenuhi agar proses analogi dapat berjalan sesuaidengan aturan yang benar. Rukun yang harus ada tersebut adaempat hal.

Di dalam kamus al-Wajiz dijelaskan mengenai pengertian darikata rukun sebagai berikut :

ء ى� ة ال�ش� ق ت� اء ج�ق ر� خ�� ء م�ن8 ا. ر� ها وخ�� وم ت�� ق ء وب�4 ى� ها ال�ش� ل�ن� Vد ا ي� ى ي��سث� وان��ت� ال�ت ح�د ال�ج� ا.Rukun adalah salah satu bagian yang kepadanya sesuatu itu disandarkan, dan

sesuatu itu juga mampu berdiri karena adanya bagian tersebut.17 Namun

12 Muh}ammad bin S{a>lih} al ‘Uthaymi>n, al-Us}u>l min ‘ilmi al-Us}u>l, h. 5613 Muh}ammad bin S{a>lih} al ‘Uthaymi>n, al-Us}u>l min ‘ilmi al-Us}u>l, h. 5614 ‘Abd al H{ami@@d H{aki@m, al-Sullam, (Jakarta: Maktabah al Sa’diyyah

Putra,2007), h. 4415 ‘Abd al H{ami@@d H{aki@m, al-Sullam, (Jakarta: Maktabah al Sa’diyyah

Putra,2007), h. 4416 ‘Abd al H{ami@@d H{aki@m, al-Sullam, (Jakarta: Maktabah al Sa’diyyah

Putra,2007), h. 4517 Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah, Majmu’ al-Waji>z, (Mesir: Menteri

Pendidikan, 1994), h. 284

9

demikian, sebagaian adanya yang menambahkan bahwa rukun merupakan halyang harus dipenuhi bersmaaan dengan melakukan perbuatannya.

Khalid Ramad}a>n H{asan dalam kitabnya –mu’jam us}u>l al-Fiqh–

menjelaskan rukun adalah .ى ة ال�ش� وم ن�� ق 18 م�ا ب��Sedangkan rukun dalam pembahasan qiyas terdiri dari empatbagian, yaitu

1. As}l 3. Hukm as}l 2. Far’u 4. ‘Illat

a. Definisi AsalPengertian dari as}al secara bahasa bisa berarti sumber,

dasar, basis, fondasi, asal.Definisi al–as}l secara istilah adalah al-Amru alladhi>

sayuqa>su ‘alayhi, wa qad warada al-nas}s}u bi hukmihi, wa dha>lika ka al-khamari19, yaitu suatu perkara yang kepadanyalah (sebuah halyang baru) akan diqiyaskan, dan asal telah memiliki hukumyang bersumber dari nash, baik itu berasal dari al-qur’anmau pun hadis. Contoh hal yang dapat dimasukan adalah as}ladalah khamr.

Lebih jauh lagi, bahwa al-as}al yang merupakan salahsatu dari beberapa rukun qiyas itu memiki beberapa syarat,yakni : Hukum yang terdapat pada al-as}al tidak boleh bersifatmansukh, dengan kata lain hukum yang akan dipindahkankepada cabang atau far’un masih ada pada pokok (al-as}al).

Hukum yang terdapat pada al-as}l hendaklah hukum syara’,bukan hukum akal atau hukum yang berhubungan denganbahasa, karena pembicaraan kita adalah qiyas syara’.

Hukm al-As}l bukan merupakan hukum pengecualian sepertisahnya puasa orang yang lupa, meskipun makan dan minum.20

18 Khalid Ramad{a>n H{asan, Mu’jam U<su>l al-Fiqh, (Mesir: al-Rawd{a>h}, 1998), h. 140

19 Muh}ammad H{asan Hi>tu> al-Khula>s}ah fi-Us}u>l al-Fiqh, (Kuwait: Da>r al-D{iya>’,2005), h. 111

20 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada MediaGrup), h. 133

10

Secara lebih ringkas al-As}l dapat diartikan al-maqi>s alayhyang berarti sesuatu yang kepadanya dikiaskan sesuatu yanglain.21

Kata al-As}lu dalam ilmu ushul fiqh juga memiliki namalain, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

al-Maqis ‘alayh (yang dikiaskan kepadanya) mah}mu>l ‘alayh (yang dijadikan pertanggjawabkan) mushabbah bih (yang diserupakan dengannya).22

b. Definisi Far’unPengertian dari kata far’un secara etimologi berarti

cabang. Kata far’un memiliki persamaan makna dengan katashu’bah, qasmun (bagian), sali@l, walada (keturunan)23

Secara definitif far’un adalah ma thabata hukmuhu bi ghayrihi24,yakni suatu perkara yang hukumnya berasal dari hal yanglain. Secara lebih terperinci pengertian mengenai far’unadalah sebagai berikut:

لأ رة م�ي� ت� Yماع ، ك�ال�ب ج�� Vو الأ ة ، ا. وال�سن� ، ا. ن8 ى ال�قرا. دة لأح�كم ل�ها ف� دب�4 ة ال�ح� 25وه�و ال�حادن�4Peristiwa yang baru saja muncul dan tidak ada hukum untuk peristiwa itu

baik di dalam al-qur’an, sunnah, mau pun di dalam ijma’, contohnya seperti bir.

Ahmad Hanafi menuturkan tentang syarat-syarat far’unsebagai berikut :

a. Cabang tidak mempunyai ketentuan sendiri. Ulama usulfiqh menetapkan bahwa “apabila datang nas, qiyas menjadibatal”. Dengan kata lain jika cabang yang akan diqiyaskanitu telah ada ketegasan hukumnya didalam al-Qur’an dan

21 Muh}ammad bin S{a>lih} al ‘Uthaymi>n, al-Us}u>l min ‘ilmi al-Us}u>l,(Iskandariah: Da>r al-I@ma@n, 2001), h. 53

22 Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu U<s}u>l al-Fiqh, (Kairo: 1942), h. 6023 Ah}mad Zuhdy Muh}d}ar, Qa>mus al-‘As}ri>, (Krapyak: Multi Karya Grafika,

1998), h. 138724 Al-Qadhi abi> ya’la Muh}ammad al-Husayn al-Farra>i al-Baghda>di> al-

H{anabali>, al-‘Uddah fi> Us}ul al-Fiqh, (Saudi: Muassasah al-Risalah), h. 17525 Al Qadhi abi> ya’la Muh}ammad al Husayn al-Farra>i al-Baghda>di> al-

H{anabali>, al-‘Uddah fi Us}ul al-Fiqh, h. 175

11

Sunnah, maka qiyas tidak lagi berfungsi dalam masalahtersebut.

b. ‘Illat yang terdapat pada cabang sama dengan yangterdapat pada as}al.

c. Hukum cabang harus sama dengan hukum pokok.26

Sebagaimana rukun yang pertama (al-As}li), al-Far’u jugamemiliki beberapa nama lain sebagai berikut : al-Maqi>s (yang dikiaskan) al-Mah}mu>l (yang dipertanggungkan) al-Mushabbah (yang diserupakan).27

c. Definisi ‘Illat‘Illat merupakan rukun qiyas yang paling inti dalam

praktiknya, sebab dengan ‘illat itulah hukum-hukum yangterdapat dalam al-Qur’an dan sunnah Rosulullah dapatdikembangkan dengan metode qiyas.28

Pengertian ‘illat secara bahasa memiliki banyak arti danpersamaan kata, yaitu serupa dengan kata marad}a, da>’(penyakit, kekacauan), ‘aybun, khalalun, sha>ybatun, naqi>s}ah(cacat, aib, kekurangan), h}ujjah (alasan), sababun (sebab danakibat).

Secara definisi ‘illat adalah –sebagaimana diterangkan olehMuh}ammad H{asan Hi>tu>– sebagai berikut :

س�كار ا : الأ. ال�ي� ى م�ي� ص�ل وال�ق�رع، وهى� ف� يXن8 الأ. ة ب�� مع ن�� ج� ي ي�� ال�عّلة وهى� ال�وص�ف� ال�د�‘illat merupakan sifat yang dengannya lah, antara as}al dan

far’un dapat dikumpulkan. Contoh ‘illat adalah seperti mabuk.Dalam praktiknya, ‘illat sebagai salah satu rukun dari

beberapa rukun qiyas memiliki persyaratan agar sah sebagailandasan hukum qiyas. Syarat-syarat tersebut adalah sebagaiberikut : ‘Illat harus memiliki kesesuaian dengan tujuan pembentukansuatu hukum. Artinya bahwa kuat dugaaan hukum ituterwujud karena alasan adanya ‘illat dan bukan karena yang

26 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada MediaGrup), h. 134-135

27 Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu U<s}u>l al-Fiqh, (Kairo: 1942), h. 6028 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, h. 134-135

12

lain. Dugaan tersebut timbul sebagai hasil penelitiantentang hubungan sesuatu yang dianggap ‘illat itu dengankemaslahatan manusia.

‘Illat harus bersifat jelas. Sesuatu yang tersembunyi atausamar-samar tidak sah dijadikan ‘Illat karena tidak dapatdideteksi keberadaaannya. Misalkan, perasaan ridhameskipun menentukan sah atau tidaknya suatu perikatan,namun semata-mata perasaan ridha tidak dapat dijadikan‘illat bagi sahnya suatu perikatan, karena tersembunyi.Sehingga perlu dicarikan sesuatu yang konkret sebagaipenggantinya yang menurut kebiasaannya menunjukkan kepadaadanya ridha seseorang. Misalkan, ijab dan kabul dalamjual beli adalah sebagai tanda bagi adanya ridha bagikedua belah pihak.

‘Illat harus berupa sesuatu yang bisa dipastikan bentuk,jarak, atau kadar timbangannya jika berupa barang yangditimbang sehingga tidak jauh berbeda pelaksanaannyaantara seorang pelaku dengan pelaku lainnya.29

Kesimpulan dari syarat ‘illat adalah bahwa tidak bolehmemberikan ‘illat berupa sifat kecuali sifat itu jelas,pasti, dan sesuai.

Selanjutnya, bahwa ‘illat itu memiliki pembagianberdasarkan ada dan tidaknya anggapan Syari’ terhadap sifatyang sesuai, menjadi empat bagian : Munasib Muatstsir (sifat yang sesuai memberikan pengaruh)

Munasib Muatstsir, adalah sifat yang sesuai di mana Syari’ telahmenyusun hukum yang sesuai dengan sifat itu.

Munasib Mulaim (sifat yang sesuai lagi cocok)Munasib Mulaim, adalah sifat yang sesuai yang mana syari’telah menyusun hukum yang sesuai dengan sifat itu, namuntidak ada nash maupun ijma’ yang menetapkannya sebagi‘illat hukum menurut pandangan syari’ itu sendiri yangdisusun sesuai dengan sifat itu.

Munasib Mursal (sifat yang sesuai lagi bebas)

29 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, h. 135-136

13

Munasib Mursal adalah suatu sifat yang mana syari’ tidakmenyusun hukum sesuai dengan sifat itu, dan tidak ada dalilsyari’ yang menunjukkan akan anggapan-Nya dengan salah satubentuk anggapan maupun penyia-nyiaan anggapan-Nya. Iaadalah munasib, artinya berusaha mewujudkan kemaslahatan,akan tetapi ia juga mursal, maksudnya adalah mutlak(terlepas) dari dalil yang menganggap dan dalil yangmenyia-nyiakan. Inilah yang disebut oleh para ahli ilmuushul fiqh sebagai “al – Mashlah}ah al – Mursalah.

Munasib Mulgha (sifat sesuai yang sia-sia)Munasib Mulgha adalah suatu sifat yang ternyata bahwasannyamendasarkan hukum atas sifat itu terdapat perwujudankemashlahatan, namun syari’ tidak menyusun hukum sesuaidengannya, dan syari’ tidak menunjukkan berbagai dalil yangmenunjukan pembatalan anggapannya, misalkan : persamaananak perempuan dan laki-laki dalam kekebaratannya untukmempersamakan mereka dalam bagian harta warisan. Contoh yang lain adalah menetapkan hukuman khusus bagiorang yang berbuka puasa dengan sengaja pada bulanRamadhan, dengan maksud menjerakannya. Ini tidak sahmenjadikannya sebagai dasar pembentukan hukum atasnya, dannanti akan diuraikan secara terperinci.30

d. Definisi HukumSebagian ada yang mengatakan secara lebih lengkap dengan

nama hukm al-As}l, karena memang pada hakikatnya, esensi darihukum dalam rukun qiyas adalah hukum yang terdapat pada al-As}l

Hukm al-As}l terdiri dari dua kata, yaitu kata hukm dankata al-as}l. Pengertian dari hukum apabila dilihat darisisi etimologi kata, memiliki banyak sekali persamaan,diantaranya adalah kata qara>run dan qad}a>un yang berartiketetapan, keputusan. Sedangkan yang dikehendaki dari kataas}l disini adalah sebuah perkara atau peristiwa atau halyang sudah memiliki hukum. Jadi yang dikehendaki dari hukm

30 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul FIqh\, (Semarang:Dina Utama,1994), h. 96-101 … terjemah.

14

al-As}l adalah ketetapan Allah yang terdapat pada hal yangsudah mempunyai hukum dari sisi-Nya.

Sedangkan dilihat dari sisi terminologi hukm al-As}ldidefinisikan sebagai berikut :

ة ل�لق�روع ن ت®� عد ص�ل وي�4راد ب� ى الأ. ص ف� ة ال�ن� ي ورد ن�� رع�ى� ال�د� 31 وه�و ال�حكم ال�ش�Yaitu hukum syari’at yang telah memiliki nash (landasan hukum) di dalam

asal, dan juga dimaksudkan atau dikehendaki untuk berlaku juga pada furu’.

Maka, dari penjelasan diatas dapat ditarik sebuahkesimpulan bahwa yang dimaksud hukm al-As}l yakni hukumseperti haram, wajib, sunnah, makruh, dll yang sudahmelekat pada sesuatu yang telah mendapatkan hukum dariSyari’.

D. Pembagian Qiyas Sebagaimana yang dikemukakan oleh Syaikh Wahbah al–Zuhayli@

dari sisi perbandingan antara ‘illat yang terdapat pada as}l (pokoktempat untuk men-qiyaskan) dan yang terdapat pada cabang,qiyas dibagi menjadi tiga macam :

a. Qiyas AwlaQiyas jenis ini adalah qiyas yang menyatakan bahwa ‘illat

yang ada pada far’un (cabang) lebih utama daripada ‘illat yangterdapat pada as}l (pokok).Misalkan men-qiyas-kan hukum haram memukul orang tua

kepada hukum haram mengatakan “ah” yang terdapat pada Q.S.Al-Isra (17): 23 yang berbunyi :

ف� ل ل�هما ا. ق لأ ب� ........ ق��Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan“ah”.

Dengan alasan (‘illat) sama yaitu menyakiti orang tua.Namun, tindakan memukul yang dalam hal ini adalah cabang(far’un) lebih mnyakiti orang tua sehingga hukum-hukumnya31 Kha>lid Ramad}a>n H{asan, Mu’jam Us}u@l al-Fiqh, (Mis}r: al-Raud}ah},

1998), h. 228

15

lebih berat dibandingkan dengan haram mengatakan “ah” yangada pada as}l.32

b. Qiyas MusawiQiyas jenis ini adalah qiyas yang menyatakan bahwa ‘illat

yang ada pada far’un (cabang) seimbang atau sama bobotnyadengan ‘illat yang terdapat pada as}l (pokok).Misalnya, ‘illat hukum membakar harta anak yatim yang dalam

hal ini adalah cabang sama bobot ‘illat haramnya dengantindakan memakan harta anak yatim yang diharamkan dalamQ.S. al-Nisa (04): 10 yang berbunyi :

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,

sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masukke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

Persamaan tersebut karena kedua hal diatas sama-msamamelenyapkan harta anak yatim.33

c. Qiyas al-AdnaQiyas jenis ini adalah qiyas yang menyatakan bahwa ‘illat

yang ada pada far’un (cabang) lebih rendah bobotnya dengan‘illat yang terdapat pada as}l (pokok).Misalkan, sifat memabukkan yang terdapat dalam minuman

keras bir umpamanya lebih rendah dari sifat memabukkan yangterdapat pada minuman keras khamr yang dikharamkan AllahSwt. dalam Q.S. Al-Maida@h (05): 90 yang berbunyi :

32 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Grup), h. 14033 Satria Effendi, M. Zein, MA., Ushul Fiqh, h. 140

16

Wahai orang-orang yang beriman!, sesungguhnya minuman keras, berjudi,mengundi nasih dengan anak panah adalah perbuatan shayt}an, makajauhilah agar kamu menjadi orang yang beruntung.

Meskipun pada as}l dan cabang sama-sama terdapat sifatmemabukkan sehingga dapat diberlakukan qiyas.34

Shaykh Wahbah al-Zuhayli juga membagi qiyas dari segijelas dan tidaknya ‘illat sebagai landasan hukum menjadidua pembagian, yaitu :a. Qiyas JaliQiyas jali adalah qiyas yang didasarkan atas ‘illat yang

ditegaskan dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, atautidak disebutkan secara tegas dalam salah satu sumbertersebut, tetapi berdasarkan penelitian, kuat dugaan bahwatidak ada ‘illat-nya. Mislakan, men-qiyas-kan antara memukuldua orang tua kepada larangan mengatakan “ah” seperti dalamcontoh qiyas awla diatas. Qiyas jali, sebagaimana dikemukakanoleh al-Shaykh Wahbah al-Zuhayli@ mencakup apa yang disebutdengan dengan qiyas awla dan qiyas musawi dalam pembagianpertama diatas tadi.35

b. Qiyas KhafiQiyas khafi adalah qiyas yang didasarkan atas ‘illat yang

di-istinbat-kan atau dengan kata lain ditarik dari hukum as}l.Misalnya, men-qiyas-kan pembunuhan dengan memakai bendatumpul kepada pembunuhan dengan benda tajam disebabkanadanya persamaan ‘illat yaitu adanya kesengajaan danpermusuhan pada pembunuhan dengan benda tumpul sebagaimanaterdapat pada pembunuhan dengan benda tajam.36

E. Kedudukan Qiyas sebagai Metode Penggalian Hukum Syara’Banyak argumentasi yang dipegang oleh ulama, khususnya

ulama ahli ushul fiqh dalam mengokohkan pendapat merekamengenai keabsahan qiyas sebagai metode penggalian hukumagama Islam.

34 Satria Effendi, M. Zein, MA., Ushul Fiqh , h. 14035 Satria Effendi, M. Zein, MA., Ushul Fiqh, h. 14236 Satria Effendi, M. Zein, MA., Ushul Fiqh, h. 142

17

Ada beberapa hal yang mendukung dan menguatkan posisi dankedudukan qiyas sebagai landasan hukum Islam, yakni, firmanAllah, sabda nabi, dan qaul sahabat.

a. Landasan Qiyas berdasarkan Firman Allah Swt.Allah Swt. Berfirman dalam Q.S. Asy-Syura (42): 17

ها ن� Xث Yة ب� اي��س ن�� ق ة الأم�ور وب�4 ن8 ن�� ور� ان8 م�ا ب� ر� 37وال�مت�

Muh}ammad bin S{a>lih} al ‘Uthaymi>n mengaitkan antara kata al-Mi>zan dengan al-Miqya>s atau taawazzana dengan yuqa>yisu.

Allah Swt. juga berfirman didalam kitab suci Q.S. An-Nisa (04): 59 yang berbunyi

Wahai orang-orang yang beriman !, taatlah kamu kepada Allah, dan taatlah

kamu kepada rasul Allah, dan juga kepada ulil amri diantara kamu, kemudianapabila kamu berselisih paham mengenai suatu hal maka kembalikanlahpermasalahan itu kepada Allah dan rasul-Nya jika memang kamu orang-orangyang percaya kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih baik bagimudan lebih baik akibatnya.

Ketika mengembalikan semua hal kepada Allah dan rasul-Nya, maka secara pasti akan membenarkan apa yang menjadihukum Allah dan juga yang rasul-Nya ajarkan, dan juga pastiharus mengetahui dan memahami perintah-perintah yangditunjukkan oleh dalil-dalil dari keduanya. Sedangkan yangdemikian itu merupakan prinsip dari qiyas, sebab qiyas

37 Muh}ammad bin S{a>lih} al ‘Uthaymi>n, al-Us}u>l min ‘Ilmi al-Us}u>l, (Iskandariah: Da>r al-I@ma>n,2001), h. 54

18

adalah menyamakan hukum peristiwa yang belum ada ketatapanhukum dan tidak ditemukan didalam al-Qur’an atau hadis.

Dapat disimpulkan bahwa melaksanakan qiyas berarti jugamengamalkan ayat 90 dari surat an-Nisa dengan tetap mejagakebenaran hukum Allah Swt.

Dalam Q.S. An-Nahl (16): 90 Allah Swt. juga berfirmansebagai berikut:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,

memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatankeji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamuagar kamu dapat mengambil pelajaran.

اولة ي� ث� ي� ى ال�حكم، ق�� ن8 ف� لي� يXن8 م�ي� ة ب�� سون�� اس ه�و ال�ت ي� ، وال�ق ة سون�� ن8 ال�عدل ه�و ال�ت هة ا. ووج��ة ن�� 38ع�موم الأ.

Dalam ayat diatas terdapat lafal al-‘Adlu dimana hal ituadalah keadilan yang berarti persamaan. Demikian pula qiyasyang merupakan analogi penyamaan ‘illat diantara duapermasalahan.

b. Landasan Qiyas berdasarkan Sabda Nabi Muhammad Saw.

اء ؟ ض��� ك} ق� ا ع��رض� ل��� د� Vى ا ض�� ق ف� ب� من8 :ك�ت�� لي ال�ت� Vة ا عن�� لم ل�مع��اد� ل�م��ا ب�� ة وس�� ولة ص�لى ال�لة ع�لن� فول ال�ل�ة. ة رس�� س��ن� ي� ال : ق�� اب� ال�ل��ة ؟ ق��� ى� ك�ي� د ف� ح� ن8 ل�م ي� Vا ال : ق�� اب� ال�لة. ق� كي ى ب�� ض� ق� ال : ا. ق�و. ل��� ي� ولأ ا. ي�4 ه��د را. ن ج�� ال : ا. اب� ال�ل��ة ؟ ق��� ى� ك�ي�� ول ال�ل��ة ولأ ف� ة رس��� ن� ى� س��� د ف� ح��� ن8 ل�م ي� Vا ال : ق���� ق���

38 ‘Abd al-H{ami>d H{aki>m, al-Sullam, (Jakarta: Maktabah al-Sa’diyyah Putra,2007), h. 43

19

ول ق رس��� ي وف��� د� ال :ال�جم��د ل�ل��ة ال��� درة وق��� لم ص��� ة وس��� لى ال�ل��ة ع�لن��� ول ال�ل��ة ص��� رب� رس��� ض��� ق��ى رس�ول ال�لة. ال�لة ل�ما ي��رض�

ي� هاد ال�را. ن ج�� Vاس م�ن8 ا ي� ال�وا : ال�ق ي( ، ق� و داود، والترم�د� ب�� ج�مد، وا. )رواة ا.Hadis diatas mengisahkan tentang akan perginya sahabat

Mu’adh bin Jabbal. Lalu Rasulullah menanyakan mengenai carayang akan dilakukan untuk memutuskan suatu perkara, hinggapada akhirnya Muadh menjelaskan apabila tidak ada di al-qur’an dan al-hadis, maka dia akan menggunakan pendapatnyaatau ra’yunya untuk memutuskan hukum. Lalu Rasul menepukdada beliau sebagai tanda persetujuan.

c. Landasan Qiyas berdasarkan Qaul Sahabat.

اء ض��� ى ال�ق عري ف� س�� ي م�وسى الأ. ي�4 لي ا. Vة ا ان�� ى ك�ي طاب� ف� ن8 ع�مر اب��ن8 ال�خ� ي� م�ي� ر ال�مو. مت� اءع�ن8 ا. م�اح��م ، ث�� ة ن� ن8 ولأس�� را. ى ف�� س ف� ك} م�م��ا ل�ت� ك} ورد ع�لي�� م�ا ادلي م�م�ا ع�لي�� ت� هم ق�� هم ال�ف� ال : ال�ف� اي��سق�� ق���

. ال�جق هها ب�� ن� س�� لي ل�لة وا. Vها ا ج�ن� لي ا. Vري اما ي� ت� ع�مد ق�� م ا. ال، ث�� م�ي� ع�رف� الأ. دك�}، وا. م�ور ع�ي� الأ.Pada lafal hadis tersebut secara jelas, bahwa sahabat

ali memerintahkan untuk melakukan qiyas, yaitu pada lafalhadis yang digaris bawah.

F. Cara Menentukan ‘Illat dalam QiyasAda beberapa cara atau metode untuk menentukan ‘illat yang

terdapat pada suatu ayat Qur’an atau pada hadis RasulullahSaw.

a. Melalui dalil-dalil al-Qur’an atau hadis baik secarategas atau tidak tegas.Contoh ‘illat yang disebut secara jelas dan tegas adalah

dalam Q.S. Al-Hasyr (59):7 yang berbunyi :

20

Apa saja harta rampasan (fai-i)yang diberikan Allah kepada rasul-Nya yang

berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, rasul, kerabat rasul,anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalamperjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kayasaja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalahkepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman–Nya.

Berdasarkan ayat tersebut, sangatlah jelas alasan atau’illat mengapa harta rampasan itu harus dibagi-bagikandiantara kelompok-kelompok tersebut adalah agar hartakekayaan jangan hanya beredar ditangan orang-orang kaya.Terhadapnya di-qiyas-kan setiap pembagian harta kekayaanharus merata, dan tidak boleh hanya menumpuk di tangan orang-orang yang kaya suci.39

Sedangkan contoh yang tidak tegas adalah firman Allah Q.S.Al-Baqarah (02): 222

"Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila merekatelah suci, maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allahkepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukaiorang-oranng yang mensucikan diri."

39 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta:Kencana Prenada Media Grup), h. 137

21

Ayat tersebut mengandung makna bahwa yang menjadi ‘illatbagi haramnya mendekati istri adalah karena haidnya, dan‘illat halal mendekatinya adalah suci, dan kesimpulannyaadalah bukan secara langsung ditunjukkan ayat diatas, namuntersirat didalmnya.40

b. Mengetahui ‘illat melalu ijma’Contoh kesepakatan ulama Fiqh bahwa keadaan kecil

seseorang menjadi ‘illat bagi perlu ada pembimbing untukmengendalikan harta anak itu sampai dewasa. Diqiyaskankepadanya, seperti disampaikan Shaykh Wahbah al-Zuhayli>,hak mewakilkan anak perempuan kecil dalam masalahpernikahan.41

c. Mengetahui ‘illat dengan jalan ijtihad dan hasilnyadikenal dengan ‘illat mustanbathah (‘illat yang dihasilkandengan cara ijtihad).Salah satu bentuk manhaj ijtihad untuk menemukan‘illat

adalah dengan al-Sibru wa al-Tasqi>m. al-Sibru berarti “menyeleksibeberapa sifat, mana diantaranya yang lebih cocok untukdijadikan’illat bagi suatu rumusan hukum”. Sedangkan al-Tasqimadalah “menarik dan mengumpulkan berbagai bentuk sifat yangdikandung oleh suatu rumusan syara’”, yang kemudiandiseleksi dengan cara al-Sibru tersebut.Contohnya, bahwa keharaman khamr ditetapkan dengan ayat

al-Qur’an. Kemudian seorang mujtahid mencari ‘illat mengapakhamr diharamkan, dengan mengumpulkan (al-tasqim) berbagaisifat yang terdapat didalamnya, seperti keadaan cair,keadannya terbuat dari anggur, keadaannya berwarna merah,dan keadaannya memabukkan. Setelah beberap sifat ituditemukan kemudian diadakan pengujian atau penyeledikansifat, mana diantaranya yang cocok sebagai ‘illat darikeharaman khamr, sehingga pada akhirnya disimpulkan bahwayang layak mejadi ‘illat hukumnya adalah keadaannya

40 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, h. 13941 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, h. 139

22

memabukkan, bukan karena keadaannya yang cair, berwarnamerah dan bukan juga karena khamar terbuat dari anggur.42

G. Contoh Penetapan Hukum terhadap Suatu Perkara dengan Qiyas

Untuk mempermudahkan pemahaman mengenai keempat hal diatas,perhatikan penjelasan dibawah.

Berikut adalah Q.S. Al-Ma>idah (05): 90 yang menjelaskanmengenai haramnya minuman keras, lalu dikaitkan dengan halyang juga bersifat merusak jasmani, menghilangkan akal,seperti narkoba.

Wahai orang-orang yang beriman!, sesungguhnya minuman keras, berjudi,

mengundi nasih dengan anak panah adalah perbuatan shayt}an, maka jauhilahagar kamu menjadi orang yang beruntung.

Dari ayat tersebut dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut:

As}lyang menjadi as}l disini adalah lafal al-Khamru, yang berarti

arak atau minuman keras. Far’unyang menjadi far’un disini adalah lafal narkoba atau

sejenisnya, Hukm al-As}lDidalam masalah ini, maka yang menjadi hukm al-As}l adalah

hukum yang terdapat pada al-Khamru. Jadi hukm al-As}l disiniadalah haram, karena Allah telah mengharamkan hukum meminumminuman keras. ‘Illatyang menjadi ‘illat (hal yang menyebabkan boleh atau

memungkinkan antara arak dengan narkoba sama-samadiharamkan), yaitu bahwa diantara keduanya sama-sama

42 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, h. 139

23

menyebabkan kerusakan jasmani, dari segi kesahatan,rusaknya syaraf-syaraf, dan juga melemahkan ekonomi.

24

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanQiyas adalah landasan hukum agama Islam dalam urutan yang

ke-empat. Berdasarkan konsensus para ulama, qiyas merupakansalah satu dari empat landasan hukum agama Islam yangdisepakati, tidak terdapat pertentangan didalamnya mengenaikehujahannya sebagai landasan hukum. Hal tersebut dikarenakanmenurut mereka, qiyas sudah sejalan dengan firman Allah yangterdapat didalam Q.S. An-Nisa (04): 59.

Qiyas merupakan sebuah metodologi dalam penetapan hukumyang mempunyai sifat analogical, yaitu dengan mencari ‘illatyang terdapat pada sebuah peristiwa baru yang belum terdapatlandasan hukumnya. ‘Illat tersebut juga harus ditemukan padasebuah hal yang sudah terdapat nash hukum baik didalam al-Qur’an maupun hadis. Pertemuan persamaan ‘illat tersebutlahyang melandasi bagi penentuan hukum pada masalah yang belumdinash dalam sumber hukum Islam dengan dasar wujud persamaan.

Qiyas menjadi penting karena mengingat di era sekarang inibanyak bermunculan hal-hal baru yang menuntut kepekaan danketepatan para mujtahid abad modern dalam memberikan hukumterhadap masalah itu.

Qiyas menuntut kejelian seorang mujtahid, karena merekadituntut untuk menggunakan logika mereka untuk mengetahui‘illat yang memungkinkan dikumpulkannya furu’ dan asal dalamsatu hukum yang sama.

Ada empat hal yang harus ada, apabila seseorang inginmenentukan suatu hukum atas perkara baru yang sekarang banyakbermunculan. Empat hal tersebut merupakan rukun-rukun Qiyas,yaitu:

1. Asal / al-Maqi>s alayh.2. Furu’ / al-Maqi>s.3. Hukum asal / hukm al-As}l.4. ‘Illat / bagian yang menjadi titik persamaan antara

furu’ dan asal.

25

B. Kritik dan SaranKami selaku tim penyusun makalah mengenai qiyas menyadari

bahwa di dalam makalah kami masih banyak terdapat kelemahan,kekeliruan, baik dari segi pemilihan kata mapun sistematikapenulisan makalah yang benar.

Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami bersedia untukmenerima saran, masukan, serta kritikan yang membangun untukkami jadikan sebagai bahan evaluasi demi perbaikan kami kearahyang lebih baik di masa mendatang.

26

DAFTAR PUSTAKA

Muh}d}ar, Ah}mad Zuhdy. Qa>mus al ‘As}ri>. Krapyak:Multi Karya

Grafika. 1998.

al ‘Uthaymi>n, Muh}ammad bin S{a>lih. al-Us}u>l min ‘Ilmi al-Us}u>l.

Iskandariah: Da>r al-I@ma>n. 2001.

Hi>tu, Muh}ammad H{asan. al-Khula>s}ah fi Us}u>l al-Fiqh. Kuwait:Da>r

al-D{iya>’. 2005.

H{aki>m, ‘Abd al-H{ami>d. al-Sullam. Jakarta: Maktabah al-

Sa’diyyah Putra. 2007.

Effendi, Satria, M. Zein. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada

Media Gru.

Zahrah, Muh}ammad Abu. Us}u>l al-Fiqh. Saudi Arabia: Da>r al-Fikri.

1958.

Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah. al-Mu’jam al-Waji@z. Mesir: Menteri

Pendidikan. 1994.

Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama. 1994.

h. 80 … terjemah.

Al Qadhi abi ya’la Muh}ammad al Husayn al-Farra>i al-

Baghda>di> al-H{anabali>. al-‘Uddah fi Us}u>>l al-Fiqh. Saudi:

Muassasah al-Risa>lah.

27

H{asan, Kha>lid Ramad}a>n. Mu’jam Us}u>l al-Fiqh. Mis}r: al-

Rawd}ah}. 1998.

Al-Zuhayli>, Wahbah. Us}u>l al-Fiqh al-Islami>. Damaskus: Da>r al-Fikr.

1986.

Al-Shaykh Ah}mad bin Al-Shaykh Muh}ammad al-Zarqa>. Sharh} al-

Qawa’id al-Fiqhiyyah. Damaskus: Da>r al-Qalam, 1987.

Khallaf, Abdul Wahhab, ‘Ilmu U<s}u>l al-Fiqh, Kairo: 1942.

28