laporan tugas akhir sistem pendukung keputusan metode pembobotan
laporan sistem pertanian vertikultur
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of laporan sistem pertanian vertikultur
SISTEM PERTANIAN VERTIKULTUR
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh :
Kelompok 3
1. Randrianantenaina Aime (121510501201)
2. Avief Ainul Rizal (121510501188)
3. Mahendra Setyoko (121510501192)
4. Ahmad Suprayogi (121510501195)
5. Feri Fadli (121510501197)
6. Rizda Amilia Hardiyanti (121510501198)
7. Muhammad Efendi A. R. (121510501199)
8. Ainul Gufron Tamami (121510501200)
9. Muhammad Erfan (121510501202)
10. Reni Fidianingsih
(121510501203)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
LABORATURIUM FISIOLOGI TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pada masa sekarang ini, luas lahan yang dapat
dimanfaatkan entah untuk pembangunan entah untuk lahan
pertanian semakin sempit sebab meningkatnya jumlah
penduduk yang semakin bertambah. Apalagi, lahan-lahan
yang hanya sisah tersedia pun sekarang ini masih
beralih fungsi yaitu digunakan untuk bangunan pabrik,
perumahan, perkantoran dan lain sebagainya. Hal ini
sangat berdampak besar terhadap dunia pertanian
terutama pada hasil produksinya yang justru menurun
akibat ketidaktersedianya lahan tersebut. Dengan
demikian maka dibutuhkan alternative-alternatif untuk
mengatasi permasalahan lahan tersebut. Salah satu
alternative yang dapat dilakukan yaitu dengan
menerapkan system pertanian vertikultur.
Istilah vertikultur ini terdiri atas dua kata yang
berasal dari Bahasa inggris yaitu kata vertical yang
berarti lurus dan culture yang berarti budidaya
sehingga bila dapat diartikan bahwa vertikultur adalah
system budidaya pertanian yang dilakukan secara
bertingkat ataupun vertical, baik indoor maupun
outdoor. System budidaya ini merupakan konsep
penghijauan yang sangat cocok pada daerah yang sempit
terutama di daerah perkotaan dimana lahan yang terbatas
pun dapat dimanfaatkan secara maksimal. Misalkan, pada
system pertanian konvensional, lahan 1 m2 hanya dapat
ditanam tanaman sekitar 5 batang, sementara pada system
vertikultur, jumlah tanaman yang dapat ditanami bias
sampai 4 kali lipat. System vertikultur ini tidak hanya
memberi manfaat pada luas lahan saja, tetapi juga bila
dipandang dari segi estetikanya, tanaman-tanaman yang
diterapkan dengan system ini sangat memberi nilai
keindahan lingkungan sekitar.
Jika dilihat dari segi cara bercocok tanam, sistem
vertikultur tidak jauh beda dengan sistem pertanian
konvensional namun perbedaannya terdapat pada cara
pemanfaatan lahan dimana sistem vertikultur jauh lebih
efisien daripada sistem konvensional meskipun luas
lahan yang digunakan sama. Selain itu, pada sistem
pertanian vertikultur, sebab media tanam yang digunakan
tidak bersentuhan secara langsung dengan tanah sehingga
kemungkinan untuk bertumbuhnya rumput-rumputan atau
gulma sangat minim, penggunaan pestisida dan pupuk juga
sangat hemat, sistem ini sangat mempermudah kegiatan
perawatan tanaman dan tidak memerlukan tenaga kerja
yang banyak, kerusakan tanaman akibat hujan yang deras
juga dapat dicega oleh atap plastic yang digunakan,
tanaman dapat dipindah-pindah sesuai dengan keinginan
pekebun karena terletak dalam suatu wadah.
Wadah vertikultur mempunyai model, ukuran dan bahan
yang bermacam-macam namun pada umumnya yang sering
digunakan ialah wadah yang berbentuk segi tiga, persgi
panjang, bentuk anak tangga. Bahan yang digunakan
biasanya berupa pipa paralon, bamboo, kaleng bekas
ataupun karung beras. Salah satu persyaratan
vertikultur adalah mudah dipindahkan dan kuat. Tanaman
yang akan dibudidayakan secara vertikultur sebaiknya
memiliki nilai ekonomis yang tinggi, berakar pendek dan
berumur pendek. Jenis tanaman yang sering dibudidayakan
secara vertikultur adalah tanaman sayur-sayuran seperti
kangkung, pakcoy, selada, kemangi, tomat, mentimun,
pare, dan lain sebagainya.
1.2. Tujuan
Mahasiswa mampu dan terampil dalam menyikapi
permasalahan lahan kritis dengan membudidayakan tanaman
secara vertikultur.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Vertikulrure adalah cara bertanam dalam susunan
vertikal keatas menuju ruang udara bebas, dengan
menggunakan tempat media tumbuh yang disusun secara
vertikal pula. Media tanam ditampung dalam kaleng
kaleng, ralon pvc, riul, maupun papan kayu dapat
dipergunakan sebagai alternatif tempat media tanam. Di
Indonesia, sistem pertanian vertikal baru dikembangkan
sejak tahun I 987, sehingga apa yang dijelaskan ini
sebagian besar sudah dilakukan pada kurun waktu itu.
Kolom verikal paling sederhana dapat dibuat dari mulsa
hitam perak dengan kerangka bamboo (Wartapa et al, 2010).
Sistem tanam vertikultur sangat cocok diterapkan,
khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki
lahan sempit. Vertikultur dapat pula diterapkan pada
bangunan-bangunan bertingkat, perumahan umum, atau
bahkan pada pemukiman di daerah padat yang tidak punya
halaman sama sekali. Dengan metode vertikultur ini,
kita dapat memanfaatkan lahan semaksimal mungkin. Usaha
tani secara komersial dapat dilakukan secara
vertikultur, apalagi kalau sekedar untuk memenuhi
kebutuhan sendiri akan sayuran atau buah-buahan
semusim. Jenis tanaman yang cocok untuk dibudidayakan
secara vertikultur adalah jenis tanaman semusim yang
tingginya tidak melebihi satu meter seperti cabai,
tomat, terong, kubis, sawi, selederi, daun bawang
(Noverita, 2009).
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya produksi
cabai adalah ketersediaan lahan budidaya. Faktor
pertambahan penduduk yang pesat disertai dengan
kemajuan teknologi dan industri pada akhirnya akan
menggeser fungsi lahan pertanian menjadi lahan
perumahan dan industri. Dengan kegiatan bertani secara
vertikultur, lahan yang sempit seperti halnya
pekarangan rumah dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
bercocok tanam. Pemanfaatan teknologi budidaya cabai
dengan menggunakan vertikultur, diharapkan kebutuhan
akan cabai dapat selalu terpenuhi, khususnya skala
rumah tangga. (Roziq et al. 2013)
Budidaya secara vertikultur ada kelebihan dan
kekurangan. Keuntungan budidaya secara vertikultur
adalah sebagai berikut : kualitas produksi lebih baik
dan lebih bersih; kuantitas produksi lebih tinggi dan
kontinuitas produksi dapat dijaga; mempercantik halaman
dan benfungsi sebagai paru-paru kota; menunjang
pendapatan keluarga; menjadi lahan bisnis, baik
langsung maupun tidak langsung; dapat digunakan sebagai
sumber tanaman obat bagi keluarga (toga); menarnbah dan
mernperbaiki gizi kcluarga; efisiensi lahan, pupuk,
air, benih, dan tcnaga kerja; menghilangkan stress atau
mengurangi beban pikiran. Kekurangan sistern
vertikultur adalah sebagai berikut: rawan terhadap
serangan jarnur; investasi awal yang dibutuhkan cukup
tinggi, terutarna untuk mernbuat bangunan; apabila
menggunakan atap plastik, harus dilak pcnyiraman tiap
hari; perlu tangga at au alat khusus yang dapat dinaiki
perneliharaan dan pcrnanenan di lantai atas (Rasapto,
2010).
Dalam pertanaman vertikultur sangat pen-ting
diperhatikan jarak tanam antar pot dalam satu tiang.
Jarak antar pot akan mempengaruhi intersepsi cahaya
matahari ke daun tanaman. Berkurangnya sinar matahari
pada daun tana-man dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut dapat
dilakukan pengaturan jarak antar pot sehingga daun
tanaman yang tumbuh tidak saling tumpang tindih
(Desiliyarni et al. 2005).
Vertikultur dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan
bahan-bahan dan peralatan yang ada di sekitar kita. Di
samping itu, mudah dalam penyiapan dan pemeliharaannya
sehingga dapat dilakukan oleh setiap orang yang
benarbenar ingin rnenekuninya, Menurut Nitisapto
(1993), beberapa rancangan wadah media tanam yang sudah
cukup banyak dicoba dan menunjukkan tingkat
keberbasilan yang tinggi, adalah sebagai berikut: Kolom
wadah media tanam disusun secara verrtikal, Kolom wadah
media disusun secara horizontal, Wadah media digantung,
Pot susun (Sutarminingsih, 2003).
sistem pertanian secara vertikal harus menyediakan
kondisi yang optimal bagi tanaman untuk transisi benih
melalui perkecambahan, vegetatif, reproduktif dan fase
panen. sebab merupakan sistem tertutup, hal yang harus
diperhatikan yaitu suhu, dan kelembaban relatif dalam
ruang pertumbuhan. Selain itu, pengendalian dan
peningkatannya tingkat CO2 telah disimulasikan untuk
memperoleh hasil biomassa yang maksimal. Sejak tanaman
tumbuh dalam sistem aeroponik, itu lebih mungkin untuk
mendaur ulang nutrisi yang berlebihan dari kabut udara.
Hal yang harus diutamakan dalam sistem tertutup
tersebut juga yaitu untuk menyaring kontaminasi dan
jejak gas, seperti etilena, yang dilepaskan ke udara
oleh tanaman. Untuk hal ini, tiga lantai pengendalian
lingkungan yang diperlukan, mengendalikan kualitas
udara dan mendaur ulang nutrisi lebih dari 8 -9
budidaya tanaman pada masing-masing lantai (Banerjee,
2014).
Hasil studi menunjukkan penanaman di ruang vertikal
10 meter persegi per lantai kondominium dengan jumlah
lantai empat. Penanaman di vertikal bisa menghemat
ruang daripada tanaman horisontal. Irigasi tetes dan
sistem penyiraman tidak berbeda nyata hasil pertumbuhan
tanaman yang diteliti baik terhadap ukuran dan tinggi
batang tanaman. Perbandingan hasil tanam per unit areal
dengan jumlah air yang digunakan penyiraman itu yang
menjadi faktor utama. Produktivitas tanaman pada kedua
sistem irigasi siram dan tetes terlihat kurang daripada
menanam dengan irigasi normal. Karena penanaman dengan
irigasi yang biasa digunakan pupuk kimia dan biasanya
ditanam di dataran. Tapi tanaman ini ditanam di
kondominium di mana tanaman menerima sinar matahari
tidak sempurna. Kondominium menerima sinar matahari
hanya dalam waktu singkat pada pagi dan sore hari
ketika matahari bersinar diagonal ke kondominium saja.
Sementara tanam vertikal penelitian ini tidak
menggunakan pupuk kimia, tetapi digunakan air limbah
dari kolam ikan bukan pupuk ikan yang diberi pakan
dengan kotoran ayam. Hal itu membuat tanaman tidak
sepenuhnya menerima nutrisi setara dengan tanaman yang
diberikan pupuk secara langsung. Keuntungan dari sistem
ini adalah tidak terdapat residu kimia pada tanaman dan
sayuran yang ditanam. Penelitian ini dapat digunakan
sebagai alternatif penanaman bagi masyarakat perkotaan
dan juga mengurangi biaya tanam (Keeratiurai, 2013).
Pertanian vertikal adalah sistem produksi kontinu
yang membudidayakan tanaman tanpa intervensi manusia
melalui kontrol otomatis dalam ruang yang cocok untuk
lingkungan pertumbuhan tanaman seperti cahaya, suhu,
kelembaban, tingkat karbon dioksida, dan nutrisi [1].
Oleh karena itu, dengan pengenalan kebun vertikal,
pertanian berdiri pada tangga sistematis dan otomatis
revolusi pertanian baru melalui konvergensi berbagai
teknologi terbaru. Untuk revolusi pertanian baru,
banyak penelitian dan perkembangan sedang dilakukan
untuk memberikan layanan cerdas, dan tujuan mereka
adalah sama bahwa mereka ingin menciptakan lingkungan
di mana-mana dengan peternakan vertikal. Namun, layanan
pintar yang ada memiliki keterbatasan dan kekurangan
sebagai berikut: (1) kebanyakan sistem layanan pintar
yang ada tergantung pada sistem tertentu. Jadi, dalam
rangka untuk memperpanjang, memperbaiki atau menghapus
layanan, itu harus ditangani oleh pengembang asli. (2)
Dan mereka masih kurang handal karena adanya beberapa
faktor lingkungan atau faktor kontrol untuk pertumbuhan
tanaman. (3) Dan juga mereka selalu membutuhkan
intervensi manusia tentang berbagai situasi yang luar
biasa selama layanan (Kim et al. 2013).
Pertanian berkelanjutan adalah praktek yang memenuhi
kebutuhan pada saat ini dan dalam jangka panjang
dengan makanan, serat, dan kebutuhan lain yang terkait
masyarakat sekaligus memaksimalkan keuntungan bersih
melalui konservasi sumber daya untuk mempertahankan
layanan ekosistem lain dan fungsinya, dan pembangunan
manusia dalam jangka panjang. Tampaknya pertanian
berkelanjutan lebih dari pergeseran praktek pertanian;
melainkan harus fokus pada meningkatkan kesadaran.
Pengetahuan dan informasi terkait, keterampilan,
teknologi, dan sikap akan memainkan peran penting dalam
pertanian berkelanjutan. Akibatnya, sistem pertanian
berkelanjutan adalah sistem informasi-intensif karena
input telah digantikan oleh keterampilan, tenaga kerja,
dan manajemen. Misalnya, bagi petani yang mempraktekkan
pertanian berkelanjutan untuk menjadi sukses dalam
mengelola lahan pertanian mereka, harus ada jaringan
informasi terus menerus, teknologi baru, dan inovasi
yang tersedia untuk mereka. Layanan penyuluhan dapat
memainkan peran penting dalam menyediakan jaringan
informasi ini tentang pendidikan pertanian
berkelanjutan. Dengan demikian, peran penyuluhan sangat
penting untuk mendukung pertanian berkelanjutan
(Allahyari, 2009).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan
dengan judul “ Sistem Pertanian Vertikultur”
dilaksanakan tanggal 12 September 2014 jam 15.00-
selesai di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Dasar,
Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Benih tanaman kangkung
2. Nutrisi
3. Plastik bening
4. Tanah
5. Kompos
6. Pasir
3.2.2 Alat
1. Cangkul
2. Timba
3. Handsprayer
3.3 Cara Kerja
1. Menyiapkan bangunan vertikultur dari bahan bahan
yang telah disediakan
2. Mengisi bangunan yang telah dibuat dengan campuran
media yang telah ada.
Kemudian memberi nutrisi sebelum bibit ditanam
3. Menanam benih langsung ke dalam bangunan
vertikultur dengan membuat lubang kecil terlebih
dahulu, kemudian menutup dengan media tanam yang
digunakan
4. Melakukan pengamatan secara teratur
5. Mengamati pertumbuhan tanaman sesuai parameter
pengamatan.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
4.1.1 Tabel Hasil Pengukuran Rata-rata Tinggi Tanaman
Kelompo
k
Perlak
uan
Hari ke- (cm)
3 6 9 12 15 18 21
1 0 ml/l 0 5.63 6.13 6.17 6.23 6.17 10.7
2 1 ml/l 0 5.6 6.33 6.4 6.47 6.4 11
3 2 ml/l 0 5.93 6.83 6.9 7 7 11.5
4 3 ml/l 0 4.63 5.07 5.13 5.17 5.13 9.16
4.1.2 Tabel Hasil Pengukuran Rata-rata Jumlah Daun
Kelompo
k
Perlak
uan
Hari ke-3 6 9 12 15 18 21
1 0 ml/l 0 4.67 7.00 7.00 7.00 7.00 9.32 1 ml/l 0 4.67 5.00 5.00 5.00 5.00 7.33 2 ml/l 0 5.30 5.33 6.33 6.33 6.33 84 3 ml/l 0 4.33 3.33 4.33 4.33 4.33 6
4.1.3 Tabel Hasil Pengukuran Rata-rata Panjang Daun
Kelompo
k
Perlak
uan
Hari ke- (cm)3 6 9 12 15 18 21
1 0 ml/l 0 2.33 2.67 2.67 7.00 2.67 4.72 1 ml/l 0 2.37 2.57 3.00 5.00 3.00 4.033 2 ml/l 0 2.30 2.87 3 6.33 3.00 4.84 3 ml/l 0 2.27 2.67 2.67 4.33 2.67 3.16
4.1.4 Tabel Hasil Pengukuran Rata-rata Lebar Daun
Kelompo
k
Perlak
uan
Hari ke- (cm)3 6 9 12 15 18 21
1 0 ml/l 0 0.27 0.37 0.37 0.40 0.37 1.362 1 ml/l 0 0.33 0.32 0.37 0.40 0.37 0.93 2 ml/l 0 0.30 0.33 0.33 3.33 0.33 1.134 3 ml/l 0 0.33 0.4 0.40 0.43 0.40 0.46
4.1.5 Tabel Hasil Pengukuran Berat Basah dan Rerata
Panjang Akar
Kelompo
k
Perlaku
an
Berat Basah
(g)Panjang Akar (cm)
1 0 ml/l 1.26 2.58
2 1 ml/l 1.16 2.11
3 2 ml/l 1.63 1.83
4 3 ml/l 1.06 1.66
4.2. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan penanaman kangkung
secara vertikulture dengan model tegak. Tanaman
kangkung ini diberi pupuk daun dengan berbagai
perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan 1 0ml/l atau
kontrol, perlakuan 2 1ml/l, perlakuan 2ml/l dan
perlakuan 4 yaitu 3ml/l. Setelah penanaman kangkung
tersebut maka dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan
serta perkembangan tanaman dimana parameter pengamatan
meliputi pengukuran tinggi tanaman, jumlah daun,
panjang daun, lebar daun dan berat basah serta panjang
akar. Pengamatan dilakukan setiap 3hari sekali sampai
hari ke-21 kecuali untuk berat basah serta panjang akar
yang dilakukan pada akhir pengamatan. Berdasarkan hasil
pengamatan tersebut maka didapatkan hasil sebagaimana
dicantumkan di atas dalam bentuk table. Data-data dari
masing-masing parameter pengamatan telah dirata-ratakan
sehingga didapatkan juga data dibawah ini (Grafik 1)
dalam bentuk grafik sebagaimana tercantum dibawah ini:
Grafik 1: Grafik Tinggi Tanaman Kangkung
Dari grafik tersebut, dapat dikatakan bahwa
tanaman kangkung tidak belum mengalami pertumbuhan pada
hari ke-3. Hal ini disebabkan oleh pemberian pupuk yang
belum dilakukan pada waktu itu. Namun pada hari ke-6,
tanaman sudah mulai bertumbuh yang ditandai dengan
tinggi tanaman pada perlakuan 1 yaitu 5.63cm, perlakuan
yaitu 2 5.6cm , perlakuan 3 yaitu 5.93cm dan pada
perlakuan 4 tinggi tanaman mencapai 4.63cm. Mulai hari
ke-6 sampai dengan hari ke 18, tidak terdapat perbedaan
pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dikarenakan oleh
tingkat keperawatan tanaman yang kurang sehingga banyak
tanaman yang mengalami kekeringan akibat tidak disiram
ataupun tidak adanya upaya penyulaman. Namun, pada hari
ke-21, tinggi tanaman mengalami kenaikkan yang cukup
besar karena pada perlakuan 1, tanaman mencapai tinggi
10.7cm, perlakuan 2 mencapai 11cm, perlakuan 3 mencapai
11.5cm dan pada perlakuan 4 tinggi tanaman mencapai
9.16cm. Menurut grafik tersebut, tanaman yang paling
tinggi didapatkan pada perlakuan 3 dengan pemberian
pupuk daun 2ml/l.
Selanjutnya, hasil rata-rata data pada jumlah daun
yang didapatkan selama 21 hari dapat dilihat pada
grafik sebagai berikut (Grafik 2):
Grafik 2: Grafik Jumlah Daun
Berdasarkan grafik di atas maka dapat dikatakan
bahwa tanaman tidak terdapat daun sama sekali pad ahari
ke-3 sebab tanaman belum tumbuh. Namun, pada hari ke-6,
karena tanaman sudah mengalami pertumbuhan sehingga
daun-daunnya sudah muncul pula dimana pada masing-
masing perlakuan menghasilkan rerata daun yang hamper
sama yaitu berkisar Antara 4.5 sampai 5.5 daun.
Kemudian, pada hari ke-9, daun tanaman terus meningkat
jumlahnya dimana pada perlakuan 1 didapatkan rerata
jumlah daun sebanyak 7, pada perlakuan 2 rerata daun
sebanyak 5, pada perlakuan 3 rerata daun sebanyak 5.33.
Kecuali pada perlakuan 4 yang mengalami penurunan
jumlah daun yaitu dari rerata 4.33 pada hari ke-6
hingga 3.33 pada hari ke-9. Hal ini disebabkan oleh
factor sulaman yaitu tanaman pada perlakuan ini banyak
yang disulam karena sebagian besar mengalami kekeringan
akibat kekurangan tingkat keperawatan. Mulai hari ke-9
sampai dengan hari ke-18, jumlah daun tidak mengalami
kenaikkan sama sekali. Namun pada hari ke-21, jumlah
daun pada masing-masing perlakuan naik semua dimana
pada perlakuan 1 yang didapatkan hasil rerata jumlah
daun yang paling banyak yaitu 0.3, pada perlakuan 2
rerata daun yaitu 7.3, pada perlakuan 3, hasil rarata
daun mencapai 8, dan pada perlakuan 4 yang didapatkan
hasil rerata jumlah daun yang paling rendah yaitu 6.
Kemudian, hasil rata-rata data pada panjang daun
yang didapatkan selama 21 hari dapat dilihat pada
grafik sebagai berikut (Grafik 3):
Grafik 3: Grafik Panjang Daun
Dari data yang berupa grafik di atas, maka dapat
diketahui perubahan panjang daun selama 21-hari dimana
pada hari ke-3, tanaman belum mempunyai daun sebab
tanaman belum mengalami pertumbuhan. Namun, pada hari
ke-6, tanaman sudah terdapat daun, sehingga dilakukan
pengukuran terhadap panjang daun tersebut sehingg
didapatkan data sebagai berikut, pada hari ke-6 sampai
dengan hari ke-12, panjang daun tidak mengalami
perubahan yang sigifikan dimana pada perlakuan 1,
rerata panjang daun berkisar antara 2.33-2.67, pada
perlakuan 2, rerata panjang daun berkisar antara 2.37-
3, pada perlakuan 3, rerata panjang daun berkisar
antara 2.3-3 dan pada perlakuan 4, rerata panjang daun
berkisar antara 2.27-2.67. Namun pada hari ke-15,
panjang daun mengalami perubahan yang cukup besar
dimana pada perlakuan 1 rerata daun mencapai 7cm, pada
perlakuan 2 rerata daun mencapai 5cm, pada perlakuan 3
rerata daun mencapai 6.33cm dan pada perlakuan 4 rerata
daun mencapai 4.33cm. Pada hari ke-18, panjang daun
mengalami penurunan lagi akibat dari uapaya sulaman
yang dilakukan. Penurunan tersebut mencapai setangah
panjang daun yang didapatkan sebelumnya. Setelah itu,
panjang daun terus meningkat kembali dimana pada
perlakuan 3 didapatkan hasil yang paling baik dengan
panjang daun 4.8cm sedangkan panjang daun yang paling
pendek terdapat pada perlakuan 4 yaitu 3.16cm.
Selanjutnya, hasil rata-rata data pada lebar daun
yang didapatkan selama 21 hari dapat dilihat pada
grafik sebagai berikut (Grafik 4):
Dari grafik tersebut, didapatkan data yang sama
dengan data-data sebelumnya hasil pengukuran pada hari
ke-3. Pada hari ke-6 lebar daun sudah dapat diukur
sebab tanaman sudah memiliki daun, dimana pada
perlakuan 1 didapatkan hasil rerata lebar daun 0.27cm,
pada perlakuan 2 hasil rerata daun mencapai 0.33, pada
perlakuan 3 hasil rerata daun mencapai 0.3 dan pada
perlakuan 4 hasil rerata daun mencapai 0.33cm.
kemudian, lebar daun mengalami peningkatan secara terus
menerus hingga hari ke 21 dimana pada perlakuan 1 yang
didapatkan hasil terbaik dengan lebar daun 0.73cm,
sedangkan yang lebar daun yang paling pendek didapatkan
pada perlakuan 3 yaitu 0.39cm. Pada perlakuan lain
yaitu perlakuan 2 lebar daun mencapai 0.5cm dan pada
perlakuan 4, lebar daun mencapai 0.46cm.
Parameter pengamatan terahkir yaitu berat basah
dan panjang akar. Pengukurannya dilakukan hanya pada
hari ke-21. Setalah hasil data pengukuran dirata-
ratakan maka didapatkan hasil sebagaimana tercantum
dalam grafik dibawah ini (Grafik 4):
Grafik 4: Grafik berat basah dan panjang akar
Berdasarkan grafik di atas maka dapat dikatakan
bahwa, masing-masing perlakuan mempunyai berat bawah
serta panjang akar yang berbeda dimana pada perlakuan 1
didapatkan berat basah 1.26g dengan panjang akar 2.58
cm, pada perlakuan 2 didapatkan berat basah 1.16g
dengan panjang akar 2.11 cm, pada perlakuan 3
didapatkan berat basah 1.63g dengan panjang akar 1.83
cm dan pada perlakuan 4 didapatkan berat basah 1.06g
dengan panjang akar 1.66 cm. Dari hasil rerata berat
basah tersebut, maka dapat diketahui bahwa tanaman yang
memiliki berat basah paling banyak yaitu tanaman pada
perlakuan 3 sedangkan yang paling rendah yaitu pada
perlakuan 4. Untuk panjang akar, ditemukan hasil rerata
yang paling banyak pada perlakuan 1 dan yang paling
rendah pada perlakuan 4.
Secara garis besar, perlakuan yang paling baik
yaitu perlakuan 3 sebab sebagian besar hasil rerata
data-data dari pengukuran terhadap parameter pengamatan
menunjukkan hasil yang paling tinggi. Sedangkan
perlakuan yang paling buruk yaitu perlakuan 4. Hal
tersebut disebabkan oleh dosis pupuk daun yang
diberikan pada tiap tanaman. Pemberian pupuk merupakan
suatu upaya yang sangat penting dan perlu diperhatikan
dalam praktek budidaya sebab akan mempengaruhi
pertumbuhan serta hasil produksi suatu tanaman. Dalam
upaya pemberian pupuk, terdapat beberapa persyaratan
yang harus diperhatikan di antaranya dosis pupuk, waktu
pemupukan, jenis pupuk dan lain sebagainya. Dosis yang
digunakan harus disesuaikan dengan ayang dibutuhkan
oleh tanaman. Bila dosis pupuk yang diberikan melebihi
ambang batas maka tanaman tersebut akan mengalami
keracunan sehingga pertumbuhannya akan terganggu dan
bahkan mati seperti yang dialami tanaman pada perlakuan
4. Begitu pula bila dosis pemupukan kurang, tanaman
tidak dapat bertumbuh secara optimal sebab kurang
nutrisi sehingga proses metabolism tanamannya pun akan
terhambat. Begitulah yang terjadi pada tanaman-tanaman
pada perlakuan 1 dan perlakuan 2.
Vertikultur merupakan cara bertanam secara
vertical yaitu wadah-wadah yang berisi media tanam
disusun secara vertical. Dengan menerapkan sistem
pananaman secara vertikultur maka permasalahn lahan
teruatama bagi masyarakat di kota dapat teratasi karena
sistem vertikultur sangat efisien lahan. Namun tidak
semua tanaman dapat dibudidayakan secara vertikultur
karena luas wadahnya yang cukup terbatas. Dengan
demikian, tanaman-tanaman yang dapat dibudidayakan
secara vertical yaitu tanaman yang memiliki perakaran
yang tidak terlalu keras, dan bobot yang tidak terlalu
berat, tanaman yang berumur pendek. Pada umumnya,
tanaman yang dibudidayakan dengan sistem ini merupakan
tanaman yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat
tinggi seperti golongan tanaman hortikultura yaitu
kangkung yang dijadikan sebagai bahan tanam pada
praktikum ini, selada, kalian, pak-choy, tomat,
mentimun dan lain-sebagainya. Manfaat dari penggunaan
sistem budidaya secara vertikultur selain efisien
lahan, juga t
Secara umum, wadah-wadah media tanam dalam sistem upaya
keperawatan tidak terlalu sulit sperti bertanam dengan
sistem konvensional, hasil produksi lebih bermutu dan
lebih bersih, hemat pupuk dan pestisida, mempunyai
nilai estetik yang tinggi bila terwat secara teratur.
Meskipun banyak kelebihan dari sistem vertikultur,
namun terdapat juga beberapa kelemahan dari sistem ini
yaitu investasi awal cukup tinggi, tanaman rawan akan
serangan jamur, penyiraman harus teratur dan memerlukan
peralatan tambahan seperti pipa, tangga bila model
susunan media terlalu tinggi, jenis tanaman yang dapat
dibudidayakan terbatas.
Secara umum, wadah-wadah media tanam pada sistem
vertikultur dapat disusun susuai dengan keinginan
penanam sendiri namun terdapat beberapa model yang
sudah terkenal yaitu:
1. Model tegakModel ini biasanya terbuat dari bambu ataupun besi yang
berbentuk silindris. Bamboo atau besi tersebut diberdirikan
dan pada sisi kiri-kanannya terdapat lubang-lubang yang
berfungsi sebagai lubang tanam. Berikut ini adalah gambar
yang menyerupai model vertikultur tegak (Gambar 1):
Gambar 1: model vertikultur tegak
2. Model Vertikultur RakModel ini biasanya terbuat dari pipa yang besar, bamboo
ataupun besi yang berbentuk setengah silindris. Berbeda
dengan model tegak, model ini diletakkan secara horizontal.
Bila dipandang, model ini berupa seperti anak tangga.
Berikut ini adalah gambar yang menyerupai model vertikultur
rak (Gambar 2):
Gambar 2: model vertikultur rak
3. Model gantung
Pada model ini, wadah media tanam digantungkan. Wadah ini
dapat berupa polybag, botol dan lain sebagainya. Berikut ini
adalah gambar yang menyerupai model vertikultur gantung
(Gambar 3):
Gambar 3: Model vertikultur gantung
Walaupun, bertanam secara vertikultur hamper sama
dengan bertanam di lahan, namun demikian banyak factor
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya sebab
dapat mempengaruhi pertumbuhan serta hasil produksi
tanaman. Factor-faktor tersebut yaitu bentuk bangunan
vertikultur, monitoring, unsur hara dan lain
sebagainya.
a) Bentuk bangunan dari vertikultur: hal ini sangat
penting dalam budidaya secara vertikultur karena bentuk
bangunan harus disesuaikan dengan morfologi tanaman
yang ditanam sehingga tanaman yang dibudidayakan dapat
tumbuh dengan baik. ketidaksesuaian bangunan dengan
morfologi tanaman akan berdampak negative terhadap
pertumbuhan serta hasil produksi. Dengan demikian,
bentuk bangunan harus dirancang terlebih dahulu sebelum
melaksanakan usaha budidaya vertikultur.
b) Perawatan: hal ini dapat dikatakn mudah dilakukan
namun harus dilakukan secara kontinyu terutama upayai
pengairan serta pengendalian OPT. Pengairan haru
dilakukan secara secara terus menerus karena tanaman
yang dibudidayakan merupakan tanaman hortikultura
sehingga membutuhkan banyak air. Begitu pula dengan
pengendalian penyakit karena biasanya tanaman yang
dibudidayakan secara vertikultur sangat rawan terhadap
serangan jamur sebab kadar air yang terlalu tinggi pada
media tanam. Penyakit juga muda menyebar sebab tanaman
pada sistem vertikultur sangat berdekatan.
c) Unsur hara: hal ini sangat mendukung pertumbuhan
tanaman karena unsur hara sebagai nutrisi sangat
dibutuhkan oleh tanaman dalam proses metabolismenya.
Entah unsur hara makro entah unsur hara mikro, harus
disesuaikan dengan dengan kebutuhan tanaman dosis yang
digunakan. Begitupula dengan cara pemberian, ketepatan
waktu, jenis pupuk yang digunakan, semua itu harus
tepat agar penyerapan unsur hara oleh tanaman dapat
optimal sehingga pertumbuhan juga berlangsung dengan
baik.
Pada saat ini, semakin hari, semakin sempit lahan
pertanian akibat bertambahnya jumlah penduduk yang
semakin pesat juga. Lahan-lahan yang dahulunya masih
kosong ataupun digunakan untuk budidaya tanaman,
sekarang ini sebagian besar telah dialihfungsikan
sebagai tempat pemukiman, industry, gedung sekolah
serta rumah sakit dan lain sebagainya. Dengan semakin
sempitnya lahan tersebut maka tingkat produksi tanaman
pangan,perkebunan, terutama hortikultura pada akhir-
akhir ini semakin menurun juga sedangkan jumlah
masyarakat semakin bertambah. Dengan demikian, untuk
mencukupi kebutuhan masyarakat, selain mengimpor
dibutuhkan suatu alternative yang dapat mengatasi
permasalahan lahan sempit. Salah satu alternative yang
dapat dianjurkan sebagai solusi lahan sempit yaitu
bertanam secara vrtikultur. Tujuan dari penerapan
sistem budidaya vertikultur yaitu mengehematkan lahan
semaksimal mungkin. Solusi ini dianjurkan guna memenuhi
kebutuhan masyarakat akan tanaman hortikultura dan juga
untuk menjaga konsep sistem pertanian berkelanjutan.
Dengan menggunakan sistem bertanam secara vertikulture
maka masalah lahan sempit dapat teratasi, terutama di
daerah perkotaan karena sistem vertikultur tidak
memerlukan lahan yang luas namun dapat memproduksi
banyak. Dengan demikian, perlu dikembangkan lagi sistem
penanam vertikultur ini agar tidak mengalami krisis
pangan dan juga tidak banyak mengimpor hasil produksi
tanaman dari luar negeri.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa:
Perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik yaitu
perlakuan 3 sedangkan perlakuan yang paling buruk
terdapat pada perlakuan 4
Perlakuan pupuk daun yang diberikan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kangkung
Vertikultur merupakan cara bertanam secara vertical
Banyak model yang dapat digunakan untuk menanam
secara vertikultur namun yang paling umum digunakan
yaitu model rak, gantung dan tegak
Perawatan tanaman, model bangunan vertikultur dan
unsur hara merupakan factor utama yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada sistem
vertikultur
Dengan penerapan sistem bertanam secara vertikultur
maka permasalahan lahan sempit dapat teratasi.
5.2. Saran
Praktikan seharusnya lebih focus dalam hal
perawatan tanamn agar petumbuhan tanaman tersebut dapat
berlangsung dengan baik sehingga hasil yang didapatkan
pada akhir pengamatan juga dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Allahyari, M. S. 2009. Agricultural sustainability:implications for extension systems. Agriculturalresearch 4(9): 781 -786
Banerjee, C. 2014. Up, up and away! The economics ofvertical farming. Agricultural studies 2(1): 40-60
Desiliyarni, T., Y. Astuti dan J. Endah. 2005.Vertikultur: teknik bertanam di lahan sempit. AgromediaPustaka. Jakarta.
Keeratiurai, P. 2013. Comparison of drip and sprinklerirrigation system for the cultivation plantsvertically. Agricultural and Biological Science 8(11):740-744
Kim, T., N. Bae, M. Lee, C. Shin, J. Park and Y. Cho.2013. A study of an agricultural ontology model
for an intelligent service in a vertical farm.Smart home 7(4): 117-126
Noverita, Sv.2009. Pengaruh konsentrasi pupuk pelengkapcair nipka- plus dan jarak tanam terhadappertumbuhan dan produksi tanaman baby kaylan(Brassica oleraceae L. Var. Acephala DC.) Secara vertikultur.Penelitian bidang ilmu pertanian 3(1): 1-10
Rasapto, P.W. 2010. Budidaya sayuran denganvertikultur. Pusat penelitian dan pengembangan peternakan1(1): 424-439
Roziq, F., I. R. Sastrahidayat dan S. Djauhari. 2013.Kejadian hama dan penyakit tanaman cabai kecilyang dibudidayakan secara vertikultur di sidoarjo.HPT 1(4):30-37
Sutarminingsih, L. 2003. Pola bertanam secara vertikal,vertikultur. Kanisius. Yogyakarta.
Wartapa, A., S. Sugihartiningsih, S. Astuti dan Sukadi.
2010. Pengaruh jenis pupuk dan tanaman antagonis
terhadap hasil cabb rawit (Capsicum frutencens)
budidaya vertikultur. llmu-ilmu pertanian 6(2): 142-
156