Laporan Akhir Pertanian Berlanjut

106
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan komoditas pertanian yang sangat besar. Pertanian merupakan salah satu sumber penghasilan negara Indonesia yang utama. Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis tersebut diwujudkan melalui kontribusinya yang nyata dalam pembentukan modal, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, sumber pendapatan, serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan merupakan upaya pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui untuk proses produksi pertanian, dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan. Sistem pertanian berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kerusakan lingkungan, mempertahankan produktivitas pertanian, meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan stabilitas dan kualitas kehidupan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Tiga indikator besar antara lain: Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 1

Transcript of Laporan Akhir Pertanian Berlanjut

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan komoditas

pertanian yang sangat besar. Pertanian merupakan salah

satu sumber penghasilan negara Indonesia yang utama.

Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam

perekonomian nasional. Peran strategis tersebut

diwujudkan melalui kontribusinya yang nyata dalam

pembentukan modal, penyediaan bahan pangan, bahan baku

industri, pakan dan bioenergi, penyerap tenaga kerja,

sumber devisa negara, sumber pendapatan, serta

pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang

ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pertanian berkelanjutan merupakan upaya

pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui maupun

sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui untuk proses

produksi pertanian, dengan menekan dampak negatif

terhadap lingkungan. Sistem pertanian berkelanjutan

ditujukan untuk mengurangi kerusakan lingkungan,

mempertahankan produktivitas pertanian, meningkatkan

pendapatan petani dan meningkatkan stabilitas dan

kualitas kehidupan masyarakat khususnya masyarakat

pedesaan. Tiga indikator besar antara lain:

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 1

lingkungannya lestari (penggunaan sumberdaya, kualitas

dan kuantitas produksi, serta kualitas

lingkungannya), ekonominya meningkat (sejahtera) dan

secara sosial diterima oleh masyarakat.

Pertanian berlanjut meliputi empat aspek penting

yang saling berhubungan, aspek budidaya, aspek hama

dan penyakit tanaman, aspek sumberdaya lahan, dan

aspek sosial ekonomi. Keempat aspek tersebut sangat

berpengaruh dalam keberlanjutan suatu pertanian. Dalam

pelaksanaan suatu pertanian yang berkelanjutan perlu

adanya keseimbangan keempat aspek tersebut agar dapat

diperoleh hasil produksi atau produktifitas yang

optimal dan kelestarian lingkungan tetap terjaga

keberlanjutannya.

1.2 Maksud dan Tujuan

Untuk memperoleh pemahaman karakteristik lansekap

Untuk memperoleh pengukuran kualitas air

Untuk memperoleh pengukuran biodeversitas meliputi

aspek agronimi dan aspek hama dan penyakit

Untuk mengetahui pendugaan cadangan carbon

Untuk mengetahui keberlanjutan lahan dari aspek

sosial ekonomi

1.3 Manfaat

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 2

Dapat mengidentifikasi keberlanjutan suatu sistem

pertanian dengan pemahaman karakteristik lansekap,

kualitas air, biodeversitas, cadangan karbon serta sosial

ekonomi wilayah Desa Tulungrejo Kecamatan Ngantang,

Malang. Sehingga dapat diketahui tindakan apa saja yang

perlu dilakukan untuk membuat pertanian di daerah

tersebut berlanjut dan dapat mengetahui peran petani

dalam kaitannya mendukung pertanian berlanjut.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 3

BAB II

METODOLOGI

2.1 Tempat Dan Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaa fieldtrip mata kuliah Pertanian Berlanjut

diadakan pada:

Tempat : Dusun Tulungrejo, Kecamatan

Ngantang

Waktu Pelaksanaan : Minggu, 23 November 2014

Dengan pembagian materi (AD4):

Plot 1 : Aspek Sosial Ekonomi

Plot 2 : Aspek Tanah

Plot 3 : Aspek Budidaya Pertanian

Plot 4 : Aspek Hama dan Penyakit Tanaman

2.2 Metode Pelaksanaan

2.2.1 Pemahaman Karakteristik Lansekap

Lanskap adalah sebidang lahan yang bisa kita

lihat secara komprehensif disekitar kita tanpa

melihat secara dekat atau secara tertutup pada

komponen tunggal dan yang terlihat familiar

dengan kita. Penegrtian lain lansekap adalah

konfigurasi khusus dari topografi, tutupan lahan,

tata guna lahan, dan pola pemukiman yang

membatasi beberapa aktivitas dan proses alam

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 4

serta budaya. Terdapat empat kunci dasar untuk

mempelajari karakteristik lansekap yaitu:

1. Komposisi lanskap, misalnya tipe habitat/

land use

2. Struktur lansekap, misalnya susunan berbagai

macam land use pada suatu lansekap.

3. Manajemen lansekap

4. Konteks regional

Pemahaman karakteristik lanskap berguna untuk

penentuan tipe lansekap yang terbentuk. Setiap

tipe memiliki perlakuan atau tindakan yang

berbeda-beda dalam hal konservasi, perbaikan,

rekonstruksi dan pengelolaan.

a) Alat , Bahan dan Fungsi

Kompas :Berfungsi untuk mengetahui arah

lereng

Kamera :Berfungsi untuk

mendokumentasikan

kegiatan fildwork

Klinometer:Berfungsi untuk mengetahui

lereng dan

ketinggian

Alat tulis:Berfungsi untuk mencatat hasil

pengamatan

b) Cara Kerja

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 5

2.2.2 Pengukuran Kualitas Air

Pada pengamatan yang kedua adalah mengenai

kualitas air, penukuran kualitas air ini

dilakukan dialiran sungai yang kecil di daerah

Tulungrejo, Ngantang. Pengamtan ini dilakukan

sebagai salah satu indikator peratnian berlanjut.

Karena, air merupakan salah satu sumber kehidupan

bagi makhluk hidup di bumi. Penurunan kualitas

air akan mempengaruhi kehidupan yang ada

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 6

Menentukan Lokasi yang representative sehingga kita dapat melihat lanskap secara

keseluruhan;

Melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai bentuk penggunaan lahan yang ada. Mengisikan hasil pengamatan pada

kolom penggunaan lahan dan mendokumentasikan dengan foto kamera;

Mengidentifikasikan jenis vegetasi yang ada, mengisikan hasil identifikasi ke

dalam kolom tutupan lahan;

Melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai tingkat kemiringan lereng yang ada serta tingkat tutupan

kanopi dan seresahnya;

Mengisikan hasil pengamatan pada form yang telah disediakan

disekitarnya. penurunan kualitas air ini dapat

diakibatkan oleh alih guna lahan hutan menjadi

pemukiman. Penyebab utama terjadinya penurunan

kualitas air di hulu adalah melalui sedimentasi,

penumpukan hara, dan pencemaran bahan kimia.

Kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan manusia

dan keberadaan makhluk hidup yang ada di

perairan. Terdapat tiga jenis pendugaan kualitas

air sungai yaitu:

Fisik : Kekeruhan dan Suhu

Kimia : pH dan Oksigen Terlarut

Biologi: Makroinvertebrata

a) Alat, Bahan dan Fungsi

Botol Air Mineral bekas ukuran 1,5 L (4

buah) :Berfungsi sebagai tempat air

Spidol Permanen : Berfungsi untuk

memberikan label pada botol

Kertas Label : Berfungsi untuk melabeli

botol

Kantong plastik besar (ukutran 5 kg) :

Sebagai wadah botol yang sudah berisi air

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 7

b) Cara Kerja

1. Pendugaan Kualitas Air secara Fisik dan Kimia

a. Pendugaan Kualitas Air secara fisik

Alat dan Bahan yang digunakan untuk

mengukur kekeruhan adalah:

Tabung Transparan dengan tinggi 45 cm,

tabung dapat dibuat dari tiga buah botol

air kemasan 600 ml yang disatukan;

Secchi disc, dibuat dari plastic mika

tebal berbentuk lingkaran dengan

diameter 5 cm, dengan pemberat dari

logam besi dan tali serta meteran.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 8

Pada saat pengambilan contoh air, sungai harus dalam kondisi yang alami (tidak ada yang masuk dalam sungai). Hal ini untuk menghindari kekeruhan

air aibat gangguan tersebut;

Mengambil contoh air dengan menggunakan botol ukuran 1,5 L (sampai

penuh) dan ditutup rapat-rapat;

Memberi label yang berisi waktu (jam, tanggal, bulan, tahun), tempat

pengambilan contoh, dan nam pengambil contoh;

Menyimpan baik-baik contoh air dan segera dibawa ke laboratorium untuk

dianalisa

Cara Membaca ‘Secchi disc’

Pengamatan Suhu

Alat yang digunakan dalam pengukuran

suhu air adalah thermometer standar (tidak

perlu menggunakan termometer khusus

pengukur air). Langkah kerja dalam

pengukuran suhu adalah

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 9

Menuangkan contoh air kedalam tabung atau botol air mineral

samapai ketinggian 40 cm;

Mengaduk air secara merata;

Memasukkan 'Secchi disc' ke dalam tabung yang berisi air secara perlahan-lahan; dan mengamati

secara tegak lurus sampai warna hitam-putih pada 'Secchi disc' tidak

dapat dibedakan;Membaca berapa centimeter kedalaman

'Secchi disc' tersebut

Mencatat suhu udara sebelum dimasukkan ke dalam air;

Memasukkan termometer ke dalam air selama 1-2 menit

Membaca suhu saat termometer masih di dalam air, atau secepatnya setelah

dikeluarkan didalam ar;

Mencatat pada form pengamatan

b. Pendugaan Kualitas Air secara kimia

Pengamatan oksigen terlarut atau Disolve

Oxygen (DO), pH dan angka kekeruhan.

Pengukuran dissolve oxygen (DO), pH dan

tingkat kekeruhan dilakukan di laboratorium

dengan menggunakan alat ‘Multi Water Quality

Checker’.

Cara Kerja

2.2.3 Pengukuran Biodiversitas

2.2.3.1 Aspek Agronomi

a. Alat, Bahan dan Fungsi

Tali Rafia 1m x 1m :Berfungsi untuk membuat

petak kuadran sampel pengambilan gulma

Pisau : Berfungsi untuk memotong gulma

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 10

Memasukkan alat Multi Water Quality Checker’ ke dalam contoh air yang sudah

diambil;

Melihat data hasil analisis di data logger

Membaca tingkatan DO, pH dan angka kekeruhan yang tercatat

(membandingkan hasil pengukuran dari lapangan dengan hasil pembacaan dari

alat tersebut)Mengisikan data pengukuran pada form yang telah disediakan dan dikelaskan

berdasarkan tabel kualitas air (PP No. 82 Tahun 2001)

Kamera: Berfungsi untuk mendokumentasikan

kegiatan pengamatan

Kertas Gambar A3 :Berfungsi untuk

menempatkan gulma saat pendokumentasian

Kantong Plastik : Berfungsi untuk

menempatkan sampel gulma

Alkohol 75%: Berfungsi untuk mengawetkan

gulma

Gulma : Berfungsi untuk bahan

pengamatan

b. Cara Kerja

Biodiversitas Tanaman Pangan dan Tahunan

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 11

Membuat jalur transek pada hampaaran yang akan dianalisis

Menetukan titik pada jalur (transek) yang mewakili masing-masing tutupan lahan dalam

hamparan lanskap;Mencatat karakteristik tanaman budidaya

disetiap tutupan lahan yang telah didtentukan;

Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel;

Menetukan titik pengamatan yang dapat melihat seluruh hamparan lanskap;

Menggambar Sketsa tutupan lahan Lanskap

Pengelolaan Gulma

2.2.3.2 Aspek Hama Penyakit

a. Alat, Bahan dan Fungsi

Sweep net : Berfungsi untuk menangkap hama

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 12

Setiap titik pengamatan (biodiversitas tanaman) melakukan identifikasi dan analisa

gulma;Menentukan 2 (dua) titik pengambilan sampel

pada masing-masing tutupan lahan dalam hamparan lanskap secara acak (dengan melempar

petak kuadrat 1m x 1m);Memfoto petak kuadrat dengan kamera sehingga seluruh gulma didalam petak kuadrat dapat

terlihat jelas;

Mengidentifikasi gulma yang ada didalam petak kuadrat;

Menghitung jumlah populasi gulma dan d1 (diameter tajuk terlebar) dan d2 (diameter

tajuk tegak lurus d1);Memotong gulma dengan menggunakan pisau

apabila ada gulma yang tidak dikenal sebagai samapel ( selanjutnya digunakan untuk identifikasi), menyenprot gulma dengan

alkohol 75%;Semua kantong plastik yang berisi sampel gulma didentifikasi dengan membandingkan

dengan foto dari buku atau internet, dan bila belum diketahui bisa dipertanykan kepada

asisten atau dosen);

Hasil dari pengamatan disajikan kedalam tabel pengamatan.

Kantong Plastik : Berfungsi untuk

menempatkan hama

Kertas Tissue : Sebagai alat untuk

membius hama

Chloroform/Etil Asetat : Sebagai bahan

untuk membius

Hama : Sebagai bahan pengamatan

b. Cara Kerja

2.2.4 Pendugaan Cadangan Karbon

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 13

Membuat jalur transek pada hamparan yang akan dianalisis;

Menetukan titik-titik pengambilan sampel pada jalur (transek) yang mewakili masing-masing agroekosistem atau

groforestri;Menangkap serangga menggunakan sweep net

dengan metode yang benar, pada agroekosistem atau agroforestri;Mengumpulkan semua serangga yang

tertangkap sweep net dan memasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi

secarik kertas tissu;

Serangga yang telah terkumpul dibunuh dnegan menggunkan etil asetat;

Semua kantong plastik yang berisis serangga (sudah mati) dibawa ke

Laboratorium Hama. Apabila belum segera diamati hendaknya semua serangga tersebut

disimpan di lemari pendingin;

a. Alat dan Bahan

Kamera : Dokumentasi berbagai lanskap

Bolpoin : Mencatat Jumlah Spesies tanamn dan

sistem Tanam

Form Pengamatan : Mencatat hasil pengamatan

Kendali Cadangan Karbon :Berisi informasi

megenai pendugaan cadangan karbon dari masing-

masing sistem tanam.

b. Cara kerja

2.2.5 Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek

Sosial Ekonomis

a. Alat dan BahanForm wawancara: Panduan dalam menyusun

pertanyaanBolpoin : Mencatat hasil wawancaraKamera : Mendokumentasi

b. Cara Kerja

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 14

Mengidentifikasi pola pertanian di lanskap

Mencatat jenis vegetasi dan jumlah vegetasi

Mencocokkan data dengan tabel kendali cadangan karbon

1.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 15

Penjelasan dan diskusi di kelas

Kunjungan dan observasi lapangan

Wawancara petani

Pembuatan laporan

Presentasi dan diskusi

Form wawancara (terlampir)

BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL

3.1.1 kondisi umum wilayah

Fieldtrip Pertanian Berlanjut ini dilaksanakan di

Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kota Malang. Ada

beberapa penggunaan lahan di Desa tulungrejo yaitu

pemukiman, tegalan tanaman semusim, agroforestri dan

campuran perkebunan pinus dengan rumput gajah. Susunan

atau konfigurasi penggunaan lahan di lokasi ini adalah

campuran perkebunan pinus dan rumput gajah di lereng

bagian atas lanskap, kebun campuran atau agroforestri di

lereng bagian tegah, tanaman semusim di lereng bagian

tengah dan bawah, serta campuran antara tanaman semusim

dan pemukiman di lereng bagian bawah. Desa Tulungrejo

merupakan salah satu desa di Kecamatan Ngantang yang

masuk dalam kawasan Sub Daerah Aliran Sungai Kalikonto.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Konto merupakan

salah satu bagian dari hulu sungai Brantas. Kali Konto

secara administratif membentang mulai dari kecamatan

Ngantang hingga kecamatan Pujon dan meliputi 20 desa

dengan luas 23.804 ha. Bagian bawah DAS Kali Konto hulu

terletak di sebelah barat yang termasuk wilayah Kecamatan

Ngantang, pada ketinggian antara 600 – 1.400 m diatas

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 16

permukaan laut, meliputi luasan sekitar 10.800 (9044) ha.

Dalam hal ini termasuk juga Desa Tulungrejo. Desa

Tulungrejo memiliki sistem budidaya pertanian yang

kompleks dan beragam. Kawasan Desa Tulungrejo lebih

didominasi oleh agroforestri di daerah yang agak tinggi

dan sawah irigasi maupun tadah hujan di wilayah yang

lebih rendah. Diantaranya berkembang kebun-kebun campuran

berbasis pohon (kopi) milik masyarakat dan kebun kayu-

kayuan (hutan produksi) milik Perum Perhutani (Hairiah

et, al., 2010)

Penggunaan lahan pada Desa Tulungrejo berdasarkan

tingkatan bagian lereng tersaji pada tabel dibawah ini:

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 17

Stop 1: Hutan

Pengguna

an lahan

Tutupa

n

Lahan

Manfaa

t

Posis

i

Leren

g

Tingkat

Tutupan

Jumla

h

Spesi

es

Kerapat

an

C-

StockKano

pi

Seres

ah

Hutan

Produksi

Pinus K A S S 300 S 150Rumput

Gajah

D A S T 500 T 200

Pisang B A R R 50 R 100Waru K A R R 40 R 100Bambu K A R R 100 R 100Pakis D A R R 40 R 100Lamtor

o

B A R R 30 R 100

Stop 2: Agroforestri

No Pengguna

an Lahan

Tutup

an

Lahan

Manfa

at

Posi

si

Lere

ng

Tingkat

Tutupan

Juml

ah

spes

ies

Kerapa

tan

C-

stock

(ton/

ha)

Kano

pi

Seres

ah

1

Agrofore

stry

Kelap

a

Bu T S R 150 S 50

2 Kopi Bi T S T 350 T 803 Tebu K T R R 80 R 204 Rumpu

t

D T S T 289 T 80

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 18

gajah

Stop 3: Tanaman Semusim

N

o

Pengguna

an Lahan

Tutup

an

Lahan

manfa

at

Posis

i

Leren

g

Tingkat

Ketutuan

Jumla

h

Spesi

es

Kerapat

an

C-stok

Kanopi Seres

ah

1 Semusim Kubis D T S R 150 T 12 Jagun

g

Bi T R R 100 T 1

3 Rumpu

t

gajah

D T R R 22 R 1

4 Kelap

a

Bu T R R 25 R 1

5 Pisan

g

Bu T R R 20 R 1

6 Singk

ong

D, Bu T R R 8 R 1

7 Cabai B T R S 20 R 1

Stop 4: Tanaman Semusim dan Pemukiman

No Pengguna

an Lahan

Tutup

an

Lahan

Manfa

at

Posi

si

Lere

Tingkat

Tutupan

Jumla

h

spesi

Kerapa

tan

C-

stock

(ton/Kano Seres

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 19

ng pi ah es ha)1

Tanaman

semusim

dan

pemukima

n

Rumpu

t

gajah

D B R R Banya

k

S 1

2 Kelap

a

Bu B R R Banya

k

S 1

3 Pisan

g

Bu B R R Banya

k

S 1

4 Cabai Bi B R R Banya

k

S 1

5 Bambu K B R R Banya

k

S 1

6 Sawi D B R R Banya

k

S 1

Keterangan:

Manfaat : Bu (buah), D (daun), A (akar), Bi (biji),K

(Kayu)

Posisi Lereng : A (atas), T (tengah), B (bawah)

Tingkat tutupan Canopy dan seresah: T (tinggi), S

(Sedang), R (rendah)

Kerapatan : T (tinggi), R (rendah), S (sedang)

Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap kondisi

umum wilayah, karakteristik lansekap pada bentang lahan

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 20

yang diamati (titk/stop 3) adalah Relictual, yaitu

memiliki ekosistem alami kurang dari 10% dari bentang

lanskap. Hal ini terlihat dari penggunaan lahan di titik

tersebut yang didominasi lahan pertanian dengan komodias

kubis, jagung, cabai, rumput gajah dipematang sawah,

pohon pisang, kelapa dan ketela pohon di beberapa bagian

landskap.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di titik 3 dan di 3

titik lainnya dapat disimpulkan bahwa bentang lahan atau

lanskap di Desa Tulungrejo adalah relictual. Ini terlihat

dari tingginya tingkat dominasi lahan pertanian di daerah

tersebut, baik semusim maupun agroforestri. Sedangkan

untuk kawasan hutan, sudah merupakan hutan produksi,

dimana hanya sebagian kecil saja yang tetinggal dari

vegetasi alami. Terkait dengan pertanian berlanjut,

karakteristik Relictual tersebut, menandakan bahwa

intensifnya alih fungsi lahan dari ekosistem alami

menjadi lahan pertanian. Selain itu dari hasil pengamatan

dapat diketahui bahwa tingkat heterogenitas penggunaan

lahan di Desa Tulungrejo adalah besar. Besarnya tigkat

heterogenitas penggunaan lahan berpengaruh pada beberapa

aspek seperti penyinaran, siklus air dan hara, dan

sebaran hama dan penyakit.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 21

Gambar 1: Lanskap Pada Plot 3

3.1.2 indikator pertanian berlanjut dari aspek

biofosok

3.1.2.1 kualitas air

Pendugaan kualitas air dilakukan secara langsung

yang meliputi tingkat kekeruhan (turbidity),

suhu, pH, dan DO. Pendugaan ini berfungsi untuk

mengetahui tingkat kelayakan kegunaan air atau

kualiatas air yang tercermin dari pengelolaan

lahan pada skala lanskap dengan batasan DAS.

Hasil pengamatan yang dilakukan pada masing-

masing plot disajikan dalam tabel berikut:

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 22

Kualitas air merupakan tingkat kesesuaian air untuk

dipergunakan bagi pemenuhan kehidupan manusia, seperti

untuk air minum, irigasi, minuman ternak dan sebagainya

(Arsyad, 1989). Kualitas air ini juga mempengaruhi

pertanian yang ada di Desa Tulungrejo Kecamatan Ngantang.

Indikator kualitas air secara tidak langsung mencerminkan

bagaimana pengelolaan lahan pada skala lanskap dengan

batasan DAS. Kualitas air ini ditentukan dengan melihat

sifat fisik maupun kimia yang ada di daerah pengamatan

dengan parameter pengamatan meliputi (kekeruhan, suhu, pH

dan DO). Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air yang

dilakukan pada masing-masing plot pengamatan diperoleh

data seperti pada tabel di atas.

Terdapat tiga jenis pendugaan kualitas air sungai

yaitu fisik (suhu dan kekeruhan), kimia (pH dan DO) dan

biologi (dengan melihat banyaknya hewan di sungai),

tetapi pendugaan secara biologi pada praktikum ini tidak

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 23

dilakukan. Pendugaan kualitas air sungai ini hanya

dilakukan aspek fisik yaitu dengan mengukur tingkat

kekeruhan dan suhu air, dan aspek kimia, yaitu dengan

mengukur tingkat pH dan oksigen terlarut atau Dissolve

Oxygen (DO). Mengukur kekeruhan berarti menghitung

banyaknya bahan-bahan terlarut dalam air misalnya lumpur,

alga, detritus, dan kotoran lokal lainnya. Apabila

kondisi air semakin keruh, maka cahaya matahari yang

masuk ke air semakin berkurang sehingga mengurangi proses

fotosisntesis tumbuhan air. Selain itu, tingkat kekeruhan

air mencerminkan jumlah sedimen yang terkandung dalam air

sungai, yang berarti semakin besar jumlah sedimen

menunjukkan bahwa di lereng bagian atas telah terjadi

erosi tanah dan/atau longsor pada tebing sungai. Jadi,

besarnya erosi terkait dengan penggunaan lahan dan

praktek konservasi tanah dan air. Tingginya erosi

menunjukkan bahwa pengelolaan lahan tidak memenuhi kaedah

konservasi tanah dan air. Metode cepat untuk mengukur

kekeruhan di lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan

‘Secchi disk’ atau piringan yang berwarna hitam-putih.

‘Secchi disk’ ini digunakan sebagai tanda batas pandangan

mata untuk mengamati ke dalam air, semakin keruh air,

batas penglihatan mata semakin dangkal.

Pengukuran suhu merupakan faktor penting dalam

keberlangsungan proses biologi dan kimia yang terjadi

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 24

dalam di dalam air. Tinggi rendahnya suhu berpengaruh

pada kandungan oksigen di dalam air, proses fotosintesis

tumbuhan air, laju metabolisme organisme air dan kepekaan

organisme terhadap polusi, parasit dan penyakit. Selain

suhu dan kekeruhan, indicator yang digunakan untuk

menilai kulaitas air adalah pH dan oksigen terlarut.

Kondisi optimum pH air bagi makhluk hidup adalah pada

kisaran 6,5 – 8,2. Kondisi pH yang terlalu masam atau

terlalu basa akan mematikan makhluk hidup yang ada di

air. Oksigen terlarut/Dissolve Oxygen (DO) merupakan oksigen

yang ada di dalam air yang berasal dari oksigen di udara

dan hasil fotosintesis tumbuhan air. Oksigen terlarut

sangat dibutuhkan tumbuhan dan hewan air, kekurangan

oksigen terlarut akan mematikan tumbuhan dan hewan air.

kekeruhan air dapat dihitung atau diketahui dari

hasil pengukuran dan perhitungan dan konsenterasi tingkat

kekeruhan air. Metode paling cepat untuk mengukur tingkat

kekeruhan air di lapangan adalah dengan menggunakan

'Secchi disc' atau piringan berwarna hitam-putih (Rahayu

et.al.,2009). Pada ulangan 1, 2, dan 3pada kedalaman 40

cm tampak warna hitam putihnya. Pengukuran konsentrasi

sedimen hasil pngukuran “Secchi disc” dapat diduga dengan

mempergunakan persamaan berikut:

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 25

Konsentrasi Sedimen (mg/l) : 9,76611e -0,136D

Perhitungan kekeruhan air:

Konsentrasi Sedimen (mg/l) : 9,76611e -0,136.40

: 5.849 mg/l

Gambar 2: Pengukuran Ph dan Kekeruhan Air

Menggunaakan Secchi Disc

Berdasarkan hasil pengamatan pada Plot 3 dengan 3

kali ulangan diketahui tingkat kekeruhan airnya yaitu

40cm, 40cm, dan 40cm. Berdasarkan hasil pengamatan

kekeruhan air, kualitas air pada daerah tersebut bisa

dikategorikan cukup baik. Suhu air pada plot 3 rata-rata

yaitu 28.12 dengan pH rata-rata 6.79 dan oksigen terlarut

rata-rata 2.32. Plot 1 suhu air 28.09, pH 6.94, dan nilai

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 26

DO 2.66. Plot 2 suhu air 28.11, pH 6.90, dan nilai DO

2.25. Dan, plot 4 suhu air 27.54, pH 6.58, dan nilai DO

1.95. Berdasarkan nilai DO dan pH pada plot 3, kualitas

air di Desa Tulungrejo dapat dimasukkan atau

dikategorikan dalam kelas III (PP no 82 tahun 2001 pasal

8). Kelas III menurut PP no 82 tahun 20001 pasal 8 yaitu,

air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk

mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

tersebut. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa

kualitas air kurang baik. Hal ini dikarenakan pada pH

yang netral atau optimal nilai oksigen terlarut di dalam

air rendah. Semakin tinggi tingkat kelas suatu kondisi

kualitas air menunjukkan bahwa pengelolaan lahan pada

skala lansekap tidak termasuk dalam kategori pertanian

berlanjut karena menunjukkan bahwa air sudah tercemar

(Saputra, et. al, 2014). Kualitas air di Desa Tulungrejo

ini rendah dapat diakibatkan adanya aktifitas pertanian

seperti pemupukan dan penggunaan pestisida. Menurut

Agustiningsih (2012), kegiatan pertanian terutama akibat

menggunakan pupuk dan pestisida akan mempengaruhi

kualitas air sungai melalui buangan dari lahan pertanian

yang masuk ke badan air

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 27

Data hasil pengamatan yang dilakukan pada plot

lainpun tidak jauh berbeda dengan hasil pengamatan pada

plot 3. Sehingga berdasarkan indikator kualitas air ini

dapat disimpulkan bahwa pertanian di Desa Tulungrejo

tidak merupaka pertanian berlanjut. Meskipun begitu

indikator pertanian berlanjut tidak haya dilihat dari

indikator kualitas air , tetapi bisa dilihat dari

indikator yang lain seperti aspek sosial ekonomi, hama

penyakit tanaman, dan biodiversitas tanaman.

3.1.2.2 Biodiversitas Tanaman

a. Biodiversitas Tanaman Pangan dan Tahunan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan

oleh setiap kelompok diberbagai plot ditemukan

keanekaragaman spesies tanamn yang berbeda pada

masing-masing bentuk tutupan lahan dalam sekala

lanskap. Berikut ini merupakan tabel pengamatan

biodiversitas tanaman pangan dan tahunan disetiap plot

tutupan lahan:

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 28

Tabel 1. Biodiversitas Tanaman Pangan dan Tahunan

a. Analisa Vegetasi

Plot 1 Tutupan Lahan Hutan

Tabel 2. Perhitungan Analisis Vegetasi

Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDRRumput

Gaja

7,

5

24,19

% 1 40%

3846,

5

3846,

5

76,26

%

100,

97

33,

65

Krokot

10

,5

33,87

%

0,

5 20% 706,5 706,5 14%

48,0

7

16,

02Gulma

X1

13

,5

43,50

% 1 40%

409,6

25

409,6

25 8,12%

53,5

2

17,

84

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 29

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 30

Tabel 3 Identifikasi dan Analisis Gulma

Titik

Pengambilan

Sampel

Kelebatan Gulma

Lebat

(>50%)

AgakLebat (25-

50%)

Jarang

(<25%)Titik 1Titik 2

H’=- (∑¿N In

¿N)

= - (∑100,97202,56 In

100,97202,56) + (

48,07202,56 In

48,07202,56) + (

53,52202,56 In

53,52202,56)

=1,36 (1,0 < H’ < 3,322)

(1,0 < H’ < 3,322)

Keragaman sedang

Produktifitas cukup

Kondisi ekonomi cukup seimbang

Tekanan ekologi sedang

Plot 2 Tutupan Lahan Agroforestri

Tabel 5. Perhitungan Analisis Vegetasi

Spesi

es KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR

X3

1,

5

37,

5

0,

5 50%

107466,

5

107466,

5

31,6

%

119,

1 39,7X4 2, 62, 0, 50% 232309, 232309, 68,3 180, 60,2

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 31

5 5 5 76 76 % 8

X5 1 10%

0,

5 50%

241799,

62

241799,

62

99,9

%

159,

9 53,3Rumpu

t

Manil

a 4 80%

0,

5 50% 126,38 126,38

0,05

%

130,

05 43,3

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 32

Tabel 7 Identifikasi dan Analisi Gulma

Titik

Pengambilan

Sampel

KelebatanGulma

Lebat

(>50%)

AgakLebat (25-

50%)

Jarang

(<25%)Titik 1 √Titik 2 √

H’=- (∑¿N In

¿N)

= - (∑119,1589,85 In

119,1589,85) + (

180,8589,85 In

180,8589,85) + (

159,9589,85 In

159,9589,85) + (

130,05589,85 In

130,05589,85)

=1,36 (1,0 < H’ < 3,322)

(1,0 < H’ < 3,322)

Keragaman sedang

Produktifitas cukup

Kondisi ekonomi cukup seimbang

Tekanan ekologi sedang

Plot 3 Tutupan Lahan Tanaman Semusim

Tabel 8. Perhitungan Analisis Vegetasi Titik 1

Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR

Krokot

24,

5

47,1

1% 1 28% 30,66 30,66

8,55

% 55,69

18,5

6

Bayam 2

3,85

% 1 28% 63,58 63,58

17,7

1% 21,85 7,28

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 33

Rumputt

eki

22,

5

43,2

7% 1 28% 200,96 200,96

56,0

1% 99,56 3,19Babando

tan 3

5,77

%

0,

5 14% 63,58 63,58

17,7

2% 23,63 7,88

H’ Krokot = - (∑¿N In

¿N)

= - (∑55,60200,73 In

55,69200,73)

=0,36(H’<1)

Keragaman rendah

Miskin sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang

rendah

Ekosistem tidak stabil

H’ Bayam =- (∑¿N In

¿N)

= - (∑21,85200,73 In

21,85200,73)

=0,24(H’<10)

Keragaman rendah

Miskin sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang

rendah

Ekosistem tidak stabil

H’ Rumput teki =- (∑¿N In

¿N)

= - (∑99,56200,73 In

99,56200,73)

=0,35(H’<10)

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 34

Keragaman rendah

Miskin sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang

rendah

Ekosistem tidak stabil

H’ Bandotan =- (∑¿N In

¿N)

= - (∑23,63200,73 In

23,63200,73)

= 0,25(H’<10)

Keragaman rendah

Miskin sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang

rendah

Ekosistem tidak stabil

Tabel 9. Perhitungan Analisis Vegetasi Titik 2

Spesi

es

KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR

Kroko

t

15,

5

67,

39%

1 25% 30,66 30,66 2,28% 69,9

2

23,3

1Bayam 1 4,35% 1 25% 63,58 63,58 4,73% 9,33 3,11Rumpu

teki

5 21,74

%

1 25% 200,9

6

200,9

6

14,96

%

36,9

5

12,3

2

Rumpu

t

resap

1 4,35% 0,

5

12% 1017,

36

1017,

37

75,74

%

80,2

15

26,7

4

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 35

Padi 0,5 4,35% 0,

5

12% 30,66 30,66 2,28% 6,75

5

2,26

Tabel 10 IdentifikasidanAnalisisGulma

Titik

Pengambilan

Sampel

KelebatanGulma

Lebat

(>50%)

AgakLebat (25-

50%)

Jarang

(<25%)Titik 1 √Titik 2 √

H’ Krokot = - (∑¿N In

¿N)

=- (∑69,92203,17 In

69,92203,17)

=0,36(H’<1,0)

Keragaman rendah

Miskin sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang

rendah

Ekosistem tidak stabil

H’ bayam = - (∑¿N In

¿N)

=- (∑9,33203,17 In

9,33203,17)

=0,15(H’<1,0)

Keragaman rendah

Miskin sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang

rendah

Ekosistem tidak stabil

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 36

H’ rumput teki = - (∑¿N In

¿N)

=- (∑36,95203,17 In

36,95203,17)

=0,31(H’<1,0)

Keragaman rendah

Miskin sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang

rendah

Ekosistem tidak stabil

H’ rumput resap = - (∑¿N In

¿N)

=- (∑80,215203,17 In

80,215203,17)

=0,37(H’<1,0)

Keragaman rendah

Miskin sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang

rendah

Ekosistem tidak stabil

H’ padi = - (∑¿N In

¿N)

=- (∑6,755203,17 In

6,755203,17)

=0,105(H’<1,0)

Keragaman rendah

Miskin sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang

rendah

Ekosistem tidak stabil

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 37

Plot 4 Tutupan Lahan Tanaman Semusim dan Pemukiman

Tabel 11. Perhitungan Analisis Vegetasi Titik 1

Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR

Teki

29

,5

41,54

% 1

33,33

% 314 314 0,32%

75,

19

25,0

6

Krokot 28

39,44

% 1

33,33

%

23766,

67

23766,

67

24,35

%

97,

12

32,3

7Rumput

gajah

paitan

13

,5

19,01

% 1

33,33

%

73504,

26

73504,

26

75,32

%

75,

32

42,5

5

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 38

Tabel 12. Perhitungan Analisis Vegetasi Titik 2

Spesie

s

KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR

Krokot 15,

5

67,

3%

1 25% 30,66 30,66 2,28% 69,92 23,3

1Bayam 1 4,35% 1 25% 63,58 63,58 4,73% 9,33 3,11Rumput

teki

5 21,74

%

1 25% 200,96 200,96 14,96

%

36,95 12,3

2

Rumput

resap

1 4,35% 0,

5

12% 1017,3

6

1017,3

7

75,74

%

80,21

5

26,7

4Padi 0,5 4,35% 0,

5

12% 30,66 30,66 2,28% 6,755 2,26

a. Identifikasi Gulma Tiap Plot

Plot 1 Tutupan Lahan Hutan

Tabel 13. Identifikasi dan Analisis Gulma Titik 1

Nama

lokal

Nama

Ilmiah

Lokasi

Sampel

Jumlah Fungsi Gambar

Rumput

Gajah

Pennisetum

purpureum

Plot

1.1

(Hutan

)

15 Gulma

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 39

Krokot Portulaca

oleracea

Plot

1.1

(Hutan

)

21 Gulma

Gulma x

(daun

bergeri

gi)

Gulma x

(daun

bergerig

i)

Plot

1.1

(Hutan

)

27 Gulma

Tabel 14. Identifikasi dan Analisa Gulma Titik 2

Nama

lokal

Nama

Ilmiah

Lokasi

Sampel

Jumlah Fungsi Gambar

Rumput

Gajah

Pennisetu

m

purpureu

m

Plot

1.2

(Hutan

)

28 Gulma

Gulma

berdaun

sempit

Gulma

(daun

bergeri

gi)

Plot

1.2

(Hutan

)

12 Gulma

Plot 2 Tutupan Lahan Agroforestri

Tabel 15. Identifikasi dan Analisis Gulma Titik 1

Nama

lokal

Nama

Ilmiah

Lokasi

Sampel

Jumlah Fungsi Gambar

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 40

Gulma

berdaun

lebar

Gulma

berdaun

lebar

Plot

2.1

3 Gulma

Gulma

berdaun

lebar

Gulma

berdaun

lebar

Plot

2.1

5 Gulma

Tabel 16. Identifikasi dan Analisa Gulma Titik 2

Nama

lokal

Nama

Ilmiah

Lokasi

Sampel

Jumlah Fungsi Gambar

Gulma

berdaun

lebar

Gulma

berdaun

lebar

Plot

2.2

2 Gulma

Rumput

Manila

Zoysia

matrella

Plot

2.2

8 Gulma

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 41

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 42

3 Tutupan Lahan Tanaman Semusim

Tabel 17. Identifikasi dan Analisis Gulma Titik 1

Nama

lokal

Nama

Ilmiah

Lokasi

Sampel

Jumlah Fungsi Gambar

Krokot Portulaca

oleracea L.

Plot

3.1

49 Gulma

Bayam Amaranthu

s spinosus

Plot

3.1

4 Gulma

Rumputt

eki

Bandota

n

Cyperus

roduntus

Ageratum

conyzoides

Plot

3.1

Plot

3.1

45

6

Gulma

Gulma

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 43

Tabel 18. Identifikasi dan Analisa Gulma Titik 2

Nama

lokal

Nama

Ilmiah

Loka

si

Samp

el

Juml

ah

Fungs

i

Gambar

Kroko

t

Portulaca

oleracea L.

Plot

3.2

31 Gulma

Bayam

Rumpu

teki

Amaranth

us

spinosus

Cyperus

roduntus

Plot

3.2

2

10

Gulma

Gulma

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 44

Suket

resap

Padi

Ischaemu

m

timorens

e

Oryza

sativa

2

1

Gulma

Plot 4 Tutupan Lahan Tanaman Semusim dan Pemukiman

Tabel 16. Identifikasi dan Analisis Gulma Titik 1

Nama

lokal

Nama Ilmiah Loka

si

Samp

el

Juml

ah

Fung

si

Gambar

Rumputt

eki

Cyperusrotundu

s

Plot

4.1

34 Gulm

a

Krokot Portulaca Plot 22 Gulm

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 45

4.1 a

Rumput

gajah

Occonopuscomp

resus

Plot

4.1

15 Gulm

a

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 46

Tabel 17. Identifikasi dan Analisa Gulma Titik 2

Nama

lokal

Nama

Ilmiah

Lokas

i

Sampe

l

Jum

lah

Fungs

i

Gambar

Rumputt

eki

Cyperusrotun

dus

Plot

4.1

25 Gulma

Krokot Portulaca Plot

4.1

36 Gulma

Rumputg

ajah

Occonopusco

mpresus

Plot

4.1

12 Gulma

PEMBAHASAN

Indikator biodiversitas menggambarkan keaneka ragaman

hayati meliputi keberadaan flora dan fauna.

Keberadaan fauna terkait erat sebagai inang atau

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 47

tempat hidup bagi fauna yang ada, hal ini penting

mengingat fungsinya dalam polinasi, siklus air dan

hara, penyerapan (sequestrasi) karbon, pengendalian

hama dan penyakit (musuh alami), menjaga keutuhan

rantai makanan, dan penyebaran biji.

Keragaman Tanaman Pangan/Tahunan Informasi penggunaan

lahan pertanian (landuse) dan tanaman-tanaman yang

ada diatasnya sangat penting bagi pengelolaan lahan

skala lansekap. Penggunaan lahan dengan hamparan

tanaman semusim, tanaman tahunan maupun kombinasi

diantara keduanya mempunyai karakteristik berbeda-beda

baik secara ekologi, sosial maupun ekonomi. Pengelolaan

budidaya tanaman skala lansekap terdiri dari

perencanaantanaman beserta system budidayanya,

keterkaitan antar penggunaan lahan serta rencana

upaya konservasi lahan skala plot maupun skala

lansekap. Salah satu upaya konservasi dalam budidaya

pertanian diantaranya menerapkan pemilihan tanaman

budiaya berdasarkan kemiringan lahan. Adanya

keanekaragaman spesies gulma dipengaruhi oleh jenis

tanaman budidaya pada setiap tutupan lahan.

Jenis gulma yang berda terlihat pada plot yang kami

amati yaitu plot 2 dengan tutupan lahan agroforestri

dengan penggunaan lahan tanaman kopi dimana spesies gulma

tersebut berbeda dengan gulma-gulma yang ada pada plot

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 48

lain, hal ini pun dipengaruhi oleh tanaman budidaya yang

ada disekitar gulma tersebut. Semakin beranekaragam

tutupan lahan maka semakin beranekaragam pula jenis gulma

yang ada.

Identifikasi Gulma di Lapang Dalam mengidentifikasi

macam spesies gulma di lapang, dapat dilakukan cara-

cara sebagai berikut :

1.Membandingkan tumbuhan gulma dengan gambar, foto

atau ilustrasi gulma yang tersedia

2.Membandingkan dengan determinasi dari spesies

gulma yang kita duga

3.Mencari sendiri melalui kunci identifikasi

4.Konsultasikan pada ahli di bidang yang bersangkutan

Data kualitatif vegetasi gulma menunjukkan

bagaimana suatu spesies gulma tersebar dan

berkelompok, stratifikasinya,periodisitas (seringnya

ditemukan) dan pola komposisi macam spesiesnya.

Untuk memperoleh data kualitatif tersebut perlu

ditentukan macam peubah pengamatannya, penetapan luas

dan jumlah petak contoh, serta penyebaran hasil-

hasil pengamatannya.

3.1.2.3 Biodiversitas Hama Dan Penyakit

Tabel 3.Komposisi peran arthropoda dalam hamparan

plot 1 ( hutan)

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 49

Lokasi

Pengambila

n Sampel

Jumlah Individu Presentase (%)

H MA SLTota

lH MA SL

Titik 1 2 4 2 8 25 % 50 % 20 %Titik 2 17 6 0 23 74 % 26 % 0 %Titik 3 11 3 1 15 73 % 20 % 7 %Titik 4 6 13 1 20 30 % 65 % 5 %Titik 5 3 2 5 10 30 % 20 % 50 %Total 39 28 9 76 51,3% 36,8% 11,9%

Diketahui dari hasil fieldtrip dapat ditemukan

presentase hama (51,3%), musuh alami (36,8%) dan serangga

lain (11,9%). Banyaknya keragaman dapat mempengaruhi

kondisi biodeversitas di plot tersebut (hutan produksi).

Hutan produksi sendiri memiliki biodeversitas yang tinggi

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 50

sehingga keseimbangan ekosistem yang dapat memicu

ekosistem yang berkelanjutan. Hutan produksi merupakan

hutan yang telah adanya campur tangan manusia, sehinngga

kondisi yang semulanya seimbang dengan kehidupan liar

(hutan) perlahan akan ada perubahan yang disebabkan oleh

adanya campur tangan manusia, yang berusaha memenuhi

kebutuhannya.

Tabel 6. Komposisi peran arthropoda dalam hamparan

plot 2 (Agroforestri)

Titik

pengambi

lan

sampel

Jumlah individu Prosentase

H MA SL Total H MA SL

Titik 1 1 2 1 4 25 % 50% 25%Titik 2 2 2 0 4 50 % 50% 0%Titik 3 0 2 0 2 0 % 100% 0%Titik 4 6 2 1 9 67% 22% 11%Titik 5 3 1 2 6 50% 17% 33%Total 12 9 4 25 48% 36% 16%

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 51

Seperti pada plot 1, salah atu indicator dalam

keberlanjutan suatu agroekosistem, dipengaruhi oleh

banyaknya biodeversitas pada plot tersebut. Pada

plot 2 (agroforestri) ditemukan komoditas kopi

sebagai tanaman tahunan, ditemukan banyak keragaman

baik yang berperan sebagai hama (48%), musuh alami

(36%), dan serangga lain (16%). Sistem agroforestri

yang memedukan tanaman tahunan dan musiman,

merupakan salah satu upanya untuk meningkatkan

biodeversitas sehingga ekosistem tersebut dapat

berkelanjutan. Pada plot 2 ini, tanaman kopi

mendominasi, sehingga persentase hama lebih banyak

daripada musuh alami maupun serangga lain.

Dikarenakan kurang adanya tanaman pagar yang

berfungsi sebagai tempat hidu musuh alami maupun

serannga lain.

Tabel 9. Komposisi peran arthropoda dalam hamparan

plot 3 (tanaman semusim)

Titik

pengambi

lan

Jumlah individu ProsentaseH MA SL total H MA SL

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 52

sampelTitik 1 3 1 2 6 50 % 17 % 33 %Titik 2 1 2 15 18 6 % 11 % 83 %Titik 3 2 1 14 17 12 % 6 % 82 %Titik 4 0 1 2 3 0 % 33 % 67 %Titik 5 0 1 3 4 0 % 25 % 75 %Total 6 6 36 48 17 % 17 % 66%

Pada plot 3 (tanaman musiman) dapat ditemukan dominasi

suatu komponen [serangga lain (66%), hama (17%), dan

musuh alami (17%)] mengakibatkan tidak seimbangnya suatu

ekosistem yang memacu suatu ekosistem yang tidak

berkelanjutan. Serangga lain dapat mempunyai peran

sebagai hama atau musuh alami maupun pollinator. Dominasi

suatu komponen dapat memberikan dampak yang buruk bagi

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 53

ekosistem di plot tersebut, apalagi plot tanaman musiman

diolah secara intensif sehingga degradasi ekosistem

tesebut akan berjalan cepat dan merupakan salah satu

idikator ekosistem yang tidak berkelanjutan.

Tabel 12. Komposisi peran arthropoda dalam hamparan

plot 4 (tanaman semusim+pemukiman)

Titik

Pengambil

an Sampel

Jumlah Individu Prosentase

H MA SL Total H MA SL

Titik 1 2 0 7 9 22 % 0 % 78 %Titik 2 1 0 4 5 20 % 0 % 80 %Titik 3 1 0 6 7 14 % 0 % 86 %Titik 4

3 0 33 36 8,3 % 0 %91,7

%Total

7 0 50 5712,3

%0 %

87,7

%

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 54

Plot terakhir atau 4 (pemukiman dan tanaman semusim),

dapat ditemukan persentase hama (12,3%), musuh alami (0%)

dan serangga lain (87,7%). Pengendalian yang intesif

(dekt pemukiman) dari petani menimbulkan dampak ketidak

berlanjutan ekosistem tesebut. Dari hasil yang didapat,

hama berkebng dengan bebas tanpa ada yang mengendalikan

(musuh alami) Ada pula dominasi salah satu komponen

menyebabkan ketidak seimbangan suatu agroekosismen,

kesimbangan ketiga komponen sangat memberikan dampak

terhadap ekosistem tersebut.

3.1.2.3.1 Analisis Lanscape

Agroekosistem yang baik salah satu indikatornya

memiliki biodiversitas yang tinggi. Dengan memiliki

biodiversitas yang tinggi semakin komplek suatu

agroekosistem maka semakin panjang pula rantai makanan

pada lahan tersebut, jadi antara hama dan musuh alaminya

seimbang, tidak ada dominansi spesies di lahan

agroekosistem tersebut.

Rekomendasi dari kelompok yang kami tawarkan untuk

meningkatkan keseimbangan agroekosistem di plot 1 hutan

produksi tanaman pinus dan rumput gajah yaitu berupa

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 55

penanaman tanaman pagar atau tanaman perdu (leguminosa) di

pinggir jalan akses menuju hutan produksi. Fungsi tanaman

pagar ini dapatsebagai tempat berlindung musuh alami

maupun serangga lain sehingga biodeversitas pada lahan

tersebut menjadi tinggi. Selain itu, tanaman pagar atau

perdu (leguminosa) mampu mengikat nitrogen, sehingga dapat

dijadikan pupuk hijau yang mengandung banyak unsur

nitrogen.

Rekomendasi yang dianjurkan pada plot 2 adalah,

penanaman tanaman pagar sebagai tempat hidup musuh alami

yang notabenya sebagai agen hayati untuk mengendalikan

populasi hama serta sebagai tempat bernaung serangga lain

yang dapat memberikan dampak positif pada plot tersebut

(rantai makanan semakin anjang dan kompleks). Sedangkan

Rekomendasi yang dianjurkan untuk plot 3 adalah, adanya

rotasi tanaman setiap musism tanam yang tidak memiliki

family yang sama sehingga dapat mengurangi dominasi suatu

komponen tersebut. Penambahan tanaman pagar seperti pada

plot 1 dan 2 yang berfungsi sebagai tempat hidup musuh

alami maupun serangga lain. Selanjutnya ada plot 4

rekomendasinya adalah, penanaman tanaman pagar yang dpat

mendatangkan musuh alami (tanaman yang berbunga, tidak

memiliki akar yg dalam, dan tidak memiki daun lebar)

ditujukan untuk sebagai tempat hidup musuh alami dan

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 56

tidak merusak tanaman budidaya (akar dalam, dan tutupan

kanopi)

Secara keseluruhan diharapkan pada masing-masing

plot mampu menjaga tingkat biodiversitasnya sehingga daya

dukung lahannya pun dapat meningkat. Salah satu cara agar

rantai makanan tiap-tiap organisme dalam masing plot

seimbang maka perlu ditambahkan tanaman pagar yang

berbunga, tidak berakar dalam, tidak berdaun leba.

3.1.2.4 Cadangan Karbon

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 57

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 58

Tabel Nilai C-Stock pada berbagai teknis penggunaan lahan

dan kerapatan pohon

No. Penggunaan

Lahan

Kerapatan

Pohon

Above Ground C-

Stock1 Hutan T 250

S 150R 100

2 Agroforestry T 80S 50R 20

3 Tanaman

Semusim

- 1

Indikator karbon terkait dengan isu pemanasan global

yang berkembang saat ini adalah berhubungan dengan

keberadaan pohon dan ekosistem yang terbentuk. Emisi

karbon dapat dikurangi dengan menjaga keberadaan hutan

karena berfungsi sebagai penyerap karbon di udara dan

menyimpannya dalam waktu yang lama. Peran lanskap dalam

menyimpan karbon bergantung pada besarnya luasan tutupan

lahan hutan alami dan lahan pertanian berbasis pepohonan

baik tipe campuran (agroforestri) atau monokultur

(perkebunan).

Pada setiap titik pengamatan yang ada di Desa

Tulungrejo mempunyai penggunaan lahan yang berbeda satu

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 59

dengan yang lain. Pada titik pertama yaitu hutan masih

memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi meskipun telah

berubah menjadi hutan produksi. Selain kerapatan

vegetasinya yang tinggi, biodiversitas yang ada di

dalamnya juga beragam, mulai dari tanaman tahunan sampai

tanaman musiman. Nilai c-stok yang ada pada plot 1 ini

bisa diberikan nilai 200 karena kerapatan vegetasi yang

masih terjaga. Sedangkan pada plot atau titik yang lain

seperti pada titik 2, tingkat kerapatnnya tanaman masih

cukup tinggi karena merupakan lahan agroforestri. Pada

lahan ini telah terjadi campur tangan manusia, sehingga

nilai c-stok yaitu 100. Pada titik 3 dan 4 kerapatan

tanaman semakin rendah dengan penggunaan lahan berupa

lahan tanaman semusim dan campuran antara tanaman semusim

dengan pemukiman. Dalam titik ini campur tangan manusia

sangat banyak dalam ekosistem. Nilai c-stok di titik 3

dan 4 sangan sedikit yaitu 1 karena rendahnya kerapatan

tanaman. Setiap plot mempunyai nilai c-stokyang berbeda

dikarenakan penggunaan lahannya berbeda dan komposisi

tanaman yang berbeda. Menurut Hanafi dan Biroum (2012),

beralihnya sistem penggunaan lahan dari hutan alam

menjadi lahan pertanian, perkebunan atau hutan produksi

atau hutan tanaman industri mengakibatkan terjadinya

perubahan jenis dan komposisi spesies di lahan tersebut.

Perubahan yang terjadi akibat kegiatan eksploitasi hutan

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 60

berpengaruh terhadap hasil serapan dan penyimpanan karbon

di daratan.

Jadi secara umum cadangan C stock di Desa Tulungrejo

termasuk dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan

sebagian besar lahan sudah terjadi alih fungsi lahan

yang kemudian didominasi oleh budidaya tanaman semusim

atau campuran. Walaupun terdapat hutan yang memiliki

cadangan C-stock yang tinggi, namun luasannya tidak

sebanding dengan luasan lahan yang terbuka yang menjadi

lahan budidaya oleh warga sekitar. Untuk mempertahankan

atau meningkatkan kandungan c-stock pada lahan tersebut,

perlu adanya perubahan system budidaya dengan dari

budidaya tanaman monokultur (semusim atau campuran)

menjadi system budidaya agroforestri. Sistem budidaya

agroforestri merupakan perpaduan antara tanaman semusim

dan tahunan, yang dimana tanaman tahunan dapat menyerap

carbon sehingga cadangan c-stock menjadi lebih meningkat.

Peran lanskap dalam kaitannya dengan pertanian berlanjut

adalah dengan mengembalikan hara kedalam tanah melalui

seresah taman budidaya.

3.1.3 Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi

3.1.3.1 Economically viable (Keberlanjutan Secara Ekonomi)

Profil Petani dan Usahatani

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 61

Pada plot 1, petaninya yaitu Bapak Muslimin yang

berumur 36 tahun. Beliau adalah petani kopi yang sukses

karena membudidayakan kopi secara semi organik.

Pekerjaan sampingan beliau adalah sebagai peternak

dengan ternak kambing. Sistem penggunaan yang diamati

pada daerah plot 1 ini adalah daerah hutan dengan

berbagai macam tanaman tahunan yang dibudidayakan.

Tanaman tersebut antara lain, kopi sebagai tanaman

utama, kemudian pinus, pisang, durian dan merica yang

masih sedikit dibudidayakan.

Pada plot 2, petaninya bernama Bapak Nurhadi, di plot

tersebut merupakan plot agroforestri. Bapak nurhadi

memiliki lahan budidaya seluas 0.75 ha, lahan tersebut

merupakan lahannya sendiri. Jenis komoditas yang ditanam

di lahan beliau adalah kopi, durian dan cengkeh. Bapak

Nurhadi menerapkan sistem budidaya tanaman agroforestri

sederhana dimana ada 3 tanaman tahunan yang ditanam di

lahan beliau.

Pada plot 3, Bapak Suin adalah nama petani yang

berada pada plot 3 yang berusia 50 tahun. Dalam lahan

yang disewa seluas 0.5 ha ini beliau menanam kubis

secara semi organik. Selain berprofesi sebagai petani

Bapak Suin ini memiliki pekerjaan sebagai peternak sapi

sebanyak 3 ekor sapi yang dimilikinya.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 62

Pada Plot 4, petani di desa Tulungrejo memiliki lahan

tegal seluas 150 m2 untuk tanaman sawi dan kubis

sedangkan 450 m2 untuk tanaman kentang. Bibit serta

pupuk yang digunakan selama budidaya yaitu dengan

membeli sedangkan untuk tenaga kerjanya menggunakan

buruh. Jadi dalam pemenuhan bibit serta pupuk petani

tidak mampu menyediakan sendiri. Untuk mencukupi

kebutuhan usahataninya, petani memakai modal 50% nya

dari koperasi.Hasil pertanian dari Bapak Supardi ini

dijual melalui tengkulak dengan harga yang wajar. Dari

hasil usaha tani nya ini sudah cukup mampu untuk

memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun, perlu adanya

suatu analisis usaha tani agar dapat mengetahui tingkat

kelayakan dari usaha tani tersebut.

Pada plot 1 dan 2 masih menggunakan teknik budidaya

yang masih memperhatikan tingkat biodiversitas seperti

wilayah hutan dan agroforestry tanaman kopi. Sedangkan

pada plot 3 dan 4 lebih kepada usaha tani yang sangat

intensif.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 63

Analisis Biaya

Plot 1

Dari hasil wawancara sistem usahatani yang

digunakan oleh petani kopi pada hutan tersebut,

didapatkan analisis biaya usahatani per musim panen

kopi (selama satu tahun/12 bulan) adalah sebagai

berikut :

a) Tabel Biaya Usaha Tani

Tabel 1. Penerimaan Petani (TR)

Jenis

tanaman

Luas

Tanam

Jumlah

Produksi

(kg)

Harga /

unit

(Rp)

Nilai

produksi

(Rp)Kopi 0,5 ha 4.000 5.000 20.000.00

0Total 20.000.00

0

Tabel 2. Biaya Produksi (TC)

Jenis

Penggunaan

Unit Harga/unit

(Rp)

Jumlah

Biaya (Rp)Pupuk P

(SP36)

4 sak / 50

kg

116.000 /

sak

464.000

Setor ke

perhutani

0,5 ha 250.000 /

0,5 ha

250.000

Tenaga Kerja

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 64

- Pengola

han lahan

dan Tanam

- Perawat

an

- Panen

2 orang

4 orang

2 orang

50.000 /

orang

50.000 /

orang

50.000 /

orang

100.000

200.000

100.000

Total 1.114.000

b) Analisis Kelayakan Usaha Tani

Keuntungan = TR – TC

= Rp 20.000.000,00 – Rp 1.114.000,00

= Rp 18.860.000,00

R/C ratio = TR / TC

= Rp 20.000.000 / Rp 1.114.000,00

= 17,95

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 65

Plot 2

1. Tanaman kopi

a. Biaya tetap

No UraianJumlah

(Unit)

Harga

PerhitunganBiaya

1 Sewa

lahan7500 m2

Rp.

6.000.000,00

Rp.

6.000.000,002 Sewa

Alat- - -

3

Penyusut

an alat

-Cangkul

-Sabit

2

2

((Rp.

125.000,00 –

Rp.

10.000,00)/3

thun) x 2 unit

((Rp.50.000,00

Rp.5000,00)/3

tahun) x 2

unit

Rp. 76.666,00/

masa tanam

Rp.

30.000,00/masa

tanam

Total Biaya Tetap

Rp. 6.106.666,00

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 66

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 67

b. Biaya variabel

No UraianJumlah

(unit)Harga Biaya

1. Benih/

bibit :

kopi

1200

bibit

1200 x Rp.

2000,00

Rp.

2.400.000,00

2.

3.

Pupuk :

- kandang

- kompos

Tenaga

kerja :

-

Persiapan

lahan

(2 laki-

laki)

-Tanam

(2 laki-

laki)

-Pemupukan

(1 laki-

laki)

-Panen

( 2 laki-

100 kg

50 kg

2 hari

2hari

1 hari

2 hari

2 hari

100 x Rp

3000

50 x

Rp.1900,00

Rp.

35.000,00 x

2 x 2 hari

Rp. 35.000

x 2 x 2

hari

Rp. 35.000

x1 hari

Rp. 35.000

x 2 x 2

hari

Rp.

300.000,00

Rp.

95.000,00

Rp.

140.000,00

Rp.

140.000,00

Rp.

35.000,00

Rp.

140.000,00

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 68

laki)

(1

perembuan)

Rp. 30.000

x 1 x 2

hari

Rp.

60.000,00

Total Biaya Variabel Rp. 3.310.000,00

c. Total biaya

No. Biaya T

otal biaya1. Total biaya tetap (total

fixed cost)

Rp

6.106.666,002. Total biaya variabel (total

variable cost)

Rp

3.310.000,00Total Biaya (Total Cost) Rp

9.416.666,00

d. Penerimaan usahatani

No Uraian Nilai Jumlah1. Produksi (unit) 7 kwintal =

700 kg

700 kg

2 Harga (per

satuan unit)

Rp 22.500/kg 22.500/kg

Penerimaan Usahatani (Total Revenue) Rp.

15.750.000,00

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 69

e. Keuntungan Usahatani

No Uraian Jumlah1 Total biaya (total cost) Rp. 9.416.666,002 Penerimaan (total

revenue)Rp. 15.750.000,00

Keuntungan Rp. 6.333.334,00

. Tanaman Durian

a. Biaya tetap

No UraianJumlah

(Unit)

Harga

PerhitunganBiaya

1 Sewa

lahan

7500 m2 Rp.

6.000.000,00

Rp.

6.000.000,002 Sewa

Alat

- - -

3 Penyusut

an alat

-Cangkul

-Sabit

2

2

((Rp.

125.000,00 –

Rp.

10.000,00)/3

tahun) x 2 unit

((Rp.50.000,00

– Rp.5000,00)/3

tahun) x 2 unit

Rp.

76.666,00/

masa tanam

Rp.30.000,00

/masa tanam

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 70

Total Biaya Tetap

Rp. 6.106.666,00

b. Biaya variabel

No UraianJumlah

(unit)Harga Biaya

1. Benih/

bibit :

Durian

50

bibit

50 x Rp.

4000,00

Rp.

200.000,002.

3.

Pupuk :

- kandang

- kompos

Tenaga

kerja :

-

Persiapan

lahan

(2 laki-

laki)

-Tanam

(2 laki-

laki)

-Pemupukan

50 kg

50 kg

2 hari

1 hari

1 hari

1 hari

1 hari

Rp 50 x 3000

50 x

Rp.1900,00

Rp. 35.000,00

x 2 x 2 hari

Rp. 35.000 x

2 x hari

Rp. 35.000 x

1

Rp.

150.000,00

Rp.

95.000,00

Rp.

140.000,00

Rp.

70.000,00

Rp.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 71

(1 laki-

laki)

-Panen

( 1 laki-

laki)

(1

perembuan)

Rp. 35.000 x

1

Rp. 30.000 x

1

35.000,00

Rp.

35.000,00

Rp.

30.000,00Total Biaya Variabel

Rp. 775.000,00

c. Total biaya

No

.

Biaya Total biaya

1. Total biaya tetap (total

fixed cost)

Rp 6.106.666,00

2. Total biaya variabel

(total variable cost)

Rp 775.000,00

Total Biaya (Total Cost) Rp 6.881.666,00

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 72

d. Penerimaan usahatani

No Uraian Nilai Jumlah1. Produksi (unit) 500 buah

durian

500 buah

2 Harga (per

satuan unit)

Rp

25.000,00/buah

Rp. 25.000,00

Penerimaan Usahatani (Total Revenue) Rp.

12.500.000,00

e. Keuntungan Usahatani

No Uraian Jumlah1 Total biaya (total cost) Rp

6.881.666,002 Penerimaan (total revenue) Rp. 12.500.000,00

Keuntungan Rp.

5.618.334,00

3. Tanaman Cengkeh

a. Biaya tetap

No UraianJumlah

(Unit)

Harga

PerhitunganBiaya

1 Sewa

lahan

7500 m2 Rp.

6.000.000,00

Rp.

6.000.000,002 Sewa - - -

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 73

Alat3 Penyusut

an alat

-Cangkul

-Sabit

2

2

((Rp.

125.000,00 –

Rp.

10.000,00)/3

tahun) x 2

((Rp.50.000,00

– Rp.5000,00)/3

tahun) x 2

Rp.

76.666,00/

masa tanam

Rp.

30.000,00/ma

sa tanam

Total Biaya Tetap

Rp. 6.106.666,00

b. Biaya variabel

No UraianJumlah

(unit)Harga Biaya

1. Benih/

bibit :

cengkeh

300

bibit

300x

Rp.3000,00

Rp.

900.000,002.

3.

Pupuk :

- kandang

- kompos

Tenaga kerja

75 kg

50 kg

75 x Rp.

3000

50 x

Rp.1900,00

Rp.

225.000,00

Rp.

95.000,00

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 74

:

- Persiapan

lahan

(2 laki-

laki)

-Tanam

(2 laki-

laki)

-Pemupukan

(1 laki-

laki)

-Panen

( 2 laki-

laki)

(1

perembuan)

2 hari

2hari

1 hari

2 hari

2 hari

Rp.

35.000,00 x

2 x 2 hari

Rp. 35.000 x

2 x 2 hari

Rp. 35.000 x

1

Rp. 35.000 x

2 x 2 hari

Rp. 30.000 x

2 hari

Rp.

140.000,00

Rp.

140.000,00

Rp.

35.000,00

Rp.

140.000,00

Rp.

60.000,00Total Biaya Variabel

Rp. 1.960.000,00

c. Total biaya

No. Biaya Total biaya1. Total biaya tetap (total

fixed cost)

Rp 6.106.666,00

2. Total biaya variabel (total

variable cost)

Rp.

1.960.000,00

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 75

Total Biaya (Total Cost) Rp 8.066.666,00

d. Penerimaan usahatani

No Uraian Nilai Jumlah1. Produksi (unit) 3 kwintal =

300 kg

300

2 Harga (per

satuan unit)

Rp

125.000,00/kg

Rp.

125.000,00Penerimaan Usahatani (Total Revenue) Rp.

37.500.000,0

0

e. Keuntungan Usahatani

No Uraian Jumlah1 Total biaya (total

cost)

Rp 8.066.666,00

2 Penerimaan (total

revenue)

Rp. 37.500.000,00

Keuntungan Rp. 29.433.334,00

- R/C Ratio

R/C ratio kopi = Pq. Q / (TFC + TVC)

= Rp. 22.500,00 x 700/ (Rp

9.416.666,00)

= 1,67

R/C ratio durian = Pq. Q / (TFC + TVC)

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 76

= Rp. 25.000,00 x 500 / (Rp

6.881.666,00)

= 1,81

R/C ratio cengkeh = Pq. Q / (TFC + TVC)

= Rp. 125.000,00 x 300 / (Rp

8.066.666,00)

= 4,64

Plot 3

a. Tabel Biaya Usaha Tani

Tabel 1. Penerimaan Petani (TR)

Jenis

Tanaman

Luas

Tanam

(ha)

Jumlah

Produksi

(kg)

Harga/Unit Nilai

Produksi

(Rp)Kubis 0.5 20.000 4000 80.000.000

Tabel 2. Biaya Produksi (TC)

Jenis Tanaman Unit Harga/unit Jumlah Biaya

Sewa lahan

(jika

menyewa) Rp

0.5 1.250.000 (3

bulan)

1.250.000 (3

bulan)

Pupuk :

Urea (Pupuk

N)

SP36 (Pupuk

P)

KCl (Pupuk K)

100 kg

125 kg

100 kg

-

135.000/50kg

116.000/50 kg

90.000/50kg

-

270.000

232.000

180.000

-

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 77

Pestisida

Organik/Nabat

iTenaga Kerja

- Pengolah

an lahan dan

Tanam

- Perawata

n

- Panen

5 orang

6 orang

6 orang

50.000/orang

50.000/orang

50.000/orang

250.000

300.000

300.000

Benih 100 gr 150.000 15.000.000Jumlah biaya 17.782.000

Keuntungan = TR – TC

= Rp 80.000.000 – Rp 17.782.000

= Rp 62.218.000

R/C ratio = TR/TC

= Rp 80.000.000 / Rp 17.782.000

= 4.49

Plot 4

a. Biaya Tetap/TFC (Total Fixed Cost)

No Uraian Jumlah

(Unit)

Harga (Rp)

(Perhitungan

)

Biaya (Rp)

1 Sewa lahan 0 0 0

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 78

2 Sewa alat 0 0 03 Penyusutan

Alat:Selang 1 325.000 145.000Cangkul 5 30000 50.000Diesel 1 1560000 355.000Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) 550.000

Keterangan :

Biaya tetap tersebut diperoleh dari nilai biaya

penyusutan dari alsintan, cara perhitungannya yaitu :

Biaya penyusutan =hargabeli−hargaakhir

lamapemakaian−jumlahalat

Biaya penyusutan cangkul = 30000−50001 x 5 =

200001

x5 = 100.000/ tahun

Biaya per musim tanam = 100.00012×6 = 50.000

Biaya penyusutan diesel = 1560000−1500001 x 1=

7100001 x 1 = 710.000

Biaya per musim tanam = 710.00012×6 = 355.000

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 79

Biaya penyusutan selang = 325.000−35.0001 x 1=

290.0001 x 1= 290.000

Biaya per musim tanam = 290.00012×6 = 145.000

b. Biaya Variabel /TVC (Total Variable Cost)

Kentang

No Uraian Jumlah

(unit)

Harga (Rp) Biaya (Rp)

1 Benih/bibitKentang 5 kg 5000 25.000

2 PupukPupuk urea 100 kg 1800 180.000Ponska 100 kg 2400 240.000ZA 100 kg 1500 150.000

3 Obat-obatanPrematon ¼ liter 480.000 120.000

4 Tenaga kerja

Kegiatan:Penanaman 5 50.000 250.000Pemupukan 4 50.000 200.000

Penyemprotan 4 50.000 200.000Panen 6 50.000 300.000

5 Air 0 0 0

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 80

6 Listrik 0 0 0Total Biaya Variabel (Total Variable

Cost)

1.665.000

Kubis

No Uraian Jumlah

(unit)

Harga (Rp) Biaya (Rp)

1 Benih/bibitKubis 425 40 17.000

2 PupukPupuk urea 50 kg 1800 90.000Ponska 50 kg 2400 120.000ZA 50 kg 1500 75.000

3 Obat-obatanPrematon ¼ liter 480.000 120.000

4 Tenaga kerja

Kegiatan:Penanaman 4 20.000 80.000Pemupukan 3 20.000 60.000

Penyemprotan 3 20.000 60.000Panen 10 20.000 200.000

5 Air 0 0 06 Listrik 0 0 0

Total Biaya Variabel (Total Variable

Cost)

822.000

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 81

Tanaman Sawi

No Uraian Jumlah

(unit)

Harga (Rp) Biaya (Rp)

1 Benih/bibitSawi 30 gram 2000 60.000

2 PupukPupuk urea 80 kg 1800 90.000Ponska 80 kg 2400 120.000ZA 80 kg 1500 75.000

3 Obat-obatanPrematon ¼ liter 480.000 120.000

4 Tenaga kerja

Kegiatan:Penanaman 8 20.000 160.000Pemupukan 6 20.000 120.000

Penyemprotan 6 20.000 120.000Panen 10 20.000 200.000

5 Air 0 0 06 Listrik 0 0 0

Total Biaya Variabel (Total Variable

Cost)

1.065.000

c. Total Biaya /TC (Total Cost)

Kentang

No Biaya Total Biaya (Rp)1 Total Biaya Tetap (Total Fixed 550.000

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 82

Cost)2 Total Biaya Variabel (Total

Variable Cost)

1.665.000

Total Biaya (Total Cost) 2.215.000

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 83

Kubis

No Biaya Total Biaya (Rp)1 Total Biaya Tetap (Total Fixed

Cost)

550.000

2 Total Biaya Variabel (Total

Variable Cost)

822.000

Total Biaya (Total Cost) 1.372.000 Sawi

No Biaya Total Biaya (Rp)1 Total Biaya Tetap (Total Fixed

Cost)

550.000

2 Total Biaya Variabel (Total

Variable Cost)

1.065.000

Total Biaya (Total Cost) 1.615.000

d. Penerimaan Usahatani

Kentang

No Uraian Nilai Jumlah (Rp)1 Produksi (unit) 2.660 kg2 Harga (per satuan

unit)

1 kg 6.000

Penerimaan Usahatani (Total

Revenue)

15.960.000

Kubis

No Uraian Nilai Jumlah (Rp)

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 84

1 Produksi (unit) 3.000kg2 Harga (per satuan

unit)

1 kg 3.000

Penerimaan Usahatani (Total

Revenue)

9.000.000

Sawi

No Uraian Nilai Jumlah (Rp)1 Produksi (unit) 9.0002 Harga (per satuan

unit)

1 kg 1.500

Penerimaan Usahatani (Total

Revenue)

13.500.000

e. Keuntungan Usahatani

Kentang

No Uraian Jumlah (Rp)1 Total Biaya (Total Cost) 2.215.0002 Penerimaan (Total Revenue) 15.960.000

Keuntungan 13.745.000

Kubis

No Uraian Jumlah (Rp)1 Total Biaya (Total Cost) 1.372.0002 Penerimaan (Total Revenue) 9.000.000

Keuntungan 7.628.000

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 85

Sawi

No Uraian Jumlah (Rp)1 Total Biaya (Total Cost) 1.615.0002 Penerimaan (Total Revenue) 13.500.000

Keuntungan 11.885.000

f. Pendapatan Kotor Usaha Tani (Gross Farm Family Income)

Kentang

GFFI = Y.Py - ∑n−1

nri.Xi = 2.660 x 6.000 –

(TVC)

= 15.960.000-1.665.000= 14.295.000

Kubis

GFFI = Y.Py - ∑n−1

nri.Xi = 3.000 x 3.000 –

(TVC)

= 9.000.000-822.000= 8.178.000

Sawi

GFFI = Y.Py - ∑n−1

nri.Xi = 9.000 x 1.500 –

(TVC)

= 13.500.000-1.065.000= 12.435.000

g. R/C Ratio

Kentang

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 86

R/C Ratio = TRTC = 15.960.0002.215.000 = 7,2

Kubis

R/C Ratio = TRTC = 9.000.0001.372.000 = 6,5

Sawi

R/C Ratio = TRTC = 13.500.001.615.000 = 8,4

Dari hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa

total pendapatan kotor usaha tani cukup besar pada

masing-masing komoditas. Kemudian dari analisa kelayakan

usaha tani diperoleh pada komoditas kentang, kubis dan

sawi menunjukkan bahwa usaha tani tersebut layak untuk

dilanjutkan dikarenakan R/C Ratio lebih dari

1.Selanjutnya ,usaha tani yang dilakukan Bapak Supardi

ini telah berkelanjutan dikarenakan biaya eksternalitas

lebih rendah dibandingkan penerimaan yang didapatkan.

Berdasarkan data dari beberapa plot menunjukkan

bahwa usaha tani yang dilakukan pada masing-masing plot

layak untuk dilanjutkan dikarenakan nilai R/C Ratio nya

tinggi. Nilai R/C Ratio yang lebih dari 1 menunjukkan

bahwa usaha tani layak untuk dikembangkan.

3.1.3.2 Ecologically sound (Ramah Lingkungan)

Plot 1

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 87

Sudah dijelaskan bahwa pada lahan hutan pengamatan

ditemukan banyak tanaman seperti pinus, kopi, pisang,

durian dan merica. Aspek ekologi yang akan dibahas

menyangkut beberapa hal antara lain tentang

biodiversitas, kemampuan lahan, dominasi organisme dan

sistem rantai makanan dimana keempat faktor tersebut

saling mempengaruhi satu sama lain di dalam sistem

lingkungan. Selain itu bahan input yang digunakan oleh

petani juga mempengaruhi keberlangsungan ekologi di

daerah tersebut.

Plot 2

Bapak Nurhadi sudah sedikit paham mengenai upaya

menjaga ligkungan sekitar. Beliau menggunakan pupuk

organik untuk memenuhi kebutuhan unsur hara lahannya

yaitu pupuk kandang dan kompos. Pupuk kandang didapatkan

dari tetangganya yang memiliki ternak, beliau juga

menjelaskan jika untuk mengatasi hama tidak menggunakan

pestisida sehingga lahannya bebas residu pestisida yang

membahayakan lingkungan.

Plot 3

Petani telah menggunakan pupuk organik dan

pengendalian secara nabati dalam sistem budidayanya,

tetapi beliau tetap menggunakan pasokan pupuk kimia

ataupun anorganik dalam lahannya.Petani telah menyadari

bahwa jika penggunaan pupuk anorganik memang tidak ramah

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 88

lingkungan. Namun petani melanjutkan penggunaan pupuk

anorganik karena takut terjadinya gagal panen.

Plot 4

Dari hasil wawancara dengan petani menunjukkan bahwa

usaha tani yang dilakukan Bapak Supardi ini masih tidak

ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan selama budidaya

tanaman sayuran masih menggunakan pupuk kimia serta

pestisida. Residu dari bahan-bahan kimia yang digunakan

akan berakibat pencemaran sumber air. Selain itu,

penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus juga tidak

baik dikarenakan dapat menurunkan tingkat kesehatan

tanah. Namun, Bapak Supardi ini telah mengurangi

penggunaan pestisida akibat kesadaran akan bahaya

penggunaan pestisida secara berlebihan.

Berdasarkan hasil data dari masing-masing plot

menunjukkan bahwa usaha tani yang dijalankan masih kurang

memperhatikan lingkungan sekitar. Hal ini ditunjukkan

dari penggunaan pupuk kimia maupun pestisida yang

berlebihan. Selain itu, pada plot 4 terdapat usaha tani

tanaman kopi pada lahan hutan dimana seharusnya lahan ini

dimanfaatkan untuk menjaga siklus hidrologi serta

cadangan karbon di wilayah ini.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 89

3.1.3.3 Socially just (Berkeadilan- Menganut Azas Keadilan)

Plot 1

Berdasarkan hasil wawancara, status kepemilikan lahan

adalah milik perhutani, sedangkan narasumber berperan

sebagai penggarap lahan. Hal ini menunjukkan bahwa

penerapan program perhutani yakni HTR (Hutan Tanaman

Rakyat) masih berlangsung. Program ini dimaksudkan agar

masyarakat sekitar hutan tidak melakukan penebangan hutan

secara liar ataupun merusak hutan dengan alasan motif

ekonomi.Berdasarkan aspek pemasaran, hasil panen tanaman

kopi dipasarkan di pasar-pasar tradisonal di daerah

tersebut. Kopi yang dipasarkan ada dua bentuk yakni yang

dalam masih bentuk kopi basah dan kopi kering dengan

harga yang tidak tentu di pasaran.

Plot 2

Di Desa Tulungrejo tidak adanya penjualan atau tukar

menukar benih dengan sesama masyarakat didaerah setempat.

Petani membeli benih/bibit di toko-toko terdekat dan

sebagian dari petani membuat benih/bibit sendiri. Seperti

halnya yang dilakukan oleh Bapak Nurhadi.Kebanyakan dari

petani desa menjual produk pertaniannya pada tengkulak

secara langsung, sehingga petani memasrahkan sepenuhnya

harga kepada tengkulak, hal tersebut akan menambah

kerugian karena tengkulak membeli dengan harga yang lebih

rendah bila dibandingkan harga yang seharusnya.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 90

Plot 3

Di Desa Tulungrejo terdapat kelompok tani yaitu

Kelompok Tani Makmur. Ketua dari Kelompok Tani tersebut

bernama Bapak Kusnan. Untuk input-inputnya pertaniannya

di Desa Tulungrejo ini sebagian masyarakatnya membuat

sendiri (misalnya pupuk organik, pestisida nabati).Namun

untuk benihnya ini petani tetap membeli di toko pertanian

dan untuk tambahan berupa pupuk anorganik petani juga

membeli di toko pertanian.Untuk sistem pemasarannya

beliau dipasarkan pada pasar modern seperti supermarket

dengan harga Rp 4.000 per kg. Dengan adanya kelompok tani

tersebut maka petani juga memperoleh keuntungan dengan

mudahnya memperoleh informasi pasar dan pengembangan dari

sisi peningkatan kualitas lahan dan tingkat pemasaran.

Plot 4

Di desa Tulungrejo ini terdapat kelembagaan pertanian

yaitu koperasi dan kelompok tani. Kelompok tani ini

bernama Tani Makmur yang diketuai oleh Bapak Suprayitno.

Koperasi disini berfungsi dalam peminjaman modal untuk

usaha tani sedangkan kelompok tani berfungsi sebagai

wadah penukaran ilmu usaha tani. Akses informasi pasar

dan usaha tani lain yang terkait dengan sumber daya

khususnya lahan termasuk baik sehingga pemasaran hasil

produksi Bapak Supardi mudah.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 91

Berdasarkan hasil data pada masing-masing plot

menunjukkan bahwa plot 1 usaha tani nya bekerjasama

dengan perhutani sedangkan plot 2,3 dan 4 bekerjasama

dengan kelompok tani dan koperasi untuk membantu dalam

kegiatan usaha tani nya.

3.1.3.4 Culturally acceptable (Berakar pada Budaya Setempat)

Plot 1

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, dari segi

budaya yang berlaku di daerah tersebut, tidak ditemukan

tempat yang sakral atau yang dilindungi. Namun ada

berbagai adat dan kebiasaan yang dilakukan oleh pelaku

usahatani sekitar hutan. Pertama adalah rutin

dilakukannya bersih desa. Kegiatan bersih desa ini

bertujuan untuk membersihkan daerah tersebut atau diri

sendiri dari hal-hal yang negatif dan secara tidak

langsung berperan sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan

atas rizki yang telah diperoleh. Kemudian dari segi

kebiasaan yang dilakukan berhubungan dengan waktu

pemupukan yang dilakukan. Pada umumnya, pemupukan untuk

tanaman kopi dilakukan oleh masyarakat. Pemupukan pertama

dilakukan pada awal musim hujan da pemupukan kedua

dilakukan pada saat akhir musim hujan. Lalu dari segi

penananaman, kebiasaan dari penduduk adalah menanam pada

saat awal musim hujan karena menurut pendapat mereka,

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 92

tanaman kopi akan memberikan hasil yang baik apabila

ditanam pada awal musim hujan.

Plot 2

Di desa Tulung rejo masih percaya dengan adat istiadat

desa, mereka menganut suatu sistem budaya yang ada.

Budaya disana adalah saling membantu antar anggota

keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga membantu pada

saat panen berlangsung atau pada saat awal penanaman dan

juga masih adanya budaya gotong royong antar petani dan

masyarakat setempat. Nuansa budaya jawa masyarakat Desa

Tulungrejo masih ada. Masyarakat mempercayai suatu tempat

yang biasanya disebut punden. Punden adalah tempat kramat

seperti kuburan, kuburan tersebut merupakan kuburan

leluhur.

Plot 3

Berdasarkan hasil interviev yang telah dilakukan

dengan Bapak Suin, dapat diketahui jika darin segi budaya

setempat tersebut terdapat tempat sakral yang bertempat

pada dua tempat. Untuk tempat sakral pertama yaitu punden

pada daerah pemukiman warga dan untuk tempat sakral kedua

yaitu punden di hutan dekat dengan sumber air yang ada

disana. Pada desa tersebut juga terdapat kearifan lokal

yang berupa kepercayaan atau adat istiadat berupa upacara

yang dilakukan sebelum panen. Upacara ini berupa acara

syukuran dengan pemiliknya membuat nasi tumpeng dan

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 93

dimakan bersama-sama dengan tenaga kerja yang akan

melakukan proses panen.

Plot 4

Sistem pertanian atau usaha tani yang ada di sana

sudah sesuai sistem budaya yang berlaku. Adanya budaya

selamatan ketika awal tanam dan waktu pengisian bulir

padi merupakan bentuk syukur masyarakat setempat.

Selamatan dilakukan pada setiap kelompok tani. Budaya

lain yang ada disana “Pranoto mongso” yaitu melihat arah

bintang di langit ketika akan melakukan bajak lahan.

Kegiatan ini dilakukan bersama dengan tokoh masyarakat

yang ada. Tetapi selama proses budidaya tidak adanya

gotong royong antara petani. Disana juga terdapat tempat

yang dilindungi yaitu “Punden” dikarenakan terdapat makam

orang yang pertama kali membangun desa tersebut. Hal ini

menandakan bahwa petani menghargai budaya yang ada,

dengan tidak merusak tempat-tempat yang dilindungi.

Menurut (Euis sunarti, 2004) sistem pertanian yang

menganut atau sesuai dengan budaya setempat akan

menghasilkan petani yang memiliki sifat kepedulian

terhadap sesama petani dan menghargai setiap hasil yang

diperoleh dari proses budidaya yang berlangsung.

Hubungan kerja sama petani disana sudah terjalin

dengan adanya penerapan budaya setempat yaitu selamatan

ketika awal tanam dan “Pranoto mongso”. Dan dengan adanya

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 94

kelompok tani, petani mampu membangun kepercayaan antar

petani yang ada. Petani juga dapat berdiskusi dan

berinteraksi tentang penerapan teknologi baru pada petani

dalam mengolah lahannya. Kelompok tani disana berperan

sangat penting, tetapi untuk institusi seperti pemerintah

kaitannya dengan peran pemerintah dalam menggabungkan

nilai-nilai dasar kemanusiaan itu tidak ada. Terbukti

tidak adanya peraturan tentang pemanfaatan lahan pada

daerah tersebut. Tetapi karena petani disana menghargai

budaya setempat maka petani tidak mengadakan alih fungsi

lahan pertanian dikarenakan merupakan sumber dari mata

pencaharian yang utama.

Masyarakat setempat memang mampu menyesuaikan diri

dengan kondisi usaha tani yang terus berlangsung, dapat

dilihat dari sistem budidaya mulai dari pola tanam, pupuk

yang digunakan, pengendalian terhadap hama dan pengolahan

lahan sebelum tanam. Dalam merotasi pola tanam mereka

melihat kondisi lingkungan yang mendukung sehingga mampu

mencegah degradasi lahan pertanian dan dapat mencegah

menurunnya produktivitas yang dihasilkan. Dan dapat

dilihat juga dari banyaknya petani yang mempunyai ternak

dan pekerjaan sampingan untuk mengantisipasi kondisi

usaha tani yang tidak menentu.

Berdasarkan beberapa data pada masing-masing plot

menunjukkan bahwa budaya setempat masih mempengaruhi

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 95

kegiatan usaha tani. Selain itu, terdapat beberapa tempat

yang disakralkan serta terdapat tokoh masyarakat yang

tentunya berpengaruh penting terhadap pentrasferan ilmu

tentang usaha tani.

3.2 Pembahasan Umum

3.2.1 Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan

Indikator

Keberhasilan

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

Produksi vvv vvv vvv vvvvAir v v v vKarbon vvv vv v vvHama v vv v vGulma v v v vNote : v = kurang; vv = sedang; vvv = baik; vvvv =

sangat baik

Plot 1 = Perkebunan pinus

Plot 2 = Agroforestri

Plot 3 = Tanaman semusim

Plot 4 = Tanaman semusim dan pemukiman

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 96

Dari hasil perbandingan data diatas aspek produksi, air,

karbon, hama, dan gulma dari berbagai macam penggunaan

lahan mulai dari perkebunan pinus, agroforestri, tanaman

semusim, dan pemukiman dapat disimpulkan sebagai berikut.

Dari aspek ekonomi yaitu produksi , sistem pertanian yang

berkelanjutan yaitu pada semua penggunaan lahan, tetapi

yang paling baik yaitu penggunaan lahan tanaman semusim

dan pemukiman pada plot 4. Penentuan baik tidaknya

produksi dilihat dari R/C ratio pada usaha tani yang

dilakukan. Dari aspek lingkungan yaitu air, untuk keempat

penggunaan lahan kualitas air yang ada dilahan

keberlanjutannya kurang. Kualitas air ini dapat

dipengaruhi oleh kegiatan budidaya yang dilakukan terlalu

intensif. Dengan penggunaan pestisida yang berlebihan,

pemupukan dan pengolahan yang terlalu intensif. Penentuan

baik tidaknya kualitas air yang ada dilahan dilihat dari

DO (Dissolve Oxygen) dan pH pada air. Dari aspek

lingkungan yaitu cadangan karbon yang paling tinggi yaitu

penggunaan lahan perkebunan pinus. Cadangan karbon yang

ada dapat dilihat dari banyaknya tanaman pohon dan umur

tanaman pohon yang ada. Perkebunan pinus menghasilkan

cadangan karbon yang paling tinggi, karena banyaknya

pohon pinus yang ada dan umur pohon pinus yang sudah tua.

Dari aspek lingkungan yang lain yaitu gulam yang ada

disana untuk keempat penggunaan lahan tergolong rendah.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 97

Penentuan keanekaragaman tanaman dari perhitungan SDR

Dari aspek HPT, penggunaan lahan yang keanekaragamannya

seimbang yaitu penggunaan lahan agroforestri. Kondisi

sistem dalam agroekosistem dilihat dari dinamika

komposisi peran dan jumlah individu spesies yang ada,

dari waktu ke waktu ataupun dalam lanskap yang sama. Dari

kelima indikator yang telah diamati dapat disimpulkan

dalam skala lanskap sistem pertanian yang ada di daerah

Tulungrejo tidak berkelanjutan. Indikator keberhasilan

pelaksanaan sistem pertanian berlanjut pada skala lanskap

apabila ketiga aspek utama terpenuhi yaitu aspek ekonomi,

aspek sosial dan aspeklingkungan (biofisik). Karena dari

aspek sosial dan ekonomi, produksi memenuhi dan mencukupi

kebutuhan petani yang ada pada daerah Tulungrejo, tetapi

untuk aspek lingkungan biofisik dari indikator kualitas

air, cadangan karbon yang ada, gulma (keanekaragaman),

dan hama yang ada tidak berkelanjuatan.

Ketidakberlanjutan sistem pertanian yang ada di

Tulungrejo disebabkan karena usaha petani untuk

mendapatkan hasil produksi yang maksimal tanpa

memperhatikan kerusakan yang ada. Sedangkan menurut

(FAO,1996) pertanian berlanjut adalah pengelolaan dan

konservasi sumber daya alam, dan orientasi perubahan

teknologi dan kelembagaan yang dilakukan sedemikian rupa

sehingga dapat menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 98

manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan

mendatang. Dengan demikian pembangunan di sektor

pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan harus

mampu mengkonservasikan tanah, ait, tanaman dan sumber

genetik binatang, tidak merusak lingkungan, secara teknis

tepat guna, secara ekonomi layak dan secara sosial dapat

diterima dan sesuai dengan budaya masyarakat ditempat.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 99

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa data dari berbagai aspek menunjukkan

bahwa kondisi lanskap di daerah Tulungrejo ini sistem

pertaniannya belum berkelanjutan. Hal ini dakarenakan

petani pada wilayah ini masih memiliki pemikiran untuk

meningkatkan produktivitas tanpa memperdulikan lingkungan

sekitar. Sumber air pada desa Tulungrejo ini menunjukkan

kualitas yang kurang baik sebagai akibat adanya

intensifikasi bahan-bahan kimia yang diaplikasikan oleh

petani. Dari segi ekonomi usaha tani yang dijalankan oleh

petani memiliki nilai keuntungan yang besar sehingga

mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Dapat dilihat juga

pada plot lahan hutan dimana seharusnya lahan ini

dimanfaatkkan sebagai wilayah penyangga serta pelestarian

plasma nutfah tetapi digunakan lahan produksi untuk

tanaman kopi. hal ini tentunya akan sangat berpengaruh

terhadap kondisi ekologi pada bagian hilir. Maka dari

itu, perlu adanya suatu tindakan manajemen agrosistem

yang baik kebijakan Pemerintah dalam melindungi kawasan

hutan.

4.2 Saran

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 100

Bagi petani, perlu adanya penyuluhan atau bahkan sekolah

lapang untuk memperkenal sistem pertanian berkelanjutan

sehingga usaha tani yang mereka jalankan tidak hanya baik

dari segi ekonomi tetapi juga dari segi ekologinya.

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 101

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, Dyah. 2012. Analisis Kualitas Air dan

Beban Pencemaran Berdasarkan Penggunaan Lahan di

Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Prosiding Seminar

Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Semarang.

Hairiah, Kurniatun et, al. 2010. Studi Biodiversitas:

Apakah agroforestri mampu mengkonservasi

keanekaragaman hayati di DAS KONTO RABA (Rapid Agro-

Biodiversity Appraisal. World Agroforestry Centre,

ICRAF Southeast Asia Regional Office, PO Box 161,

Bogor 16001, Indonesia

Hanafi, Nanang dan Biroum Bernardianto. 2012. Pendugaan

Cadangan Karbon Pada Sistem Penggunaan Lahan Di

Areal Pt. Sikatan Wana Raya. Media SainS, Volume 4

Nomor 2, Oktober 2012. ISSN 2085-3548

Rahayu, S, dkk, 2009.Monitoring Air Di Daerah Aliran Sungai.World

Agroforestry Centre Southeast Asia ICRAF. Bogor.

Saputra, et. al,. 2014. Panduan Fieldtrip Pertanian

Berlanjut. Fakultas Pertanian Universitas Braawijaya

Malang

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 102

LAMPIRAN

Data HPT Kelompok 4

Titik pengambilansampel

Jumlah individu prosentasehama MA SL tota

lhama MA SL

Titik 1 1 2 1 4 25 50 25Titik 2 2 2 0 4 50 50 0Titik 3 0 2 0 2 0 100 0Titik 4 6 2 1 9 67 22 11Titik 5 3 1 2 6 50 17 33Total 12 9 4 25 48 36 16

Lokasipengambilan

sampel

Namalokal

Nama ilmiah jumlah Fungsi(H,MA,SL)

Titik 1 Kupu-kupu

Appias libythea 1 SL

belalang Valanga nigricornis 1 Hsemut Formica sp. 1 MALalat Musca domestica 1 MA

Titik 2 belalang Valanga nigricornis 2 HLaba-laba

Araneus sp. 1 MA

Kepikleher

Sycanus spp 1 MA

Titik 3 Laba-laba

Araneus sp. 2 MA

Titik 4 Laba-laba

Araneus sp. 1 MA

Nyamuk Aedes albopictus 1 SLBelalang Valanga nigricornis 6 HLalat Musca domestica 1 MA

Titik 5 Belalang Valanga nigricornis 3 H

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 103

Nyamuk Aedes albopictus 2 SLSemut Dolichoderus

bituberculatus1 MA

Lokasipengambi

lansampel

Namalokal

Dokumentasi Gambarliteratur

jumlah Fungsi(H,MA,SL)

Titik 1 Ngengat(Attacus

atlas)

1 SL

Belalang(Valanganigricornis

)

1 H

Semut(Formica

sp.)

1 MA

Lalat(Musca

domestica)

1 MA

Titik 2 Belalang(Valanganigricornis

)

2 H

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 104

Laba-laba

(Araneussp.)

1 MA

Kepikleher(Sycanus

spp)

1 MA

Titik 3 Laba-laba

(Araneussp.)

2 MA

Titik 4 Laba-laba

(Araneussp.)

1 MA

Nyamuk(Aedes

albopictus)

1 SL

Belalang(Valanganigricornis

)

6 H

Lalat(Musca

domestica)

1 MA

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 105

Titik 5 Belalang(Valanganigricornis

)

3 H

Nyamuk(Aedes

albopictus)

2 SL

Semut(Dolichod

erusbitubercul

atus)

1 MA

Laporan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 106