laporan kemajuan - SIMAKIP

90
LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DASAR UNGGULAN PERGURUAN TINGGI POTENSI BIJI BUAH NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lmk) DALAM MENCEGAH DIABETES GESTASIONAL DENGAN ANALISIS IN SILICO DAN UJI TERATOGEN Oleh: 1. Dwitiyanti, M.Farm., Apt. (0305058203) 2. Kriana Efendi, M. Farm., Apt. (0321088001) 3. Rizky Arcinthya R, M.Si (0305018603) FAKULTAS FARMASI DAN SAINS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA SEPTEMBER 2018 i

Transcript of laporan kemajuan - SIMAKIP

LAPORAN KEMAJUAN

PENELITIAN DASAR UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

POTENSI BIJI BUAH NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lmk) DALAM

MENCEGAH DIABETES GESTASIONAL DENGAN ANALISIS IN SILICO DAN UJI

TERATOGEN

Oleh:

1. Dwitiyanti, M.Farm., Apt. (0305058203)

2. Kriana Efendi, M. Farm., Apt. (0321088001)

3. Rizky Arcinthya R, M.Si (0305018603)

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA SEPTEMBER 2018

i

ii

IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

1. Judul Penelitian : Potensi Biji Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk) dalam

Mencegah Diabetes Gestasional dengan Analisis In Silico dan Uji

Teratogen

2. Tim Peneliti

No. Nama Jabatan Bidang Instansi Alokasi Waktu

Keahlian Asal (Jam/minggu)

1. Dwitiyanti, M.Farm., Apt. Ketua Farmakologi UHAMKA 20 2. Kriana Efendi, M.Farm., Apt. Anggota 1 Toksikologi UHAMKA 20

3. Rizky Arcinthya R, M.Si. Anggota 2 Kimia UHAMKA 20

3. Objek Penelitian : Biji buah nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk)

4. Masa Pelaksanaan

Mulai : Bulan Januari tahun 2018

Berakhir : Bulan Oktober tahun 2018

5. Usulan Biaya DRPM Ditjen Penguatan Risbang

- Tahun ke-1 : Rp 116.778.000,-

- Tahun ke-2 :

6. Lokasi Penelitian : Laboratorium

7. Institusi lain yang terlibat : -

8. Temuan yang ditargetkan : Fraksi yang berpotensi sebagai antidiabetes dan keamanannya 9. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu :

Penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan tanaman sebagai alternatif

pengobatan dan juga keamanannya.

10. Kontribusi pada pencapaian renstra perguruan tinggi :

Dalam mewujudkan aktivitas penelitian yang semakin meningkat baik dari sisi

kualitas dan kuantitas, UHAMKA memiliki sasaran strategis sebagai berikut:

Terlaksananya penyelenggaraan Caturdharma perguruan tinggi Muhammadiyah yang

semakin berkualitas untuk menghasilkan lulusan unggul dalam kecerdasan spiritual,

intelektual, emosional, dan sosial dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil

alamin

Sasaran Strategis tersebut Meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian dan luaran

penelitian berupa model, prototipe, kebijakan, publikasi karya ilmiah dosen melalui

berbagai dukungan dan pelatihan untuk memperoleh hibah penelitian yang ditawarkan oleh

berbagai lembaga pendanaan baik nasional maupun internasional.

11. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran : Pharmaciana (2018) 12. Rencana luaran HKI, buku, purwarupa, rekayasa sosial atau luaran lainnya yang

ditargetkan, tahun rencana perolehan atau penyelesaiannya : -

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ii

IDENTITAS DAN URAIAN UMUM ………………………………… iii

DAFTAR ISI ........................................................................................... iv

RINGKASAN.......................................................................................... viii

BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ...................................................... 3

1.3 Tujuan Khusus .............................................................. 3

1.4 Target Capaian………………... .................................. 4

BAB 2.RENSTRA DAN PETA JALAN PENELITIAN PT ......... 5

2.1 Renstra Penelitian Perguruan Tinggi............................ 5

2.2 Peta Jalan Penelitian Perguruan Tinggi........................ 6

2.3 Peta Jalan Penelitian…………………………………. 6

BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 7

3.1 Tanaman Nangka........................................................... 7

3.2 Diabetes Mellitus........................................................... 9

3.3 Preparasi Sediaan.......................................................... 11

3.4 Siklus Estrus Hewan…………………………………. 12

3.5 Masa Organogenesis…………………………………. 13

3.6 Penentuan Siklus Estrus pada Tikus Betina…………. 13

3.7 Mengawinkan Hewan Percobaan……………………. 13

3.8 Streptozotocin……………………………………….. 14

3.9 Kimia Komputasi……………………………………. 15

BAB 4. METODE PENELITIAN.................................................... 17

4.1 Bahan dan Alat.............................................................. 17

4.2 Prosedur Penelitian........................................................ 18

4.3 Fish bone Diagram Penelitian....................................... 30.

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN………. ............................ 31

5.1 Hasil Determinasi Tanaman Biji Buah Nangka........... 31

5.2 Hasil Ekstraksi Biji Buah Nangka…………………… 31

5.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak……………. 31

5.4 Hewan Uji……………………………………………. 32

5.5 Hasil Uji Aktivitas Biji Buah Nangka Terhadap kadar 33

Glukosa Darah Pada Tikus Diabetes Gestasional….

5.6 Hasil Simulasi Docking……………………………….

5.7 Visualisasi Hasil Molecular Docking…………………

5.8 Persiapan struktur reseptor alfa glukosida…………..

5.9 Persiapan Struktur Reseptor Tirosin Fosfatase……….

5.10 preparasi struktur ligan…………………………….

5.11 validsi metode docking reseptor alfa-glukosidase….

5.12 validsi metode docking reseptor tyrosine fosfatase…

5.13 virtual screening biji buah nangka………………….

5.14 Analisis Hasil………………………………………

35

39

40

41

41

43

44

45

BAB 6.KESIMPULAN DAN SARAN……………………...…………… 46

6.1 Kesimpulan…………………………………………… 46

6.2 Saran………………………………………………….. 46

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 47

Lampiran – lampiran ............................................................................... 48

iv

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Roadmap Penelitian Universitas Muhammadiyah Prof. DR.

HAMKA …………………………………...................................... 6

Gambar 2. Roadmap Penelitian …………………………………………….... 6

Gambar 3. Tanaman Nangka (a) dan Biji Buah Nangka (b) …………………. 7

Gambar 4. Struktur Senyawa Biji Buah Nangka (Pubchem). ………………... 9

Gambar 5. Fish Bone Diagram Penelitian ……………………………………. 30

Gambar 6. Grafik Pengukuran Kadar Glukosa Darah ……………………….. 34

Gambar 7. Visualisasi 3D Interaksi Ligan Glibenklamid terhadap Reseptor

SUR1 ……………………………………………………………… 38

Gambar 8. Visualisasi 2D Interaksi Ligan Glibenklamid terhadap Reseptor

SUR1 ……………………………………………………………… 39

Gambar 9. Visualisasi 3D Interaksi Ligan β-karoten5,6α-epoxide terhadap

Reseptor SUR1 …………………………………………………… 39

Gambar 10. Visualisasi 2D Interaksi Ligan β-karoten5,6α-epoxide terhadap

Reseptor SUR1 …………………………………………………… 39

v

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1. Rencana Target Capaian ……………………………………………... 4 Tabel 2. Klasifikasi Diabetes Melitus Berdasarkan Etiologinya …………….... 9

Tabel 3. Kriteria diagnosis DM Gestasional menurut ADA dan WHO ………… 10

Tabel 4. Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus …………………………….. 10

Tabel 5. Penggolangan Antidiabetik Oral …………………………………….. 11

Tabel 6. Lamanya Siklus Estrus pada Beberapa Hewan ……………………… 13

Tabel 7. Organogenesis pada Hewan Uji ……………………………………... 13

Tabel 8. Perlakuan Terhadap Hewan Uji ……………………………………… 24

Tabel 9. Hasil Ekstraksi Biji Buah Nangka …………………………………… 31

Tabel 10. Hasil Karakteristik Ekstrak Kental Etanol 70% Biji Buah Nangka ... 31

Tabel 11. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Kental Etanol 70% Biji Buah

Nangka ……………………………………………………………... 32

Tabel 12. Hasil Rendemen dan Susut Pengeringan Ekstrak Kental Etanol 70%

Biji Buah Nangka …………………………………………………... 32

Tabel 13. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus ………………... 34

Tabel 14. Hasil Simulasi Molceular Docking antara Ligan Pembanding

(Glibenklamid) dan Ligan dari Biji Buah Nangka dengan SUR1

menggunakan Software PLANTS ………………………………… 36

Tabel 15. Hasil Jenis Ikatan, Atom/Gugus Fungsi, Residu Asam Amino yang

Berikatan, Jarak Ikatan Antara Reseptor SUR1 dan Ligan dengan

Menggunakan Software Discovery Studio Visualizer ……………. 37

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Skema Prosedur Penelitian ………………………………………. 45 Lampiran 2. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Biji Nangka ……………. 46

Lampiran 3. Skema Perlakuan Terhadap Hewan Uji …………………………. 47

Lampiran 4. Pengukuran kadar glukosa darah ………………………………... 48

Lampiran 5. Hasil Determinasi Tanaman ……………………………………... 49

Lampiran 6. Surat Keterangan Hewan Uji ……………………………………. 50

Lampiran 7. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik ……………………………….. 51

Lampiran 8. Sertifikat Metformin ……………………………………………... 52

Lampiran 9. Sertifikat Streptozotosin …………………………………………. 53

Lampiran 10. Perhitungan Rendemen dan Susut Pengeringan Ekstrak ………. 54

Lampiran 11. Perhitungan Dosis ……………………………………………… 55

Lampiran 12. Data Kadar Glukosa Darah …………………………………….. 58

Lampiran 13. Perhitungan Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah …….. 59

Lampiran 14. Data Berat Badan Tikus ………………………………………... 60

Lampiran 15. Hasil Analisa Statistik Penurunan Kadar Glukosa Darah ............ 61

Lampiran 16. Konversi Dosis …………………………………………………. 65

Lampiran 17. Dokumentasi Penelitian ………………………………………... 66

vii

RINGKASAN

Diabetes gestasional adalah intoleransi glukosa selama masa kehamilan. Masalah metabolik kritis

yang dihadapi bayi yang dilahirkan (neonates) dari ibu yang mengidap diabetes adalah masalah

hipoglikemia. Hipoglikemia yang tidak dimonitor dan tidak dikoreksi dapat menyebabkan

bangkitan, kerusakan otak, dan kematian neonatus. Rekomendasi terkini dalam manajemen

neonatus adalah monitoring gula darah. Pengobatan diabetes gestasional dapat dilakukan dengan

terapi obat-obatan antihiperglikemik, namun pemberian obat-obat ini masih memiliki efek

samping. Penggunaan herbal dapat digunakan menjadi alternatif dalam menurunkan glukosa

darah. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas berbagai fraksi biji buah

nangka (Artocarpus heteropillus) dalam menurunkan glukosa darah pada penderita diabetes

gestasional. Penelitian ini juga dilakukan dengan bantuan perangkat lunak komputer (in silico)

yaitu dengan molecular docking untuk mengetahui senyawa dalam biji buah nangka yang paling

stabil konformasi ikatan dan afinitas pengikatan terhadap reseptor. Tujuan molecular docking

adalah memprediksi konformasi ikatan dan afinitas pengikatan yang terbentuk antara reseptor

dengan ligan. Reseptor sebagai target yang digunakan dalam penelitian ini adalah reseptor yang

berperan pada penyakit diabetes seperti alfa glukosidase, sulfonylurea dan PPARγ. Ligan yang

akan digunakan dalam proses docking yaitu golongan senyawa hasil fraksinasi ekstrak buah

nangka. Hasil Penelitian yang diperoleh bahwa pemberian ekstrak etanol 70% biji buah nangka

pada dosis 1 (100 mg/kgBB), dosis 2 (200mg/kgBB), dan dosis 3 (400mg/kgBB) selama 14 hari

mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes gestasional. Penurunan kadar

glukosa darah tertinggi terjadi pada dosis 3 sebesar 61,73%, sebanding dengan kontrol positif

metformin sebesar 63,50%, glibenklamid 63,68% dan acarbosa 62,39%. Untuk molecular

docking diperoleh senyawa yang terdapat pada biji buah nangka (Artocarpus heterophyllus L.)

yaitu β-karoten5,6α-epoxide mampu berinteraksi dengan reseptor suolfonilurea 1 (SUR1) dengan

baik dibandingkan dengan glibenklamid dengan nilai energi bebas Gibbs yang paling rendah -

161,381 kkal/mol.

viii

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes pada kehamilan atau disebut juga diabetes gestasional adalah intoleransi

glukosa selama masa kehamilan (ADA, 2004). Angka kejadian diabetes gestasional adalah

90% dari seluruh kasus diabetes melitus pada kehamilan, sedangkan sisanya yakni 8%

merupakan angka kejadian penyakit diabetes yang memang sudah dialami sebelum

kehamilan. Bayi yang dilahirkan dari ibu pengidap diabetes sebelum kehamilan berisiko dua

kali terkena cidera serius saat lahir, tiga kali berpeluang lahir melalui operasi cesar, dan

empat kali lebih berisiko untuk masuk ke NICU (Newborn Intensive Care Unit).

Diabetes mellitus dapat terjadi pada wanita hamil karena pada saat kehamilan tejadi

perubahan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Pada wanita hamil terjadi

perubahan-perubahan fisiologis yang berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat karena

adanya hormon plasenta yang bersifat resistensi terhadap insulin. Perubahan ini

menyebabkan kehamilan tersebut bersifat diabetogenik, dengan meningkatnya umur

kehamilan, berbagai faktor dapat mengganggu keseimbangan metabolisme karbohidrat

sehingga terjadi gangguan toleransi glukosa (Buchanan 2005).

Angka kejadian Diabetes Mellitus Gestasional di Indonesia sekitar 1,9-3,6%.

Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah pasien DM rawat inap maupun rawat jalan

di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita

hamil menderita Diabetes Mellitus Gestasional (Studiawan 2007). Prevalensi diabetes

gestasional bervariasi yaitu 1%-14%. Angka ini tergantung pada populasi yang diteliti dan

kriteria penyaringan yang digunakan (ADA 2009).

Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) Guidelines, seorang wanita

dianggap memiliki risiko tinggi menderita diabetes gestasional memiliki satu atau lebih dari

kriteria berikut yaitu, menderita obesitas, riwayat kehamilan sebelumnya dengan diabetes

gestasional, memiliki intoleransi glukosa atau glukosuria, memiliki anggota keluarga dengan

diabetes melitus tipe 2.

Penderita diabetes gestasional akan mempunyai pengaruh bagi ibu dan janin yang

dikandungnya. Pengaruh diabetes gestasional pada ibu yaitu dapat menyebabkan

hiperglikemia dan juga beberapa komplikasi seperti retinopati, nefropati dan neuropati,

sedangkan pada janin dapat terjadi gangguan pernafasan, kelainan kongenital dan

1

makrosomia. Kelainan kongenital merupakan penyebab penting dari mortalitas perinatal

(Brudenell dan Marjorie 1996).

Tatalaksana Diabetes Gestasional dapat dilakukan melalui intervensi non farmakologis

dan intervensi farmakologis. Intervensi non farmakologis diantaranya perubahan pola diet,

aktivitas fisik dan menjaga berat badan. Sementara intervensi farmakologi meliputi obat

antidiabetes secara oral dan pemberian insulin (ADA 2016). Obat hipoglikemik oral

digolongkan berdasarkan prinsip kerjanya yaitu memicu sekresi insulin (golongan

sulfonilurea dan golongan glinid), menambah sensitivitas terhadap insulin (golongan

biguanid dan thiazolindion) dan menurunkan absorpsi glukosa dengan menghambat α-

glukosidase (acarbose dan miglitol) (Soegondo 2011).

Penggunaan obat-obat antidiabetes dalam jangka waktu tertentu dan panjang dapat

menyebabkan efek samping pada organ serta jika tidak diobati akan menyebabkan sejumlah

penyakit yang pengobatannya membutuhkan biaya yang mahal. Maka perlu

dikembangkannya pengobatan alternatif secara tradisional dengan bahan alam yang

pengobatannya lebih murah, aman dan memberikan efek samping yang relatif rendah. Bahan

alam yang dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif diabetes salah satunya adalah biji

buah nangka (Zanin et al 2012). Biji buah nangka memiliki senyawa yang berkhasiat seperti

flavonoid, saponin, alkaloid dan steroid (Gupta et al 2011; Asmarawati dkk 2016).

Penggunaan obat-obat antidiabetes dalam jangka waktu tertentu dan panjang dapat

menyebabkan efek samping pada organ. Penggunaan herbal merupakan salah satu alternatif

untuk menurunkan kadar glukosa. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh

Kotowaroo et al (2006) ekstrak air daun nangka (Artocarpus heteropilus) dapat menghambat

aktivitas enzim alfa-amilase pada konsentrasi 1000 µg/ml pada plasma darah tikus secara in

vitro. Nangka merupakan tanaman berkhasiat dan sudah banyak digunakan oleh masyarakat

untuk mengobati berbagai penyakit secara turun temurun. Pada kulit batang nangka

mempunyai aktivitas sebagai antibakteri (Swantara 2011).

Penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa ekstrak daun nangka dalam dosis

500mg/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah, kemudian penelitian yang sudah

dilakukan oleh Moura et al (2018) ekstrak etanol biji buah nangka (Artocarpus

heterophyllus Lam.) mempunyai kemampuan untuk mengurangi tingkat hiperglikemia

mencit pada dosis 50mg/kgBB sebesar 32,3%.

Senyawa pada biji buah nangka dijadikan sebagai kandidat dalam menurunkan kadar

glukosa darah atau dalam pengobatan diabetes dan memiliki aktivitas dalam menurunkan

glukosa darah yang dibandingkan dengan glibenklamid, akan tetapi masih belum diketahui

2

senyawa manakah yang paling optimal berkhasiat sebagai obat diabetes diantaranya

senyawa terpenoid (karoten), flavonoid dan fitosterol (β-sitosterol) (Osmani et al., 2009;

Baliga et al. 2011). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui senyawa yang

optimal dalam pengobatan diabetes adalah melalui simulasi penambatan molekul (molecular

docking) dan simulasi dinamika molekul (molecular dynamic) yang dapat memberikan hasil

yang paling stabil sebagai kandidat obat antidiabetes.

Penambatan molekul atau molecular docking adalah prosedur komputasional yang

digunakan untuk dapat memprediksi ikatan non-kovalen makromolekul, sebuah molekul

besar (reseptor) dan sebuah molekul kecil (ligan) secara efisien dengan tujuan untuk

memprediksi konformasi ikatan dan afinitas pengikatan (Yanuar 2012). Parameter untuk

memprediksi konformasi ikatan dan afinitas pengikatan yang paling baik adalah dengan

mengetahui ikatan antara ligan dengan reseptor, konformasi ligan saat berikatan dengan

reseptor, serta evaluasi dengan melihat afinitas ligan dengan reseptor berdasarkan energi

bebas Gibbs (ΔG) (Syahputra 2015). Nilai energi bebas Gibbs (ΔG) yang semakin rendah

(negatif) memperlihatkan ligan yang memiliki kerja yang diharapkan, dengan melihat hasil

tersebut dari output berupa file yang berisi nilai energi bebas dari setiap konformasi senyawa

dan dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu simulasi dinamika molekul.

Simulasi dinamika molekul merupakan salah satu cara dalam memprediksi dan

mempelajari pergerakan atom dan molekul untuk memprediksi sifat makroskopik dengan

menggunakan mekanika klasik-metode medan gaya, melihat kestabilan dari kompleks

reseptor-ligan dan memperoleh informasi tentang evolusi waktu konformasi makromolekul

biologi beserta informasi termodinamika dan kinetikanya (Bowen 2012; Adcock &

McCammon, 2006). 1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1.2.1 Apakah ekstrak Biji buah nangka mempunyai potensi sebagai antidiabetes?

1.2.2 Dosis manakah yang mempunyai potensi sebagai antidiabetes yang paling baik ? 1.2.3 Senyawa manakah dari biji buah nangka yang memiliki aktivitas lebih baik dari obat

antidiabetes dalam pengobatan diabetes gestasional serta mampu berinteraksi dengan

reseptor 1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Membuktikan aktivitas biji buah nangka dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus

diabetes gestasional yang diinduksi streptozotocin.

3

1.3.2 Mendapatkan dosis yang memiliki potensi paling baik sebagai antidiabetes.

1.3.3 Mendapatkan senyawa paling baik dari biji buah nangka yang memiliki aktivitas yang

baik serta interaksinya terhadap reseptor 1.4. Rencana Target Capaian

Tabel 1. Rencana Target Capaian

No Jenis Luaran Indikator Capaian

TS1)

TS+1 TS+2

1 Publikasi ilmiah International - - -

National Terakreditasi - - Ada

2 Pemakalah dalam International - Ada -

pertemuan ilmiah National - - -

3 Keynote Speaker dalam International - - -

pertemuan ilmiah National - - -

4 Visiting Lecturer International - - -

Paten - - -

Paten sederhana - - -

Hak Cipta - - -

Merek dagang - - -

Hak Atas Kekayaan

Rahasia Dagang - - -

5 Desain Produk Industri - - - Intelektual (HKI)

Indikasi Geografis - - -

Perlindungan Varietas -

- -

tanaman

Perlindungan Topografi -

- -

Sirkuit Terpadu

6 Teknologi Tepat Guna - - -

7 Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/Rekayasa Sosial - - -

8 Buku Ajar (ISBN) - - -

9 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) - - 7

4

BAB 2

RENSTRA DAN PETA JALAN PENELITIAN PERGURUAN TINGGI

2.1. Renstra Penelitian Perguruan Tinggi

Dalam mewujudkan aktivitas penelitian yang semakin meningkat baik dari sisi kualitas

dan kuantitas, UHAMKA memiliki sasaran strategis sebagai berikut: Terlaksananya

penyelenggaraan Caturdharma perguruan tinggi Muhammadiyah yang semakin berkualitas

untuk menghasilkan lulusan unggul dalam kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, dan

sosial dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin Sasaran Strategis

tersebut dijabarkan dalam berbagai Program Strategis : 1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian dan luaran penelitian berupa model,

prototipe, kebijakan, publikasi karya ilmiah dosen melalui berbagai dukungan dan

pelatihan untuk memperoleh hibah penelitian yang ditawarkan oleh berbagai lembaga

pendanaan baik nasional maupun internasional. 2. Mengembangkan, memelihara dan menghargai semangat melakukan penelitian untuk

menghasilkan karya penelitian dan publikasi karya ilmiah yang unggul melalui penataan

sistem penghargaan (insentif) untuk karya penelitian dan publikasi karya ilmiah. 3. Mengembangkan, memelihara dan menghargai upaya untuk menjalin kerjasama di bidang

penelitian. 4. Mengembangkan materi dan proses pembelajaran berdasarkan hasil-hasil penelitian. 5. Mendorong dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang melibatkan

berbagai disiplin ilmu untuk mengangkat potensi berupa sumber daya manusia dan

sumber daya alam lokal bagi penyelesaian berbagai masalah nyata di masyarakat.

5

2.2. Peta Jalan Penelitian Perguruan Tinggi

Dalam merancang peta jalan penelitian unggulan UHAMKA, dilakukan strategi

pengembangan penelitian unggulan mencakup tiga hal, yaitu:

1. Inovasi kultur penelitian,

2. Peningkatan Kompetensi SDM,

3. Hilirisasi hasil Penelitian, sebagaimana terlihat pada gambar 3.

Gambar 1. Roadmap Penelitian Universitas Muhammadiyah Prof. DR.

HAMKA 2.3 Peta Jalan Penelitian

Penelitian lanjutan tahun ke 2 : - Uji toksisitas akut

dan uji toksisitas

sub-akut - Uji teratogen

2018-2019

2017-2018

Penelitian tahun 1 : - Uji aktivitas fraksi biji buah nangka

- Simulasi molecular docking - Simulasi molecular dynamics

WAKTU

Gambar 2. Roadmap Penelitian

6

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Tanaman Nangka

3.1.1. Klasifikasi

Nangka memiliki nama botani Artocarpus heterophyllus Lamk. dengan klasifikasi sebagai

berikut

Kingdom : Plantae

Devisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Urticales

Suku : Moraceae

Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus heterophyllus Lam (Plantamor, 2014)

(a) (b)

Gambar 3. Tanaman Nangka (a) dan Biji Buah Nangka (b)

3.1.2. Khasiat

Nangka memiliki banyak khasiat, yaitu pada kulit batang nangka mempunyai aktivitas

sebagai antibakteri (Swantara 2011). Khasiat selanjutnya yaitu pada daun nangka dapat

digunakan sebagai obat luka dan pelancar ASI (Depkes RI 1985), mengobati luka, demam,

penyakit kulit, antidiare, analgetik dan immunmodulator (Praksh et al 2013). Penelitian

sebelumnya yang telah dilakukan oleh (Khoriyoh 2015) menunjukan bahwa ekstrak daun

nangka dalam dosis 500mg/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah. Kemudian

penelitian yang telah dilakukan oleh Moura et al (2018) menunjukan bahwa ekstrak etanol

biji buah nangka (Artocarpus heterophyllus) mempunyai kemampuan untuk mengurangi

tingkat hiperglikemia mencit pada dosis 50mg/kgBB sebesar 32,3%.

7

3.1.3. Metabolit Sekunder Tanaman

Kandungan senyawa metabolit dalam setiap bagian tanaman nangka sangat bervariatif

baik dari daun, buah, akar, batang/ranting, biji buah dan lain-lainnya. Bhat et al. (2017) telah

melakukan studi tentang pharmacognostic dan physiochemical biji buah nangka. Hasil studi

yang dilakukan menunjukkan positif terhadap beberapa senyawa antara lain flavonoid, β-

sitosterol terpenoid (karoten) dan beberapa senyawa metabolit lainnya (Bhat et al. 2017).

Beberapa senyawa yang dapat berorientasi pada pengobatan diabetes diantaranya flavonoid,

β-sitosterol dan juga terpenoid (Mohanram & Meshram 2016). Jenis flavonoid yang

terkandung dalam biji buah nangka adalah prenylflavonoid antara lain 6-prenylapigenin,

albanin A, cudraflavone B, cudraflavone C, artocarpin, norartocarpin, kuwanon C, brosimone

I, artonin A, artonin B, cycloheterophyllin, cycloheterophyllin diacetate, cycloheterophyllin

peracetat. Jenis senyawa terpenoid yang terkandung dalam biji buah nangka antara lain α-

karoten, α-zeacarotene, β-carotene-5,6α-epoxide dan crocetin (Baliga et al. 2011). Struktur

senyawa flavonoid, β-sitosterol dan terpenoid (karoten) yang terkandung dalam biji buah

nangka dapat dilihat pada gambar 4.

6-prenylapigenin Albanin A Cudraflavone B

Cudraflavone C Artocarpin Norartocarpin

Kuwanon C Brosimone I Artonin A

Artonin B

Cycloheterophyllin

Cycloheterophyllin

Diacetate

8

Cycloheterophyllin β-Sitosterol α-Karoten

Peracetate

α-Zeacarotene

β-Carotene-5,6α-

epoxide

Crocetin

Gambar 4. Struktur Senyawa Biji Buah Nangka (Pubchem).

3.2. Diabetes Mellitus

3.2.1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus (DM)

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik

pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan

beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Secara

epidemiologis diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya

diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan (Soegondo 2011). 3.2.2. Klasifikasi

Diabetes mellitus menurut etiologinya yaitu:

Tabel 2. Klasifikasi Diabetes Melitus Berdasarkan Etiologinya

Klasifikasi Etiologi

DM Tipe I Destruksi sel β pangkreas dan tidak memproduksi insulin sehingga penderita membutuhkan tambahan

insulin dari luar.

DM Tipe II Kenaikan kadar gula akibat penurunan sekresi insulin

oleh sel β pangkreas dan atau resistensi insulin.

DM Tipe lain Akibat defek genetika fungsi sel β, defek genetika

kerja insulin, penyakit eksokrin pangkreas,

endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi.

DM Getasional Terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi pada usia

24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan

kadar darah kembali normal.

9

Diabetes mellitus gestasional, adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang

terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung (Depkes

2008). Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50% wanita

pengidap kelainan ini tidak kembali ke stastus nondiabetes setelah kehamilan berakhir.

Bahkan jika membaik setelah persalinan, resiko untuk menglami diabetes tipe 2 setelah

sekitar 5 tahun pada waktu mendatang lebih besar daripada normal (Corwin 2009). 3.2.3. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan dengan adanya gejala klasik DM dan pemeriksaan kadar

darah berdasarkan ADA dan WHO yaitu:

Tabel 3. Kriteria diagnosis DM Gestasional menurut ADA dan WHO ADA WHO

Kriteria 100 g 75g 55g OGTT

OGTT OGGT (mg/dL)

(mg/dL) (mg/dL)

Fasting 95 95 126 1 hour 180 180 -

2 hour 155 155 140

3 hour 140 - -

3.2.4 Penatalaksanaan Diabetes Melitus Gestasional

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan

mortalitas DM, yang secara spesifik ditunjukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu

menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal dan mencegah atau

meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes (Depkes 2005).

Tabel 4. Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus Parameter Baik Sedang Buruk

Gula darah puasa 80-109 110-125 ≥ 126

Glukosa darah 2 jam 110-144 145-179 ≥ 180

AIC (%) < 6,5 6,5-8 ≥ 8

3.2.5 Antidiabetik Oral

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antidiabetik oral dapat dibagi menjadi lima

golonganya, yaitu: (Katzung 2012) 1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan

sulfonylurea dan meglitinid.

10

2. Sensitizer insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin),

meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan Glitazon. 3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase.

4. Menghambat penguraian GLP-1 dan Meningkatkan kadar GLP-1 darah, obat golongan

Ihibitor Dipeptil Peptidiase-4 (DPP-4). 5. Meningkatkan asam empedu, obat hipoglikemik golongan Sekuetran Asam Empedu.

Tabel 5. Penggolangan Antidiabetik Oral

Golongan Contoh Senyawa Mekanisme Kerja

Biguanid Metformin Meningkatkan penggunaan glukosa di

jaringan perifer, dan pengambilan

glukosa dan menghambat

gluconeogenesis

Sulfonilurea Generasi kedua Meningkatkan sekresi insulin,

Glimepirid meningkatkan sensitivitas jaringan

Glipizid terhadap insulin, dan meningkatkan

Gliburid sekresi glucagon

Gliklaszid

Meglitinid Repaglinid Mekanisme kerja seperti sulfoniurea

(glitinid) Nateglinid

Tiazolidinedion Rosiglitazon Mekanisme kerja mengatur ekpresi

Pioglitazon gen dengan mengikat PPAR-γ dan

PPAR-α

Inhibitor α-Glukosidase Acarbose Cara kerjanya menghambat enzim α-

glukosidase

Ihibitor Dipeptil Sitagliptin Menghambat penguraian GLP-1, dan

Peptidiase-4 (DPP-4) Linagliptin meningkatkan kadar GLP-1 darah

Saksagliptin

Alogliptin

Vildagliptin

Sekuetran Asam Kolesevelam Meningkatkan asam empedu

Empedu

3.3 Preparasi sediaan (Hargono, 1986 ; Anonim, 1995; Anonim, 2001)

3.3.1. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami

pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.

Simplisia dibedakan atas simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).

11

3.3.2. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut dari bahan yang

tidak dapat larut dengan pelarut cair. Secara umum cara penyarian dapat dibedakan menjadi 4

cara, yaitu infundasi, maserasi, perkolasi dan penyarian berkesinambungan (sokletasi). 3.4 Siklus Estrus Hewan

Pada beberapa mamalia siklus reproduksi disebut juga sebagai siklus estrus. Estrus atau

birahi adalah suatu periode secara psikologis maupun fisiologis yang bersedia menerima

pejantan untuk berkopulasi. Periode atau masa dari permulaan periode birahi ke periode

birahi berikutnya disebut dengan siklus estrus. Ada beberapa macam fase estrus selama

siklus estrus tersebut sebagai berikut:

1. Metestrus, pada fase ini dijumpai sedikit leukosit pada sediaan hapus vagina hewan uji

seperti pada mencit dan tikus. Ini berlangsung lebih kurang satu hari.

2. Diestrus, pada fase ini dijumpai satu atau dua sel leukosit pada sediaan hapus vagina

hewan uji. Hasil apusan vagina pada fase diestrus ditandai dengan sel epitel berinti,

leukosit serta adanya lendir.

3. Proestrus, pada fase ini dijumpai sangat banyak leukosit pada sediaan hapus vagina

hewan uji seperti mencit dan tikus. Fase ini berlangsung lebih kurang satu hari. Fase

proestrus ditandai dengan sel epitel yang berbentuk oval, berwarna biru dengan inti sel

berwarna merah muda atau ungu pada hasil apusan vagina.

4. Estrus, pada fase ini tidak dijumpai adanya leukosit pada sediaan hapus vagina hewan

uji seperti pada mencit dan tikus. Fase ini berlangsung lebih kurang satu hari. Pada fase

ini hewan mau melangsungkan perkawinan (Almahdy 2012).

12

Tabel 6. Lamanya Siklus Estrus pada Beberapa Hewan

Nama Umum Nama Taksonomi Panjang siklus (hari)

Tikus Ratus norvegicus 4-5

Mencit Mus musculur 4-6

Marmot Cavia porcellus 16

Hamster Mesocricetus aureus 4

Kucing Felis catus 9-10/tahun

Anjing Canis familiaris 10/tahun

Kambing Ovis aries 21

3.5 Masa Organogenesis

Pemberian senyawa uji dapat dilakukan selama masa organogenesis. Masa

organogenesis merupakan waktu berlangsungnya pembentukan organ, yang berbeda tiap

spesies mamalia. Pada tabel berikut dapat dilihat beberapa variasi masa organogenesis

pada hewan (Almahdy 2012).

Tabel 7. Organogenesis pada Hewan Uji

Species Periode organogenesis (hari) Kelahiran

Tikus 6-15 22

Mencit 6-15 19

Kelinci 6-18 33

Marmot 10-18 66

Hamster 8-12 15

Kera 20-45 170

Manusia 21-56 267 Fetus merupakan periode yang sangat sensitif terhadap adanya pengaruh faktor

lingkungan luar. Pada periode ini, sel-sel embrio melakukan metabolisme yang tinggi,

sehingga gangguan faktor lingkungan menyebabkan terhambatnya metabolisme sel.

Terhambatnya aktivitas sel menyebabkan terganggunya perkembangan fetus dan dapat

menimbulkan abnormalitas berupa munculnya kelainan-kelainan perkembangan

(Hamidah dan Windasari 2005). 3.6 Penentuan siklus estrus pada tikus betina

Siklus estrus adalah fase dimana hewan uji berada pada masa subur dan mau

melaksanakan perkawinan. Biasanya siklus estrus pada tikus dan mencit berlangsung

selama empat hari. Jadi dalam sepuluh hari dapat diamati dua kali fase estrus.

13

Secara visualisasi siklus estrus dilakukan dengan melihat secara langsung vagina

tikus. Pada fase estrus hewan uji dapat dikawinkan, sedangkan kalau tidak berada pada

fase estrus hewan uji dibiarkan dan besok dilihat kembali. Pada hewan uji yang berada

pada fase estrus, terjadi pembengkakan pada jaringan disekitar vagina. Vagina terbuka

dengan jelas dan lembab dan terdapat mucus yang berwarna kemerahan (Almahdy 2012).

Pada hewan yang tidak berada pada fase estrus, tentu saja terjadi keadaan yang

berlawanan seperti tidak terjadi pembengkakan di sekitar vagina, vagina tertutup dan

kering serta jika dijumpai mucus warnanya opak atau bening tidak berwarna. 3.7 Mengawinkan hewan percobaan

Setelah fase estrus diketahui, maka seluruh hewan uji dapat dikawinkan, karena

hanya pada fase estruslah hewan uji tersebut dapat melakukan perkawinan atau mating.

Pengawinan hewan dilakukan dengan memasukkan hewan jantan ke dalam kandang

hewan betina yang sudah estrus. Komposisi pengawinan yang optimal dapat dicapai

dengan satu ekor hewan jantan untuk empat ekor hewan betina.

Hewan yang sudah mengalami perkawinan ditandai dengan adanya (vaginal plug)

sumbat vagina. Sumbat vagina berbentuk seperti lilin yang merupakan tumpukan dari

cairan mani mencit jantan, mucus vagina dan sel-sel mukosa yang terdapat pada fase

estrus. Sumbat vagina ini dapat dijumpai pada vagina dan terlihat antara pagi sampai

siang hari. Mencit yang sudah memiliki sumbat vagina, dianggap berada pada masa

kehamilan ke nol (Almahdy 2012). 3.8 Streptozotocin

Streptozotocin dengan nama IUPAC 2-deoxy-2 [(methylnitrosoamino)-carbony L

amino)- D – glukopyranose] memiliki rumus molekul C8H15N3O7. Streptozotocin adalah

senyawa yang dihasilkan dari streptomyces acromogenes yang merupakan suatu senyawa

nitroso urea analog glukosa (Nugroho 2006). Streptozotosin (STZ) sering digunakan

sebagai induksi DM tipe 1 maupun DM tipe 2 pada hewan uji karena selektif merusak sel

β pankreas (Pathak et al 2008). Streptozotosin dapat secara langsung merusak sel β

pankreas sehingga lebih banyak digunakan dalam pembuatan hewan uji DM. STZ

memasuki sel β pankreas melalui GLUT-2 dan menyebabkan alkilasi DNA. Kerusakan

DNA memicu aktivasi poliADP-ribosilasi yang kemudian mengakibatkan penekanan

NAD+ seluler, selanjutnya penurunan jumlah ATP dan akhirnya terjadi penghambatan

sekresi dan sintesis insulin. Peningkatan defosforilasi ATP akan memacu peningkatan

substrat untuk enzim xantin oksidase. Selanjutnya xantin oksidase mengkatalisis reaksi

pembentukan anion superoksida aktif. Dari pembangkitan anion superoksida terbentuk

14

hidrogen peroksida dan radikal superoksida. NO dan oksigen reaktif tersebut adalah

penyebab utama kerusakan sel β pankreas (Nugroho 2006). Streptozotosin dapat

menyebabkan destruksi masif sel β pankreas dan hiperglikemia permanen pada berbagai

hewan percobaan (Li et al 2000).

STZ dapat diinduksi secara intra vena (i.v) dengan dosis 40-60 mg/kg, sedangkan

secara intra peritoneal (i.p) diberikan lebih dari 40 mg/kgBB (Nugroho 2006).

Streptozotosin dapat menginduksi DM dalam 2-4 hari jika diberikan secara intra vena

dengan dosis 60 mg/kg (Akbarzadeh et al 2007). 3.9 Kimia Komputasi

Kimia komputasi adalah cabang ilmu kimia yang menggunakan hasil dari kimia teori

yang diterjemahkan ke dalam program komputer dengan menghitung sifat-sifat molekul

dan perubahannya. Selain hal tersebut kimia komputasi juga dapat digunakan untuk

simulasi terhadap molekul besar dan menerapkannya dalam sistem kimia nyata (Prianto

2007). Keuntungan dari kimia komputasi ini adalah dapat melakukan optimasi aktivitas,

geometri dan reaktivitas, sebelum senyawa disintesis secara eksperimental. Kimia

komputasi memiliki beberapa metode dalam mendesain suatu senyawa diantaranya

penambatan molekular dan penambatan dinamik (Yeni, Supandi & Khalishah 2018).

1. Simulasi Molecular Docking

Penambatan molekul (molecular docking) adalah metode yang berbasis genetika yang

digunakan untuk mencari pola interaksi yang paling baik. Pencarian pola interaksi tersebut

melibatkan dua molekul, yaitu reseptor dan ligan. Ligan adalah molekul kecil yang terlibat

dalam kedua proses anorganik dan biokimia. Penambatan molekul bertujuan untuk mencari

serta menentukan konformasi ligand dengan protein yang paling optimal. Simulasi ini

merupakan dasar dalam penemuan obat secara komputasional serta mempelajari obat/ligan

atau interaksi reseptor/protein dengan mengidentifikasi situs aktif yang cocok pada reseptor.

Selain mempelajari dan mengidentifikasi obat dan protein, simulasi ini juga mendapatkan

geometri terbaik dari kompleks ligan-reseptor (Setiawan & Irawan 2017).

Dalam identifikasi obat dan protein dibutuhkan proses atau tahapan validasi. Validasi

dalam simulasi penambatan molekul disebut juga sebagai re-docking dengan tujuan untuk

memvalidasi hasil docking yang telah dilakukan dan menganalisa nilai RMSD < 2,0 Å. Selain

itu, validasi juga memiliki tujuan untuk melihat kecocokan metode yang digunakan dalam

suatu penelitian (Manna dkk 2017). Pada simulasi ini parameter yang diukur adalah nilai

energi bebas Gibbs (ΔG). Apabila nilai energi bebas Gibbs semakin rendah (negatif)

15

maka ligan dengan nilai terendah tersebut memiliki kerja yang paling baik (Syahputra

2015).

2. Simulasi Molecular Dynamic

Dinamika Molekul (molecular dynamic) adalah sebuah metode komputasional yang

mensimulasi pergerakan suatu sistem pertikel. Simulasi ini juga merupakan metode

simulasi yang menggunakan komputer sebagai medianya yang dapat memungkinkan

untuk mempresentasikan interaksi molekul-molekul atom dalam jangka waktu tertentu

(Astuti & Mutiara 2011). Dinamika molekul bertujuan untuk memprediksi sifat

makroskopik seperti tekanan, energi, kapasitas panas dan lainnya dari sifat mikroskopik

termasuk posisi atom dan kecepatan yang dihasilkan dengan simulasi dinamika molekul

(Yu 2012). Sistem simulasi ini memiliki ̴50.000-100.000 atom, dan simulasi ini dapat

mencapai 500.000 atom pada umumnya apabila fasilitas komputer tersedia (Hospital et

al. 2015). Parameter yang digunakan dalam simulasi ini adalah energi potensial, RMSD,

RMSF, dan kondisi ikatan hidrogen (Tambunan et al. 2015; Setiajid 2012).

Paramater yang digunakan dalam prosedur molecular dynamic yaitu energi potensial

yang bertujuan untuk menentukan waktu untuk mengevaluasi RMSF. RMSD (Root Mean

Square Deviation) dilakukan untuk membandingkan konformasi struktur pada waktu

tertentu terhadap konformasi semula pada awal simulasi. RMSF (Root Mean Square

Fluctuation) merupakan evaluasi yang dilakukan untuk menganalisis fleksibilitas protein

pada sistem selama simulasi berlangsung. Parameter terakhir adalah evaluasi kondisi

ikatan hidrogen yang dilakukan melalui program VMD untuk menghitung ikatan

hidrogen, sudut ikatan hidrogen dan jumlah ikatan hidrogen (Setiajid 2012).

16

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1.Bahan dan alat

4.1.1. Alat Penelitian

Sonde tikus, timbangan analitik, timbangan berat badan hewan, spuit dispossible,

centrifuge, mikropipet (Eppendorf), alat-alat gelas, mikrotube, tip, oven, moisture balance

analyzer (Mettler Toledo HB43-S), lemari pendingin, kandang hewan coba, vortex, cawan,

fotometer klinikal (VARTA 506), pH meter, rotary vacum evaporator, toples kaca, lumpang

dan alu, oven, penangas air, tabung reaksi, refrigator, sentrifuge, pipet mikro, vortex, alat

bedah, komputer perangkat keras dengan spesifikasi Perangkat keras yang digunakan

seperangkat laptop dengan spesifikasi prosesor Intel(R) Pentium(R) CPU 987 @

1.50GHz, ̴1.5GHz,memory 2048MB RAM, dengan operating system windows 10 Home 32-

bit yang terhubung dengan koneksi internet serta operating system linux ubuntu (32-bit).

Perangkat lunak (Software) yang digunakan antara lain, Marvin Beans versi 5.2.5.1,

YASARA versi 10.1.8, PLANTS versi 1.1, Discovery Studio Visualizer versi 17.2.0.16349

(http://accelrys.com/), GROMACS versi 5.1.2 (http://www.gromacs.org/), Protein Data

Bank (http://www.rcsb.org/pdb), PubChem (http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov), dan VMD

1.9.3 (http://www.ks.uiuc.edu/Research/vmd/ 4.1.2 Bahan Penelitian

4.1.2.1 Bahan Uji

Biji buah nangka yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

(BALITTRO) Bogor telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, etanol 70 %, Na CMC 0,5 %, pereaksi Mayer,

pereaksi Dragendrorf, methanol, HCl 2N, FeCl3, aquadest, stretptozotosin (STZ), sukrosa,

obat pembanding Metformin glibenklamid, acarbosa (Merck), etanol 95%, antrone-asam

sulfat 0,2%, pakan standar, phosfat buffer saline (PBS). 4.1.2.2 Hewan Uji

Penelitian ini menggunakan hewan uji tikus putih jantan (Rattus novergicus L) galur

spargue dawley (SD) yang berumur lebih kurang 3 bulan dengan berat badan antara 200

sampai dengan 250 gram dengan kondisi sehat sejumlah 80 ekor yang diperoleh dari IPB.

17

4.2 Prosedur Penelitian

4.2.1 Determinasi Tanaman

Tanaman biji buah nangka yang dideterminasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor untuk memastikan jenis dan kebenaran simplisia. 4.2.2 Pembuatan Simplisia Serbuk Biji Buah Nangka

4kg biji buah nangka diambil lalu dibersihkan dari pengotornya, kemudian dicuci

dengan air hingga bersih, ditiriskan dan dirajang halus, dikeringkan di bawah sinar

matahari. Setelah kering kemudian diserbukkan dan didapatkan 2kg serbuk kering biji

nangka, selanjutnya diayak dengan ayakan nomor 40. Serbuk halus yang diperoleh

adalah 1,7kg. 4.2.3 Pembuatan Ekstrak Etanol 70%

Ekstraksi biji buah nangka dilakukan dengan cara maserasi karena ekstraksi dengan

cara ini merupakan cara penyarian yang sederhana dan tidak berpotensi merusak zat aktif

tanaman. Maserasi dilakukan dengan cara serbuk biji buah nangka ditimbang sebanyak

1kg, kemudian di ekstraksi dengan larutan etanol 70% sebanyak 10 L dan rendam selama

6 jam, kemudian diamkan sampai 3 hari terlindung dari cahaya disertai dengan

pengadukan yang bertujuan untuk meratakan seluruh bagian serbuk simplisia agar

terendam dengan etanol 70%. Setelah 3 hari, kemudian dilakukan penyaringan,

ampasnya dilakukan maserasi kembali dengan etanol 70% dengan prosedur yang sama.

Maserat yang didapatkan kemudian diuapkan dengan menggunakan vacum rotary

evaporator hingga didapat ekstrak kental etanol 70% (Depkes RI 2008). Ekstrak kental

yang diperoleh adalah 171,3925g. 4.2.4 Pemeriksaan Karakteristik Mutu Ekstrak

a. Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi pemeriksaan bentuk, bau, dan warna terhadap

ekstrak (Depkes RI 2008).

b. Penetapan Susut Pengeringan

Penetapan susut pengeringan dilakukan untuk mengetahui besarnya senyawa yang

hilang pada proses pengeringan (Depkes 2000). Susut pengeringan dilakukan dengan

cara menimbang ekstrak sebanyak 1-2 gram kemudian dimasukkan ke dalam botol

timbang bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit

dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang.

Selanjutnya botol timbang berisi ekstrak dimasukkan ke dalam oven dengan dibuka

tutupnya, dikeringkan pada suhu 105°C hingga bobot konstan. Setiap sebelum

18

pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup dan mendingin di dalam desikator

hingga suhu kamar (Depkes 2000). Perhitungan persentase susut pengeringan dapat

dilihat sebagai berikut:

Susut Pengeringan (%): b - c ...................................................... (1)

a - c

Keterangan: a = berat awal simplisia (g)

b = berat akhir simplisia (g)

c = berat botol kosong (g)

4.2.5 Perhitungan Persentase Rendemen Ekstrak

Perhitungan persentase rendemen dihitung dengan cara menghitung jumlah ekstrak

yang diperoleh kemudian dibagi dengan jumlah serbuk simplisia sebelum dilakukan

ekstraksi, kemudian dikalikan 100% (Depkes RIa2008).

(%) Rendemen ekstrak terhadap simplisia x 100% .................. (2) b

Keterangan: a = berat ekstrak kental (g)

b = berat simplisia (g)

4.2.6 Penapisan Fitokimia Ekstrak (Depkes RI 1997)

a. Pemeriksaan Flavonoid

Didihkan 100 mg ekstrak dalam 100 ml air panas selama 5 menit dan saring.

Tambahkan 5 ml filtrat dengan serbuk Mg dan 1 ml HCL(p) kocok kuat. Adanya

flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga.

b. Pemeriksaan Saponin

Masukkan 100 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panas,

dinginkan, kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik. Adanya saponin ditunjukkan

dengan terbentuknya buih setinggi ±3 cm dan pada penambahan HCL buih tidak hilang.

c. Pemeriksaan Tanin

Didihkan 100 mg ekstrak dalam 50 ml air selama 15 menit, dinginkan. Saring

filtrat dengan kertas saring, lalu tambahkan 2 tetes FeCl3 1%. Adanya tanin ditunjukan

dengan terbentuknya warna biru tua (tanin galat) atau hijau kehitaman (tanin katekuat)

dan pada penambahan gelatin terbentuk endapan putih.

d. Pemeriksaan Alkaloid

Tambahkan 100 mg ekstrak dengan 1 ml HCL 2N dan 9 ml aquadest dalam tabung

reaksi, panaskan di atas penangas air pada suhu 100oC selama 2 menit, dinginkan dan

saring. Bagi filtrate kedalam dua tabung reaksi. Tabung pertama diberi pereaksi

19

Dragendorf, adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah. Tabung

kedua diberi pereaksi Mayer, adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan

berwarna putih.

e. Pemeriksaan Terpenoid dan Steroid

Tambahkan 100 mg ekstrak dengan 2 ml etanol dalam tabung reaksi, dipanaskan

sebentar, kemudian dinginkan dan saring. Filtrat diuapkan lalu tambahkan eter, 3 tetes

asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4(p). Adanya terpenoid ditunjukkan dengan

terjadinya perubahan warna menjadi merah atau ungu dan adanya steroid ditunjukkan

dengan terbentuknya warna hijau. 4.2.7 Persiapan hewan percobaan

Penelitian diawali dengan aklimatisasi dalam ruang percobaan selama 10 hari agar

dapat beradaptasi dengan lingkungan baru, pada saat tersebut dilakukan pengamatan

masa estrus yang dapat dilakukan dua kali pengamatan siklus estrus dan penimbangan

bobot badan setiap hari (Almahdy 2012). 4.2.8 Penentuan siklus estrus pada tikus betina

Siklus estrus adalah fase dimana hewan uji berada pada masa subur dan mau

melaksanakan perkawinan. Biasanya siklus estrus pada tikus dan mencit berlangsung

selama empat hari. Jadi dalam sepuluh hari dapat diamati dua kali fase estrus.

Secara visualisasi siklus estrus dilakukan dengan melihat secara langsung vagina

tikus. Pada fase estrus hewan uji dapat dikawinkan, sedangkan kalau tidak berada pada

fase estrus hewan uji dibiarkan dan besok dilihat kembali. Pada hewan uji yang berada

pada fase estrus, terjadi pembengkakan pada jaringan disekitar vagina. Vagina terbuka

dengan jelas dan lembab dan terdapat mucus yang berwarna kemerahan (Almahdy 2012).

Pada hewan yang tidak berada pada fase estrus, tentu saja terjadi keadaan yang

berlawanan seperti tidak terjadi pembengkakan di sekitar vagina, vagina tertutup dan

kering serta jika dijumpai mucus warnanya opak atau bening tidak berwarna. 4.2.9 Mengawinkan hewan percobaan

Setelah fase estrus diketahui, maka seluruh hewan uji dapat dikawinkan, karena

hanya pada fase estruslah hewan uji tersebut dapat melakukan perkawinan atau mating.

Pengawinan hewan dilakukan dengan memasukkan hewan jantan ke dalam kandang

hewan betina yang sudah estrus. Komposisi pengawinan yang optimal dapat dicapai

dengan satu ekor hewan jantan untuk empat ekor hewan betina.

Hewan yang sudah mengalami perkawinan ditandai dengan adanya (vaginal plug)

sumbat vagina. Sumbat vagina berbentuk seperti lilin yang merupakan tumpukan dari

20

cairan mani mencit jantan, mucus vagina dan sel-sel mukosa yang terdapat pada fase

estrus. Sumbat vagina ini dapat dijumpai pada vagina dan terlihat antara pagi sampai

siang hari. Tikus yang sudah memiliki sumbat vagina, dianggap berada pada masa

kehamilan ke nol (Almahdy 2012). 4.2.10 Perhitungan dan Penetapan Dosis

a. Perhitungan dan Penetapan Dosis Ekstrak Biji Buah Nangka

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh (Moura et al 2018) menunjukan

bahwa ekstrak etanol biji buah nangka dalam dosis 50 mg/kgBB mempunyai kemampuan

untuk dapat mengurangi tingkat hiperglikemia pada mencit. Dilakukan konversi dosis

dari dari mencit ke tikus. Maka, dosis yang diberikan pada tikus adalah 100mg/kgBB.

b. Perhitungan dan Penetapan Dosis Metformin

Pada penelitian ini pembanding yang digunakan adalah Metformin Menurut (Aberg

et al 2009) Dosis lazim Metformin untuk manusia adalah 500 mg/hari. Dilakukan

konversi dosis dari manusia ke tikus berdasarkan rumus FDA (Reagan-shaw et al 2007)

Rumus yang digunakan adalah:

c.

Perhitungan dan Penetapan Dosis Glibenklamid

Pada penelitian ini pembanding yang digunakan adalah Metformin Menurut (Aberg

et al 2009) Dosis lazim Glibenklamid untuk manusia adalah 5 mg/hari. Dilakukan

konversi dosis dari manusia ke tikus berdasarkan rumus FDA (Reagan-shaw et al 2007)

Rumus yang digunakan adalah:

21

mg/200gBB 10,27

mg/kgBB 51,37

6

37 mg/kgBB 8,33 tikusDosis

37

6 x tikusDosis kg 500mg/60

manusia km

tikuskm(mg/kg) tikusDosis (mg/kg) HED

HED (mg/kg) Dosis tikus (mg/kg) km tikus

km manusia

5mg/60 kg Dosis tikus x 6

37

Dosis tikus 0,0 833 mg/kgBB

37

6

0,51 mg/kgBB

0,1027 mg/200gBB

b. Perhitungan dan Penetapan Dosis Akarbosa

Dosis lazim Akarbosa untuk manusia adalah 50 mg/hari. Dilakukan konversi dosis dari

manusia ke tikus berdasarkan rumus FDA (Reagan-shaw et al 2007)

Rumus yang digunakan adalah:

HED (mg/kg) Dosis tikus (mg/kg) km tikus

km manusia

50mg/60 kg Dosis tikus x 6

37

Dosis tikus 0, 833 mg/kgBB 37

6

5,1 mg/kgBB 1,027 mg/200gBB

c. Perhitungan dan Penetapan Dosis Streptozotosin

Pada penelitian sebelumnya, streptozotosin diberikan secara intra peritoneal (i.p)

dengan dosis 40 mg/kgBB pada tikus (Dewi 2014). Maka dosis streptozotosin yang

digunakan adalah 8 mg/200 g BB.

Dosis untuk tikus 200 g = 40 mg/ kg BB x 200/1000 gram

= 8 mg/ 200 g BB

d. Perhitungan dan Penetapan Dosis Ketamin

Dosis ketamin yang digunakan pada manusia untuk anestesi secara intramuskular

adalah 6,5 mg/ kg BB (DIH 2008). Dilakukan konversi dosis dari manusia ke tikus, yaitu:

Dosis tikus = Dosis manusia x

Faktor Km manusia

Faktor Km tikus

= 6,5 mg/kg BB x

37

6

= 40,08 mg/kg BB

= 8,01 mg/ 200 g BB tikus ..................................... (4)

22

4.2.11 Pembuatan Sediaan Uji dan Pembanding

a. Pembuatan Larutan Streptozotocin

Timbang 75mg streptozotocin kemudian dilarutkan dengan larutan buffer sampai

25ml (Badr 2013).

b. Pembuatan Sediaan Na-CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi 100 ml aquadest

panas, setelah 15 menit aduk kuat-kuat dalam lumpang sampai terbentuk massa suspensi

yang homogen, hingga didapatkan konsentrasi suspensi Na-CMC 0,5%.

c. Pembuatan Sediaan Ekstrak Etanol 70% Biji Buah Nangka

Ekstrak biji buah nangka ditimbang seksama, kemudian digerus lalu ditambahkan

dengan Na CMC 0,5% dan digerus sampai homogen. Aquadest panas ditambahkan

sedikit demi sedikit sambil sesekali diaduk. Na CMC 0,5% di tambahkan hingga 100 mL

kemudian dikocok sampai homogen.

d. Pembuatan Sediaan Metformin, Glibenklamid dan Akarbosa

Dosis Metformin yang digunakan adalah 10,27 mg/200gBB, 0,1027 mg/200gBB,

1,027 mg/200gBB tikus, kemudian disuspensikan dengan Na. CMC 0,5% sampai volume

yang dibutuhkan dan dikocok sampai terdistribusi homogen.

5 Pengelompokan Hewan Uji

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)

dengan menggunakan 30 ekor tikus yang dibagi atas 6 kelompok. Melalui rancangan ini

jumlah ulangan tiap kelompok berdasarkan rumus Federer (Hanafiah 2001) adalah

sebagai berikut:

(t - 1)(n - 1) 15

(6 - 1)(n - 1) 15

5n - 1 15

5n 20

n 4

............................................................................... (5)

Nilai t menunjukkan jumlah kelompok perlakuan terhadap hewan uji dan n

menunjukkan jumlah ulangan dari tiap kelompok. Uji efek antidiabetes terdiri dari 6

kelompok uji, yaitu kelompok normal, kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol

positif dan tiga kelompok dosis ekstrak biji buah nangka, masing-masing kelompok

terdiri dari 4 ekor tikus.

23

Kelompok 1 = Normal

Kelompok 2 = Kontrol Negatif (STZ)

Kelompok 3 = Kontrol Positif Metformin 51,37 mg/kg BB

Kelompok 4 = Kontrol Positif Glibenklamid 0,51 mg/kgBB

Kelompok 5 = Kontrol Positif Akarbosa 5,1 mg/kgBB

Kelompok 6 = Kelompok Ekstrak Biji Buah Nangka Dosis 100 mg/kg BB

Kelompok 7 = Kelompok Ekstrak Biji Buah Nangka Dosis 200 mg/kg BB

Kelompok 8 = Kelompok Ekstrak Biji Buah Nangka Dosis 400 mg/kg BB

Tabel 8. Perlakuan Terhadap Hewan Uji

Kel.

I II III IV V VI V VI

Hari

Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kelom Kelomp Kelom

Perlakuan Normal Negatif Positif Positif Positif pok uji ok uji pok uji

Glibenk Metformin Akarbo dosis 1 dosis 2

dosis 3

lamid sa

Hari ke 1-

7 Aklimatisasi

Hari ke 8-

13 Penentuan Siklus Estrus & Mengawinkan Hewan Percobaan

Hari ke-14 Kehamilan hari ke-0

Hari ke 15 Induksi streptozotocin secara intraperitonial dengan dosis

8mg/200gBB

Hari ke-18 Pengambilan darah dan pengukuran kadar gula darah

Sediaan Sediaan Sediaan

Glibenkl

uji uji dosis uji

Akarbos dosis 1 2

dosis 3 amid

Larutan Larutan

Metformin a dalam 100mg/ 200mg/

400mg/

Hari

dalam

Na Na

dalam larutan kgBB kgBB

kgBB ke

larutan

CMC CMC

larutan Na Na dalam dalam

dalam 19-33

Na

0,5% 0,5%

CMC 0,5% CMC larutan larutan

larutan CMC

0,5% Na Na

Na

0,5%

CMC CMC

CMC

0,5% 0,5% 0,5%

Hari ke-34 Pengambilan darah dan pengukuran kadar gula darah

24

6 Pengukuran Kadar Gula Darah

Sebelum dilakukan pengambilan darah, tikus dipuasakan terlebih dahulu selama ±

12 jam, kemudian tikus dibius dengan ketamin 40,08 mg/kg BB secara intramuskular

hingga tidak sadarkan diri. Pengambilan darah dilakukan melalui plexus reorbitalis pada

mata menggunakan pipa kapiler (Vogel 2008). Darah yang mengalir ditampung pada

vacutte yang dipegang miring 45°C kemudian dikocok. Darah yang diambil sebanyak 3

ml lalu dipindahkan ke microtube kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm

selama 15 menit agar diperoleh serum. Kemudian sampel siap dianalisis.

Serum diambil sebanyak 10 µl, dicampur dengan reagen enzim (pereaksi glukosa

kit) sebanyak 1000 µl, kemudian divortex dan diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C

atau 10 menit pada suhu 20-25°C. Baca kadar dengan spektrofotometer klinikal (Human

2012).

7 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik, mula-mula diuji normalitas dan

homogenitasnya. Setelah itu dilakukan uji analisis of varian (ANOVA) saru arah dengan

taraf signifikansi 95% (p < 0,05). Kemudian dilihat ada tidaknya perbedaan yang

bermakna, jika terdapat perbedaan yang bermakna maka dilanjutkan dengan uji Tukey

(Priyatno 2012). 4.2.12 Preparasi Struktur Protein

a. Pengunduhan Struktur Protein

Prosedur awal dalam penyiapan struktur protein adalah dengan pengunduhan struktur

terlebih dahulu dari Protein Data Bank dengan situs http://www.rcsb.org/pdb dengan

kode pdb 2FF7. Pemilihan protein ini dikarenakan telah banyak yang menggunakan

kode pdb tersebut dan hasil skrining dari nilai resolusinya serta hasil validasi ulang

dari protein (Sahu and Shukla 2014).

b. Penyiapan Struktur Protein

Penyiapan struktur protein dilakukan dengan menggunakan software YASARA dengan

cara buka aplikasi YASARA → File → Load → PDB file → 2FF7.pdb (dicari pada file

penyimpanan) → Klik “OK”). Kemudian hapus residu yang tidak diperlukan pada

protocol docking termasuk air jika esensial dengan langkah (Edit → Delete → Water

→ “OK”). Pada protein ditambahkan hidrogen sebab resolusi struktur kristal tidak mampu

memprediksi keberadaan hidrogen (Edit → Add → Hydrogens to: all). Selanjutnya, file

yang telah dipreparasi disimpan dalam bentuk YASARA object (.yob) (File → Save as →

YASARA object) dengan format 2FF7.yob. Setelah file protein

25

dalam format .yob dilakukan penghapusan molekul lain sehingga tersisa molekul

protein dan pocket cavity-nya saja untuk prosedur docking (Edit → Delete → Residue;

pilih squen “ADP”, name “ADP”, belongs to or has: All → Klik “OK”). Selanjutnya,

simpan hasil sebagai “protein” dengan tipe file .mol2, dan langkahnya adalah File →

Save as → Other file format → object: 2FF7; File format: .mol2; Browse:

C:/docking_plants; Filename: protein.mol2, penyimpanannya pada file yang sama

dengan file sebelumnya (Purnomo 2013).

Selanjutnya, koordinat pocket cavity ditentukan untuk memudahkan dalam

pencarian binding site pada prosedur docking menggunakan PLANTS 1.1. Koordinat

pocket cavity protein yang digunakan berasal dari koordinat ligan 3D asli. Oleh karena

itu yang diperlukan adalah file .mol2 yang berisi ligan asli pada protein dengan cara

buka file YASARA → File → New dan klik “Yes”, selanjutnya klik File → Load →

YASARA Object dan cari file 2FF7.yob yang telah disimpan sebelumnya. Langkah

berikutnya dengan klik Edit → Delete → Residue; pilih Name “ADP”, Belongs to or has

all, aktifkan opsi “Negate name” dan klik “ÓK”. Hasil yang ada disimpan dalam format

.mol2 dengan nama file “ref_ligand” menggunakan prosedur File → Save as

→ Other file format → object: 2FF7; File format: .mol2; Browse: C:/docking_plants;

Filename: ref_ligand.mol2. Preparasi protein untuk prosedur simulasi docking sudah

selesai serta telah tersedia file “protein.mol2” dan “ref_ligand.mol2”, akan tetapi

terdapat satu hal lagi yaitu preparasi ligan (dalam berbagai macam konformasi

representatif) dengan format .mol2 untuk di-docking-kan ke protein (Purnomo 2013).

4.2.13 Preparasi Struktur Ligan

a. Pengunduhan Struktur Ligan

Ligan yang akan digunakan dalam penelitian kali ini ada sebanyak 18 ligan dan 1

ligan pembanding yaitu senyawa glibenklamid. Ligan yang hendak digunakan

diunduh dari PubChem melalui situs http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov dalam bentuk

tiga dimensi (3D) dengan format .SDF.

b. Penyiapan Ligan dan Pencarian Konformasi

Ligan yang telah diunduh disiapkan untuk prosedur docking dengan menggunakan

software Marvin Beans versi 5.2.5.1. Penyiapan ligan dilakukan dengan langkah

membuka file Marvin Sketch → buka file ligan (File → Open → New BP → Ligan)

→ klik Structure → Clean 2D → Clean in 2D. Setelah ligan menjadi bentuk 2D, ligan

dicek protonasinya pada pH 7,4 sesuai dengan pH umum tubuh manusia dengan klik

Tools → Protonation → Major Microspecies → klik “OK” maka jendela yang baru

26

akan terbuka simpan hasil tersebut sebagai “ligan_2D” dengan format .mrv. Setelah

dalam format “ligand_2D.mrv” tutup jendela aplikasi, dan buka kembali aplikasi untuk

mencari konformasi terbaik dari ligand an juga membuat ligan dalam bentuk format

.mol2. Caranya adalah dengan membuka kembali aplikasi kemudia File → Open

“ligand_2D.mrv”, cari konformasi ligan dengan klik Tools → Conformation →

Conformers → OK, akan muncul jendela baru yang memunculkan konformasi terbaik

dari ligan. Simpan hasil konformasi (“Conformers” File → Save as di satu file yang

sama dengan “ligand_2D.mrv) dengan nama ligand dan tipe file .mol2 menjadi

“ligand.mol2”. Penyiapan ligan telah selesai selanjutnya simulasi docking dapat

dilaksanakan untuk mencari senyawa terbaik sebagai kandidat obat diabetes (Purnomo

2013).

c. Validasi Metode dan Re-docking

Setelah semua ligan dan reseptor telah selesai dipreparasi, dilakukan validasi

metode yang bertujuan untuk mengetahui metode docking yang digunakan valid.

Validasi metode dilakukan dengan cara re-docking ligan asli struktur kristalografi

dari 2FF7 dengan respetor/protein untuk mendapatkan dan mengetahui binding site

center yang dituju. Proses re-docking dijalankan dan akan memberikan satu hasil

yang terbaik dengan skor terendah dari beberapa konformasi yang di-submit ke

simulasi re-docking. Konformasi terbaik tersebut dipindahkan ke dalam satu folder

yang sama pada file “ref_ligand.mol2” dengan mengkopi file. Setelah proses re-

docking selesai, dilanjutkan dengan menganalisa hasil untuk mengetahui nilai RMSD

pose antar-struktur (Purnomo 2013).

Analisa hasil menggunakan software YASARA dengan membuka file YASARA

→ Load “ref-ligand.mol2” dan file hasil docking yang dikopikan. Setelah file berada

pada aplikasi YASARA, disimpan sebagai YASARA scene (.sce) dengan nama file

“align.sce”. Kemudian, analisa nilai RMSD pose hasil docking dengan tahapan

menghapus atom hidrogen terlebih dahulu (Edit → Delete → Hydrogens) dan analisa

dapat dilanjutkan dengan cara klik Analyze → RMSD of → Molecules. Setelah

prosedur tersebut maka akan muncul jendela yang menampilkan pilihan sequence

sebanyak dua kali. Jendela sequence pertama pilih sequence atas atau sequence

dengan kolom 3 bernomor 1. Pada kemunculan yang kedua pilih sequence atas atau

sequence dengan kolom 3 bernomor 2 dan Name dan Belongs to or has dibiarkan

begitu saja (Purnomo 2013).

27

Setelah prosedur diatas dilakukan, akan muncul jendela baru dan pastikan semua

opsi pada jendela tersebut unchecked kecuali opsi dengan tulisan “Molecule” lalu klik

“OK”. Selanjutnya akan muncul jendela command line dari YASARA dibagian

bawah yang akan menampilkan hasil kalkulasi nilai RMSD heavy atoms senyawa

docking dengan satuan Å (angstrom). Sebuah protokol dapat diterima apabila RMSD

heavy atoms hasil docking dibandingkan dengan refrensinya kurang dari 2,0 Å

(Purnomo 2013).

4.2.14 Simulasi Molecular Docking dengan PLANTS versi 1.1

a. Pengaktifan PLANTS 1.1

Pengaktifan PLANTS dilakukan pada software linux Ubuntu yang dilakukan

dengan cara menginstall terlebih dahulu software linux. Hal disebabkan aplikasi

PLANTS hanya dapat dioperasikan/dijalankan pada sistem operasi linux. Instalasi linux

disesuaikan dengan spesifikasi perangkat laptop/komputer yang akan digunakan.

Apabila linux telah diinstal maka seluruh file (ligan, reseptor, aplikasi PLANTS 1.1 dan

plantsconfig) dipindahkan ke desktop sistem operasi linux. Tahapan awal dalam

pengaktifan yaitu dengan membuka terminal pada desktop dikarenakan PLANTS

dijalankan pada terminal. Lalu masukkan perintah (̴$ cd Dekstop $ cd Docking ./

PLANTS.) untuk memulai menjalankan aplikasi dan akan memunculkan tampilan

PLANTS yang siap digunakan (Purnomo 2013).

b. Pencarian Binding Site Center dan Radius

Setelah PLANTS dapat dijalankan, dilanjutkan dengan pencarian binding site

center dan radius untuk mencari koordinat cavity pada jendela terminal yang sama

dengan sebelumnya. Langkah pencarian dengan menuliskan perintah ./PLANTS -- mode

bind ref_ligand.mol2 5 protein.mol2 dan akan mencari serta menghasilkan binding site

secara otomatis. Untuk memastikan hasil pencarian binding site yang telah dijalankan

dapat melihat luaran berupa file bindingsite.def dan disesuaikan dengan hasil yang

tertera pada terminal linux. Selanjutnya, hasil dari pencarian binding site pada file

bindingsite.def dikopi ke file plantsconfig dan disimpan. Tujuan pengkopian data

binding site dari bindingsite.def ke plantsconfig untuk penyesuaian koordinat cavity agar

dapat menjalankan prosedur/simulasi docking (Purnomo 2013).

c. Simulasi Molecular Docking

Apabila binding site telah didapatkan maka simulasi molecular docking dapat

dilanjutkan. Pada jendela terminal yang sama, simulasi dapat dilakukan dengan

perintah ./PLANTS --mode screen plantsconfig . Setelah memasukkan perintah

28

tersebut, proses docking akan berjalan dan menampilkan hasil serta luaran dari

proses simulasi. Selanjutnya untuk melihat hasil dapat menggunakan

perintah ̴/Desktop /Docking $̴ cd results dilanjutkan dengan ̴$more bestranking.csv.

Setelah semua perintah dimasukkan, maka skor terbaik (ChemPLP score) akan

ditampilkan dan dilanjutkan dengan pemilihan konformasi dengan skor terendah

yang merupakan konformasi terbaik. Dari hasil tersebut, konformasi terbaik disalin

dan disatukan dengan file ligan, reseptor dan lainnya untuk dilanjutkan ke tahap

analisa. Selain itu, semua hasil dapat disimpan dan dilihat melalui folder results di

direktori penyimpanan (Purnomo 2013).

d. Analisis Hasil

Hasil dari proses simulasi docking menggunakan PLANTS 1.1 berupa ChemPLP

score (Korb et al. 2009). Pada setiap hasil simulasi yaitu sebanyak delapan belas senyawa

ligan dan satu senyawa ligan pembanding dievaluasi serta diinterpretasikan. Evaluasi

serta interpretasi hasil yang didapat, dilakukan dengan melihat skor terendah atau derajat

energi bebas Gibbs yang semakin negatif dapat dikatakan sebagai “terbaik” (Purnomo

2013). Apabila nilai energi bebas Gibbs yang semakin rendah maka semakin besar

afinitas yang terjadi pada ligan-protein. Sebaliknya, jika nilai energi bebas Gibbs besar

maka afinitas antara ligan-protein semakin rendah (Trott and Olson 2010).

e. Visualisasi Hasil Molecular Docking

Setelah dilakukan analisis terhadap hasil docking maka dilakukan visualisai.

Tujuan dari visualisasi pada hasil molecular docking untuk melihat interaksi ligan

dengan reseptor secara spesifik. Visualisasi pada molecular docking dilakukan dengan

menggunakan aplikasi Discovery Studio Visualizer versi 17.2.0.16349. Visualisasi

hasil molecular docking yang menggunakan software Discovery Studio Visualizer

versi 17.2.0.16349 dilakukan dengan tahapan awal penggabungan protein dengan

ligan menjadi komplek protein-ligan. Penggabungan protein dengan ligan tersebut

dilakukan dengan menggunakan software YASARA dengan cara open YASARA →

File → Load → Other file format → klik file protein.mol2 dan file ligand hasil

docking (ligand_entry_00005_conf_01). Selanjutnya klik Edit → Join → Obyek lalu

klik baris 1 pada kolom squen, baris 1 pada kolom Name, dan pada kolom belongs to

or has: All lalu klik “OK” dilanjutkan dengan klik baris 2 pada kolom squen, baris 2

pada kolom Name, dan pada kolom belongs to or has: All lalu klik “OK”.

Selanjutnya File → Save as → PDB File dan klik baris pertama pada kolom squen,

baris pertama pada kolom Name, dan pada kolom belongs to or has: All lalu klik “OK”.

29

Simpan file sebagai “kompleks1” di folder yang diinginkan dan dapat dilaksanakan

visualisasi. Tahapan visualisasi yang dilakukan yaitu dengan membuka software

Discovery Studio Visualizer versi 17.2.0.16349 lalu klik File → Open → Search File

dan klik file “kompleks1”. Tahapan kedua dengan cara klik Receptor-Ligand

Interactions pada bar yang tersedia → Ligand Interactions → Interactions Options →

klik Show Distance dan Show Type → klik Advanced lalu klik “OK”. Setelah tahapan

tersebut, dilakukan pencarian atom/gugus fungsi serta residu asam amino yang terjadi

interaksi antara ligan dengan reseptor. Langkah untuk melihat hal tersebut dengan

cara klik kanan pada ligan yang terjadi interaksi → Label → Add → pada kolom

pertama pilih atom, kolom kedua pilih name → klik “OK”.

Untuk melihat interaksi tersebut dilakukan secara manual yaitu dengan melakukan

langkah sebelumnya terhaddap setiap interaksi yang terjadi pada ligan dan reseptor.

Begitupun dengan ligan pembanding, dilakukan visualisasi menggunakan software yang

sama dan dengan langkah yang sama pula dengan nama file “Kompleks2”.

4.4. Fish Bone Diagram Penelitian

Persiapan Alat & Pembuatan ekstrak Uji aktivitas dan in silico Bahan dan fraksi molecular docking dan

flexible docking

Alat & Bahan Ekstrak etanol dan Dosis efektif, fraksi biji buah nangka interaksi senyawa terbaik

Hewan uji & variasi dosis Data statistik Kandang

Perlakuan Pembuatan dosis Analisa Data Hewan Coba

Dosis efektif dan kandidat senyawa terbaik

Gambar 5. Fish Bone Diagram Penelitian

30

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Determinasi Tanaman Biji Buah Nangka

Sebelum penelitian dilaksanakan, perlu dilakukan determinasi tanaman terlebih

dahulu untuk mendapatkan kebenaran dari jenis tanaman uji yang akan digunakan dalam

penelitian. Determinasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat

Penelitian Biologi-LIPI Cibinong. Hasil dari Determinasi tersebut didapatkan bahwa

simplisia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Artocarpus heterophyllus Lam. dengan

nama daerah nangka dan suku Moraceae (Lampiran 5). 5.2 Hasil Ekstraksi Biji Buah Nangka

Hasil ekstraksi biji buah nangka yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 9. Hasil Ekstraksi Biji Buah Nangka

No Jenis Hasil

1 Biji Buah Nangka Segar 4 kg

2 Serbuk Biji Buah Nangka 1,700 kg

3 Ekstrak Kental Etanol 70% BBN 171,39 g

Keterangan: BBN = Biji Buah Nangka

Pada tabel diatas menunjukkan adanya penyusutan berat simplisia, mulai dari biji

buah nangka segar hingga menjadi ekstrak kental etanol 70% biji buah nangka. Penyusutan

berat simplisia terjadi akibat adanya proses sortasi, pengeringan, hingga ekstraksi. 5.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Kental Etanol 70% Biji Buah Nangka

Untuk mengetahui karakteristik dari ekstrak kental etanol 70% biji buah nangka maka

dilakukan uji organoleptik dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 10. Hasil Karakteristik Ekstrak Kental Etanol 70% Biji Buah Nangka

No Jenis Uji Organoleptik

Bau Rasa Warna

1 Serbuk Biji Buah Nangka Khas Khas Cokelat

Muda

2 Ekstrak Kental Etanol 70%

Khas Pahit Cokelat BBN

Keterangan: BBN = Biji Buah Nangka

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari ekstrak kental etanol

70% Biji Buah Nangka meliputi bau, rasa, dan warna. Dari hasil uji organoleptik yang telah

31

dilakukan, ekstrak kental etanol 70% Biji Buah Nangka memiliki bau yang khas serta bentuk

yang kental, memiliki rasa yang pahit dan berwarna cokelat.

Tabel 11. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Kental Etanol 70% Biji Buah Nangka

No Metabolit Sekunder

Hasil Ekstrak Kental Etanol 70% Biji

Buah Nangka

1 Alkaloid +

2 Flavonoid +

3 Tanin +

4 Steroid +

5 Saponin +

6 Terpenoid + Keterangan: (+) = mengandung senyawa

Uji penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia yaitu alkaloid,

flavonoid, tanin, steroid dan saponin pada ekstrak kental etanol 70% Biji Buah Nangka. Hasil

penapisan fitokimia ekstrak kental etanol 70% Biji Buah Nangka menunjukkan positif pada

alkaloid, flavonoid, tanin, steroid dan saponin.

Tabel 12. Hasil Rendemen dan Susut Pengeringan Ekstrak Kental Etanol 70% Biji

Buah Nangka No Jenis Hasil

1 Rendemen Ekstrak Kental Etanol 70% BBN 10,08%

2 Susut Pengeringan Ekstrak Kental Etanol 70%

9,03% BBN

Keterangan: BBN = Biji Buah Nangka

Penetapan Susut Pengeringan dilakukan untuk mengetahui besarnya senyawa yang

hilang pada proses pengeringan. Persyaratan susut pengeringan menurut parameter standar

yang berlaku adalah <10% (Depkes 2000). Hasil susut pengeringan menunjukkan bahwa

ekstrak kental etanol biji buah nangka memenuhi persyaratan, yaitu <10%. 5.4 Hewan Uji

Tikus yang digunakan dalam percobaan yaitu jenis tikus putih (Ratus norvegicus) strain

Sprague Dawley berasal dari Laboratorium Non Rominansia dan Satwa Harapan Fakultas

Peternakan IPB. Tikus yang digunakan berumur 2-3 bulan sebanyak 24 ekor yang dibagi menjadi

6 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor dengan berat badan tikus ± 200 g.

Sebelum perlakuan tikus diaklimatisasi terlebih dahulu dikandang hewan selama

32

14 hari agar hewan percobaan dapat beradapatasi dengan lingkungan yang baru dan untuk

mencukupkan bobot hewan percobaan dengan diberi minum dan pakan standar secukupnya.

Sesuai dengan hasil persetujuan komite etik dengan Nomor persetujuan etik (Ethical

Approval) 02/18.05/003 5.5 Hasil Uji Aktivitas Biji Buah Nangka Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Tikus

Diabetes Gestasional

Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan pengamatan terhadap masa estrus tikus.

Pada saat memasuki masa estrus aktivitas hewan tinggi serta ditandai dengan vagina terbuka,

lembab dan terjadi pembengkakan didaerah vagina. Hewan percobaan dikawinkan pada sore

hari dengan perbandingan 1 tikus jantan : 4 tikus betina. Tikus bunting ditandai dengan

adanya vaginal plug atau sumbatan vagina yang ditetapkan sebagai hari ke-0 kehamilan.

Tikus bunting dikelompokkan menjadi 6 kelompok secara acak.

Setelah tikus dinyatakan bunting, tikus diinduksi terlebih dahulu dengan streptozotosin

(STZ) agar tikus mengalami hiperglikemia. STZ masuk ke sel β pankreas melalui glucose

transporter (GLUT2). Streptozotosin merusak sel β pankreas sehingga menghambat produksi

insulin dan terjadinya nekrosis pada sel β pankreas (Firdaus dkk 2016; Goud et al 2015). Sebelum

tikus diberikan sediaan uji, pada hari ke-15 setelah diinduksi dilakukan pengecekkan kadar gula

darah sewaktu terhadap tikus untuk memastikan bahwa tikus tersebut sudah dalam kondisi

hiperglikemia. Berdasarkan hasil pengecekkan kadar gula darah pada tikus kontrol negatif, positif

dan uji didapatkan hasil rerata kadar gula darah sebesar 350,9 ± 41,82 mg/dL (Lampiran 12).

Tikus tersebut sudah mengalami hiperglikemia karena kadar gula darah sewaktu sudah dikatakan

hiperglikemia jika >200 mg/dL (Sinata 2016).

Terlihat pada Gambar 2. pemberian ekstrak etanol 70% biji buah nangka dosis 1,

dosis 2, dan dosis 3 mampu menurunan kadar glukosa darah. Berdasarkan pengujian statistik

terhadap kadar glukosa darah akhir kelompok uji, diperoleh hasil uji normalitas dengan nilai

P = 0,054 > α (0,05) artinya data terdistribusi normal. Hasil uji homogenitas diperoleh nilai P

= 0,082 > α (0,05) sehingga data bervariasi homogen. Kemudian dilanjutkan dengan analisa

menggunakan ANOVA satu arah. Hasil uji ANOVA satu arah terhadap penurunan kadar

glukosa darah akhir diperoleh nilai P = 0,000 < α (0,05), hasil tersebut menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna pada setiap kelompok perlakuan.

33

Kadar Gula Darah

500

397401.25.25

338.75 333.25 355.25

400 330 292 307.5 300

164.75 153.75 135.75 200 103105.75.5 120 106 118

100

0

Sebelum Sesudah

Gambar 6. Grafik Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Data kemudiaan dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan nilai penurunan kadar glukosa darah akhir yang bermakna antara masing-masing

kelompok. Dari tabel Tukey diperoleh data bahwa hasil pengukuran menunjukkan P < 0,05

yang berarti terdapat perbedaan nilai penurunan kadar glukosa darah yang bermakna antara

kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis 1, dan dosis 2 namun tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara kelompok dosis 3 dan kontrol positif (Metformin,

Glibenklamid, Akarbosa) hal ini menunjukan bahwa ekstrak etanol 70% biji buah nangka

dengan dosis 400mg/kgBB memiliki aktivitas lebih besar dibandingkan dengan dosis 1 dan 2,

sebanding dengan kontrol positif. Data hasil pengujian statistik dapat dilihat pada Lampiran

12.

Tabel 13. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus

No Kelompok Persentase penurunan kadar

glukosa darah ± SD

1 Dosis 1 (100mg/kgBB) 51,01 ± 3,32

2 Dosis 2 (200mg/kgBB) 53,49 ± 5,42

3 Dosis 3 (400mg/kgBB) 61,73 ± 1,14

4 Metformin (51,37mg/kgBB) 63,50 ± 2,88

5 Glibenklamid ( 0,51 mg/kgBB) 63,68 ± 1,75

6 Akarbosa ( 5,1 mg/kgBB) 61,32 ± 3,11

Hasil data pengambilan darah awal dan akhir kadar glukosa darah yang diolah secara

statistik adalah kelompok normal, kelompok negatif, kelompok positif, kelompok uji dosis 1,

2 dan 3. Kemudian dibuat rata-rata persentase penurunan kadar glukosa darah. Rerata

persentase penurunan kadar glukosa darah yaitu kelompok normal sebesar -1,68±1,61,

34

kelompok negatif sebesar -0,92±1,02, kelompok positif metformin sebesar 63,50±2,88,

kelompok positif glibenklamid 63,68±1,75, kelompok positif akarbosa 63,32±3,11. kelompok

dosis 1 sebesar 51,01±3,32, kelompok dosis 2 sebesar 53,49±5,42, dan kelompok dosis 3

sebesar 61,73±1,14.

Terlihat pada Tabel 12. bahwa ekstrak etanol 70% biji buah nangka memiliki aktivitas

menurunkan kadar glukosa sebanding dengan kontrol positif. Pada penelitian ini dengan

dosis 400mg/kgBB ekstrak etanol biji buah nangka mampu menurunkan kadar glukosa darah

pada tikus diabetes gestasional sebesar 61,73%.

Penurunan glukosa darah berkaitan dengan aktivitas biologis senyawa flavonoid dalam

biji buah nangka. Senyawa yang terkandung dalam biji buah nangka yaitu flavonoid, alkaloid,

saponin dan steroid (Gupta 2011; Asmarawati 2016). Senyawa flavonoid merupakan golongan

senyawa yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah (Permana 2009).

Kandungan flavonoid diduga berperan secara signifikan meningkatkan aktivitas

enzim antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas dan mampu menurunkan kadar gula

darah dan mengatasi kelelahan yang diakibatkan oleh kadar gula darah yang tak seimbang

(Permana 2009). Flavonoid dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan kemampuannya

sebagai zat antioksidan dan bersifat protektif terhadap kerusakan sel ß pankreas sebagai

penghasil insulin serta dapat meningkatkan sensitivitas insulin (Kaneto et al. 1999).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok uji ekstrak etanol 70% biji buah

nangka dengan variasi dosis (100mg/kgBB, 200mg/kgBB, 400mg/kgBB) mempunyai

aktivitas yang dapat menurunkan kadar glukosa darah. Persentase penurunan kadar glukosa

darah dosis 1 sebesar 51,01%, dosis 2 sebesar 53,49%, dosis 3 sebesar 61,73, dapat dilihat

bahwa pemberian dosis 3 memiliki aktivitas lebih besar dibandingkan dengan dosis 1 dan 2,

sebanding dengan kelompok positif metformin, glibenklamid dan akarbosa. 5.6 Hasil Simulasi Molceular Docking

Pada tabel 1 memperlihatkan nilai energi bebas Gibbs yang dievaluasi dan merupakan

hasil simulasi docking dengan menggunakan reseptor sulfonilurea

35

Tabel 14. Hasil Simulasi Molceular Docking antara Ligan Pembanding (Glibenklamid)

dan Ligan dari Biji Buah Nangka dengan SUR1 menggunakan Software

PLANTS

Ligan ΔG (kkal/mol)

1 ADP (Ligan Native) -99,1334 2 Glibenklamid (Ligan Pembanding) -97,5607

3 6-Phenylapigenin -82,8290

4 Albanin -78,2627

5 Artocarpin -81,6042

6 Artonin A -83,0916

7 Artonin B -83,0404

8 Brosimone I -81,3246

9 Cudraflavon B -79,2615

10 Cudraflavon C -92,0041

11 Cycloheterophyllin -84,2286

12 Cycloheterophyllin diacetat -85,7945

13 Cycloheterophyllin peracetat -75,4067

14 Kuwanon -81,4489

15 Norartocarpin -81,3862

16 β-Sitosterol -84,7273

17 α-Zeacarotene -84,0042

18 β-karoten5,6α-epoxide -161,381

19 β-Karoten -157,069

20 Crocetin -78,2024

Nilai energi bebas Gibbs yang digunakan adalah nilai yang paling rendah, dikarenakan

nilai energi bebas Gibbs rendah menunjukkan afinitas yang sebaliknya dari proses

pengikatan. Apabila nilai energi bebas Gibbs memiliki nilai yang rendah maka afinitas

pengikatan ligan-reseptor semakin besar dan sebaliknya apabila nilai energi bebas Gibbs

semakin besar maka afinitas pengikatan akan semakin rendah. Hasil docking dapat diamati

pada tabel 1 dimana dari 20 ligan yang dianalisa, nilai energi bebas Gibbs yang terendah

berada pada ligan senyawa biji buah nangka yaitu senyawa β-karoten5,6α-epoxide dengan

nilai sebesar -161,381 kkal/mol. Sedangkan nilai energi bebas Gibbs ligan asli (ligand

native) hanya sebesar -99,1334 kkal/mol dan ligan pembanding tak berbeda jauh hanya

sebesar -97,5607 kkal/mol. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa ikatan antara senyawa

β-karoten5,6α-epoxide dengan reseptor sulfonilurea 1 lebih baik dibandingkan dengan

ligan asli ataupun glibenklamid dan memiliki potensi sebagai antidiabetes mellitus

gestasional.

Dari hasil tersebut senyawa dari biji buah nangka yang paling baik serta paling

berpotensi sebagai kandidat dalam pengobatan diabetes mellitus gestasional adalah ligan

β-karoten5,6α-epoxide dengan nilai sebesar -161,381 kkal/mol.

36

5.7 Visualisasi Hasil Molecular Docking

Visualisasi dilakukan dengan menggunakan software Discovery Studio Visualizer

versi 17.2.0.16349 dapat menunjukkan interaksi yang terjadi pada kompleks ligan-protein.

Visualisasi yang dilakukan adalah visualisasi ligan β-karoten5,6α-epoxide terhadap reseptor

serta ligan pembanding yaitu glibenklamid terhadap reseptor. Dari visualisasi ini

menghasilkan informasi berupa bentuk ikatan yang terjadi terhadap ligan-reseptor, jarak

ikatan (Å), residu asam amino yang berikatan serta gugus fungsi atau atom yang berikatan.

Adapun datanya dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 15. Hasil Jenis Ikatan, Atom/Gugus Fungsi, Residu Asam Amino yang

Berikatan, Jarak Ikatan Antara Reseptor SUR1 dan Ligan dengan

Menggunakan Software Discovery Studio Visualizer

Atom/Gugus Residu Asam Jarak

Ligan Jenis IkatanFungsi yang Amino yang Ikatan

Berikatan Berikatan (Å)

1 Glibenklamid Ikatan

Atom C6 ILE659 4.65 Hidrofobik

ILE616 3.94

MET648 4.75

VAL548 4.36

UNK1 ILE658 4.94

ILE659 4.81

UNK1 ILE628 5.19

VAL547 4.81

LYS513 5.00

Cl VAL547 3.98

PHE518 3.73

Ikatan Atom H20 ASP630 2.8 Hidrogen

Atom H28 SER509 1.22

β-

Ikatan

2 karoten5,6α- Atom C7 VAL547 4.15 Hidrofobik epoxide

Atom C9 ALA566 3.86

Atom C13 ALA619 3.49

VAL547 2.86

Atom C23 VAL667 2.57

ILE659 5.16

Atom C24 ALA661 4.11

Atom C27 ALA670 2.65

ILE673 4.26

VAL667 2.81

Atom C33 ILE660 3.93

37

ILE500 4.06

ILE659 4.47

Atom C40 ILE660 4.59 Gugus ALA661 4.13

Fungsi -O- ILE673 4.54

ALA670 4.68

Pada dasarnya ketika terjadi interaksi ligan reseptor akan menghasilkan jarak ikatan,

jenis ikatan yang terjadi, atom atau gugus fungsi serta residu asam amino yang berikatan

antara reseptor dengan ligan. Ikatan yang terjadi pada interaksi ligan-reseptor dapat

bermacam-macam seperti ikatan kovalen, ion-ion, ionik, hidrogen, ion-dipol, dipol-dipol,

van der Waal’s, ikatan hidrofobik dan transfer muatan (Purwanto dan Hardjono 2016).

Dari hasil visualisasi pada tabel 2 didapatkan informasi ikatan antara ligan dengan reseptor

SUR1 yaitu glibenklamid sebagai ligan pembanding dan β-karoten5,6α-epoxide yang

merupakan ligan dengan nilai energi bebas Gibbs terendah dan berada pada biji buah

nangka. Interaksi yang terjadi pada glibenklamid (gambar 7 dan 8) terhadap reseptor

SUR1 menunjukkan adanya dua jenis ikatan yang terjadi yaitu ikatan hidrofobik dan

ikatan hidrogen dengan jarak ikatan yang bervariasi, atom atau gugus fungsi yang

bervariasi yang berikatan dengan reseptor serta residu asam amino yang berinteraksi

bervariasi pula. Pada ligan β-karoten5,6α-epoxide (gambar 9 dan 10) menunjukkan hanya

ada satu jenis ikatan yang terjadi yaitu ikatan hidrofobik dengan jarak ikatan, atom atau

gugus fungsi serta jarak ikatan yang bervariasi juga.

Gambar 7. Visualisasi 3D Interaksi Ligan Glibenklamid terhadap Reseptor SUR1

38

Gambar 8. Visualisasi 2D Interaksi Ligan Glibenklamid terhadap Reseptor SUR1

Gambar 9. Visualisasi 3D Interaksi Ligan β-karoten5,6α-epoxide terhadap

Reseptor SUR1

Gambar 10. Visualisasi 2D Interaksi Ligan β-karoten5,6α-epoxide terhadap

Reseptor SUR1

39

5.8 Persiapan Struktur Reseptor Alfa Glukosidase

Reseptor yang digunakan dalam penelitian ini merupakan berupa protein yaitu α-

glucosidase. Protein α-glucosidase yang akan digunakan diunduh melalui Protein Data

Bank dengan situs http://www.rcsb.org/pdb dengan PDB ID: 2QMJ. Pemilihan reseptor

2QMJ berdasarkan data eksperimentalnya yaitu data organism(s) yang menyatakan homo

sapiens (manusia) dan memiliki nilai resolusi sebesar 1,9 Å. Nilai resolusi merupakan

salah satu parameter dalam pemilihan reseptor. Nilai resolusi yang kurang dari 3 Å dapat

mempengaruhi kestabilan dari reseptor. Pada saat melakukan molecular docking dengan

nilai resolusi reseptor yang semakin rendah, kestabilan reseptor akan semakin baik. Nilai

resolusi pada PDB ID menyatakan bahwa struktur protein memiliki kesamaan pose dengan

struktur protein X-ray/protein asli (Marcou dan Rognan 2007). Reseptor 2QMJ berikatan

dengan 4 ligand yaitu sulfate ion, glycerol, n-acetyl-d-glucosamine dan acarbose yang

dapat dikatakan sebagai ligan alami (native ligand). Pemilihan reseptor dengan kode PDB

2QMJ juga dipilih karena telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya

(Bocanegra et al. 2015 ; Bano et al. 2018).

Pengunduhan file 2QMJ berformat .pdb untuk mempermudah dalam preparasi

struktur. Hasil unduhan dipreparasi menggunakan YASARA. Preparasi struktur

menggunakan YASARA dilakukan untuk memisahkan residu dan ligan alami yang

terdapat pada file .pdb, sehingga hanya menyisakan struktur protein murni (reseptor)

beserta pocket cavity-nya untuk memudahkan dalam pencarian binding site dari protein

pada prosedur simulasi. Setelah pemisahan dilakukan, hasil disimpan dalam bentuk format

.mol2 baik struktur protein murni (protein.mol2) maupun ligan alaminya

(ref_ligand.mol2). Penyimpanan dalam format .mol2 bertujuan agar proses penambatan

molekul (molecular docking) dapat berjalan serta menyesuaikan dengan software yang

digunakan yaitu software PLANTS (Purnomo, 2013).

5.9 Persiapan Struktur Reseptor Tirosin Fosfatase

Tahap awal pada proses docking adalah penyiapan struktur protein, pemilihan protein

pada situs PDB didasarkan pada protein yang ingin diujikan . Struktur reseptor tirosin

phospatase dalam format .pdb diunduh dari database protein Research Collaboratory for

Structural Bioinformatics (RCSB) yang diakses melalui situs http://www.rcsb.org/. Identitas

protein yang dipilih adalah 4Y14 yang diperoleh dari fraksinasi oleh X-Ray kristalografi dari

bakteri (Eschericia coli) dan tersusun atas 308 asam amino. Setelah diunduh maka didapatkan

struktur makromolekul tirosine phospatase yang terikat ligan dan molekul air.

40

Ligan dan molekul air ini harus dihilangkan dari makromolekul protein karena dapat

memperpanjang durasi sehingga mengganggu proses docking. Langkah selanjutnya dengan

menambahkan atom hidrogen sebab resolusi struktur kristal tidak mampu memprediksi

keberadaan hidrogen (Purnomo 2013). Makromolekul hasil pemisahan dan penambahan ini

didisimpan dengan format .yob. Makromolekul tersebut kemudian dipisahkan antara native

ligan dengan protein dan hanya menyisakan proteinnya saja, lalu didisimpan dengan nama

protein dan format .mol2. Semua proses penyiapan struktur makromolekul protein

menggunakan software YASARA.

5.10 Preparasi Struktur Ligan

Ligan yang digunakan sebanyak 19 ligan yang terdiri dari 18 ligan biji buah nangka

dan 1 ligan pembanding yaitu akarbosa. Ligan yang akan digunakan diunduh terlebih

dahulu dalam bentuk tiga dimensi (3D) dengan format .SDF dari PubChem melalui

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/. Setelah semua file diunduh, dilakukan preparasi ligan

menggunakan software Marvin Sketch. Semua ligan termasuk ligan pembanding

dipreparasikan dan diubah bentuknya dalam format file .mol2. Pengubahan format file ini

bertujuan untuk menyesuaikan dengan software PLANTS yang menggunakan format file

.mol2agar proses simulasi dapat berjalan. Pada preparasi struktur ligan dilakukan

pengecekan pH pada pH 7.4 agar sesuai dengan kondisi pH cairan pada tubuh manusia

(Purnomo, 2013).

5.11 Validasi Metode Docking Reseptor Alfa Glukosidase

Validasi metode dan re-docking menggunakan PLANTS dengan ligan asli dan

reseptornya bertujuan untuk mengetahui apakah metode dan aplikasi yang digunakan

dapat diterima atau tidak. Proses re-docking juga mencari binding site dari reseptor yang

digunakan. Hasil binding site yang didapatkan yaitu, koordinat x, y, dan z = -20.808, -

6.58627, -5.0737 dan radiusnya sebesar 14.1533 Å. Hasil re-docking tersebut merupakan

hasil default dari ligan asli dengan reseptor. Setelah didapatkan binding site default, hal

tersebut digunakan dalam virtual screening untuk 18 ligan dari biji buah nangka.

Selanjutnya, dari tahapan re-docking juga didapatkan Score ChemPLP (ΔG) hasil re-

docking sebesar -89,9476 kkal/mol. Kemudian hasilnya dianalisis melalui YASARA

untuk melihat nilai RMSD (Root Mean Square Deviation) heavy atoms dan didapatkan

nilainya sebesar 1,8874 Å artinya metode yang digunakan dapat diterima dikarenakan

nilai RMSD-nya kurang dari 2,0 Å (Purnomo, 2013). Nilai RMSD heavy atoms

menunjukkan nilai penyimpangan antara satu struktur konformasi ligan dengan ligan x-

ray (asli).

41

Apabila penyimpangan semakin kecil maka semakin kecil pula kesalahan pada

prediksi interaksi ligan dengan protein dan dapat dikatakan konformasi ligan dengan ligan

asli memiliki struktur serta atom yang sama dan sejajar sehingga nilai RMSD dapat

mencapai 0 Å. (Marcou dan Rognan, 2007). Hasil validasi menunjukkan nilai

RMSD heavy atoms sebesar 1,8874 Å masih berada dalam rentang nilai RMSD yang

diperbolehkan yaitu kurang dari 2 Å . Setelah nilai RMSD dapat dinyatakan masih dalam

rentang nilainya maka proses validasi metode dapat digunakan untuk melakukan virtual

screening dari 18 senyawa biji buah nangka.

Gambar 11. Hasil Validasi Struktur ligand hasil docking dengan Struktur Ligan

Asli

Pada gambar 11 merupakan hasil dari validasi, dapat dilihat terdapat 2 senyawa yaitu

ligan hasil docking dan ligand asli. Pada gambar dilihat adanya jarak serta tidak sesuainya

struktur dan atom pada keduanya, sehingga mengakibatkan nilai RMSD yang besar yaitu

1,8874 Å.

5.12. Validasi Metode Molecular Docking Reseptor Tirosin Fosfatase

Validasi metode berfungsi sebagai landasan dapat tidaknya suatu metode dilakukan,

dengan memenuhi syarat nilai RMSD < 2,0 (Huang 2006). Semakin mendekati 0,0 dapat

dikatakan suatu native ligan dan ligan hasil docking semakin identik. File yang dipakai yaitu

ref_ligand.mol2, ligand.mol2, protein.mol2 dan plantsconfig dengan menggunakan software

PLANTS pada linux. File disalin yang dibutuhkan ke dalam desktop linux, agar memudahkan

pada saat pemindahan file ke dalam PLANTS.

42

Binding site harus ditentukan terlebih dahulu agar ruang reaksi yang terjadi tidak

blind docking atau terjadi ikatan secara acak pada reseptor. Binding site didapat dari

ref_ligan.mol2 dan protein.mol2 mengunakan software PLANTS, titik pusat kordinat yang

didapat dengan nilai x = 21,6651, y = 21,3726, z = 40,8835 dan pada radius = 6,3323. Setelah

itu merubah pengaturan binding site pada plantsconfig sesuai dengan nilai yang sudah

didapat. Kemudian docking sudah bisa dilakukan pada software yang sama. Satu kali proses

docking akan menghasilkan sepuluh konformasi terbaik dari kompleks protein-ligan yang

kemungkinan terjadi. Dari sembilan konformasi tersebut dipilih konformasi yang memiliki

nilai score CHEMPLP yang terkecil. Hasil docking telah dirangkum software PLANTS dan

didapat score CHEMPLP -109.225 kkal/mol pada konformasi satu. Validasi dilakukan

menggunakan software YASARA dalam windows, dengan memasukan file ref_ligand.mol2

dan hasil docking ke dalam YASARA untuk mengetahi nilai RMSD. Didapat nilai RMSD

1,2999 Å, dengan hasil tersebut dapat diartikan metode docking dapat dilakukan dengan

menggunakan kode reseptor 4Y14, karena nilai RMSD tidak lebih dari 2,0 Å.

5.13 Virtual Screening Senyawa Biji Buah Nangka terhadap Reseptor Alfa-

Glukosidase dan Tirosin Fosfatase

Setelah pada tahapan validasi metode dapat diterima maka dilanjutkan ke tahap simulasi

molecular docking yaitu virtual screening. Pada tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan

Score ChemPLP (ΔG) berdasarkan interaksi antara ligan dengan reseptor. Reseptor yang

digunakan adalah reseptor yang sama pada validasi dengan binding site yang digunakan

adalah binding site yang sama dari hasil validasi juga dan ligan yang digunakan adalah

senyawa dari biji buah nangka berjumlah 18 senyawa dan 1 senyawa pembanding. Pada

tahapan virtual screening yang menggunakan binding site yang sama dari hasil validasi

bertujuan agar proses penambatan molekul 18 ligan dari biji buah nangka dan 1 ligan

pembanding, binding site center default yang digunakan yaitu pada koordinat x, y, dan z = -

20.808, -6.58627, -5.0737 untuk reseptor alfa glukosidase dan x = 21,6651, y = 21,3726, z

= 40,8835 untuk reseptor tirosin fosfatase. Kedua koordinat binding site pada reseptor-

reseptor ini sudah tervalidasi pada tahap sebelumnya. Selanjutnya semua file ligan dan

reseptor dibuat dalam satu folder yang akan dilakukan simulasi dengan menggunakan

software PLANTS.

Ligan senyawa flavonoid yang telah disiapkan, dipindahkan pada desktop linux, agar

memudahkan pemindahan file pada software PLANTS. Setelah itu, untuk pengaturan pada

PLANTS tidak ada yang diubah, karena telah diatur pada proses docking native ligan.

43

Binding site yang digunakan sama, hanya memindahkan posisi pengaturan pada

plantsconfig .Proses docking dilakukan setelah menghapus folder results pada proses

docking native ligan, karena dapat terjadi penumpukan data sehingga proses docking tidak

dapat dijalankan. Docking dilakukan sama seperti pada proses docking saat validasi metode.

Proses docking dilakukan lima kali (Lampiran 5) pada setiap senyawa untuk melihat

konsistensi score CHEMPLP terkecil dengan konformasi yang sama. Hasil docking berupa

beberapa file dalam format .mol2 yang berisi score CHEMPLPdari setiap konformasi

kompleks protein-ligan dan akan divisualisasikan dengan menggunakan discovery studio

visualizer.

5.14 Analisis Hasil

Analisis hasil dilakukan melalui screening best score ChemPLP dari setiap senyawa

yang di-docking dengan memilih senyawa dengan konformasi yang memiliki nilai energi

bebas (ΔG) yang terendah. Nilai energi bebas yang dihasilkan ketika terbentuknya

kompleks reseptor-ligan dapat menunjukkan afinitas dari ligan terhadap reseptornya.

Apabila afinitas ligan terhadap reseptor tinggi maka nilai energi bebasnya semakin kecil,

sebaliknya apabila afinitas kecil maka nilai energi bebas semakin besar.

Pada tabel 1 memperlihatkan nilai energi bebas Gibbs yang dievaluasi dan merupakan

hasil simulasi docking dengan menggunakan reseptor α-glucosidase. Nilai energi bebas

Gibbs yang digunakan adalah nilai yang paling rendah, dikarenakan nilai energi bebas

Gibbs rendah menunjukkan afinitas yang tinggi pada proses penambatan molekul. Hasil

docking dapat diamati pada tabel 1 dimana dari 19 ligan yang dianalisis, nilai energi bebas

Gibbs yang terendah berada pada ligan senyawa biji buah nangka yaitu senyawa

Cudraflavon C dengan nilai sebesar -95,2215 kkal/mol dan nilai energi bebas Gibbs ligan

asli sekaligus ligan pembanding hanya sebesar -89,9476 kkal/mol. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa interaksi antara senyawa Cudraflavon C dengan reseptor α-

glucosidase lebih baik dibandingkan dengan ligan asli sekaligus ligas pembanding yaitu

akarbosa dan memiliki potensi sebagai antidiabetes melitus tipe 2.

44

Tabel 16. Hasil Simulasi Molceular Docking antara Ligan Pembanding (Akarbosa)

dan Ligan dari Biji Buah Nangka dengan α-Glucosidase menggunakan

Software PLANTS

Ligan Score ChemPLP/ΔG

(kkal/mol)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

Akarbosa (Ligan Pembanding)

6-Phenylapigenin

Albanin A

Artocarpin

Artonin A

Artonin B

Brosimone I

Cudraflavon B

Cudraflavon C

Cycloheterophyllin

Cycloheterophyllin diacetat

Cycloheterophyllin peracetat

Kuwanon

Norartocarpin

β-Sitosterol

α-Zeacarotene

β-karoten5,6α-epoxide

β-Karoten

Crocetin

-89,9476

-85,1032

-82,8732

-86,0625

-87,5094

-84,2835

-81,3617

-91,3379

-95,2215

-86,2433

-86,9561

-69,5633

-85,8276

-86,04

-92,4487

-86,4564

-71,5342

-62,1554

-78,3721

Data hasil docking yang dapat dilihat pada tabel 2 dapat dibandingkan antara ke-18

ligan tersebut score CHEMPLP cycloheterophyllin lebih besar daripada metformin sebagai

pembanding. Hasil ini dapat diartikan bahwa cycloheterophyllin dibandingkan dengan

metformin mempunyai ikatan yang lebih stabil dan afinitas yang lebih baik terhadap reseptor.

Hal ini menunjukkan cycloheterophyllin memiliki afinitas lebih baik daripada metformin

sehingga dari 18 ligan senyawa yang paling stabil dan akan dilanjutkan untuk simulasi

molekular dinamik yaitu ligan senyawa cycloheterophyllin.

45

Tabel.17 Hasil Penambatan Molekul Antara Ligan Pembanding dan Ligan Biji Buah

Nangka dengan Tirosin Phospatase Menggunakan Software PLANTS

Ligan Score CHEMPLP

(Kkal/mol)

Native Ligan COA -109.225 Ligan Pembanding Metformin -43.4982

Ligan 1 6- Prenylapigenin -61.6636

Ligan 2 Albanin -63.9786

Ligan 3 Artocarpin -61.2219

Ligan 4 Artonin A -61.9377

Ligan 5 Artonin B -61.4669

Ligan 6 Brosimone -61.6094

Ligan 7 Cudraflavon B -60.793

Ligan 8 Cudraflavon C -61.5023

Ligan 9 Cycloheterophyllin -66.5105

Ligan 10 Cycloheterophyllin diacetat -61.9184

Ligan 11 Cycloheterophyllin peracetat -61.816

Ligan 12 Kuwanon -61.955

Ligan 13 Norartocarpin -61.4111

Ligan 14 β-sitosterol -61.2067

Ligan 15 β-carotene -60.3354

Ligan 16 β-carotene-5,6α-epoxide -63.3466

Ligan 17 α-zeacarotene -59.5856

Ligan 18 crocetin -61.0356

5.15 Visualisasi Hasil Molecular Docking

Visualisasi hasil molecular docking dilakukan dengan menggunakan software

Discovery Studio Visualizer versi 17.2.0.16349. Visualisasi menunjukkan interaksi yang

terjadi pada kompleks ligan-protein. Visualisasi yang dilakukan adalah visualisasi ligan

Cudraflavon C terhadap reseptor serta ligan pembanding yaitu Akarbosa terhadap reseptor.

Interaksi yang terjadi pada ligan-reseptor dapat bermacam-macam seperti kovalen, ion-ion,

ionik, hidrogen, ion-dipol, dipol-dipol, van der Waal’s, interaksi hidrofobik dan transfer

muatan (Purwanto dan Hardjono, 2016). Visualisasi ini menghasilkan beberapa informasi

yang dapat dilihat pada tabel 2. Hasil tersebut berupa jenis interaksi, jarak interaksi yang

terjadi antara ligan-reseptor, atom pada gugus fungsi yang berinteraksi dan residu asam

amino yang berinteraksi. Interaksi yang terjadi akan semakin baik apabila Score ChemPLP

/ energi bebas Gibss semakin rendah (negatif) karena berhubungan dengan afinitas ligan-

reseptor yang semakin kuat dan dapat dikatakan interaksi ligan-reseptor sangat kuat.

Hasil visualisasi pada tabel 3 didapatkan informasi ikatan antara ligan dengan

reseptor α-glucosidase yaitu Akarbosa sebagai ligan pembanding dan Cudraflavon C yang

merupakan ligan dengan nilai energi bebas Gibbs terendah dan berada pada biji buah

nangka.

46

Interaksi yang terjadi pada Akarbosa (gambar 2) terhadap reseptor α-glucosidase

menunjukkan adanya dua jenis interaksi yang terjadi yaitu interaksi hidrofobik dan

interaksi hidrogen dengan jarak interaksi yang bervariasi, atom atau gugus fungsi yang

bervariasi juga yang berikatan dengan reseptor serta residu asam amino yang berinteraksi

bervariasi pula. Pada ligan Cudraflavon C (gambar 3) menunjukkan ada 2 jenis ikatan

yang terjadi yaitu ikatan hidrofobik dan ikatan hidrogen dengan jarak interaksi, atom atau

gugus fungsi serta jarak interaksi yang bervariasi. Pada interaksi yang terjadi antara ligan

dengan reseptor hanya ada 2 jenis interaksi yaitu interaksi hidrogen dan interaksi

hidrofobik yang bervariasi.

Tabel 18. Hasil Jenis Ikatan, Atom pada Gugus Fungsi, Residu Asam Amino yang

Berikatan, Jarak Ikatan Antara Reseptor α-Glucosidase dan Ligan dengan

Menggunakan Software Discovery Studio Visualizer

Ligan Jenis Ikatan Atom pada Gugus

Fungsi yang Berikatan

Residu Asam

Amino yang

Berikatan

Jarak

Ikatan

(Å)

1 Akarbosa Interaksi

Hidrofobik

Atom C pada Benzen

(D) TYR299 (A) 4.51

Atom C pada Benzen

(D) PHE575 (A) 5.07

Atom C pada Benzen

(D) TRP406 (A) 5.26

Interaksi

Hidrogen

Atom H (D) –HO3 MET444 (A) 2.92

Atom H (D) –HO4 HIS600 (A) 2.33

2 Cudraflavon

C

Interaksi

Hidrofobik Atom C22 (D) ALA652 (A) 3.97

Atom C22 (D) PRO595 (A) 4.01

Atom C22 (D) VAL568 (A) 3.64

Interaksi

Hidrogen

Atom H25 pada gugus

OH (D)

PHE560 (A) 2.69

Atom H25 pada gugus

OH (D) ASN561 (A) 1.67

*Keterangan: (A) adalah senyawa yang berperan sebagai aseptor dan (D) adalah senyawa

yang berperan sebagai donor.

Gambar 12. Visualisasi 2D Interaksi Ligan Akarbosa terhadap Reseptor α-Glucosidase

Gambar 13. Visualisasi 2D Interaksi Ligan Cudraflavon C terhadap Reseptor α-

Glucosidase

48

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

A. Pemberian ekstrak etanol 70% biji buah nangka pada dosis 1 (100 mg/kgBB), dosis 2

(200mg/kgBB), dan dosis 3 (400mg/kgBB) selama 14 hari mampu menurunkan

kadar glukosa darah pada tikus diabetes gestasional. Penurunan kadar glukosa darah

tertinggi terjadi pada dosis 3 sebesar 61,73%, sebanding dengan kontrol positif

metformin sebesar 63,50%, glibenklamid 63,68% dan acarbosa 62,39%.

B. Senyawa yang terdapat pada biji buah nangka (Artocarpus heterophyllus L.) yaitu β-

karoten5,6α-epoxide mampu berinteraksi dengan reseptor suolfonilurea 1 (SUR1)

dengan baik dibandingkan dengan glibenklamid dengan nilai energi bebas Gibbs

yang paling rendah -161,381 kkal/mol.

C. Senyawa pada biji buah nangka berkhasiat menurunkan kadar gula pada diabetes

gestasional.

6.2 Saran

A. Perlu dilakukan uji toksisitas terhadap ekstrak etanol 70% biji nangka untuk

mengevaluasi batas keamanannya jika digunakan dalam jangka waktu panjang.

B. Perlu dilakukan uji teratogenik untuk mengetahui pengaruh dosis tertinggi pada

janin

C. Perlu dilakukan dinamisasi molekul untuk melihat stabilitasnya

49

DAFTAR PUSTAKA

Adcock SA, McCammon JA. 2006. Molecular dynamics: Survey of methods for simulating the activity of proteins. Chemical Reviews. 106(5). 1589–1615.

Akbarzadeh A, Norouzian D, Mehrabi M, Jamshidi S, Farhangi A, Verdi A, Mofidian SMA, Rad BL. 2007. Induction of Diabetes by Streptozotocin in Rats. Indian Journal of Clinical Biochemistry. Hlm. 60-64.

American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus (2012):Diabetes Care, 35 Suppl 1:S64-71. doi: 10.2337/dc12-s064

ADA. 2009. Standars Of Medical in Diabetes. Diabetes Care vol 32.

Asmarawati, R., A. 2016. Karakteristik Amilum Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus Lamk.) dan Uji Aktivitas Antioksidan secara in-vitro. Skripsi. Fakultas ilmu-ilmu

Kesehatan. Universitas Esa Unggul.

Almahdy A. 2012. Teratologi Eksperimental. Andalas University Press. Padang.

Astuti AD, Mutiara AB. 2011. International Journal of Computer Science & Information Security. 13(9).

Badr G. 2013. Camel Whey Protein Enhances Diabetic Wound Healing in Streptozotocin-induced Diabetic Mouse Model: The Critical Role of β-defensin-1, -2 and -3. Biomed Central. Hlm. 1-11

Baliga MS, Shivashankara AR, Haniadka R, Dsouza J, Bhat HP. 2011. Phytochemistry, nutritional and pharmacological properties of Artocarpus heterophyllus Lam (jackfruit): A review. Food Research International. 44(7). 1800–1811.

Bhat V, Mutha A, Dsouza MR. 2017. Pharmacognostic and Physiochemical Studies of Artocarpus heterophyllus Seeds. 10(9). 525–536.

Bowen JP. 2012. Kimia Komputasi dan Desain Obat dengan Bantuan Komputer. Dalam J. Manurung (Ed.) Wilson & Gisvold: Buku Ajar Kimia Medisinal Organik dan Kimia Farmasi (11th ed., pp. 996–1014). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Buchanan, A. Thomas dan Anny H. Xiang., 2005. Gestasional Diabetes Melitus, University of Sothern California Keck School Of Medicine, Los Angles, California, USA.

Brudenell, M. & Marjorie, D., 1996, Diabetes pada kehamilan, diterjemahkan oleh Maulany, R. F., EGC, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstra Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hlm : 3, 11-12, 14, 17.

Depkes RI. 2008. Pedoma Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta.

Hlm. 1,8.

50

Departemen Kesehatan RI. 2002. Buku Panduan Teknologi Ekstrak. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; Hlm. 3, 13 – 14.

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta. Hlm. 17, 20, 26-27, 35-36.

Dewi N. 2014. Lebar Benih Gigi Anak Tikus yang di Lahirkan Oleh Induk Tikus Pengidap Diabetes Mellitus Gestasional. Jurnal. Vol. II No. 1. Program Studi Kedokteran Gigi

Universitas Banjarmasin, Banjarmasin.

Drug Information Handbook. 2008-2009. A Comprehensive Resource for All Cliniclans and

Healthcare Professionals 17th

Edition. Lexi-Comp.

Firdaus., Rimbawan., Anna, S., dan Roosita, K., 2016. Model Tikus yang Diinduksi Streptozotocin-sukrosa untuk Pendekatan Penelitian Diabetes Melitus Gestasional. Jurnal. Vol. 12 No. 1. Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat IPB, Bogor.

Goud BJ, Dwarakanath, Swamy CB. 2015. Streptozotocin-A Diabetogenic Agent in Animal Models. IJPPR. Hlm. 253-269

Gupta, D., Mann, S., Sood, A., dan Gupta, R. K. 2011. Phytochemical, Nutritional and Antioxidant Activity Evaluation of Seeds of Jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam.), International Journal of Pharma and Bio Sciences. 30 November 2015.

Hospital A, Goñi JR., Orozco M, Gelpi J. 2015. Molecular dynamics simulations: Advances and applications. Advances and Applications in Bioinformatics and Chemistry. 8. 37– 47.

Human. 2012. Glucose Liquicolor. Human Gesellschaft for Biochemica and Diagnostica mbH.

Wiesbaden.

Kaneto H, Kajimoto Y, Miyagawa J, Matsuoka T, Fujitani Y, Umayahara Y, Hanafusa T,

Matsuzawa Y, Yamasaki Y, Hori N. 1999. Beneficial Effect of Antioxidant in Diabetes: Possible Protection of Pancreatic β Cell Againt Glucose Toxicity.

Diabetes. 48:2398-2406.

Katzung, B.G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition.United States : Lange

Medical Publications.

Kotowaroo MI, et all 2006. Screening of Traditional Antidiabetic Medicinal Plants Of Mauritius For Possible α- amylase Inhibitory Effect in Vitro,. Phytoter Res (20) :

228-231

Khoriyoh, M. 2015.Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Nangka (Artocarpus

heterophyllus Lam) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Wistrar yang Diinduksi Aloksan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Manna A, Dian M, Hudiyanti D, Siahaan P. 2017. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Molecular Docking of Interaction between E-Cadherin Protein and Conformational Structure of Cyclic Peptide ADTC3 ( Ac-CADTPC-. 20(1). 30–36.

51

Mohanram I, Meshram J. 2016. Treasure of Indigenous Indian Herbal Antidiabetics: An overview. In G. Brachmachari (Ed.). Discovery and Development Antidiabetics Agents from Natural Products (1st ed., p. 276). Santiniketan: John Fedor.

Moura L, Bezerra C, Nolaszo J, Mota L, Faloni S, Gomes O, Gaspari J, Dallarmi M. 2018. Acute and Subacute (28 days) toxicity, hemolytic and cytotoxin effect of Artocarpus heterophyllus seed extracts. Toxicology Reports. Brazil.

Nugroho AE. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus: Patologi dan Mekanise Aksi Diabetogenik. Jurnal. Volume 7 No. 4. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Pathak S, Dorfmueller H, Borodkin V, Aalten M. 2008. Chemical Dissection of the Link between Streptozotocin, O-GlcNAc and Pancreatic Cell Death. Pubmed Central J.

Plantamor, 2017, “Informasi Spesies: Artocarpus heterophyllus Lam”

[online]

(http://www.plantamor.com) diakses pada tangggal 13 Juni 2017: jam 08.00

Prakash O, Kumar R, Mishra A, Gupta R. 2009. Artocarpus heterophyllus (Jackfruit): An overview. Review Article. 3(6). 353–358.

Prianto B. 2007. Pemodelan Kimia Komputasi. Berita Dirgantara. 8(1). 4.

Priyatno Duwi. 2012. Belajar Praktik Analisi Parametik dan Non Parametik Dengan SPSS.

Gafa Media, Yogyakarta.

Purnomo H. 2013. Kimia Komputasi untuk Farmasi dan Ilmu Terkait: Uji In Siliko Senyawa

Antikanker. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purwanto, Hardjono S. 2016. Hubungan Struktur, Ikatan Kimia dan Aktivitas Biologis Obat.

Dalam: Kimia Medisinal (2nd ed., pp. 227–244). Surabaya: Airlangga University Press.

Sahu R, Shukla N. 2014. In- Silico Analysis Of Different Plant Protein And Their Essential Compound With Sulfonylurea Binding Protein Of β-Cells Of Homo Sapiens For

Curing Diabetes Mellitus Type II Disease. European Chemical Bulletin. 3(6). 568– 576.

Setiajid, M. A. 2012. Analisis Dinamika Molekuler Hasil Penambatan Molekul Kompleks Siklooksigenase-2 Dengan Kuinazolinon Tersubstitusi Sulfonamida Atau Analisis

Dinamika Molekuler Hasil Penambatan Molekul Kompleks Siklooksigenase-2 Dengan. Skripsi. Fakultas MIPA UI, Depok.

Sinata N, Helmi A. 2016. Antidiabetes Dari Fraksi Air Daun Karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Ait.) Hassk.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Diabetes. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Pekanbaru. Hlm. 72-78

Setiawan H, Irawan IM. 2017. Kajian Pendekatan Penempatan Ligan pada Protein Menggunakan Algoritma Genetika. Jurnal Sains Dan Seni ITS. 6(2). 2–6.

52

Soegondo S. 2011. Prinsip Penanganan Diabetes, Insulin dan obat Hipoglikemik Oral.

Dalam Soegondo S, Soewondo P, Subekti I (eds.) Penatalaksanaan Diabetes

Melitus Terpadu Edisi Kedua. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hlm: 111-133.

Studiawan, 2007, profil kesehatan indonesia : pencapaian indonesia sehat di tahun 2001.

Swantara, I.M.D., Darmayasa, I.B.G., dan Dewi, N.K.A.K., 2011, Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Kulit Batang Nangka, JURNAL KIMIA, 1-8

Syahputra G. 2015. Peran bioinformatika dalam desain kandidat molekul obat. 1(1). 26–27.

Tambunan USF, Rachmania RA, & Parikesit AA. 2015. In silico modification of oseltamivir as neuraminidase inhibitor of influenza A virus subtype H1N1. Journal of Biomedical Research. 29(2). 150–159.

Trott O, Olson AJ. 2010. AutoDock Vina: Improving The Speed and Accuracy of Docking with a New Scoring Function, Efficient Optimization and Multithreading. Journal of Computational Chemistry. 31(2). Hlm: 455- 461. doi:10.1002/jcc.21334.

Vogel H. 2008. Drug Discovery and Evaluation Pharmacological. Springer. New York.

Yanuar A. 2012. Penambatan Molekuler: Praktek dan Aplikasi pada Virtual Screening. Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Depok. 90 hlm.

Yeni, Supandi, & Khalishah, Y. 2018. HKSA dan Penambatan Molekuler Senyawa Turunan Kumarin sebagai Anti Kanker Kolon. Jurnal Bioeduscience. 1(2). 45–52.

Yu M. 2012. Computational Modeling of Protein Dynamics with GROMACS and Java.

Zanin, JL.B., Carvalho, B.A., Martineli, P.S., Santos, M.H., Lago, J.H.G., Sartorelli, P., et al., 2012, The Genus Caesalpinia L. (Caesalpiniaceae): Phytochemical and Pharmacological

53

Lampiran 1. Skema Prosedur Penelitian

Rancangan Penelitian

Determinasi Simplisia

Penyiapan Alat dan Bahan Uji

Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Biji Nangka

Tahap Penelitian

Analisa data

1. Pengumpulan Simplisia 2. Pemeriksaan mutu Simplisia 3. Penyiapan Reagen 4. Penyiapan Hewan Uji

1. Organoleptik 2. Penapisan Fitokimia 3. Rendemen 4. Susut Pengeringan

1. Aklimatisasi Hewan Uji 2. Penentuan Siklus Estrus 3. Mengawinkan Hewan Uji 4. Penetapan Dosis 5. Pembagian Kelompok Hewan Uji 6. Pemberian Induksi STZ 7. Pengukuran Kadar Gula Darah

54

Lampiran 2. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Biji Nangka

Serbuk biji nangka

Di ekstraksi dengan pelarut etanol 70% dan dilebihkan 2-3 cm dari permukaan simplisia. Selama 6 jam pertama diaduk sesekali, diamkan sampai 18 jam, lalu disaring

Filtrat Ampas

Dilakukan maserasi kembali dengan pelarut etanol 70%, lalu disaring

(± 3 kali perlakuan)

Filtrat

Dipekatkan dengan penguap vakum rotary evaporator pada suhu 50 °C

Ekstrak kental

55

Lampiran 3. Skema Perlakuan Terhadap Hewan Uji

Tikus putih betina galur Sprague dawley dengan berat badan 200-250 g

Terdiri dari 6 kelompok hewan uji, masing-masing kelompok terdapat 4 ekor

Tikus diaklimatisasi selama 7 hari

Pada hari ke-8 sampai hari ke-13 dilakukan penentuan siklus estrus serta mengawinkan hewan uji

Pada hari ke-14 dilakukan pengecekan darah pada tikus yang sudah bunting menggunakan spektrofotometer klinikal

Pada hari ke-15 tikus diinduksi dengan streptozotosin secara intra peritoneal, kemudian pada hari ke-18 dilakukan pengecekan darah

Pada hari ke-19 diberi perlakuan sesuai dengan kelompok uji selama 14 hari

Normal STZ Metformin Glibenklamid Acarbosa Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3

Pada hari ke-34 dilakukan pengecekan darah

56

Lampiran 4. Pengukuran kadar glukosa darah

Serum 10 µl + 1000 µl reagen glukosa kit

Vortex

Inkubasi selama 10 menit pada suhu 20-250C

Baca kadar glukosa darah pada spektrofotometer klinikal

57

Lampiran 5. Hasil Determinasi Tanaman

58

Lampiran 6. Surat Keterangan Hewan Uji

59

Lampiran 7. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

60

Lampiran 8. Sertifikat Metformin

61

Lampiran 9. Sertifikat Streptozotosin

62

Lampiran 10. Perhitungan Rendemen dan Susut Pengeringan Ekstrak

a. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kental Etanol 70% Biji

Nangka Simplisia kering = 1700 g

Ekstrak kental = 171,39 g

% = berat ekstrak kental x 100% berat serbuk = 171,39

1700gg x 100%

= 10,08%

b. Perhitungan Susut Pengeringan Ekstrak Kental Etanol 70% Biji Nangka

Berat Botol Berat Botol Timbang + Berat Botol Timbang +

Timbang Sampel sebelum Sampel Setelah

Kosong Pengeringan Pengeringn

15,761 g 17,853 g 17,785 g

17,739 g

17,664 g

17,599 g

Berat botol timbang kosong = 15,761 g

Berat awal (botol timbang + sampel) = 17,853 g

Berat akhir atau konstan (botol timbang + sampel) = 17,664 g berat awal−berat akhir

= berat awal−berat botol kosong x 100% = (17,853−17,664)(17,664−15,761) x 100%

= 9,03%

63

Lampiran 11. Perhitungan Dosis

a. Perhitungan Dosis Ketamin

Dosis ketamin yang dapat digunakan melalui intra peritoneal dan intra muscular pada

manuasia adalah 6,5 mg/KgBB (DIH). Dosis yang digunakan untuk penelitian adalah 6,5

mg/KgBB sehingga perhitungannya sebagai berikut:

Diketahui konsentrasi ketamin 100 mg/ml.

Diketahui berat badan tikus 200 g.

= 40,08 mg/kgBB

= 8,01 mg/200 gBB

Konsentrasi sediaan ketamin = 100 mg/ml

Volume Pemberian Ketamin =

= x 200 gBB

= 0,08 ml

b. Perhitungan dosis Streptozotosin

Dosis streptozotosin yang digunakan adalah 40 mg/kgBB (Badr 2013)

Diketahui berat badan tikus 200 g

Dosis STZ : 40 mg/KgBB = 0,04 mg/gBB

0,04 mg/gBB x 200 g = 8 mg/gBB

Konsentrasi sediaan streptozotocin = 8 mg/ml

Volume Pemberian Streptozotocin =

=

= 1 ml

64

c. Perhitungan Dosis Metformin

c. Perhitungan Dosis Metformin

Dosis metformin yang digunakan adalah untuk manusia 500 mg/hari

Dosis Tikus = Dosis Manusia

=

= 51,37 mg/kgBB

Dosis Metformin : 51,37 mg/KgBB = 0,0515 mg/gBB

0,0514 mg/gBB x 200 g = 10,27 mg/gBB

Volume Pemberian Metformin =

=

= 1 ml

d. Perhitungan dosis Ekstrak Biji Nangka

1. Konsentrasi Dosis 1

VAO =

1ml =

Konsentrasi = 20 mg/ml

Konsentrasi larutan uji yang dibuat = 20 mg/mL

Volume suspensi yang dibuat per hari = 10 mL

Berat ekstrak yang ditimbang = 10 mL x 20 mg/mL = 200 mg

Contoh perhitungan dengan tikus berat badan 200g

VAO =

= 1 ml

2. Konsentrasi Dosis 2

VAO =

1ml =

Konsentrasi = 40 mg/ml

56

Konsentrasi larutan uji yang dibuat = 40 mg/mL

Volume suspensi yang dibuat per hari = 10 mL

Berat ekstrak yang ditimbang = 10 mL x 40 mg/mL = 400 mg

Contoh perhitungan dengan tikus berat badan 200g

VAO =

= 1 ml

3. Konsentrasi Dosis 3

VAO =

1ml =

Konsentrasi = 80 mg/ml

Konsentrasi larutan uji yang dibuat = 80 mg/mL

Volume suspensi yang dibuat per hari = 10 mL

Berat ekstrak yang ditimbang = 10 mL x 80 mg/mL = 800 mg

Contoh perhitungan dengan tikus berat badan 200 g

VAO =

= 1 ml

57

Lampiran 12. Data Kadar Glukosa Darah

Kelompok Tikus ke- Kadar Glukosa Darah (mg/dL) % Penurunan Kadar

Setelah Setelah diberi

diinduksi sediaan uji

Normal 1 105 106 -0,95

2 106 110 -3,77

3 100 102 -2

4 104 104 -0

Rerata Kadar Glukosa ± SD 103,75 ± 2,62 105,5 ± 3,41 -1,68 ±1,61

STZ 1 452 459 -1,54

2 337 335 0,59

3 420 425 -1,19

4 380 386 -1,57

Rerata Kadar Glukosa ± SD 397,25 ± 49,80 401,25 ± 53,29 -0,92 ±1,02

Metformin 1 317 120 62,14

2 312 121 61,21

3 335 124 62,98

4 356 115 67,69

Rerata Kadar Glukosa ± SD 330 ± 19,94 120 ± 3,74 63,50 ± 2,88

Glibenklamid 1 297 112 62,28

2 293 107 63,48

3 282 105 62,76

4 296 100 66,21

Rerata Kadar Glukosa ± SD 292 ± 6,87 106 ± 4,96 63,68 ± 1,75

Acarbose 1 359 124 65,45

2 339 132 61,06

3 266 104 60,90

4 266 112 57,89

Rerata Kadar Glukosa ± SD 307,5 ± 48,61 118 ± 12,43 61,32 ± 3,11

Dosis I 1 292 146 50

2 383 176 54,04

3 385 180 53,24

4 295 157 46,77

Rerata Kadar Glukosa ± SD 338,75 ± 52,27 164,75 ± 16,02 51,01 ± 3,32

Dosis II 1 330 146 55,75

2 371 155 58,22

3 293 159 45,73

4 339 155 54,27

Rerata Kadar Glukosa ± SD 333,25 ± 32,08 153,75 ± 5,5 53,49 ± 5,42

Dosis III 1 378 139 63,22

2 334 131 60,77

3 361 137 62,04

4 348 136 60,91

Rerata Kadar Glukosa ± SD 355,25 ± 18,75 135,75 ± 3,40 61,73 ± 1,14

58

Lampiran 13. Perhitungan Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah

Rumus perhitungan:

% Penurunan

Contoh:

% Penurunan = x 100% = 65,87%

59

Lampiran 14. Data Berat Badan Tikus

Kelompok Tikus ke- Berat Badan (gram)

Sebelum Setelah

Bunting Bunting

Normal 1 191 193

2 197 198

3 198 200

4 199 202

STZ 1 204 207

2 197 199

3 198 201

4 198 201

Metformin 1 197 200

2 195 198

3 199 202

4 204 205

Glibenklamid 1 201 204

2 199 201

3 198 200

4 209 211

Acarbose 1 205 208

2 198 200

3 195 196

4 193 195

Dosis I 1 197 199

2 200 202

3 205 208

4 198 200

Dosis II 1 200 202

2 198 200

3 203 205

4 215 218

Dosis III 1 198 200

2 205 207

3 195 198

4 210 212

60

Lampiran 15. Hasil Analisa Statistik Penurunan Kadar Glukosa Darah

a. Uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

KELOMPOK GULADARAH

N 32 32

Normal Parametersa Mean 4.5000 44.0938

Std. Deviation 2.32795 27.11717

Most Extreme Differences Absolute .115 .288

Positive .115 .196

Negative -.115 -.288

Kolmogorov-Smirnov Z .652 1.631

Asymp. Sig. (2-tailed) .788 .051

a. Test distribution is Normal.

Kesimpulan: Nilai sig 0,051 > 0,05 maka H0 diterima, artinya data terdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances

GULADARAH

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.844 7 24 .125 Kesimpulan: Nilai sig 0,125 > 0,05 maka H0 diterima, artinya data terdistribusi homogen.

c. Uji Anova ANOVA

GULADARAH

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 22659.972 7 3237.139 385.643 .000

Within Groups 201.459 24 8.394

Total 22861.431 31

Kesimpulan: Nilai sig 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, artinya jumlah dari setiap

kelompok terdapat perbedaan signifikan.

61

D. Uji Tukey

Multiple Comparisons GULADARAH

Tukey HSD

Mean Difference

95% Confidence Interval

(I) KELOMPOK (J) KELOMPOK (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Normal STZ -.75250 2.04868 1.000 -7.5375 6.0325

Metformin -65.18500* 2.04868 .000 -71.9700 -58.4000

Glibenklamid -65.36250* 2.04868 .000 -72.1475 -58.5775

Acarbosa -64.07500* 2.04868 .000 -70.8600 -57.2900

Dosis I -52.69250* 2.04868 .000 -59.4775 -45.9075

Dosis II -55.17250*

.000 -61.9575

2.04868 -48.3875

Dosis III -63.41500* 2.04868 .000 -70.2000 -56.6300

STZ Normal .75250 2.04868 1.000 -6.0325 7.5375

Metformin -64.43250* 2.04868 .000 -71.2175 -57.6475

Glibenklamid -64.61000* 2.04868 .000 -71.3950 -57.8250

Acarbosa -63.32250* 2.04868 .000 -70.1075 -56.5375

Dosis I -51.94000* 2.04868 .000 -58.7250 -45.1550

Dosis II -54.42000* 2.04868 .000 -61.2050 -47.6350

Dosis III -62.66250* 2.04868 .000 -69.4475 -55.8775

Metformin Normal 65.18500* 2.04868 .000 58.4000 71.9700

STZ 64.43250* 2.04868 .000 57.6475 71.2175

Glibenklamid -.17750 2.04868 1.000 -6.9625 6.6075

Acarbosa 1.11000 2.04868 .999 -5.6750 7.8950

Dosis I 12.49250* 2.04868 .000 5.7075 19.2775

Dosis II 10.01250* 2.04868 .001 3.2275 16.7975

Dosis III 1.77000 2.04868 .987 -5.0150 8.5550

Glibenklamid Normal 65.36250* 2.04868 .000 58.5775 72.1475

STZ 64.61000* 2.04868 .000 57.8250 71.3950

Metformin .17750 2.04868 1.000 -6.6075 6.9625

Acarbosa 1.28750 2.04868 .998 -5.4975 8.0725

Dosis I 12.67000* 2.04868 .000 5.8850 19.4550

Dosis II 10.19000* 2.04868 .001 3.4050 16.9750

Dosis III 1.94750 2.04868 .977 -4.8375 8.7325

62

Acarbosa Normal

64.07500* 2.04868 .000 57.2900 70.8600

STZ 63.32250* 2.04868 .000 56.5375 70.1075

Metformin -1.11000 2.04868 .999 -7.8950 5.6750

Glibenklamid -1.28750 2.04868 .998 -8.0725 5.4975

Dosis I 11.38250* 2.04868 .000 4.5975 18.1675

Dosis II 8.90250* 2.04868 .005 2.1175 15.6875

Dosis III .66000 2.04868 1.000 -6.1250 7.4450

Dosis I Normal 52.69250* 2.04868 .000 45.9075 59.4775

STZ 51.94000* 2.04868 .000 45.1550 58.7250

Metformin -12.49250* 2.04868 .000 -19.2775 -5.7075

Glibenklamid -12.67000* 2.04868 .000 -19.4550 -5.8850

Acarbosa

-11.38250*

.000 -18.1675

2.04868 -4.5975

Dosis II -2.48000 2.04868 .921 -9.2650 4.3050

Dosis III -10.72250* 2.04868 .001 -17.5075 -3.9375

Dosis II Normal 55.17250* 2.04868 .000 48.3875 61.9575

STZ 54.42000* 2.04868 .000 47.6350 61.2050

Metformin -10.01250* 2.04868 .001 -16.7975 -3.2275

Glibenklamid -10.19000* 2.04868 .001 -16.9750 -3.4050

Acarbosa -8.90250* 2.04868 .005 -15.6875 -2.1175

Dosis I 2.48000 2.04868 .921 -4.3050 9.2650

Dosis III -8.24250* 2.04868 .010 -15.0275 -1.4575

Dosis III Normal 63.41500* 2.04868 .000 56.6300 70.2000

STZ 62.66250* 2.04868 .000 55.8775 69.4475

Metformin -1.77000 2.04868 .987 -8.5550 5.0150

Glibenklamid -1.94750 2.04868 .977 -8.7325 4.8375

Acarbosa -.66000 2.04868 1.000 -7.4450 6.1250

Dosis I 10.72250* 2.04868 .001 3.9375 17.5075

Dosis II 8.24250* 2.04868 .010 1.4575 15.0275

*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Keterangan: (Tanda *) = Ada perbedaan bermakna, (Tanpa tanda *) = Tidak ada perbedaan bermakna

63

GULADARAH

Tukey HSD

Subset for alpha = 0.05

KELOMPOK N 1 2 3

Normal 4 -1.6800

STZ 4 -.9275

Dosis I 4 51.0125

Dosis II 4 53.4925

Dosis III 4 61.7350

Acarbosa 4 62.3950

Metformin 4 63.5050

Glibenklamid 4

63.6825

Sig.

.921

1.000 .977 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

64

Lampiran 16. Konversi Dosis

Tabel 14. Konversi Dosis Hewan ke Manusia

Spesies Bobot (kg) BSA (m2) Faktor Km

Manusia

Dewasa 60 1,6 37

Anak 20 0,8 25

Baboon 12 0,6 20

Anjing 10 0,5 20

Monyet 3 0,24 12

Kelinci 1,8 0,15 12

Babi Guinea 0,4 0,05 8

Tikus 0,15 0,025 6

Marmut 0,08 0,02 5

Mencit 0,02 0,007 3

65

Lampiran 17. Dokumentasi Penelitian

Gambar 11. Pohon Nangka Gambar 12. Biji Nangka Kering

Gambar 13. Serbuk Biji Nangka Gambar 14. Bejana Maserasi

Gambar 15. Maserat Biji Nangka

Gambar 16. Vaccum rotary evaporator

66

Lampiran 17 (Lanjutan)

Gambar 17. Ekstrak Kental Etanol 70% Biji Nangka

Gambar 18. Ketamin Injeksi

Gambar 19. Streptozotosin

Gambar 20. Sumbat vagina

Gambar 21. Proses Induksi Gambar 22. Pengambilan darah Streptozotosin secara intra peritoneal

67

Lampiran 17 (Lanjutan)

Gambar 23. Sentrifuge

Gambar 24. Vortex

Gambar 25. Glukosa kit Gambar 26. Serum + glukosa

kit

Gambar 27. Spektrofotometer klinikal

Gambar 28. Proses Sonde

68

Lampiran 17 (Lanjutan)

Gambar 29. Mikropipet Gambar 30. Metformin

Gambar 31. Uji Tanin Gambar 32. Uji Flavonoid

Gambar 33. Uji Alkaloid Mayer Gambar 34. Uji Alkaloid

Dragendorff

Gambar 35. Uji Steroid Gambar 36. Uji Saponin

Gambar 36. Uji Terpenoid

69

Lampiran 17 (Lanjutan)

Gambar 38. Botol timbang

Gambar 37. Oven

Gambar 39. Timbangan analitik Gambar 40.Timbangan Hewan

70

Lampiran 18. Bukti Publikasi

Lampiran 19. Bukti publikasi Jurnal