LAPORAN KEMAJUAN - Universitas Udayana

25
BIDANG UNGGULAN : KETAHANAN PANGAN LAPORAN KEMAJUAN HIBA H PENELITIA N UNGGULAN UDA YANA HIBA H PENELITIA N UNGGULAN UDA YANA HIBA H PENELITIA N UNGGULAN UDA YANA HIBA H PENELITIA N UNGGULAN UDA YANA (TAHAP (TAHAP (TAHAP (TAHAP III/201 /201 /201 /2015) PEMA NFAA TA N CA IRA N PULPA HA SIL SAMPING FERMENTA SI BIJI KA KA O YA NG DITAM BA HKA N RA GI TAPE MENJADI PRODUK CUKA MA KA N Tahun ke-3 dari rencana 3 tahun Ti m Pe neli ti : Dr. Ir. Ni Made Wartini, MP (NIDN.: 0024086404) Dr. Ir. Luh Putu Wrasiati, MP (NIDN.: 0018116501) Luh Putu Trisna Darmayanti, S.Hut, MP (NIDN: 0010057807) FA KULTA S TEKNOLO GI PERTA NIA N UNIVERSITA S UDAYA NA TAHUN 2015

Transcript of LAPORAN KEMAJUAN - Universitas Udayana

BIDANG UNGGULAN : KETAHANAN PANGAN

LAPORAN KEMAJUAN

HIBAH PENELITIAN UNGGULAN UDAYANAHIBAH PENELITIAN UNGGULAN UDAYANAHIBAH PENELITIAN UNGGULAN UDAYANAHIBAH PENELITIAN UNGGULAN UDAYANA (TAHAP (TAHAP (TAHAP (TAHAP IIIIIIIIIIII/201/201/201/2015555))))

PEMA NFAATA N CA IRAN PULPA HASIL SAMPING

FERMENTASI BIJI KA KAO YA NG DITAMBAHKAN RAGI

TAPE MENJADI PRODUK CUKA MAKA N

Tahun ke-3 dari rencana 3 tahun

Tim Peneli ti :

Dr. Ir. Ni Made Wartini, MP (NIDN.: 0024086404) Dr. Ir. Luh Putu Wrasiati, MP (NIDN.: 0018116501)

Luh Putu Trisna Darmayanti , S.Hut, MP (NIDN: 0010057807)

FA KULTAS TEKNOLOGI PERTANIA N

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2015

RINGKAS AN

Penambahan ragi tape pada proses fermentasi biji kakao memungkinkan

penguraian gula pulpa berlangsung lebih cepat dan sempurna, seh ingga selain

mempercepat wakt u fermentasi juga akan dihasilkan hasil samping berupa cairan

pulpa yang lebih maksimal. Selanjutnya cairan pulpa tersebut dilakukan

pemisahan, esktraksi dan pemurnian untuk kemudian diproses menjadi cuka

makan yang memenuhi syarat sesuai SNI. Hal ini akan dapat mengoptimalkan

hasil samping cairan pulpa menjadi menjadi produk bernilai ekonomis tinggi.

Potensi cairan pulpa yang cukup besar tersebut selama in i hanya dibuang begit u

saja disekitar tempat pengo lahan, selain akan mengotori juga dapat berdampak

buruk atau mencemari lingkungan disekitarnya.

Secara khusus tujuan penelitian Tahap III/2015 ini dilakukan unt uk : (1)

mengkaji pengaruh lama fermentasi secara alami dalam kondisi aerob terhadap

kadar asam asetat cairan pulpa, (2) mengkaji pengaruh penambahan gula dan

garam terhadap karakteristik cuka makan yang dihasilkan dari distilat asam asetat,

dan (3) mendapatkan kondisi proses pembuatan cuka makan dari sumber bahan

baku asam asetat hasil distilasi cairan pulpa hasil samping fermentasi bij i kakao

yang ditambahkan ragi tape. Bila dari hasil kajian in i diketahui bahwa cairan

pulpa potensial sebagai sum ber bahan baku cuka makan, tentunya akan dapat

meningkatkan nilai tambah hasil perkebunan kakao dan memberi kontribusi

dalam penyediaan bahan baku cuka makan.

Kata kunci : cairan pulpa, ragi tape, cuka makan

-iii- PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas karunia dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Laporan

Kemajuan penelitian yang ber judul “PEMANFAATAN CAIRAN P ULPA HASIL

SAMPING FERMENTASI BIJI KAKAO YANG DITAM BAHKAN RAGI

TAPE MENJADI P RODUK CUKA MAKAN”. Laporan Kemajuan in i

merupakan Laporan Hibah Penelitian Unggulan Udayana (dana Desentralisas),

hasil pelaksanaan penelitian tahap III/2015.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada:

1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional

yang telah membiayai pelaksanaan penelitian in i lewat dana desentralisasi.

2. Rektor Un iversitas Udayana yang telah mengalokasikan anggaran untuk

pelaksanaan penelitian in i.

3. Ketua Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas

Udayana yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian in i.

4. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana yang telah

memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini.

5. Rekan-rekan sejawat yang telah membantu dan member i dukungan selama

pelaksanaan penelitian in i.

Akhirnya penulis mengharapkan krtitik dan saran yang konstruktif untuk

perbaikan tulisan selanjutnya dan semoga Laporan Kemajuan Hasil Penelitian

Tahap III/2015 Hibah Penelitian Unggulan Udayana ini bermanfaat bagi yang

membutuhkan.

Denpasar, 26 Juli 2015

Penulis

-iv-

DAFTAR ISI

Halam an

HALAMAN SAMP UL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

RINGKASAN ii i

PRAKATA iv

DAFTAR ISI v

BAB 1. PENDAHULUAN 1

BAB 2. TINJAUAN PUST AKA 2

BAB 3. TUJUAN DAN M ANFAAT PENELITIAN 11

BAB 4. METODE PENELITIAN 12

BAB 5. HASIL YANG DICAPAI 14

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA 17

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

-v-1 2

-1-

I. PENDAHULUAN

Kakao merupakan komoditas perkebunan andalan yang terus dipac u

pengembangannya, terutama unt uk meningkatkan ekspor non migas. Selain it u

juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan beberapa industri dalam neger i,

seperti: industri makanan dan minuman, farmasi dan kosmetika. Dewasa in i

pengusahaan perkebunan kakao berkembang cukup pesat, baik dalam bentuk

pengembangan luas areal tanaman maupun pen ingkatan produksi biji kakao

kering. Sampai dengan tahun 2010 luas areal perkebunan kakao Indonesia telah

mencapai 1.651.539 ha, dengan produksi mencapai 844.626 ton bij i kakao ker ing

(Ditjen Perkebunan, 2011).

Pengolahan kakao pada esensinya adalah usaha untuk memproses buah

kakao menjadi biji kakao ker ing yang memenuhi standar m utu dan dapat

memunculkan karakteristik khas kakao, terutama cita rasa. Tahapan pengolahan

yang dianggap paling dominan mempengaruhi mut u hasil biji kakao kering adalah

fermentasi (Alamsyah, 1991). Fermentasi biji kakao bertujuan untuk menghancur-

kan pulpa dan mengusahakan kondisi unt uk terjadinya reaksi biokimia dalam

keping biji, yang berperan bagi pembent ukan prekursor cita rasa dan warna

coklat. Pulpa yang telah hancur akan mudah lepas dari biji, membentuk cairan

pulpa (watery sweatings) yang menetes keluar t umpukan biji.

Cairan pulpa, sebagai hasil samping selama fermentasi biji kakao,

diantaranya mengandung asam asetat atau asam cuka, asam laktat dan alkoho l.

Asam-asam organik tersebut terbentuk dar i fermentasi gula yang terkandung

dalam pulpa biji kakao. P ulpa biji kakao adalah selaput berlendir berwarna putih

yang membungkus biji kakao, terdapat sekitar 25-30% dari berat biji, diantaranya

mengandung gula dengan kadar yang relatif t inggi, sekitar 10-13% (Lopez,

1986). Selama fermentasi dapat dihasilkan cairan pulpa 15-20% dari berat bij i

kakao yang difermentasi (Ganda-Putra dkk., 2008). Potensi cairan pulpa yang

cukup besar tersebut selama ini hanya dibuang begitu saja disek itar tempat

pengo lahan, selain akan mengotori juga dapat berdampak buruk atau mencemari

bagi l ingkungan disek itarnya. Padahal asam asetat sebagai salah sat u kandungan

-2-

cairan pulpa mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, diantaranya dapat digunakan

sebagai bahan baku cuka makan.

Ragi tape mengandung berbagai macam mikroba antara lain Candida sp. ,

Endom ycopsis sp., Hansenula sp., Amylomyces sp., Asperg illus sp., fusarium sp.,

Mucor sp. dan rhizopus sp. (St einkraus, 1983), yang sangat berperan dalam proses

fermentasi. Penambahan ragi tape pada fermentasi biji kakao dengan kisaran 1,0%

telah dicobakan oleh Agung dkk. (1998), yang dapat mempersingkat wakt u

fermentasi menjadi 4 har i dari 6 hari pada fermentasi alami, dengan hasil bij i

kakao kering mutu I. Kondisi demikian terjadi karena penguraian gula pulpa

ber langsung lebih cepat dan sempurna. Hal ini tentu berpotensi dihasilkannya

asam asetat yang lebih banyak.

Atas dasar hasil penelitian tahun II/2014 yang menunjukkan bahwa proses

distilasi terbaik untuk evaporasi alkohol adalah suhu 90oC dan wakt u 15 menit

dan proses distilasi terbaik untuk pemurnian asam asetat adalah suhu 100oC,

waktu 30 menit, akan digunakan sebagai kondisi proses untuk menghasilkan

distilat asam asetat. Distilat asam asetat yang dihasilkan akan ditambahkan gula

dan garam untuk dibuat menjadi produk cuka fermentasi yang dikenal sebagai

cuka makan (cuka meja dan cuka dapur). Kadar asam asetat yang dihasilkan dar i

proses distilasi masih relatif rendah, berkisar 3,5 – 5,0%, untuk itu terhadap bahan

baku cairan pulpa masih per lu difermentasi terlebih dahulu. Proses fermentasi

akan dilakukan secara alami dalam kondisi aerob selama sek itar 10-20 hari.

II. S TUDI PUSTAKA

2.1. Kakao

Tanaman kakao (Theobroma cacao Linn.) terdir i atas tiga var ietas utama,

yaitu : Criollo, Forastero dan Trinitario. Varietas Crio llo, dengan ciri cita rasa

enak dan beraroma lembut, terdapat sekitar 10% di seluruh dunia terutama di

Venezuela, Equador, Co lumbia dan Indonesia. Sementara var ietas Forastero,

dengan cita rasa lebih pah it dan beraroma lebih kuat, merupakan mayoritas

tanaman kakao dun ia terutama dijumpai di Ivory Coast, Ghana, Nigeria, Malaysia

dan Indonesia. Sedang-kan varietas Trinitario merupakan persilangan antara

Crio llo dan Forastero, terdapat di Trinidad, Cameroon, Papua New Guinea dan

-3-

Jamaica (Anonymous, 2004). Var ietas Criollo, Trinitario dan persilangannya

dikenal sebagai penghasil biji kakao mulia atau kakao edel (fine-cocoa).

Sedangkan var ietas Forastero dikenal sebagai penghasil bij i kakao lindak atau

kakao curai (bulk-cocoa) (Wood and Lass, 1985).

Di perkebunan kakao Indonesia secara umum terdapat tiga varietas

tanaman kakao, yait u: (1) Trinitario (klon-klon Djati Runggo) menghasilkan biji

kakao mulia, (2) Amelonado (West African Amelonado) menghasilkan biji kakao

lindak dan (3) Amazon juga menghasilkan biji kakao lindak (Wardojo, 1991).

2.2. Buah Kakao

Buah kakao dapat dipanen apabila telah mencapai umur buah 160-175 har i

atau sekitar 5-6 bulan sejak dari fase penyerbukan dan terjadi perubahan warna

kulit buah (Haryadi dan Supriyanto, 1991; Bucheli et al., 2001). Menurut Sunanto

(1992), kakao masak pohon dan siap panen dicirikan dengan perubahan warna

buah, yaitu: (a) warna buah sebelum masak hijau, setelah masak warna alur buah

menjadi kuning, atau (b) warna buah sebelum masak merah tua, setelah masak

warna buah merah muda, jingga atau kun ing.

Buah kakao masak berisi sekitar 30-40 biji yang terbungkus oleh lap isan

lendir (pulpa). Menurut Haryadi dan Supriyanto (1991), berat biji kakao yang

diperoleh dipengaruh i oleh curah hujan selama periode pemasakan, berk isar

antara 92,2 – 103,5 g biji kakao basah segar setiap buah (pod) tergantung dar i

besarnya curah hujan. Pada musim hujan diperoleh buah kakao yang lebih besar

dibandingkan pada musim kemarau (Wardojo, 1991).

Pemanen buah kakao um umnya berlangsung antara bulan Mei sampai

dengan Oktober tiap tahunnya. Di Jawa Tengah panen besar biasanya pada bulan

Mei-Juni dan penen tambahan pada bulan Agust us-Oktober. Sedangkan di

Sumatra Utara, panen besar pada bulan Mei-Juni dan panen tambahan pada bulan

September-Oktober. Rotasi pemanenan biasanya dilakukan dengan selang wakt u

antara 7-14 hari, dimaksudkan untuk memperoleh hasil panen tepat masak dengan

tingkat masak relatif homogen (Haryadi dan Supriyanto, 1991).

Pulpa biji kakao, yaitu selaput ber lendir berwarna putih yang membungkus

biji kakao, mengandung : 82-87% air, 10-13% gula, 2-3% pentosan, 1-2% asam

-4-

sitrat dan 8-10% garam-garam (Lopez, 1986). Pembentukan senyawa gula pada

pulpa mencapai maksimal pada buah masak optimal (‡170 hari), begitu pula

dengan peningkatan kandungan asam-asam organik. Pada buah masih muda,

senyawa gula yang terbentuk masih sangat rendah sehingga mungkin akan ber-

pengaruh pada kondisi pulpa unt uk difermentasi (Haryadi dan Supr iyanto, 1991).

Selama pemasakan buah, pada keping biji terjadi peningkatan kandungan

tanin dan karboh idrat dan terjadi konversi asam-asam lemak bebas menjadi

trigeliserida (Lopez,1986). Haryadi dan Supriyanto (1991) menambahkan bahwa

lemak netral baru terbentuk pada tahap akhir pemasakan.

2.3. Pengolahan Kakao

Pengolahan kakao pada dasarnya adalah suat u usaha untuk memisahkan

biji dari buah dan selaput ber lendir (pulpa) yang membungkus dan

memperlakukannya sedemikian rupa sehingga diperoleh biji kakao kering dengan

karakteristik khas yang sesuai dengan standar mutunya.

Setiap buah kakao ber isi sek itar 30-40 biji dan masing-masing biji

diselubungi oleh pulpa (Wood and Lass, 1985; Beckett, 1988). Buah yang telah

dipetik kemudian dipecah untuk dipisahkan bijinya. Menurut Askindo (1990),

dikenalkan cara lain yaitu melakukan penyimpanan buah selama 9-15 har i

sebelum biji dipecah. Hasil penelitian Said et al. (1990), menyarankan agar

penyimpanan buah dilakukan selama 6 hari, sedangkan Yusianto dan Wahyudi

(1991) mengatakan bahwa wakt u peny impanan buah optimum adalah 8

hariuntuk meningkatkan mutu biji kakao. Perlakuan penyimpanan buah tersebut

akan mempengaruhi kondisi pulpa biji kakao sebelum difermentasi.

Biji yang sudah dipisahkan selanjutnya difermentasi. Fermentasi dapat

dilakukan dengan menumpuk biji kakao pada kotak kayu (peti), ember plastik,

keranjang bam bu atau hanya sekedar dionggokkan di atas lantai dengan dialasi

dan ditutup i dengan daun pisang. Ukuran wadah fermentasi bervariasi antara

1.500 – 2.000 kg biji kakao segar. Lama fermentasi juga bervar iasi antara 2 - 8

hari, tergantung dari jenis kakao dan kebiasaan setempat (Nasution dkk., 1980).

Amin (2004a) menam bahkan bahwa lama fermentasi adalah 5 hari, sesuai dengan

kebiasaan yang dilakukan di perkebunan Indonesia atau sama dengan hasil

-5-

penelitian Sime-Cadbury. Sedangkan menurut Wood and Lass (1985) lama

fermentasi adalah 5 hari untuk varietas Forastero dan 2-3 hari unt uk Criollo, tetapi

menurut penelitian Schwan (1998) fermentasi dilakukan selama 7 hari dan biji

diaduk setiap hari unt uk meningkatkan aerasi.

Perendaman dan pencucian dilakukan setelah proses fermentasi, tetapi

tidak semua pengolah melakukan tahapan proses ini. Perendaman dan pencucian

selain untuk membersihkan sisa-sisa pulpa yang masih menempel juga dapat

mencegah fermentasi lebih lanjut. Perendaman dalam air dapat dilakukan selama

2 jam, selanjutnya dilakukan pencucian secara manual pada air mengalir atau

semi mekanis dengan mesin pencuci (Nasution dkk., 1980).

Kadar air biji hasil fermentasi berkisar 60%, sehingga unt uk menurunkan

kadar air hingga 6-7% diperlukan pengeringan. Penger ingan biji kakao lebih baik

dilakukan dengan penjemuran, tetapi saat ini cenderung digantikan dengan

pengering buatan karena lebih cepat. Di perkebunan besar biasanya digunakan

kombinasi antara pen jemuran dengan pengering buatan. Pengeringan dengan

sistem mekanis sebaiknya dilakukan pada suhu antara 50-60oC, karena jika

dilakukan di atas suhu tersebut akan menyebabkan bau hangus (Hardiman dan

Kartika, 1980). Gur itno dan Hardjosuwito (1984) menambahkan bahwa suhu

pengeringan dian jurkan tidak lebih dari 55oC untuk mendapatkan hasil bij i kakao

kering yang bermutu baik.

2.4. Mekanisme Fermentasi Kakao

Fermentasi biji kakao bertujuan untuk menghancurkan pulpa (eskternal)

dan mengusahakan kondisi unt uk terjadinya reaksi kimia dan biok imia dalam

keping biji (internal). Pulpa yang telah hancur akan mudah lepas dari biji sehingga

biji kakao menjadi bersih dan cepat kering. Selanjutnya reaksi kimia dan biok imia

dalam keping biji dimaksudkan unt uk pembentukan prekursor cita rasa dan warna

coklat. Reaksi tersebut baru akan terjadi setelah biji kakao mati. Faktor-faktor

yang mempengaruhi proses fermentasi, diantaranya: waktu fermentasi, pengaduk-

an dan aerasi, ukuran tumpukan biji dalam wadah fermentasi, penundaan

pengolahan, kemasakan buah, dan varietas kakao (Haryadi dan Supriyanto, 1991).

-6-

Mekanisme proses fermentasi bermula dari adanya pulpa yang

membungkus biji kakao segar. Ketika baru dipecah pulpa dalam keadaan steril,

tetapi kemudian terkontaminasi oleh mikroorganisme dari kulit buah, serangga,

alat angkut maupun manusia sebagai perkerjanya. Menurut Lopez (1986),

kandungan gula yang relatif tinggi, pH rendah dan suplai oksigen yang rendah

pada tumpukan biji selama tahap awal fermentasi menyebabkan yeast mampu

berkembang dengan baik. Lebih lanjut menurut Amin (2004b), akf ivitas utama

dar i yeast tersebut adalah: (a) disimilasi sukrosa, glukosa dan fruktosa menjadi

etanol dan CO2, (b) kemungkinan terjadi pemecahan pektin dalam pulpa, dan (c)

memetabolisme asam-asam organik (asam sitrat) yang terdapat dalam jumlah

relatif banyak pada pulpa biji kakao.

Jenis yeast tertentu juga dapat menghasilkan enzim pektolitik, yang dapat

merombak pektin dalam pulpa. Perubahan komposisi pulpa sebelum dan setelah

fermentasi (Case, 2004), disajikan seperti Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perubahan komposisi pulpa (Case, 2004)

Komposisi Sebelum fermentasi Setelah fermentasi Sukrosa 12 % 0 % Asam sitrat 1 – 3 % 0.5 % Pektin 1 - 1.5 % - pH 3.7 6.5 Etil alkohol - 0.5 % Asam asetat - 1.6 %

Selanjutnya menurut Chong, Shepherd and Foon (1978), desimilasi asam

sitrat oleh yeast menyebabkan naiknya pH yang disertai dengan naiknya suhu

karena panas yang timbul pada fermentasi alkohol, menjadikan kondisi ini cocok

untuk pertumbuhan bakteri asam laktat meskipun masih dalam keadaan anaerob.

Bakteri asam laktat yang mempunyai sifat homo- dan hetero-fermentatif dapat

menghidrolisis substrat gula menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol dan

CO2 disertai dengan pembebasan panas. Amin (2004b) menam bahkan bahwa

produksi asam laktat dar i gula heksosa oleh bakteri asam laktat akan membant u

dalam peningkatan suhu.

Kemudian dengan semakin naiknya suhu mencapai 45-50oC dan adanya

aerasi karena proses pengadukan menyebabkan pertum buhan bakteri asam asetat

-7-

menjadi dominan. Proses ini ber langsung pada 24-48 jam pada awal fermentasi

(Schwan, 1998). Asam asetat dan panas yang dihasilkan dar i oksidasi etanol dapat

menyebabkan biji mati, dikenal sebagai fermentasi fase I.

Kematian biji dikehendaki untuk berlangsungnya perubahan-perubahan

fisik, kimia dan biok imia (enzimatis) di dalam keping bij i (Sulistyowati; 1988;

Alamsyah, 1991). Pada biji yang sudah mati (fermentasi fase II), enzim dan

subtrat yang sebelumnya terpisah menjadi mudah bertemu. Etanol, asam asetat

dan air yang berdifusi ke dalam keping bij i bertindak sebagai pelarut dan mem-

bawa subtrat ke tempat yang aktif. Perubahan dalam keping biji berdampak pada

pengembangan citarasa khas kakao dan pem bentukan warna coklat (Lopez, 1986).

Lebih jauh Lopez (1986) mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi

dalam keping biji berlangsung dalam dua tahap, yaitu tahap h idrolisis anaerobik

dan kemudian diikuti oleh tahap kondensasi oksidatif. Pada tahap anaerobik

terjadi reaksi hidrolisis enzimatis. Hal ini diketahui dar i terjadinya difusi dan

pemucatan pigmen sel penyimpan dan penyerapan air oleh jaringan. Senyawa-

senyawa yang mengalami proses hidrolisis diantaranya: polifenol, protein dan

gula. Senyawa polifeno l terdiri atas : antosianin, leukoantosianidin dan katekin.

Selama fermentasi antosianin mengalami pemecahan, sedangkan senyawa polife-

nol lain sebagian hilang melalui penetesan. Destruksi antosianin terjadi dalam

dua tahap, yaitu tahap kematian biji dan difusi sel penyimpan dan pada tahap

hidrolisis secara enzimatis. Tahap pertama harus sudah selesai sebelum penger-

ingan biji, karena kalau tidak akan menyebabkan biji kering yang diperoleh

menunjukkan sifat slatiness, yait u sebagian atau lebih penampakan permukaan biji

berwarna ungu kelabu (Lopez, 1986).

Senyawa polifeno l terutama katekin dikenal sangat kelat, sehingga bila bij i

tidak mati dan polifenol masih terdapat dalam kantong sel tanin dan tidak terurai

sempurna oleh enzim polifeno l oksidase selama pengeringan, maka akan

menyebabkan rasa kelat masih terdapat dalam biji. Menurut Said dan

Samarakhody (1984), senyawa polifenol lebih cepat terdegradasi jika biji ser ing

diaduk selama fermentasi, karena dapat meningkatkan aerasi untuk suplai oksigen

pada oksidasi polifenol o leh enzim polifeno l oksidase.

-8-

Pada saat ber langsungnya destruksi antosianin, terbent uk cairan berwarna

coklat (flavono id kompleks) pada ruang antara kulit dan keping biji. Hal ini dapat

digunakan sebagai parameter indeks fermentasi, dengan nilai berupa rasio antara

kadar flavono id kompleks dan kadar antosianin (Shamsuddin dan Dimick, 1986;

Effendi dan Hardjosuwito, 1988; Sulistyowati dan Soenaryo, 1989). Menurut

Alamsyah (1991), bij i kakao telah terfermentasi bila nilai indeks fermentasi ≥ 1,0.

Reaksi penting lainya pada suasana anaerobik adalah hidrolisis protein

oleh enzim protease menjadi asam-asam amino dan peptida. Kecepatan degradasi

protein lebih besar dari pada kecepatan hilangnya hasil-hasil degradasi tersebut

melalui difusi lewat kulit, sehingga menaikkan kandungan peptida dan nitrogen

amino dalam biji (Lopez, 1986). Selain itu menurut Tomlins et al. (1993), gula

yang terdapat dalam biji, berupa sukrosa, selama fermentasi diubah menjadi

glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase yang terdapat pada kulit biji.

Reaksi oksidatif mulai berlangsung saat oksigen mencapai bagian dalam

keping biji dan asam organik tidak lagi menghambat aktivitas enzim oksidase. Hal

ini menyebabkan terjadinya reaksi pencok latan dalam keping biji. Sianidin dan

senyawa kompleks protein-fenol yang terbentuk mengalami reaksi oksidasi.

Epikatekin yang merupakan subtrat utama dar i enzim polifenol oksidase teroksi-

dasi menghasilkan quinon. Hal ini tampak dari terbentuknya cincin berwarna

coklat pada permukaan keping biji pada akhir fermentasi (Lopez, 1986).

Selama fermentasi juga terjadi pengurangan senyawa purin yang hilang

melalui penetesan. Senyawa yang dapat larut dalam cairan sel ini, terutama

theobromin serta kafein dalam jumlah kecil. Pengurangan senyawa ini menyebab-

kan rasa pahit yang ditimbulkan berkurang (Alamsyah, 1991). Namum pengura-

ngan yang berlebihan dapat menyebabkan rasa produk kakao menjadi hambar.

2.5. Penghancuran Pulpa

Salah satu tujuan fermentasi adalah penghancuran pulpa biji kakao. Proses

ini dapat berlangsung karena terjadinya depolimerisasi pektin pulpa. Depo lime-

risasi pektin dapat berlangsung karena adanya aktivitas enzim pektolit ik yang

menghidrolisis substrat pektin, yaitu polisakar ida struktural pada dinding sel

primer dan ruang antar sel. Aktivitas enzim tersebut dalam mengh idrolisis pektin

-9-

menyebabkan jar ingan pulpa rusak terdisintegrasi, membent uk cairan dan menetes

keluar tumpukan biji (watery sweatings).

Pada fermentasi bij i kakao secara alami, mekanisme penghancuran pulpa

didasarkan atas aktivitas mikroba yang dapat menghasilkan enzim-enzim

pektolit ik (ekso jinus). Pendapat in i didukung oleh ditemukannya strain yeast yang

dapat menghasilkan enzim pektolitik pendegradasi pektin, misalnya

Kluyverom yces fragilis (dulunya Saccharomyces) (Carr, 1982; Schwan, 1998).

Buamah, Dzogbef ia and Oldham (1997), menambahkan bahwa penggunaan kult ur

murni Saccharom yces chevalieri dan Kluyverom yces fragilis pada fermentasi bij i

kakao dapat meningkatkan volume watery sweatings. Gálvez et al. (2007), juga

menemukan beberapa strain yeast yang menghasilkan enzim pektolit ik

pendegradsi pektin pulpa biji kakao seperti: Candida inconspicua, Hanseniaspora

guillermondii dan Candida zeylanoides.

Menurut Quesnel (1967) dalam Haryadi dan Supriyanto (1991), jenis yeast

tertentu juga dapat menghasilkan enzim pektolit ik, diantaranya pektin metil

esterase (PME) dan po ligalakturonase (P G). Menurut Fox (1991); Whitaker

(1996), enzim PME menghidrolisis ikatan metil ester pada pektin menjadi asam

pektat dan metanol. Pelepasan metil ester menyebabkan asam pektat lebih banyak

memiliki gugus karboksilat bebas. Sedangkan P G, menghidrolisis ikatan

glikosidik antar unit-unit asam galakt uronat (asam pektat) yang berdekatan

dengan gugus karboksilat bebas. Hasil hidro lisis asam pektat akan terbent uk asam

uronida (galakt uronat), galaktosa, arabinosa dan asam asetat. Hal ini

menyebabkan pektin mengalami depo limerisasi. Bower and Cutting (1988);

Nikolic and Mojovic (2007), menambahkan bahwa proses yang didahului oleh

aktivitas enzim PME dalam mendemetilasi pektin akan memberikan kondisi

substrat yang lebih baik bagi aktivitas enzim PG pada depo limerisasi pektin.

Lebih lanjut menurut Turner et al. (2007), bahwa beberapa enzim

pektolit ik terlibat dalam depo limerisasi pektin, baik dengan cara h idrolisis seperti:

pectin metal galakturonase, endo-P G dan ekso-P G yang menghidrolisis asam

galakturonat, maupun dengan cara trans-β-eliminasi seperti pektin liase. Nikolic

and Mojovic (2007), menambahkan bahwa degradasi pektin dikatalisis oleh

enzim-enzim pektolit ik, baik yang endojinus maupun yang ekso jinus.

-10-

2.6. Asam Asetat, Cuka Fermentasi dan C uka Makan

Asam asetat atau asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam

organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.

Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam

bent uk CH3-COOH. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah

cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki tit ik beku 16,7°C. Asam asetat

merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format.

Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya

terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan

pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan

dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil

asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam

asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer

juga sering digunakan sebagai pelunak air. (Anon., 2011).

Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun alami melalui fermentasi

mikroba. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan melalui jalur

alami, namun kebanyakan hukum yang mengat ur bahwa asam asetat yang

terdapat dalam cuka haruslah berasal dar i proses biologis. Dari asam asetat yang

diproduksi oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi

metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternatif. Dalam setahun,

kebut uhan dun ia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton, dimana 1,5 juta ton

diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun

dar i sumber hayati (Noriyki et al., 2001 dalam Anon., 2011).

Asam asetat yang berasal dari hasil fermentasi disebut pula cuka

fermentasi. Cuka fermentasi didefin isikasikan sebagai produk cair yang

mengandung asam asetat, diperoleh melalui fermentasi bahan-bahan yang

mengandung gula atau alkohol dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan

makanan yang diijinkan (SNI 01-4371-1966). Cuka fermentasi selanjutnya dibuat

menjadi cuka makan, yang dik lasifikasi menjadi cuka meja dan cuka dapur.

Perbedaannya didasarkan atas kandungan asam asetat, dimana cuka meja kadar

asam asetat 4 - 12,5% dan cuka dapur kadar asam asetat minimal 12,5% (SNI 01-

3711-1995).

-11-

III. TUJUAN DAN MANFAAT PEN ELI TIAN

3.1. Tujuan

1) Mengkaji pengaruh lama fermentasi secara alami dalam kondisi aerob

terhadap kadar asam asetat cairan pulpa.

2) Mengkaji pengaruh penambahan gula dan garam terhadap karakteristik cuka

makan yang dihasilkan dari distilat asam asetat.

3) Mendapatkan kondisi proses pembuatan cuka makan dari sum ber bahan baku

asam asetat hasil distilasi cairan pulpa hasil samping fermentasi bij i kakao

yang ditambahkan ragi tape

3.2. Manfaat Penelitian

1) Penerapan metode fermentasi biji kakao dengan penambahan ragi tape

memungkinkan limbah cairan pulpa dapat dapat dihasilkan lebih banyak,

untuk selanjutnya dilakukan pemisahan, esktraksi dan pemurnian asam asetat

yang dihasilkan. Hal ini akan dapat mengoptimalkan potensi hasil samping

limbah cairan pulpa menjadi menjadi produk bernilai ekonomis.

2) Pengem bangan teknologi terapan pada metode proses fermentasi biji kakao

dengan penambahan ragi tape dan metode produksi asam asetat, kiranya dapat

diintroduksikan sebagai paket teknologi proses produksi bij i kakao kering dan

paket teknologi proses produksi cuka makan dar i cairan pulpa hasil fermentasi

biji kakao serta tidak tertut up kemungkinan untuk dapat dipatenkan.

3) Diharapkan akan dapat memberikan kontribusi positif dalam usaha

pengembangan perkakaoan di Indonesia sesuai dengan misi institusi

Perguruan Tinggi sebagai agen pengembangan ipteks unt uk membant u

memecahkan permasalahan di masyarakat, khususnya masyarakkat

perkakaoan Indonesia. Selain itu juga unt uk memberdayakan industri

pengo lahan kakao Indonesia agar sebesar-besarnya memanfaatkan hasil

samping dari proses pengolahan kakao dalam rangka menunjang program

ketahanan dan keamanan pangan.

-12-

IV. METO DE PENELITIAN

4.1. Bahan dan Alat

Bahan utama pada penelitian tahun III/2015 ini adalah buah kakao jenis

lindak yang diperoleh dar i sentra-sentra produksi kakao Provinsi Bali (Kabupaten

Jembrana dan Tabanan). Buah kakao terpilih difermentasi yang diker jakan oleh

kelompok tani di Desa Angkah Tabanan untuk mendapatkan bahan baku cairan

pulpa. Sedangkan bahan-bahan k imia yang digunakan diantaranya: gula, garam

dapur, NaOH, H2SO4, kloroform, indikator pp, standar asam asetat, dan aquades.

Peralatan yang digunakan diantaranya: wadah fermentasi, j irigen, aerator,

timbangan, pengaduk magnetik, alat distilasi, kertas sar ing Whatman,

piknometer, water bath, pH meter, HPLC, botol sampel , dan alat-alat gelas untuk

analisis hasil.

4.2. Metode

4.2.1. Rancangan Percobaan

Percobaan dalam penelitian tahap pertama menggunakan RAK sederhana

dengan perlakuan lama fermentasi, terdiri dari: 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 hari, yang

dilaku-kan dalam 3 kelompok. Sedangkan percobaan tahap kedua juga

menggunakan RAK faktorial 2 faktor. Faktor I adalah penambahan gula, yang

terdiri atas 5 taraf :0,00; 0,05; 0,10; 0,15; dan 0,20%; dan faktor II adalah

penambahan garam dapur, yang terdiri atas 5 taraf : 0,00; 0,10; 0,15; 0,20; dan

0,25%. Masing-masing kombinasi perlakuan (25 kombinasi) akan dilakukan

dalam 2 kelompok seh ingga diperoleh 50 un it percobaan.

4.2.2. Pelaksanaan

Pada peneltian tahap pertama, sampel cairan pulpa hasil samping

fermentasi biji kakao selama 1-3 hari ditampung dalam wadah jir igen. Cairan

pulpa yang diperoleh selanjutnya dilakukan proses fermentasi secara alami dalam

kondisi aerob, selama 0-25 hari sesuai perlakuan. Kondisi aerob dibuat dengan

penggunaan aerator. Cairan pulpa yang telah difermentasi diamati kadar asam

asetat setiap 5 hari untuk menetapkan lama fermentasi yang optimal.

Pada penelitian tahap kedua, cairan pulpa hasil fermentasi alami dengan

waktu optimal selanjutnya didistilasi (kondisi proses terbaik hasil penelitian tahun

-13-

II/2014) untuk mendapatkan distilat asam asetat. Hasil distilat asam asetat

ditambahkan gula dan garam dapur sesuai perlakuan, untuk mendapatkan produk

cuka fermentasi atau cuka makan. Produk tersebut selanjutnya dianalisis dengan

parameter sesuai karakteristik dalam SNI-nya. Skema pelaksanaan penelitian

tahun III/2015 disajikan pada Gambar 4.1.

Pengamatan : kadar asam asetat

Pengam atan : 1) organoleptik (rasa, bau dan warna) 2) sisa alkohol 3) total asam, 4) asam asetat 5) padatan terlarut 6) kadar gula 7) kadar garam dapur (NaCl)

Gambar 4.1. Skema pelaksanaan penelitian tahun III/2015

Biji kakao

Pemecahanan buah

Fermentasi dengan perlakuan penam bahan ragi tape pada

konsentrasi terbaik (1%/hasil penelitian tahap I)

Fermentasi alami kondisi aerob

selama: 0, 5, 10,15, 20, 25 hari

C airan pulpa hasil fermentasi alami

dengan waktu optimal

Kulit buah kakao

Cairan pulpa (hasil fermentasi

1-3 hari)

Buah kakao

Distilat asam asetat

Distilasi cairan pulpa (kondisi p roses terbaik hasil penelitian tahun II/2014)

Cuka fermentasi atau cuka makan

Penam bahan gula (0,00; 0,05; 0,10;, 0,15; dan 0,20% ) dan garam dapur (0,00; 0,10;

0,15; 0,20; dan 0,25% )

-14-

4.2.3. Pengam atan

Pengamatan terhadap cairan pulpa hasil fermentasi alami pada kondisi

aerob adalah kadar asam asetat. Sedangkan terhadap produk cuka fermentasi atau

cuka makan yang dihasilkan, meliputi: organo leptik (rasa, bau dan warna), sisa

alkohol, total asam, asam asetat, padatan terlarut, kadar gula, kadar garam dapur

(NaCl) sesuai cara pengujian yang tercant um dalam SNI-nya, dan tingkat

kemurnian asam asetat dengan metode gas kromatografi (kondisi operasional :

kolom Porafax-Q, volume injeksi 1 µl, aliran gas pembawa (N2) 30 ml/menit,

suhu kolom awal 100oC (1 menit), rate 10oC/menit, dan suhu akhir 200oC, suhu

injeksi 150oC, suhu detektor 200oC, dan total waktu operasi 15 menit).

4.2.4. Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis variansi dan dilanjutkan

dengan uji BNT 5% bila perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05). Analisis untuk

mendapatkan kondisi proses pembuatan cuka makan dari sumber bahan baku

asam asetat hasil distilasi cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao yang

ditambahkan ragi tape dilakukan dengan uji efektivitas (De Garmo et al., 1984).

V. HASIL YANG DICAPAI

Hasil Penelitian Tahap Pertam a

Dari pelaksanaan penelitian tahap pertama diperoleh data kadar asam

asetat sampel cairan pulpa yang difermentasi alami secara seperti disajikan pada

Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Kadar asam asetat cuka fermentasi hasil fermentasi alami pada

masing-masing waktu fermentasi

Karakte-ristik

Ulangan Waktu Fermentasi (hari) 0 5 10 15 20 25

Asam asetat (% )

I 6.51 16.49 23.40 24.89 12.79 13.24

II 10.96 17.18 24.46 28.03 20.51 15.24 Rata-rata 8.73 16.84 23.93 26.46 16.65 14.24

-15-

Hasil Penelitian Tahap Kedua

Dari pelaksanaan penelitian tahap kedua diperoleh distilat cuka fermentasi

untuk selanjutnya dilakukan pengamatan, meliputi : total asam asetat, kadar

alkohol, pH, total gula, kadar garam dan total padatan terlarut, seperti disajikan

pada Tabel-Tabel dibawah in i.

Tabel 5.2. Total asam distilat cuka makan yang dihasilkan dari per lakuan

penambahan gula dan garam

KODE SA MPEL

BERAT SAMPEL

ML NAOH

RERATA NAOH

FA K-TOR

N. NAOH

TOTAL ASAM

KA DAR ASA M

ASETAT

G0N0 (I) 10.0257 2.35/2.3 2.325 10 0.0946 0.219 13.16

G0N0 (II) 10.0559 2.3/2.3 2.300 10 0.0946 0.216 12.98

G0N1 (I) 10.0589 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.41

G0N1 (II) 10.0409 2.25/2.2 2.225 10 0.0946 0.210 12.58

G0N2 (I) 10.0285 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.208 12.45

G0N2 (II) 10.0824 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.206 12.39

G0N3 (I) 10.0836 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.206 12.38

G0N3 (II) 10.0903 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.206 12.38

G0N4 (I) 10.0454 2.15/2.15 2.150 10 0.0946 0.202 12.15

G0N4 (II) 10.0863 2.25/2.2 2.225 10 0.0946 0.209 12.52

G1N0 (I) 10.0707 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.40

G1N0 (II) 10.0215 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.208 12.46

G1N1 (I) 10.0452 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.43

G1N1 (II) 10.085 2.25/2.25 2.250 10 0.0946 0.211 12.66

G1N2 (I) 10.0306 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.45

G1N2 (II) 10.0067 2.15/2.12 2.135 10 0.0946 0.202 12.11

G1N3 (I) 10.0429 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.43

G1N3 (II) 10.0313 2.2/2.25 2.225 10 0.0946 0.210 12.59

G1N4 (I) 10.0451 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.43

G1N4 (II) 10.0344 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.44

G2N0 (I) 10.0703 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.40

G2N0 (II) 10.0378 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.44

G2N1 (I) 10.0091 2.2/2.25 2.225 10 0.0946 0.210 12.62

G2N1 (II) 10.0175 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.208 12.47

G2N2 (I) 10.0844 2.25/2.2 2.225 10 0.0946 0.209 12.52

G2N2 (II) 10.0645 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.41

G2N3 (I) 10.0068 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.208 12.48

G2N3 (II) 10.071 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.40

-16-

G2N4 (I) 10.081 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.206 12.39

G2N4 (II) 10.0508 2.15/2.15 2.150 10 0.0946 0.202 12.14

G3N0 (I) 10.0378 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.44

G3N0 (II) 10.0279 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.208 12.45

G3N1 (I) 10.0219 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.208 12.46

G3N1 (II) 10.0427 2.2/2.15 2.175 10 0.0946 0.205 12.29

G3N2 (I) 10.0463 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.43

G3N2 (II) 10.0432 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.43

G3N3 (I) 10.0471 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.43

G3N3 (II) 10.0576 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.42

G3N4 (I) 10.0881 2.2/2.2 2.000 10 0.0946 0.188 11.25

G3N4 (II) 10.0348 2.15/2.15 2.150 10 0.0946 0.203 12.16

G4N0 (I) 10.0126 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.208 12.47

G4N0 (II) 10.0164 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.208 12.47

G4N1 (I) 10.0296 2.15/2.2 2.175 10 0.0946 0.205 12.31

G4N1 (II) 10.0094 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.208 12.48

G4N2 (I) 10.0366 2.15/2.15 2.150 10 0.0946 0.203 12.16

G4N2 (II) 10.0552 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.42

G4N3 (I) 10.0809 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.206 12.39

G4N3 (II) 10.0397 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.44

G4N4 (I) 10.0675 2.2/2.2 2.200 10 0.0946 0.207 12.40

G4N4 (II) 10.0653 2.15/2.15 2.150 10 0.0946 0.202 12.12

VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Rencana tahap selan jutnya adalah analisis data, penulisan laporan akh ir

dan penulisan artikel ilmiah. Selain it u juga penyiapan bahan presentasi untuk

Seminar Nasional yang akan dilakukan di Universitas Udayana, Denpasar.

VII. KES IMPULAN DAN S ARAN

Hasil penelitian belum dapat disimpulkan secara sistematis karena semua

data belum diolah dan belum dilakukan pembahasan untuk penarikan kesimpulan.

Secara umum pelaksanaan penelitian berjalan lancar dan sejauh ini telah mencapai

target sekitar 80% dari total wakt u dan kegiatan pelaksanaan penelitian.

-17-

DAFTAR PUS TAKA

Abied. 2010. Penanganan Limbah Asam Asetat.

http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd. Diakses tanggal 11 April 2011

Agung. I.G.N., W. Sudjatha, I.G.P. Jamasuta dan G.P. Ganda-P utra. 1998. Memperpendek masa fermentasi biji kakao dengan pemberian ragi tape. Laporan Penelitian. Universitas Udayana. Denpasar.

Alamsyah, T.S. 1991. Peranan fermentasi dalam pengolahan biji kakao ker ing. Suatu Tinjauan. Berita Perkebunan. 1 (2) : 97-103.

Amin, S. 2004a. Penelitian fermentasi biji kakao dan penerapannya. http://www.iptek.net.id/ind/terapan/cocoa_idx.php?doc=a6. Diakses tanggal 13 Februari 2004.

Amin, S. 2004b. Proses enzimatis pada fermientasi untuk perbaikan mutu kakao. http://www.iptek.net.id/ind/terapan/ cocoa_idx.php?doc=a7. Diakses tanggal 13 Februari 2004.

Amin, S. 2004c. Pentingnya Proses Fermentasi Biji Kakao. http://www.iptek.net.id/ind/terapan/cocoa_idx.php?doc=a5. Diakses tanggal 13 Pebruari 2004.

Anonymous. 2004. AUI on the Road – The Cocoa Bean Story. http://www.auiswiss.com/cocoa_trip.cfm. Diakses tanggal 19 Maret 2004.

Anonymous. 2011. Asam Asetat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetat. Diakses tanggal 11 April 2011.

Beckett, S.T. 1988. Industrial Choco late Manufacture and Use. The AVI Publisher.. Glasgow.

Bucheli, P., G. Rousseau. M. Alvares, M. Laloi and J. Mccarthy. 2001. Development variation of sugars. carboxylic acids. purine alkaloids. fatty acids. and endoproteinase activity during maturation of Theobrom a cacao L. Seeds. J. Agric. Food Chem.. 49 : 5046-5051.

Carr. J.G. 1982. Cocoa. In A.H. Rose (Ed.). Fermented Foods. Academic Press. Inc.. New York.

Case, C.L. 2004. The Microbiology of Chocolate. http://smccd.net/accounts/ case/chocolate.html. Diakses tanggal 18 Maret 2004.

Chong, C.F., R. Shepherd and Y.C. Foon. 1978. Mitigation of cocoa bean acidity-fermentary investigations. Proceedings of The International Conference on Cocoa and Coconut. Kuala lum pur: 537-560.

De Garmo, E.G., W.G. Sullivan and J.R. Cerook. 1984. Engineering Economy. 7th. Ed. Macmilland Publ. Co.. New York.

Ditjen Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia. Ditjen Perkebunan Deptan RI. Jakarta.

Effendi, S. dan B. Hardjosuwito. 1988. Penetapan derajat fermentasi dan uji organo letik. Menara Perkebunan. 56 (3) : 76-79.

Fox, P. F. 1991. Food Enzimology. Vol. 1. Elsevier Applied. Science Publishers Ltd.. London.

Gálvez, S.L., G. Loiseau, J.L. Paredes, M.l Barel and J.P. Guiraud. 2007. St udy on the microflora and biochemistry of cocoa fermentation in the

-18-

Dominican Republic. International Journa l of Food M icrobiology. 114 : 124–130.

Ganda-Putra, G.P.. Harijono. S. Kumalaningsih dan Aulan i’am. 2008. Optimasi kondisi depo limerisasi pulp bij i kakao oleh enzim poligalakturonase endojinus. Jurnal Tekn ik Industri 9 (1): 24-34 (Terakreditasi).

Guritno, P. dan B. Hardjosuwito. 1984. Keasaman dan kadar lemak serta kadar asam amino; pengaruh suhu pengeringan terhadapnya. Menara Perkebunan. 52 (5a) : 189-192.

Haryadi dan M. Supr iyanto. 1991. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

James, C.S. 1995. Analytical Chemistry of Foods. Blackie Academic & Professional. London.

Lopez, A.S. 1986. Chemical change occurring dur ing the processing of cacao. Proceeding o f The Cacao Biotechnology Symposium. Dept. Of Food Science College of Agr icultutre. The Pennsylvania State University. Pennsylvan ia. USA.

Nasution, Z.. W. Ciptadi dan B.S. Laksmi. 1980. Pengolahan Cok lat. Jurusan Teknologi Industri. Fateta – IPB. Bogor.

Nikolic, M.V. and L. Mojov ic. 2007. Hydrolysis of apple pectin by the coordinated activity of pectic enzymes. Food Chem istry. 101 : 1–9

Said. M.B. and R.J. Samarakhody. 1984. Cocoa fermentation : effect of surface area. frequency of t urning and depth of cocoa masses. Proceeding o f International Conference on Coco and Coconut. Kualalumpur. 533-544.

Said, M.B.. M.P.G.S. Jayawardena. R.J. Samarakhody and W.T. Parera. 1990. Preconditioning of fresh cocoa beans prior to fermentation to improve quality : A commercial approach. The Planter. 66 : 332-345.

Schwan, R.F. 1998. Cocoa fermentations conducted with a defined microbial cocktail inoculum. Appl. Environ Microbiol.. 64 (4) : 1477-1483.

Shamsuddin, S.B. and P.S. Dimick. 1986. Qualitative and quantitative measurements of cocoa beans fermentation. Proceed ing of The Cacao Biotechnology Symposium. Dept. Of Food Science College of Agricultutre. The Pennsylvania St ate University. Pennsylvania.

SNI 01-3711-1995. Standar Nasional Indonesia (SNI) Cuka Makan. Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta.

SNI 01-4371-1966. Standar Nasional Indonesia (SNI) Cuka Fermentasi. Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta.

Sulistyowati. 1988. Keasaman biji kakao dan masalahnya. Pelita Perkebunan. 3 (4) : 151-158.

Sulistyowati dan Soenaryo. 1989. Optimasi lama fermentasi dan perendaman biji kakao mulia. Pelita Perkebunan. 5 (1) : 37-45.

Sunanto, H. 1992. Kakao: Budidaya. Pengo lahan Hasil dan Aspek Ekonomisnya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Tomlins, K.I., D.M. Baker. P. Daplyn and D. Adomako. 1993. Effect of fermentation and dry ing practices on the chemical and physical profiles of Ghana cocoa. Food Chem .. 46 (3) : 257-263.

Turner, P., G. Mamo and E.N. Kar lsson. 2007. Potential and utilization of thermophiles and thermostable enzymes in biorefining. Microbial Cell Factories. 6 (9) : 1-23.

-19-

Wardojo, S., 1991, Beberapa persyaratan dasar untuk meningkatkan mutu biji kakao Indonesia, Prosiding Konperensi Nasional Kakao III, Medan, Hal : 75-85.

Whitaker, J. R. 1996, Enzymes, In O, R, Fennema (Ed,), Food Chemistry, 3rd Edition, Maecel Dekker, Inc,, New York, p, 1067.

Wood, G.A.R. and R.A. Lass. 1985. Cocoa, 4th Edition, Longman Scientific and Technical, New York.

Yusianto dan T. Wahyudi.1991. Peningkatan mutu biji kakao lindak dengan beberapa metode pengolahan, Prosid ing Konperensi Nasional Kakao III, Medan: 87 - 99.